Anda di halaman 1dari 10

REFLEKSI KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun Oleh :
Muhammad John Elang Lanang Sismadi 20110310217

Pembimbing :
dr. Juliani, M.Kes, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD MUNTILAN
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun oleh :
Raissa Lingga Angesti
20110310220

Telah diajukan pada,


Hari, Tanggal :
Minggu, 30 Oktober 2016

Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing,

dr. Juliani, M.Kes, Sp.A

IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Masuk RS

: An. I
: Laki-laki
: 3 tahun 8 bulan
: Batikan, Pabelan, Mungkid, Magelang
: 22 Oktober 2016

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Muntilan karena kejang, sebelum kejang,
pasien demam sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit (21 Oktober 2016
pukul 10.00), awalnya hanya hangat kemudian ibu pasien memberinya obat
paracetamol dan demam turun, akan tetapi suhu tubuh naik kembali sekitar
pukul 00.00. Setelah demamnya naik kembali, pasien tiba-tiba kejang saat
tertidur sekitar pukul 00.15. Kejang pertama terjadi sekitar 3 menit, kejang
seluruh tubuh, ibu pasien langsung memberi pasien obat diazepam yang
dimasukan lewat anus, kejang berhenti. Namun sekitar 45 menit kemudian,
pasien kembali kejang, kejang kedua terjadi sekitar 2 menit, kejang terjadi
seluruh tubuh. Di antara dua kejang, menurut pernyataan ibunya, pasien tidak
sadar dan badannya terasa dingin, sehingga ibu pasien membawa pasien ke
IGD RSUD Muntilan. Keluhan lain yang dialami pasien adalah batuk
berdahak, pilek dan sariawan yang sudah dialami sejak 2 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. Keluhan BAB dan BAK disangkal, keluhan mual muntah juga
disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita keluhan serupa, yaitu kejang di dahului
dengan demam sekitar 1 bulan yang lalu. Riwayat penyakit lain (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat epilepsi (+) dari ibu kandungnya.

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien adalah anak ke-7, dilahirkan secara normal. Selama hamil ibu
pasien sering kejang, karena menderita epilepsi.
6. Riwayat Imunisasi
Hep B (+), Polio (+), BCG (+), DTP (+), campak (+).
7. Riwayat Nutrisi
ASI eksklusif (-)
8. Riwayat Tumbuh Kembang
Orang tua dan keluarga pasien mengaku tidak merasa adanya
keterlambatan tumbuh kembang pasien, tumbuh kembangnya sama dengan
anak-anak lain yang seusianya.
Anamnesis Sistem
Termoregulasi
Sistem Serebrospinal
Sistem Kardiovaskular

: demam (+)
: Kejang (tonik klonik)
: dalam batas normal

Sistem Respirasi

: Sesak nafas (-), batuk pilek (berdahak)

Sistem Gastroinstestinal
Sistem Muskuloskletal
Sistem Urogenital
Sistem Integumen

: dalam batas normal


: tidak ada deformitas
: dalam batas normal
: dalam batas normal

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Vital Sign

: Nadi : 96x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur


Suhu : 39.4,oC
Frekuensi Nafas : 36x/menit

Antropometri

Leher
Thorax

: Berat Badan (BB)


Panjang Badan (PB)
Umur (U)

: 10,5 kg
: 85 cm
: 44 bulan (3 tahun 8

bulan)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Z-score IMT/U Anak Laki-laki

: 14,58 kg/m2
: -2 SD sampai

dengan -2 SD
Kesimpulan

: Status gizi baik

: Limfonodi tak teraba


: Simetris (+) Retraksi (-)
cor/ S1 tunggal S2 split konstan, bising (-)

pulmo/ Vesikuler (+/+) Rhonki (-/-) Wheezing (-/-)


Abdomen
: Supel, Diameter perut = dada, Bising usus (+), Timpani
(+),
Turgor (baik), Hepatomegali (-) Splenomegali (-)
Ekstremitas
: Akral hangat (+), Nadi teraba kuat (+), CRT < 2 detik
Kepala
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Tonsil T2-T2
Status Neurologis : Kekuatan otot (5/5 5/5)
Refleks Fisiologis : (++/++) (++/++)
Reflek Patologis
Trismus
Meningeal Sign

: (-/-) (-/-)
: (-)
: Kaku kuduk (-), Burdzinski I, II,

III, IV (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Nama Test

Nilai Rujukan

Jumlah Sel Darah


Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MPV
Index
RDW
MCV
MCH
MCHC
Differential
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida
Kimia
SGOT

Unit

Hasil
22/10/16

4.2 9.3
4.5 5.5
13.0 16.0
40 48
150 450
7.2 11.1

ribu/mm3
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL

8.43
4.39
12.2
35.1
274
6.96

11.5 14.5
80 100
26 34
32 36

%
fL
pg
%

12.4
79.8
27.7
34.7

50 70
25 40
28
24
01

%
%
%
%
%

67.5
21.1
8.6
0.1
2.7

135-148
3.5-5.3
98-106

Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

135.6
3.52
106

14-38

U/L

40

SGPT

18

U/L

18

ASSESSMENT
Kejang Demam Komples
Rhinofaringitis Akut
TERAPI
Infus RL 12 tpm makro
Inj. Diazepam 0,5mg/kgBB/x 5 mg (jika kejang berulang)
Paracetamol 10mg/kgBB/x cth 1 (bila suhu > 37,5oC)
Ikalep syrup 15mg/kgBB/hari 1,6cc/12 jam
MASALAH YANG DIKAJI
1. Bagaimanakah Patofisiologi dari Kejang Demam Kompleks?
PEMBAHASAN
1. Bagaimana penegakan diagnosis kejang demam kompleks ?
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi karena rangsangan
demam, tanpa adanya proses infeksi intrakranial; terjadi pada sekitar 2%4% anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun.
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang
demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan,
yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi
sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan
dengan kejang simptomatik lainnya. Definisi berdasarkan konsensus
tatalaksana kejang demam dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks.
1. Kejang demam sederhana (KDS; Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15


menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam waktu 24 jam. KDS merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.
2. Kejang demam kompleks (KDK; Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
a. Kejang lama >15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
b. Kejang fokal
Kejang parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1
hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.
2. Pemeriksaan penunjang apa saja yang bisa dilakukan ?
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam,
dapat untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer,
elektrolit, dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis
bakterialis adalah 0,6%6,7%. Bila klinis yakin bukan meningitis,
tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pada bayi, sering sulit
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena

manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal


dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi >18 bulan tidak rutin
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography;
EEG) tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada
pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada KDK pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
tinggi dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit
gawat darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal
yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal
sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed
Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Pada KDS, anak <18 bulan sangat disarankan untuk dilakukan
observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal, sedangkan
pada anak >18 bulan tidak harus observasi di rumah sakit jika kondisi
stabil, keluarga perlu diberitahu jika terjadi kejang berulang maka harus
dibawa ke rumah sakit. Pada KDS, pemeriksaan darah rutin,
elektroensefalografi,

dan

neuroimaging

tidak

selalu

dilakukan.

Pemeriksaan pungsi lumbal dilakukan pada pasien umur <18 bulan,


dengan meningeal sign serta pasien dengan kecurigaan infeksi SSP (sistem
saraf pusat).
Pada KDK, pemeriksaan difokuskan untuk mencari etiologi
demam. Semua KDK membutuhkan observasi lebih lanjut di rumah sakit.

Pungsi lumbal serta beberapa tindakan seperti elektroensefalografi dan CT


scan mungkin diperlukan.
3. Apakah pada kasus ini pasien sudah perlu mendapat terapi
rumatan ?
a. Indikasi
Pengobatan

rumat

hanya

diberikan

bila

kejang

demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :


1) Kejang lama >15 menit. Sebagian besar peneliti setuju bahwa
kejang demam >15 menit merupakan indikasi pengobatan
rumat.
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrosefalus. Kelainan neurologis tidak
nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat.
3) Kejang fokal. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
4) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam >4 kali per tahun.
b. Jenis Antikonvulsan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan
dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40%-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40

mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis.
c. Lama Pengobatan
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dapat di diagnosis
kejang demam kompleks. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
pemeriksaan laboratorium, sedangkan pemeriksaan EEG, pungsi lumbal dan
pencitraan

tidak

dianjurkan.

Pada

kasus

ini,

pasien

sudah

dapat

dipertimbangkan untuk mendapat terapi rumatan. Dosis yang dianjurkan adalah


15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, pada pasien ini digunakan dosis
15mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis = 1,6cc/12 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief, Rifqi Fadly. Penatalaksanaan Kejang Demam. CME (Continuing Medical
Education), Ikatan Dokter Indonesia. CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015: 658-661.
2. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia [Internet]. 2006 [cited 2016 October 25].
Available

from:

http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-

Neurology-2012.pdf.

Anda mungkin juga menyukai