Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

DENGUE FEVER
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam di RSUD Muntilan

Diajukan kepada :
Dr. Dwi Ambarwati Sp.A

Disusun Oleh:
Muhammad John Elang Lanang Sismadi
20110310217

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SALATIGA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

PRESUS

Dengue Fever
Diajukan oleh :
Muhammad John Elang Lanang Sismadi
20110310217

Telah diajukan dan di presentasikan pada tanggal


4 Oktober 2016

Disahkan oleh :
Dokter pembimbing

Dr. Dwi Ambarwati Sp.A

BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: An. Y

Usia

: 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Krajan, Sidorejo

BB

: 20 kg

Tanggal masuk: 30 november 2016

A Anamnesis
-

Keluhan Utama
Pasien datang dengan demam sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD dengan keluhan panas sudah sejak 3 hari yang lalu sebelum
masuk ke rumah sakit. Demam naik turun tidak menentu. Panas juga disertai
dengan batuk dan pilek, batuk kering, darah (-). Pasien juga mengeluhkan pegalpegal pada persendian tubuh pasien. Pasien tidak mengeluh nyeri telan. Pukul
18.30 tadi pasien juga mengeluhkan mimisan namun saat ini sudah berhenti,
mimisan berhenti sendiri tanpa pemberian obat apapun. Pasien tidak mengeluhkan
mual dan muntah. Buang air besar tidak ada keluhan. Buang air kecil lancar
seperti biasa. Bintik-bintik merah tidak muncul. Pasien belum pernah mengobati
keluhannya dengan obat apapun sebelum masuk ke rumah sakit. Tetangga sekitar
rumah juga ada yang memiliki keluhan demam.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Imunisasi Lengkap
Riwayat Mondok disangkal
Riwayat penyakit serupa disangkal
Riwayat Asma (-)

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama.

Riwayat personal Sosial


Pasien tinggal di rumah dengan banyak kolam di sekitarnya. Ibu pasien
mengatakan bahwa banyak jentik-jentik nyamuk di sekitar kolam. Tetangga pasien
saat ini ada yang terkena keluhan serupa.

B Pemeriksaan Fisik

Kesan Umum : Tampak lemah

Vital Sign:

Nadi

: 88x/menit

RR

: 20x/menit

Suhu

: 38oC

Kepala dan Leher


Conjungtiva anemis

: (-/-)

Conjungtiva hiperemis

: (-/-)

Sklera ikhterik

: (-/-)

Pembesaran limfonodi

: (-)

Lidah kotor

: (-)

Thorax
1. Cor
S1/S2 reguler, tidak ditemukan bising jantung
2. Pulmo
bentuk dada simetris, tidak ada jejas dan kelainan bentuk
tidak ada ketinggalan gerak
tidak ada nyeri tekan pada kedua lapang paru
Suara dasar vesikuler +/+
Suara rhonki -/ Suara wheezing -/3. Abdomen
Supel
Nyeri tekan Bunyi usus +
Hepatomegali
Ascites 4. Ekstremitas
Akral hangat +
CRT < 2detik
Edema
Ptechiea
Purpura
Rumpel Leede Test (-)

5. Pemeriksaan penunjang
Hasil laboratorium tanggal 1 oktober 2016
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MHC
MCHC
Trombosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eusinofil
Basofil

4,46
4,40
13,7
38.0
86,3
31,3
36,1
92
51,3
41,4
5,2
51,1
1,1
Pemeriksaan Widal

Pemeriksaan
Salmonella Typhi O
Salmonella Paratyphi A-O
Salmonella Paratyphi B-O
Salmonella Paratyphi C-O
Salmonella Typhi H
Salmonella Paratyphi A-H
Salmonella Paratyphi B-H
-

A (Assesment)
Observasi Febris H-3 Susp. Dengue fever
dd. Typhoid Fever

P (planning)
Monitor KU/VS
Inf KaEN 3B 12 tpm
Inj. Paracetamol 200mg
Ambroxol syr 3x1 cth

Hasil
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1/320

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A Definisi
Demam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati,
demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap
yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.

Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu


penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril
yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas
hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein
masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik.

B Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.
Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN- 3 dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak.

C Penularan Demam Dengue


Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air
lainnya.
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu:
a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin;

c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di


bawah 1000 di atas permukaan laut

D Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat
infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead pada
tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous infection atau

sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian besar para ahli
saat ini.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon
imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4,
C5-C8, dan C3 menurun.
Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida.
Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor
Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat
hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular
coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (<5hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi

trombopoiesis

sebagai

mekanisme

kompensasi

terhadap

keadaan

trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,


terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan
pelepasan senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar -tromboglobulin dan
faktor prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang


menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada
demam berdarah dengue terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur
intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein C1-inhibitor complex).
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam
beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi
cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan
muntah, berakibat pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja
jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia.
Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue
(2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:
1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe primer
dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang
tinggi untuk terkena dengue yang parah.
2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh
aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.
3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka
keparahan dengue semakin meningkat.
4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian
menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi
yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi
(30%).

E Manifestasi Klinis

Prediksi klinis infeksi virus dengue ditentukan oleh hubungan kompleks antara faktor
penjamu dan virus. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom
syok dengue.
1

Demam Dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi
usia pasien. Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat tidak terbedakan atau
dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan
batuk ringan.
Kebanyakan remaja dan orang dewasa yang terinfeksi mengalami demam
secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1o C, biasanya
disertai nyeri frontal atau retro-orbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadangkadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Suatu ruam transien dapat terlihat
selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat
demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi setelah demam.
denopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan
pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam
makulopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian
menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh, yang
sebelumnya sudah menurun ke normal, sedikit meningkat dan mendemonstrasikan

karakteristik pola suhu bifasik.


Demam Berdarah Dengue
Pembedaan antara demam demam dengue dan demam berdarah dengue sulit
pada awal perjalanan penyakit. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam,
malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari
diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua ini, pasien umumnya

pilek, ekstremitas basah oleh berkeringat, badan hangat, wajah kemerah-merahan,


diaforesis, kelelahan, iritabilitas, dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis
spontan, dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi
vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan
melelahkan. Denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat
membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok (sindrom
syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan
gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 2436 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat
kembali normal sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular
umumnya terjadi saat pemulihan.

Pemeriksaan Penunjang
1

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis.


Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
a. Leukosit Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari
jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
b. Trombosit Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/l) pada
hari ke 3-8.
c. Hematokrit Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi
perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e. Protein/albumin Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase) Dapat meningkat. Nilai normal alanin
aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Anak dengan level enzim hati yang meningkat
sepertinya lebih rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang
memiliki level enzim hati yang normal saat didiagnosis.
g. Elektrolit Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal
serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen
darah.
i. Imunoserologi Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi
mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG
pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-2.

Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

G Diagnosis
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus dengue
(WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan
DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
1

Demam Dengue Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan,
leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien
demam dengue/ demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan
waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD


ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi.
a Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan di
c
d

tempat lain.
Hematemesis atau melena.
. Trombositopenia (jumlah trombosit
Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Dengue Shock Syndrome


Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat
dan lemah, tekanan darah turun.

Dalam observasi demam dibawah 7 hari kita harus mendapatkan beberapa


anamnesis lengkap dan manifestasi klinis yang kita temui. Setelah itu kita uji dengan
beberapa pemeriksaan yang bisa mengantarkan kita untuk ke diagnosis dengue lainnya.

H Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan.


meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter
merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.
Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat
terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk
(berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit
adalah:
-

Tirah baring.
Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak
1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah

dengan garam saja).


Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya

perdarahan.
Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
1. Keadaan umum memburuk.
2. Terjadi pembesaran hati.
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum,
nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari
pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume
cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian
segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringers lactate (RL) atau bila
terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan
dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah
diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.
Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan,
diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel

dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis
yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan
volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada
pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL).
b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA).
c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali
(D5/GF).
2. Koloid (plasma).

Transfusi darah dilakukan pada:


1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).
2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan
kadar Hb dan Ht.

Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien dengan
syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata (disseminated intravascular
coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan
pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.

Komplikasi
infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan
dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan
kejang demam, Edem paru, adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak.
Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat
manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat
memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada
anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan.
Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya.
Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental,
bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat
terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia,
ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis
yang buruk.
Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang
yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan
trombositopenia.

Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada
40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat
kematian dapat ditekan.

BAB III
PEMBAHASAN
Penegakkan diagnosis
1

Anamnesis
Pada anamnesis di dapatkan demam 3 hari. Pada demam ini kita tidak bisa langsung
mendiagnosis demam dengue, walaupun memang demam dengue termasuk dalam
klasifikasi demam dibawah 7 hari. Pola demam pasien naik turun tidak menentu pada
waktu kapanpun. Dari sini kita bisa mempertimbangkan untuk tidak terlalu curiga kepada
demam typhoid dikarenakan biasanya demam typhoid terjadi pada sore hari dan pada
pasien ini demam dirasakan tidak menentu dan tidak hanya pada sore hari. Demam juga
baru dirasakan 3 hari yang berarti diagnosis sementara mengarah pada kumpulan demam
yang dibawah 7 hari.

Pemeriksaan Fisik
Yang digaris bawahi dari pemeriksaan fisik diatas adalah riwayat terjadinya perdarahan
spontan yaitu mimisan dan juga uji rumple leed test yang positif. Disini apabila kuat
mengarah ke demam dengue, kita akan mendiagnosis kearah demam berdarah dengue
derajat II.

Tidak ada tanda ascites tetapi untuk bukti adanya kebocoran plasma kita bisa
mendapatkannya pada pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MHC
MCHC
Trombosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eusinofil
Basofil

4,46
4,40
13,7
38.0
86,3
31,3
36,1
92
51,3
41,4
5,2
51,1
1,1

Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan
Salmonella Typhi O
Salmonella Paratyphi A-O
Salmonella Paratyphi B-O
Salmonella Paratyphi C-O
Salmonella Typhi H
Salmonella Paratyphi A-H
Salmonella Paratyphi B-H

Hasil
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1/320

Perbedaan utama DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran
plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit >20% atau penurunan hematokrit
>20% setelah diberiterapi cairan dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya. Pada pasien ini
meski punterjadi penurunan trombosit, tidak terjadi peningkatan hematokrit pada
pemeriksaan darah tersebut.
Pada pemeriksaan widal sebenernya didapatkan satu nilai positif yaitu salmonella
paratyphi BH tetapi widal bukanlah Gold Standard untuk menegakan diagnosis dari Typhoid

Fever itu sendiri dan juga hasil dari test widal bisa merupakan sebuah positif palsu yang
bahkan bisa positif walaupun penderita tidak terkena demam typhoid.

4. Terapi
Terapi yang diberikan pada pasien an.Y adalah sebuah terapi supportif dan juga
simptomatis. Pada kasus ini pasien dianjurkan untuk banyak minum dan mengkonsumsi
cairan untuk menghindari komplikasi lebih lanjut, pasin juga diberikan Infus KaEN 3b yang
merupakan cairan yang mengandung elektrolit (Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20
mEq, glucose 27 g. Per liter) untuk membantu dalam balance cairan dan electrolit. Pasien
juga diberikan terapi Paracetamol untuk antipiretik nya dan Ambroxol karena pasien
memiliki keluhan batuk kering.

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang


pasien An.Y didiagnosis demam berdarah dengue derajat II berdasarkan kriteria
diagnosis diatas. Tidak ada penatalaksanaan baku pada infeksi virus dengue. Terapi
yang diberikan adalah terapi suportif dan terapi simptomatik.

,
.

Referensi

WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New
Edition. Geneva: World Health Organization; 2011.

WHO. National Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever. Government


of India; World Health Organization; 2014.

Soedarmo S. S. P., Garn, H., Hadinegoro S. R. S., 2002. Buku Ajar Ilmu
KesehatanAnak Infeksi & Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.Hal: 183-184, 367

Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H. T., 2006.

Buku Ajar Ilmu

PenyakitDalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 1710-1711

Anda mungkin juga menyukai