Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS 2 MODUL ORGAN : MODUL SISTEM SARAF

Laki-laki Dengan Penurunan Kesadaran


KELOMPOK 7

Agustina Marielsa M. Nadya Anggun Mowlina Senida Ayu Rahmadika I Nyoman Herlian Budiman Simlin Sutarli Lu Lydia Sylvia Putri Mesa Sabila Nafis Syauqi Okta Fitria Pakpahan Rahmalia Lestari Ruri Nur Indah Stefani Reditya Anggraini Vicky Octaviani Xaveria

030.09.005 030.09.165 030.09.230 030.10.130 030.10.255 030.11.170 030.11.189 030.11.207 030.11.225 030.11.241 030.11.261 030.11.280 030.11.297 030.11.312

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta, 17 Januari 2013

DAFTAR ISI

BAB I

: PENDAHULUAN ...............................................................................

.4

BAB II

: LAPORAN KASUS .................................................................................... 5-6

BAB III

: PEMBAHASAN........................................................................................ 7

- Identifikasi Masalah............................................................................................

-Anamnesis .......................................................................................................... 7-8

- Hipotesis

.............................................................................................................. 9.

- Pemeriksaan Fisik

................................................................................................ 10

- Pemeriksaan Penunjang

................................................................................ 10-12

- Diagnosis Kerja

13

- Diagnosis banding . 13

- Diagnosis Banding ........................................................................................... 13-16

- Penatalaksanaan...............................................................................................

17-24

- Prognosis

...................................................................................................

25

BAB IV

: TINJAUAN PUSTAKA..................................................................

26-47

BAB V

: KESIMPULAN........................................................................................... 48

BAB VI

: DAFTAR PUSTAKA.. 49

BAB I PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat berupa peradangan otak yang disebabkan oleh virus. Terkadang juga disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies atau sifilis. Penyakit parasite dan protozoa seperti toxoplasmosis, malaria atau primary amoebic menigoencephalitis juga dapat enyebabkan ensefalitis pada orang yang sisitem kekebalan tubuhnya rendah. Ensefalitis menimbulkan demam, gangguan kesadaran, kejang dan tanda-tanda neurologis fokal. Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ensefalitis supuratif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Coli, Mycobacterium, dan Treponema Pallidum. Sedangkan ensefalitis virus dengan virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubella, virus dengue, virus polio, herpes zoster, herpes simpleks dan varicella

BAB II LAPORAN KASUS Lembar 1 Seorang pria 44 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan kejang terus menerus, meracau dan panas. Lembar II Pemeriksaan penunjang : Hb 14g/dl Eritrosit 5 juta Leukosit 7000/uL Trombosit 350.000 LED 10mm/jam Hematokrit 42% Hitung jenis 0/1/3/30/60/6 GDS 100mg% Ureum 20mg/dl Creatinin 1,2mg/dl Na 137mmol/L K 3,5mmol/L CT Scan tidak ada kelainan. Foto Thorax tidak ada kelainan. 5

Lembar III Kejang sudah berhenti. Kesadaran : E4 V4 M5 Hasil LP : cairan jernih. Sel : eritrosit : 0 Leukosit : polimorphonuclear : 0 Mononuclear : 2 Protein : 25 mg% Glucose : 65 mg% Pencegahan gram : tak ditemukan kuman. Bakteri tahan asa, : tidak ditemukan kuman. Indian ink : negative Biakan dan tes kepekaan : menyusul. Pem Anti HIV : negative.

Hasil pemeriksaan TORCH : IgM dan IgG Anti Toxoplasma : negative. IgM Anti Rubella : negative. IgG Anti Rubella : positive IgM Anti CMV :negative IgG Anti CMV :positive IgM dan IgG Anti HSV-1 : negative IgM dan IgG Anti HSV-2 : negative.

BAB III PEMBAHASAN

IDENTITAS PASIEN Nama Umur :: 44 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Status Pekerjaan ::-

KELUHAN UTAMA seorang laki-laki 44 tahun kejang terus-menerus KELUHAN TAMBAHAN Panas sejak satu minggu disertai nyeri kepala Bicara meracau

ANAMNESIS TAMBAHAN Berikut ini adalah hasil anamnesis (heteroanamnese) dan anamnesis tambahan yang kelompok kami dapatkan dan yang ingin kami ketahui lebih lanjut: Riwayat Penyakit Sekarang : 1. Apakah pasien ini baru mengalami kejang atau sudah pernah kejang sebelumnya? 2. Berapa lama intensitas kejang yang dialami pasien ini? 3. Apakah kejangnya berulang dalam 24jam? 4. Sudah berlangsung berapa lama demamnya? 7

(berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien panas sejak 1 minggu yang lalu, dapat disimpulkan bahwa pasien ini terkena infeksi karena 90% penyebab panas adalah infeksi) 5. Apakah ada gejala-gejala lain seperti mual muntah atau yang lainnya selain gejala kejang? (selain kejang, panasnya disertai nyeri kepala tetapi pasien tidak mual dan muntah. Ini dapat menyingkirkan hipotesis adanya peninggian tekanan intracranial)

Riwayat Penyakit Dahulu 1. Apakah ada riwayat epilepsi? (menurut keterangan dari istri pasien, pasien tidak mempunyai riwayat epilepsy) 2. Apakah ada penyakit lain yang menyertai (hipertensi, DM, penyakit ginjal, ganggun di hepar)? (berdasarkan anamnesis pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, maupun penyakit lainnya, ini dapat membuktikan kemungkinan kejang pasien ini bukan karena gangguan metabolik) 3. Apakah pasien mempunyai riwayat trauma?

Riwayat Penyakit keluarga 1. Adakah anggota keluarga yang menderita hal seperti ini?

Riwayat Kebiasaan 1. Apa pekerjaan pasien ini? 2. Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan rutin tertentu? (berdasarkan anamnesis pasien tidak makan obat rutin, jadi kemungkinan penyebab kejang pasien ini bukan karena intoksikasi obat ) 3. Apakah pasien mengkonsumsi alcohol atau narkoba? (berdasarkan anamnesis pasien tidak mempunyai riwayat pemakaian narkoba)

HIPOTESIS7

1. Meningitis TB Meningitis TB terjadi ketika bakteri tuberkulosis (TBC Myobacterium) menyerang selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Infeksi biasanya dimulai di tempat lain dalam tubuh, biasanya di paru-paru, dan kemudian berjalan melalui aliran darah ke meninges di mana abses kecil (microtubercles) terbentuk. Ketika abses pecah, lama kelamaan akan menjadi meningitis TB.

2. Ensefalitis Ensefalitis adalah peradangan otak. Penyebab umum adalah infeksi virus, tetapi bakteri juga bisa menyebabkan hal itu. Kasus dapat berkisar dari ringan sampai parah. Untuk kasus ringan, Anda bisa memiliki gejala seperti fluEpilepsi

3. Neoplasma Neoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan , tidak terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus meskipun rangsang yang menimbulkan telah hilang. Sel neoplasma mengalami transformasi , oleh karena mereka terus- menerus membelah.

4. Abses Abses adalah suatu penimbunan nanah biasanya terjadi karena infeksi bakteri.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien kejang berkali-kali. Kejang adalah masalah neurologi yang relative sering djumpai, secara umum kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal otak. Kejang merupakan manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolism, infeksi intrakranium, gejala putus obat, ensefalopati hipertensi atau pasca trauma. Sifat kejangnya tonik-klonik yaitu kejang yang pada fase tonik terjadi peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,kontraksi), fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai 30 menit. Pada pemeriksaan juga didapatkan tekanan darah 120/80, nadi 92x/menit, serta napas 18x/menit menandakan dalam batas normal, tidak ada hipertensi. Suhu badan pasien ini 38o (febris), kemungkinan demamnya itu diakibatkan karena infeksi, ini bisa mendukung hipotesis dari infeksi intracranial, seperti meningitis atau ensefalitis. Pada status neurologis didapatkan nilai kesadaran menurut GCS : E4 V4 M5 yang artinya mata membuka spontan, respon verbal pasien bicara kacau/bingung/disorientasi waktu,tempat atau orang, respon motorisnya pasien bisa melokalisir nyeri. Tanda rangsang meningeal negative yang artinya tidak ada kelainan pada meningealnya, itu dapat menyingkirkan hipotesis meningitis. Nervus cranialis tidak ada kelainan. Reflex fisiologis pada keempat ekstremitas positif sedangkan reflex patologis semuanya negative artinya pada pasien ini tidak ada kelainan lesi UMN atau LMN.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,2 Pemeriksaan Labooratorium No 1 2 Hemoglobin Eritrosit Hasil yang didapat 14 g/dL 5 x 106 sel/L Nilai Normal 13,8 17,2 g/dL 4,76,1 x 106 sel /L Interpretasi Normal Normal 10

3 4 5 6 7

Leukosit Trombosit Laju Endap Darah Hematokrit Hitung Jenis a) Basofil b) Eosinofil c) Neutrofil batang d) Neutrofil segmen

7000/L 350.000/mm3 10 mm/jam 42 %

4500 - 10000/L 165-415 x 103/ mm3 < 15 mm/jam 40,7-50,3 % 01% 13% 26% 50 70 %

Normal Normal Normal Normal

0 1 3

Normal Normal Normal

30

Neutropenia ; pada kasus ini kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi virus Meningkat ; pada kasus ini kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi virus, infeksi kronik Normal Normal Normal Normal Normal Normal

e) Limfosit

60

20 40 %

8 9 10 11 12

f) Monosit Gula darah sewaktu Ureum Creatinin Natrium Kalium

6 100 mg% 20 mg% 1,2 mg% 137 mmol/L 3,5

28% < 200 mg% 20-40 mg% 0,6-1,2 mg% 136-146 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L

Foto thorax CT-scan Kesadaran E4 V4 M5

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : ; mata dapat terbuka dengan spontan : bicara dengan kalimat namun tidak terorientasi (confused conversation) : dapat melokalisasi rasa nyeri 11

Berdasarkan data tersebut, bisa didapatkan total scorenya yaitu 13. Berdasarkan klasifikasi trauma kepala, jumlah score 13 termasuk dalam kategori trauma kepala ringan (13-15)

Hasil Lumbal Pungsi : N o 1 Hasil yang didapat jernih Hasil Normal Jernih Interpretasi Pada kasus ini jernih belum tentu normal karena pada meningitis akut lymphogenik yang disebabkan oleh virus dapat menunjukkan warna LCS yang jernih Normal

Warna cairan

Eritrosit Leukosit : Polimorphonuclea r Mononuclear Protein Glucose Pengecatan gram

0 2

0 0-5 15-45 mg% 60-80 mg% Tidak ditemukan kuman Tidak ditemukan kuman

Normal Normal Normal Normal Normal

3 4 5

25 mg% 65 mg% Tidak ditemukan kuman Tidak ditemukan kuman Menyusul

Bakteri tahan asam

Normal

Biakan dan tes kepekaan

Berdasarkan hasil permeriksaan laboratorium, dapat disimpulkan bahwa adanya infeksi oleh virus melalui adanya neutrofilia dan peningkatan limfosit. Serta pada pemeriksaan lumbal pungsi dapat disimpulkan tidak adanya infeksi oleh bakteri melalui tidak ditemukan adanya kuman, glucose yang dalam batas normal, serta warna cairan yang tidak keruh. Jadi dapat disimpulkan pasien menderita encephalitis yang disebabkan oleh virus 12

DIAGNOSIS 8,9 Diagnosis kerja Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita ensefalitis virus. Dengan pembagian diagnosis sebagai berikut : Diagnosis Klinis Diagnosis topis Diagnosis etiologi Diagnosis patologis : kejang, penurunan kesadaran, nyeri kepala. :: virus : infeksi

Ensefalitis virus dapat dibedakan dengan meningitis virus yaitu tidak adanya tanda rangsang meningeal pada ensefalitis. Diagnosis Banding

1. Epilepsi Epilepsi adalah suatu gangguan sserebral kronik dengan berbagai macam etiologi yang dirincikan oleh timbulnya serangan paaroksimal yang berkala, akkibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif. Serangan epileptic adalah gejala yang timbul dan menghilang secara tiba-tiba. Serangan biasanya timbul secara berkala.

PATOFISIOLOGI11 Patofisiologi kejang Kejang terjadi akibat dari lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terrganggu akibat suatu keadaan patologik 13

Patofisiologi demam Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous. Bahan exogenous pun ternyata harus lewat endogenous pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh jajaran monosit dan makrofag dan sel lain. Pemicu kenaikan suhu yang diketahui al IL-1. TNF, IFN dan Il-6. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang

phospholipase A2, melepas plama membrane arachidonic acid untuk masuk ke jalur cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalam melepas prostaglandin E2, yang mudah masuk blood-brain barrier, sehingga merangsang thermoregulatory neuron untuk menaikkan thermostat setpoint. Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat rangkaian simpatetik dan saraf efferent adrenergik akan memicu konservasi panas (dengan cara vaskonstriksi) dan kontraksi otot (menggigil). Selain itu jalur autonomik dan endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan termostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata. Bilamana rangsangan 14

sitokin telah menurun, termostat diturunkan kembali,

sehingga proses

pengeluaran panas dan penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku.

Patofisiologi ensefalitis Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara : Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, 15

muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak

Patofisiologi nyeri kepala Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab

memicunyeri kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3)kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum(nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervusservikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin). 16

.PENATALAKSANAAN3,4,5,6

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada encephalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit. 2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen. 3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis. 4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama. 5. Pengobatan kausatif. Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (encephalitis bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk encephalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan Acyclovir intravena, 10 17

mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan setelah pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita encephalitis oleh herpes simplek, maka pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang.

Antiviral Therapy

Farmakoterapi untuk HSE terdiri dari asiklovir dan vidarabine. Hasil ditingkatkan dengan agen baik, namun acyclovir lebih efektif dan kurang toksik. Bahkan jika diagnosis akhir HSE belum ditetapkan, intravena (IV) asiklovir harus dimulai segera. Acyclovir juga merupakan obat pilihan untuk varicella-zoster (VZV) ensefalitis virus, meskipun gansiklovir juga dianggap sebagai pilihan alternatif.

ansiklovir telah digunakan untuk sitomegalovirus (CMV) ensefalitis, tetapi dengan kegagalan terapi, akibatnya, terapi optimal untuk CMV ensefalitis tidak diketahui. Gansiklovir dikombinasikan dengan foscarnet telah digunakan dalam pengobatan pasien terinfeksi HIV.

Tidak ada perawatan khusus yang tersedia untuk encephalitides arbovirus. Ribavirin tampaknya efektif untuk demam Lassa, kemanjurannya dalam infeksi virus lainnya sedang dievaluasi. Ribavirin intraventricular telah dikaitkan dengan perbaikan klinis pada 4 pasien dengan subakut sclerosing panencephalitis (SSPE) dan kematian tampaknya berkurang dalam sidang terbuka-label pada pasien dengan ensefalitis virus Nipah.

Hasil dari serangkaian kecil menyarankan bahwa interferon alfa-2b mengurangi keparahan dan durasi komplikasi dari St Louis ensefalitis virus meningoencephalitis.

Karena terapi khusus untuk ensefalitis terbatas dan karena gejala sisa yang serius (atau kematian) bisa dihasilkan dari HSE, perawatan dini dengan asiklovir harus dimulai sesegera mungkin pada semua pasien dengan ensefalitis virus diduga, sambil 18

menunggu hasil studi diagnostik. Setelah agen etiologi ensefalitis yang akhirnya diidentifikasi, terapi harus ditargetkan untuk agen yang (jika tersedia).

Perawatan antibakteri lainnya (misalnya, untuk meningitis bakteri) harus diberikan atas dasar faktor epidemiologi dan klinis atau diberikan sampai diagnosis meningitis bakteri dikecualikan. Doxycycline harus ditambahkan jika ada kecurigaan infeksi rickettsial atau ehrlichial selama musim yang tepat. Pengelolaan Tekanan intrakranial Peningkatan

Peningkatan ICP harus dikelola dalam pengaturan ICU dengan elevasi kepala, diuresis lembut, manitol, dan hiperventilasi. Dekompresi bedah mungkin diperlukan jika ada herniasi uncal yang akan datang atau meningkat ICP yang refrakter terhadap manajemen medis. Studi terkontrol yang kurang, tapi ada beberapa bukti bahwa pasien dengan kehidupan-mengancam edema serebral dapat mengambil manfaat dari pendekatan craniectomy atau lainnya untuk menurunkan ICP meningkat di unit perawatan neurocritical. Pengelolaan Kejang

Ensefalitis menyebabkan berbagai manifestasi perilaku dengan sindrom limbik dan frontal yang bisa sulit untuk membedakan dari kejang parsial. [38] aktivitas kejang dapat erat diamati menggunakan electroencephalography (EEG), dan ambang batas untuk mengelola terapi antikonvulsan sementara harus rendah.

Fenitoin dan asam valproat dapat diberikan secara intravena. Phenytoin dan carbamazepine dapat diberikan saat pemberian obat oral atau intragastrik adalah mungkin. Benzodiazepines juga penting ketika digunakan untuk membatalkan status epilepticus.

Jika aktivitas kejang terus berlanjut setelah fase akut, pasien mungkin memerlukan terapi jangka panjang antikonvulsan. Oleh karena itu, terapi tambahan mungkin diperlukan untuk ekstrapiramidal, motor, dan komplikasi perilaku. Pencegahan

19

Surveillance adalah penting untuk memprediksi wabah infeksi arboviral. Nyamuk dapat dicicipi untuk memperkirakan tingkat infeksi di kolam nyamuk. Pakaian pelindung dan penolak berguna dalam pencegahan gigitan arthropoda. Menghindari kegiatan di luar ruangan juga berguna. Penghapusan Prompt kutu dapat mengurangi risiko penularan virus tick-borne.

Tindakan pencegahan yang efektif termasuk menghapus air memegang wadah dan ban bekas. Insektisida mungkin berguna dalam pengendalian darurat dari nyamuk yang terinfeksi. Pengendalian vektor nyamuk telah digunakan dengan hasil yang tampaknya baik dalam wabah baru-baru ini beberapa.

Vaksin yang tersedia untuk Timur kuda ensefalitis (EEE), Barat kuda ensefalitis (WEE), dan ensefalitis kuda Venezuela (VEE) pada kuda. Sebuah vaksin hidup yang dilemahkan (TC-83) telah digunakan untuk melindungi pekerja laboratorium dan lapangan dari virus yang menyebabkan VEE. Vaksin juga telah dikembangkan untuk virus ensefalitis Jepang B (JE) dan tick-borne ensefalitis.

Vaksin virus Tewas telah diproduksi eksperimen untuk arbovirus beberapa. Sebuah hidup yang dilemahkan Jepang B vaksin (SA 14-14-2) telah digunakan secara luas di Asia. Sejak tahun 1989, 120 juta anak telah diimunisasi, dan laporan terbaru telah menunjukkan kemanjuran dosis tunggal dalam mencegah Japanese ensefalitis (JE) bila diberikan hanya beberapa hari atau minggu sebelum terkena infeksi. Vaksin JE virus hanya berlisensi internasional adalah vaksin formalin-dilemahkan.

Penggunaan yang terbatas (misalnya, pada pekerja laboratorium terkena) telah dibuat vaksin untuk VEE dan tick-borne ensefalitis virus. Imunisasi pasif pekerja laboratorium terkena virus yang dikenal dalam kecelakaan laboratorium telah dicapai dengan immune globulin (manusia) serum atau gamma.

Meskipun upaya pengendalian dan pengawasan penyakit, wabah 1999 virus West Nile di New York, dengan penyebaran berikutnya ke negara-negara lain di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa virus yang berbeda bisa tersebar di belahan bumi Barat

20

karena perjalanan internasional meningkat dan perdagangan. Pemusnahan besar babi di Malaysia menurunkan insiden infeksi virus Nipah. Konsultasi dan Perawatan Tambahan

Ensefalitis adalah darurat neurologis. Konsultasi dengan ahli saraf dianjurkan. Konsultasi dengan ahli bedah saraf adalah membantu jika biopsi otak dianggap. Konsultasi dengan spesialis penyakit menular ini juga sesuai.

Mengingat kemungkinan tinggi jangka panjang kebutuhan untuk rehabilitasi kognitif dan rehabilitasi fisik, terutama dalam bentuk cukup parah dan parah ensefalitis, membangun pendekatan multidisiplin pada awal perjalanan penyakit yang tepat. Pendekatan multidisiplin meliputi konsultasi dengan terapis fisik, okupasi, dan pidato.

Tidak ada pembatasan diet diperlukan. Proses menular, terutama dengan adanya demam, meningkatkan kebutuhan gizi. Penilaian awal oleh ahli terapi bicara dan seorang ahli diet membantu mencegah tubuh lanjut pemborosan dan mendeteksi manifestasi perilaku awal yang mencegah asupan gizi yang memadai, seperti ketenangan, apraxia, disfagia, atau agitasi

Antivirus Agen

Kelas Ringkasan Antivirus memperpendek perjalanan klinis, mencegah komplikasi, mencegah perkembangan latency dan peristiwa berikut, menurunkan transmisi, dan menghilangkan latency didirikan.

Acyclovir (Zovirax) Lihat informasi obat penuh Acyclovir telah menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap kedua virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) dan diambil selektif oleh sel yang terinfeksi. Sebelum penggunaan asiklovir, kematian dari HSE

21

adalah 60-70%, karena asiklovir, telah sekitar 30%. Acyclovir juga mungkin efektif untuk ensefalitis VZV. Ribavirin (Virazole, Ribasphere) Lihat informasi obat penuh Ribavirin adalah analog guanosin sintetik (1-beta-D-ribofuranosyl-1H-1 ,2,4-triazole3-karboksamida) yang menghambat replikasi virus dengan DNA menghambat dan sintesis RNA. Hal ini terfosforilasi in vivo, dan bentuk aktif dapat mengganggu sintesis genom virus.

Pengalaman klinis dalam pengobatan infeksi arenavirus terutama dengan demam Lassa, tapi pengalaman anekdotal di arenaviruses Amerika Selatan juga ada. Ribavirin digunakan secara klinis dalam kombinasi dengan interferon untuk hepatitis C, dalam bentuk aerosol untuk respiratory syncytial virus (RSV), dan sebagai profilaksis potensial dan / atau pengobatan Kongo-Krimea demam berdarah, infeksi hantavirus, dan demam berdarah arenavirus. Dalam bukti vitro ada untuk aktivitas terhadap virus West Nile.

Bentuk IV dari obat ini tidak tersedia, dan produsen harus dihubungi jika diperlukan. Gansiklovir (Cytovene, Vitrasert) Lihat informasi obat penuh Gansiklovir merupakan turunan guanin sintetis yang aktif terhadap CMV. Ini adalah analog nukleosida asiklik dari 2'-deoxyguanosine yang menghambat replikasi virus in vitro dan in vivo dengan bersaing dengan trifosfat deoxyguanosine untuk polimerase DNA virus, sintesis DNA menghambat. Tingkat trifosfat gansiklovir yang sampai 100 kali lipat lebih besar dalam CMV-sel yang terinfeksi daripada di sel yang tidak terinfeksi, mungkin karena fosforilasi preferensial dalam sel yang terinfeksi. Foscarnet (Foscavir) Lihat informasi obat penuh Foscarnet adalah analog organik dari pirofosfat anorganik yang menghambat replikasi virus in vitro. Itu diberikannya aktivitas antivirus nya oleh penghambatan selektif di pirofosfat-mengikat situs pada virus-spesifik DNA polimerase pada konsentrasi yang tidak mempengaruhi DNA polimerase seluler, sintesis DNA menghambat.

22

Resistensi virus harus dipertimbangkan pada pasien dengan respon klinis yang buruk atau ekskresi virus persisten. Pasien yang menunjukkan toleransi yang sangat baik dari foscarnet mungkin mendapat manfaat dari inisiasi dari dosis pemeliharaan (misalnya, 120 mg / kg / d) pada awal pengobatan mereka. Individualize dosis yang sesuai dengan status fungsi ginjal pasien. Foscarnet telah dibuktikan efektif terhadap ensefalitis CMV.

Anticonvulsant Agen

Kelas Ringkasan Agen ini mencegah kekambuhan kejang dan mengakhiri aktivitas kejang klinis dan listrik. Phenytoin (Dilantin, Phenytek) Lihat informasi obat penuh Fenitoin dapat bertindak di korteks motorik, di mana ia dapat menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kegiatan pusat batang otak yang bertanggung jawab untuk fase tonik dari kejang grand mal juga dapat dihambat. Individualize dosis. Memberikan dosis yang lebih besar sebelum pensiun jika dosisnya tidak dapat dibagi secara merata. Tingkat infus tidak boleh melebihi 50 mg per menit untuk menghindari hipotensi dan aritmia. Diazepam (valium) Lihat informasi obat penuh Diazepam menekan semua tingkat SSP (misalnya, limbik, formasi reticular), mungkin dengan meningkatkan aktivitas gamma-aminobutyric acid (GABA). Atau, lorazepam dapat digunakan jika diperlukan. Dosis: Penyitaan Disorder 2-10 mg PO q6-12 hr, OR

0,2 mg / kg PR, ulangi setelah 4-12 jam PRN Status epilepticus 5-10 mg / dosis IV / IM q10-15min, tidak lebih dari 30 mg, OR

23

0,5 mg / kg PR (menggunakan larutan parenteral), MAKA 0,25 mg / kg dalam 10 menit PRN Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol, Epitol, Equetro) Karbamazepin efektif dalam pengobatan kejang parsial kompleks, tampaknya bertindak dengan mengurangi respon polysynaptic dan memblokir potensiasi posttetanic.

Diuretik osmotik

Kelas Ringkasan Manitol dianjurkan oleh beberapa ahli untuk membantu mengurangi tekanan intrakranial. Manitol menginduksi diuresis, yang meningkatkan konsentrasi osmotik serum. Di otak, ini menyebabkan air mengalir dari sel-sel otak ke dalam ruang pembuluh darah, sehingga mengurangi tekanan intrakranial. Manitol (Osmitrol, Resectisol) Lihat informasi obat penuh Manitol dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Ini dapat mengurangi tekanan subarachnoid space dengan menciptakan gradien osmotik antara CSF dalam ruang arakhnoid dan plasma. Agen ini bukan untuk penggunaan jangka panjang.

Awalnya menilai pasien untuk fungsi ginjal yang memadai dengan pemberian dosis uji 200 mg / kg intravena selama 3-5 menit. Ini harus menghasilkan aliran urin minimal 30-50 mL per jam urin selama 2-3 jam.

Pada anak-anak, untuk menilai fungsi ginjal yang memadai dengan pemberian dosis uji 200 mg / kg intravena selama 3-5 menit. Ini harus menghasilkan aliran urin minimal 1 mL / kg / jam selama 1-3 jam.

24

PROGNOSIS Ad Fungtionam Ad Sanationam Ad Vitam : ad bonam : dubia ad bonam : ad bonam

Pada penderita encephalitis keadaan fungsi pada pasien ini masih bagus, dilihat pula dari gejala-gejala yang ada masih ringan, untuk ad sanationamnya kelompok kami berpendapat bahwa pasien ini menderita encephalitis akibat virus, sehingga memungkinkan untuk kambuh lagi, pada ad vitam pasien ini ad bonam karena pasien dapat sembuh dengan penanganan yang tepat dan baik.

25

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

1. Otak a. Struktur dan Fungsi Otak Otak terletak dalam tengkorak, terdiri atas semua bagian SSP di atas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari batang otak (brainstem) yang terletak di bawah otak besar (forebrain). Batang otak terletak di ujung atas korda spinalis, ia berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak merupakan bagian otak primitif. Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, cerebellum, otak tengah, hipotalamus dan talamus. Strukturnya berkaitan dengan fungsi vital somatik, otonomik dan refleks; suatu fungsi vegetatif agar manusia dapat bertahan hidup dan memelihara kehidupannya. Pusat pengawasan sistem respirasi, kardiovaskular dan pencernaan terletak di medulla oblongata, bagian otak yang paling primitif. Pons bertugas mengatur inhibisi pusat pernafasan, pons dan serebelum bersama-sama mengatur gerakan motorik. Nuklei retikular di pons dan medulla merupakan pusat pengatur tidur dan eksitasi struktur otak besar di atasnya. Cerebellum menempati bagian belakang batang otak, melekat pada otak tengah, berfungsi untuk mengkoordinasi gerakan. Nuklei pusat motorik somatik di otak tengah mengatur gerakan waktu berjalan, postur tubuh, gerak kepala dan bola mata. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei, area) untuk mengatur keseimbangan internal (homeostasis), termasuk suhu tubuh, kadar gula darah, lapar dan kenyang, perilaku seksual dan hormon. Talamus, suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke struktur otak di atasnya, terutama ke korteks serebri. Talamus juga berperan dalam mengendalikan gerak motorik dan eksitasi korteks. Hampir semua mamalia mempunyai organisasi batang otak yang sama. Beberapa jaras menghubungkan pusat sensori di bagian bawah dan motorik di bagian bawah (korda spinalis) atau di otak besar (bagian atas).

26

Gambar : Pandangan lateral otak memperlihatkan bagian-bagian utama otak dan empat lobus besar Serebrum

Otak besar manusia mempunyai dua bagian yang hampir sama, yakni hemisfer kiri dan kanan. Otak besar terdiri atas korteks, ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua hemisfer kanan dan kiri dihubungkan oleh serabut padat : corpus callosum. Korteks serebri adalah bagian otak yang terdiri atas sel saraf dengan ketebalan kira-kira 5 mm yang menyelubungi seluruh bagian otak besar. Area terbesar dari korteks terdiri atas lekukan (sulcus) dan tonjolan (girus). Hemisfer serebri di bawah korteks merupakan massa serabut saraf. Otak manusia paling berkembang hemisferium serebrinya dibanding makhluk lain. Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus. Lobus frontalis, paling depan (daerah dahi); lobus oksipitalis terletak paling belakang; lobus parietalis dan lobus temporalis. Lobus frontalis bagian depan bekerja untuk proses belajar, merancang, dan psikologi. Lobus frontalis bagian belakang untuk proses motorik termasuk bahasa. Lobus oksipitalis merupakan area pengoperasian penglihatan. Lobus parietalis bekerja khusus untuk sensori somatik (misal sensibilitas kulit) dan peran asosiasinya, beberapa areanya penting bagi proses kognitif dan intelektual. Lobus temporalis merupakan pusat pendengaran dan asosiasinya, beberapa pusat bicara, dan pusat memori. Bagian batang otak lain yang berada di otak besar adalah ganglia basalis yang berperan dalam aktivitas motorik. Pada manusia, ganglia basalis menghubungkan kerja area motorik korteks serebri dan serebelum untuk merancang dan mengkoordinasi gerak kasar yang dikendalikan kehendak. Sistem ketiga daro otak adalah sistem limbik, yang juga dikenal lobus limbik. Merupakan komponen yang bekerja dalam kaitan ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat. Meski banyak fungsi, baik motorik dan sensorik, tersebar di beberapa area otak, mereka saling berhubungan dan bekerja sama sebagai satu kesatuan tidak terpisahkan. 27

b. Vaskularisasi Otak Jantung memompa oksigen dan darah yang sarat akan gizi ke wajah, otak, dan kulit kepala melalui dua set pembuluh utama: arteri karotis dan arteri vertebralis. Vena leher dan lainnya membawa darah keluar dari otak. Banyak darah yang perlu disediakan untuk memelihara otak yang selalu aktif. Aliran darah tidak mutlak seragam namun selalu dalam jumlah besar. Kerusakan irreversible pada otak terjadi apabila otak kehilangan sirkulasi darahnya untuk waktu lebih dari beberapa menit. Secara pradoksis, sirkulasi darah memberikan batas keselamatan fisiologis yang begitu kecil sehingga kesadaran akan hilang jika aliran darah terputus selama kira-kira 5 detik. Otak memerlukan kira-kira seperlima jumlah darah yang dipompa oleh jantung (sepertiga curah jantung bagian kiri), sebab otak menghabiskan 20% dari jumlah oksigen yang digunakan tubuh (pada anak kecil sampai sebanyak 50 %). Setetes darah kira-kira memerlukan waktu 7 detik untuk mengalir melalui otak dari arteri karotis interna ke vena jugularis interna. Secara kasar 800 ml darah mengalir melalui otak setiap menit, dengan 75 ml yang berada dalam otak setiap saat. Kebutuhan akan aliran darah yang sebesar itu ialah oleh karena otak memiliki hanya sedikit cadangan metabolik dan memperoleh energinya hampir semata-mata dari glukosa gula. Oleh karena otak normal tidak pernah istirahat, maka persediaan oksigen dan gukosa harus dipertahankan oleh aliran darah yang konstan, karena tuntutan otak tetap sama baik pada saat orang istirahat, tidur, berpikir, atau melamun. Pada manusia peranan susunan saraf otonom murni terhadap vasodilatasi otak relatif kecil. Penyesuaian yang halus terhadap aliran darah oleh CO2 dan metabolit lain merupakan cara-cara yang digunakan otak untuk menjamin bahwa aliran darahnya kuat dan mencukupi dalam hubungan dengan tekanan darah yag normal. Kepadatan pembuluh dan alira darah tidak sama dalam daerah-daerah yang berbeda pada otak. Organisme mempunyai beberapa garis pertahanan sehingga otak dapat memperoleh oksigen yang dibutuhkannya : 1. Reseptor tekanan dalam sinus karotis dan reseptor kimia dalam badan karotis pada bifurkasi arteri karotis komunis diintegrasikan ke dalam refleks-refleks melalui pusat pernafasan dan pusat kardiovaskulus dalam medulla oblongata, reseptorreseptor itu berfungsi untuk mempertahankan aliran darah yang konstan ke otak. Reseptor tekanan (baroreseptor) juga terdapat dalam lengkung aorta. 2. Kontrol autoregulasi (swa-tata) aliran darah ke otak tercapai melalui respon otototot polos didalam pembuluh otak terhadap tekanan darah pada pembuluhpembuluh itu. Jika tekanan turun, otot polos menjadi kendur, pembuluh melebar 28

dan resistensi terhadap aliran darah berkurang. Apabila tekanan naik, otot polos akan berkontraksi dan resistensi terhadap aliran darah bertambah. Apabila tekanan intraknium bertambah (kenaikan tekanan cairan serebrospinal) pembuluh bereaksi dengan pelebaran. 3. Sangat penting ialah kontrol metabolik aliran darah ke otak. Pembuluh serebrum melebar jika kadar CO2 tinggi dan kadar O2 rendah. Pembuluh itu berkontraksi jika kadar CO2 rendah dan kadar O2 tinggi. 4. Jika aliran darah melalui otak berkurang maka otak mengimbanginya dengan mengambil lebih banyak O2 dari pada biasanya dari O2 yang tersedia dalam darah. 5. Turunnya tekanan dengan hebat akan menimbulkan refleks ischemic serebrum. Neuron dalam medulla oblongata bereaksi dengan merangsang impuls susunan saraf simpatik ke jantung yang pada gilirannya menambah aliran darah dari jantung ke otak.

c. Aliran Arteri Otak Aliran darah arteri ke otak pada dasarnya berasal dari dua pasang batang arteri yang terletak pada dasar otak : arteri vertebral (susunan arteri vertebral) dan arteri karotis intern (susunana karotis intern). Arteri vertebral memasuki rongga tengkorak melalui foramen magnum dan kemudian terletak pada aspek anterolateral medulla. Darah yang mengalir melalui susunan arteri vertebral mengurus medulla oblongata, pons, otak tengah, bagian kaudal diensefalon, serebelum daerah medial dan inferior lobus temporal dan oksipital, dan bagian-bagian kecil yang bervariasi pada daerah lateral lobus temporal, parietal dan oksipital. Arteri karotis intern memasuki dasar rongga tengkorak dan kemudian terletak tepat lateral terhadap hipofisis pada hipotalamus. Darah yang mengalir melalui susunan arteri karotis mengurus bagian terbesar serebrum (termasuk bagian terbesar diensefalon) kecuali bagian yang diurus oleh susunan arteri vertebral. Arteri vertebral kiri dan kanan bersatu pada sambungan pons medulla oblongata dan membentuk arteri basilar yang menuju ke darah setinggi otak tengah. Di sini arteri itu bercabang menjadi dua buah arteri serebrum posterior. Bagian intrakranium tiap arteri vertebral mempercabangkan arteri spinal anterior, arteri spinal posterior, arteri serebrum inferior posterior dan cabang kecil ke mening. Cabang-cabang arteri basilar meliputi arteri labirin (auditori intern), arteri serebelum inferior superior. Tiap arteri serebrum posterior memepercabangkan sejumlah pembuluh darah ke otak tengah, diensefalon dan serebrum 29

posterior mengurus medulla oblongata, pons dan otak tengah menurut pola yang secara konsepsual dapat diringkaskan sebagai berikut : cabang-cabang paramedian disebarkan ke zona medial pada kedua sisi bidang sagital tengah, cabang-cabang sirkum ferensial panjang ke zone posterolateral dan ke serebelum. Dua buah pembuluh kecil dari arteri vertebral bergabung untuk membentuk arteri spinal anterior. Arteri ini mengurus zona median dimana terdapat piramis, lemniskus medial, fasikul longitudinal medial, nukleus dan saraf hipoglosus, bagian-bagian kaudal nucleus motorik dorsal saraf vagus dan nucleus solitary. Tiap arteri spinal posterior mengurus daerah posterior medulla oblongata bagian bawah dimana terdapat nucleus dan fasikul grasil dan kuneat. Tiap arteri serebelum inerior posterior mengurus zona lateral yang dorsal terhadap olive inferior di mana terdapat traktus trigeminus spinal, nucleus ambigus nukleus motorik dorsal saraf vagus dan akar-akar saraf otak XI, IX, X. Cabang paramedian arteri basilar mengurus pons medial (dengan mengecualikan bagian terbesar tegmentum) dimana terdapat traktus kortikospinal, kortikobulbar dan kortikopontin serta nukleus pons. Arteri sirkum ferensial pendek dan panjang masing-masing mengurus daerah anterolateral dan posterior pons, arteri serebelum inferior anterior dan serebelum superior juga menyediakan pembuluhpembuluh. Struktur yang terletak di daerah ini meliputi lemnikus medial, fasikul longitudinal medial, trakts spinotalamik dan spinoserebelar posterior, pedunkel serebelar tengah dan superior, formasi retikuler dan beberapa nucleus saraf otak. arteri labirin beergabung dengan saraf otak VII dan VIII dan di distribusikan ke pendengaran dalam. Serebelum diurus oleh arteri serebelum inferior posterior, serebelum inferior anterior dan serebelum superior. Anyaman pembuluh didalam otak tengah tersusun sesuai dengan pola dasar pada batang otak yaitu dengan cabang-cabang paramedian, sirkumferensial pendek dan sirkumferensial panjang. Pembuluh darah mencakup arteri serebrum posterior, komunikan posterior dan serebelum superior. Pada posisi proksimalnya arteri serebrum posterior mempunyai cabang-cabang yang setelah menembus substansi perforate posterior, mengurus otak tengah bagian atas dan thalamus posterior. Arteri koroi posterior ialah cabang yang menuju ke pleksus koroid ventrikel lateral. Cabang-cabang distalnya mengurus korteks dan zat putih pada aspek medial dan bagian-bagian kecil pada aspek lateral lobus oksipital dan temporal. Tiap arteri karotis interna menuju ke atas ke dasar tengkorak, berjalan melalui kanal karotis dan kemudian melengkung berbentuk sigmoid (melengkung ke atas, ke belakang dank ke atas) dekat pada dinding medial sinus kavernosus. Setelah melalui sinus, arteri ini bercabang di daerah substansi perforata anterior menjadi arteri serebrum anterior 30

dan tengah. Bentuk sigmoid arteri di dalam sinus, di kenal sebagai sifon karotis, dan agaknya menyebabkan ketahanan arteri. Arteri karotis interna mempercabangkan arteri oftalmik, komunikan posterior dan koroid anterior. Arteri oftalmik mempunyai cabang yang penting yakni arteri sentral retina; arteri akhir ini berjalan sepanjang saraf optik dan kemudian di dalam pusat saraf ke retina. Beberapa cabang lain dari oftalmik merupakan komponen anastomosis oftalmik dengan cabang-cabang dari arteri karotis eksterna.

Gambar : Cerebral Arteri

Arteri-arteri besar dan cabang-cabangnya pada permukaan otak di kenal sebagai arteri superficial atau penyalur (conducting). Cabang arteri yang menyusup ke dalam substansi otak, merupakan pembuluh kecil yang dikenal sebagai arteri penetrans atau nutrisi. Secara kasar, pembuluh-pembuluh itu bercabang tegak lurus dari arteri superficial dan berlanjut melalui otak sebagai lengkung-lengkung yang lembut menyerupai siluet suatu pohon elm. Di dalam otak terdapat hubungan anastomis yang luas. Anastomosis antara cabang-cabang besar arteri superfisialis biasanya efektif secara fisiologis sedemikian hingga oklusi suatu pembuluh tidak usah berakibat gangguan pada penyediaan darah untuk jaringan saraf. Banyak sekali anastomosis terdapat antara daerah aliran kapiler arteri-arteri nutrisi yang berdekatan dan diantara peredaran darah superfisial dengan yang dalam.

31

Umumnya oklusi suatu arteri menimbulkan lesi otak yang biasanya kurang luas dari pada daerah yang diurus arteri itu. Arteri komunikan anterior dari lingkaran arteri serebrum berperan sebagai saluran anastomosis antara kedua hemisfer serebrum. Anastomosis ini digunakan oleh ahli neuroradiologi untuk dengan angiografi, membandingkan pola arteri kedua arteri serebrum tengah. Apabila aliran karotis ke otak terbendung (dengan tekanan pada leher) pada sisi yang berlawanan dengan sisi tempat tusukan karotis dilakukan untuk menyuntikkan substansi radiopak, maka pengisian silang arteri serebrum tengah pada sisi yag terbendung, dengan substansi radiopak akan berlangsung melalui arteri komunikan anterior. Arteri oftalmik dapat berperan sebagai saluran anastomosis antara sirkulasi karotis interna ke otak dan sirkulasi karotis ekstern ke wajah dan kulit pala (jangat). Anastomosis oftalmik, arteri serebrum anterior dan lingkaran arteri serebrum pada keadaan penyakit obstruksi susunan arteri karotis interna. Satu hemisfer seluruhnya dapat diberikan darah secara adekuat melalui anastomosis oftalmik setelah terjadi oklusi berangsur pada arteri karotis interna. d. Susunan vena otak Susunan vena batang otak dan serebelum secara kasar sesuai dengan aliran arteri. Umumnya percabangan vena mempunyai cabang-cabang yang pendek dan kekar yang memisahkan diri dengan sudut siku-siku, menyerupai silhuet pohon oak. Anastomosis vena yang dalam denga vena yang superfisial ialah ekstensif dan efektif. Vena-vena otak menguras ke dalam pleksus vena superficial dan sinus dura. Sinus venosa dura ialah saluran-saluran tanpa katub yang terletak di antara kedua lapis dura mater, yaitu lapis mening bagian luar. Bagian terbesar darah vena pada otak akirnya mengalir ke dasar tengkorak dan ke dalam vena jugular interna pada leher. Vena serebrum diklasifikasikan dalam kelompok sererum superficial dan kelompok serebrum dalam. Banyak anastomosis terjadi antara kedua kelompok itu melalui anyaman pembuluh di dalam substansi otak. Darah dari korteks pada aspek medial dan lateral atas serebrum mengalir ke sinus (dura) sagital (dura superior) yang mengalirkan darah ke daerah oksipital (konfluens sinus) dan kemudian ke sinus lintang (tranversus) kanan dan sinus sigmoid ke dalam vena jugularis interna kanan. Darah dari daerah-daerah korteks serebrum lain menguras ke sinus dura lain di sekitar vena dan akhirnya ke dalam vena jugular intern. Pembuluh-pembuluh itu bergabung di sekitar badan pineal untuk membentuk vena besar serebrum (galen). Darah kemudian mengalir berturut-turut melalui sinus lurus (rektus) dura, konfluens sinus, sinus lateral kiri dan sinus sigmoid ke vena jugular interna kiri. Darah dari 32

vena superficial cenderung berkuras melalui vena jugular kanan dan darah dari vena dalam serebrum cenderung berkuras melalui vena jugular kiri pada leher. Sinus kavernosus yang mirip sepon merupakan anyaman saluran vena bilateral pada kedua sisi badan sphenoid di sebelah samping sella tursika. Sinus interkavernosus yang mengelilingi hipofisis dan pleksus vena basilar di belakang sella tursika memperhubungkan ke dua sinus kavernosus lewat garis tengah. Sejumlah saluran vena berhubunga dengan sinussinus kavernosus. Sungguhpun di dalam saluran-saluran vena itu darah dapat mengalir dalam dua arah, namun terdapat suatu pola umum, pengurasan. Vena oftalmik dari orbita, sinus sfenoparietal (yang berhubungan dengan vena mening) dan vena serebrum tengah menguras ke dalam sinus kavernosus. Beberapa struktur penting berhubungan dengan sinus kavernosus. Arteri karotis intern, pleksus simpatetik, yang menyertainya dan saraf abdusen berjalan melalui sinus kavernosus, saraf okulomotor, troklear, oftalmik dan maksilar berjalan tertanam di dalam dinding lateral sinus kavernosus. Beberapa sinus dura berhubungan dengan vena yang superficial pada tengkorak lewat vena emisar. Vena-vena itu berperan seagai katup tekanan apabila tekanan intrakranium meningkat dan juga sebagai jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam rongga tengkorak (infeksi hidung, lewat vena emisar yang terdapat tinggi di dalam hidung, dapat menyebar ke mening dan mengakibatkan meningitis). Melalui vena emisar darah dapat mengalir dalam dua arah bergantung pada tekanan diferensial pada vena di dalam rongga tengkorak di bandingkan dengan yang di luar tengkorak. Beberapa vena emiser ialah (1) suatu vena frontal yang memperhubungkan sinus sagital superior dengan vena-vena di dalam rongga hidung, (2) vena parietal memperhubungkan sinus sagital superior dengan vena oksipital kulit kepala, (3) vena mastoid memperhubungkan sinus sigmoid dengan vena pasca-aurikular dan vena okspital kulit kepala, (4) vena kondilar dan hipoglosal memperhubungkan sinus sigmoid dengan plexus vena sub oksipital, dan (5) vena-vena yang memperhubungkan sinus kavernosus dengan vena oftalmik dan vena faring.

1. Ensefalitis Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis. 33

Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi.

Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang terkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari istilah diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti meningoensefalitis.
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap. Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal tersebut dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-pusat fungsi otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak, maka sukar untuk menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian otak mana saja yang terlibat proses peradangan itu. Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam

perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan masalah tingkah laku.

I.

ETIOLOGI

34

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus. Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO. b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.

II.

PATOGENESIS Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :

35

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertamakali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan neurologis. Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh : Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak. Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.

Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus, kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat multiplikasi virus. Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun yang lemah, merupakan faktor resiko utama. Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran darah atau melalui sistem neural ( virus herpes simpleks, virus varisella zoster ). Patofisiologi infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini masih belum jelas. Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatjan fungsifungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).

36

Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.

Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun

kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis. Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Selsel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma. Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks.Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik. Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus herpes (badan inklusi intranuklear)

III.

MANIFESTASI KLINIS Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.

Manifestasi klinis tergantung kepada :

1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya : Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama lobus temporalis 37

Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

2. Patogenesis agen yang menyerang.

3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita


Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan perasaan tak enak pada perut. Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam.Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya . Gejala batang otak meliputi perubahan reflex pupil, deficit saraf kranial dan perubahan pola pernapasan.Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu diagnosis. Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus. Rabies memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma dan stadium paralisis Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7 hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema.

38

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar protein meningkat, sedangkan glukosamasih dalam batas normal.

Pada fase awal penyakit ensefalitis viral, sel- sel di LCS sering kali polimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya dikultur untuk mengetahui adanya infeksi virus, bakteri & jamur.Pada ensefalitis herpes simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemuan peningkatan dais el darah merah , mengingat adanya proses pendarahan di parenkim otak. Disamping itu dapat pula dijumpai peningkatan konsentrasi protein yang menandakan adanya kerusakan pada jaringan otak.Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk entero virus. Dengan pemeriksaan pencitraan neorologis (neuroimaging), infeksi virus dapat diketahui lebih awal dan biasanya pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien dengan gejala klinis neurologis. ~ MRI (magnetic resonance imaging) MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan pada kasus ensefalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif dan mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-kelainan. Pada kasus ensefalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada lobus temporalis medial dan frontal inferior. ~ Computed Tomography Pada kasus ensefalitis herpes simpleks, CT-scan kepala biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi kurang sensitif dibandingkan MRI. Kirakira sepertiga pasien ensefalitis herpes simpleks mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal. ~ Elektroensefalografi (EEG)

39

Pada ensefalitis herpes simpleks, EEG menunjukan adanya kelainan fokal seperti spike dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran gelombang tajam (sharp wave) sepanjang daerah lobus temporalis. EEG cukup sensitif untuk mendeteksi pola gambaran abnormal ensefalitis herpes simpleks, tapi kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 % tetapi spesifisitasnya hanya 32.5%

Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun.

V. -

DIAGNOSIS BANDING Meningitis TBCRadang selaput otak. Ditemukan rangsang meningeal pada pemeriksaan fisik. Abses otak Radang bernanah pada jaringan otak. Dalam otak mula-mula terjadi radang lokal disertai serbukan leukosit polimorfonuklear. Disekeliiling daerah yang meradang, berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk kapsul. Jaringan yang rusak, mencair dan terbentuklah abses.

VI.

PENATALAKSANAAN Terapi suportif : Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi) , pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.

40

Terapi kausal :

Pengobatan anti virus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus, yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari.Pemberian antibiotik polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder.

Terapi Ganciklovir merupakan pilihan utama untuk infeksi citomegali virus. Dosis Ganciklovir 5 mg/kgBB dua kali sehari.kemudian dosis diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance.Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk ensefalitis karena toxoplasmosis. Vaksin anti rabies. Semua penyakit yang disebabkan arbovirus sampai saat ini tidak ada terapi yang spesifik sehingga terapi yang digunakan hanyalah terapi suportif dan simtomatis Terapi Simptomatik : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung dari kebutuhan obat diberikan IM atau IV. Obat yang diberikan ialah valium dan luminal. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali pemberian diberikan antipiretikum seperti parasetamol, bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral Untuk mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan manitol IV dalam periode 8-12 jam. 0,5-2 g/kgBB

Diagnosis banding ensefalitis virus dapat berupa : meningitis, ensefalitis, abses otak, toksoplasmosis, status epileptikus dan perdarahan suabaraknoid.(1) 1. MENINGITIS 10 41

Meninges adalah 3 lapisan jaringan ikat. Mereka terdiri dari pia mater (terdekat ke organ-organ sistem saraf pusat), arachnoid dan dura mater (terjauh dari otak dan sumsum tulang belakang). Mereka juga termasuk pembuluh darah dan berisi Cairan serebrospinal. Ini adalah struktur yang terlibat dalam meningitis, peradangan meninges, yang, jika parah, mungkin menjadi ensefalitis, radang otak. Meningitis adalah infeksi meninges. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, dan mengarah ke meninges menjadi meradang (bengkak). Ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada saraf, otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis umumnya diwujudkan oleh:

sakit kepala parah muntah demam tinggi kekakuan leher sensitivitas dan mata sakit pada paparan cahaya ruam kulit Gejala dapat berbeda dalam anak-anak dan bayi. Meningitis mungkin disebabkan oleh bakteri dan virus dan kedua jenis memiliki beberapa fitur khas. Penyakit meningococcal adalah menular yang menyebabkan kematian pada anak usia dini. Bakteri meningitis sangat serius dan harus diperlakukan sebagai darurat medis. Diobati ini mungkin menyebabkan kerusakan otak yang parah dan menginfeksi darah yang menyebabkan septicimeia. Bakteri menularkan yang paling umum adalah bakteri meningitidis Neisseria. Meningitis bakteri paling umum pada anak-anak yang berada di bawah usia lima tahun dan sering hidup mengancam pada bayi di bawah usia satu. Hal ini juga umum di kalangan remaja berusia 15-19 tahun. Dari semua kasus sekitar 15% adalah bakteri meningitis dan 25% mungkin terwujud dengan septicaemia. 60% Dari kasus keduanya bisa hadir bersama-sama. 42

Virus meningitis adalah lebih umum tetapi kurang parah jenis meningitis. Jumlah kasus sulit untuk memperkirakan karena gejala mirip dengan serangan flu. Virus meningitis paling umum pada anak-anak dan lebih luas selama musim panas.

2. ABSES OTAK

Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaankeadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).

Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung pada ukuran dan lokasi abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit kepala dan merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala yang dirasakan terpusat pada daerah abses dan rasa sakit semakin hebat dan parah. Aspirin atau obat lainnya tidak akan menolong menyembuhkan sakit kepala tersebut. Kuranglebih separuh dari penderita mengalami demam tetapi tidak tinggi. Gejala-gejala lainnya adalah mual dan mintah, kaku kuduk, kejang, gangguan kepribadian dan kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh. Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa kasus, penderita yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala dan semakin parah, kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu sisi bagian tubuh melemah). Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan penyakit penderita serta keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien. Harus diketahui kapan keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi. Untuk mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau MRI sken (magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran potongan tiap inci jaringan otak. Abses 43

terlihat sebagai bercak/noktah pada jaringan otak. Kultur darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut diambil dengan jarum halus yang dilakukan oleh ahli bedah saraf 3. TOKSOPLASMOSIS Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit sel tunggal toxoplasma gondii. Parasit adalah makhluk yang hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan mengambil semua gizi dari induknya. Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak (ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 kita di bawah 100. Parasit tokso sangat umum pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemukan dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu kita menghirup debu. Hingga 50% penduduk terinfeksi tokso. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah agar parasit tokso tidak mengakibatkan penyakit. Tokso tampaknya tidak menular dari orang-ke-orang. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri, disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang. Tokso biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadaptoxoplasma gondii. Perempuan hamil dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya. Tes antibodi tokso menunjukkan apakah kita terinfeksi tokso. Hasil positif bukan berarti kita menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif berarti kita tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik (IO) yang lain. MRI scan lebih peka dan memudahkan diagnosis tokso. 44

4. STATUS EPILEPTIKUS Status Epileptikus adalah kondisi dimana seseorang mengalami:


Serangan terus menerus lebih dari 5 hingga 10 menit; atau Serangan datang dan pergi, masing-masing berlangsung kurang dari 5 menit, tetapi tanpa memperoleh kesadaran di antara serangan. Status Epileptikus merupakan gawat darurat medis. Ketika seseorang mengalami Status Epileptikus, dia harus segera dikirim ke rumah sakit .

Penyebab Orang dengan kondisi sebagai berikut dapat mengalami epilepsi:


Cedera otak Infeksi otak Tumor otak Stroke Kerentanan genetik Pada sekitar setengah dari kasus epilepsi, penyebabnya tidak dapat ditemukan.

Terdapat 2 tipe utama serangan: 1. Serangan Fokal


Mempengaruhi satu bagian tubuh Gangguan sensor, motor dan visual Dapat tetap sadar 45

Dapat juga mengakibatkan kehilangan kesadaran 2. Serangan umum

Mulai dengan serangan fokal dan menyebar melalui seluruh otak Kehilangan kesadaran umumnya antara 30 detik hingga 5 menit Kontraksi otot biasa Relaksasi otot ritmik yang keras dan kontraksi berlangsung 1 hingga 2 menit Dapat memperlihatkan gigitan lidah, inkontinensi dan kesulitan bernapas. Pemicu Serangan Kondisi berikut dapat memicu terjadinya serangan :

Lupa minum obat Stres Kurang tidur Menstruasi Infeksi bersamaan seperti flu atau demamr

Pemeriksaan TORCH Torch adalah singkatan untuk beberapa penyakit infeksi yaitu toxoplasmosis, rubella (campak jerman ), cytomegalovirus (CMV ), herpes simpleks Toxoplasmosis disebabkan oleh parasit toxoplasma gondii, sedangkan rubella, CMV, dan herpes simpleks disebabkan oleh virus. Pemeriksaan torch umumnya berfungsi untuk mendeteksi adanya antibody pada keempat jenis organisme tersebut. Secara umum bila orang terinfeksi sistem kekebalan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Antibodi yang mula-mula terbentuk adalah antibodi dari kelas imunoglobulin (IgM), kemudian baru terbentuk imunoglobuling (IgG). Antibodi IgM dapat bertahan sampai sekitar 3bulan sedangkan antibody kelas IgG dapat bertahan lama. Antibody IgGini umumnya dapat memberikan kekebalan sehingga 46

mencegah infeksi ulang,atau jika terjadi infeksi ulang derajat beratnya dapat dikurangi. Pemeriksaan antibody anel torch umumnya terdiri dari pemeriksaan antibodi IgG dan IgM untuk toxoplasma, rubella, CMV, HSV-1, HSV-2. HSV -1sering ditemukan padainfeksi daerah mulut dan bibir, sedangkan HSV-2 sering ditemukan pada infeksi saluran kemih dan kelamin.

Pemeriksaan ELISA .Tes ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antigen maupun antibodi pemeriksaan ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi dalam tubuh manusia maupun hewan. Terdapat berbagai teknik dalam pemeriksaan ELISA. Tes ELISA dapat mereaksikan antibodi dan antigen secara spesifik, perbedaannya ada pada substrat ( zat yang digunakan untuk mendeteksi suatu hasil reaksi ) yang digunakan. Pada ELISA, hasil reaksi akan memunculkan warna yang bisa diukur dengan alat yang disebut Colorimetri. Pada Fluorescence, hasil reaksi berupa pendaran cahaya yang terbaca oleh fluoresensi, sedangkan pada Chemiluminescence hasil reaksi berupa pendaran kimiawi yang terbaca oleh Chemiluminescent. Metode ELISA (enzym-linked immunosorbent assay) Metode dalam penelitian dengan Berdasarkan : Ikatan spesifik antara antigen (Ag) antibody(Ab) terdiri dari : 1. Teknik Qualitatif : Tiap berikatan pada Ag spesifik 2. Teknik Quantitatif : Jumlah Ikatan Ag-Ab ditentukan dengan nilai absorbansi.

Macam -Direct -Indirect

sistem

metode

yang

digunakan

dalam

elisa

-Sandwich - Capture

47

BAB V KESIMPULAN.

Ensefalitis adalah peradangan otak. Penyebab umum adalah infeksi virus, tetapi bakteri juga bisa menyebabkan hal itu. Kasus dapat berkisar dari ringan sampai parah. Tetapi Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita ensefalitis yang disebabkan oleh virus.

48

BAB VI Daftar Pustaka

1. Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons nephrology and acid base disorder. New York, NY :The Mcgraw-hill: 2010 2. Teasdale G, Jennett B. Assessment of coma and impaired consciousness. Lancet 1974; 81-84. 3. Rahal JJ, Anderson J, Rosenberg C, Reagan T, Thompson LL. Effect of interferon-2b therapy on St. Louis viral meningoencephalitis: clinical and laboratory results of a pilot study. J Infect Dis. 2004;2004:1084-7.

4. Hall WA, Truwit CL. The surgical management of infections involving the cerebrum. Neurosurgery. Feb 2008;62 Suppl 2:519-530; discussion 530-1. [Medline].

5. Annegers JF, Hauser WA, Beghi E, et al. The risk of unprovoked seizures after encephalitis and meningitis. Neurology. Sep 1988;38(9):1407-10. [Medline].

6. Tsai CK, Lai YH, Yang FC, Chen CY, Peng GS. Clinical and radiologic manifestations of H1N1 virus infection associated with neurological complications: a case report. Neurologist. Jul 2011;17(4):228 7. Tb meningitis Available at : http://www.meningitis.org/disease-info/types-causes/tb-

meningitis accessed , January 31 2013. 8. Encephalitis Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/encephalitis.html

accessed, January 31 2013 9. Epilepsi Available at : http://www.scribd.com/doc/29705045/EPILEPSI accessed,

January 31 2013 10. Turana Y,Riyanto B,Suwono W,Dewanto G,Suryana N,editors.Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf,Edisi I..Jakarta:EGC,2009.p.51

49

50

Anda mungkin juga menyukai