Anda di halaman 1dari 57

KISTA BARTHOLIN DAN PID

(Pelvic Inflammatory Disease)

Nurmita Kasimun
13 17 777 14 242

Pembimbing: dr. Ni Made Astijani Giri, Sp.OG


PENDAHULUAN

Kista Bartholin: masalah umum pada wanita usia


reproduksi.1

Di Amerika Serikat, insidensnya sekitar 2% dari wanita usia


reproduksi wanita antara usia 20 dan 30 tahun, jarang
ditemukan yang berusia > 40 tahun.1,4

PID (Pelvic Inflammatory Disease): infeksi pada genital


bagian atas. >> perempuan umur 16 sampai 25.2
Penyebab kista Bartholin: tersumbatnya bagian distal dari
duktus kelenjar.1,3,4

Sebagian besar kasus PID dapat dikategorikan sebagai


menular seksual atau endogen & riwayat PID sebelumnya.2,8

Kista bartholin bila berukuran kecil sering tidak


menimbulkan gejala, bila bertambah besar menimbulkan
nyeri akut, nyeri saat berjalan dan duduk serta
dispareunia.1,6,7
PID cardinal signnya: nyeri perut bagian bawah, nyeri tekan
adneksa, fundus & serviks. Tanda & gejala tambahan;
demam, dispareunia, perdarahan abnormal, keputihan
abnormal, frekuensi BAK, nyeri panggul, mual muntah dan
nyeri punggung bawah.2,8

Penanganan kista bartholin: intervensi bedah &


medikamentosa. PID diberikan menurut rekomendasi dari
CDC yaitu terapi parenteral dan oral.2,8

Komplikasi kista Bartholini: kekambuhan & muncul jaringan


parut. PID; infertilitas, kehamilan ektopik, nyeri panggul
kronik, PID rekuren, abses tuboovarium & dispareunia serta
sindroma Fitz-Hunh-Curthis.
ANATOMI

Gambar 1. Anatomi kelenjar bartolini1


1. KISTA BARTHOLIN
Definisi
Kista bartholini adalah kista yang terdapat pada
kelenjar bartholini. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat.

Gambar 2. Kista Bartholin


EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, insidensnya adalah sekitar 2% dari


wanita usia reproduksi akan mengalami pembengkakan
pada salah satu atau kedua kelenjar Bartholin.

Biasa terjadi pada wanita antara usia 20 dan 30 tahun

Jarang ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.1,4


ETIOLOGI

Infeksi : Escherichia coli (E. coli), serta bakteri


yang menyebabkan penyakit menular seksual; chlamydia
dan gonorrhoeae

Non infeksi : Stenosis / atresia congenital, trauma


mekanik, Inspissated mucous
PATOGENESIS

• Infeksi atau pertumbuhan kulit di penutup saluran


kelenjar Bartholin

• Cairan terakumulasi
• Kelenjar membengkak

• Kista
• Abses (infeksi)
GEJALA KLINIS
• Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa
pembengkakan labia tanpa disertai nyeri.
• Abses: nyeri akut + pembengkakan labia unilateral,
dispareunia, nyeri waktu berjalan dan duduk, nyeri
mendadak mereda diikuti discharge
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
• Gejala akut: nyeri sentuh & dispreunia
• Gejala supuratif: kemerahan, tegang & nyeri
• Gejala eksudatif: abses (nyeri & tegang berkurang)

A. Pemeriksaan fisik
• Massa tidak disertai rasa sakit, unilateral & tanda selulitis (-)
• Discharge dari kista pecah sifat nonpurulen

C. Pemeriksaan penunjang
a) Biopsi
b) Kultur jaringan
DIAGNOSIS BANDING
1. Bartholin gland malignancy

2. Abses bartholin
PENATALAKSANAAN

• Kecil, asimptomatis: dibiarkan


• Simptomatis/rekuren: pembedahan (insisi+word
catheher), marsupilisasi, laser varporization dinding
kista

Kateter word
• Marsupilisasi

• Eksisi/ekstirpasi
Pengobatan Medikamentosa
1. Ceftriaxone (125 mg IM single dose)
2. Ciprofloxacin (250 mg PO 1x/hari)
3. Doxycycline (100 mg PO 2x/sehari selama 7 hari
4. Azitromisin
KOMPLIKASI
- Rekuren
- Jaringan parut

PROGNOSIS
- Bonam
2. PID (Pelvic Inflammatory Disease)
atau Penyakit Radang Panggul

DEFINISI
PID adalah infeksi pada genital bagian atas.
(endometrium, tuba fallopi, ovarium,
miometrium, parametria dan peritoneum
panggul) 2,8
EPIDEMIOLOGI

Indonesia insidensinya diekstrapolasikan sebesar lebih dari


850.000 kasus baru setiap tahun.

>> Perempuan umur 16 sampai 25.

85% kasus terjadi infeksi spontan pada perempuan usia


reproduksi yang secara seksual aktif.
ETIOLOGI
• Sebagian besar kasus PID dapat dikategorikan sebagai menular
seksual atau endogen dan dikaitkan dengan lebih dari satu
organisme atau kondisi termasuk:2,8
» Neisseria gonorrhoeae (GC)
» Chlamydia trachomatis (CT)
» Trichomonas vaginalis
» Mycoplasma genitalium
» Mycoplasma hominis
» Ureaplasma urealyticum
» Bacterial vaginosis (BV)
FAKTOR RISIKO

a. Kontak seksual
b. Riwayat IMS
c. Kuret, AKDR atau aborsi terapeutik
GEJALA KLINIS
• Cardinal sign PID:
– Nyeri perut bagian bawah, biasanya bilateral
– Pemeriksaan pelvis bimanual abnormal yang mencakup
satu atau kombinasi dari temuan berikut: nyeri tekan
adneksa, nyeri tekan fundus dan nyeri tekan serviks
• Tanda dan gejala tambahan:
a. Demam > 38 0C
b. Dispareunia
c. Perdarahan atau bercak vagina abnormal
d. Keputihan abnormal
e. Frekuensi BAK
f. Nyeri panggul
g. Mual atau muntah
h. Nyeri punggung bawah
DIAGNOSIS

A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
C. Pemeriksaan penunjang
a) Tes diagnostik swab serviks atau vagina
b) Uji bau KOH
c) Tes pH vagina
Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi:
• Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis
endometritis
• USG transvaginal atau MRI
• Hasil pemeriksaan laparoskopi yang konsisten
dengan PID
PENATALAKSANAAN

Rekomendasi terapi dari CDC


Terapi parenteral
A. Rekomendasi terapi parenteral A
a. Cefotetan 2 gram intravena setiap 12 jam atau
b. Cefoksitin 2 gram intravena setiap 6 jam ditambah
c. Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
B. Rekomendasi terapi parenteral B
a. Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
b. Gentamisin IV atau IM (2 mg/kg berat badan) diikuti dengan
dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam.
Dapat diganti dengan dosis tunggal harian.

C. Terapi parenteral alternatif


a. Levofloksasin 500 mg IV 1x sehari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam atau
b. Ofloksasin 400 mg IV setiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam atau
c. Ampisilin/sulbaktam 3 gram IV setiap 6 jam ditambah
doksisiklin 100 mg oral atau IV setiap 12 jam
Terapi oral
1) Rekomendasi terapi A
a. Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari
atau ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari, dengan
atau tanpa
b. Metronidazole 500 m,g oral 2x sehari selama 14 hari.
2) Rekomendasi terapi B
a. Seftriakson 250 mg IM dosis tunggal + doksisiklin oral 2x
sehari 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg
oral 2x sehari selama 14 hari, atau
b. Sefotaksim 2 gram IM dosis tunggal dan
probenesid + doksisiklin oral 2x sehari selama 14
hari dengan atau tanpa metronidazole 500mg oral
2x sehari selama 14 hari, atau
c. Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim
atau sefotaksim) + doksisiklin oral 2x sehari selama
14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg
oral 2x sehari selama 14 hari
KOMPLIKASI
• Infertilitas faktor tuba
• Kehamilan ektopik
• Nyeri panggul kronik
• PID rekuren
• Abses tuboovarium
• Dispareunia
• Sindroma Fitz-Hunh-Curtis
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
• Nama : Ny. N
• Umur : 32 tahun
• Alamat : Jln. Lagarutu
• Pekerjaan : PNS
• Agama : Hindu
• Pendidikan : S1
• Status perkawinan : Menikah
• Tanggal masuk RS : 26 Juli 2019
A. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah tembus belakang

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah tembus kebelakang yang dirasakan sejak
kurang lebih 3 minggu yang lalu memberat hari ini dan dirasakan
hilang timbul. Keluhan disertai keputihan dari jalan lahir yang
banyak berwarna putih dan berbau, rasa ada benjolan kecil dan
nyeri pada daerah kemaluan kanan yang muncul bila bergerak
dan duduk. Tidak ada pengeluaran darah. Nyeri setiap BAK dan
berhubungan. Riwayat mengganti pembalut 3 kali sehari.
Kebersihan kemaluan kurang. Memiliki riwayat berhubungan 1
bulan lalu. Demam (-), pusing (-), sakit kepala (-), sesak (-), mual
(-), muntah (-) dan BAB biasa.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keputihan sejak pertengahan tahun 2018

D. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


- Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, DM, dan Asma

E. Riwayat Psikososial
- Pasien tidak merokok dan minum minuman beralkohol.

F. Riwayat Pengobatan
- Pasien sebelumnya periksa ke praktek dokter, diberikan obat
antibiotik dan vitamin.
G. Riwayat Menstruasi
• Pertama kali haid saat berusia 15 tahun, durasi haid 7 hari,
siklus 28 hari. Ganti pembalut 3 kali.

H. Riwayat Alergi
• Tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, minuman, obat,
dll.

I. Riwayat Operasi
• Operasi Kista ovarium tahun 2014
• Operasi appendicitis tahun 2011

J. Riwayat KB
- Pasien tidak pernah menggunakan KB
PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Sedang
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Tanda Vital :
• TekananDarah : 120/70 mmHg
• Nadi : 84 kali/menit
• Pernapasan : 20 kali/menit
• Suhu : 36,8ºC
D. Status Generalisata
Kepala :
• Bentuk : Normochepal
• Mata : Eksoftalmus (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
Ikterik (-/-)
Thorax :
Paru paru :
• Inspeksi : Simetris bilateral (+/+)
• Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung :
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
• Perkusi : Batas jantung normal
• Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
• Inspeksi : Tampak datar
• Auskultasi : Peristaltik kesan normal
• Palpasi : Nyeri tekan pada region suprapubik
• Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
• Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
• Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Genitalia :
• Inspeksi : Tampak keputihan keluar dari jalan lahir
• Palpasi : Benjolan pada daerah labia minora kanan
dengan ukuran 2 x 2 cm, massa kistik, nyeri tekan (+),
hiperemis (+)
HASIL LABORATORIUM
Tanggal 26 Juli 2019

Parameter Nilai Normal Hasil


WBC 3.6-11 x 103/ µL 13.1
RBC 4.5-5.1 x 106/ µL 4.06
HGB 12.3-15.3 g/Dl 13.2
HCT 36-45% 35.9
PLT 150-440 x 103/µL 257
CT 3-8 menit 7 menit
BT 1-3 menit 2 menit
HbsAg Negatif
Plano tes (-)
• Diagnosis
Kista bartholin dextra dan PID

• Penatalaksanaan
1. IVFD Ringer Laktat 28 tpm
2. Inj. Cefotaxim 1 vial/12 jam/IV
3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Perawatan Hari Pertama (Sabtu, 27/07/2019)

S. Nyeri perut bagian bawah (+), nyeri pada bagian kemaluan (+),
keputihan (+), nyeri bila BAK (+), pusing(-), sesak(–), mual (-),
muntah (-), BAB biasa
O. Keadaan umum : sakit sedang, Konjungtiva: anemis-/-
TD : 100/70 mmHg P : 20 x/ menit
N : 78 x/menit S : 36.7 º C

A. Kista Bartholin dextra + PID

P. IVFD RL 28 tpm
Inj. Cefotaxim 1 gram/12jm/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8jm/IV
Laporan operasi
1. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi di meja operasi
dibawah pengaruh anastesi intravena
2. Disinfeksi area vulva dan vagina dengan kassa steril dan
betadine
3. Pasang dook steril
4. Eksplorasi daerah labium minor dextra, tampak massa kistik
arah jam 9 dengan ukuran ± 2x2 cm
5. Insisi daerah labium minora dextra kemudian keluarkan kista
dengan perlahan, kontrol perdarahan
6. Bersihkan area bekas jahitan, kontrol perdarahan
7. Jahit luka dengan metode continue, kontrol perdarahan
8. Bersihkan luka dengan kassa steril dan betadine
9. Tutup luka
• Instruksi post ektirpasi
IVFD RL 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam/ IV
Perawatan Hari Kedua (Minggu, 28/07/2019)

S. Nyeri bekas jahitan (+), keputihan (+), nyeri bila BAK (+)
berkurang, pusing(-), sesak(–), mual (-), muntah (-), BAB biasa
O. Keadaan umum : sakit sedang Konjungtiva: anemis-/-
TD : 110/70 mmHg P : 20 x/ menit
N : 82 x/menit S : 36.7 º C
A. Post ekstirpasi H1 a/i Kista Bartholin dextra + PID
P. IVFD RL 28 tpm
Inj. Cefotaxim 1gram/12jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Inj. Ondansentron 1 amp/12 jam/IV
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam/IV
Istirahat yang cukup
Perawatan Hari Ketiga (Senin, 29/07/2019)

S. Nyeri bekas jahitan (-), keputihan (-), nyeri bila BAK (-), pusing(-),
sesak(–), mual (-), muntah (-), BAB biasa
O. Keadaan umum : sakit sedang Konjungtiva: anemis-/-
TD : 110/60 mmHg P : 20 x/ menit
N : 80 x/menit S : 36.8 º C
A. Post ekstirpasi H2 a/i Kista Bartholin dextra + PID
P. Cefixim 3x100mg
Metronidazole 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Neurodex 2x1
Pasien rawat jalan
RESUME
Pasien perempuan usia 32 tahun datang ke rumah sakit
dengan keluhan nyeri abdomen bagian bawah tembus ke belakang
yang dirasakan sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu, memberat pada
hari ini yang dirasakan intermiten. Keluhan disertai discharge dari jalan
lahir yang banyak berwarna putih dan berbau, rasa ada benjolan kecil
dan nyeri pada daerah kemaluan dextra bila bergerak dan duduk.
Disuria dan dispareunia. Riwayat ganti pembalut 3 kali dalam sehari.
Riwayat kebersihan kemaluan kurang. Riwayat coitus 1 bulan lalu. Ini
kali pertama pasien mengalami keluhan. Riwayat keputihan sejak
pertengahan tahun 2018. Riwayat pengobatan antibiotik dan vitamin
dan riwayat operasi kista ovarium tahun 2014 serta riwayat operasi
appendisitis tahun 2011.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit
sedang, tanda-tanda vital; tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84
x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan suhu 36,8 ºC. Konjungtiva
anemis (-/-). Pada pemeriksaan genitalia tampak keputihan keluar
dari jalan lahir dan teraba benjolan pada daerah labia minora
kanan dengan ukuran 2 x 2 cm, massa kistik, nyeri tekan (+) dan
hiperemis (+). Pada pemeriksaan laboratorium WBC 13.1 x 103/ µL
meningkat.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini seorang wanita 32 tahun didiagnosa dengan
kista bartolini dan PID (Pelvic Inflamatory Disease). Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
mengacup ada kista bartolini dan PID. Dari anamnesis didapatkan
tanda-tanda nyeri pada benjolan yang terdapat di daerah bibir
kemaluannya sejak + 3 minggu memberat hari ini dan dirasa sangat
mengganggu aktifitas pasien seperti bergerak dan duduk serta
dispareunia. Disertai nyeri abdomen bagian bawah (+), keluar cairan
dari jalan lahir (+) dan disuria. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
benjolan unilateral (labia minor dextra) dengan ukuran 2 x 2 cm,
teraba massa kistik (+), nyeri pada saat perabaan (+) dan hiperemis
(+).
Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka
panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi,
maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian akan terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk
suatu kista.1,3,4
PID adalah infeksi pada genital bagian atas.
Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tuba
fallopi, ovarium, miometrium, parametria dan
peritoneum panggul. PID adalah infeksi yang paling
penting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa.2,8 Sehingga sesuai dengan
hasil temuan dari pemeriksaan fisik, diagnosis dapat
ditentukan.
Penyebab terjadinya kista bartholini adalah penyumbatan
akibat infeksi atau pertumbuhan kulit pada penutup saluran
kelenjar bartholini. Infeksi yang termasuk E.coli, chlamydia
dan gonorrhoeae.

Penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh faktor personal


hygine pasien itu sendiri (kurang menjaga kebersihan daerah
kemaluan dan riwayat coitus 1 bulan yang lalu), hal ini bisa
menjadi faktor risiko dari kista bartholini yang dideritanya
saat ini.
Sebagian besar kasus PID dapat dikategorikan sebagai
menular seksual atau endogen dan dikaitkan dengan lebih
dari satu organisme atau kondisi termasuk; paling banyak
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (GC), Chlamydia
trachomatis (CT) dan Bacterial vaginosis (BV).

Faktor risiko PID antara lain kontak seksual, riwayat IMS dan
riwayat kuret, pemakaian AKDR dan aborsi terapeutik. 2,8
Pada pasien ini kemungkinan menyebabkan PID yaitu kontak
seksual (riwayat berhubungan seksual 1 bulan lalu) dan
kebersihan daerah kemaluan yang kurang.
Tanda kista bartholini yang terinfeksi berupa penonjolan yang
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau
pambengkakan pada daerah vulva.

Pada kasus ini, dari gejala klinis yang di dapatkan


menunjukkan bahwa terdapat benjolan kecil pada labia minor
kanan yang berukuran 2x2 cm, massa kistik. Pada pasien ini
telah terinfeksi ditandai adanya nyeri terutama saat bergerak
dan duduk serta saat berhubungan seksual. Pada saat
perabaan didapatkan nyeri tekan (+) dan hiperemis (+).
Cardinal sign PID yaitu nyeri perut bawah, pemeriksaan pelvis
bimanual abnormal (nyeri tekan adneksa, fundus dan serviks).
Tanda dan gejala tambahan demam > 38 C, dispareunia,
perdarahan vagina abnormal, keputihan abnormal, frekuensi
BAK, nyeri panggul, mual atau muntah dan nyeri punggung
bawah.2,8

Pada pasien ini mengeluh adanya nyeri perut bawah tembus


ke belakang, nyeri pada saat berhubungan, keputihan dan
berbau.
Terapi yang diberikan pada kista batholini yaitu terapi
antibiotik untuk pengobatan penyakit menular seksual seperti
infeksi gonococcal dan chlamydia sebelum dilakukan insisi
dan drainase yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, doxycycline dan
azitromisin.

Pada pasien ini diberikan cefotaxime 1 gram/12 jam/ IV yang


merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dengan
efisiensi pada spektrum luas terhadap bakteri gram negatif
dan efisiensi rendah pada bakteri positif dan tinggi pada
bakteri resisten.
Terapi pada PID diberikan menurut rekomendasi dari CDC
yang dibagi atas terapi parenteral dan oral. Terapi parenteral
dibagi lagi menjadi parenteral A,B dan alternatif. Sedangkan
terapi oral dibagi atas terapi A dan B.

Pada pasien diberikan terapi parenteral A yaitu ceftriaxone 1


gram yang diberikan 2 kali pemberian dalam sehari.
Pengobatan saat pulang diberikan terapi A yaitu
metronidazole 2 kali 500 mg dalam sehari.
Terapi yang diberikan untuk mengobati infeksi dan gejalanya
sesuai dengan teori antibiotik yang bisa digunakan adalah
antibiotik yang berspektrum luas dan diberikan antinyeri
untuk mengurangi keluhan nyeri pada pasien ini.

Diberikan terapi sebelum operasi antibiotik yaitu injeksi


cefotaxim 1gram/12jam/IV dan anti nyeri injeksi ketorolac 30
mg/8jam/IV. Setelah operasi obat antibiotik yang diberikan
Cefixime 3 x 100 mg, metronidazole 2 x 500 mg, obat anti
nyeri asam mefenamat 3x500 mg dan vitamin neurodex 2x1.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai