OLEH
dr. Andika Putra Cipta
DOKTER PENDAMPING
dr. Latifah Indriani
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal lahir / usia : 81 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Wates
Tanggal masuk : 8 April 2021
Penjaminan : BPJS Non-PBI
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri perut bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang ke IGD RSUD Wates dengan keluhan
nyeri perut. Nyeri perut dirasakan oleh pasien terutama di bagian
bawah pusar. Keluhan nyeri perut sudah dirasakan oleh pasien sejak 3
hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus selama 3 hari dan tidak
pernah hilang. Selain nyeri perut, pasien juga merasakan nyeri pada
bagian pinggang sebelah kiri. Keluhan nyeri tersebut dirasakan
dengan keluhan mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien merasakan
BAK dan BAB tidak ada masalah. Keluhan lain seperti demam,
batuk, pilek, pusing, nyeri dada, sesak napas disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
-
d. Riwayat Penggunaan Obat
-
3. Pemeriksaan Fisik
a. Deskripsi Umum
Kondisi umum : Tampak kesakitan
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
b. Tanda Vital
Tekanan darah : 127/70 mmHg
Heart rate : 66 x/menit, regular
Respiratory rate : 20 x/menit
Saturasi O2 : 97% Room air
Suhu : 36.4 oC
c. Pemeriksaan Sistem
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Deformitas (-/-), bleeding (-/-)
Hidung : Deviasi (-), bleeding (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa oral basah
Leher : Dalam batas normal
Thorax
Inspeksi : simetris, jejas (-/-)
Perkusi : sonor (+/+)
Palpasi : taktil fremitus normal, ketertinggalan gerak (-/-)
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC 5 linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : Bunyi jantung I > II, regular (+), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, jejas (-), distensi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio suprapubik,
hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) dalam batas normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior: sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral
hangat, nadi teraba kuat, CRT < 2 detik
Ekstremitas inferior: sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral
hangat, CRT <2 detik, nadi dorsalis pedis teraba kuat
4. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin, GDS, Elektrolit, Rapid Antibody COVID-19 dan Antigen
COVID-19
Urinalisa
Warna urine Kuning
Jernih
Glukosa Negative
Protein Negative
Bilirubin Negative
Urobilinogen Normal
pH 6.0 5.6 – 6.5
BJ 1.015 1.005 – 1.030
Darah samar 0
urine
Keton Negative
Nitrit +
Leukosit esterase 250
Epitel +
Kristal Negative
5. Diagnosis
Infeksi Saluran Kemih
6. Tatalaksana
- Inj. Ketoroloac 1A
- Inj. Ranitidine 1A
- PO Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- PO Na diklofenak 2 x 50 mg
7. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi dan inflamasi yang terjadi baik
pada saluran kemih bagian atas (ginjal hingga ureter) maupun bagian bawah
(kandung kemih hingga uretra) (Tan, 2016). Infeksi ini merupakan infeksi yang
umum terjadi dan terutama lebih sering pada wanita dibandingkan dengan pria,
diduga karena anatomi uretra yang lebih pendek pada wanita dan adanya substansi
antibakteri pada cairan prostat pria (Wang, 2013).
ISK merupakan salah satu dari infeksi bakteri yang umum terjadi dan telah
mengenai sekitar 150 juta orang di seluruh dunia (Flores, 2015). Di Amerika Serikat,
lebih dari 7 juta orang dengan ISK berkunjung ke dokter setiap tahunnya. Sekitar
15% dari komunitas yang diresepkan antibiotik adalah penderita ISK. Beberapa data
dari negara – negara di Eropa juga menunjukkan angka yang serupa (Grabe, 2015).
Diagnosis ISK dapat dibuat berdasarkan kombinasi gejala klinis dan hasil
positif dari analisa atau kultur urin. Kebanyakan dari jenis ISK adalah ISK
simpleks/tanpa penyulit (uncomplicated), diartikan sebagai sistitis pada wanita yang
tidak hamil, tidak memiliki gangguan sistem imun, tidak memiliki kelainan anatomi
dan fungsi dari saluran kemih, dan tidak menunjukkan gejala adanya invasi jaringan
atau infeksi sistemik. Semua jenis ISK yang tidak termasuk ke dalam ISK simpleks
digolongkan sebagai ISK rumit /dengan penyulit (complicated) (Geerlings, 2016).
Klasifikasi ISK berdasarkan sindroma klinis berupa ASB (Asymptomatic
Bacteriuria), Uncomplicated Sistitis (Infeksi pada kandung kemih), Pielonefritis
(Infeksi pada ginjal), Prostatitis (Infeksi pada prostat), dan Complicated UTI.
Klasifikasi tersebut dapat membantu klinisi dalam mendiagnosa dan memberikan
terapi secara tepat (Gupta, 2015).
2. Epidemiology
Epidemiologi infeksi saluran kemih (ISK) cukup besar karena penyakit ini
umum terjadi dan telah mengenai sekitar 150 juta orang di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat, lebih dari 7 juta orang dengan ISK berkunjung ke dokter setiap tahunnya.
Sekitar 15% dari komunitas yang diresepkan antibiotik adalah penderita ISK. Di
Singapura, 4% dari wanita usia muda mengalami ISK dan angka kejadian meningkat
sampai 7% hingga usia 50 tahun. Data statistik dari Kementerian Kesehatan
Singapura melaporkan total 4.144 pasien ISK dirawat di rumah sakit Singapura dalam
1 tahun, dengan rata-rata lama hari rawat sekitar 2-5 hari.
Tingkat kejadian ISK lebih tinggi pada wanita dibanding pria usia dewasa.
Pada wanita post menopause, kejadian ISK terbilang tinggi diakibatkan prolapse
uterus atau kandung kemih yang akan menyebabkan pengosongan kandung kemih
tidak komplit, penyebab lain ialah kehilangan estrogen yang menyebabkan perubahan
flora vagina (hilangnya Lactobacilli) sehingga memudahkan kolonisasi bakteri aerob
gram negatif seperti E. coli.
Sebanyak 50-80% dari total populasi wanita secara umum pernah mengalami
ISK setidaknya satu kali semasa hidupnya. Sekitar 20-30% dari wanita yang sudah
pernah terkena ISK akan mengalami ISK berulang.
Pada neonatus, ISK lebih sering terjadi pada bayi laki – laki dikarenakan
kecenderungan mengalami anomali kongenital pada saluran kemih lebih tinggi
dibanding bayi perempuan, dan juga dikaitkan dengan bagian dari sindrom sepsis
gram negatif. ISK pada neonatus yang disertai dengan adanya anomali kongenital
saluran kemih dapat menyebabkan skar pada ginjal yang nantinya dapat
menimbulkan komplikasi pada usia dewasa seperti hipertensi, proteinuria, kerusakan
ginjal, dan bahkan gagal ginjal yang sampai memerlukan terapi dialisis.
Pada usia tua (>50 tahun), kejadian hipertrofi prostat meningkat pada pria
sehingga prevalensi ISK pada pria hampir sama tingginya dengan wanita (Brusch,
2016).
3. Etiologi
4. Patofisiologi
Faktor Inang
Bakteri Patogen
Faktor lingkungan
Ekologi vagina merupakan faktor penting yang mempengaruhi terjadinya
ISK. Kolonisasi flora saluran pencernaan (biasanya E. coli) pada introitus vagina dan
area periuretral merupakan tahap awal yang penting dalam terjadinya ISK.
Setiap kondisi yang menyebabkan stasis urin ataupun obstruksi akan
menyebabkan peningkatan risiko terjadinya ISK, seperti; refluks vesikoureteral,
obstruksi ureteral sekunder akibat hipertrofi prostat, neurogenic baldder, operasi
pengalihan urin, batu saluran kemih, dan pemasangan kateter urin.
Adanya benda asing seperti batu atau kateter urin akan membuat perlukaan
pada mukosa saluran kemih sehingga memudahkan kolonisasi bakteri dan
membentuk biofilm yang persisten (Sobieszczyk, 2009).
5. Diagnosis
Anamnesis
Gejala ISK yang muncul pada penderita wanita, pria, neonatus, anak-anak,
dan usia tua dapat berbeda-beda. Gejala klasik tersering dari ISK pada orang dewasa
adalah disuria, urgensi, dan frekuensi berkemih meningkat. Gejala ini dapat disertai
dengan kandung kemih terasa penuh dan rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah.
Pada orang dewasa, nyeri pada pinggang dan sudut kostovertebra sering
terdapat pada ISK bagian atas, namun dikarenakan jalur alih nyeri, gejala tersebut
terkadang juga dapat mengindikasikan ISK bagian bawah. Hematuria muncul pada
sekitar 10% wanita penderita ISK tanpa penyulit, biasanya disebut dengan sistitis
hemoragik.
Pada wanita, anamnesa riwayat keputihan akibat vaginitis, servisitis,
dan penyakit radang paggula (PID Pelvic Inflammatory Disease) dapat menjadi faktor
risiko ISK. Riwayat penyakit infeksi menular seksual (IMS) seperti gonore, klamidia,
atau riwayat berhubungan dengan berganti pasangan.
Pada wanita hamil, sekitar 5-10% memiliki Asymptomatic Bacteriuria (ABU)
dan biasa muncul antara minggu kehamilan ke-9 dan ke-17. ASB menjadi faktor
predisposisi dari kelahiran preterm, intrauterine growth retardation (IUGR), berat
badan lahir rendah (BBLR), anemia, amnionitis, dan gangguan hipertensi pada
kehamilan.
Pada pria, gejala berupa disuria, urgensi dan peningkatan frekuensi
menunjukkan 75% kemungkinan terkena ISK. Sedangkan gejala hesitansi, urin
menetes, dan pancaran yang lemah menunjukkan sekitar 33% kemungkinan terkena
ISK. Pada pria, anamnesis tentang adanya pembesaran prostat, kelainan saluran
kemih, faktor penyulit seperti diabetes, status HIV, riwayat pemakaian obat
imunosupresan seperti prednisone, dan riwayat operasi saluran kemih harus
ditanyakan.
Pada neonatus dan bayi usia 0-2 bulan dengan pielonefritis biasanya tidak
menunjukkan gejala klinis lokal pada saluran kemih. ISK biasanya ditemukan sebagai
bagian dari evaluasi sepsis neonatus. Gejala ISK pada neonatus dapat berupa demam,
ikterus, gagal tumbuh, sulit makan, muntah, dan irritability.
Pada bayi dan anak usia 2 bulan sampai 2 tahun, gejala ISK dapat berupa
demam, muntah, sulit makan, urin yang berbau, dan irritability.
Pada beberapa anak usia 1-2 tahun dengan ISK, terkadang dapat muncul
gejala seperti rasa sakit saat berkemih dan bau busuk pada urin dengan demam yang
tidak begitu tinggi. Penderita ISK kelompok usia di bawah 2 tahun memiliki faktor
risiko cedera ginjal yang lebih besar dibanding anak dengan usia yang lebih tua, hal
tersebut dikarenakan gejala yang muncul tidak khas sehingga diagnosis dan terapi
menjadi terlambat atau tidak tepat
Pada anak usia 2-6 tahun gejala ISK dapat berupa demam, muntah, sakit
perut, bau urin yang pekat, nyeri perut, mengompol (enuresis), dan gangguan
berkemih seperti disuria, urgensi, dan frekuensi kemih meningkat.
Pada anak usia di atas 6 tahun dapat menunjukkan gejala ISK berupa demam,
nyeri perut, nyeri pinggang, muntah, gangguan berkemih, inkontinensia, enuresis dan
urin yang berbau pekat.
Pada anak perempuan yang pernah mengalami pielonefritis saat masih bayi
atau masa kanak – kanak, risiko refluks vesikoureteral persisten meningkat, biasanya
akan terkena ISK–sistitis berulang saat usia mereka lebih tua. Mereka juga cenderung
terkena ISK berulang pada saat kehamilan (Fisher, 2016).
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien nampak tidak nyaman dan dapat
disertai dengan demam terutama pada ISK bagian atas. Hampir pada semua penderita
wanita dengan ISK ditemukan adanya nyeri tekan suprapubik. Nyeri pada pinggang
dan sudut kostofrenikus dapat menunjukkan adanya pielonefritis.
Pada pria dengan gangguan genitourinari diperlukan pemeriksaan yang
menyeluruh yang dengan perhatian khusus terhadap tanda vital, ginjal, kandung
kemih, prostat, dan genitalia eksterna. Pemeriksaan genitalia eksterna perlu
dilakukan dengan teliti. Penis harus diperika adanya lesi atau ulser, meatus eksterna
diperiksa adanya eritema atau cairan yang keluar (discharge). Colok dubur diperlukan
untuk menilai kondisi prostat yang dapat menjadi faktor risiko dari ISK. Prostat yang
teraba membesar dapat dicurigai sebagai BPH yang dapat memberikan gejala lower
urinary tract symptoms (LUTS), sedangkan nyeri tekan prostat lebih mengarah ke
prostatitis.
Pada neonatus dan bayi, sulit ditemukan pemeriksaan fisik yang khas dari
ISK. Pada anak usia lebih tua dengan ISK dapat ditemukan pemeriksaan fisik seperti
rasa nyeri abdomen, suprapubik pada palpasi, kandung kemih teraba, nyeri ketuk
sudut kostofrenikus, urin menetes, pancaran lemah, dan diperlukan usaha lebih untuk
berkemih (Brusch, 2016).
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
Klasifikasi
3: PN, E : Ekstra
PN: Pyelonephritis berat, established urogenital
Kerentanan terhadap
US: Urosepsis 4: US, SIRS N : Ganguan ginjal
antibiotik :
MA: Male genital a. rentan
glands 5: US, disfungsi organ U : Urologikal
b. kurang rentan
6: Gagal organ C : Kateter c. multi resisten
Contoh interpretasi tabel:
CY-1R: E.coli (a) : Sistitis simple yang berulang, disebabkan E.coli yang
sensitif terhadap pengobatan antibiotik standar
PN-3U: K Pneumonia (b) : Pielonefritis berat (disertai demam tinggi dan
muntah), dengan faktor risiko / penyulit dari penyakit urologi (contoh : batu
saluran kemih) disebabkan oleh Klebsiella sp., dengan profil resistensi yang
sedang terhadap antibiotik.
EAU menjelaskan lebih lanjut tentang pembagian ISK berdasarkan faktor risikonya
melalui tabel di bawah ini.
Tip
e Kategori faktor risiko Contoh faktor risiko
Sedikit berbeda dengan definisi secara garis besar, EAU mendefinisikan ISK
simpleks sebagai sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu sehat, baik yang
terjadi secara sporadik atau rekuren, yang terdiri dari faktor risiko O, R, dan sebagian
E jika mengacu pada klasifikasi ORENUC. Sedangkan ISK rumit diartikan sebagai
ISK pada individu dengan kelainan atau gangguan pada sistem urogenital, atau
adanya sebuah penyakit yang mendasarinya, yang terdiri dari faktor risiko N, U, C
pada klasifikasi ORENUC. ISK rumit mempunyai risiko hasil atau prognosis yang
lebih buruk dibandingkan ISK simpleks.
6. Penatalaksanaan
Terapi Sistitis
Pada sistitis simpleks (ISK bagian bawah) respon sangat baik terhadap terapi
antibiotik oral. Berikut adalah beberapa regimen terapi yang efektif untuk sistitis
simple yang akut pada wanita (Gupta, 2015).
Efikasi Efikasi
Obat dan dosis klinis, % bakterial, % Efek samping
Pivmecillinam, 2x400mg, selama
55-82 74-84 Mual, muntah, diare
3-7 hari
Golongan Fluoroquinolone, Mual, muntah, diare, sakit
selama 3 hari 85-95 81-98 kepala, mengantuk, insomnia
Diberikan hanya bila patogen diketahui rentan terhadap antibiotik berikut (Bukan terapi
empiris)
Terapi Urosepsis
Pasien dengan urosepsis harus didiagnosa pada tahap awal, terutama pada
kasus dengan ISK rumit. SIRS (systemic inflammatory response syndrome) dapat
menjadi penanda awal dari kaskade MOF (multi organ failure).
Terapi dari urosepsis merupakan kombinasi dari perawatan bantuan hidup
yang adekuat, terapi antibiotik yang tepat dan sesuai, terapi
tambahan (simpatomimetis, hidrokortison, kontrol gula darah), dan penanganan
optimal dari gangguan saluran kemih.
Terapi inisial anitbiotik empiris harus memiliki spektrum luas dan selanjutnya
disesuaikan dengan hasil kultur. Antibiotik harus diberikan tidak lebih dari satu jam
setelah asumsi klinis dari sepsis. Antibiotik yang dapat menjadi pilihan antara lain
adalah Fluoroquinolone (ciprofloxacin, levofloxacin, norfloxacin), aminopenisilin,
sefalosporin generasi ketiga, aminoglikosid dan kotrimoksazol (jika terbukti sensitif),
dengan lama pemberian 7-14 hari atau sampai 3-5 hari setelah penurunan demam atau
eliminasi dari faktor penyulitnya.
Pada <3 hari dari kegagalan terapi inisial maka dapat diberikan pilihan
berikut; fluoroquinolone, piperasilin, sefalosporin generasi 3b,
carbapenem+aminoglikosid, flukonazol, dan amfoterisin B. Pertimbangkan
kombinasi dua antibitotik pada infeksi yang berat (Grabe, 2015).
7. Komplikasi
8. Prognosis
Prognosis pada infeksi saluran kemih (ISK) simple terbilang sangat baik,
dengan pengobatan antibiotik yang tepat maka penderita dapat sembuh sempurna.
Pada beberapa wanita dapat mengalami episode ISK berulang, hal tersebut
dihubungkan dengan perilaku seksual, penggunaan spermisida, wanita dengan
antigen spesifik pada golongan darah tertentu. Pada ISK rumit dengan diagnosis dan
tatalaksana yang tepat, prognosis terbilang cukup baik. Kerusakan dari fungsi ginjal
jarang namun mungkin saja terjadi sebagai bagian dari komplikasi (BMJ, 2016).
9. Edukasi
Edukasi dan promosi kesehatan infeksi saluran kemih (ISK) utamanya adalah
mengenai pengobatan dan pencegahan rekurensi. Tiga faktor risiko utama dari ISK
berulang pada wanita adalah frekuensi berhubungan seksual, penggunaan spermisida
dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dan kehilangan efek estrogen pada
struktur vagina dan periuretra. Modifikasi perilaku yang berhubungan dengan faktor
risiko utama tersebut dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan ISK.
Pada Individu yang aktif melakukan hubungan seksual harus dibiasakan
langsung berkemih setelah berhubungan seksual. Hal ini sebagai upaya menurunkan
risiko masuknya bakteri ke kandung kemih yang berhubungan dengan koitus. Pada
pria, penggunaan kodnom pada saat berhubungan seksual juga menurunkan risiko
ISK.
Sirkumsisi harus dipertimbangkan pada anak laki-laki dengan riwayat ISK berulang
dan pada individu dengan refluks vesikoureter tingkat tinggi (tingkat 3 atau lebih)
untuk mencegah terjadinya ISK. Namun pada anak laki-laki yang normal dan tanpa
adanya faktor penyulit, berbagai penelitian menunjukkan tidak adanya keuntungan
yang signifikan dari sirkumsisi untuk mencegah ISK.
DAFTAR PUSTAKA