Anda di halaman 1dari 20

Tutorial Desember, 2018.

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

Nama :Riska Nur Fatmawati


No. Stambuk :N 111 17 113
Pembimbing: dr. SuldiahSp. A
dr. Kadek Rupawan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
Tutorial:

Identitas bayi:

Nama : adzahra radya


Umur :11/11/2018
Jenis kelamin :perempuan
Alamat : Bahodopi
Tanggal masuk : 16 /11/2018
Tanggal keluar : 23/11/2018
Ruangan : peristi

Bayi perempuan di rujuk dari rumah sakit morowali dengan riwayat lahir bayi lahir
rendah dan tidak cukup bulan, bayi lahir jam 11.00 wita dengan bantuan bidan, berat
badan bayi lahir: 1200 gram, bblsr, panjang badan bayi lahir: 37 cm, bayi lahir langsung
menangis,ketuban ibu berwarna putih keruh. kehamilan belum cukup bulan, bayi tidak
sianosis(-),,apgar skor 7/8.pergerakan bayi tidak aktiv dan bayi menangis lemah,dan tidak
si temukan kelainan bawaan. Bayi sempat di rawat di rumah sakit morowal selama 5 hari,
di rawat di incubator,perawatan tali pusar(+), mekonium(+), miksi(+) anus (+) palatum(+),
sianosis(-)Aktifitas: kurang aktif, pernapsan cuping hidung(+), bayi merintih(+),Respirasi:
Apnea (+) Retraksi (+)Kesadaran compos mentis,Fontanela datar,Sutura belum
menutup,Refleks terhadap cahaya +,Kejang (-),Tonus otot (+)

Dari riwayat kehamilan di dapatkan pasien merupakan anak ke 2. G1P2A0, Bayi


lahir gemeli, dan saudaraya meninggal dunia satu hari setelah pasien di rawat di rumah
sakit undata.bayi lahir premature degan perkiraan lahir 28 minggu, bayi lahir spontan
sendiri di rumah di bantu neneknya, bidan datang tinggal memotong tali pusar. Pasien
sempat di foto xray di rsud morowali dan di temukan gambaran hmd( hyaline membrane
disease) grade 3.
RIWAYAT ANTE NATAL

 Riwayat ANC lengkap, riwayat sakit waktu hamil (-), riwayat hipertensi selama
kehamilan (-) riwayat pre eklamsi(-),diabetes(-),, ibu tidak merokok, dan mengkonsumsi
obat obatan.

 Pemeriksaan fisik :
 S: 36.8 derajat celcius
 N: 162 x/ menit
 R:66 x / menit

PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI:

Bbl: 1200 gram

Pb: 37 cm,

LLA: 13 cm

LK: 25 CM

Lp: 26 CM

Ld:25 CM

KEPALA

Wajah : Simetris,

Deformitas : Tidak ada

Bentuk : Normocephal

Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut

Mata : Konjungtiva Anemis -/-


Sklera Ikterik -/-

Pupil Isokor, RCL+/+, RCTL+/+

Cekung (-)

Hidung : Rinorhea (-)

Mulut:Bibir Pucat (-), Bibir Kering (-) Lidah Kotor (-)

LEHER

Kelenjar GB : Limfadenopati (-)

Tiroid : Struma/Pembesaran (-)

Kaku kuduk :-

Massa lain : Tidak ada

Paru:

Inspeksi : Pergerakkan dada simetris kanan dan kiri

Retraksi Subcostal (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa (-)

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+,

Suara tambahan Rh -/-, Wh -/-

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea Midklavikularis

Perkusi : Batas kanan, Linea parasternalis dextra

Batas kiri, ICS V Linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : BJ I/II murni reguler, Bising (-), Suara tambahan (-)

PERUT

Inspeksi : Bentuk abdomen cembung, simetris,

Ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) Kesan normal

Perkusi : Timpani (+),

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-),

Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Massa lain (-)

EKSTREMITAS

Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-) Ruam

Papulovesikel di daerah ventral manus

Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-)

TONUS OTOT: Eutrofi

PEMERIKSAAN PENUNJANG : darah lengkap


Hasil laboratorium :

Wbc: 18.76 x 10^3

Rbc: 4,53 x 10^3

Hgb: 15 g/dl

Hct :28,9 %

Plt : 274 x 10^3

Gds: 53 mg/dl

1. Respirasi: e. Pernapasan cuping hidung (+)


a. Sianosis (+) f. Stridor (-)
b. Merintih (+) g. Pergerakan dinding dada simetris
c. Apnea (+) h. Bunyi napas
d. Retraksi + (subcosta) bronchovesiculerBunyi
tambahan: wh-/-, Rh -/-

2. Cardiovasculer: 3. Hematologi:
a. Bunyi jantung I dan II: murni a. Pucat (-)
reguler b. Ikterus (-)
b. Murmur (-)
c. Gallops -(-)

4. Gastrointestinal: 5. Sistem saraf:


a. Kelainan dinding abdomen (-) a. Aktifitas: kurang aktif
b. Muntah (-) b. Kesadaran compos mentis
c. Diare (-) c. Fontanela datar
d. Residu lambung (-) d. Sutura belum menutup
e. Organomegali (-) e. Refleks terhadap cahaya +
f. Bising usus + (kesan normal) f. Kejang (-)
g. Tonus otot (+)TONUS
OTOT: Eutrofi

6. Genitalia:
a. Edema (-)

Apgar skor :
a. Warna kulit: 2
b. pernapasan: 2
c. tonus otot: 0
d. jantung : 2
e. reflex:: 1

Total skor: 7

Kesimpulan: normal
Skor down:

 Frekuensi napas: 1
 Retraksi dada: 2
 Sianosis: 0
 Udara masuk: 1
 Merintih : 1
 Total skor : 5 kesimpulan : gangguan napas sedang.

Criteria who:
 Sianosis sentral: -
 Merintih saat ekspirasi: +
 Retraksi dada: +
 Frekuensi napas: 66 x / menit

 Kesimpulan: gangguan napas sedang.


Berdasarkan kurva grafik lubchenco, diketahui bbl: 1200 gram dan usia kehamilan 34
minggu berada dalam persentil 10 Maka pasien didiagnosis kecil masa kehamilan.

Pemeriksaan penunjang:GDS, LAB darah lengkap

Resume:

Bayi perempuan di rujuk dari rumah sakit morowali dengan riwayat lahir bayi
lahir rendah dan tidak cukup bulan, bayi lahir jam 11.00 wita dengan bantuan bidan, berat
badan bayi lahir: 1200 gram, bblsr, panjang badan bayi lahir: 37 cm, bayi lahir langsung
menangis,ketuban ibu berwarna putih keruh. kehamilan belum cukup bulan, bayi tidak
sianosis(-),,apgar skor 7/8.pergerakan bayi tidak aktiv dan bayi menangis lemah,dan tidak
si temukan kelainan bawaan. Bayi sempat di rawat di rumah sakit morowal selama 5 hari,
di rawat di incubator,perawatan tali pusar(+), mekonium(+), miksi(+) anus (+) palatum(+),
sianosis(-)Aktifitas: kurang aktif, pernapsan cuping hidung(+), bayi merintih(+),Respirasi:
Apnea (+) Retraksi (+)Kesadaran compos mentis,Fontanela datar,Sutura belum
menutup,Refleks terhadap cahaya +,Kejang (-),Tonus otot (+) Dari riwayat kehamilan di
dapatkan pasien merupakan anak ke 2. G1P2A0, Bayi lahir gemeli, dan saudaraya
meninggal dunia satu hari setelah pasien di rawat di rumah sakit undata.bayi lahir
premature degan perkiraan lahir 28 minggu, Pasien sempat di foto xray di rsud morowali
dan di temukan gambaran hmd( hyaline membrane disease) grade 3.
Hasil laboratorium :

Wbc: 18.76 x 10^3

Rbc: 4,53 x 10^3

Hgb: 15 g/dl

Hct :28,9 %

Plt : 274 x 10^3

Gds: 53 mg/dl

 Pemeriksaan fisik :
 S: 36.8 derajat celcius
 N: 162 x/ menit
 R:66 x / menit

Diagnosis:

bayi premature, kecil masa kehamilan ,BBLSR

respirasi distress sindrom, HMD grade 3

Terapi :
1. IVFD Dextrose 5 % 8 tpm
2. O2 1 -2 liter
3. Ampicilin inj. 3 x 50 mg/iv
4. Gentamicin 1 x 4 mg /IV
5. Asi 8 x 5 cc
6. inkubator

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease


(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada
bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari
angka kesakitan dan kematian pada bayi premature adalah Respiratory Distress Syndrome
(RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan (prematur), 50% pada bayi dengan
berat 501-1500 gram. Secara klinis, RDS diawali dengan gagal nafas aku seperti sesak,
sianosis, grunting, retraksi dan takipnea. Kegagalan respirasi dapat dikonfirmasikan mellaui
pemeriksaan analisis gas darah dan foto sinar-X dengan tampilan „„ground glass‟‟ dan “air
bronchograms”.
Perawatan suportif awal pada bayi BBLR terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia,
hipotensi dan hipotermia mengurangi keparahan RDS. Diperlukan pemantauan yang cermat
terhadap frekuensi jantung dan pernafasan, PO2, PCO2, pH, bikarbonat, elektrolit arteri,
glukosa darah, hematokrit, tekanan darah dan suhu.
Defenisi
Respiratory Disstress Syndrome disebut juga penyakit membran hialin. RDS timbul saat lahir
atau segera setelah lahir, prgresif dalam 48-72 jam, bayi letargi, terjadi edema perifer, pada
foto roentgen tampak paru kecil (small lung) dengan gambaran granular lapangan paru.9
Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi napas
meningkat (tachypnea), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya
pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan
adanya atelektasis, kongesti vaskular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran
pada saat otopsi. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress.
2.2.2 Epidemiologi
Respiratory Disstress Syndrome didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan
defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya
didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak
napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
Keadaan ini merupakan penyebab utama kematian bayi baru lahir. Diperkirakan 30% dari
semua neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasinya. RDS terutama terjadi pada 50-
80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32 dan 35 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada
bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan umur dari ibu diabetes, persalinan
sebelum umur 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesarea, persalinan cepat,
asfiksia, stress dingin, dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena RDS. Insidens
tertinggi pada bayi preterm kulit putih atau laki-laki.
Etiologi dan Patofisiologi
Kegagalan mengembangkan kapasitas residu fungsional (FRC) dan kecendrungan
paru-paru terkena atelektasis memunyai korelasi dengan tegangan permukaan yang tinggi dan
tidak adanya surfaktan. Unsur utama surfaktan adalah dilpamitilfosfatidilkolin (lesitin),
fosfatidilgliserol, apoprtotein (protein surfaktan PS-A,B,C.D) dan kolsetreol. Dengan semakin
bertambhannya kehamilan terjadi penambahan jumlah fospolipid yang disintesis dan disimpan
di dalam sel alveolar tipe II. Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveoli untuk mengurangi
tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolar dengan jalan
mecegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir respirasi. Namun, karena adanya imaturitas,
jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan paska
lahir.Kadar tertinggi surfaktan terdapat dalam paru janin yang dihomogenasi pada umur
kehamilan 20 minggu, tetapi belum mencapai permukaan paru sampai tiba saatnya. Surfaktan
tampak dalam cairan amnion antara 28 dan 32 minggu. Kadar surfaktan paru matur biasanya
muncul sesudah 35 minggu.
Sintesis surfaktan sebagian besar bergantung pada pH, suhu dan perfunsi normal. Asfiksia,
hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi
dan stress dingin dapat menekan sintesis suraktan. Lapisan epitel paru juga dapat terkena jejas
akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh menejemen oleh operator respirasi
mengakibatkan pengurangan surfaktan lebih lanjut.
Atelektasis alveolar, formasi membran hialin dan edema interstisial membuat paru-paru
kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan alveolus kecil
dan jalan nafas. Pada bayi ini, dada bawah tertarik ke dalam ketika diafragma turun dan
tekanan intratoraks menjadi negative. Dengan demikian, membatasi jumlah tekanan
intratoraks yang dihasilkan, akibatnya timbul kecendrungan atelektasis. Dinding dada bayi
preterm yang sangat lemah memberikan lebih sedikit tekanan daripada dinding bayi yang
matur terhadap kecendrungan alamiah paru untuk kolaps. Dengan demikian, volume akhir
respirasi, volume thoraks dan paru cenderung medekati residu sehingga menyebabkan
atelektasis.
Faktor-faktor yang mendukung pada pathogenesis penyakit Respiratory Disstress
Syndrome (RDS)/Hyaline Membran Disease (HMD) berpotensi menyebabkan hipoksia
dan insufisiensi paru.

Defisiensi sintesis atau pelepasan surfaktan bersama dengan agen unit saluran pernafasan yang
kecil dan dinding dada yang lemah mengakibatkan atelektasis, mengakibatkan adanya perfusi
pada alveolus tetapi tidak ada ventilasi dan menyebabkan hipoksia. Pengurangan kelenturan
paru, volume tidak yang kecil dan kenaikan ruang mati fisiologis kenaikan kerja pernafasan
dan ventilasi alveolar yang tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia (peningkatan
karbondioksida). Kombinasi hiperkarbia, hiposia dan asiodis mneghasilkan vasokonstriksi
arteri pulmonalis dengan shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, duktus arteriosus,
dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang dan jejas iskemik pada sel
menghasilkan surfaktan dan terhadap bantalan vaskular mengakibatkan efusi bahan
proteinaseosa ke dalam ruang alveolar.
Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih
kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.6,12
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
deskuamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam
satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada
35- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur
dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis
sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak
adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air bronchogram Gejala klinis yang progresif
dari RDS adalah :
a) Takipnea diatas 50x/menit

b) Grunting ekspiratoar

c) Subcostal dan interkostal retraksi

d) Cyanosis

e) Nasal flaring

Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut
apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka
surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 35-48 jam. Gejala dapat
memburuk secara bertahap pada 24-35 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24
jam maka akan membaik dalam 50-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

Manifestasi Klinis

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu: adanya sesak napas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan
takipnea (> 50 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan
sianosis, rhonki halus dan gejala menetap dalam 48-95 jam pertama setelah lahir. 13
Beberapa penderita memerlukan resusitasi pada saat lahir karena asfiksia intrapartum atau
karena adanya kegawatan pernafasan dini yang berat (bila berat badan kurang dari 1000
gram). Jika dioabati tidak adekuat, tekanan darah dan suhu tubuh dapat turun; kelelahan,
sianosis dan pucat bertambah, serta dengkuran dapat bertambah atau berkurang karena
keadaan semakin jelek. Apnea dan pernafasan tidak teratur terjadi ketika bayi menjadi lelah
dan dapat terjadi campuran asidosis respiratorik metabolik, edema, ilues dan oligouria. Akan
terlihat tanda-tanda asfiksia akibat apnea atau kegagalan nafas parsial bila penyakit memburuk
dengan cepat. Pada bayi yang menderita serangan berat, keadaan ini mengakibtkan kematian,
tetapi pada kasus yang lebih ringan gejala dan tanda-tanda dapat mencapai puncaknya dalam 3
hari sesudahnya terjadi perbaikan secara perlahan-lahan.
Perbaikan dapat ditunjukkan dengan dieresis spontan dan kemampuan oksigenasi
bayi dengan kadar oksigen inspirasi yang lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada hari
pertama sakit, biasanya terjadi antara hari ke 2 dan ke 7 dan disertai kebocoran udara alveolar
(emfisema interstisial dan pneumothoraks) dan perdarahan paru atau interventrikuler. Pada
bayi yang menderita penyakit mebran hialin berat dan diventilasi secara mekanis, mortalitas
bisa ditunda selama beberapa minggu atau beberapa bulan jika berkembang dysplasia
bronkopulmonal (DBP).
Diagnosis
Perjalanan klinis, rontgen dada dan nilai gas darah serta asam basa membantu menegakkan
diagnosis klinis. Secara roentgen, paru-paru memnpunyai kekhasan tetapi tidak patognomonis,
meliputi granularitas parenkim retikuler halus dan bronkogram udara yang sering menonjol pada
awal di lobus bawah kiri karena superimposisi bayangan jantung. Kadan-kadang rontgen awal
normal, hanya berkembnag gambaran khas pada 5-12 jam. Munkin banyak variasi pada foto,
bergantung pada fase pernafasan dan penggunaan CPAP sering mnegakibatkan korelasi yang jelek
antara rontgen dan perjalanan klinis. Penemuan laboratorium awalnya ditandai dengan hipoksemia
progresif, hiperkarbia, dan berbagai asidosis metabolik. 6,13
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : 4
a) Stadium 1.
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
b) Stadium 2. retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru.
c) Stadium 3.
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d) Stadium 4.
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat Dilihat
Diagnosis Banding
Pada diagnosis banding, sepsis streptokokus grup B mungkin tidak dapat dibedakan dari RDS.
Pada pneumonia yang muncul saat lahir, rontgen dadanya dapat identik dengan RDS. Apabila
ditemukan kokus gram positif dalam lambung atau aspirat trakea dan pulasan buffy coat serta uji
urin positif untuk antigen streptokokus dan adanya neutropenia yang mencolok dapat member
kesan diagnosis pneumonia. Penyakit jantung sianosis (misalnya anomaly total muara vena
pulmonalis), sirkulasi janin persisten, sindroma aspirasi, pneumothoraks spontan, efusi pleura,
elevasi diafragma dan anomaly kongenital seperti malformasi adenomatoid kistik, limfangiektasia,
hernia diafragmatika atau emfisema lobaris harus dipikirkan dan memerlukan evaluasi dengan
rontgen. Proteinosis alveolar kongenital merupakan penyakit familial yang jarang, sering muncul
sebagai RDS yang berat dan mematikan.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
a) Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan
gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

b) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.

c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler terjadi


pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

d) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS
terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat
disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan
kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 35 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.

Dysplasia bronkopulmonum (DBP) akibat pemberian tekanan positif akibat ketergantungan


oksigen dan gagal perkembangan jantung sisi kanan. Bayi yang beresiko DBP menderita
kegawatan pernafasan yang berat memerlukan ventilasi mekanis yang lama dan terapi oksigen.
Komplikasi DBP meliputi: gagal tumbuh, retardasi psikomotor nefrolitiasis, osteopenia, dan
stenosis subglotis
b) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi,
adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Komplikasi RDS akibat perawatan intensif yaitu:
a) Intubasi trakea dapat menyebabkan asfiksia karena obstruksi pipa, henti jantung selama intubasi
atau pengisapan, dan selanjutnya dapat menyebabkan stenosis subglotis. Komplikasi lain meliputi
perdarahan dan trauma selama intubasi (ulserasi lubang hidung, ekstubasi yang sulit dan
membutuhkan trakeostomi, penyempitan permanen lubang hidung, erosi palatum, penarikan plika
vokalis, serak persisten, stridor, edema laring.

b) Kateterisasasi arteri umbilkalis dapat beresiko menyebabkan emboli vaskular, thrombosis,


spasme, perforasi, nekrosis iskemik dan infeksi

c) Ekstravasasi udara ekstrapulmonal

Tata Laksana
Perawatan suportif awal pada bayi BBLR terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi
dan hipotermia mengurangi keparahan RDS. Diperlukan pemantauan yang cermat terhadap
frekuensi jantung dan pernafasan, PO2, PCO2, pH, bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah,
hematokrit, tekanan darah dan suhu. Kateterisasi arteri umbilikalis kadang diperlukan. Karena
kebanyakan kasus RDS dapat sembih sendiri maka tujuan pengobatan adalah meminimalkan
variasi kelainan fisiologis dan masalah iatrogenic. Manajemen yang paling baik dilakukan pada
unit rumah sakit yang mempunyai staf dan peralatan khusus dan kamar perawatan intensif
neonatus.
Prinsip umum perawatan pendukung setiap bayi BBLR harus diatasi dan diataati sesuai
dengan menejemen. Untuk menghindari kedinginan dan konsumsi oksigen seminimal mungkin,
bayi harus dipertankan pada suhu 35,5-370C. Kalori dan cairan harus diberikan secara intravena.
Untuk 24 jam pertama, 10% glukosa dan air harus diinfuskan melalui vena perifer dengan
keecpatan 55-75 mL/kg/24 jam. Selanjutnya elektrolit harus ditambahkan dan volume cairan
ditambahkan sedikit demi sedikit sampai 120-150 mL/kg/24 jam. Cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan berkembangnya paten duktus arteriosus (PDA).
Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada kadar yang cukup, pada mulanya
untuk mempertahankan tekanan arteri antara 55 dan 70 mmHg dengan tanda-tanda vital yang
stabil dan mempertahankan oksigenasi jaringan yang normal, sekaligus meminimalkan resiko
toksisitas oksigen. Jika tekanan oksigen arteri tidak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg pada
kadar oksigen inspirasi 70%, pemakaiana CPAP pada tekanan 5-10 cm H2O melalui lubang
hidung merupakan indikasi, yang biasanya menghasilkan kenaikan tajam tekanan oksigen arteri.
Jumlah tekanan yang diperlukan biasanya menurun secara mendadak pada sekitar 72 jam dan bayi
dapat disapih dari CPAP segera sesudahnya. Jika bayi pada CPAP yang bernafas dengan oksigen
100% tidak dapat mempertahankan tekanan oksigen arteri di atas 50 mmHg, maka diperlukan
ventilasi bantuan Bayi dengan RDS berat atau mereka berkembang komplikasi akibat apnea terus-
menerus memerlukan bantuan ventilasi mekanis. Indikasi yang sesuai penggunaannya adalah 6
1) pH darah arteri kurang dari 7,20

2) PCO2 darah arteri 50 mmHg atau lebih

PO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada kadar oksigen 70-100%

4) Apnea menetap
Bantuan ventilasi dengan tekanan melalui pipa endotrakeal juga dapat mencakup tekanan akhir
repirasi positif (positive end expiratory pressure/PEEP).
Tujuan ventilasi mekanis adalah memperbaiki oksigenasi dan mengeliminasi karbondioksida
tanpa menyebabkan barotraumas paru yang belebihan atau toksisitas oksigen. Kisaran nilai gas
darah yang dapat diterima, yang menyeimbangkan resiko hipoksia dan asidosis dengan resiko
ventilasi mekanis, adalah PaO2 55-70 mmHg; PCO2 35-55 mmHg, dan pH 7,25 – 7,45. Selama
ventilasi mekanis, oksigenasi diperbaiki dengan menambah tekanan rata-rata jalan nafas (FIO2)
dengan cara menambah tekanan puncak inspirasi, aliran udara, rasio inspirasi terhadap ekspirasi
atau PEEP. PEEP yang berlebihan dapat menyebabkan pneumothoraks atau menghalangi aliran
balik vena, menurunkan curah jantung walaupun ada perbaikan PaO2 dan dengan demikian
mengurangi hantaran oksigen. PEEP H2O 4-5 cm biasanya aman dan efektif. Eliminasi
karbondioksida dicapai dengan menambah tekanan puncak inspirasi (volume tidal) atau frekuensi
ventilator. Pada saat dilakukan pemasangan ventilator sebaiknya penderita dalam posisi telungkup
(prone).
Kisaran ventilasi ventilator konvensioanl adalah 10-50 pernafasan/menit; ventilasi pancaran
frekuensi tinggi (High frequency jet ventilation (HFJV) adalah 150-500/menit dan osilator adalah
300-1800/menit. HFJV dan osilator dapat memperbaiki eliminasi karbondioksida, menurunkan
tekanan rata-rata jalan nafas dan memperbaiki oksigenasi penderita RDS, emfisema interstisial,
pneumothoraks multipel, atau pneumonia aspirasi mekonium yang tidak memberikan respon
terhadap ventilator konvensional. HFJV dapat menyebabkan cedera trakea nekrotikans, terutama
bila ada hipotensi atau kelembapan jelek, dan terapi osilator telah dihubungkan dengan resiko
kebocoran udara, perdarahan intraventrikuler, dan leukomalasia periventrikuler. Kedua metode ini
dapat menyebabkan udara terperangkap.
Komplikasi intubasi endotrakea (penyumbatan pipa, ekstubasi, granuloma subglosis dan
stenosis) dan ventilasi mekanis (pneumothoraks, emfisema interstisial, curah jantung menurun)
dapat ditangani di unit perawatan intensif.
Adapun tata laksana dapat dilakukan dengan:
a) Rawat incubator, pertahankan suhu tubuh (aksila) 35,5-37,50C (bayi preterm) dan 35-370C
(bayi aterm)

b) Oksigenasi untuk mempertahankan saturasi O2

Berat badan < 1000 gram : 85-92%

Berat badan 1000-2500 gram : 92-95%

Berat badan > 2500 gram : 95-98%

c) Puasa peroral, berikan cairan parenteral dengan dekstrose 10% mulai 50 mL/hari
d) Bila hipoperfusi berikan larutan isotonis (NaCl 0,9%) atau volume ekspander 10 ml/kg/kali
dalam waktu 30 menit (dapat diulang samapi 2 kali). Pertimbangan obat-obatan inotropik bila
pemberian cairan gagal

e) Berikan antibiotika + “septic work up” sampai terbukti bukan sepsis. septic work up terdiri atas
septic marker (jumlah leukosit, jumlah trombosit, CRP/C reactive protein dan IT rasio) dan kultur
darah. Hitung Leukosit normal (500ul-30.000/ul), trombosit normal (>150.ooo/ul), IT rasio nomal
(rasio neutrofil imatur engan neutrofil total <0,2 dan CRP normal 1,0 mg/L.

f) Cari etiologi: riwayat ante perinatal, pemeriksaan fisik, rontgen dada, peemriksaan lab (analisis
gas darah dan elektolit dan gula darah)
Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada fasilitas intensif neonatus dan praktisi kesehatan yang
berpengalaman dalam mengatasi dan memberikan pertolongan adekuat. Keseluruhan mortalitas
bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif menurun sekitar 70 % bertahan hidup pada
bayi < 1000 gram, 95% bertahan hidup pada bayi >2500 gram. Prognosis jangka panjang untuk
mencapai fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi RDS yang bertahan hidup adalah
sangat baik. Namun, bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernafasan neonatus yang
berat dapat mengalami ganguan paru dan perkembangan saraf yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai