Identitas bayi:
Bayi perempuan di rujuk dari rumah sakit morowali dengan riwayat lahir bayi lahir
rendah dan tidak cukup bulan, bayi lahir jam 11.00 wita dengan bantuan bidan, berat
badan bayi lahir: 1200 gram, bblsr, panjang badan bayi lahir: 37 cm, bayi lahir langsung
menangis,ketuban ibu berwarna putih keruh. kehamilan belum cukup bulan, bayi tidak
sianosis(-),,apgar skor 7/8.pergerakan bayi tidak aktiv dan bayi menangis lemah,dan tidak
si temukan kelainan bawaan. Bayi sempat di rawat di rumah sakit morowal selama 5 hari,
di rawat di incubator,perawatan tali pusar(+), mekonium(+), miksi(+) anus (+) palatum(+),
sianosis(-)Aktifitas: kurang aktif, pernapsan cuping hidung(+), bayi merintih(+),Respirasi:
Apnea (+) Retraksi (+)Kesadaran compos mentis,Fontanela datar,Sutura belum
menutup,Refleks terhadap cahaya +,Kejang (-),Tonus otot (+)
Riwayat ANC lengkap, riwayat sakit waktu hamil (-), riwayat hipertensi selama
kehamilan (-) riwayat pre eklamsi(-),diabetes(-),, ibu tidak merokok, dan mengkonsumsi
obat obatan.
Pemeriksaan fisik :
S: 36.8 derajat celcius
N: 162 x/ menit
R:66 x / menit
PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI:
Pb: 37 cm,
LLA: 13 cm
LK: 25 CM
Lp: 26 CM
Ld:25 CM
KEPALA
Wajah : Simetris,
Bentuk : Normocephal
Cekung (-)
LEHER
Kaku kuduk :-
Paru:
JANTUNG
PERUT
EKSTREMITAS
Hgb: 15 g/dl
Hct :28,9 %
Gds: 53 mg/dl
2. Cardiovasculer: 3. Hematologi:
a. Bunyi jantung I dan II: murni a. Pucat (-)
reguler b. Ikterus (-)
b. Murmur (-)
c. Gallops -(-)
6. Genitalia:
a. Edema (-)
Apgar skor :
a. Warna kulit: 2
b. pernapasan: 2
c. tonus otot: 0
d. jantung : 2
e. reflex:: 1
Total skor: 7
Kesimpulan: normal
Skor down:
Frekuensi napas: 1
Retraksi dada: 2
Sianosis: 0
Udara masuk: 1
Merintih : 1
Total skor : 5 kesimpulan : gangguan napas sedang.
Criteria who:
Sianosis sentral: -
Merintih saat ekspirasi: +
Retraksi dada: +
Frekuensi napas: 66 x / menit
Resume:
Bayi perempuan di rujuk dari rumah sakit morowali dengan riwayat lahir bayi
lahir rendah dan tidak cukup bulan, bayi lahir jam 11.00 wita dengan bantuan bidan, berat
badan bayi lahir: 1200 gram, bblsr, panjang badan bayi lahir: 37 cm, bayi lahir langsung
menangis,ketuban ibu berwarna putih keruh. kehamilan belum cukup bulan, bayi tidak
sianosis(-),,apgar skor 7/8.pergerakan bayi tidak aktiv dan bayi menangis lemah,dan tidak
si temukan kelainan bawaan. Bayi sempat di rawat di rumah sakit morowal selama 5 hari,
di rawat di incubator,perawatan tali pusar(+), mekonium(+), miksi(+) anus (+) palatum(+),
sianosis(-)Aktifitas: kurang aktif, pernapsan cuping hidung(+), bayi merintih(+),Respirasi:
Apnea (+) Retraksi (+)Kesadaran compos mentis,Fontanela datar,Sutura belum
menutup,Refleks terhadap cahaya +,Kejang (-),Tonus otot (+) Dari riwayat kehamilan di
dapatkan pasien merupakan anak ke 2. G1P2A0, Bayi lahir gemeli, dan saudaraya
meninggal dunia satu hari setelah pasien di rawat di rumah sakit undata.bayi lahir
premature degan perkiraan lahir 28 minggu, Pasien sempat di foto xray di rsud morowali
dan di temukan gambaran hmd( hyaline membrane disease) grade 3.
Hasil laboratorium :
Hgb: 15 g/dl
Hct :28,9 %
Gds: 53 mg/dl
Pemeriksaan fisik :
S: 36.8 derajat celcius
N: 162 x/ menit
R:66 x / menit
Diagnosis:
Terapi :
1. IVFD Dextrose 5 % 8 tpm
2. O2 1 -2 liter
3. Ampicilin inj. 3 x 50 mg/iv
4. Gentamicin 1 x 4 mg /IV
5. Asi 8 x 5 cc
6. inkubator
Defisiensi sintesis atau pelepasan surfaktan bersama dengan agen unit saluran pernafasan yang
kecil dan dinding dada yang lemah mengakibatkan atelektasis, mengakibatkan adanya perfusi
pada alveolus tetapi tidak ada ventilasi dan menyebabkan hipoksia. Pengurangan kelenturan
paru, volume tidak yang kecil dan kenaikan ruang mati fisiologis kenaikan kerja pernafasan
dan ventilasi alveolar yang tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia (peningkatan
karbondioksida). Kombinasi hiperkarbia, hiposia dan asiodis mneghasilkan vasokonstriksi
arteri pulmonalis dengan shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, duktus arteriosus,
dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang dan jejas iskemik pada sel
menghasilkan surfaktan dan terhadap bantalan vaskular mengakibatkan efusi bahan
proteinaseosa ke dalam ruang alveolar.
Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih
kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.6,12
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
deskuamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam
satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada
35- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur
dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis
sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak
adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air bronchogram Gejala klinis yang progresif
dari RDS adalah :
a) Takipnea diatas 50x/menit
b) Grunting ekspiratoar
d) Cyanosis
e) Nasal flaring
Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut
apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka
surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 35-48 jam. Gejala dapat
memburuk secara bertahap pada 24-35 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24
jam maka akan membaik dalam 50-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.
Manifestasi Klinis
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu: adanya sesak napas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan
takipnea (> 50 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan
sianosis, rhonki halus dan gejala menetap dalam 48-95 jam pertama setelah lahir. 13
Beberapa penderita memerlukan resusitasi pada saat lahir karena asfiksia intrapartum atau
karena adanya kegawatan pernafasan dini yang berat (bila berat badan kurang dari 1000
gram). Jika dioabati tidak adekuat, tekanan darah dan suhu tubuh dapat turun; kelelahan,
sianosis dan pucat bertambah, serta dengkuran dapat bertambah atau berkurang karena
keadaan semakin jelek. Apnea dan pernafasan tidak teratur terjadi ketika bayi menjadi lelah
dan dapat terjadi campuran asidosis respiratorik metabolik, edema, ilues dan oligouria. Akan
terlihat tanda-tanda asfiksia akibat apnea atau kegagalan nafas parsial bila penyakit memburuk
dengan cepat. Pada bayi yang menderita serangan berat, keadaan ini mengakibtkan kematian,
tetapi pada kasus yang lebih ringan gejala dan tanda-tanda dapat mencapai puncaknya dalam 3
hari sesudahnya terjadi perbaikan secara perlahan-lahan.
Perbaikan dapat ditunjukkan dengan dieresis spontan dan kemampuan oksigenasi
bayi dengan kadar oksigen inspirasi yang lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada hari
pertama sakit, biasanya terjadi antara hari ke 2 dan ke 7 dan disertai kebocoran udara alveolar
(emfisema interstisial dan pneumothoraks) dan perdarahan paru atau interventrikuler. Pada
bayi yang menderita penyakit mebran hialin berat dan diventilasi secara mekanis, mortalitas
bisa ditunda selama beberapa minggu atau beberapa bulan jika berkembang dysplasia
bronkopulmonal (DBP).
Diagnosis
Perjalanan klinis, rontgen dada dan nilai gas darah serta asam basa membantu menegakkan
diagnosis klinis. Secara roentgen, paru-paru memnpunyai kekhasan tetapi tidak patognomonis,
meliputi granularitas parenkim retikuler halus dan bronkogram udara yang sering menonjol pada
awal di lobus bawah kiri karena superimposisi bayangan jantung. Kadan-kadang rontgen awal
normal, hanya berkembnag gambaran khas pada 5-12 jam. Munkin banyak variasi pada foto,
bergantung pada fase pernafasan dan penggunaan CPAP sering mnegakibatkan korelasi yang jelek
antara rontgen dan perjalanan klinis. Penemuan laboratorium awalnya ditandai dengan hipoksemia
progresif, hiperkarbia, dan berbagai asidosis metabolik. 6,13
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : 4
a) Stadium 1.
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
b) Stadium 2. retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru.
c) Stadium 3.
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d) Stadium 4.
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat Dilihat
Diagnosis Banding
Pada diagnosis banding, sepsis streptokokus grup B mungkin tidak dapat dibedakan dari RDS.
Pada pneumonia yang muncul saat lahir, rontgen dadanya dapat identik dengan RDS. Apabila
ditemukan kokus gram positif dalam lambung atau aspirat trakea dan pulasan buffy coat serta uji
urin positif untuk antigen streptokokus dan adanya neutropenia yang mencolok dapat member
kesan diagnosis pneumonia. Penyakit jantung sianosis (misalnya anomaly total muara vena
pulmonalis), sirkulasi janin persisten, sindroma aspirasi, pneumothoraks spontan, efusi pleura,
elevasi diafragma dan anomaly kongenital seperti malformasi adenomatoid kistik, limfangiektasia,
hernia diafragmatika atau emfisema lobaris harus dipikirkan dan memerlukan evaluasi dengan
rontgen. Proteinosis alveolar kongenital merupakan penyakit familial yang jarang, sering muncul
sebagai RDS yang berat dan mematikan.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
a) Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan
gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
d) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS
terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat
disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan
kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Tata Laksana
Perawatan suportif awal pada bayi BBLR terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi
dan hipotermia mengurangi keparahan RDS. Diperlukan pemantauan yang cermat terhadap
frekuensi jantung dan pernafasan, PO2, PCO2, pH, bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah,
hematokrit, tekanan darah dan suhu. Kateterisasi arteri umbilikalis kadang diperlukan. Karena
kebanyakan kasus RDS dapat sembih sendiri maka tujuan pengobatan adalah meminimalkan
variasi kelainan fisiologis dan masalah iatrogenic. Manajemen yang paling baik dilakukan pada
unit rumah sakit yang mempunyai staf dan peralatan khusus dan kamar perawatan intensif
neonatus.
Prinsip umum perawatan pendukung setiap bayi BBLR harus diatasi dan diataati sesuai
dengan menejemen. Untuk menghindari kedinginan dan konsumsi oksigen seminimal mungkin,
bayi harus dipertankan pada suhu 35,5-370C. Kalori dan cairan harus diberikan secara intravena.
Untuk 24 jam pertama, 10% glukosa dan air harus diinfuskan melalui vena perifer dengan
keecpatan 55-75 mL/kg/24 jam. Selanjutnya elektrolit harus ditambahkan dan volume cairan
ditambahkan sedikit demi sedikit sampai 120-150 mL/kg/24 jam. Cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan berkembangnya paten duktus arteriosus (PDA).
Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada kadar yang cukup, pada mulanya
untuk mempertahankan tekanan arteri antara 55 dan 70 mmHg dengan tanda-tanda vital yang
stabil dan mempertahankan oksigenasi jaringan yang normal, sekaligus meminimalkan resiko
toksisitas oksigen. Jika tekanan oksigen arteri tidak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg pada
kadar oksigen inspirasi 70%, pemakaiana CPAP pada tekanan 5-10 cm H2O melalui lubang
hidung merupakan indikasi, yang biasanya menghasilkan kenaikan tajam tekanan oksigen arteri.
Jumlah tekanan yang diperlukan biasanya menurun secara mendadak pada sekitar 72 jam dan bayi
dapat disapih dari CPAP segera sesudahnya. Jika bayi pada CPAP yang bernafas dengan oksigen
100% tidak dapat mempertahankan tekanan oksigen arteri di atas 50 mmHg, maka diperlukan
ventilasi bantuan Bayi dengan RDS berat atau mereka berkembang komplikasi akibat apnea terus-
menerus memerlukan bantuan ventilasi mekanis. Indikasi yang sesuai penggunaannya adalah 6
1) pH darah arteri kurang dari 7,20
PO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada kadar oksigen 70-100%
4) Apnea menetap
Bantuan ventilasi dengan tekanan melalui pipa endotrakeal juga dapat mencakup tekanan akhir
repirasi positif (positive end expiratory pressure/PEEP).
Tujuan ventilasi mekanis adalah memperbaiki oksigenasi dan mengeliminasi karbondioksida
tanpa menyebabkan barotraumas paru yang belebihan atau toksisitas oksigen. Kisaran nilai gas
darah yang dapat diterima, yang menyeimbangkan resiko hipoksia dan asidosis dengan resiko
ventilasi mekanis, adalah PaO2 55-70 mmHg; PCO2 35-55 mmHg, dan pH 7,25 – 7,45. Selama
ventilasi mekanis, oksigenasi diperbaiki dengan menambah tekanan rata-rata jalan nafas (FIO2)
dengan cara menambah tekanan puncak inspirasi, aliran udara, rasio inspirasi terhadap ekspirasi
atau PEEP. PEEP yang berlebihan dapat menyebabkan pneumothoraks atau menghalangi aliran
balik vena, menurunkan curah jantung walaupun ada perbaikan PaO2 dan dengan demikian
mengurangi hantaran oksigen. PEEP H2O 4-5 cm biasanya aman dan efektif. Eliminasi
karbondioksida dicapai dengan menambah tekanan puncak inspirasi (volume tidal) atau frekuensi
ventilator. Pada saat dilakukan pemasangan ventilator sebaiknya penderita dalam posisi telungkup
(prone).
Kisaran ventilasi ventilator konvensioanl adalah 10-50 pernafasan/menit; ventilasi pancaran
frekuensi tinggi (High frequency jet ventilation (HFJV) adalah 150-500/menit dan osilator adalah
300-1800/menit. HFJV dan osilator dapat memperbaiki eliminasi karbondioksida, menurunkan
tekanan rata-rata jalan nafas dan memperbaiki oksigenasi penderita RDS, emfisema interstisial,
pneumothoraks multipel, atau pneumonia aspirasi mekonium yang tidak memberikan respon
terhadap ventilator konvensional. HFJV dapat menyebabkan cedera trakea nekrotikans, terutama
bila ada hipotensi atau kelembapan jelek, dan terapi osilator telah dihubungkan dengan resiko
kebocoran udara, perdarahan intraventrikuler, dan leukomalasia periventrikuler. Kedua metode ini
dapat menyebabkan udara terperangkap.
Komplikasi intubasi endotrakea (penyumbatan pipa, ekstubasi, granuloma subglosis dan
stenosis) dan ventilasi mekanis (pneumothoraks, emfisema interstisial, curah jantung menurun)
dapat ditangani di unit perawatan intensif.
Adapun tata laksana dapat dilakukan dengan:
a) Rawat incubator, pertahankan suhu tubuh (aksila) 35,5-37,50C (bayi preterm) dan 35-370C
(bayi aterm)
c) Puasa peroral, berikan cairan parenteral dengan dekstrose 10% mulai 50 mL/hari
d) Bila hipoperfusi berikan larutan isotonis (NaCl 0,9%) atau volume ekspander 10 ml/kg/kali
dalam waktu 30 menit (dapat diulang samapi 2 kali). Pertimbangan obat-obatan inotropik bila
pemberian cairan gagal
e) Berikan antibiotika + “septic work up” sampai terbukti bukan sepsis. septic work up terdiri atas
septic marker (jumlah leukosit, jumlah trombosit, CRP/C reactive protein dan IT rasio) dan kultur
darah. Hitung Leukosit normal (500ul-30.000/ul), trombosit normal (>150.ooo/ul), IT rasio nomal
(rasio neutrofil imatur engan neutrofil total <0,2 dan CRP normal 1,0 mg/L.
f) Cari etiologi: riwayat ante perinatal, pemeriksaan fisik, rontgen dada, peemriksaan lab (analisis
gas darah dan elektolit dan gula darah)
Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada fasilitas intensif neonatus dan praktisi kesehatan yang
berpengalaman dalam mengatasi dan memberikan pertolongan adekuat. Keseluruhan mortalitas
bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif menurun sekitar 70 % bertahan hidup pada
bayi < 1000 gram, 95% bertahan hidup pada bayi >2500 gram. Prognosis jangka panjang untuk
mencapai fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi RDS yang bertahan hidup adalah
sangat baik. Namun, bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernafasan neonatus yang
berat dapat mengalami ganguan paru dan perkembangan saraf yang signifikan.