Anda di halaman 1dari 44

BAGIAN ILMU BEDAH Laporan Kasus

Januari 2021

Appendisitis Akut

Disusun Oleh:
dr. Riska nur fatmawati

PEMBIMBING
dr. Richard, Sp.B

INTERINSHIP RSUD OTANAHA


GORONTALO

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB. I PENDAHULUAN...................................................................................

BAB II. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI APPENDIKS.................3

BAB III. APPENDISITIS AKUT

III.1 DEFINISI ………………………………………………………..

III.2 EPIDEMIOLOGI ………………………………………………..

III.3 ETIOLOGI ………………………………………………………

III.4 KLASIFIKASI …………………………………………………..

PATOFISIOLOGI …………………………………………………

MANIFESTASI KLINIS ………………………………………..

III.7 DIAGNOSIS …………………………………………………….

III.8 DIAGNOSIS BANDING ………………………………………..

III.9 KOMPLIKASI …………………………………………………..

III.10 PENATALAKSANAAN ……………………………..….…….

III.11 PROGNOSIS …………………………………………………..

BAB IV. KESIMPULAN……………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

BAB I

2
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
 Nama Pasien : Nn. R
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tanggal Lahir / Usia : 16 Maret 2005
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : kota barat
 Status Pernikahan : belum menikah
 Agama : Islam
 Tanggal Masuk Perawatan : 11 Desember 2020

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Otanah dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak 3 hari SMRS. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati lalu berpindah ke
perut kanan bawah. Nyeri yang dirasakan tajam seperti ditusuk jarum dan
sepanjang hari. Nyeri bertambah satu hari sebelum masuk rumah
sakit,keluhan di sertai mual(+), muntah(+),2 hari SMRS pasien
mengalami demam. Pasien merasakan nyeri dengan skala 5 dari 10. Sejak
timbulnya gejala, nafsu makan pasien berkurang. Tidak ada riwayat
penurunan berat badan drastis dalam beberapa bulan terakhir. Pasien
menyangkal mengalami sulit atau nyeri saat BAK ataupun BAB.

C. Riwayat Haid
a. Menarche : 12 tahun
b. Lamanya haid : 5-7 hari
c. Siklus : teratur, 27-29 hari
d. Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut/hari
e. Nyeri haid : tidak ada
f. Riwayat Penyakit Dahulu
a Riwayat Alergi : Tidak ada

3
b. Riwayat Operasi : tidak ada
g. Riwayat Pengobatan : Tidak ada
c. Riwayat
Penyakit
Keluarga:
Tidakada.

III. Pemeriksaan Fisik Generalis


A Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
d. Kesadaran : Compos mentis; GCS 15 (E4 M6 V5)
e. Tanda Vital
a Tekanan Darah : 120/80 mmHg
h. Pernafasan : 20x/menit
i. Nadi : 81x/menit
j. Suhu : 36,8oC
k. VAS : 5/10
I. Status Generalis
a Kepala : Normocephal
l. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
m. Hidung : Septum deviasi (-), mukosa normal, hipertrofi konka (-),
sekret (-)
n. Telinga: Normotia, sekret (-), serumen -/-, liang telinga lapang
o. Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
p. Leher : Bentuk normal, KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
teraba
q. Thoraks
Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris kanan-kiri
Palpasi : Taktil vokal fremitus teraba simetris

4
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
r. Abdomen

 Inspeksi :penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut


kanan bawah, Penderita tampak kesakitan. Abdomen tampak datar.

 Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit

 Palpasi: Nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri lepas titik Mc


Burney (+), Rovsing sign (+), blumber sign (+), defans
muskular lokal (-), Psoas sign (+), Obturator sign (+), nyeri
epigastrik (+).

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen


s. Genitalia : pendarahn dari jalan lahir (-)
t. Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang


A Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil (9 November 2015) Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 12-16 g/dl
Hematokrit 37 4.3-6.0 juta/pl
Eritrosit 4.720 4.3 – 6.0 juta/μL
Leukosit 11.100 4.800-10.800 /μL
Trombosit 323.000 150.000-400.000 /μL
MCV 79,9 80-96 fL
MCH 26,9 27-32 pg
MCHC 33,7 32-36 g/dL

a. N. Segmen :77,2 %

b. Limfosit : 21,3 %

c. Monosit : 1,5 %

5
d. NLR : 3,6
Rapid test :
IGM: Non reaktiv
IGG : Non reactiv

J. Alvarado Score
Temuan Poin
Pasien
Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1
Anoreksia 1 1
Mual atau muntah 1 1
Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2
Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1
Demam ≥36,3oC 1 0
Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2
Shift to the left of neutrophils 1 0
Total 10 8

Interpretasi : Kemungkinan besar apendisitis (≥7)


a) Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional.
Kemudian lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah
perut kanan bawah.

b) Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm


dan dinding perut dibelah menurut arah serabut otot secara tumpul,
berturut – turut M. Oblikus abdominis eksternus, M. Abdominis
internus, sampai tampak peritonium.

c) Peritonium disayat cukup lebar untuk eksplorasi.

d) Sakum dan apendiks diluksasi keluar.

e) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa,

6
dari apendiks ke arah basis.
f) Semua perdarahan dirawat.

g) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis


apendiks kemudian dijahit dengan catgut.
h) Lakukan pemotongan apendiks Dengan posisi retrocaecal, panjang
8cm, lebar 1 cm,perforasi (-),apikal dari jahitan tersebut.

i) Puntung apendiks diolesi betadine.

j) Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam


simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutera.

k) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat – alat


didalamnya, semua perdarahan dirawat.

l) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.

m) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan


didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit
jelujur dengan chromic cat gut dan otot – otot dikembalikan.

n) Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub
cutis dengan cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera.

o) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

 Pasien minum jam 14.00.dan makan bubur 18.00


 Observasi tanda vital dan kapan pasien flatus.

Follow Up
Hari / tanggal 12 Follow up
/12/2020
S : Nyeri (+), pusing (-), sakit kepala (-) mual (+),

7
muntah (-), BAK (+), BAB (+)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20
x/menit,
S: 36.6 oC
A : Appedisitis acut post appendictomy
P:
- Ivfd RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12j / IV
- Ketororac 30mg /8 jam/ IV
- Ranitidin 30 mg/12 jam/IV
- Paracetamol 500 mg 3 x1 tab .p.o

Hari 13/12/2020 Follow up


S : Nyeri berkurang (-), pusing (-), sakit kepala
(-) mual (+), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/20 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20
x/menit,
S: 36.6 oC
A : Appedisitis acut post appendictomy
P:
- Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12j / IV
- Ketororac 30mg /8 jam/ IV
- Ranitidin 30 mg/12 jam/IV
- Paracetamol 500 mg 3 x1 tab .p.o

8
BAB 1
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering
dan memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi
yang serius. Apendisitis yang terlambat ditangani akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas penderita. Untuk itu ketepatan diagnosa sangat
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tindakan. Ketepatan diagnosa
tergantung dari kemampuan dokter melakukan analisis pada data
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.(1)

BAB II

ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI APPENDIKS

9
2 .1 Anatomi

Gambar 1.
Anatomi appendiks

Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang


rudimeter dan tanpa fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari
posteromedial caecum dengan panjang yang bervariasi namun pada orang
dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5- 0,8 cm. Appendiks
merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
apppendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari
protuberans caecum. Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks
berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial ekat Plica ileocaecalis. Lumen apendiks sempit dibagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Hampir seluruh permukaan apendiks
dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari appendiks)
yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang
appendiks dan berakhir di ujung appendiks.(1)

10
Gambar 2. Embriologi
appendiks

Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di


persambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk
mendeteksi appendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal
65.28% baik intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana appendiks
berputar ke atas di belakng caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic
(panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvic minor),
subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus halus)
0,4%, retrokolika, dan pre-ileal. (1)

Gambar 3. Variasi Letak Appendiks

Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri appendikularis yang


berjalan di sepanjang masoapendiks dan merupakan cabang dari arteri

11
ileocolica dan yang merupakan cabang trunkus mesenterik superior. Selain
dari arteri apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga
terdapat kontribusi dari arteri asesorius.
Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke
vena mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi portal.

Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus


vagus yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. Thorakalis X.(1)

2 .2 Fisiologi Appendiks(3)

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara


normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis appendisitis.

Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-


akhir ini, appendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif
mensekresikan Imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT),
imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.

2 .3 Histologi

Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat


lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa.
Permukaan dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa colon,

12
berwarna kuning muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid
yang prominen. Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari
appendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada potongan
melintang.

Gam
bar 5. Inflamasi Appendiks

2 .4 Epidemiologi Apendisitis

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di


negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya
menurun bermakna.Hal ini disebabkan oleh meningkatnyapenggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat ditemukan
pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan.Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah
itu menurun.Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi. Meskipun
jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal. Pasien
dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal
akibat apendisitis. (5)

2 .5 Etiologi Apendisitis

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen


appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan

13
akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris
yang menyumbat.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya

1. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis


(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan
oleh hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis
fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh
fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada
kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan ruptur.
2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus,
Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan
aerob <10%.

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis


ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.
Histolytica.Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan
penyakit ini. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada

14
pasien apendisitis yaitu :

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob


 Escherichia coli  Bacteroides fragilis

 Viridans streptococci  Peptostreptococcus


micros

 Pesudomonas  Bilophila species


aeruginosa
 Lactobacillus species
 Enterococcus

Tabel 1. Spesies bakteri yang dapat diisolasi


3. Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat


timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman flora kolon biasa sehingga mempermudah
timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif yang terus-menerus
dan berlebihan memberikan efek merubah suasan flora usus dan
menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang merupakan permulaan
dari proses inflamasi. Pemberian laksatif pada penderita apendisitis
akan merangsang peristaltik dan merupakan predisposisi terjadinya
perforasi dan peritonitis.

2 .6 Klasifikasi/tipe appendisitis

Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda


berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala,
pengobatan dan prognosis. Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Appendisitis akut

a. Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa

15
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal,
edema, dan kemerahan. a.

b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema


menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding
appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemik dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada
appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

c. Appendisitis akut gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah


arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren.
Selain didapatkan tanda- tanda supuratif, appendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Apada appendisitis
akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.

2. Appendisitis infiltrat

Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang


penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.

3. Appendisitis abses

16
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
sucaecal, dan pelvic.

4. Appendisitis perforasi

Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang


menyebabkan pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik. (6)

5. Appendisitis kronis

Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses


radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi
rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis
appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. (7)

2 .7 Patofisiologi Apendisitis

Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian


diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu
hiperplasia jaringan limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking,
perlengketan. (4)

Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang


tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi.
Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan
terdapat luka pada mukosa, stadium ini disebut Appendisitis Akut
Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan disertai inflamasi
menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan trombosis yang

17
memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat
bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok
buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri
sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut
Appendisitis Akut Purulenta. (6)

Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah
arteri juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai
vaskularisasi minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini
disebut Appendisitis Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi
mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang tinggi ditambah adanya
bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir
ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Perforasi,
dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses
perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada
usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “Walling Off”
oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum
sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini
disebut Appendisitis Infiltrate. )(6)

Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang


membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum
dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk
melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi
yang berjalan terlalu cepat atau Appendiks yang pernah meradang tidak
akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang
menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya dan menimbulkan
obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari
proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah
munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3

18
hari. (6)

Gambar 6 (a). Patofisiologi Appendisitis

19
Gambar 6 (b). Patofisiologi Appendisitis

2 .8 Manifestasi Klinis Apendisitis(7)

1. Nyeri abdominal
nyeri viseraldi daerah epigastrium atau sekitar
umbilicuskarena appendix dan usus halus mempunyai
persarafan yang sama. Setelah beberapa jam (4-6 jam) nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc
Burney). Apabila terjadi inflamasi (>6 jam) akan terjadinyeri
somatik setempat yang berarti sudah terjadi rangsangan pada
peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun
berjalan kaki.

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal


Disebabkan karena rangsangan visceral akibat aktivasi

20
nervus vagus. Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang
timbul saat permulaan.Hampir 75% penderita disertai dengan
vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan
vomitus hanya sekali atau dua kali.

3. Nafsu makan menurun (anoreksia)

Timbul beberapa jam sesudahrasa nyeri yang timbul saat


permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap
penderita appendisitis akut, bila hal in tidak ada maka diagnosis
appendisitis akut perlu dipertanyakan.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi


sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita
mengalami diare. Hal tersebut timbul biasanya pada letak
appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.

5. Demam

Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 –


38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi
perforasi.

Kelainan Patologi Keluhan dan Tanda


Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat, mungkin kolik.

Apenditis mukosa Nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan automik).

Radang di seluruh
ketebalan dinding

21
Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

Apendisitis komplet
radang peritoneum Mual dan muntah.
parietale appendiks

parietale appendiks

Rangsangan peritoneum lokal (somatik), nyeri


Radang alat/jaringan
pada gerak aktif dan pasif,defans muskuler lokal.
yang menempel pada
appendiks
Genitalia interna, ureter, m.psoas mayor,
kantung kemih, rektum.
Apendisitis gangrenosa

Demam sedang, takikardia, mulai


Perforasi
toksik, leukositosis.

Nyeri dan defans muskuler seluruh


Pembungkusan tidak
berhasil perut.

Demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik


Pembungkusan berhasil
Massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,

keluhan dan tanda setempat

2 .9 Diagnosis Apendisitis (8)

22
a. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang
lainnya. Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting
yaitu :
o Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang
beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan
bawah.
o Muntah oleh karena nyeri visceral
o Demam
o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu
makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan pada daerah perut.
6. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil


bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan.
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau abses appendikuler.

2) Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada


ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata.

3) Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-


tanda peritonitis lokal yaitu:

o Nyeri tekan (+) Mc. Burney

23
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau
titik
Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
o Nyeri lepas (+)karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa
nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan, setelah sebelumnya
dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc
Burney.Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus
Abdominis Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh
lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.Pada appendiks letak retroperitoneal,
defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri
pinggang.
Pemeriksaan Rectal Toucher
Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis
pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur.

4) Perkusi : nyeri ketuk (+)

7. Pemeriksaan khusus/tanda khusus

 Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah,
karena tekanan merangsang peristaltic dan udara usus,
sehingga menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang
meradang (somatic
pain)
 Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri
bawah atau kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan
tiba-tiba, akan terasa nyeri pada kuadran kanan bawah
karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
 Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara

24
memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
pemeriksa,
pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign
(+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan
dihiperekstensikan pemeriksa, psoas sign (+) bila
terasa nyeri perut kanan bawah.

- Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu
dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau
articulation coxae. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di
perut kanan bawah.

25
8. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat


leukositosi ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang
didominasi >75% oleh sel Polimorfonuklear (PMN),
netrofil (shift to the left) dimana terjadi pada 90%
pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan
akut appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi.
Sedangkan leukosit >18.000/mm3meningkatkan

26
kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau
tanpa abses.

o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit,


leukosit, dan bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.

o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung


diagnosa appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP
merupakan reaktan fase akut terhadap infeksi bakteria
yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai meningkat
pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada
umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena
tidak spesifik.

2) Foto polos abdomen

Radiologi polos tidak spesifik, umunya tidak efektif


untuk biaya, dan dapat menyesatkan dalam stuasi tertentu.
Dalam <5%, suatu fekalith buram mungkin tidak terlihat di
kuadran kanan bawah. Foto polos abdomen dapat
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada
appendisitis akut dapat terlihat abnormal “gas pattern” dari
usus,

3) USG

Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk


menentukan diagnosis appendisitis. Tekniknya tidak mahal,
dapat dilakukan dengan cepat, tidak invasif, tidak
membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada pasien

27
yang sedang hamil karena tidak mengganggu paparan
radiasi.

4) Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke


colon melalui anus. Barium enema merupakan kontra
indikasi pada suspek appendisitis akut sebab pada
apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi
mikroperforasi sehingga kontras dapat masuk ke
intraabdomen menyebabkan penyebaran kuman ke
intraabdomen. Barium enema indikasi untuk apendisitis
kronik. Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian
kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan dengan
perbandingan 1 : 3 secara peroral dan diminum sebelum
kurang lebih 8 – 10 jam untuk anak – anak atau 10 – 12 jam
untuk dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan positif bila
menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi
dari caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis. Hal
ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal.

5) CT Scan

Sangat berguna pada pasien yang dicurigai


mengalami proses inflamasi pada abdomen dan adanya
gejala tidak khas untuk appendisitis. Appendiks normal
akan terlihat struktur tubular tipis pada kuadran kanan
bawah yang dapat menjadi opak dengan kontras.
Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus
berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat pada 25%
populasi. (7)

9. Scoring(9)

28
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor
alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor
<6 dan skor >6. Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah
operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks
dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu :
radang akut dan bukan radang akut.

Keterangan Alvarado score :

 Interpretasi dari Modified Alvarado Score :


a. 1-4 sangatmungkin bukan appendicitis
b. 5-7 sangat mungkin appendicitis akut
c. 8-10 pasti appendicitis akut
 Penanganan berdasarkan scor :
a. 1-4 observasi
b. 5-7 antibiotik
c. 8-10 operasi dini.

2 .10 Diagnosis Banding Apendisitis

Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia


dan jenis kelamin :

- Pada anak – anak dan balita : intususepsi, diverkulitis dan

29
gastroenteritis akut

- Peradangan pelvis

Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks.


Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut
salpingo-ooforitis atau adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis
penyakit ini didapatkan riwayat kontak seksual. Suhu biasanay
lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah
lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok
vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri(4)

- Kehamilan Ektopik

Adanay riwayat terhambat menstruasi denga keluhan yang tidak


menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim
dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di
daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan
kavum douglas, dan pada kuldosentesis akan di dapatkan darah.
(6)

- Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri,


tetapi kadang- kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika
terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis
akan sukar dibedakan dengan gejala- gejala appendisitis. (7).

2 .11 Komplikasi Appendisitis

- Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat


mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang
kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

30
- Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian
ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

- Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3 0C

- Peritonitis : peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren


appendiks, yang kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga
peritoneum. Gejalanya ialah : peningkatan kekakuan oto
abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi.

- Ileus

2 .12 Penatalaksanaan Apendisitis

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik.
Penundaan appendiktomi sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang
dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa
komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan
perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito.

Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)

 Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan


terjadinya infeksi post operasi.

 Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan
anaerob.

 Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.

 Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.

31
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini
dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus
viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Apendiktomi :

1) Open Appendectomy

- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptic


- sayatan kulit : Lokasi Insici

 Incisi Grid Iron (McBurney Incision)

Gambar 9. Incisi Grid Iron

(McBurney Incision) Teknik apendiktomi Mc Burney :(10)

p) Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional.


Kemudian lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah
perut kanan bawah.

q) Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm

32
dan dinding perut dibelah menurut arah serabut otot secara tumpul,
berturut – turut M. Oblikus abdominis eksternus, M. Abdominis
internus, sampai tampak peritonium.

r) Peritonium disayat cukup lebar untuk eksplorasi.

s) Sakum dan apendiks diluksasi keluar.

t) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa,


dari apendiks ke arah basis.

u) Semua perdarahan dirawat.

v) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis


apendiks kemudian dijahit dengan catgut.
w) Lakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.

x) Puntung apendiks diolesi betadine.

y) Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam


simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutera.

z) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat – alat


didalamnya, semua perdarahan dirawat.

aa) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.

bb) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan


didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit
jelujur dengan chromic cat gut dan otot – otot dikembalikan.

cc) Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub
cutis dengan cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera.

dd) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

33
Gambar 10
Teknik Appendiktomi

 Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm dibawah pusat, insisi transversal


pada garis midklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan
kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

34
Gambar 11. Lanz transverse incision

 Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi Mc Burney.


Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal
dan terfiksir.

Gambar 12. Rutherford Morisson’s incision (insisi


suprainguinal)

 Low Midline Incision

Dilakukan jika appendiks sudah terjadi perforasi dan terjadi

35
peritonitis umum.

 Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline 2,5 cm dibawah


umbilikus sampai di atas pubis.

Gambar 13. Lokasi Insisi Appendectomy

2) Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopicdapat dipakai


sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dan suspek appendisitis akut. Laparoscopickemungkinan sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Membedakan penyakit akut ginekologi dari appendisitis akut sangat
mudah dengan menggunakan laparoskop.

36
Gambar 14. Laparoscopic Incisions

2 .13 Komplikasi

Durante Operasi : perdarahan intraperitoneal, dinding perut, robekan pada


caecum atau usus lain.

Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus,


peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal.

2 .14 Prognosis Appendisitis

Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika
pecah pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru,
atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi
terjadi dan dengan antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring
dengan perforasi dan usia tua.

37
BAB III
PEMBAHASAN
Sistem gastrointestinal merupakan suatu penyakit yang sebagian besar
penderita mencari pertolongan secara medis. Salah satu penyebab kasus rawat inap di
Amerika Serikat salah satunya yaitu apendisitis. Insiden terjadi pada apendisitis akut
di negara maju lebih tinggi dibandingan dengan negara berkembang. Insiden ini
menurun sekitar 25 tahun terakhir namun pada negara berkembang justru semakin
meningkat hal ini kemungkinan disebabkan oleh perubahan ekonomi dan pola hidup
seseorang (Lowrence, 2010). Menurut World Health Organization (WHO)
menunjukan bahwa insiden apendistis pada tahun 2014 mencapai 8 % dari populasi
penduduk dunia. Data yang dirilis kementrian kesehatan RI pada tahun 2013 jumlah
penderita apendisitis di Indonesia sebesar 591.819 orang dan meningkat pada tahun
2013 sebesar 604.438 orang. Kelompok usia antara 10-30 tahun dimana insiden laki-
laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan (Eylin, 2015). (12)

Kasus apendisitis paling banyak dilakukan pembedahan (operasi)


dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dalam hal pembedahan
kususnya pada prosedur tindakan bedah yang mengalami kemajuan pesat.
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi ataupun
sayatan hal ini merupakan trauma pada penderita yang dapat menyebabkan
berbagai keluhan dan gejala
Diagnosa apendisistus akut pada kasus ini dapat ditegakkan
dengan dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, didapatkan keluhan utama berupa nyeri perut kanan
bawah sejak 3 hari SMRS. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati
menggambarkan gejala akibat distensi apendiks yang menstimulasi ujung
saraf dari afferent stretch fiber. Lalu nyeri berpindah ke kuadran kanan
bawah menggambarkan peradangan yang telah menyebar ke peritoneum
parietalis. Nyeri yang dialami pasien berupa nyeri akibat iritasi
peritoneum sehingga memburuk saat bergerak atau batuk (Dunphy sign)

38
dan membaik saat diam. Pasien juga mengeluhkan adanya gejala
gastrointestinal berupa mual dan muntah setelah gejala nyeri muncul, hal
ini sering dijumpai pada apendisitis akibat multiplikasi bakteri yang cepat
di dalam apendiks. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya demam
yang menggambarkan adanya infeksi yang terjadi. pada anamnesis
dipastikan pasien tidak mengeluhkan adanya pola BAB yang berubah
ataupun adanya penurunan berat badan drastis dalam beberapa bulan
terakhir. Riwayat haid juga perlu digali untuk memastikan tidak adanya
riwayat kelainan obsterik ataupun ginekologik, pada pasien ini tidak
didapatkan masalah sehingga diagnosa banding PID dapat
dikesampingkan. Selain itu pasien juga menyangkal adanya riwayat
penyakit lainnya yg diidap pasien ataupun keluarga.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak
sakit sedang dan hemodinamik stabil, namun didapatkan suhu tubuh
pasien 36,8oC dan VAS 5/10. Suhu tubuh pasien nantinya dapat
dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam Alvarado Score, sedangkan
VAS dapat mendukung keluhan nyeri perut pasien. Berdasarkan
pemeriksaan status generalis, ditemukan kelainan pada abdomen melalui
palpasi berupa : nyeri tekan dan nyeri lepas titik McBurney, Rovsing
sign, blumber sign,psoas sign dan obturator sign dan defans muskular
lokal(-). Penemuan ini mendukung adanya iritasi peritoneum parietalis
lokal yang diduga akibat peradangan apendiks. Pada pemeriksaan fisik
lainnya tidak ditemukan kelainan, termasuk pemeriksaan genitalia
sehingga diagnosa banding PID dapat disingkirkan. Tanda-tanda ini
mendukung diagnosa apendisitis akut.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan
leukositosis (11.100/μL) dari pemeriksaan laboratorium. Selain itu,
didapatkan skor 8 pada Alvarado score, yang diinterpretasikan sebagai
kemungkinan besar apendisitis (skor ≥7). Alvarado score sangatlah
berguna untuk menyingkirkan diagnosa apendisitis dan memilah pasien
untuk manajemen diagnostik lanjutan.

39
Temuan Poin Pasien
Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1
Anoreksia 1 1
Mual atau muntah 1 1
Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2
Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1
Demam ≥37,3 C o
1 0
Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2
Shift to the left of neutrophils 1 0
Total 10 8
Berdasarkan hal ini, pemeriksaan USG dilakukan untuk
memastikan diagnosa apendisitis.

Berdasarkan diagnosa klinis yang telah ditegakkan, maka pasien


direncanakan untuk dioperasi open appendectomy. Tindakan ini menjadi
pilihan karena apendisitis akut termasuk dalam kegawat daruratan dalam
bidang bedah. Operasi cito menjadi pilihan untuk mencegah progresi penyakit
yang nantinya dapat menyebabkan kerusakan dan komplikasi yang lebih berat.
Selain itu, dengan berkembangnya apendisitis akut dan terjadi perforasi. maka
peritonitis akan terjadi dan akan mempersulit penanganan pasien serta
meningkatkan mortalitas. Sebagai tatalaksana awal pasien dipasangkan IV line
untuk memudahkan akses memasukkan obat dan rehidrasi. Pasien diberikan
cairan rl 500 ml, injeksi ranitidin 30 mg per 8ajam, dan berikan ceftriaxone 1 g
per 12 jam untuk mengatasi infesi bakteri pada pasien, untuk mencegah
terjadinya perburukan.pasien di puasakan dan di konsulkan ke anastesi untuk di
lakukan operasi appendictomy di ruang OK. Perawatan Pasca Bedah(11)

Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari


kurang lebih 2 – 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada
appendisitis tanpa perforasi : antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada
appendisitis dengan perforasi : antibiotik diberikan hingga jika gejala klinis
infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi secepatnya setelah
penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke kanan
bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca
operasi. Pemberian makan peroral di mulai dengan memberikan minum

40
sedikit-sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu
adanya flatus dan bising usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas
penderita tidak kembung maka pemberian makanan peroral dimulai.
Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke tujuh pasca bedah.

BAB V
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks
vermicularis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering
terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Insiden pada laki-laki dan
perempuan umumnya seimbang, kecuali pada umur 20-30 tahun,
didapatkan insiden lebih tinggi pada laki-laki. Apendisitis disebabkan
karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti
vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.

Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik


merupakan hal yang paling penting dalam menegakkan diagnosis
appendisitis. Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik
apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus atau periumbilikalis. Dalam pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda peritonitis lokal pada titik Mcburney, dan rangsangan
kontralateral; blumberg dan rovsing sign . Pemeriksaan lain yang dapt
mendukung
diagnosa yaitu psoas sign, obturator sign, dan nyeri tekan pada rectal
toucher . Upaya mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, antara
lain dengan menggunakan sarana diagnosis penunjang: laboratorium
(darah, urin, CRP), foto polos abdomen, pemeriksaan barium-enema, USG
dan CT scan abdomen. Diagnosis jugadapat dibantu dengan skoring
alvarado, ohmann, dan skoring apendisitis pada anak.

Kita juga perlu menyingkirkan diagnosa banding, mencegah


komplikasi dan mengenali appendisitis pada keadaan khusus yaitu pada

41
anak, usia lanjut, wanita hamil, dan pada pasien dengan infeksi HIV.

Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic
appendictomy.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Shrestha, S. Anatomy of appendix and appendicitis.


http://medchrome.com/basic- science/anatomy/anatomy-appendix-
appendicitis/. Accesed in Juni,23,2013.

2. Faiz,O, balckburn,S, Moffat,D. Anatomy At A Glance. Edisi Ketiga.


England : Oxford;2011. H 36.

3. urDocter. Anatomy and physiology ofAppendix.


Http://healthycase.com/articles/surgery/19-anatomy-and-physiology-of-
appendix. Accessed in Juni,23,2013.

4. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on


Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york:
Saunders; 2004.h 1381-1400

5. Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the


United States. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed
in Juni,23,2013.

6. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews


JB, Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s
Principles of Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills.

7. Annonymmous. AppendicitsType.
http://www.appendicitissymptoms.org.uk/appendicitis-types.htm.
Accessed in Juni,23,2013.

8. Old JL. Imaging for Suspected Appendicitis. Available at :


http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p71.html#afp20050101p71-b15.
Accessed in Juni,23,2013.

43
9. Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in
women. Available at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580.
Accessed in Juni,23,2013.

10. Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah
Gawat Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452

11. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in
Juni,23,2013.

12. Eylin. (2015). Karakteristik Pasien dan Histologi Diagnosis Pada


Kasus apendisitis Berdasarkan Data Registrasi di Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah
Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-
2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

44

Anda mungkin juga menyukai