Kornea
Pemeriksaan pasien sudah dimulai saat pemeriksa memasuki ruangan.
karena
pembaca harus sudah akrab dengan teknik dasar pemeriksaan mata lengkap,
Bab ini menjelaskan cara untuk mengenali kelainan-kelainan yang disebabkan
oleh
gangguan
mata eksternal dan kornea.
Penglihatan
Pengujian ketajaman visual merupakan bagian penting dari pemeriksaan,
dan pemeriksaan refraksi pada pasien dengan kornea abnormal memerlukan
perhatian khusus. Jika ketajaman visual berkurang karena kornea yang iregular,
mungkin perlu untuk menggunakan rigid gas permeable (RGP) lensa kontak
dengan overrefraction. Salah satu metode untuk memperoleh ketajaman
penglihatan terbaik adalah dengan memakai hasil pembacaan keratometri dan
memilih lensa kontak RGP berdiameter besar dengan setengah kurva dasar
antara 2 kekuatan dan dengan kekuatan mendekati ekuivalen spheris pasien.
Anestesi topikal membantu mengurangi robekan yang terjadi pada saat
overrefraction sferis dilakukan.
Pemeriksaan Eksternal
Pemeriksaan fisik mata dimulai dengan inspeksi dan palpasi. Pemeriksa
mengamati penampilan pasien dan mencatat kondisi kulit. posisi dan gerakan
dari kelopak mata, ada tidaknya kelenjar getah bening preauricular, dan
penempatan bola mata. Eversi kelopak mata memungkinkan dilakukannya
pemeriksaan konjungtiva palpebra. Bayi dan pasien yang ketakutan mungkin
perlu bantuan untuk membuka kelopak mata mereka dengan ibu jari pemeriksa
atau retraktor.
Pengukuran umum meliputi tinggi fissura palpebra dan fungsi levator.
Pemeriksa juga harus mengukur tinggi dan panjang setiap massa yang terlihat
atau teraba. Produksi air mata dapat diukur dengan suatu kertas strip filter steril.
Pemeriksaan eksternal mata bagian luar dan adneksa dimulai dengan
pemeriksa
melihat
pasien, sebaiknya di siang hari atau di ruangan dengan cahaya yang terang, dan
kemudian dilanjutkan ke pembesaran dengan pencahayaan fokus. Instrumen
kaca pembesar yang paling sederhana adalah lup dan lensa kondensasi seperti
yang digunakan untuk oftalmoskop indirek. Penlight dan transilluminators
membantu untuk pemeriksaan di samping tempat tidur dan untuk prosedur
bedah eksternal.
Lengan illuminator dan lengan mikroskop pada slit lamp diatur sedemikian
rupa sehingga keduanya berfokus pada tempat yang sama, dengan cahaya dari
slit berpusat di tengah lapangan pandang. Pengaturan ini memberikan
pencahayaan langsung, dan dengan menggeser posisi dimungkinkan untuk
penerangan tidak langsung. Variasi dari teknik pencahayaan ini, dengan
menggunakan kontras antara daerah gelap dan terang, dapat dipakai untuk
memeriksa segmen anterior mata.
Metode Iluminasi Direk
Iluminasi Difus
Dengan pencahayaan difus, sinar diperluas, intensitasnya dikurangi, dan
diarahkan pada mata dari sudut miring. Pencahayaan difus biasanya digunakan
pada pembesaran rendah untuk melihat gambaran umum kelopak mata,
konjungtiva, sklera, dan kornea. Dengan menggerakkan lengan illuminator untuk
menghasilkan daerah terang dan bayangan, dapat meningkatkan visibilitas
perubahan-perubahan pada permukaan.
Iluminasi Slit
Dengan Iluminasi Slit, cahaya dan mikroskop adalah difokuskan di tempat yang
sama, dan lebar celah disesuaikan dari luas ke sempit. Pencahayaan dengan
menggunakan lebar celah sekitar 3 mm, dapat digunakan untuk membantu
pemeriksa melihat lesi yang tidak tembus cahaya. Pencahayaan secara slit
dengan lebar sekitar 1 mm atau kurang, memperlihatkan bagian optik dari
kornea. Sebuah sinar dengan celah yang sangat sempit bisa membantu
mengidentifikasi perbedaan indeks bias pada struktur yang transparan saat sinar
melewati kornea, ruang anterior, dan lensa. Pemeriksa dapat mengurangi
ketinggian sinar sempit untuk menentukan keberadaan dan jumlah sel dan flare
di ruang anterior.
Refleksi Spekular
Refleksi specular adalah pantulan cahaya normal yang memantul dari
permukaan.
Contohnya
adalah
bulatan terang atau oval spot yang terefleksi di permukaan okular pada saat
kilatan foto mata. Bayangan cermin dari sumber cahaya kelihatan mengganggu,
dan sangat menggoda untuk mengabaikan mereka selama pemeriksaan slit
lamp. Namun, kejelasan dan ketajaman refleksi ini dari lapisan film air mata
memberikan petunjuk untuk kondisi jaringan di bawahnya.
Sebuah refleksi samar juga berasal dari permukaan kornea posterior. Pemeriksa
dapat
memperjelas refleksi specular ini dengan menggunakan sinar dari sudut yang
tepat, untuk melihat endothelium kornea. Berikut ini adalah langkah-langkah
untuk memeriksa endotel kornea dengan specular refleksi:
1. Dimulai dengan menempatkan lengan slit cahaya pada sudut 60o dari lengan
mikroskop
dan
menggunakan celah pendek atau 0,2 mm spot.
2. Identifikasi bayangan cermin yang sangat terang dari filamen bola lampu dan
refleks cahaya dari pasangan epitel dan endotel Purkinje.
3. Tempatkan refleks cahaya dari endotel kornea di atas gambaran cermin
filamen,
yang akan menghasilkan suatu kilauan terang.
4. Gunakan joystick untuk menggerakkan biomicroscope sedikit ke depan untuk
memfokuskan
pada
refleks endotel.
Pemeriksaan dengan refleksi spekular bersifat monokuler, hanya satu lensa yang
memerlukan pemfokusan. Pengaturan dari x25 ke x40 biasanya diperlukan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas dari mosaik endotel. Densitas sel dan
morfologi dicatat; guttae dan endapan keratic muncul sebagai daerah gelap
yang nonreflective.
Metode Iluminasi Indirek
Iluminasi Proksimal
Dengan memutar tombol pada lengan pencahayaan untuk sedikit menggeser
sinar dari posisi isocentric, hal ini menyebabkan sinar dan mikroskop berfokus
pada tempat yang berbeda tetapi berdekatan. Teknik ini, iluminasi proksimal,
menyoroti opasitas terhadap lapisan jaringan yang lebih dalam dan
memungkinkan pemeriksa untuk melihat penyimpangan2 kecil yang memiliki
indeks bias mirip dengan lingkungan sekitarnya. Dengan memindahkan berkas
cahaya bolak-balik dalam osilasi kecil dapat membantu pemeriksa mendeteksi
lesi 3-dimensi kecil.
Sclerotic Scatter
Refleksi internal total pada kornea memungkinkan adanya bentuk lain dari
pencahayaan tidak langsung, yaitu sclerotic scatter. Dengan menggeser berkas
cahaya yang isocentric dari tengah sehingga ada sinar yang kena di limbus dan
menyebar ke sclera, menyebabkan cahaya yang sangat samar dari kornea.
Kekeruhan yang reflektif terlihat jelas dibanding daerah sekitar yang gelap,
sedangkan daerah dengan transmisi cahaya yang kurang pada kornea terlihat
sebagai warna abu-abu. Teknik ini efektif untuk menglihat edema epitel dan
nebula.
Retro Illumination
Retroillumination dapat digunakan untuk memeriksa lebih dari satu daerah.
Retroillumination dari iris dilakukan dengan menggeser sinar ke arah lain sambil
pemeriksa mengamati cornea. Dengan mengamati zona yang terletak antara
latar terang dan gelap, pemeriksa dapat mendeteksi kelainan kornea yang halus.
Retroillumination dari fundus dilakukan dengan menyelaraskan berkas cahaya
hampir sejajar dengan sumbu visual pemeriksa dan memutar berkas cahaya
sehingga cahaya kelihatan melalui tepi pupil. Kekeruhan pada kornea atau lensa
terlihat menonjol pada refleks merah, dan defek pada iris menjadi terlihat saat
dilalui cahaya.
Fungsi Klinis
Pemeriksaan Slit Lamp dilakukan secara berurutan dari:
1. Kelopak Mata
2. Batas kelopak mata
3. Lapisan air mata : melihat apakah ada sel mukus dan debris
4. Konjungtiva
5. Kornea : slit beam dipakai untuk menilai ketebalan kornea dan kedalaman
COA
6. Aquos Humor : short beam bisa menunjukkan adanya flare cell
7. Iris
8. Lensa
9. Vitrous
Pemeriksaaan Direk, slit dan retroillumination dipakai untuk mengidentifikasi
kelainan pada iris dan lensa.
Pewarnaan
Pewarna Hydroxyxanthene seperti fluorescein telah digunakan secara klinis
selama lebih dari satu abad. Mereka umumnya digunakan untuk mendeteksi lesi
pada epitel kornea, untuk membantu dalam applanation tonometri, dan untuk
mengevaluasi drainase lakrimal dan defisiensi air mata. Dalam praktek klinis,
fluorescein digunakan untuk mendeteksi gangguan pada intersellular junction
dan lissamine green digunakan untuk mengevaluasi sel-sel epitel abnormal dan
perubahan pada permukaan bola mata yang berhubungan dengan perlindungan
lapisan air mata film yang kurang cukup.
Fluorescein
Fluorescein topikal adalah pewarna yang bersifat non toksik dan larut dalam
air, yang tersedia dalam beberapa bentuk: sebagai solusi 0,25% dengan anestesi
(benoxinate atau proparacaine), antiseptik (povidone iodine), dan pengawet;
sebagai tetes mata 2% tanpa pengawet dosis; dan kertas strip untuk pewarnaan.
Fluorexon adalah senyawa makromolekul yang tersedia sebagai solusi 0,35%
tanpa pengawet yang tidak akan menodai kebanyakan lensa kontak. Pewarnaan
dengan fluorescein mudah dideteksi dengan filter kobalt biru.
Fluorescein ini paling sering digunakan untuk applanation tonometry dan
evaluasi lapisan film air mata. Tear breakup time (TBUT) diukur dengan menaruh
fluorescein dan meminta pasien untuk menahan kelopak mata tetap terbuka
setelah 1 atau 2 kali berkedip, dan mencatat waktu dalam detik sampai
munculnya dry spot. Munculnya dry spot dalam waktu kurang dari 10 detik
dianggap abnormal. TBUT selanjutnya akan dibahas dalam Bab 3. Fluorescein
akan memberi warna pada bintik bintik di kornea dan defek epitel
macroulcerative (pewarnaan positif), dan dapat menunjukkan lesi yang tidak bisa
diwarnai yang kelihatan lewat lapisan air mata (pewarnaan negatif). Tiap Kondisi
penyakit akan menghasilkan berbagai pola bintik-bintik yang berbeda-beda pada
pewarnaan. Fluorescein yang mengumpul dalam suatu defek epitel akan
berdifusi ke dalam stroma kornea dan menyebabkan suar hijau di ruang anterior.
Pada dye dissappearance test, meniskus air mata diamati untuk hilangnya
fluorescein. Kehadiran yang berkepanjangan dari pewarna menunjukkan adanya
penyumbatan sistem drainase.
The Seidel test digunakan untuk mendeteksi rembesan humor aqueous
melalui perforasi kornea. Pemeriksa menaruh fluorescein menggunakan strip
yang dibasahi atau meneteskan fluorescen ke lokasi yang diduga adanya
kebocoran dan mencari aliran cairan yang jelas mengalir melalui pewarna oranye
di bawah sinar biru kobalt.
Rose Bengal dan Lissamine Green
Rose bengal dan lissamine hijau (keduanya tersedia sebagai solusi 1% atau
sediaan
strip) adalah pewarna yang larut dalam air; kedua sediaan pewarna ini memberi
warna pada kornea dan konjungtiva ketika ada gangguan yang terjadi di lapisan
musin pelindung. Pewarna ini secara rutin digunakan untuk mengevaluasi
keadaan defisiensi air mata dan untuk mendeteksi berbagai lesi epitelial.
Lissamine Green ditoleransi lebih baik dan memiliki lebih sedikit efek toksik pada
sel epitel kornea manusia yang dikultur.
yang harus dikenali oleh dokter dari riwayat dan pemeriksaan adalah sebagai
berikut:
1. Infeksi
2. Perubahan Imun
3. Neoplasia
4. Maldevelopment
5. Degenerasi
6. Trauma
Tanda Inflamasi Pada Kelopak Mata
Tiap perubahan yang terjadi pada kulit harus dijabarkan atas ukuran,
bentuk, dan batas. Lesi multipel atau erupsi kulit umum harus ditandai dengan
pengaturan dan distribusi, dengan menggunakan istilah-istilah seperti
disebarluaskan, dikelompokkan, atau konfluen.
Kelopak Mata
o Makula: tempat dengan perubahan warna kulit
o Papul : Lokasi bengkak, padat
o Vesikel : benjolan berisi cairan serosa
o Bulla : Benjolan yang besar
o Pustula : Benjolan berisi pus
o Keratosis : Kelihatan bersisik karena penimbunan sel tanduk
o Eczema : Sisik berkerak dengan dasar merah
o Erosi : Defek epidermis ekskoriasi
o Ulkus : Erosi epidermis dengan kehilangan jaringan
Konjungtiva
o Hiperemia : Dilatasi pleksus pembuluh darah konjungtiva di
subepitel secara fokus atau difus, biasanya disertai peningkatan
aliran darah, perubahan lain termasuk, fusiform vascular dilation,
saccular aneurysm, petechiae dan hemorrhage intrakonjungtival
o Chalasis : konjungtiva menjadi lemas, kadang-kadang sampai
prolaps menutup kelopak
o Chemosis : Edema konjungtiva yang disebabkan oleh transudat
yang keluar melalui kapiler konjungtiva yang berlubang akibat
perubahan integritas pembuluh darah (misalnya, peradangan dan
perubahan vasomotor) atau perubahan hemodinamik (misalnya,
gangguan drainase vena atau hipoosmolaritas intravaskular)
o Tearing : Air mata yang berlebihan dari peningkatan lakrimasi atau
terganggunya outflow lakrimal
o Mucus Excess : meningkatnya jumlah mukus dibanding komponen
cair dari air mata
o Discharge : Eksudat di permukaan konjungtiva, bervariasi dari
mengandung protein (serous) dan selular(purulen)
o Papilla : Pembuluh darah konjungtiva yang berdilatasi/telangiektasi,
mulai dari bintik ke kumpulan yang dikelilingi edema dan sel
inflamasi
o Folikel : Nodul limfe fokal dengan vaskularisasi yang aksesorius
o Pseudomembran : endapan inflamasi yang menutupi permukaan
konjungtiva, tdak berdarah waktu dikeluarkan
o Membran : Endapan inflamasi yang menutupi permukaan epitel
konjungtiva yang berdarah pada saat dikeluarkan
o Granuloma : nodul berisi sel inflamasi kronik dengan proliferasi
fibrovaskular
Papilla
Papila adalah perubahan vaskular yang paling mudah dilihat pada
konjungtiva palpebra dimana fibrous septae menghubungkan konjungtiva ke
tarsus. Lama kelamaan pembuluh darah yang melebar akan menumbuhkan
kapiler menyerupai jari jari roda yang dikelilingi oleh edema dan infiltrasi sel
radang campuran, menghasilkan pembengkakkan di bawah epitel konjungtiva.
Reaksi papiler ringan menghasilkan penampilan yang mulus seperti
beludru. Perubahan yang kronis atau progresif menghasilkan jumbai vaskular
yang membesar yang menutupi pembuluh darah dibawahnya. Jaringan ikat
septae membatasi perubahan inflamasi di inti fibrovascular, menghasilkan
penampilan gundukan hiperemi yang meninggi dan poligonal. Setiap papilla
memiliki titik merah sentral yang merupakan pelebaran kapiler. Konjungtiva
palpebra dan konjungtiva forniceal luar tarsus kurang membantu dalam
mengungkapkan sifat reaksi inflamasi karena septa yang menjadi penahan
menjadi lebih jarang makin ke arah forniks dan memungkinkan terjadinya
undulasi pada jaringan yang kurang lekat. Dengan inflamasi konjungtiva yang
berkepanjangan, berulang, atau berat, serat penahan dari konjungtiva tarsal
akan meregang dan melemah, yang menyebabkan terjadinya hipertrofi papiller
yang mengumpul. Alur-alur antara struktur fibrovascular yang membesar ini
dapat menjadi tempat berkumpulnya lendir dan nanah.
Folikel
Jaringan Limfoid Konjungtiva biasanya ditemukan dalam substansia propria
kecuali pada neonatus, yang tidak memiliki folikel yang terlihat. Folikel
Konjungtiva kumpulan limfosit yang berbentuk bulat atau oval. Folikel kecil
sering terlihat di forniks bawah yang normal. kumpulan folikel noninflamed yang
membesar, kadang-kadang terlihat di inferotemporal palpebra dan konjungtiva
forniks dari anak-anak dan remaja, kondisi yang dikenal sebagai beningn
lymphoid folliculosis.
Konjungtivitis folikuler memiliki ciri-ciri kemerahan dan timbulnya folikel
baru atau folikel yang membesar. Pembuluh darah mengelilingi dan menginvasi
permukaan folikel yang terangkat namun tidak tampak jelas di dalam folikel.
Folikel dapat dilihat pada conjunctiva tarsal inferior dan superior, dan lebih
jarang pada konjungtiva bulbar atau limbus. Mereka harus dibedakan dari kista
yang dihasilkan oleh lipatan epitel tubular selama peradangan kronis.
Tanda-Tanda Inflamasi Kornea
Inflamasi dapat mengenai semua lapisan dari kornea. Pola peradangan
kornea, atau keratitis, dapat digambarkan menurut berikut:
Distribusi : difus, fokal, atau multi fokal
Kedalaman : epitelial, subepitelial, stroma atau endotelial
Lokasi : central atau perifer
Bentuk : dendrit, disc, dan sebagainya
Keratopati epitel punctata adalah istilah spesifik yang mencakup spektrum
perubahan biomikroskopik dari gambaran seperti bintik-bintik pada epitel
punctata sampai pada perubahan erosif dan inflamasi.
Inflamasi stroma ditandai dengan adanya pembuluh darah baru. Pembuluh
darah kornea aktif paling sering berasal dari vaskularisasi limbal dan bermigrasi
ke kornea perifer. Sel juga dapat memasuki stroma dari lapisan air mata melalui
defek epitel atau, meski lebih jarang, melalui infiltrasi interlamel langsung dari
leukosit pada limbus. Sel-sel inflamasi masuk dari aquos humor dengan adanya
cedera endotel. Dalam kornea tervaskularisasi, sel-sel inflamasi dapat masuk
langsung dari pembuluh darah yang berinfiltrasi dan aliran limfe
Ulkus Mooren
Pachometry Kornea
Pachometer kornea berfungsi untuk mengukur ketebalan kornea, alat
adalah suatu indikator yang sensitif untuk fisiologi endotel yang berkorelasi baik
dengan pengukuran fungsional seperti aqueous fluorophotometry. Kornea normal
memiliki ketebalan pusat rata-rata sekitar 540 m. Pada Ocular Hypertension
Treatment Study, ketebalan kornea rata-rata lebih tinggi, pada 573 39 m, tapi
telah diakui bahwa angka-angka itu mungkin lebih tinggi dibandingkan populasi
umum. Kornea menjadi lebih tebal di zona paracentral dan zona perifer. Zona
tertipis sekitar 1,5 mm temporal dari pusat geografis.
Optical pachometry dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat yang
melekat pada slit lamp, tetapi perangkat ini agak tidak tepat. Ultrasonic
pachometry lebih mudah digunakan dan lebih akurat. Perhitungan didasarkan
pada kecepatan suara di kornea normal (1.640 m / detik). Ujung applanasi harus
tegak lurus ke permukaan kornea untuk mencegah kesalahan yang disebabkan
kemiringan alat. Peningkatan dalam pengolahan signal dan metode lainnya,
seperti laser interferometri, memungkinkan pemeriksa untuk memetakan
ketebalan kornea dengan sangat tepat. scanning slit dan pencitraan segmen
anterior Scheimpflug dapat menghasilkan peta dari seluruh ketebalan kornea.
Pachometry kornea dapat membantu dalam mendiagnosis gangguan
penipisan kornea dan juga dapat digunakan untuk menilai fungsi endotel kornea.
Lipatan di membran Descemet itu pertama kali terlihat ketika ketebalan kornea
meningkat sebesar 10% atau lebih; edema epitel terjadi ketika ketebalan kornea
melebihi 700 m. Ketebalan kornea sentral yang lebih besar dari 650 m
menunjukkan adanya risiko lebih tinggi untuk timbulnya edema kornea setelah
operasi intraokular.
Optical Coherence Tomography (OCT) dan high-resolution USG adalah
teknik
yang
lebih
baru
yang dapat digunakan untuk menggambarkan kornea, termasuk kelengkungan
dan ketebalan, serta segmen anterior.
Edema Kornea
Endotelium kornea mempertahankan keutuhan kornea melalui 2 fungsi:
dengan bertindak sebagai penghalang untuk aqueous humor dan sebagai
metabolik pump. Perubahan pada salah satu dari kedua fungsi, baik oleh karena
kerusakan atau maldevelopment akan menyebabkan edema kornea, suatu
kondisi homeostasis abnormal yang mengakibatkan kelebihan cairan dalam
stroma kornea dan/atau epitel. Peningkatan permeabilitas dan insufisiensi pompa
terjadi dengan penurunan kepadatan sel endotel yang lebih rendah dari 500
sel/mm2, meskipun jumlah tepat sel untuk menyebabkan edema terbukti secara
klinis tidak mutlak.
Edema kornea akut sering merupakan akibat dari perubahan efek tahanan
dari
endotel
atau epitel. Edema kornea kronik biasanya disebabkan oleh pompa endotel yang
tidak memadai. Saat berfungsi normal, pompa endotel menyeimbangkan tingkat
Esthesiometri
Esthesiometri adalah pengukuran sensasi kornea, yang merupakan fungsi
dari cabang oftalmik saraf kranial V. Penggunaan utamanya adalah dalam
evaluasi keratopati neurotropik. Dalam kebanyakan keadaan klinis, sensitivitas
kornea yang berkurang dapat didiagnosis secara kualitatif tanpa instrumen
khusus, tetapi penilaian kuantitatif dengan esthesiometri berguna dalam kasus
yang tidak biasa dan untuk penelitian. Pemeriksa tidak perlu memberi anestesi
topikal (atau agen topikal lainnya) ke mata jika sensasi kornea harus dievaluasi.
Pasien juga harus disarankan untuk tidak memakai obat topikal sebelum
pemeriksaan.
Sensasi kornea paling mudah diuji saat dibandingkan dengan mata lain
yang normal. Sebuah gumpalan kapas digulung di ujung aplikator dan
disentuhkan secara pelan ke kuadran yang sama di tiap kornea. Pasien diminta
untuk melaporkan tingkat sensasi di mata pertama dibanding dengan mata yang
lain, dan sensasi dicatat apakah normal, berkurang, atau tidak ada untuk setiap
kuadran. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi kasus-kasus yang paling
relevan secara klinis pada berkurangnya sensasi kornea.
Esthesiometer genggam (Coche-Bonnet) adalah perangkat kontak yang
memberikan informasi kuantitatif tentang sensasi kornea. Perangkat ini berisi
filamen nilon yang tipis, fleksible dan dapat ditarik kembali. Kornea pasien
disentuh dengan filamen, yang kemudian diperpanjang sampai panjang penuh 6
cm. Filamen tersebut kemudian ditarik secara bertahap tiap tarikan sepanjang
0,5cm sampai menjadi cukup kaku untuk memungkinkan pasien untuk merasa
kontak dengan filamen. Panjang ini kemudian dicatat. Pembacaan Esthesiometry
mungkin berbeda-beda tergantung teknik pengguna, tetapi secara umum angka
yang lebih rendah, atau filamen yang lebih pendek, menunjukkan berkurangnya
sensasi kornea. Setelah sensitivitas kornea sentral diukur, peta yang dihasilkan
dari kornea (dan kadang-kadang dari konjungtiva bulbar) dari pengujian kuadran
superior, temporal, inferior, dan nasal secara berurutan.
Ada dua metode esthesiometry noncontact, yang satu menggunakan udara,
yang lain menggunakan udara dicampur dengan karbon dioksida. Esthesiometry
kornea noncontact merangsang saraf kornea dengan melepaskan hembusan
udara terkontrol pada tekanan yang telah ditentukan (dalam milibar). Subjek
menunjukkan secara lisan apakah stimulus terasa, dan lewat ini, ambang
stimulus dapat ditentukan.
sekitar 11 mm, dan berbatasan ini limbus, dengan diameter luar rata-rata 12
mm.
Zona perifer juga dikenal sebagai zona transisi, karena merupakan daerah
perataan terbesar dan asferis dari kornea normal. Limbus berdekatan dengan
sclera dan merupakan daerah di mana kornea menjadi makan curam sebelum
bergabung dengan sklera pada sulkus limbal.
Zona optik adalah bagian kornea yang membatasi pintu masuk pupil ke iris;
secara fisiologis besarnya sekitar 5,4 mm karena efek Stiles-Crawford. Apex
kornea adalah titik kelengkungan maksimum, biasanya temporal dari pusat pupil.
Vertex kornea adalah titik yang terletak di persimpangan sumbu fiksasi pasien
dan permukaan kornea. Titik ini terlihat sebagai refleks cahaya kornea ketika
kornea diterangi secara koaksial dengan fiksasi. Vertex kornea adalah pusat dari
gambar keratoscopic dan tidak selalu sesuai dengan titik kelengkungan
maksimum pada puncak kornea.
Bentuk, Kelengkungan, dan Kekuatan Refraksi
Tiga sifat topografi kornea yang penting bagi fungsi optik adalah: bentuk
dasar kornea, yang menentukan kelengkungannya, oleh karena itu menentukan
daya biasnya. Bentuk dan kelengkungan adalah properti geometris kornea,
sedangkan kekuatan refraksi adalah properti fungsional. Secara historis,
kekuatan refraksi adalah parameter pertama kornea yang akan dijelaskan, dan
unit yang dipakai untuk mewakili kekuatan bias kornea sentral, yang disebut
dioptri, diterima sebagai unit dasar pengukuran. Namun, dengan munculnya
lensa kontak dan bedah refraktif, mengetahui bentuk keseluruhan dan properti
terkait kelengkungan telah menjadi semakin penting.
Kekuatan refraksi/bias kornea ditentukan oleh hukum Snell. Hukum Snell
didasarkan pada perbedaan antara 2 indeks bias (dalam hal ini, kornea dan
udara), dibagi dengan jari-jari kelengkungan. Daya bias kornea anterior
menggunakan indeks bias udara dan stroma kornea lebih tinggi dari yang
diperlukan untuk berguna secara klinis karena tidak memperhitungkan kontribusi
negatif dari kornea posterior. Dengan demikian, untuk tujuan klinis yang paling,
indeks bias kornea yang besarnya 1,3375 digunakan dalam menghitung daya
bias kornea sentral. Nilai ini dipilih untuk memungkinkan agar 45 D setara
dengan radius kelengkungan 7,5 mm. Daya bias rata-rata dari kornea sentral
adalah sekitar 43 D, yang merupakan jumlah dari daya bias pada antarmuka
udara-stroma (49 D) minus daya bias endotel-aquos humour (6 D). Indeks bias
udara 1.000; aqueous humor dan air mata, 1,336; dan stroma kornea, 1,376.
Meskipun permukaaan kontak udara-air mata dari kornea bertanggung jawab
untuk sebagian besar refraksi mata, perbedaan antara total daya kornea
berdasarkan stroma sendirian dan dengan air mata hanya - 0,06 D.
Keratometri
Ophthalmometer (keratometer) secara empiris memperkirakan daya
refraksi dari kornea dengan membaca 4 poin dari pusat 2,8 ke zona 4.0-mm.
Titik-titik ini tidak mewakili puncak kornea atau vertex tetapi perkiraan klinis dari
daya bias kornea sentral. Jari-jari kelengkungan dihitung dari rumus vergen
sederhana menggunakan ukuran objek melingkar yang diketahui dan mengukur
jarak dengan dua kali lipat prisma untuk menstabilkan gambar. Sumbu panjang
dari gambaran elips diproduksi oleh bagian paling datar dari kornea (yaitu,
bagian kornea sentral yang memiliki jari-jari kelengkungan terpanjang dan daya
refraksi terendah). Radius aksial kelengkungan ini kemudian digunakan dalam
menghitung daya refraksi kornea di wilayah ini. Hasil yang didapat berupa jarijari kelengkungan dalam milimeter atau daya bias dalam dioptri.