Anda di halaman 1dari 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 DEFINISI Retinopati prematuritas (Retinopathy of Prematurity/ROP) adalah suatu retinopati vasoproliferatif di mana terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina, dan penyakit ini pada umumnya mengenai bayi yang lahir premature dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Penyakit ini dulunya dikenal dengan fibroplasias retrolental.

2.2 EPIDEMIOLOGI A. Frekuensi 1. Amerika Serikat Insiden terjadinya ROP pada bayi prematur berbanding terbalik secara proporsional dengan berat lahir mereka. Penelitian yang lebih luas menemukan bahwa bayi yang baru lahir dengan berat kurang dari 1700 gram, akan berkembang menjadi ROP sebanyak 51%. Pada umumnya, terdapat lebih dari 50% bayi prematur dengan berat badan kurang dari 1250 gram saat lahir yang menunjukkan bukti terjadinya ROP, dan sekitar 10% dari bayi tersebut berkembang menjadi stadium 3 ROP.

2. Internasional Pada tahun 1995, ROP terhitung dari 10,6% kasus dari penyebab kebutaan pada anak-anak usia sekolah di Afrika Selatan.

B. Mortalitas/Morbiditas Rata-rata, tiap tahunnya ada sekitar 500-700 anak yang menjadi buta karena ROP di Amerika Serikat. Tiap tahunnya, sekitar 2100 bayi akan terkena sekuel sikatrik, termasuk di antaranya myopia, strabismus, kebutaan, dan onset yang lambat dari pelepasan retina. Kira-kira, dari semua bayi yang lahir premature, 20% nya akan menderita kelainan strabismus atau refraksi ketika mereka berumur tiga tahun. Oleh karena itu, bayi yang terlahir kurang dari 32 minggu atau memliki berat kurang dari 1500 gram harus mengikuti follow-up setiap enam bulan, terlepas ia menderita ROP atau tidak.

C. Ras Menurut Palmer dan kawan-kawan, bayi-bayi keturunan Afrika-Karibia lebih sedikit yang menderita ROP daripada bayi-bayi keturunan Kaukasia.

D. Seks Bayi laki-laki sedikit lebih berisiko dibandingkan dengan bayi perempuan.

E. Umur ROP merupakan penyakit pada bayi-bayi premature. Semua bayi yang memiliki berat kurang dari 1500 gram atau lebih kecil masa gestasinya dari 32 minggu, berisiko dalam terjadinya perkembangan ROP. 2.3 KLASIFIKASI ROP diklasifikasikan berdasarkan International Classification of Retinopathy of Prematurity. Lokasi Zona I :

Lingkaran imajiner dengan diameter 2x jarak disc ke makula. Zona II :

lingkaran yang meluas dari pinggir Zona I. Lingkaran ini mengitari Zona I sampai ke nasal ora serata. Zona III : Daerah sisa temporal anterior ke Zona II. Berbentuk bulan sabit.

Stage Stage 1 :

Adanya garis batas antara retina yang vaskuler dan avaskuler. Stage 2 :

Adanya garis batas yang memiliki tinggi, lebar dan volum (ridge). Stage 3 :

Ridge dengan proliferasi fibrovaskuler ekstraretina (mild, moderate, severe) Stage 4 :

Pelepasan retina subtotal. 4A 4B : ekstrafovea : pelepasan retina yang melibatkan fovea :

Stage 5

Pelepasan retina total.

Plus Disease : dicirikan oleh adanya dilatasi dan berkelok-keloknya vaskuler retina pada kutub posterior. Threshold Disease : dicirikan oleh neovaskularisasi ekstraretina seluas 5 jam atau lebih yang menyatu; atau neovaskularisasi ekstraretina seluas 8 jam yang tidak menyatu. Keadaan ini juga dihubungkan dengan Plus Disease dan lokasi dari pembuluh retina pada Zone I atau II.

2.4 PATOFISIOLOGI 2.5 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Retina sebagai jaringan memiliki keunikan tersendiri. Pembuluh darah retina mulai terbentuk pada usia tiga bulan setelah terjadinya konsepsi dan akan menjadi lengkap pada waktu kelahiran normal. Jika janin lahir sebelum waktunya, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan dari matanya. Pertumbuhan dari pembuluh darah mungkin saja terhenti atau tumbuh abnormal, misalnya, pembuluh darah menjadi rapuh dan bocor. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan pada mata. Jaringan parut bisa saja terbentuk dan hal ini dapat membuat retina tertarik sampai terlepas dari permukaan dalam mata. Pada keadaan yang berat, kehilangan penglihatan bisa saja terjadi akibat hal ini. Dulunya, pemberian oksigen secara rutin pada bayi premature dapat menstimulasi pertumbuhan pembuluh darah abnormal. Pada saat sekarang, resiko terjadinya ROP tergantung dari derajat prematuritas bayi itu sendiri. Khususnya, semua bayi yang berumur kurang dari 30 minggu masa getasi atau dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Factor-faktor resiko ROP di antaranya adalah sebagai berikut: Bayi lahir kurang dari usia gestasi 32 minggu Berat badan lahir kurang dari 1500 gram

Penyakit jantung Asupan oksigen yang tinggi (hyperoxia) Penyakit lain yang menyertai Anemia Kadar karbon dioksida yang tinggi Apneu Bradikardi Transfuse darah Perdarahan intraventrikuler Maternal, biasanya pada usia prenatal mempunyai kebiasaan merokok atau riwayat diabetes dan atau preeklampsi. 2.6 DIAGNOSIS Tampilan retina bergantung pada derajat keparahan kondisi ini, di antaranya: Pembuluh darah baru Terjadinya perdarahan retina Meningkatnya puntiran dan dilatasi pembuluh darah retina

Pada penyakit yang berat, kebutaan dapat terjadi akibat: Perdarahan ke dalam vitreous Ablasio retina

Sekarang ini, telah dilakukan perubahan protokol skrining berdasarkan usia gestasi yang lebih awal, dikarenakan banyaknya bayi yang terlahir premature dan mempunyai berat badan lahir lahir yang rendah. Pada setiap NICU (Neonatal Intensive Care Unit), waktu evaluasi yang pertama harus berdasarkaan dengan usia gestasi saat lahir. Jika bayinya terlahir pada usia gestasi 23-24 minggu, pemeriksaan mata yang pertama seharusnya dilakukan pada saat usia gestasi 27-28 minggu. Jika bayinya terlahir saat atau di atas usia gestasi 25-28 minggu, pemeriksaan yang pertama seharusnya dilakukan pada minggu keempat atau kelima setelah kelahiran.

Jika di atas 29 minggu, pemeriksaan mata yang pertama seharusnya dilakukan sebelum anak keluar dari NICU.

Deteksi dini pada bayi sangat diperlukan. Hal ini penting karena: Kondisi berat tidak bisa terlihat kecuali dengan melakukan pemeriksaan retina. Bayi masih bisa melihat dengan derajat 3 dari ROP. Namun bila telah mencapai derajat 4 dan 5, dan telah terjadi robekan pada retina, bayi tidak bisa melihat lagi. Pengobatan hanya berhasil hingga derajat 3. Oleh karena itu, pemeriksaan rutin bayi dengan ahli oftalmologi sangat penting. ROP sendiri merupakan penyakit yang sangat progresif, di mana dalam 1 minggu saja bisa terjadi perbedaan.

2.7 PENATALAKSANAAN 1. Terapi Oksigen Suplemental Sebuah percobaan klinis didisain untuk mengetes apakah oksigen suplemental dapat mengurangi progres dari prethreshold ROP menjadi threshold ROP. Dari percobaan ini ditemukan bahwa penggunaan oksigen suplemental dengan saturasi oksigen 96%-99% tidak menyebabkan progres dari prethreshold ROP, namun juga tidak secara signifikan mengurangi angka bayi yang membutuhkan operasi ablativ periferal. 2. Krioterapi Krioterapi pada retina anterior avaskuler dari mata yang mengalami ROP dengan threshold disease dapat mengurangi kira-kira setengah dari insiden outcome yang tidak diinginkan, seperti pelepasan retina, pembentukan sikatrik retrolental dan lain-lain. 3. Laser Terapi Sebagian besar oftalmologis yang menangani ROP saat ini lebih memilih menggunakan laser terapi. Laser terapi dipercaya lebih sedikit menimbulkan trauma bila dibandingkan dengan krioablasi serta memperbesar kemungkinan mendapatkan outcome visual yang lebih baik. 4. Scleral buckling dan/ Vitrektomi ROP stage 4 ditatalaksana dengan scleral buckling atau vitrektomi. Untuk ROP stage 5, operasi vitrektomi yang dikombinasikan dengan scissors dissection dari membran fibrovaskuler dapat menempelkan kembali retina parsial ataupun total pada 30% mata. Namun demikian, meskipun telah dilaporkan suksesnya penempelan kembali retina pada stage 4B atau stage 5B ROP, visus akhir jarang sekali yang lebih baik dari 20/400. Baru-baru ini,

telah dilaporkan vitrektomi pada pelepasan retina stage 4A ROP dapat mengurangi progresi menjadi stage 4B dan 5 ROP.

Anda mungkin juga menyukai