Anda di halaman 1dari 6

EPILEPSI

DEFINISI
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang sebagai akibat dari adanya
gangguan fungsi otak secara intermiten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan
berlebihan pada neuron-neuron otak.
ETIOLOGI
Epilepsi dapat dibagi atas 2 kelompok, yaitu :
a. Epilepsi idiopatik merupakan epilepsi yang tidak diketahui penyebabnya dan
tidak dapat dibuktikan adanya lesi di otak. Meliputi 50% dari penderita epilepsi
adalah anak-anak, awitan biasanya pada usia lebih dari 3 tahun. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat-alat diagnostik yang
canggih kelompok ini makin kecil.
b. Epilepsi simtomatik atau sekunder merupakan epilepsi yang penyebabnya
bervariasi, seperti cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (hipoglikemia, defisiensi vitamin
B6), ensefalitis, gangguan sirkulasi dan neoplasma. Pada epilepsi simtomatik
ditemukan adanya kelainan serebral yang mempermudah terjadinya respon
kejang.

PATOFISIOLOGI
Epilepsi ditandai dengan perubahan fungsi otak yang mendadak, transient, dan biasanya dengan
gejala-gejala motorik, sensorik, otonom atau psikis dan sering disertai perubahan kesadaran.
Lesi yang mendasari perangsangan daerah korteks serebri tertentu sehingga bangkit serangan
epileptik setempat, dapat berupa jaringan parut akibat trauma lahir, trauma kapitis, infeksi
selaput/jaringan otak ataupun suatu tumor serebri. Daerah yang secara primer melepaskan
muatan listrik sehingga timbul serangan epileptik setempat disebut fokus epileptogenik. Lepas
muatan listrik setempat dapat mempengaruhi medan listrik yang berdampingan, bahkan
1

menggerakkan seluruh korteks kedua hemisferium, sehingga neuron-neuron daerah tersebut ikut
melepaskan muatan listrik secara eksesif.
Suatu teori yang menjelaskan bagaimana jaringan parut di otak menjadi fokus epileptogenik
adalah sebagai berikut, sel-sel glia disekitar neuron bertindak sebagai buffer, jika konsentrasi
kalium di luar neuron melonjak. Hal ini dapat disaksikan pada setiap kegiatan neural yang
normal. Bila mana terdapat gliosis yang merupakan proses patologik, yang selalu menyusul
kerusakan pada jaringan otak, maka fungsi buffer yang secara fungsional harus dilaksanakan
oleh glia yang normal tidak ada lagi. Dengan adanya keadaan hiperkalemia di sekitar neuron,
maka neuron-neuron di daerah glosis mudah tergerakkan, sehingga mudah melepaskan muatan
listriknya.
Aktivitas asetilkolin dan kolinesterase terlihat pada setiap lapisan korteks otak dan secara kasar
sebanding dengan ukuran serat densitas neuron. Fokus-fokus epilepsi pada korteks dilaporkan
mempunyai aktivitas kolinesterase yang meningkat, dan perubahan dalam ikatan asetilkolin otak
dapat terlihat sebelum dan sesudah serangan kejang yang ditimbulkan melalui percobaan pada
binatang. Gejala-gejala ini ditafsirkan sebagai indikasi bahwa perubahan dalam metabolisme
asetilkolin berhubungan dengan abnormalitas epileptik otak.
Akan tetapi, mekanisme neurokimia lainnya yang tidak berhubungan dengan metabolisme
asetilkolin juga penting bagi timbulnya serangan kejang. Produksi amonia yang bertambah
mendahului onset serangan kejang percobaan, dan abnormalitas dalam distribusi kalium
ditemukan pada segmen-segmen otak yang menimbulkan kejang.
Zat-zat epileptogenik toksis (misalnya flouroasetat) menghalangi siklus asam sitrat sementara
menimbulkan konvulsi. Inhibisi sintesa glutamin di dalam otak terjadi setelah pemberian
methionin sulfoxim, yaitu agen konvulsan toksis dari nitrogen klorida.

KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE) 1981
adalah sebagai berikut:
1. Bangkitan parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1 Motorik
1.1.2 Sensorik
1.1.3 Otonom
2

1.1.4 Psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti gangguan kesadaran
1.2.2 Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik
klonik
2. Bangkitan umum
2.1 Lena (absence)
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik
3. Tak tergolongkan

PENGOBATAN
Nama Obat
1.Fenobarbital
(Luminal)

2.Fenitoin
(Dilantin)

Tipe Bangkitan
Epilepsi tonik-klonik
Status epileptikus

Dosis
Dws:2-5mg/KgBB
(1x/hari)
Anak:3-6mg/KgBB/hari

Epilepsi tonik-klonik 4-10mg/KgBB/hr


Epilepsi parsial fokal (1-2x/hari)
Epilepsi
parsial
kompleks

Efek Samping
Ruam makulopapular, eksfoliasi,
nekrosis epidermal toksik(NET),
efek hepatotoksik, Duputyrens
contracture,hiperaktif (pada anak),
depresi, insomnia
Nistagmus,
coarse
facies,SSJ,
Duputyrens
contracture,
efek
hepatotoksik, ataksia, hipertrofi gusi,
anemia megaloblastik

3.Karbamazepin
(Tegretol)

Dws: 5-10mg, max30mg Diplopia,


ruam
morbiliform,
(IV)
agranulositosis, anemia aplastik,
Anak:
10- SSJ, efek hepatotoksik, mengantuk
30mg/KgBB/hari
(2-4x/hari)

4.Diazepam
(Valium)

Dws : 5-10 mg,max 30mg


(IV)
Ank
:
1mg/2-5,max
10mg/rec

Bangkitan
umum
tonik klonik
Epilepsi
parsial
kompleks
dapat
diberikan pada anakanak
Status epileptikus

5. Etosuksimid
(Zarontin)

Serangan Lena

Dws
:
20-40
mg/KgBB/hari
Ank : 20 mg/KgBB/hari

6. Asam valproat
(Depakene)

-Bangkitan
umum
tonik-klonik
-Bangkitan lena
-Bangkitan mioklonik
-Bangkitan tonik

Dws : 20 mg/KgBB atau


900-1800 mg/hari
Ank
:
15-60
mg/KgBB/hari

Tremor, berat badan bertambah,


pancreatitis
akut,
efek
hepatotoksik,trombositopenia,
ensefalopati, udem perifer

PROGNOSIS
Penderita sindrom epileptik yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun,
dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan, penderita tidak mengalami
epilepsi lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% penderita tidak akan
mengalami remisi walaupun minum obat dengan teratur. Faktor yang mempengaruhi remisi
adalah lamanya serangan, etiologi, tipe epilepsi, umur awal terjadi epilepsi, epilepsi tonik-klonik,
epilepsi absence dan epilepsi parsial kompleks akan mengalami remisi pada hampir lebih dari
50% penderita. Makin muda usia awal terjadi serangan, remisi lebih sering terjadi.
Sesudah terjadi remisi, kemungkinan terjadinya serangan ulang paling sering didapat pada
epilepsi tonik-klonik dan epilepsi parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah
mengalami relaps sesudah remisi.

STATUS EPILEPTIKUS
Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung >30 menit atau adanya 2 bangkitan atau
lebih dimana diantara bangkitan tersebut tidak terdapat pemulihan kesadaran.
Protokol penanganan status epileptikus
Stadium
Stadium
menit)
Stadium
menit)

Penatalaksanaan
I
(0-10
Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
Memperbaiki jalan nafas, pemeberian oksigen, resusitasi
II (1-60
Pemeriksaan status neurologis
Pengukuran tekanan darah,nadi,suhu
EKG
Memasang infuse
Mengambil 50-100cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemeberian OAE emergensi : Diazepam 10-20mg iv atau rectal,
dapat diulangi 15 menit kemudian
Memasukkan 50cc glukosa 50%
Menangani asidosis
Stadium III
Menentukan etiologi
(0-60-90 menit)
Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri fenitoin iv 15-18 mg/kg
dengan kecepatan 50mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor
Mengoreksi komplikasi
Stadium IV
Bila kejang tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke
(30-90 menit)
ICU, beri propofol (2mg/kgBB,bolus iv, diulang bila perlu) atau
thipentone (100-250mg bolus iv dalam 20 menit, dilanjutkan
bolus 50mg setiap 2-3 menit) dilanjutkan sampai 12-24 jam
setelah bangkitan klini atau EEg terakhir, lalu tapering off.
Memantau bangkitan dan EEg, tekanan intracranial, memulai
pemberian dosis rumatan

DAFTAR PUSTAKA
1. Mahar Mardjono, Prof., DR,. Priguna Sidharta, Prof,. DR. 1988. Neurologi Klinis Dasar.
Dian Rakyat: Jakarta.
2. Arif Mansjaer, dkk, editor, 2000. Kapita Salekta kedokteran Edisi Ketiga Jilid kedua.
Media Aesculapius FK-UI: Jakarta.
3. Lumbantobing SM. Epilepsi. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2002 : 1 18
4. Harsono,dkk,ed.2006. Pedoman Tatalaksana Epilepsi Edisi Kedua. PERDOSSI: Jakarta
5. Misbach,dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis & Standar Prosedur Operasional
Neurologi. PERDOSSI : Jakarta
6. Sutisna G. Ganiswarna, dkk, editor. 1995. Farkomologi Dan Terapi. Bagian Farmakologi
FK-UI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai