Anda di halaman 1dari 41

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


DIFTERI, SARS, COVID-19, FLU BURUNG

1. Dwi Pandhu Abri Westu (21010)


2. Indah Afri Zelita (21019)
3. Intan Syerully (21023)
4. Suci Hanifhah (21037)

Letkol CKM (k) Ns. Hj Yul Afni, S.Kep, M.MKes


A. Definisi

1. SARS

SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah sekumpulan gejala sakit


pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi
saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Corona Family
Paramyxovirus.

SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah suatu jenis kegagalan


paru-paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan
terjadinya pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru).
2.Flu Burung

Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena


dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal usaha
peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang
berbahaya karena dapat menyebar dengan cepat ke areal
peternakan lain dan di seluruh tanah air.

Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung


dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal. (Buku
Petunjuk bagi Paramedik Veteriner, Mei 2005)
Penyakit flu burung (bird flu, avian influenza/AI) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan antar unggas.
3. Corona
Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih
dikenal dengan nama virus Corona adalah
jenis baru dari coronavirus yang menular ke
manusia. Walaupun lebih bayak
menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa
menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-
anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu
hamil dan ibu menyusui. Infeksi
virus Corona disebut COVID-19 (Corona
Virus Disease 2019) dan pertama kali
ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir
Desember 2019.
4. Difteri
Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh Corynebacteriumdiphtheria, suatu bakteri
Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit ini
ditandai dengan sakit tenggorokan, demam,
malaise dan pada pemeriksaan ditemukan
pseudomembran pada tonsil, faring, dan atau
rongga hidung (Hartoyo, 2018).
● B.Patofisiologi

● 1. Patofisiologi SARS

● Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus


(family paramoxyviridae) yang pada pemeriksaan dengan
mikroskop electron. Virus ini stabil pada tinja dan urine
pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih
dari 4 hari pada penderita diare. Seperti virus lain, corona
menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan,
lalu bersarang di paru-paru.
● SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya pada waktu
merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau kontak
langsung dengan secret atau cairan tubuh dari penderita suspect atau
probable.
● Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan
yang kontak langsung dengan penderita mempunyai risiko paling
tinggi tertular, lebih-lebih pada petugas yang melakukan tindakan
pada sistem pernafasan seperti melakukan intubasi atau nebulasi.
● 2. Patofisiologi Flu Burung

● Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan


langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
Virus fiu buning hidup di saluran pencemaan unggas. Unggas
yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui
tinja. yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam
bubuk. Bubuk inilah yang disirup oleh manusia atau binatang
lainnya. Menurut WHO
● Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas.
Penularan pada manusia karena kontak langsung,
misalnya karena menyentuh unggas secara
langsung juga dapat terjadi melalui kendaraan
yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan
alat-alat peternakan (termasuk melalui pakan
ternak).
● karena virus yang bertambah banyak, justru melukai
jaringan tubuh. Gejalanya yang ditunjukkan pada
kasus seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit
kepala, nyen otot dan sendi, sampai infeksi selaput
mata (conjunctivitis).
● 3. Patofisiologi Corona

● . Virus SARS-CoV-2 menggunakan ACE-2 sebagai reseptor,


sama dengan pada SARS-CoV. Sekuens dari RBD (Reseptor-
binding domain) termasuk RBM(receptorbinding motif) pada
SARS-CoV-2 kontak langsung dengan enzim ACE
2(angiotensin-converting enzyme 2). Hasil residu pada SARS-
CoV-2 RBM (Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada
manusia, konsisten dengan kapasitas SARS-CoV-2untuk infeksi
sel manusia.
● adanya cytokine storm yang berkaitan
dengan tingkat keparahan penyakit.Selain itu,
pada infeksi SARS-CoV2 juga menginisiasi
peningkatan sekresi sitokin T-helper-2
(seperti IL4 dan IL10) yang berperan dalam
menekan inflamasi, yang berbedadengan
infeksi SARS-CoV.
4. Patofisiologi Difteri

● Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut di mana


basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang
kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 hari masa inkubasi kuman
dengan corynephage menghasilkan toksin yang mula-mula diabsorbsi
oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa
protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim
penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD).
C.Tanda dan Gejala

1.Tanda dan Gejala SARS


● suhu badan lebih dari 38oC, ditambah batuk, sulit bernapas, dan
napas pendek-pendek.
● sakit kepala, otot terasa kaku, diare yang tak kunjung henti,
timbul bintik-bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa
hari.
● Paru-parunya mengalami radang, limfositnya menurun,
trombositnya mungkin juga menurun.
2.Tanda dan Gejala Flu Burung
● tanda :
● 1)      Pada Unggas
●          Jengger berwarna biru
●          Borok dikaki
●          Kematian mendadak

● 2)      Pada manusia


●          Demam (suhu > 38°C)
●          Batuk & nyeri tenggorokan
●          Radang saluran pernapasan atas
●          Pneumonia
●          Infeksi mata
●          Nyeri otot
● Masa inkubasi
● 1.      Pada unggas
●          I minggu
● 2.      Pada manusia
●          1-3 hari
●          Masa infeksi 1 hari sblm sampai 3-5 hr sesudah timbul gejala
●          Pada anak 21 hari
4.Tanda dan Gejala Difteri

● Tanda:
● a.Ada membran tebal warna abu-abu yang melapisi
tenggorokan dan tonsil ( ciri khas ).
● b.Sakit tenggorokan dan suara serak.
● c.Sakit ketika menelan.
● d.Kelenjer getah bening di leher membengkak.
● e.Kesulitan bernafas dan nafas cepat.
● f.Keluar cairan dari hidung.
● g.Demam dan menggigil.
● h.Malaise.
● Gejala umum yang timbul berupa:
a. Demam tidak terlalu tinggi.
b. Lesu dan lemah.
c. Pucat.
d. Anoreksia.
● Gejala khas yang menyertai:
a. Nyeri menelan.
b. Sesak nafas.
c. Serak.
Gejala lokal:
○ Nyeri menelan
○ bengkak pada leher
○ pembengkakan pada kelenjar regional, sesak
nafas, serak sampai stridor
Tes amplifikasi asam nukleat (NAAT)
● sistem NAAT memiliki kemampuan melakukan tes secara otomatis penuh yang mengintegrasikan pemrosesan sampel
serta kapasitas ekstraksi, amplifikasi, dan pelaporan RNA. Sistem-sistem tersebut memberikan akses pada tes di
wilayah-wilayah dengan kapasitas laboratorium yang terbatas serta waktu ketersediaan hasil yang cepat saat
digunakan untuk tes di dekat pasien. Validasi data dari sebagian asai ini sekarang sudah tersedia. Saat menjalankan
asai-asai ini di tempat-tempat tertentu, staf yang melakukan tes harus cukup dilatih, kinerjanya harus dinilai di tempat
tersebut, dan harus ada sistem pemantauan kualitas. Metode amplifikasi/deteksi tambahan yang dapat bermanfaat
seperti CRISPR (yang menarget klaster urutan berulang palindromik pendek berjarak reguler), teknologi amplifikasi
asam nukleat isotermal (seperti amplifikasi isotermal mediasi lingkar transkripsi balik (RT-LAMP), dan asai
mikrolarik molekuler sedang dikembangkan atau dikelola agar dapat dipasarkan Validasi kinerja analitis dan klinis
asai-asai ini, demonstrasi potensi kegunaan operasionalnya, pembagian cepat data, serta pengkajian darurat atas
peraturan tentang tes berkinerja baik yang dapat diproduksi disarankan agar dilakukan untuk meningkatkan akses
pada tes SARS-CoV-2. Hasil NAAT positif lemah perlu diinterpretasi secara hati-hati, karena beberapa asai terbukti
menghasilkan sinyal palsu dengan nilai Ct yang tinggi. Saat hasil tes terbukti invalid atau diragukan, pengambilan
sampel pasien harus diulang dan pasien dites lagi. Jika sampel-sampel tambahan dari pasien tidak tersedia, RNA harus
diekstraksi kembali dari sampel awal dan dites lagi oleh staf yang banyak berpengalaman. Hasilnya dapat
dikonfirmasi melalui tes NAAT alternatif atau pengurutan virus jika beban virusnya cukup tinggi. Laboratorium
didorong untuk mencari konfirmasi laboratorium referensi atas setiap hasil yang tidak terduga. Satu atau lebih hasil
negatif tidak selalu menyingkirkan kemungkinan infeksi SARS-CoV-2 Sejumlah faktor dapat menimbulkan hasil
negatif pada orang yang terinfeksi, seperti:
● - kualitas spesimen yang buruk karena berisi terlalu sedikit material pasien
● - spesimen yang diambil terlalu lama dalam perjalanan penyakit, atau spesimen yang
diambil dari bagian tubuh yang tidak mengandung virus pada waktu diambil
● - penanganan dan/atau pengiriman spesimen yang tidak tepat
● - alasan-alasan teknis di dalam tes, seperti hambatan PCR atau mutasi virus.
2.Tes diagnostik cepat berdasarkan deteksi antigen

● Tes diagnostik cepat yang mendeteksi keberadaan protein


virus SARS-CoV-2 (antigen) pada spesimen saluran
pernapasan sedang dikembangkan dan dikelola agar dapat
dipasarkan. Sebagian besar tes ini adalah imunoasai alur
lateral (LFI), yang biasanya diselesaikan dalam waktu 30
menit. Berbeda dengan NAAT, tidak ada amplifikasi target
yang ingin dideteksi, sehingga tes antigen kurang sensitif.
3.Tes antibodi

● Asai serologis yang mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh


manusia sebagai respons terhadap infeksi SARS-CoV-2 dapat
dimanfaatkan dalam berbagai situasi. Sebagai contoh, penelitian
serosurveilans dapat digunakan untuk mendukung investigasi wabah
yang sedang terjadi dan untuk mendukung penilaian retrospektif
atas laju serangan atau ukuran suatu wabah . Karena SARS-CoV-2
adalah sebuah patogen baru, pemahaman kita akan respons antibodi
yang ditimbulkannya masih berkembang, sehingga penggunaan tes
deteksi antibodi harus dilakukan dengan hati-hati, bukan untuk
menentukan infeksi akut.
4.Tes serologis yang tersedia untuk mendeteksi antibodi

● Tes yang dipasarkan maupun non-komersial yang mengukur antibodi mengikat


(imunoglobulin total (Ig), IgG, IgM, dan/atau IgA dalam berbagai kombinasi) yang
memanfaatkan teknik-teknik yang mencakup LFI, asai imunosorben taut enzim
(ELISA), dan imunoasai pendar kimia (CLIA) telah tersedia. Sejumlah validasi dan
kajian sistematis pada asai ini telah dipublikasikan. Kinerja asai-asai serologis sangat
berbeda-beda pada berbagai kelompok tes (seperti pasien dengan penyakit ringan
dibandingkan dengan penyakit sedang hingga berat, dan pasien muda dibandingkan
tua), waktu tes, dan protein virus target. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memahami perbedaan-perbedaan kinerja ini. Tes deteksi antibodi untuk coronavirus
juga dapat bereaksi silang dengan patogen-patogen lain, seperti coronavirus manusia
atau kondisi-kondisi lain yang sudah ada (seperti kehamilan dan penyakit autoimun),
sehingga memberikan hasil positif palsu. Asai netralisasi virus dipandang sebagai tes
standar emas untuk mendeteksi keberadaan antibodi fungsional.
5.Implementasi dan interpretasi tes antibodi di laboratorium klinis

● Saat menggunakan asai serologis di laboratorium klinis, disarankan agar validasi atau
verifikasi mandiri atas asai tertentu dilakukan. Bahkan jika tes di pasaran telah diizinkan
untuk digunakan dalam kedaruratan, verifikasi mandiri (atau validasi, jika diwajibkan
oleh otoritas setempat) masih perlu dilakukan. Protokol dan contoh serta saran terkait
verifikasi mandiri ini sudah tersedia Setiap tes serologis berbeda. Dalam hal tes yang
tersedia di pasaran, ikuti instruksi penggunaan dari pembuatnya. Penelitian menunjukkan
bahwa beberapa asai di pasaran yang mengukur Ig total atau IgG berkinerja baik.
Sebagian besar penelitian ini tidak menunjukkan kelebihan IgM dibandingkan IgG,
karena IgM tidak muncul jauh sebelum IgG . Peran tambahan tes IgA dalam diagnosis
rutin masih belum dipastikan. Untuk konfirmasi infeksi baru, sera akut dan konvalesen
harus dites menggunakan asai semikuantitatif atau kuantitatif. Sampel pertama diambil
pada fase akut penyakit, dan sampel kedua diambil minimal 14 hari setelah sera awal
diambil.
4.Test Diagnostic Difteri
● 1.Anamnemis

● Suara serak, nyeri tenggorok, nyeri menelan,


demam tidak tinggi, hingga adanya stridor, "ngences",
dan tanda lain dari obstruksi napas atas, dengan
riwayat imunisasi tidak lengkap. serta kontak erat
dengan kasus difteri. Kontak erat yang dimaksud
adalah orang serumah dan teman bermain; kontak
dengan sekret nasofaring
● 2.Pemeriksaan Fisis

● Umumnya (94%) menunjukkan tanda tonsilitis dan


faringitis dengan membran pada tempat infeksi
berwarna putih keabu-abuan, mudah berdarah bila
diangkat. Dapat ditemukan kondisi berat seperti,
tampak toksik dan sakit berat, padahal demam tidak
terlalu tinggi, muka pucat bahkan sampai sianosis,
tanda-tanda syok, serta kesulitan menelan.
● 3.Laboratorium

● Diagnosis konfirmasi lab (diagnosis pasti) C. diphtheriae


berdasarkan kultur. Pengambilan sampel untuk kultur pada hari ke-1,
ke-2, dan ke-7. Media yang digunakan saat ini adalah Amies dan
Stewart, dahulu Loeffler atau telurit. Keberhasilan kultur hidung
tenggorok di indonesia kurang dari 10%, sehingga diupayakan untuk
menggunakan PCR untuk diagnosis pasti. Setelah dilakukan
identifikasi, pemeriksaan selanjutnya afalah uji toksigenisitas (tes
Elek). Sampel diambil dari jaringan di bawah atau sekitar
pseudomembran. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop
atau pewarnaan Gram/Albert, tidak dapat dipercaya karena di rongga
mulut banyak terdapat bakteri berbentuk mirip C. diphtheriae
(difteroid)
E.Penatalaksana
● 1.Penatalaksana SARS

● 1). Terapi supportif umum : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi
yang adekuat, pemberian multivitamin dan lain-lain.
● Terapi oksigen
●  Humidifikasi dengan nebulizer
● Fisioterapi dada
● Pengaturan cairan
● Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
● Obat inotropik
● Ventilasi mekanis
● Drainase empiema
● Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
● 2) Terapi antibiotik
●             Agen anti-bakteri secara rutin diresepkan untuk
SARS karena menyajikan fitur non-spesifik dan cepat
tes laboratorium yang dapat diandalkan untuk
mendiagnosis SARS-cov virus dalam beberapa hari
pertama infeksi belum tersedia. Antibiotik empiris yang
sesuai dengan demikian diperlukan untuk menutupi
terhadap patogen pernafasan Common per nasional
atau pedoman pengobatan lokal bagi masyarakat-
diperoleh atau nosokomial pneumonia.
●            Setelah mengesampingkan patogen lain, terapi antibiotik dapat
ditarik. Selain efek antibakteri mereka, beberapa antibiotik
immunomodulatory dikenal memiliki sifat, khususnya quinolones dan
makrolid. Efeknya pada kursus SARS adalah belum ditentukan.
●             SARS dapat hadir dengan spektrum keparahan
penyakit. Sebagian kecil pasien dengan penyakit ringan pulih baik
bentuk khusus tanpa pengobatan atau terapi antibiotik saja.
● Antibiotik :
● 1.Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
● 2.Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus
2.Penatalaksana Flu Burung

● 1)      Oksigenasi bila trdpt sesak napas


● 2)      Hindari dgn pemberian cairan parenteral (infus)
● 3)      Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal
selama 7 hr
● 4)      Amantadin diberikan pd awal infeksi,sedapat mungkin dlm
waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5 mg/kgBB/hr dlm 2
dosis.bila BB > 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari
Tindakan depkes

● 1)      Melakukan infestigasi pd pekerja, penjual dan penjamah produk ayam di bbrp
daerah KLP flu burung pd ayam di indonesia ( utk mengetahui infeksi flu burung pd
manusia)
● 2)      Melakukan monitoring sec. ketat thd org2 yg pernah kontak dgn org yg
diduga terkena flu burung hingga terlewati 2x masa inkubasi yaitu 14 hr
● 3)      Menyipakan 44 RS diseluruh indonesia utk menyiapkan ruangan
observasi thdp px yg di curigai mengidap avian influienza
● 4)      Memberlakukan kesiapsiagaan di daerah yang mempunyai resiko
● 5) Menginstruksikan kepada gebernur pemerintah propinsi untuk
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjangkitnya
flu burung di wilayah masing- masing
● 6) Menigkatkan upaya penkes masyarakat dan membangun
jejaring kerja engan berbagai pihak untuk edukasi terhadap
masyarakat agar masyarakat waspada dan tidak panic
● 7)      Meningkatkan koordinasi dan kerja sama denagn
departemen pertanian dan pemda dalam upaya
penanggulangan flu burung
● 8)   Mengupayakan informasi yang meliputi aspek lingkungan
dan faktor resiko untuk mencari kemungkinan sumber
penularan oleh tim investigasi yang terdiri dari depkes ,
deptan, dan WHO.
4.Penatalaksana Difteri

● Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah


menginaktivasui toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar
penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
Corynebacterium diphteriae untuk mencegah
penularan serta mengobati infeksi penyerta dan
penyulit diphtheria.
● A). Umum
● Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu,
pemberian cairan serta diit yang adekuat. Khusus pada
diphtheria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta
dijaga kelembaban udara dengan menggunakan
nebulizer.
● Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan
pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan
indikasi tindakan trakeostomi.
● B). Khusus

● 1) Antitoksin serum anti diphtheria (ADS)


● a)Difteri ringan (hidung, kulit, konjungtiva): ADS 20.000 UI im.
● b)Difteri sedang (Pseudomembran terbatas pada tonsil, difteri laring): ADS 40.000 UI IV Drip.
● c)Diphteri berat (Pseudomembran meluas keluar tonsil, bullneck, penyulit akibat efek toxin.
Pemberian ADS 40.000 UI:
● ADS diberikan secara drip IV dalam 200 cc larutan dextrose 5 % dalam 4-8 jam.
● Jika skin test (+) diberikan secara BEDRESKA (titrasi tiap 15 menit).

● 0.05 cc ADS+ 1 cc PZ (SC)


● 0,1 cc ADS+ 1cc PZ (SC)
● 0,1 cc ADS SC/IM
● 0,2 cc ADS SC/IM
● 0,5 cc ADS SC/IM
● 2 cc ADS SC/IM
● 4 cc ADS SC/IM
● Sisanya diberikan semua atau bertahap (4 cc/15 menit).
● 2)Antimikrobial
● Penisilin prokain 50.000 100.000k kl/BB/hari selama 7-10 hr. bila alergi diberikan
eritromisin 40 mg/kg BB/hari.
● 3) Kortikosteroid.
● Kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas
bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
● a)Pengobatan penyulit Pengobatan terutama ditujukan agar hemodinamik
penderita tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada
umumnya reversible.
● b)Pengobatan Carrier Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan,
mempunyai reaksi schick tetapi mengandung basil diphtheria dalam
nasofaringnya.

● Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau
eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan
tonsilektomi/adenoikdektomi.
Doumo
Arigatou
Gozaimasu

Anda mungkin juga menyukai