Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT SARS
Dosen Pengampu Ns. Sova Evie, S. Kep, M. Kep

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 5:


ILDAYANTI
DEWI DAMAYANTI
ARNI
NURJANNAH
ILHAM
MOH.RIFQI
RIRIN B.D.J YONTONG
PUTRI INDAH SALSABILA

POLTEKKES KEMENKES PALU


PROODI DIII KEPERAWATAN TOLTOLI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan pendahuluan tentang “SARS” ini dapat terselesaikan.
Laporan ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Ucapkan
terima kasih kepada semua anggota kelompok yang telah membantu sehingga tugas ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktunya. Laporan pendahuluan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan pendahuluan ini.
Semoga laporan pendahuluan mengenai SARS ini memberikan informasi bagi masyarakat
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua…

Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Tolitoli juli 2021

2
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah sekumpulan gejala sakit pernapasan
yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi saluran pernafasan yang
disebabkan oleh virus Corona Family Paramyxovirus.
SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah suatu jenis kegagalan paru-paru
dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di
paru-paru (edema paru).

Penyakit ini pertama kali ditemukan di China Selatan pada November 2002. WHO
kemudian mengumumkan SARS sebagai ancaman global pada 15 Maret 2003. Saat itu SARS
merupakan epidemi baru yang menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, terutama di negara-
negara Asia.

B. PATOFISIOLOGI
Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus (family paramoxyviridae) yang pada
pemeriksaan dengan mikroskop electron. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar selama
1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Seperti virus lain, corona menyebar
lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu bersarang di paru-paru. Lalu berinkubasi dalam
paru-paru selama 2-10 hari yang kemudian menyebabkan paru-paru akan meradang sehingga bernapas
menjadi sulit. Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung dengan pasien atau terkena
cairan pasien. Misalnya terkena ludah (droplet) saat pasien bersin dan batuk. Dan kemungkinan juga
melalui pakaian dan alat-alat yang terkontaminasi.

Cara penularan : SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya pada waktu merawat
penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau kontak langsung dengan secret atau cairan tubuh
dari penderita suspect atau probable. Penularan melalui udara, misalnya penyebaran udara, ventilasi,
dalam satu kendaraan atau dalam satu gedung diperkirakan tidak terjadi, asal tidak kontak langsung
berhadapan dengan penderita SARS. Untuk sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam
atau tanda-tanda gangguan pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh.

Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan yang kontak langsung dengan
penderita mempunyai risiko paling tinggi tertular, lebih-lebih pada petugas yang melakukan tindakan
pada sistem pernafasan seperti melakukan intubasi atau nebulasi.

3
C. TANDA DAN GEJALA

Gejala SARS merupakan perpaduan antara gejala flu dan pneumonia. Umumnya gejala muncul
dalam dua hingga tujuh hari setelah terpapar SARS CoV. Beberapa gejala yang umum muncul adalah:

 Demam tinggi, umumnya di atas 380C


 Kelelahan berlebihan
 Sakit kepala
 Menggigil
 Nyeri otot
 Diare
 Kehilangan nafsu makan

Setelah kemunculan beberapa gejala awal tersebut, infeksi akan mulai berdampak pada paru-
paru dan sistem pernapasan lainnya. Hal ini dapat menimbulkan munculnya gejala tambahan, seperti:

 Batuk kering
 Kesulitan bernapas
 Kurangnya oksigen dalam darah, yang bisa berakibat fatal pada kasus yang parah 

D. TES DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologis : air bronchogram : Streptococcus pneumonia.
2. Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi pernafasan abnormal
(seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali rendah dan kulit, bibir serta kuku
penderita tampak kebiruan (sianosis, karena kekurangan oksigen).
3. Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis SARS :
a. Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan di tempat yang seharusnya terisi
udara)
b. Gas darah arteri
c. Hitung jenis darah dan kimia darah
d. Bronkoskopi. 
4. Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit.
5. Pemeriksaan Bakteriologis  :  sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy
6. Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh hasilnya dalam 8 jam dan sangat
akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi antibody.

4
E. PENATA LAKSANAAN
1. Terapi supportif umum : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dan lain-lain.
 Terapi oksigen
 Humidifikasi dengan nebulizer
 Fisioterapi dada
 Pengaturan cairan
 Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
 Obat inotropik
 Ventilasi mekanis
 Drainase empiema
 Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
2. Terapi antibiotic
Agen anti-bakteri secara rutin diresepkan untuk SARS karena menyajikan fitur non-
spesifik dan cepat tes laboratorium yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis SARS-cov
virus dalam beberapa hari pertama infeksi belum tersedia. Antibiotik empiris yang sesuai
dengan demikian diperlukan untuk menutupi terhadap patogen pernafasan Common per
nasional atau pedoman pengobatan lokal bagi masyarakat-diperoleh atau nosokomial
pneumonia.
Setelah mengesampingkan patogen lain, terapi antibiotik dapat ditarik. Selain efek
antibakteri mereka, beberapa antibiotik immunomodulatory dikenal memiliki sifat,
khususnya quinolones dan makrolid. Efeknya pada kursus SARS adalah belum ditentukan.
SARS dapat hadir dengan spektrum keparahan penyakit. Sebagian kecil pasien
dengan penyakit ringan pulih baik bentuk khusus tanpa pengobatan atau terapi antibiotik
saja.

Antibiotik :

 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab


 Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus

F. PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN SARS

Pemerintah tidak cuek menghadapi serangan SARS ke Indonesia. Sejak awal, Departemen
Kesehatan telah mengeluarkan imbauan untuk waspada (travel alert) bukan larangan berkunjung (travel
5
advisory) bagi warga negara Indonesia yang hendak berkunjung ke Singapura, Vietnam, Thailand,
Hongkong, dan China. Imbauan waspada ini lantaran di kelima negara ini berjangkit SARS.

Untuk mencegah penyebaran penyakit SARS, pemerintah memberlakukan kembali UU No. 4


tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pemerintah memberlakukan UU Wabah Penyakit
Menular mulai 3 April 2003 untuk melindungi warga negara Indonesia dari wabah SARS.

Menurut Menkes, undang-undang (UU) itu diperlukan karena di dalamnya ada unsur
pemaksaan. Misalnya, pendatang yang baru turun dari pesawat harus mau diperiksa dan harus masuk ke
rumah sakit tertentu. Orang tersebut tidak bisa menolak karena undang-undangnya sudah ada.

Dalam UU itu disebutkan (Pasal 3-4), Menteri Kesehatan menetapkan jenis-jenis penyakit
tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Menkes juga menetapkan daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

Sementara dalam Pasal 5 (1), upaya penanggulangan wabah meliputi: penyelidikan


epidemiologis; pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan
karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat
wabah; penyuluhan kepada masyarakat; upaya penanggulangan lainnya.

Upaya penanggulangan wabah ini bertujuan memperkecil angka kematian akibat wabah dengan
pengobatan. Selain itu, membatasi penularan dan penyebaran penyakit agar penderita tidak bertambah
banyak dan wabah tidak meluas ke daerah lain.

Penyelidikan epidemiologis dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebabnya serta faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya wabah. Dengan penyelidikan tersebut, wabah dapat ditanggulangi
dalam waktu secepatnya, sehingga meluasnya wabah dapat dicegah dan jumlah korban dapatditekan
serendah-rendahnya. Sementara tindakan karantina bertujuan memberikan pertolongan medis kepada
penderita agar sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan. Selain itu,
menemukan dan mengobati orang yang nampaknya sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit,
sehingga secara potential dapat menularkan penyakit "carrier".

Pencegahan dan pengebalan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberi


perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai risiko untuk terkena penyakit.
Untuk mencegah terjangkit SARS, dianjurkan untuk pergi atau mengindari tempat umum, seperti rumah
sakit atau mal; mencuci tangan, menutup mulut dan hidung pada saat bersin; serta menggunakan masker
penutup hidung dan mulut.

Ganti rugi dan Sanksi :

Bagi mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan oleh upaya
penanggulangan wabah dapat diberikan ganti rugi. Upaya penangulangan ini, seperti yang disebut
dalam Pasal 5. Pelaksanaan pemberian ganti rugi diatur dengan Peraturan Pemerintah (pasal 14).

6
Sebaliknya, barangsiapa yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah
diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta
(Pasal 14 ayat 1). Selanjutnya, barangsiapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya
pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp500.000 (Pasal 14 ayat 2).

Sanksi bagi mereka yang menghalangi penanggulangan SARS memang ringan. Namun, bagi
mereka yang dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan sehingga dapat menimbulkan
wabah, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya
Rp100 juta. Sanksi berat ini diberikan bagi orang-orang yang mempunyai pendidikan, pengetahuan
tinggi dalam penelitian bibit penyakit yang dapat menimbulkan wabah, kemudian mengelola bahan-
bahan tersebut secara tidak benar.

7
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, keyakinan, pekerjaan, status perkawinan, dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan
sejak kapan, semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama
menderita penyakit.
3. Pengkajian fisik
B1:
Inspeksi : Sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan otot bantu pernafasaan, pernafasaan
diafragma
dan perut meningkat, pernafasan cuping hidung, pola nafas cepat dan dangkal,
retraksi
otot bantu pernafasan, RR > 30x/menit.

Palpasi : fremitus vokal menurun.

Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak.

Auskultasi : Ronkhi basah, suara napas bronkial.

B2:

Sianosis, nadi > 100x/menit, CRT > 3 detik, BGA menunujukkan hipoksemia, S1 dan S2 tunggal.

B3:

Nyeri kepala, terjadi penurunan kesadaran.

B4:

Terkadang produksi urine menurun

B5:

Mual, muntah, diare, bising usus meningkat, nafsu makan menurun.

B6:

8
Nyeri otot, kelemahan pada otot.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
(SDKI 2017)
1 Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2 Pola napas tidak efektif b/d kelemahan saat bernapas
3 Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
4 Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
5 Hipertermia b/d proses penyakit

C. INTERVENSI

DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL


(DSKI 2017) (SIKI 2018)
Gangguan pertukaran gas b/d Intervensi utama:
ketidakseimbangan ventilasi- Pemantauan respirasi dan terapi
perfusi oksigen
Observasi: Observasi:
1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui kelainan
kedalaman, dan upaya napas dalam bernapas

2. Sebagai acuan dalam


mengetahui adanya
2. Monitor pola napas gangguan dalam bernapas

3. Untuk mengetahui oksigen


yang diperlukan pasien
3. Monitor saturasi oksigen
4. Oksigen yang berlebihan
dalam tubuh dapat
4. Monitor kecepatan alira menyebabkan keracunan
oksigen
Terapeutik:
5. Pemantauan respirasi secara
Terapeutik: berkala berguna untuk
5. Atur interval pemantauan menentukan kecepatan
respirasi sesuai kondisi pasien pemberian O2

9
6. Sebagai persiapan dalam
memberikan terapi O2
6. Siapkan dan atur peralatanO2
7. O2 tambahan dapat
mencegah terjadinya
7. Berikan O2 tambahan hypoglikemia

Kolaborasi:
8. Ketepatan dosis dalam
Kolaborasi: pemberian O2
8. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

Pola napas tidak efektif b/d Intervensi utama:


kelemahan otot pernapasan Manajemen jalan napas
Observasi: Observasi:
1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Sebagai acuan dalam
kedalaman, usaha napas) mengetahui adanya
gangguan dalam bernapas

2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Untuk mengetahui adanya


kelainan pada pernapasan
pasien

Terapeutik: Terapeutik:
3. Posisikan semi fowler atau 3. Memudahkan pemeliharaan
fowler jalan napas dan
mempermudah udara masuk

4. Berikan oksigen 4. Untuk membantu


pemenuhan kebutuhan
oksigen

Hipovolemia b/d kehilangan Intervensi utama:


cairan aktif Manajemen hipovolemia
Observasi: Observasi:
1. Periksa tanda dan gejala 1. Mengetahui kadar naik
hipovolemia turunnya frekuensi tanda
dan gejala hipovolemia
10
2. Monitor intake dan output 2. Membantu dalam
cairan menganalisa keseimbangan
cairan dan derajat
kekurangan cairan

Terapeutik: Terapeutik:
3. Hitung kebutuhan cairan 3. untuk mengetahui
kebutuhan cairan pasien

4. Berikan asupan cairan oral 4. membantu menambah


asupan cairan yang hilang

Kolaborasi: Kolaborasi:
5. Kolaborasi pemberian cairan 5. Membantu pemunuhan
intravena kebutuhan cairan

Nyeri akut b/d agen pencedera Intervensi utama:


fisiologis Manajemen nyeri
Observasi: Observasi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik 1. Untuk mengetahui lokasi,
durasi, frekuensi, kualitas, karakteristik durasi,
intensitas nyeri frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri yang
dirasakan pasien

2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala


nyeri pasien

3. Identifikasi faktor yang 3. Untuk mengetahui faktor-


memperberat dan memperingan faktor pencetus nyeri
nyeri

Terapeutik: Terpeutik:
4. Kontrol lingkungan yang 4. Untuk membantu
memperberat rasa nyeri meminimalisir nyeri pasien
5. Fasilitasi istirahat dan tidur 5. Dengan istirahat pasien

11
tidak dapat beraktivitas
yang dapat menimbulkan
nyeri

Edukasi: Edukasi:
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis 6. Memberi pengetahuan
untuk mengurangi nyeri pada pasien cara
menangani rasa nyeri

Kolaborasi: Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian analgetik 7. Untuk membantu
menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri
Hipertermia b/d proses penyakit Intervensi utama:
Majemen hipertermia
Observasi: Observasi:
1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui faktor
hipertermia penyebab hipertermia

2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mengetahui keadaan


suhu tubuh pasien

Terapeutik:
Terapeutik:
3. Agar suhu panas dalam
3. Longgarkan atau lepaskan
tubuh dapat keluar dari
pakaian
dalam tubuh

4. Untukmempertahankan
4. Berikan cairan oral
cairan tubuh

Kolaborasi:
Kolaborasi:
5. Untuk membantu
5. Kolaborasi pemberian cairan
mengatasi kehilangan
dan elektrolit intravena
cairan tubuh

D. IMPLEMENTASI

12
Menurut (snyder, 2010), implementasi keperawatan adalah sebuah fase diamana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dibuat sebelumnya. Implementasi keperawatan
membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alas an mengapa tindakan tersebut dilakukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan yang sudah direncanakan,
dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien, selalu di evaluasi menegnai
keefektifan dan selalu mendokumentasikan menurut urutan waktu.

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien kearah pencapaian tujuan (potter &
perry,2009). Menurut (Deswani, 2011), evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas
pengambilan keputusan. Menurut Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany (2013), evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planing).
Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah
kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan). P
(planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau
ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya

13
DAFTAR PUSTAKA

Klik.dokter. 2020. Penyakit SARS. Di akses pada 27 juli 2021. Dari: https://m.klikdokter.com/penyakit/sars

halodoc.com. 2019. begini pemeriksaan untuk deteksi SARS. Diakses pada 27 juli 2021. Dari:
https://www.halodoc.com/artikel/begini-pemeriksaan-untuk-deteksi-sars

hukum online.com. 2003. SARS mengintai, UU wabah penyakit menular. Diakses pada 27 juli 2021. Dari:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7757/sars-mengintai-uu-wabah-penyakit-
menular-diaktifkan-/?page=3

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1. Cetakan III. Jakarta

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi I. Cetakan II. Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai