DISUSUN OLEH:
FADELIA F.T NAUMANG
NIM. 711440122039
Kata Pengantar.......................................................................................................................1
Daftar isi................................................................................................................................2
BAB 1 Pendahuluan
1.1Latar Belakang............................................................................................................3
1.2Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3Tujuan.........................................................................................................................5
BAB 2 Tinjauan Teori
2.1....................................................................................................................................6
2.2………………………………………………………………………………………7
2.3………………………………………………………………………………………8
2.4………………………………………………………………………………………9
2.5………………………………………………………………………………………10
2.6………………………………………………………………………………………11
2.7………………………………………………………………………………………12
2.8………………………………………………………………………………………13
BAB 3 Penutup
3.1Simpulan....................................................................................................................
3.2Saran...........................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
SARS (severe Acute Respiratory Syndrome) yang dikenal juga sebagi pneumonia atorpik.
Sever acute respiratory syndrome – coronavirus (SARS) merupakan suatu penyakit yang
serius dan disebabkan oleh infeksi virus coronavirus. Penyakit dengan gejala infeksi saluran
pernafasan berat disertai dengan gejala saluran pencernaan yang prosentasenya belum
diketahui secara pasti. SARS-CoV biasanya tidak stabil bila berada dalam lingkungan.
Namun virus ini dapat bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu
mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feces (World
HealthOrganization, 2010).
2.2 Etiologi
SARS disebabkan oleh coronavirus yang pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron
sama dengan coronavirus pada binatang. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar
selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Virus SARS
kehilangan infektivitasnya terhadap berbagai disinfektan dan bahan-bahan fiksasi. Pada
pemanasan dengan suhu 54°C (132.8°F) akan membunuh coronavirus SARS dengan
kecepatan sekitar 10.000 unit per 15 menit.
Penyakit SARS yang disebabkan oleh coronavirus dan menyerang manusia merupakan
keadaan di mana coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami mutasi dan
berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok hewan lainnya dan
juga pada manusia.
Cara Penularan SARS (World Health Organization, 2010)
Penularan virus SARS terutama terjadi akibat kontak orang ke orang denagn penderita
SARS yang menular melalui udara, pernapsan, berasal dari batuk atau bersin penderita.
Selain itu bahan-bahan yang berasal dari tubuh penderita misalnya dahak dan cairan tubuh
lainnya (darah, urine, air liur penderita) yang mencemari benda-benda yang dipegang oleh
seseorang yang kemudian mengusap mulut, hidung atau matanya. Diduga juga menularkan
virus ini. Virus juga dapat menular melalui mulut, hidung dan mata yang tersentuh benda
yang tercemar bahan infeksi berasal dari penderita SARS. Kontak langsung dengan pendertita
melalui ciuman, makan minum dari menggunakan alata makan dan gelas yang sama,
menyantuh penderita secara langsung atau berbiacara dengan penderita kuransg dari 3 kaki
merupakan cara penularan utama virus SARS dari penderota ke orang lain.
2.3 Patofisiologi
Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan, diketahui sars memiliki 2 fase
dalam pathogenesis. Fase awal terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini terjadi
proses akut yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini
dicirikan dengan adanya infiltrasidari campuran sel-sel inflamasi serta edema dan
pembentukan membrane hialin.
Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nucleus dan
sitoplasma sel sel epitel paru (pneumonia) yang rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel epitel
paru maka barrier antara sirkulasi darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang
berasal dari pembuluh darah kapiler paru menjadi bebas untuk masuk kedalam ruang
alveolus. Namun demikian, karena keterbatasan jumlah pasien SARS yang meninggal untuk
diautopsi, maka masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan epitel paru disebabkan efek
toksik virus secara langsung atau sebagai akibat dari respon imun tubuh. Pada tahap eksudatif
ini.RNA dan antigen virus dapat diidentifikasi dari makrofag alveolar dan sel epitel paru
dengan menggunakan mikroskop electron.
Fase selanjutnya tepat setelah 10 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan perubahan
pada DAD eksudatif menjadi DAD yang terorganisir. Pada periode ini, terdapat metaplasia
sel epitel skuamosa bronkial, bertambahnya ragam sel dan fibrolisis pada dinding dan lumen
alveolus. Pada fase ini tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan pembesaran nucleus, serta
nucleoli yang eosinofilik.
Selanjutnya sering kali ditemukan sel raksasa dengan banyak nucleus (multinucleated
giant cells) di dalam rongga alveoli. Seperti infeksi CoV lainnya, maka sel raksasa tersebut
awalnya diduga sebagai akibat langsung dari CoV SARS. Tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan imunoperoksidase dan hibridisasiin situ, didapatkan bahwa CoV SARS justru
berada didalam jumlah yang rendah. Maka disimpulkan, bahwa pada fase ini berbagai proses
patologis yang terjadi tidak diakibatkan langsung oleh karena replikasi virus yang terus
menerus, melainkan karena beratnya kerusakan sel epitel paru yang terjadi pada tahap DAD
eksudatif dan diperberat dengan penggunaan ventilator.
2.4 Pathway
2.8 Penatalaksanaan
Hal yang berperan dalam penanganan penderita SARS adalah status penderita. Pada kasus
pasien suspect dan probable tindakan yang dilakukan adalah:
a. Isolasi penderita di Rumah Sakit
b. Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk
menyingkirkan pneumonia yang atipikal
c. Pemeriksaan leukosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati, ureum dan
elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired sera).
d. Pemberian antibiotikla selama perawatan untuk pengobatan pneumonia akibat
lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk pneumonia atipikal.
e. Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat ini
hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa steroid.
f. Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya
aerolization seperti nebulizer dengan bronkodilator, bronkoskopi, gastroskopi yang
dapat mengganggu sistem pernapasan.
Pengobatan dan vaksin penyakit ini belum ditemukan. Oleh karena itu penanganan
penderita SARS yang dianggap paling penting adalah terapi suportif, yaitu mengupayakan
agar penderita tidak mengalami dehidrasi dan infeksi sekunder. Sedangkan penggunaan
antibiotik spektrum luas sendiri merupakan sebuah tindakan pencegahan (profilaksis) untuk
mencegah infeksi sekunder (Ksiazek, 2003).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
1) Pemeriksaan Umum
a. Identitas, meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama, klien biasanya merasakan nyeri dada dan pemeriksaan dapat
dilakukan dengan skala nyeri 0-10. Pengkajian nyeri secara mendalam
menggunakan pendekatan PQRST yang meliputi onset, prepitasi dan
penyembuh, kualitas dan kuantitas, intensitas, durasi, lokasi,
radiasi/penyeberan, serta onset.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Riwayat penyakit sekarang
Demam > 38oC, batuk, sesak, kesulitan napas.
b. Riwayat penyakit dahulu
- Kontak dekat dengan orang yang didiagnosis suspek atau probable SARS dalam
10 hari terakhir.
- Riwayat perjalanan ke tempat yang terkena wabah SARS dalam 10 hari terakhir.
- Bertempat tinggal ditempat yang terjangkau wabah SARS.
c. Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji atau ditanyakan yaitu apakah ada
yang mengidap penyakit sars di dalam keluarga.
d. Genogram
Untuk mengkaji genogram pada pasien dengan SARS (Severe Acute Respiratory
Syndrome), kita dapat mencatat riwayat keluarga pasien untuk menentukan
adanya faktor genetik yang mungkin memengaruhi kecenderungan terhadap
penyakit. Identifikasi anggota keluarga yang mungkin memiliki riwayat SARS
atau gejala serupa dapat membantu dalam penilaian risiko genetic.
4) Pemeriksaan Fisik
- Perhatikan tanda-tanda vital seperti suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah.
- Lakukan pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan, seperti auskultasi paru untuk
mendeteksi adanya gejala pneumonia.
- Periksa keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda kebingungan atau kesulitan
bernapas.
5) Pemeriksaan Penunjang
- Lakukan tes PCR untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 dalam sampel pernapasan.
- Periksa gambaran radiologi dada, seperti foto thorax, untuk menilai adanya infiltrat
atau pneumonia.
- Evaluasi hasil tes darah, termasuk hitung darah lengkap (HDL), level oksigen dalam
darah, dan fungsi organ lainnya.
6) Terapi
- Berikan dukungan pernapasan jika diperlukan, seperti oksigenasi atau ventilasi
mekanis.
- Atur terapi cairan untuk menjaga kecukupan hidrasi pasien.
- Gunakan terapi antivirus atau antiviral yang sesuai dengan protokol pengobatan
terkini.
- Kelola gejala secara simptomatik, seperti penggunaan antipiretik untuk menurunkan
demam atau analgesik untuk mengurangi nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada pasien dengan SARS adalah
sebagai berikut:
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya sekresi mukos
2) Pola napas tidak efektif b.d hiperventilasi (RR > 24x /menit ) atau hipoventilasi ( RR
< 16x /menit )
3) Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak kuat, takipneu, demam.
3. Intervesi Keperawatan