Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

STRATEGI MANAJEMEN DI ICU

4.1 Strategi Ventilasi Mekanik

Manifestasi paru ovid-19 saat ini dijelaskan dalam sebuah spectrum dengan 2
titik. Titik awal dengan infeksi covid-19 tipe L yang merespon pembeian terapi
oksigen konvensional dan infeksi covid-19 tipe H yang perlu terapi oksigen dengan
tekanan yang lebih tinggi.1,4,10

1. Terapi Awal O2
a. Segera beri oksigen dengan nasal kanul atau face mask
b. Jika tidak merespon, berikan HNFC
c. NIV dapat dipertimbangkan jika tidak mendapat HFNC dan tidak ada tanda-
tanda kebutuhan intubasu segera, tetapi disertai denganNIV dan monitoring
ketat. Tidak direkomendasi mengenai jenis perangkat NIV yang lebih baik
d. Target SpO2 tidak lebih dari 96%
e. Segera lakukan intubasi dan beri ventilasi mekanik jika terjadi perburukan
saat penggunaan HFNC atau NIV atau tidak membaik dalam waktu 1 jam.
2. pengaturan Ventilasi Mekanik
ventilator setting
a. Mode ventilasi menggunakan volume maupun pressure based
b. Volume tidal (TV) awal 8 ml/kgBB
- Titrasi TV dengan penurunan 1 ml/kgbb tiap 2 jam sampai mencapai TV 6
ml/kgbb
- Rentang TV disarankan ialah 4-8 ml/kgbb
- Gunakan predicted body weight untuk menghitung TV. Adapun rumus
perhitungan predicted body weigh sebagai berikut:
o Laki-laki: 50 + (0,91[tinggi badan(cm) – 152.4])
o Perempuan: 45.5 + (0,91 [tinngi badan(cm) – 152.4])

60
61

c. Laju napas diatur menggunakan perhitungan ventilasi semenit yang adekuat


d. Tekanan plateau (Pplat)<30 cmH2O
- Periksa Pplat tiap 4 jam atau setelah perubahan PEEP dan TV
- Titrasi Pplat:
o Pplat >30 cmH2O, turunkan TB sebesar 1ml/kg secara bertahap
dengan minimal 4ml/kg
o Pplat < 25 cmH2O dan VT < 6ml/kg, naikan VT sebesar 1ml/kg
secara bertahap sampai Pplat >25 cmH2O atau VT= 6ml/kg
o Pplat <30 dan terjadi asinkroni, boleh dinaikan TB sebesar 1ml/kg
secara bertahap sampai 7/8 ml/kg selama Pplat tetap<30cmH2O.
e. Gunakan tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) tinggi pada tipe H, untuk tipe
L gunakan sedang, batasi dengan PEEP maksimal 8-10 cmH2O.
- Hati-hati akan terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP > 10
cmH2O.
- Sesuaikan FiO2 dengan PEEP yang diberi degan menggunakan tabel
ARDSnet (tabel 4) untuk covid-19 tipe H.
- Target oksigenasi PaO2 55-80 mmHg atau SpO2 88-95%

Jika terjadi hipoksemia refrakter

a. Lakukan rekrutmen paru; posisikan tengkurap (posisi prone) selama 12-16


jam/hari. Hindari strategi staircase.
b. Pertimbangkan pemberian inhalasi vasodilator paru sebagai terapi bantuan
(rescue), tetapi jika tidak terjadi perbaikan, terapi perlu diberhenyikan segera.
Tidak direkomendasikan penggunaan N2O inhalasi
c. Setelah semua upaya ventilasi mekanik konvemsional dilakukan,
pertimbangkan pasien agar mendapatkan terapi extracorporeal membrane
osygenation (ECMO) atau rujuk ke pusat pelayanan yang memiliki fasilitas
ECMO.
62

Tabel 6. Pasangan PEEP dan FiO21


Lower PEEP/hingher Fio2
0. 0.8 0.9 0. 0.9 1.0
FiO2 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 0.6 0.7 0.7
7 9
PEEP 5 5 8 8 10 10 10 12 14 14 14 16 18 18-24

Higher PEEP/lower FiO2


0. 0.8 0.9 1.0 1.0
FiO2 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5-0.8
3
PEEP 5 8 10 12 14 14 16 16 18 20 22 22 22 24

3. Airway Pressure Release Ventilation (APRV)


APRV adalah mode control tekanan, dimana klinis menetapkan tekanan tinggi
dan rendah, masih memungkinkan pernapasan spontan terjadi melalui seluruh siklus
pernapasan. P High ditetapkan lebih dulu. Napas wajib dicapai dengan melepaskan
tekanan dasar tinggi di sirkuit sangat singkat, biasanya hingga 0 cmh 2O (P Low),
memungikan paru-paru mengempis sebagian dan kemudian dengan cepat
melanjutkan tekanan tinggi sebelum alveoli yang tidak stabil dapat kolaps.
Pengaturan awal untuk APRV ialah; 1,4,10
a. P High, pengaturan meningkatkan inspiratory volume paru, recruitment dan
oksigenasi, pada mode konvensional sama dengan plateau pressure maksimal 30
cmH2O
b. P Low untuk regulasi end-expiratory volume paru, mencegah derecruitment tetapi
pastikan ventilasi alveolar adekuat, selalu atur 0 cmH2O
c. T High, meningkatkan inspiratory volume paru, recruitment dan oksigenasi,
diatur 4 detik dan bisa ditambah jika diperlukan
d. T Low untuk regulasi end-expiratory volume paru, mencegah derecruitment tetapi
pastikan ventilasi alveolar adekuat, 40% dari peak ekspiratory flow, biasanya 0,6-
0,8 detik
e. Hipoksemia, memperpanjang T High sebesar 0,5-1 detik, tingkatkan P High
sebesar 2-5 cmH2O, jika tidak berespon, pertimbangkan mode alternative lain
63

f. Hiperkapnia, toleransi hiperkapnia permisif dengan pH serendah 7,15 jika berat


kurangi T High 0,5-1 detik.

Weaning (penyapihan) untuk APRV menurunkan P High 2 cmH 2O, perpanjang T


High 0,5-2 detik. Saat PHigh sekitar 16 cmH 2O, dan T High sekitar 15 detik dapat
dialihkan ke mode continuous positive airway pressure (CPAP). 1,4,10

Tabel 8. Airway Pressure Release Ventilation1


Komponen Keuntungan Kerugian
High mean Recruitment paru-paru, Memburuknya kebocoran udara
pressure oksigenasi menjadi lebih baik (fistula brokopleural)
Redukso pada tekanan Peningkatan afterload ventrikel
transmural ventrikel kiri, karena kanan, memperburuk hipertensi
itu pengurangan afterload pulmonal
ventrikel kiri Pengurangan venous return kanan:
dapat memperburuk hipertensi
intracranial, perburuk cardiac
output pada hipovolume
Pernapasan Ventilasi tergantung area Peningkatan transpulmonary
spontan venous return lebih baik laju pressure mingkin meningkatkan
filtrasi glomerulus yang lebih volume dan menginduksi cedera
tinggi paru
Perfusi usus yang lebih baik Peningkatan venous return dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel
Recruitment sedasi lebih sedikit
kanan
Mempertahankan work of
breathing

4. Perawatan Pascaintubasi
a. Intubasi oral lebih dipilih dibandingan nasal pada remaja dan orang dewasa
b. Gunakan system suctioning tertutup; drainase secara berkala dan buang
kondensat dalam tabung
c. Gunakan sirkuit ventilator baru untuk tiap pasien; jika pasien telah
terventilasi, ganti sirkuit jika kotor atau rusak tatapi tidak secara rutin
64

d. Ubah heat moisture exchanger jika tidak lagi berfungsi, kotor atau tiap 5-7
hari
e. Gunakan protocol penyapihan yang mencakup penilaian harian untuk
persiapan bernapas spontan
f. Sedasi pada pasien ARDS diminmalkan untuk memfasilitasi pemulihan lebih
cepat. Akhirnya berkembang konsep analgosedation, maksudnya
meningkatkan kenyamanan pasien dalam mengahadipi prosedur ICU yang
menimbulkan rasa sakit sehingga kebutuhan obat sedasi murni akan
berkurang. Penggunaan sedasi dapat digunakan jika pasien perlu sedasi lebih
dalam, seperti pada kasus asinkroni ventilasi mekanik. Asinkroni pada kasus
ARDS umumnya akibat strategi volume tidal rendah dan PEEP yang tinggi.
g. Penggunaan agen pelumpuh otot jika pasien terjadi asinkroni yang resisten
setelah pemeberian analgesic dan sedasi. Menimimalkan efek samping obat
dosis tinggi, dilakukan strategi balanced sedation menggunakan pelumpuh
otot. Pelumpuh otot diberi secara intermitten, akan tetapi pada kasus refrakter,
digunakan secara kontinye, dengan durasi terbatas <48 jam. Hal ini terkait
peningkatan mortalitas yang didapat pasien yang diberi pelumpuh otot selama
> 48 jam saat dirawat di ICU.
h. Jaga posisi pasien dalam semi-terlentnag(elevasi pada tempat tidur 30-45°).
Penting untuk memaksimalkan fungsi paru, kurangi kejadian pneumonia
terkait ventilator (VAP) dan lancarkan drainase darah ke otak.
5. Penyapihan Ventilasi Mekanik
a. Syarat penyapihan
- PEEP ≤ 8 dan FiO2 ≤ 0,4 atau PEEP ≤ 5 dan FiO2 ≤ 0,5
- Usaha napas adekuat
- Hemodinamik stabil tanpa topangan atau topangan minimal
- Patologi paru sudah membaik
b. Teknik penyapihan
65

- Gunapak T-piece atau CPAP ≤ 5 cmH2O dan PS ≤ 5 cmH2O


- Awasi toleransi selama 30 menit dengan maksimal 2 jam;
o SpO2 > 90% dan/ PaO2 > 60 mmHG
o TV > 4ml/kgbb
o RR < 35 x/menit
o pH >7,3
o tidak ada tanda kesulitan bernapas seperti laju nadi> 120x/menit,
gerakan napas paradox, gunakan otot-otot pernapasan sekunder,
keringat berlebihan atau sesak
- Jika ada tanda intoleransi, lanjt ventilasi mekanik sesuai pengaturan
sebelum penyapihan
4.2 Strategi Tatalaksana Syok
1. Septik syok pada pasien dengan dugaan atau terbukti mengalami infeksi yang
membutuhkan penggunaan vasopressor dalam mempertahankan MAP ≥ 65
mmHg, kadar laktat ≥ 2 mmol/L tanpa adanya tanda hypovolemia. Pada
kondisi tidak dapat dilakukan pemeriksaan kadar laktat, gunakan MAP dan
tanda klinis gangguan perfusi untuk identifikasi syok1,4,10
2. Identifikasi dan kelola dengan inisiasi terapi antimicrobial dan inisiasi
resusitasi cairan dan pemberian vasopressor ntuk mengatasi hipotesi dalam 1
jam pertama
3. Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250-500ml selama 15-30
menit sambal menilai respon klinis.
a. Respon klinis serta perbaikan target perfusi MAP >65 mmHg, produksi
urine >0,5 ml/kh/jam, perbaikan capillary refill time, laju nadi, kesadran
dan kadar laktat.
b. Penilaian tanda overload cairan tiap melakukan bolus cairan, distensi vena
jugular, crackles pada auskultasi paru, edema paru pada pencitraan
radiologis atau hepatomegaly
66

c. Hindari penggunaan kristaloid hipotonik, gelatin dan starches untuk


resusitasi cairan
d. Pertimbangkan penggunaan indeks dinamis terkait volume responsiveness
dalam memandu resusitasi cairan (passive leg rising, fluid challenges
dengan pengukuran stroke volume secara serial atau variasi tekanan
sitolik, pulse pressure, ukuran vena cava inferior atau stroke volume
dalam hubungan dengan perubahan tekanan intratroakal pada penggunaan
ventilasi mekanik)
4. Penggunaan vasopressor bersama atau setelah resusitasi cairan, agar mencapai
target MAP ≥ 65 mmHg dan perbaikan perfusi
a. Norepinephrine sebagai first-line vasopresor
b. Pada hipotensi refrakter tambahan vasopressin 0,01-0,03 iu/menit) atau
epinephrine
c. Penambahan vasopressin 0,01-0,03 iu/meni dapat mengurangi dosis
norepinephrine
d. Dopamine dipertimbangkan pada pasien dengan potensi takiaritmia yang
rendah atau pasien dengan bradikardia
e. Pasien covid-19 dengan disfungsi jantung dan hipotensi persisten,
tambahkan dobutamine

Jika memungkinkan gunakan monitor parameter dinamis hemodinamik. Baik


invasive, seperti PiCCO2, EV1000, Mostcare, maupun non-invasif, seperti
ekokardiografi,iCON dan NICO2.1,4,10

Anda mungkin juga menyukai