i
PANDUAN PELAYANAN
VENTILATOR
Penyusun:
KSM Anestesiologi dan Terapi Intensif
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin-
Nya maka Panduan Pelayanan Resusitasi di RSUP. Mohammad Hoesin Palembang telah
selesai disusun. Panduan Pelayanan Ventilator ini merupakan petunjuk dalam melakukan
Pelayanan terhadap pasien koma di RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Semoga Panduan Pelayanan Ventilator ini bermanfaat bagi petugas medis maupun paramedik
di RSUP.Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan pihak lain yang terkait. Semua saran dan
kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan dari panduan pelayanan ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
iii
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
iv
BAB I
PENGERTIAN
Ventilator adalah : Suatu alat yang mampu mengambil alih semua atau sebagian
fungsi pernafasan pasien untuk mempertahankan hidup. Suatu alat pernafasan bertekanan
negatif/ positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu
yang lama.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
2
BAB III
TATALAKSANA
A. Indikasi
Indikasi penggunaan ventilator mekanik adalah kondisi gagal nafas yang
tidak bisa diperbaiki dengan bantuan oksigenasi biasa. Gagal nafas sendiri dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan pH (7,35 – 7,45), PaCO 2
(< 50 mm Hg), dan PaO2 (> 50 mm Hg).
Indikasi klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator
adalah:
1. Gagal nafas akut disertai asidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan biasa.
2. Hipoksemia yang telah mendapat terapi oksigen maksimal namun tidak ada
perbaikan.
3. Apnu.
4. Secara fisiologis memenuhi kriteria:
5. RR > 35 x/menit - TV < 5 cc/kg BB
6. Tekanan Inspirasi Maksimal < 20 cm H2O
7. PaO2 < 60 mmHg dengan FIO2 ruangan 21%
8. PaO2 < 60 mmHg dengan FIO2 > 60%
9. PaCO2 > 60 mmHg
10. Klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
3
c. PaO2 < 50 mmHg dengan terapi O2
5 Auskultasi Dada Penurunan atau tak ada bunyi nafas
6 Irama dan Frekuensi Jantung Nadi > 120 x/menit, disritmia
7 Aktivitas Kelelahan berat, intoleransi aktifitas
8 Status Mental Kacau mental, delirium, somnolen
9 Observasi Fisik Penggunaan otot aksesori, kelelahan,
Sumber: Hudac & Gallo 1994
4
2. Ventilator tekanan positive
Ventilator ini bekerja dengan memberikan tekanan positif pada daerah diluar paru
yakni jalan nafas. Kondisi ini membuat tekanan intrapleural semakin lebih negatif
dibanding tekanan atmosfer, sehingga udara dengan mudah memasuki paru-paru.
Jenis ventilator positif – lah yang kemudian terus mengalami perkembangan,
sehingga dapat digunakan untuk hampir pada semua jenis gangguan pernafasan.
Hal inilah yang membuat jenis ventilator ini paling sering digunakan oleh pasien.
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu: pressure cycled, volume cycled, dan time cycled.
a. Volume Cycled
Yaitu ventilator akan terus memberikan udara pernafasan (inspirasi) hingga
mencapai volume yang telah disetting sebelumnya, kemudian ekspirasi terjadi
secara pasif maka volume tidal pasien akan tetap sedangkan tekanannya akan
berubah-ubah. Keuntungan dari volume cycled ini yakni menjamin kecukupan
volume tidal pernafasan pasien.
b. Pressure Cycled
Yaitu ventilator akan terus melakukan inspirasi hingga tekanan yang telah
disetting sebelumnya tercapai, maka tekanan tidak berubah, sedangkan volume
tidal selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lapang paru pasien.
c. Time Cycle
Yaitu ventilator bekerja berdasarkan waktu yang telah diseting sebelumnya,
dan waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
nafas permenit). Waktu inspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai volume tidal atau tekanan tertentu.
5. Bilevel Ventilation
Ventilator ini memberikan PEEP ( positive and ekspiratory pressure ) yang rendah
dan tinggi, yaitu tanpa menggunakan bantuan jalan nafas buatan.
Penggunaan:
Digunakan oleh pasien dengan kondisi sebagai berikut:
a. Gagal nafas akut atau kronik
b. Edema paru akut
c. Perburukan (exacerbation) penyakit paru obstuktif kronis.
d. Gagal jantung kronik
e. Obstruktive sleep apnea
8
7. ASV ( Adaptive Support Ventilation)
ASV merupakan kombinasi antara Presssure Control dan Pressure Support
Ventilation. Mode ini juga dapat digunakan baik pada pasien dengan pernafasan
terkontrol maupun yang sudah bisa bernafas secara spontan.
Cara kerja:
Setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan
ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan berat badan
(BB) ideal pasien. BB diset oleh dokter atau perawat sedangkan mekanik
respirasi/paru ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan
dapat menjamin minimum inspiratory pressure (mencegah barotrauma), mencegah
auto-PEEP, menghilangkan intrinsik-PEEP. Jika pasien diberikan sedasi atau
pelumpuh otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan
menjadi mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun
(trigger + ) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi
Pressure Support.
Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya
memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai
weaning dengan Pressure Support atau sabaliknya, mode yang digunakan hanya
ASV.
Contoh: Sementara mamakai ASV, tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30
x/menit, saturasi turun, setelah diperiksa ternyata terjadi edema paru atau
pneumonia berat, maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh
otot. Setelah diberikan pelumpuh otot, ASV secara otomatis akan segera berubah
menjadi Pressure Control tanpa user harus merubah mode lain.
9
pasien, dan target PaO2 pasien yang ingin dicapai. Pasien normal RR 8 – 12
x/menit.
Contoh kasus-kasus khusus dimana hipoventilasi atau hiperventilasi diperlukan,
yaitu:
Pasien dengan cidera kepala berat; Untuk mengurangi kandungan CO 2
dalam darah dan dapat mengurangi tekanan intrakranial.
Pasien asma atau penyakit obstruksi pernafasan, sebaiknya RR diset
antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto – PEEP.
Pasien PPOK
2. VT ( Volume Tidal )
Volume tidal adalah jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
kali bernafas. Umumnya diseting 5 – 15 cc/kgBB, tergantung dari komplikasi,
resisten dan jenis kelainan paru. Pasien normal volume tidal 10 – 15 cc/kgBB.
Contoh kasus-kasus yaitu:
Pasien PPOK = VT 5 – 8 cc/kgBB
Pasien ARDS = VT 4 – 6 cc/kgBB
Volume tidal rendah digunakan agar terhindar dari barotrauma.
3. FiO2(FraksiOksigen)
Fraksi oksigen adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21 – 100%. Pemberian
FIO2 100% 15 menit pertama direkomendasikan setelah pemasangan ventilator,
kemudian dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah. Pemberian FIO2 100%
terlalu lama mengakibatkan keracunan oksigen dan bisa menyebabkan edema
paru, atelektasis.
10
Waktu Ekspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernafasan. Nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi 1:2 atau 1:1,5
7. Sensitifity/Trigger
Sensitifity berfungsi menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dari ventilator atau seberapa besar pasien merangsang
mesin untuk memberikan bantuan nafas. Jika pasien diharapkan untuk
merangsang mesin maka sensitivitas ventilator diseting -2 cm H2O.
8. Alarm
Sistem alarm digunakan sebagai tanda peringatan bagi perawat ketika terjadi
masalah. Alarm tekanan rendah menandakan terputusnya ventilator mekanik dari
pasien, sedangkan alarm tekanan tinggi menunjukkan adanya peningkatan
tekanan, misalnya saat terjadi bendungan pada jalan nafas atau kebocoran pada
ventilator dapat dideteksi oleh alarm volume rendah.
12
Sering disebut juga sebagai overdistension, merupakan akibat dari penggunaan
volume tidal tinggi selama terpasang ventilator mekanik. Keparahan barotrauma
tergantung pada jumlah udara yang dikeluarkan dan memiliki mulai dari benign
subcutaneous empyhsema hingga pneumothorax atau pneumopericardium yang
menyebabkan tamponade jantung.
3. Gangguan kardiovaskular
Penggunaan ventilator mekanik tekanan positif akan meningkatkan tekanan
intratorak dan menurunkan aliran balik vena ke jantung kanan sehingga
mengganggu fungsi jantung. Penurunan preload akibat berkurangnya aliran balik
vena akan diikuti dengan penurunan perfusi di organ perifer, yaitu ginjal, hepar
dan saluran pencernaan pada umumnya.
4. Gangguan saluran pencernaan
Peningkatan tekanan vena lambung dan penurunan kardiak out put dapat
menyebabkan iskemi mukosa dan perdarahan pada lambung. Selain itu
peningkatan tekanan ventilator dapat mengalahkan resistensi spinkter esophageal
bawah dan juga dapat memicu distensi lambung dan muntah, sehingga pasien
memiliki resiko mengalami aspirasi.
5. Sumbatan jalan nafas
Tindakan intubasi pada pasien dengan ventilator mekanik, secara fisiologis akan
meransang produksi sekret secara berlebihan. Selain itu ujung ET/TT yang terlalu
dalam, sehingga menyumbat salah satu paru-paru (umumnya yang sebelah kiri)
dan menimbulkan atelektasis, dan bisa juga terjadi karena tersumbat atau
tertekuknya sirkuit ventilator mekanik.
6. Gangguan fungsi ginjal
Terjadi pada awal-awal pasien terpasang ventilator mekanik. Gangguan ini
diawali dengan peningkatan ADH yang menyebabkan timbulnya retensi cairan
dan edema.
7. Gas Trapping
Terjadi jika terdapat ketidakefesien waktu untuk mengosongkan alveoli sebelum
pernafasan berikutnya
8. Ketidakselarasan pasien dengan ventilator mekanik
Pasien bisa melawan pernafasan ventilator disebabkan oleh berbagai hal, yaitu;
panik, cemas atau adanya perubahan status mental. Selain itu bisa dikarenakan ia
13
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ventilator yang menggunakan PEEP
intrinsic, volume tidal yang besar, dan pengurangan waktu ekspirasi.
14
d. Lakukan hiperoksigenasi dengan oksigen 100% sebelum dan sesudah
penghisapan.
e. Jika pasien terpasang ventilator, seting FiO2 menjadi 100%, kemudian
hubungkan dengan pasien minimal 30 detik. Jika menggunakan resusitasi
manual, lakukan hiperinflasi 4 – 5 pernafasan.
f. Masukkan kateter hingga menemui tahanan, kemudian tarik 1 – 2 cm sebelum
melakukan penghisapan.
g. Penghisapan tidak boleh lebih dari 10 detik.
15
3. Tekanan Manset Selang (cuff tube)
Pemasangan selang manset bertujuan untuk mencegah kebocoran udara
inspirasi dan aspirasi saat terjadi muntah. Akan tetapi jika tekanannya berlebihan
maka bisa menghambat perfusi daerah trakhea, yang pada akhirnya akan diikuti
dengan kerusakan jaringan tersebut. Tekanan manset selang hendaknya di cek
setiap shift. Tekanan manset yang ideal adalah tekanan yang paling rendah tanpa
disertai dengan kebocoran udara inspirasi. Secara fisiologis sirkulasi darah di
trakhea akan terpengaruh oleh tekanan ± 30 mmHg. Untuk mencegah tekanan
yang berlebihan maka tekanan manset di seting dalam kisaran 20 mmHg.
Kebocoran manset dapat dideteksi dengan mencermati beberapa tanda antara lain:
perbedaan VT actual dengan setingan awal, adanya bunyi turbulensi udara pada
leher. Untuk mengatasinya kita dapat memasukan udara saat inspirasi hingga
suara turbulensi tidak terdengar lagi.
4. Perawatan Gastrointestinal
Pasien dengan intubasi memiliki resiko tinggi untuk terkena pneumonia
nosokomial. Hal ini disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada orofaringeal, gastric,
asspirasi dan gangguan pada sistem pertahanan paru-paru. Untuk mengatasinya
telah dikembangkan dua metode yaitu: dekontaminasi selektif pada saluran
gastrointestinal dengan antimikrobial, dan pemberian obat propilaksis stress ulkus
yang tidak mengganggu pH lambung.
5. Dukungan Nutrisi
Dukungan nutrisi terhadap pasien dengan ventilator harus diperhatikan
sejak dini. Kelaparan klinis yang terjadi dapat menimbulkan komplikasi paru
hingga kematian.
Dampak dari kelaparan klinis:
a. Atrofi otot pernafasan
b. Penurunan protein
c. Penurunan imunitas tubuh
d. Penurunan produksi surfaktan
e. Penurunan reflikasi epithelium pernafasan
f. Penurunan ATP intraseluler
g. Gangguan oksigenasi selular
16
h. Depresi pusat pernafasan
6. Perawatan Mata
Perawatan mata pada pasien dengan ventilator merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pengkajian yang ketat dan pemberian tetes mata atau
salep mata bertujuan untuk mengurangi kekeringan pada kornea mata. Bila reflex
berkedip kelopak mata hilang, maka kelopak mata harus diplester untuk mencegah
abrasi, kekeringan dan trauma pada kornea.
17
7. Perawatan Psikologis
Pasien dengan ventilator berada pada situasi yang penuh dengan stressor
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik ketenangan pasien terganggu oleh
berbagai macam kebisingan alat-alat di ruang ICU beserta tindakan perawatan
yang terkadang terlihat kurang menghargai harkat manusia. Sedangkan secara
psikis pasien dihadapkan pada ketakutan akan datangnya kematian, prognosis
penyakit yang buruk, hingga perasaan lemah tak berdaya yang menimbulkan
ketergantungan secara psikologis.
Pasien yang sudah terbiasa mendapatkan bantuan pernafasan, akan menunjukkan
perasaan enggan untuk dilepaskan dari ventilator karena telah terlanjur merasa
nyaman. Pada situasi ini penyapihan dapat menimbulkan stress tersendiri bagi
pasien maupun perawat. Ini juga merupakan stressor bagi keluarga pasien, baik
karena sakitnya anggota keluarga yang sakit, lingkungan yang asing, maupun
dengan financial yang harus ditanggung. Oleh karena itu keluarga harus segera
dikenalkan dengan lingkungan fisik, jam kunjungan, hingga laporan mengenai
perkembangan pasien.
G. WEANING (PENYAPIHAN)
1. Pengertian
Weaning dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Tindakan ini
biasanya mengimplikasikan dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan yang
erat dalam aspek perawatan yakni pemutusan ventilator dan pelepasan jalan nafas
buatan. Masalah pertama adalah bagaimana menentukan kapan pasien telah siap
melakukan nafas spontan. Setiapkali pasien mampu mempertahankan nafas
spontan, maka hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah apakah jalan nafas
buatan (ET/ETT) bisa dilepas.
Pembuatan keputusan hendaknya berdasarkan beberapa hal berikut:
status mental pasien, mekanisme perlindungan jalan nafas, kemampuan batuk dan
karakteristik sekret. Jika pasien memiliki kepekaan yang adekuat berkaitan
dengan mekanisme perlindungan jalan nafas dan tanpa disertai sekret yang
berlebih, ini merupakan indikasi dilakukan ekstubasi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses weaning antara lain:
Memulihkan atau memperbaiki penyebab gagal nafas.
18
Mempertahankan kekuatan otot.
Memberikan nutrisi yang sesuai.
Mempersiapkan kondisi psikologis.
2. Indikasi
Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk menemukan
kemungkinan dilakukan weaning. Beberapa kriteria pasien yang bisa menjadi
dasar untuk mengambil keputusan proses weaning pada seseorang :
Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator sudah
tertangani
PaO2 / FiO2 > 200
PEEP < 5
FiO2 < 0.5
PH > 7,25
Hb > 8 g%
Pasien sadar, dan afebris (suhu tubuh normal)
Fungsi jantung stabil :
- HR < 140 x/menit
- Tidak terdapat iskemic otot jantung (myocardial ischaemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan obat-
obatan inotropik dosis rendah.
Fungsi paru stabil :
Kapasitas vital 10 – 15 cc/kg
Volume tidal 4 – 5 cc/kg
Ventilasi menit 6 – 10 L
Frekwensi permenit < 20 permenit
Kondisi selang ET/ETT :
Posisi diatas karina pada foto rontgen
Ukuran: diameter 8,5 mm
Terbebas dari asidosis respiratorik
Nutrisi :
Kalori perhari 2000 – 2500 kalori
Waktu: 1 jam sebelum makan
Jalan nafas :
19
Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)
Bronkospasme: kontrol dengan Beta Adrenergik Posisi: duduk, semi fowler
Obat-obatan :
Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
Agen Paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
Psikologis pasien :
3. Jenis Weaning
Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, weaning dapat dibedakan
menjadi dua yakni: weaning jangka pendek dan weaning jangka panjang.
20
a. Weaning jangka pendek
Weaning jenis ini hanya membutuhkan waktu percobaan singkat, yaitu
sekitar 20 menit sebelum di ektubasi.
Metode yang digunakan dalam proses weaning jangka pendek adalah T-Piece dan
Ventilasi Mandatory Intermitten (IMV/SIMV).
1. Metode T - Piece
Prosedur yang dilakukan melalui metode ini antara lain:
Kumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan weaning.
Hubungkan set T - piece dengan FiO 2 yang dibutuhkan pasien (tunggu
selama 20 – 30 menit untuk evaluasi potensial ektubasi. Lakukan
pengawasan data fisiologis tiap 2 – 10 menit jika perlu)
Pada akhir menit ke -30, periksa AGD pasien dan evaluasi pasien dari
tanda kelemahan
Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ekstubasi dapat dilakukan.
21
b. Weaning jangka panjang
Waktu yang dibutuhkan untuk weaning, lebih lama, yakni 3 – 4 minggu
karena berbagai permasalahan yang dihadapi. Apalagi jika pasien sudah
terpasang ventilator mekanik lebih dari 30 hari, proses penghentiannya akan
lebih sulit lagi.
Prinsip palaksanaannya pada dasarnya sama dengan proses jangka pendek.
Setelah keputusan penyapihan dibuat, maka diperlukan pendekatan secara
tim. Anggota tim ini meliputi dokter, perawat, terapis pernafasan,
fisioterapis, terapi nutrisi dan psikologis.
Setelah rencana keperawatan disusun, perawat mendiskusikannya dengan
pasien dan keluarga pasien harus diinformasikan tentang konsekuensi jika
tidak mampu disapih dari ventilator.
Mode weaning yang digunakan meliputi: T-piece, CPAP, SIMV dan
Pressure Support Ventilation.
1. T-piece
Prosedur yang dilakukan:
Awalnya, penyapihan dilakukan untuk 24 jam pertama
Lakukan pemeriksaan AGD serta parameter lainnya
Mulai penyapihan selama 5 menit per jam
Secara bertahap, tingkatkan penyapihan 5 menit selanjutnya
perhari.
Tekankan pasien agar tidak terlalu merasa kelelahan
Tingkatkan periode penyapihan hingga 10 menit/jam
Tingkatkan periode penyapihan dengan 5 menit tambahan
Samapi perhari mencapai 30 menit/jam.
Tingkatkan periode istirahat sampai 1 jam setelah periode
panyapihan 30 menit tercapai.
Turunkan Volume Tidal pada respirator dengan 50 cc/hari
Setelah 8 jam periode penyapihan dilakukan, tingkatkan
penyapihan pada siang hari.
Lanjutkan 1 jam istirahat diantara periode penyapihan
Penyapihan selesai.
22
Selama proses penyapihan yang panjang ini, pencatatan harus
dilakukan terus, salah satunya adalah total jam yang dibutuhkan
selama weaning ini. Nilai AGD dan peningkatan pernafasan
spontan juga harus ditambahkan untuk meyakinkan pasien secara
aktual mengalami perkembangan yang signifikan.
2. SIMV
Mode SIMV ini sama dengan mode lain. Kecepatan SIMV diturunkan
perlahan. Hal ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk melatih
otot pernafasan. Evaluasi yang cepat terhadap kemungkinan
hipoventilasi dan hiperkapnia merupakan hal yang sangat penting.
Kemudian TV juga secara perlahan diturunkan sesuai dengan kemajuan
pasien.
3. CPAP
Penggunaan CPAP pada 5 cm H2O dianggap menguntungkan bagi
pasien dengan pernafasan tidak stabil dan memiliki gradient besar PO2
alveolar-arteri yang menimbulkan kolaps alveolar dini.
4. PSV
Penggunaan mode PSV dalam penyapihan bertujuan untuk
meningkatkan tahanan dan kekuatan otot pernafasan. Penyapihan
dimulai dengan tingkat tekanan yang bisa menghasilkan volume tidal
yang diharapkan. Kemudian tekanan dikurangi secara perlahan tapi
tetap memperhatikan pemenuhan volume tidal yang diharapkan.
Terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai salah satu
tanda yaitu hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang
ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto toraks, gejala
23
pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan
sekret purulen.
Cara pencegahan
secara aseptik. Jangan gunakan cairan tersebut pada alat yang terkontaminasi.
2. Buang sisa cairan dalam botol yang sudah dibuka dalam waktu 24 jam.
1. Isi penampung cairan sebelum dipakai. Bila cairan hendak ditambahkan, buang
2. Buang air yang telah mengembun dalam pipa dan jangan dialirkan balik ke
penampung.
3. Ganti secara rutin alat nebulisasi dinding dan penampungnya setiap 24 jam
4. Ganti secara rutin alat nebulasi lain dan penampungnya setiap 24 jam dengan
5. Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang
6. Ganti setiap pipa dan masker yang yang digunakan untuk terapi oksigen pada
setiap pasien.
7. Ganti secara rutin sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi)
8. Jika mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien, maka pada setiap
pergantian pasien semua sirkuit alat bantu nafas diganti dengan yang steril atau
24
Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang
tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari pasien dengan jenis isolasi
tertentu.
3. Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katup ekshaklasi) dan semua alat
4. Untuk ruang pendingin pada alat nebulisasi ultrasonik disterilkan dengan gas
5. Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan atau
didesinfeksikan secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setelah alat tersebut
6. Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien
secara bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantu
harus disterilkan atau didesinfeksi kuat sebelum dipakai pasien lain (Kategori I).
7. Kantogn alat resusitasi harus disterilkan atau didesinfeksi kuat setiap habis
dipakai
Cara Tatalaksana
25
Edukasi Terhadap Staf Medis Dan Para Medis
Cuci tangan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas baik dengan atau tanpa
sarung tangan.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang mendapat intubasi dan
trakeostomi.
Alarm Fatigue
Dari beberapa jurnal penelitian dan artikel bahwa petugas kesehatan yang bekerja
dirumah sakit terutama di ruangan perawatn intensif akan selalu mendengar bunyi
dari mesin alat kesehatan seperti ventilator, monitor dan sebagainya terbukti lebih
dari 60 % alarm yang terjadi tidak menunjukan kondisi klinis yang memerlukan
pengaturan batas alarm yang tidak sesuai dan pergerakan pasien yang
o Lakukan pengaturan batas nilai alarm di monitor sesuai usia dan kondisi
klinis pasien
26
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Informed consent
2. Lembar rekam medis: Identitas pasien, form observasi ventilator, diagnose medis,
nama dokter, observasi TTV, jenis cairan balance cairan, terapi dari dokter, catatan
27