Anda di halaman 1dari 31

PANDUAN PELAYANAN VENTILATOR

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN


PALEMBANG

Alamat : Jalan Jenderal Sudirman Kilometer 3,5 Palembang


Telepon : (0711) 354088 Fax: (0711) 351318
Web : www.rsmh.co.id Email : rsmh@rsmh.co.id
Palembang
2023

i
PANDUAN PELAYANAN

VENTILATOR

Penyusun:
KSM Anestesiologi dan Terapi Intensif

DEPARTEMEN / BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUP. DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
2023

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin-
Nya maka Panduan Pelayanan Resusitasi di RSUP. Mohammad Hoesin Palembang telah
selesai disusun. Panduan Pelayanan Ventilator ini merupakan petunjuk dalam melakukan
Pelayanan terhadap pasien koma di RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Semoga Panduan Pelayanan Ventilator ini bermanfaat bagi petugas medis maupun paramedik
di RSUP.Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan pihak lain yang terkait. Semua saran dan
kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan dari panduan pelayanan ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Palembang, September 2023


Kepala KSM Anestesiologi Dan Terapi Intensif

dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn,KAKV

iii
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN …………………………………………………….....…………… ii

KATA PENGANTAR ...........…………………………………………………….....… iii

DAFTAR ISI …………………..……………………………….....……………............ iv

BAB I DEFINISI …………………………………………...........……………..… 1

BAB II RUANG LINGKUP …………………………………......……………..…… 2

BAB III TATA LAKSANA ……………………………….......………………...…… 3

BAB IV DOKUMENTASI …………………………………........…………………. 27

LAMPIRAN

iv
BAB I
PENGERTIAN

Ventilator adalah : Suatu alat yang mampu mengambil alih semua atau sebagian
fungsi pernafasan pasien untuk mempertahankan hidup. Suatu alat pernafasan bertekanan
negatif/ positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu
yang lama.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Penggunaan ventilator ini digunakan pada Pelayanan pasien di ruang ICU

2
BAB III
TATALAKSANA

A. Indikasi
Indikasi penggunaan ventilator mekanik adalah kondisi gagal nafas yang
tidak bisa diperbaiki dengan bantuan oksigenasi biasa. Gagal nafas sendiri dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan pH (7,35 – 7,45), PaCO 2
(< 50 mm Hg), dan PaO2 (> 50 mm Hg).
Indikasi klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator
adalah:
1. Gagal nafas akut disertai asidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan biasa.
2. Hipoksemia yang telah mendapat terapi oksigen maksimal namun tidak ada
perbaikan.
3. Apnu.
4. Secara fisiologis memenuhi kriteria:
5. RR > 35 x/menit - TV < 5 cc/kg BB
6. Tekanan Inspirasi Maksimal < 20 cm H2O
7. PaO2 < 60 mmHg dengan FIO2 ruangan 21%
8. PaO2 < 60 mmHg dengan FIO2 > 60%
9. PaCO2 > 60 mmHg
10. Klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 1. Indikator Pemasangan Ventilator Mekanik


No PARAMETER NILAI

1 Frekuensi Pernafasan < 10 x/menit


> 35 x/menit
2 TV < 5 cc/Kg BB
3 Tekanan Inspirasi < 20 cm H2O atau cenderung turun
4 Kerja pernafasan berat
a. Ph < 7,25
b. PaCO2 > 50 mmHg

3
c. PaO2 < 50 mmHg dengan terapi O2
5 Auskultasi Dada Penurunan atau tak ada bunyi nafas
6 Irama dan Frekuensi Jantung Nadi > 120 x/menit, disritmia
7 Aktivitas Kelelahan berat, intoleransi aktifitas
8 Status Mental Kacau mental, delirium, somnolen
9 Observasi Fisik Penggunaan otot aksesori, kelelahan,
Sumber: Hudac & Gallo 1994

Selain murni karena masalah pernafasan, yaitu gagal nafas, penggunaan


ventilator mekanik dapat disebabkan oleh insufisiensi jantung dan disfungsi
neurologis. Pada pasien dengan insufisiensi jantung baik shock kardiogenik maupun
gagal jantung kronik (CHF), terjadi peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem
pernafasan akibat dari meningkatnya kerja nafas dan konsumsi oksigen. Hal ini bisa
menyebabkan jantung menjadi kolaps. Dengan demikian penggunaan ventilator pada
kondisi ini ditujukan untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga ikut
menurunkan beban kerja jantung.
Sedangkan pada pasien dengan disfungsi neurologis, dimana GCS 8 atau
kurang, selain untuk mencegah pasien dari kemungkinan apneu (henti nafas) berulang,
pemasangan ventilator juga ditujukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
pasien dan pemberian hiperventilasi pada pasien dengan peningkatan tekanan intra
cranial. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar CO2 sebagai zat vasodilator
dapat menurunkan TIK.

B. Pembagian Ventilator Mekanik


Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilator mekanik dapat dibagi menjadi dua jenis,
yakni:
1. Ventilator tekanan negative
Ventilator tekanan negatif ini bekerja dengan menciptakan tekanan negatif yang
hasilnya dapat memperbesar rongga dada sehingga menimbulkan tekanan negatif
intratorakal yang kemudian memicu aliran udara dari atmosfer menuju paru-paru.
Ketika tekanan negatif dari ventilator dihentikan, maka tekanan intratorakal
meningkat sehingga udara terdorong keluar dari paru-paru. Ventilator ini
digunakan pada pasien yang mengalami gangguan ventilasi.

4
2. Ventilator tekanan positive
Ventilator ini bekerja dengan memberikan tekanan positif pada daerah diluar paru
yakni jalan nafas. Kondisi ini membuat tekanan intrapleural semakin lebih negatif
dibanding tekanan atmosfer, sehingga udara dengan mudah memasuki paru-paru.
Jenis ventilator positif – lah yang kemudian terus mengalami perkembangan,
sehingga dapat digunakan untuk hampir pada semua jenis gangguan pernafasan.
Hal inilah yang membuat jenis ventilator ini paling sering digunakan oleh pasien.
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu: pressure cycled, volume cycled, dan time cycled.

a. Volume Cycled
Yaitu ventilator akan terus memberikan udara pernafasan (inspirasi) hingga
mencapai volume yang telah disetting sebelumnya, kemudian ekspirasi terjadi
secara pasif maka volume tidal pasien akan tetap sedangkan tekanannya akan
berubah-ubah. Keuntungan dari volume cycled ini yakni menjamin kecukupan
volume tidal pernafasan pasien.
b. Pressure Cycled
Yaitu ventilator akan terus melakukan inspirasi hingga tekanan yang telah
disetting sebelumnya tercapai, maka tekanan tidak berubah, sedangkan volume
tidal selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lapang paru pasien.
c. Time Cycle
Yaitu ventilator bekerja berdasarkan waktu yang telah diseting sebelumnya,
dan waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
nafas permenit). Waktu inspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai volume tidal atau tekanan tertentu.

C. Mode Ventilator Mekanik


Penamaan mode ventilator mekanik ini tergantung dari merek ventilator mekanik itu
sendiri sehingga istilah mode setiap ventilator bisa berbeda-beda, akan tetapi pada
dasarnya mode ventilator terdiri dari: Control mode, Assisted mode, SIMV mode, dan
Automated mode.
1. Control Mode ( mode terkontrol )
Mode ini dikenal sebagai CMV (Controlled Mechanical Ventilation). Terdapat
dua jenis mode ini yaitu:
5
a. Pressure Controlled Ventilation (PCV)
Ventilator mekanik ini termasuk pressure cycled, dimana proses inspirasi
diberikan ventilator hingga tekanan yang telah disetting tercapai. Dalam hal
ini tekanan pernafasan tetap, sedangkan volume udara pernafasan berubah-
ubah. Nama-nama lain mode yaitu: BIPAP (Drager), P.CMV (Galileo & G5),
PC (Servo 900C).
b. Volume Controlled Ventilation (VCV)
Ventilator mekanik ini termasuk volume cycled, dimana proses inspirasi
ditentukan oleh pencapaian volume tidal yang tersetting. Dalam hal ini
volume udara pernafasan tetap, sedangkan tekanan pernafasan berubah-ubah.
Nama-nama lain mode ini yaitu: CMV (Bennet 7200), IPPV (Drager), S.CMV
(Galileo & G5), VC (Servo 900C).
Cara kerja:
Ventilator memberikan udara pernafasan dengan kecepatan dan volume yang
telah disetting tanpa usaha pernafasan pasien.
Indikasi:
Indikasi penggunaan mode terkontrol ini antara lain:
a. Pasien yang melawan pernafasan ventilator terutama saat pertama kali
memakai ventilator.
b. Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas
ventilator.
c. Pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas (cedera kepala berat).
d. Trauma dada dengan gerakan nafas paradoks.

Komplikasi dengan mode ini :


a. Pasien menjadi sangat tergantung dengan ventilator.
b. Potensial terjadi apneu.
Catatan:
Pasien mungkin membutuhkan sedasi atau obat pelemas otot. Hal ini untuk
mengatasi efek tidak nyaman yang ditimbulkan oleh ventilator.
2. Assisted Mode
Mode ini dikenal sebagai Assist Control Ventilation (ACV). Ventilator ini
melakukan pernafasan dengan kecepatan dan volume tidal yang telah ditentukan
sebagai respon terhadap usaha nafas spontan pasien. Dalam hal ini menunjukkan
6
bahwa pasien tidak mampu melakukan pernafasan spontan secara penuh, sehingga
ventilator akan melakukan pernafasan jika pasien gagal mencapai frekuensi
pernafasan yang telah diseting.
Contoh: RR pada ventilator telah diseting 14 x/menit. Jika dalam satu menit
ternyata pasien hanya mampu bernafas spontan sebanyak 12 x/menit, maka
sisanya ( 2x ) akan dilakukan oleh ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang telah mampu bernafas spontan dengan kelemahan otot
pernafasan.
Komplikasi:
a. Hiperventilasi
b. Alkalosis Respiratori
Catatan:
Hiperventilasi dapat terjadi dengan meningkatnya kecepatan pernafasan, untuk itu
obat sedasi mungkin diperlukan untuk membatasi jumlah pernafasan spontan.

3. IMV/ SIMV Mode


IMV ( Intermitten Mandatory Ventilation ) Ventilator ini memberikan pernafasan
dengan volume tidal, tekanan, dan kecepatan yang telah ditentukan, tapi masih
memfasilitasi pernafasan spontan. Dalam hal ini belum mampu
mengkoordinasikan pernafasan ventilator dengan usaha nafas pasien, sehingga
terkadang menyebabkan tabrakan antara nafas pasien dengan ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang tidak mampu mempertahankan nafas spontan dalam jangka
waktu lama.
Catatan:
Untuk mencegah kelelahan otot pernafasan dan meningkatnya usaha pernafasan
maka harus tertangani dulu permasalahan dasar (penyebab gagal nafas).

4. SIMV ( Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation )


Ventilator ini merupakan pengembangan dari mode IMV. Mode ini mampu
berespon terhadap usaha nafas spontan pasien. Ventilator akan menghentikan
pernafasannya ketika terdeteksi adanya usaha nafas spontan, sehingga dapat
menghindari kemungkinan terjadinya tabrakan.
7
Penggunaan:
Sama dengan mode IMV yaitu pasien yang tidak mampu mempertahankan nafas
spontan dalam jangka waktu lama.
Catatan:
Sebagaimana IMV, mode ini bisa digunakan sebagai mode ventilator utama atau
sebagai mode weaning.

5. Bilevel Ventilation
Ventilator ini memberikan PEEP ( positive and ekspiratory pressure ) yang rendah
dan tinggi, yaitu tanpa menggunakan bantuan jalan nafas buatan.
Penggunaan:
Digunakan oleh pasien dengan kondisi sebagai berikut:
a. Gagal nafas akut atau kronik
b. Edema paru akut
c. Perburukan (exacerbation) penyakit paru obstuktif kronis.
d. Gagal jantung kronik
e. Obstruktive sleep apnea

6. Continues Positive Air Ways Pressure


Selain digunakan pada ventilator invasif, juga pada pasien oleh ventilasi non –
invasif.
Cara kerja:
Ventilator menggunakan tekanan positive selama pernafasan spontan sehingga
mampu memperbaiki oksigenasi dengan membuka alveoli yang kolap diakhir
ekspirasi.
Penggunaan:
Digunakan bagi semua pasien yang teridentifikasi telah stabil untuk diweaning.
Catatan:
Keberlangsungan penggunaan metode ini ditentukan oleh toleransi pasien
terhadap metode ini.

8
7. ASV ( Adaptive Support Ventilation)
ASV merupakan kombinasi antara Presssure Control dan Pressure Support
Ventilation. Mode ini juga dapat digunakan baik pada pasien dengan pernafasan
terkontrol maupun yang sudah bisa bernafas secara spontan.
Cara kerja:
Setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan
ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan berat badan
(BB) ideal pasien. BB diset oleh dokter atau perawat sedangkan mekanik
respirasi/paru ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan
dapat menjamin minimum inspiratory pressure (mencegah barotrauma), mencegah
auto-PEEP, menghilangkan intrinsik-PEEP. Jika pasien diberikan sedasi atau
pelumpuh otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan
menjadi mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun
(trigger + ) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi
Pressure Support.
Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya
memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai
weaning dengan Pressure Support atau sabaliknya, mode yang digunakan hanya
ASV.
Contoh: Sementara mamakai ASV, tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30
x/menit, saturasi turun, setelah diperiksa ternyata terjadi edema paru atau
pneumonia berat, maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh
otot. Setelah diberikan pelumpuh otot, ASV secara otomatis akan segera berubah
menjadi Pressure Control tanpa user harus merubah mode lain.

D. Pengaturan Ventilator Mekanik


Settingan ventilator biasanya berbeda-beda sesuai dengan kondisi pasien, akan tetapi
pada dasarnya ventilator di disain untuk memonitor komponen-komponen sistem
pernafasan pasien. Berikut ini beberapa komponen yang diseting saat pemasangan
ventilator mekanik.
1. RR ( Respiratory Rate )
Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah pernafasan yang dilakukan ventilator dalam
satu menit. Setingan RR ini tergantung pada volume tidal, jenis kelainan paru

9
pasien, dan target PaO2 pasien yang ingin dicapai. Pasien normal RR 8 – 12
x/menit.
Contoh kasus-kasus khusus dimana hipoventilasi atau hiperventilasi diperlukan,
yaitu:
 Pasien dengan cidera kepala berat; Untuk mengurangi kandungan CO 2
dalam darah dan dapat mengurangi tekanan intrakranial.
 Pasien asma atau penyakit obstruksi pernafasan, sebaiknya RR diset
antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto – PEEP.
 Pasien PPOK
2. VT ( Volume Tidal )
Volume tidal adalah jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
kali bernafas. Umumnya diseting 5 – 15 cc/kgBB, tergantung dari komplikasi,
resisten dan jenis kelainan paru. Pasien normal volume tidal 10 – 15 cc/kgBB.
Contoh kasus-kasus yaitu:
 Pasien PPOK = VT 5 – 8 cc/kgBB
 Pasien ARDS = VT 4 – 6 cc/kgBB
Volume tidal rendah digunakan agar terhindar dari barotrauma.

3. FiO2(FraksiOksigen)
Fraksi oksigen adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21 – 100%. Pemberian
FIO2 100% 15 menit pertama direkomendasikan setelah pemasangan ventilator,
kemudian dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah. Pemberian FIO2 100%
terlalu lama mengakibatkan keracunan oksigen dan bisa menyebabkan edema
paru, atelektasis.

4. Rasio Inspirasi : Ekspirasi ( I : E )


Rumus Rasio I:E adalah Waktu Inspirasi ditambah Waktu Istirahat dibagi Waktu
Ekspirasi.
Waktu Inspirsi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal
atau mempertahankan tekanan.
Waktu Istirahat adalah periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi.

10
Waktu Ekspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernafasan. Nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi 1:2 atau 1:1,5

5. Limit Pressure/Inspiration Pressure


Pressure limit mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycle. Tekanan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Nilai normal 35 cmH2O.
Pressure limit yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa kondisi yaitu:
sumbatan jalan nafas, retensi sputum di ET atau TT, pengembunan air di sirkuit
ventilator, pipa ventilator tertekuk, ET tergigit oleh pasien dan saat pasien batuk.

6. Flow Rate/Peak Flow


Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernafasan yang telah diseting permenitnya. Nilai normal 40 – 100 L/menit.
Sedangkan Inspiratory flow rate merupakan hasil penghitungan dari RR, TV dan
I:E ratio.Rumus penghitungannya adalah: volume tidal (L) dibagi T total dikali
60.

7. Sensitifity/Trigger
Sensitifity berfungsi menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dari ventilator atau seberapa besar pasien merangsang
mesin untuk memberikan bantuan nafas. Jika pasien diharapkan untuk
merangsang mesin maka sensitivitas ventilator diseting -2 cm H2O.

8. Alarm
Sistem alarm digunakan sebagai tanda peringatan bagi perawat ketika terjadi
masalah. Alarm tekanan rendah menandakan terputusnya ventilator mekanik dari
pasien, sedangkan alarm tekanan tinggi menunjukkan adanya peningkatan
tekanan, misalnya saat terjadi bendungan pada jalan nafas atau kebocoran pada
ventilator dapat dideteksi oleh alarm volume rendah.

9. Kelembaban dan Suhu


Pemasangan humidifier pada ventilator mekanis bertujuan untuk
mempertahankan kelembaban dan kehangatan udara pernafasan pasien.
Tingginya suhu inhalasi dapat menyebabkan terbakarnya trakhea, akan tetapi jika
11
humidifier kering bukannya menurunkan edema paru, justru makin mengentalkan
mukosa sehingga semakin sulit untuk menghisap lendir. Hati-hati dengan udara
yang mengembun pada sirkuit ventilator.

10. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)


PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli di akhir
ekspirasi. PEEP sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O 2 oleh kapiler
paru dan mampu memaksimalkan proses oksigenasi dengan volume tidal yang
rendah, maka nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Jika PaO 2 masih rendah
sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama hingga
mencapai nilai 15 cmH2O, sehingga mencegah terjadinya volutrauma.
Untuk melakukan perubahan nilai PEEP perlu diperhatikan:
a. Analisa gas darah
b. Toleransi pasien terhadap penggunaan PEEP
c. Kebutuhan FiO2
d. Respon kardiovaskuler
Tujuan penggunaan PEEP:
a. Meningkatkan volume alveolus
b. Mengembangkan alveoli yang kolap
c. Meningkatkan rdistribusi cairan ekstravaskular paru
Kerugian penggunaan PEEP yaitu:
a. Meningkatkan tekanan intratorakal, sehingga mengganggu fungsi jantung
dan menurunkan tekanan darah
b. Meningkatkan tekanan intrakranial.

E. Komplikasi Ventilator Mekanik


1. VAP (Ventilation Associated Pneumonia)
Intubasi meningkatkan resiko terjadinya pneumonia, karena proses intubasi dapat
mengganggu mekanisme pertahanan sistem pernafasan, sekaligus membuka jalan
masuk kuman penyakit pada saluran nafas yang lebih rendah. Berbagai peralatan
dan intervensi seperti suction dan terapi nebulizer makin menambah resiko terkena
infeksi.
2. Barotrauma

12
Sering disebut juga sebagai overdistension, merupakan akibat dari penggunaan
volume tidal tinggi selama terpasang ventilator mekanik. Keparahan barotrauma
tergantung pada jumlah udara yang dikeluarkan dan memiliki mulai dari benign
subcutaneous empyhsema hingga pneumothorax atau pneumopericardium yang
menyebabkan tamponade jantung.
3. Gangguan kardiovaskular
Penggunaan ventilator mekanik tekanan positif akan meningkatkan tekanan
intratorak dan menurunkan aliran balik vena ke jantung kanan sehingga
mengganggu fungsi jantung. Penurunan preload akibat berkurangnya aliran balik
vena akan diikuti dengan penurunan perfusi di organ perifer, yaitu ginjal, hepar
dan saluran pencernaan pada umumnya.
4. Gangguan saluran pencernaan
Peningkatan tekanan vena lambung dan penurunan kardiak out put dapat
menyebabkan iskemi mukosa dan perdarahan pada lambung. Selain itu
peningkatan tekanan ventilator dapat mengalahkan resistensi spinkter esophageal
bawah dan juga dapat memicu distensi lambung dan muntah, sehingga pasien
memiliki resiko mengalami aspirasi.
5. Sumbatan jalan nafas
Tindakan intubasi pada pasien dengan ventilator mekanik, secara fisiologis akan
meransang produksi sekret secara berlebihan. Selain itu ujung ET/TT yang terlalu
dalam, sehingga menyumbat salah satu paru-paru (umumnya yang sebelah kiri)
dan menimbulkan atelektasis, dan bisa juga terjadi karena tersumbat atau
tertekuknya sirkuit ventilator mekanik.
6. Gangguan fungsi ginjal
Terjadi pada awal-awal pasien terpasang ventilator mekanik. Gangguan ini
diawali dengan peningkatan ADH yang menyebabkan timbulnya retensi cairan
dan edema.
7. Gas Trapping
Terjadi jika terdapat ketidakefesien waktu untuk mengosongkan alveoli sebelum
pernafasan berikutnya
8. Ketidakselarasan pasien dengan ventilator mekanik
Pasien bisa melawan pernafasan ventilator disebabkan oleh berbagai hal, yaitu;
panik, cemas atau adanya perubahan status mental. Selain itu bisa dikarenakan ia

13
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ventilator yang menggunakan PEEP
intrinsic, volume tidal yang besar, dan pengurangan waktu ekspirasi.

9. Hal yang perlu diperhatikan:


 Ukur tidal volume setiap 4 jam.
 Observasi tanda vital setiap perubahan mode/pola ventilator.
 Periksa analisa gas darah setiap perubahan mode/ pola ventilator.
 Humidifier tidak boleh kering dan suhu di set pada angka 35 C.
 Bila memungkinkan, ganti set tubing setiap hari.
 Bila tekanan darah turun, maka PEEP tidak perlu digunakan.
 Perhatikan pemasangan konektor pada pasien sirkuit, apabila
posisitertukar maka pada monitor akan muncul peringatan ’High PEEP’
dan ’Check Sensor’.
 Perhatikan pasien sirkuit, usahakan posisi yang rendah pada posisi
buangan.

F. PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK


1. Perawatan Jalan Nafas
Perawatan jalan nafas yang dilakukan meliputi : pelembapan (humidifier)
yang adekuat, pembuangan sekret, perubahan posisi, dan penghisapan (suction).
Penggunaan humidifier bertujuan untuk mencegah obstruksi jalan nafas akibat
sekresi yang kering dan perlengketan mukosa. Sedangkan perubahan posisi dan
fisioterapi dada bertujuan untuk memobilisasi sekret di paru agar mudah
dikeluarkan.
Sedangkan suction hanya dilakukan jika perlu, karena tindakan ini
memiliki resiko terjadinya atelektasis, hipoksemia, infeksi dan terjadinya aspirasi.
Peningkatan PIP (peak inspiratory pressure) merupakan tanda adanya
perlengketan dan penyempitan jalan nafas, sehingga membutuhkan tindakan
suction.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat tindakan suction,yaitu:
a. Periksa tanda vital, irama dan suara paru.
b. Tekanan suction 80 – 100 mmHg
c. Ukuran kateter suction < ½ diameter ET/TT

14
d. Lakukan hiperoksigenasi dengan oksigen 100% sebelum dan sesudah
penghisapan.
e. Jika pasien terpasang ventilator, seting FiO2 menjadi 100%, kemudian
hubungkan dengan pasien minimal 30 detik. Jika menggunakan resusitasi
manual, lakukan hiperinflasi 4 – 5 pernafasan.
f. Masukkan kateter hingga menemui tahanan, kemudian tarik 1 – 2 cm sebelum
melakukan penghisapan.
g. Penghisapan tidak boleh lebih dari 10 detik.

2. Perawatan Endotracheal Tube (ET)


Pemasangan ET harus tepat sehingga dapat mencegah bergeser atau bergeraknya
tube. Perawatan oral yang dilakukan setiap hari bertujuan untuk mencegah iritasi
kulit, atau nekrosis pada bibir, hidung, atau mulut akibat penggunaan plester.
Sedangkan untuk mencegah tergigitnya ET dan bergesernya letak ET oleh lidah
maka dapat digunakan penahan gigitan oral, Jika pasien terpasang ET lebih dari
21 hari maka perlu dipertimbangkan untuk menggantikannya dengan
tracheostomy tube (TT). Hal ini disebabkan jika pasien terlalu lama menggunakan
ET maka bisa mengganggu pita suara.
Beberapa keuntungan penggunaan TT antara lain :
a. Mencegah cedera lanjut dari pemasangan ET
b. Meningkatkan kenyamanan dan memperbaiki psikologis pasien
c. Mempermudah penghisapan lendir
d. Mempermudah ambulasi
e. Memungkinkan komunikasi peroral
f. Mempermudah asupan nutrisi peroral
Kerugian yang ditimbulkan meliputi :
a. Resiko terjadinya perdarahan
b. Resiko terlepasnya selang kejaringan sub kutan
c. Timbulnya jaringan parut dan perubahan bentuk

15
3. Tekanan Manset Selang (cuff tube)
Pemasangan selang manset bertujuan untuk mencegah kebocoran udara
inspirasi dan aspirasi saat terjadi muntah. Akan tetapi jika tekanannya berlebihan
maka bisa menghambat perfusi daerah trakhea, yang pada akhirnya akan diikuti
dengan kerusakan jaringan tersebut. Tekanan manset selang hendaknya di cek
setiap shift. Tekanan manset yang ideal adalah tekanan yang paling rendah tanpa
disertai dengan kebocoran udara inspirasi. Secara fisiologis sirkulasi darah di
trakhea akan terpengaruh oleh tekanan ± 30 mmHg. Untuk mencegah tekanan
yang berlebihan maka tekanan manset di seting dalam kisaran 20 mmHg.
Kebocoran manset dapat dideteksi dengan mencermati beberapa tanda antara lain:
perbedaan VT actual dengan setingan awal, adanya bunyi turbulensi udara pada
leher. Untuk mengatasinya kita dapat memasukan udara saat inspirasi hingga
suara turbulensi tidak terdengar lagi.

4. Perawatan Gastrointestinal
Pasien dengan intubasi memiliki resiko tinggi untuk terkena pneumonia
nosokomial. Hal ini disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada orofaringeal, gastric,
asspirasi dan gangguan pada sistem pertahanan paru-paru. Untuk mengatasinya
telah dikembangkan dua metode yaitu: dekontaminasi selektif pada saluran
gastrointestinal dengan antimikrobial, dan pemberian obat propilaksis stress ulkus
yang tidak mengganggu pH lambung.

5. Dukungan Nutrisi
Dukungan nutrisi terhadap pasien dengan ventilator harus diperhatikan
sejak dini. Kelaparan klinis yang terjadi dapat menimbulkan komplikasi paru
hingga kematian.
Dampak dari kelaparan klinis:
a. Atrofi otot pernafasan
b. Penurunan protein
c. Penurunan imunitas tubuh
d. Penurunan produksi surfaktan
e. Penurunan reflikasi epithelium pernafasan
f. Penurunan ATP intraseluler
g. Gangguan oksigenasi selular
16
h. Depresi pusat pernafasan

Otot pernafasan sebagaimana otot lainnya, jika kebutuhan energy tidak


terpenuhi maka akan mengalami kelelahan. Akibat lebih lanjut adalah hilangnya
kemampuan koordinasi sehingga menurunkan volume tidal. Selain itu kelelahan
juga dipengaruhi oleh hipomagnesemia dan hipopospatemia akibat masukan
nutrisi yang kurang.
Kelaparan juga menyebabkan menurunnya sintesis protein yang
mempengaruhi elastisitas jaringan paru dan produksi surfaktan. Menurunnya
sistem imun dan gangguan mekanis pembersihan bakteri normal.
Usaha perbaikan gizi harus segera dilakukan, hal ini berkaitan dengan
dampak yang cukup serius. Jika saluran gastrointestinal masih utuh, maka nutrisi
dapat diberikan melalui selang makanan (Naso Gastric Tube). Bila pasien
toleran terhadap makanan selang pertama, maka konsentrasi makanan dapat
ditingkatkan. Akan tetapi, jika ternyata pasien tidak toleran, pertimbangkan
pemberian makanan parenteral. Pemberian makanan parenteral membutuhkan
observasi dan teknik aseptic yang ketat untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya infeksi.
Semua pasien yang terpasang ventilator dalam jangka waktu lama
membutuhkan 2000-2500 kalori perhari. Sedangkan pada hari pasien disapih
masukan kalori dapat diturunkan sebesar 1000 kalori perhari. Hal ini ditujukan
untuk meningkatkan penggunaan lemak sabagai sumber energy, sehingga
menurunkan penggunaan karbohidrat yang akan diikuti penurunan kadar
karbohidrat darah.

6. Perawatan Mata
Perawatan mata pada pasien dengan ventilator merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pengkajian yang ketat dan pemberian tetes mata atau
salep mata bertujuan untuk mengurangi kekeringan pada kornea mata. Bila reflex
berkedip kelopak mata hilang, maka kelopak mata harus diplester untuk mencegah
abrasi, kekeringan dan trauma pada kornea.

17
7. Perawatan Psikologis
Pasien dengan ventilator berada pada situasi yang penuh dengan stressor
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik ketenangan pasien terganggu oleh
berbagai macam kebisingan alat-alat di ruang ICU beserta tindakan perawatan
yang terkadang terlihat kurang menghargai harkat manusia. Sedangkan secara
psikis pasien dihadapkan pada ketakutan akan datangnya kematian, prognosis
penyakit yang buruk, hingga perasaan lemah tak berdaya yang menimbulkan
ketergantungan secara psikologis.
Pasien yang sudah terbiasa mendapatkan bantuan pernafasan, akan menunjukkan
perasaan enggan untuk dilepaskan dari ventilator karena telah terlanjur merasa
nyaman. Pada situasi ini penyapihan dapat menimbulkan stress tersendiri bagi
pasien maupun perawat. Ini juga merupakan stressor bagi keluarga pasien, baik
karena sakitnya anggota keluarga yang sakit, lingkungan yang asing, maupun
dengan financial yang harus ditanggung. Oleh karena itu keluarga harus segera
dikenalkan dengan lingkungan fisik, jam kunjungan, hingga laporan mengenai
perkembangan pasien.

G. WEANING (PENYAPIHAN)
1. Pengertian
Weaning dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Tindakan ini
biasanya mengimplikasikan dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan yang
erat dalam aspek perawatan yakni pemutusan ventilator dan pelepasan jalan nafas
buatan. Masalah pertama adalah bagaimana menentukan kapan pasien telah siap
melakukan nafas spontan. Setiapkali pasien mampu mempertahankan nafas
spontan, maka hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah apakah jalan nafas
buatan (ET/ETT) bisa dilepas.
Pembuatan keputusan hendaknya berdasarkan beberapa hal berikut:
status mental pasien, mekanisme perlindungan jalan nafas, kemampuan batuk dan
karakteristik sekret. Jika pasien memiliki kepekaan yang adekuat berkaitan
dengan mekanisme perlindungan jalan nafas dan tanpa disertai sekret yang
berlebih, ini merupakan indikasi dilakukan ekstubasi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses weaning antara lain:
 Memulihkan atau memperbaiki penyebab gagal nafas.
18
 Mempertahankan kekuatan otot.
 Memberikan nutrisi yang sesuai.
 Mempersiapkan kondisi psikologis.
2. Indikasi
Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk menemukan
kemungkinan dilakukan weaning. Beberapa kriteria pasien yang bisa menjadi
dasar untuk mengambil keputusan proses weaning pada seseorang :
 Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator sudah
tertangani
 PaO2 / FiO2 > 200
PEEP < 5
FiO2 < 0.5
PH > 7,25
Hb > 8 g%
 Pasien sadar, dan afebris (suhu tubuh normal)
 Fungsi jantung stabil :
- HR < 140 x/menit
- Tidak terdapat iskemic otot jantung (myocardial ischaemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan obat-
obatan inotropik dosis rendah.
 Fungsi paru stabil :
Kapasitas vital 10 – 15 cc/kg
Volume tidal 4 – 5 cc/kg
Ventilasi menit 6 – 10 L
Frekwensi permenit < 20 permenit
 Kondisi selang ET/ETT :
Posisi diatas karina pada foto rontgen
Ukuran: diameter 8,5 mm
 Terbebas dari asidosis respiratorik
 Nutrisi :
Kalori perhari 2000 – 2500 kalori
Waktu: 1 jam sebelum makan
 Jalan nafas :
19
Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)
Bronkospasme: kontrol dengan Beta Adrenergik Posisi: duduk, semi fowler

 Obat-obatan :
Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
Agen Paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
 Psikologis pasien :

Mempersiapkan kondisi emosi/psikologis pasien untuk tindakan


 Weaning
 Fisik pasien :
Pasien cukup istirahat dan stabil
Jika beberapa kriteria dalam parameter tersebut ditemukan, maka hal tersebut
merupakan indikasi bantuan ventilasi mekanik dihentikan.
Latihan nafas spontan (spontaneous breathing trial/SBT) dapat dilakukan pada
pernafasan pasien dengan dukungan tekana rendah (5-7 cm H2O) atau
menggunakan pernafasan T-Tube. Percobaan awalan dalam beberapa menit
dinamakan fase skrining. Selama fase ini seharusnya pasien diawasi dengan
ketat terhadap efek negative yang mungkin timbul. Kemudian percobaan
dilanjutkan minimal 30 menit tetapi tidak lebih dari 120 menit untuk mengkaji
kemungkinan proses weaning. Setiap kali pasien mampu mempertahankan
toleransi selama SBT maka harus dipertimbangkan apakah jalan nafas pasien
bisa dilepas. Hal ini dengan mempertimbangkan status mental, mekanisme
bersihan jalan nafas dan kemampuan untuk batuk. Jika pasien menunjukkan
tanda-tanda kurang bertoleransi maka weaning dianggap gagal dan
pemasangan ventilator mekanik dapat dilakukan kembali. Pelaksanaan SBT
dalam jangka waktu lama pada pasien yang intoleran menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen sehingga bisa menyebabkan kerusakan serat
otat-otat pernafasan.

3. Jenis Weaning
Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, weaning dapat dibedakan
menjadi dua yakni: weaning jangka pendek dan weaning jangka panjang.

20
a. Weaning jangka pendek
Weaning jenis ini hanya membutuhkan waktu percobaan singkat, yaitu
sekitar 20 menit sebelum di ektubasi.

Langkah-langkah standar proses weaning yaitu:


1. Mulai penyapihan pada pagi hari bukan malam hari untuk
menghindari kelelahan.
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Lakukan penghisapan
4. Dapatkan parameter spontan
5. Berikan bronkodilator jika perlu
6. Istirahatkan pasien selama 15 -20 menit
7. Tinggikan kepala tempat tidur
8. Tunggu pasien; beri dukungan, yakinkan dan evaluasi respon pasien
terhadap weaning.

Metode yang digunakan dalam proses weaning jangka pendek adalah T-Piece dan
Ventilasi Mandatory Intermitten (IMV/SIMV).
1. Metode T - Piece
Prosedur yang dilakukan melalui metode ini antara lain:
 Kumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan weaning.
Hubungkan set T - piece dengan FiO 2 yang dibutuhkan pasien (tunggu
selama 20 – 30 menit untuk evaluasi potensial ektubasi. Lakukan
pengawasan data fisiologis tiap 2 – 10 menit jika perlu)
 Pada akhir menit ke -30, periksa AGD pasien dan evaluasi pasien dari
tanda kelemahan
 Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ekstubasi dapat dilakukan.

2. Metode Ventilasi Mandatory Intermitten (VMI)


Metode ini sama efektifnya dengan metode T-piece, namun membutuhkan
waktu yang lebih panjang karena tiap tambahan frekwensi pernafasan harus
disertai dengan AGD. Sedangkan langkah-langkahnya sama dengan
prosedur pada metode T-piece.

21
b. Weaning jangka panjang
Waktu yang dibutuhkan untuk weaning, lebih lama, yakni 3 – 4 minggu
karena berbagai permasalahan yang dihadapi. Apalagi jika pasien sudah
terpasang ventilator mekanik lebih dari 30 hari, proses penghentiannya akan
lebih sulit lagi.
Prinsip palaksanaannya pada dasarnya sama dengan proses jangka pendek.
Setelah keputusan penyapihan dibuat, maka diperlukan pendekatan secara
tim. Anggota tim ini meliputi dokter, perawat, terapis pernafasan,
fisioterapis, terapi nutrisi dan psikologis.
Setelah rencana keperawatan disusun, perawat mendiskusikannya dengan
pasien dan keluarga pasien harus diinformasikan tentang konsekuensi jika
tidak mampu disapih dari ventilator.
Mode weaning yang digunakan meliputi: T-piece, CPAP, SIMV dan
Pressure Support Ventilation.
1. T-piece
Prosedur yang dilakukan:
 Awalnya, penyapihan dilakukan untuk 24 jam pertama
 Lakukan pemeriksaan AGD serta parameter lainnya
 Mulai penyapihan selama 5 menit per jam
 Secara bertahap, tingkatkan penyapihan 5 menit selanjutnya
perhari.
 Tekankan pasien agar tidak terlalu merasa kelelahan
 Tingkatkan periode penyapihan hingga 10 menit/jam
 Tingkatkan periode penyapihan dengan 5 menit tambahan
 Samapi perhari mencapai 30 menit/jam.
 Tingkatkan periode istirahat sampai 1 jam setelah periode
panyapihan 30 menit tercapai.
 Turunkan Volume Tidal pada respirator dengan 50 cc/hari
 Setelah 8 jam periode penyapihan dilakukan, tingkatkan
penyapihan pada siang hari.
 Lanjutkan 1 jam istirahat diantara periode penyapihan
 Penyapihan selesai.
22
 Selama proses penyapihan yang panjang ini, pencatatan harus
dilakukan terus, salah satunya adalah total jam yang dibutuhkan
selama weaning ini. Nilai AGD dan peningkatan pernafasan
spontan juga harus ditambahkan untuk meyakinkan pasien secara
aktual mengalami perkembangan yang signifikan.
2. SIMV
Mode SIMV ini sama dengan mode lain. Kecepatan SIMV diturunkan
perlahan. Hal ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk melatih
otot pernafasan. Evaluasi yang cepat terhadap kemungkinan
hipoventilasi dan hiperkapnia merupakan hal yang sangat penting.
Kemudian TV juga secara perlahan diturunkan sesuai dengan kemajuan
pasien.
3. CPAP
Penggunaan CPAP pada 5 cm H2O dianggap menguntungkan bagi
pasien dengan pernafasan tidak stabil dan memiliki gradient besar PO2
alveolar-arteri yang menimbulkan kolaps alveolar dini.
4. PSV
Penggunaan mode PSV dalam penyapihan bertujuan untuk
meningkatkan tahanan dan kekuatan otot pernafasan. Penyapihan
dimulai dengan tingkat tekanan yang bisa menghasilkan volume tidal
yang diharapkan. Kemudian tekanan dikurangi secara perlahan tapi
tetap memperhatikan pemenuhan volume tidal yang diharapkan.

H. RISIKO PENGUNAAN VENTILATOR DALAM WAKTU PANJANG


1. Terhadap Pasien

VAP (Ventilator Acquired Pneumoni)

Cara asesmen/monitoring harian (skoring)

Terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai salah satu

tanda yaitu hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang

ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto toraks, gejala

23
pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan

sekret purulen.

Cara pencegahan

Cairan dan Obat

1. Gunakan cairan steril untuk tindakan nebulasi dan humidifikasi, berikan

secara aseptik. Jangan gunakan cairan tersebut pada alat yang terkontaminasi.

2. Buang sisa cairan dalam botol yang sudah dibuka dalam waktu 24 jam.

Pemeliharaan Alat Terapi Pernafasan yang Sedang Dipakai

1. Isi penampung cairan sebelum dipakai. Bila cairan hendak ditambahkan, buang

sisa cairan yang ada terlebih dahulu.

2. Buang air yang telah mengembun dalam pipa dan jangan dialirkan balik ke

penampung.

3. Ganti secara rutin alat nebulisasi dinding dan penampungnya setiap 24 jam

dengan yang steril atau didesinfeksi

4. Ganti secara rutin alat nebulasi lain dan penampungnya setiap 24 jam dengan

yang steril atau didesinfeksi.

5. Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang

dibersihkan, dicuci dan dikeringkan setiap hari.

6. Ganti setiap pipa dan masker yang yang digunakan untuk terapi oksigen pada

setiap pasien.

7. Ganti secara rutin sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi)

dengan yang steril atau yang sudah didesinfeksi setiap 24 jam.

8. Jika mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien, maka pada setiap

pergantian pasien semua sirkuit alat bantu nafas diganti dengan yang steril atau

yang sudah didesinfeksi.

24
Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang

1. Bersihkan dengan seksama setiap peralatan yang akan disterilkan untuk

menghilangkan darah, jaringan, makanan atau residu lainnya.

2. Dekontaminasi peralatan sebelum dan selama proses pembersihan, jika alat

tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari pasien dengan jenis isolasi

tertentu.

3. Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katup ekshaklasi) dan semua alat

yang berhubungan dengan terapi pernafasan disterilisasi atau didesinfeksi kuat.

4. Untuk ruang pendingin pada alat nebulisasi ultrasonik disterilkan dengan gas

atau didesinfeksi kuat paling sedikit selama 30 menit.

5. Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan atau

didesinfeksikan secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setelah alat tersebut

potensial terkontaminasi dengan mikroorganisme berbahaya.

6. Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien

secara bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantu

nafas. Jika tidak menggunakan penghubung dan alat pemantau langsung

berhubungan dengan alat yang terkontaminasi, maka alat pemantau tersebut

harus disterilkan atau didesinfeksi kuat sebelum dipakai pasien lain (Kategori I).

7. Kantogn alat resusitasi harus disterilkan atau didesinfeksi kuat setiap habis

dipakai

Cara Tatalaksana

Pemantauan Mikroorganisme dengan memeriksa kultur sehingga terapi pemberian

anti mikroba sesuai hasil kultur

25
Edukasi Terhadap Staf Medis Dan Para Medis

 Cuci tangan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas baik dengan atau tanpa

sarung tangan.

 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang mendapat intubasi dan

trakeostomi.

2. Terhadap Petugas Kesehatan

Alarm Fatigue

 Dari beberapa jurnal penelitian dan artikel bahwa petugas kesehatan yang bekerja

dirumah sakit terutama di ruangan perawatn intensif akan selalu mendengar bunyi

dari mesin alat kesehatan seperti ventilator, monitor dan sebagainya terbukti lebih

dari 60 % alarm yang terjadi tidak menunjukan kondisi klinis yang memerlukan

tindak lanjut. Penyebab yang paling sering menimbulkan alarm adalah

pengaturan batas alarm yang tidak sesuai dan pergerakan pasien yang

menyebabkan electrode terlepas atau gelombang artefak. Terlalu banyak “alarm

palsu”, dapat menurunkan kewaspadaan (alarm fatigue) petugas terhadap kondisi

perburukan yang sebenarnya.

 Tindakan untuk mencegah Alarm fatigue sebagai berikut :

o Lakukan pengaturan batas nilai alarm di monitor sesuai usia dan kondisi

klinis pasien

o Pastikan electrode dan peralatan monitoring lainnya terpasang serta

berfungsi dengan baik

o Selalu identifikasi penyebab terjadinya alarm dan evaluasi kondisi pasien.

26
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Informed consent

2. Lembar rekam medis: Identitas pasien, form observasi ventilator, diagnose medis,

nama dokter, observasi TTV, jenis cairan balance cairan, terapi dari dokter, catatan

perkembangan dan keperawatan pasien.

27

Anda mungkin juga menyukai