Anda di halaman 1dari 27

PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PATIENT SAFETY:

PENCEGAHAN DAN PENURUNAN KESALAHAN MEDIS

(MEDICAL ERROR) DI RS

Dosen Pengampu : Ns. Wiwiek Retti Andriani, M. Kep.

Disusun oleh:

1. Dian Citra Prihatini (201701012)


2. Eka Juliastuti (201701014)
3. Fajar Wahyudi (201701017)
4. Fauziah Zain Muttaqin (201701018)
5. Fitria Angelica Andriyani (201701019)
6. Sri Dewi Rahayu (201701032)
7. Yola Oktarina (201701039)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

TAHUN 2018/2019

KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
manajemen patient safety yang membahas tentang ”Pencegah dan Penurunan
Kesalahan Medis di RS”. Kami selaku kelompok yang menyusun makalah ini
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua untuk dijadikan
penunjang dalam mata kuliah MANAJEMEN PATIENT SAFETY.
Dalam menyusunmakalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikanucapan
terimakasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Manajemen Patient Safety yakni Ns. Wiwiek Retti
Andriani, M. Kep. Yang telah banyak meluangkan waktu guna
memberkan bimbingan kepada kami dalam penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi dukungan baik secara
moril maupun materil selama proses pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman mahasiswa tingkat II Program Studi DIII Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Ponorogo angkatan 2017/2018 yang selalu
memberikan dukungandan saran serta berbagai ilmu pengetahuan
demi tersusunnya makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami selaku penusun menyadari sepenuhnya
bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasanya,
maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu kami mohon maaf dan dengan
tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik dan lebih lengkap lagi.

Ponorogo, 10 Juli 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 1
C. Tujuan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Medical Error ....................................................... 3
B. Bentuk Kejadian Medication Error Adapun
bentuk-bentuk kejadian medication error...............................
C. Tipe-Tipe Medical Error ........................................................
D. Upaya Mencegah Terjadinya Medical Error ..........................
E. Jenis-Jenis Kesalahan Obat (Medication Error) .....................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................
B. Saran .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai instansi pelayanan kesehatan, Rumah Sakit berhubungan


langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Pasien
berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit. Industri rumah sakit mengalami perkembangan
cukup pesat seiring diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-
undangan yang mendukung iklim investasi dan menciptakan jasa rumah
sakit yang lebih baik. Berdasarkan profil kesehatan dari tahun 2013
sampai dengan tahun 2015 Peningkatan jumlah rumah sakit mengalami
peningkatan yang sangat besar dengan angka mencapai 2.488 dengan
kepemilikan yang beragam. Hal tersebut menunjukkan meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan layanan jasa kesehatan. Dengan demikian
setiap rumah sakit dituntut untuk meningkatkan mutu layanan dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Agar Rumah Sakit dapat
mencapai tujuannya, maka fungsi koordinasi memegang peranan penting
dalam prosesnya, sehingga mampu menciptakan kualitas pelayanan yang
optimal bagi para pasien. Kepuasan pasien dalam hal ini dapat terpenuhi
apabila penyelenggaraan pelayanan memperhatikan beberapa asas, yakni
pelayanan medik, petugas pelayanan dan biaya pelayanan.

Keselamatan di rumah sakit yaitu keselamatan pasien, keselamatan


pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di RS
yang berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan, dan
keselamatan “bisnis” RS terkait dengan kelangsungan hidup RS. Patient
safety merupakan upaya-upaya pelayanan yang mengutamakan pada
keselamatan pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifi kasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko.

Data dari Health and Human Service (HHS) menunjukkan bahwa


sepanjang 2010-2014 di Amerika telah terjadi penurunan kejadian terkait
patient safety di rumah sakit sebesar 17%. Hal ini telah memberi
kontribusi utama terhadap menurunnya kematian pasien karena kejadian
tidak diinginkan sebanyak 87 ribu kasus. Zero patient harm adalah
langkah yang baik bagi pelayanan kesehatan di Amerika. Dimana ada
tantangan lain bagi patient safety seperti medical errors yang terjadi di
tahun 2015, yang merupakan satu dari berbagai error yang paling banyak
terjadi, dimana setiap tahun setidaknya ada 5% pasien rawat inap yang
mengalami kejadian tak diinginkan terkait dengan pemberian obat. Ini
tidak hanya terjadi pada pasien rawat inap, tapi juga pada pasien yang
sedang menjalani dioperasi. Dibulan oktober sendiri separuh dari operasi
mengalami medical errors, seperti pemberian dosis tidak tepat,
mengabaikan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan tanda vital pada
pasien, kesalahan dalam pelabelan serta documentation errors yang
dilansir dari Massachusetts General Hospital. Laporan penelitian yang
dilakukan oleh Institute of Medicine mengungkapkan adanya Diagnostic
errors terkait Improving Diagnosis in Health Care. Berdasarkan laporan
tersebut data yang ada menunjukkan 10% kematian pasien disebabkan
oleh diagnostic error yang disebabkan oleh kejadian tidak diinginkan
dengan persentase 6%. Karena hal itulah diadakan kerjasama oleh semua
stakeholder pelayanan kesehatan serta membangun komunikasi dan mitra
yang baik dengan pasien dan keluarganya. Adapun di Indonesia tingkat
KTD sebagaimana laporan insiden patient safety tahun 2007 sebesar
46,2% dan pada tahun 2010 sebesar 63%. Publikasi WHO (World Health
Organization), melaporkan insiden keselamatan pasien bahwa kesalahan
medis terjadi pada 8% sampai 12% dari ruang rawat inap. Sementara 23%
dari warga Uni Eropa 18% mengaku telah mengalami kesalahan medis
yang serius di rumah sakit dan 11% telah diresepkan obat yang salah.
Bukti kesalahan medis menunjukkan bahwa 50% sampai 70,2% dari
kerusakan tersebut dapat dicegah melalui pendekatan yang sistematis
komprehensif untuk keselamatan pasien.

Berdasarkan UU No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang


1patient safety pihak rumah sakit diharuskan melakukan kegiatan
pelayanan dengan lebih mengutamakan patient safety. Kurangnya
kesadaran dan kepedulian akan pentingnya patient safety akan
mengakibatkan kerugian bagi pihak rumah sakit dan juga pasien seperti
bertambah lamanya pasien dirawat yang akan berdampak pada semakin
besarnya biaya yang harus ditanggung dan terjadinya resistensi obat.
Analisis AHRQ berdasarkan pelatihan menemukan sebesar 55% akar
masalah terkait jumlah KTD Sebanyak 2.966 masalah. Mencegah dampak
pasien terhadap KTD terkait kematian dan ketidakmampuan yang menetap
sangat erat kaitannya dengan kinerja perawat dalam lingkup penerapan
patient safety. Considine mengatakan bahwa untuk mencegah KTD
beserta dampaknya yaitu dengan peningkatan kemampuan perawat terkait
pencegahan dini, deteksi risiko serta koreksi terhadap abnormalitas yang
mungkin bisa terjadi pada pasien. Schoonhoven, Grobbee, Bousema dan
Buskens berpendapat bahwa ketidakseragaman persepsi terkait deteksi
risiki terhadap pasien akan mengakibatkan pressure ulcer berdasarkan
temuan data sebesar 70%. Dengan demikian KTD dapat diturunkan
dengan penerapan patient safety yang baik. Upaya untuk membangun
budaya keselamatan pasien (culture of safety) disokong oleh tiga plar yaitu
teknologi, proses, dan SDM sebagai pilar dari pondasi perawatan pasien
secara aman. Program keselamatan pasien mulai dari perencanaan hingga
evaluasi menjadi wewenang tim keselamatan pasien rumah sakit.
Berdasarkan data yang diambil dari bagian KPRS dalam rentang tahun
2009–2014 didaptkan jumlah kasus 29. Dengan rincian, yaitu kejadian
pada tahun 2009, kasus pada tahun 2010, kasus pada tahun 2011, kasuas
pada tahun 2012, kasus pada tahun 2013, dan kasus pada tahun 2014.
Laporan kinerja Rumah Sakit Ibnu Sina Tahun 2016 triwulan II terdapat
kejadian pasien jatuh sebanyak 8 orang meskipun tidak mengakibatkan
cacat atau meninggal. Hal tersebut menunjukkan capaian indikator tidak
adanya pasien jatuh sebesar 58,79% yang tidak mencapai standar
pelayanan minimal No. 129/Menkes/SK/II/2008 yang seharusnya 100.
Selain itu, Rumah Sakit Ibnu Sina belum memiliki ruang isolasi yang
terstandar, sehingga berpotensi terjadinya infeksi silang antar pasien. Hal
tersebut dikarenakan banyak rumah sakit yang mengaplikasikan sistem
keselamatan yang baik, tetapi pada kenyataannya KTD tetap terjadi.
Meskipun pada umumnya jika sistem dapat dijalankan sebagaimana
mestinya maka KTD dapat ditekan sekecil-kecilnya, namun fakta
menunjukkan bahwa sistem tidak dapat berjalan secara optimal jika
kompetensi dan nilai-nilai atau Implementasi yang ada tidak mendukung.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari medical error.?
b.Apa saja bentuk kejadian medical error.?
c. Apa saja tipe-tipe medical error.?
d.Apa saja jenis-jenis medical error.?
e. Bagaimana upaya mencegah terjadinya medical error.?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa pengertian dari medical error.
b.Untuk mengetahui apa saja bentuk kejadian medical error.
c. Untuk mengetahui apa saja tipe-tipe medical error.
d.Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis medical error.
e. Untuk mengetahui apa saja upaya mencegah terjadinya medical error

D. INFORMASI YANG MELATARBELAKANGI PERMASALAHAN


YANG DIBAHAS SECARA TEORITIS MAUPUN EMPIRIS
a) Definisi Medical Error
Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat,tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga
kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Depkes RI, 2004).

Medication error merupakan masalah yang sering terjadi pada


pasien rawat inap. Secara umum Medication error didefinisikan sebagai
peresepan,pemberian dan administrasi obat yang salah, yang menyebabkan
konsekuensi tertentu. Medication error adalah suatu kesalahan dalam
proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung
jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat
dicegah (Cohen, 1999).

Medication error dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan tahap


pengobatan, yaitu :

a. Prescribing error (resep tidak terbaca, data pasien tdak lengkap,


nama obat yang tidak jelas).
b. Dispensing error (bentuk sediaan yang tidak tepat, obat
kadaluarsa, instruksi obat yang tidak tepat).
c. Administration error (kesalahan waktu pemberian
obat, dosis tidak tepat, teknik atau rute pemberian
obat yang salah).

Medication administration error dapat menjadi salah satu


penyebab Adverse Drug Events (ADE) atau efek samping yang tidak
diinginkan dalam pengobatan. Medication administration error
dilaporkan sebagai salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan
mortalitas pada pasien rawat inap (Tissot et al 2003; Baker et al 2002).
Medication error dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan
yang potensial memicu resiko fatal dari penyakit.

b) Bentuk Kejadian Medication Error


1. Identifikasi Jenis Prescribing Error

Dari hasil temuan di lapangan melalui wawancara dengan


beberapa informan diperolehin formasi mengenai jenis prescribing
error yang terjadi di IRD. Gambaran prescribing error terlihat dari
contoh kutipan informasi sebagai berikut:

“Kalau dalam kesalahan penulisan resep biasa salah dosis,


ini masalah dosis, berapa dosisnya, ataukah biasa kita itu kalau
obat dosisnya biasa ada yang 5 mg, ada yang 10 mg dan kesalahan
biasanya di situ. Biasa kita taro 0,25 padahal mustinya 2,5.” (SA,
52 tahun).

2. Identifikasi Jenis Dispensing Error

Jenis dispensing error yang terjadi di IRD dapat berupa obat


yang look alike sound alike (LASA), kesalahan bentuk sediaan, jumlah
obat kurang dan biasanya obat kosong.

“Misalnya yang dimaksud metronidazole tetapi tangannya


mengambil metilprednison karena namanya mirip, bunyinya
mirip, dan tempatnya berdekatan." (MI, 40 tahun)

3. Identifikasi Jenis Administration Error

Dari wawancara yang telah dilakukan, maka ditemukan jenis


administration error antara lain waktu pemberian obat tidak tepat,
teknik pemberian obat tidak tepat, dan obat tertukar pada pasien yang
namanya sama.

“Jadi begini, kadang ada obat yang mau diberikan,


sebenarnya bisa berkesinambungan sesuai dengan rotasi jadwal
yang ada, artinya kita disini pemberian obat per 8 jam, itu injeksi.
Kadang kendalanya disini begitu mau disuntikkan habis
obatnya,baru disuruh ambil.” (BA,44 tahun)

4. Identifikasi Penyebab Prescribing Error

Prescribing error disebabkan oleh penulisan resep, aturan


pakai, dan dosis obat. Faktor tulisan dokter yang tidak dapat dibaca.
Faktor pengetahuan dokter mengenai dosis obat, dan gangguan dari
pihak keluarga pasien dapat menyebabkan kesalahan peresepan ini.
“Tulisannya itukan tergantung dari dokternya to, yang
kedua aturan pakai, aturan pakainya kembali kedokternya.
Dosisnya masing-masing dokternya. Ini yang menjadi masalah ini.
Mungkin karena faktor ketidaktahuan.” (HA, 34 tahun).

5. Identifikasi Penyebab Dispensing Error.

Dispensing error terjadi pada tahap dispensing (peracikan), dari


dispensing obat di apotek hingga suplai obat kepada pasien. Salah satu
penyebab dispensing error yang paling umum adalah LASA.

“Penyebab itu kalau dari apoteknya sendiri, bisa saja


kesalahan di dalam membaca resep, misalnya tulisan dokter
kurang jelas sehingga salah dalam mengartikan nama obatnya,
mirip-miriplah begitu (LASA), itu yang sama bunyinya, sama
kedengarannya sama tulisannya.” (MI, 40 tahun)

6. Identifikasi Penyebab Administration Error

Mengenai administration error, informan mengungkapan


bahwa penyebabnya adalah faktor individu masing-masing petugas,
sehingga terjadi keterlambatan pemberian obat:

“Cara pemberian obatnya kadang juga melenceng ki


jamnya artinya jam sekian pemberian, biasa tidak sesuai karena
disitukan dia tidak lihat buku injeksinya, biasa jadwal injeksinya
kadang lambat ki.” (HA, 34 tahun)

c) Tipe-Tipe Medical Error


a. Secara teknis medical error dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Error of omission.
Contoh :
kesalahan dalam mendiagnosis,keterlambatan dalam
penanganan pasien atau tidak meresepkan obat untuk indikasi
yang tepat.
2. Error of commission.
Contoh :
kesalahan dalam memutuskan pilihan terapi, memberikan obat
yang salah, atau obat diberikan melalui cara pemberian yang
keliru.
b. Berdasarkan proses terjadinya medical error dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Diagnostik, antara lain berupa kesalahan atau keterlambatan
dalam menegakkan diagnosis,tidak melakukan suatu
pemeriksaan padahal ada indikasi untuk itu,penggunaan uji atau
pemeriksaan atau terapi yang sudah tergolong usang atau tidak
dianjurkan lagi.
2. Treatment, diantaranya adalah kesalahan (error) dalam
memberikan obat,dosis terapi yang keliru ,atau melakukan terapi
secara tidak tepat (bukan atas indikasi).
3. Preventive, dalam kategori ini termasuk tidak memberikan
profilaksi untuk situasi yang memerlukan profilaksi dan
pemantauan atau melakukan tindak lanjut terapi secara tidak
adekuat.
4. Lain-lain, misalnya kegagalan dalam komunikasi, alat medik
yang digunakan tidak memadai, atau kesalahan akibat kegagalan
sistem (system failure).

d) Upaya Mencegah terjadinya Medical Error

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah


terjadinya medical error, antara lain:

a. Pengukuran kinerja dan penerapan performance improvement system.


Pengukuran kinerja ini dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain : pengumpulan data dan monitoring terhadap outcom
spesifik yang menjadi salah satu target potensial untuk terjadinya
medical error.Tujuannya untuk mendeteksi seawal mingkin terjadinya
medical error dan sekaligus menetapkan upaya perbaikan berdasarkan
masalah yang dihadapi.
Selain itu dapat pula dikembangkan program risk management
atau istilah lainnya adalah disease management atau outcome
management.Program ini merupakan respons terhadap kejadian
medical error yang sebenarnya dapat dicegah apabila prosedur
dialaksanakan secara benar.Salah satu tujuan dari risk management ini
adalah untuk mencegah terjadinya resiko akibat tindakan
medik.Namun demikian,apabila ternyata resiko tidak dapat dicegah
maka upaya pengatasan masalah harus dilakukan secara
adekuat.Contoh untk ini adalah menyiapkan adrenalin dan kortison
untuk mengatasi resiko shock anafilaksi akibat pemberian obat per
injeksi.
b. Menetapkan strategi pencegahan berbasis pada fakta.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Mengidentifikasi dan memantau kejadian error pada sekolompok
pasien dengan resiko tinggi serta memahami bagaimana error bisa
terjadi, khususnya yang sifatnya preventable.
2. Melakukan analisis, interprestasi dan mendiseminasikan data
yang ada ke para klinisi maupun stakeholders.
3. Menetapkan strategi untuk mengurangi resiko terjadinya medical
error dengan mempertimbangkan bagaimana strategi tersebut
dapat diterapkan dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada.
4. Jika diperluakn dapat diundang para expert dalam bidang
klinis,epidemiologi klinis, atau management training untuk
melakukan ekspplorasi dan sekaligus memformulasikan solusi
pemecahan.
5. Jika keempat langkah tersebut telah dilakukan, tahap berikutnya
adalah melakukan evaluasi dampak program terhadap keamanan
pasien (patient safety).
c. Menetapkan standar kinerja (performance standards) untuk keamanan
pasien.

Pengembangan dan tersedianya berbagai standar untuk


keperluan patient safety antara lain bertujuan untuk :
1. Sebagai standar minimum kinerja yang harus dilakukan oleh setiap
petugas untuk meminimalkan terjadinya resiko.
2. Standar kinerja dimaksudkan untuk menjamin konsistensi dan
keseragaman prosedur bagi setiap petugas kesehatan dalam
melakukan upaya medik,sehingga kalaupun tetap terjadi error,
maka harus ditelusuri kembali apakah standar yang ditetapkan
adekuat.
3. Menjamin bahwa pelaksanaan standar (yang mempresentasikan
kesepakatan seluruh petugas yang ada) adalah dalam kerangka
profesonalisme dan akuntabilitas.

e) Jenis-jenis Kesalahan Obat (Medication Error)


Jenis-jenis Kesalahan Obat (Medication Error) Menurut Charles (2005, hal
383-386) jenis dari kesalahan obat dan masalah yang berkaitan dengan
obat ialah sebagai berikut:
1. Kesalahan resep Seleksi obat (didasarkan pada indikasi,
kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor
lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan
pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang
disorder atau diotorisasikan oleh dokter (atau penulis lain yang sah)
yang tidak benar; resep atau order obat yang tidak terbaca yang
menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.
Contoh : Pasien berusia 42 tahun yang memiliki riwayat gangguan
jantung diperiksa oleh kardiologis. Pasien tersebut diberi Isordil untuk
heart pain. Resep tersebut menginstruksikan bahwa obat harus
dikonsumsi sebanyak 20 mg, 4 kali sehari. Ketika pasien membawa
resep tersebut dibawa ke apotek untuk ditebus, apoteker membaca
Isordil sebagai Plendil. Obat yang digunakan untuk menurunkan
tekanan darah. Walaupun dosis maksimum sehari Plendil yang
direkomendasikan adalah 10 mg, tetapi apoteker tetap memberikan
obat tersebut sesuai dengan dosis yang diresepkan oleh dokter, yaitu
20 mg. Jadi, pasien tersebut tidak hanya menerima obat yang salah,
tapi dia juga harus mengkonsumsi obat dengan dosis maksimum
perhari 8 kali lebih besar dibandingkan dengan dosis maksimum yang
direkomendasikan. Setelah meminum beberapa dosis, pasien tersebut
jatuh sakit dan dibawa ke UGD dimana dokter yang memeriksanya
menyatakan bahwa pasien terkena serangan jantung. Pasien tersebut
meninggal dua minggu kemudian.
2. Kesalahan karena lalai memberikan obat Gagal memberikan satu
dosis, sebelum dosis terjadwal berikutnya. Jika pasien menolak
mengkonsumsi obat atau jika obat tidak dikonsumsi karena
kontraindikasi, maka hal tersebut bukan kesalahan.
Contoh : Perawat atau apoteker lupa memberikan obat pada pasien
rawat inap.
3. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru Pemberian obat diluar
suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari jadwal waktu
pemberian obat.
Contoh : Jadwal obat lebih atau kurang dari 30 menit b. Furosemid
diminum malam hari, seharusnya pagi hari c. R/ Simvastatin S 0-0-1,
diberi sore hari seharusnya malam hari
4. Kesalahan obat karena obat yang tidak diotorisasi Pemberian kepada
pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang sah
untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan
kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis,
maupun dosis yang diberikan di luar pedoman atau protokol klinik
yang telah ditetapkan.
Contoh : Seorang perawat memberikan 300 mg morfin yang
seharusnya diresepkan untuk pasien yang sedang terkena kanker
kepada pasien lain yang berusia 77 tahun yang sedang dirawat akibat
emfisema parah dan pneumoconiosis . Kira-kira 11 jam setelah
pemberian morfin, pasien tersebut ditemukan dalam keadaan kolaps
dan koma. Paramedis kemudian memberikan naloxone dan pasien
dapat tersadar. Namun, pasien tersebut akhirnya mengalami kejang-
kejang dan kemudian meninggal dunia.
5. Kesalahan obat karena dosis tidak benar Pemberian kepada pasien
suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang diorder
oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada
pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis
obat yang diorder.
Contoh : Pihak Polres Bangka Tengah akhirnya menetapkan Mon,
oknum perawat di RSUD Bangka Tengah (Bateng), menjadi tersangka
lantaran diduga kuat lalai dalam menjalankan tugas hingga
menyebabkan pasiennya, Jibran meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Pada Juli 2009 lalu, Jibran yang baru berusia 13 bulan, anak ketiga
pasangan Mustar (40) dan Hidayati (35), warga Desa Nibung
Kecamatan Koba, menjalani perawatan di RSUD Bangka Tengah
karena menderita malaria. Saat itu, Mon sempat memberikan obat
malaria jenis klorokuin kepada Jibran. Namun beberapa saat
kemudian, sakit Jibran malah bertambah parah dan akhirnya
meninggal dunia.
6. Kesalahan obat karena bentuk sediaan Pemberian kepada pasien suatu
sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh dokter.
Contoh : a. Keliru penggunaan salep mata, apabila yang diorder suatu
larutan untuk mata b. Penggerusan tablet lepas lambat.
7. Kesalahan obat karena pembuatan atau penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan secara tidak benar sebelum
pemberian. Contoh : a. Pengenceran atau rekonstitusi suatu sediaan
yang tidak benar b. Tidak mengocok suspensi c. Mencampur obat-
obat yang secara fisik atau kimia dapat berinteraksi d. Penggunaan
obat kadaluarsa e. Tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya
8. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru Prosedur yang tidak
tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat yang
dapat mencakup kesalahan karena rute pemberian yang keliru berbeda
dengan yang ditulis, melalui rute yang benar tetapi tempat yang keliru,
maupun kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru. Contoh :
Anak laki-laki berusia 16 tahun dengan leukemia menerima
kemoterapi berupa injeksi intravena vinkristin dan intratekal
metotreksat. Tusukan pada lumbalis akan dilakukan oleh seorang
dokter junior. Dokter tersebut menyerahkan dua jarum suntik pada
temannya, dan temannya menyuntikkan isi kedua jarum tersebut
secara intratekal tanpa diperiksa. Anak tersebut pada akhirnya terkena
arachnoiditis yang menyakitkan yang mana didiagnosa setelah dua
hari diberikan prosedur yang salah. Dan pada akhirnya, ia meninggal
dunia.
9. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak Pemberian suatu obat
yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan
telah membahayakan, termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak
tepat. Contoh : Bisnis Indonesia, Kamis 18 Mei 2006 hal. 8---Rumah
Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK), Jakarta dilaporkan keluarga
pasien almarhum Paulus Famiardjo ke Menteri Kesehatan dan Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) berkaitan dugaan pemberian obat kadaluarsa.
"Saat datang ke rumah sakit, ayah klien kami masih dalam keadaan
baik. Tapi 12 jam setelah diberikan obat kadaluarsa, dia meninggal,"
kata John H. Waliry, kuasa hukum Luna Famiardjo (anak kandung
Paulus Famiardjo) yang akan menuntut secara pidana dan perdata RS
itu, di Jakarta, kemarin. Pada 9 Maret lalu, Paulus datang ke RS PIK
dan menjalani pengobatan kanker paru-paru hingga 20 Maret. Untuk
membunuh sel kankernya, pada 22 Maret Paulus datang lagi dan
diberikan obat gemzar yang berfungsi membunuh sel kanker.
Mengembalikan kondisi kesehatan yang melemah, pihak RS
memberikan obat berupa cairan infus lipovenous. Namun cairan obat
itu ternyata kadaluarsa 10 Maret 2006. Ia mengungkapkan pihak RS
memang sudah menyampaikan permintaan maafnya. Kepala Divisi
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Legal RS PIK, Rizal, mengatakan
tidak ingin menutup-nutupi permasalahan tersebut. "Tapi, bicara
kasusnya saya no comment."
10. Kesalahan karena pemantauan yang keliru Gagal mengkaji suatu
regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah, atau gagal
menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian
respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis. Contoh :
Seorang laki-laki berusia 33 tahun meninggal 6 bulan setelah dia
menderita henti jantung selama operasi retinal detachment. Henti
jantung tersebut diakibatkan hipoksia yang terjadi ketika saluran
endotrakeal pasien tidak terhubung dengan sumber oksigen. Anestesis
menyadari masalah tersebut hanya ketika alarm tekanan darah
berbunyi 4,5 menit setelah sumber oksigen gagal terhubung ke saluran
andotrakeal pasien. Pertama-tama dia yakin bahwa terjadi kesalahan
pada mesin tekanan darah; tetapi salah satu dokter bedah menyadari
adanya bradikardi, sianosis, dan terputusnya hubungan antara saluran
endotrakeal pasien dengan sumber oksigen.
11. Kesalahan karena rute pemberian yang tidak benar Pemberian suatu
obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, termasuk
dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang
keliru.
Contoh :
a. Vaginal suppositoria yang seharusnya diberikan melalui vagina
tetapi diberikan lewat dubur/rektal
b.Pemberian obat suppositoria yang digunakan melalui dubur tetapi
diberi lewat oral
c. Pemberian tablet sublingual tetapi diberikan langsung ditelan
d.Pemberian tablet hisap tetapi diberikan langsung ditelan
e. Pemberian obat injeksi subkutan tetapi diberikan intra vena
f. Pemberian tetes mata pada mata sebelah kiri yang seharusnya
sebelah kanan
12. Kesalahan karena indikasi tidak diobati Kondisi medis pasien
memerlukan terapi obat, tetapi tidak menerima suatu obat untuk
indikasi tersebut.
Contoh :
a. Pasien yang mengeluh sakit kepala dan setelah dilakukan cek
laboratorium menandakan adanya hipertensi dan kolesterol.
Tetapi hanya diberikan obat pusingnya saja
b. Pasien mengeluh sakit batuk pilek tetapi yang diberikan hanya
obat batuknya saja.
13. Kesalahan karena interaksi obat Pasien mengalami masalah medis,
sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obat-makanan, atau obat-
prosedur laboratorium.
Contoh :
a. Inkompatibilitas intravena, seperti nutrisi parenteral lengkap atau
campuran sediaan intravena.
b. Penggunaan bersamaan dua obat yang bekerja di SSP (misal:
antidepressant dan antihistamin) menyebabkan rasa kantuk yang
berlebihan.
c. Pemberian penghambat MAO bersama dengan tiramin/keju
menghasilkan penumpukkan amin di ujung saraf adrenergik d.
Vitamin B6 meningkatkan aktivitas enzim yang memetabolisme
levodopa sehingga efek levodopa menurun.
d. Penggunaan kaptopril bersamaan dengan spironolakton dapat
menyebabkan hiperkalemia f. Tetrasiklin dengan makanan kaya
kalsium dapat membentuk kelat sehingga absorpsinya terganggu.

E. Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata


kuliah manajemen pasien safety dan untuk referensi
BAB II
PEMBAHASAN
a) Konsep Materi Pencegahan dan Penurunan Kesalahan Medis (medical error) di RS

NO JUDUL JURNAL TUJUAN DESAIN METODE SAMPEL HASIL PENELITIAN


PENELITIAN PEMBELAJARAN
PENELITIAN

1. HUBUNGAN Untuk mengetahui Menggunakan survey Dalam pengambilan Ada hubungan pengetahuan perawat
PENGETAHUA hubungan analitik dengan sampel menggunakan dengan pelaksanaan keselamatan
N DAN SIKAP pengetahuan dan rancangan cross purposive sampling pasien (patient safety) di ruang rawat
PERAWAT sikap perawat sectional. sebanyak 65 koresponden inap RSUD Liun Kendage Tahuna,
DENGAN dengan dimana 95% perawat pelaksana
PELAKSANAA pelaksanaan mempunyai pengetahuan baik tentang
N keselamatan pelaksanaan keselamatan pasien, dan
KESELAMATA (patient safety) di ada hubungan sikap perawat dengan
N PASIEN ruang rawat inap pelaksanaan keselamatan pasien
(PATIENT RSUD Liun (patient safety) di ruang rawat inap
SAFETY) DI RSUD Liun Kendage Tahuna, dimana
Kendage Tahuna
RUANG 95% perawat pelaksana mempunyai
RAWAT INAP sikap yang baik dapat melaksanakan
RSUD LIUN keselamatan pasien
KENDAGE
TAHUNA

2. ANALISIS Untuk mengetahui Menggunakan metode Dalam pengambilan Untuk meningkatkan mutu dan
PELAKSANAA anlisis kualitatif dan deskriftif sampel menggunakan keselamatan pasien,RSISA
N 7 LANGKAH pelaksanaan7 purposive sampling membentuk komitmen mutu dan
MENUJU langkah menuju Keselamatan pasien(KMKP) yang
KESELAMATN keselamatan pasien bertugas untuk
PASIEN DI RS di RS islam sultan mnyusun,menggerakan,mengimplemen
ISLAM SULTAN agung tasikan dan mengevaluasikan program
AGUNG keselamatan pasien.
SEMARANG

3. PENGARUH Untuk mengetahui Metode ini Dalam pengambilan Hasil penelitian ini menunjukkan
PROGRAM pengaruh program menggunakan qiuasi sempel menggunakan bahwa karakteristik perawat rata-rata
MENTORING mentoring terhadap eksperiment desain ; metode sempel rondom berada pada usia dewasa muda(20-40
TERHADAP penerapan budaya pretest-posttest with sampling tahun),dengan rata-rata lama kerja 3
PENERAPAN keselamatan pasien control group tahun,mayoritas berjenis kelamin
BUDAYA di ruang rawat inap desain,sampel yang perempuan,dengan tingkat pendidikan
KESELAMATA digunakan 90 perawat sebagian besar DII keperawatan serta
N PASIEN (45 pada kelompok mayoritas belum pernah mengikuti
intervensi dan 45 pada pelatihan tentang keselamatan pasien
kelompok kontrol)

4. FAKTOR Untuk Metode yang digunakan Kepala ruang rawat inap/ 1. Takut disalahkan oleh karena
PENYEBAB mengidentifikasi, fotused group kepala instalasi sebanyak budaya patient safety belum
PENURUNAN menganalisis dan discussion (FGD) 26 orang menyeluruh.
PELAPORAN menentukan solusi 2. Komitmen kurang dari
INSIDEN faktor penyebeb menegement atau unit terkait
KESELAMATA penurunan 3. Tidak ada reweard dari RS jika
N PASIEN pelaporan ikp di melaporkan
RUMAH SAKIT RS 4. Tidak tau batasan mana atau
apa yang dilaporkan
5. Sosialisasi IKP kkurang
maksimal
6. Belum ikut pelatihan
7. Sosialisasi komisi keselamatan
rumah sakit kurang aktif
5. ANALISIS Untuk Menggunakan metode Direktur rumah sakit dan 1. Pelaksanaan identifikasi pasien
PELAKSANAA menganalisis kualitatif semua tenaga kesehatan di di unit gawat darurat RSUD
N STANDAR sejauh mana ruang gawat darurat DR. Samratulagi tondano
SASARAN pelaksanaan sudah sesuai dengan standar
KESELAMATA sasaran akreditasi rumah sakit versi
N PASIEN DI keselamatan pasien 2012
UNIT GAWAT di unit gawat 2. Pelaksanaan komunikasi efektif
DARURAT darurat di RSUD di unit gawat darurat RSUD
RSUD DR. SAM sam ratulangi DR. Sam ratulangi tondano
RATULAGI tondano sesuai sudah sesuai dengan standar
TONDANO dengan standar akreditasi rumah sakit versi
SESUAI akreditasi versi 2012
DENGAN 2012 3. Pelaksanaan peningkatan
AKREDITASI keamanan obat yang perlu
RUMAH SAKIT diwaspadai (high alert) di unit
VERSI 2012 gawat darurat RSUD DR. Sam
ratulangi tondano sudah sesuai
dengan standar akreditasi
rumah sakit versi 2012
4. Pelaksanaan kepastian tepat-
lokasi, tepat-prosedur, tepat-
pasien operasi di unit gawat
darurat RSUD DR. Sam
ratulangi tondano sudah sesuai
dengan standar akreditasi
rumah sakit versi 2012
5. Pelaksanaan pengurangan
resiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan di unit gawat darurat
RSUD DR. Sam ratulangi
tondano belum berjalan sesuai
dengan standar akreditasi
rumah sakit versi 2012
6. Pelaksanaan pengurangan
resiko pasien jatuh di unit
gawat darurat RSUD DR. Sam
ratulangi tondano belum sesuai
dengan standar akreditasi
rumah sakit versi 2012
b) Analisis Kasus
YLKI Minta Petugas Medis RS Siloam Harus Diperiksa
Kasus:

Liputan6.com, Jakarta Pengurus Harian Yayasan Lembaga


Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mempertanyakan mengapa peristiwa
meninggalnya dua pasien terkait tertukarnya obat Bunavest Spinal hanya
di RS Siloam Karawaci.

Menurut Tulus, kemungkinan kesalahan prosedur ada di rumah


sakit. "Dokter atau rumah sakit sebelum memberikan tindakan atau obat,
wajib menanyakan pada pasien apakah mengalami alergi," katanya.

Maka itu, dia berharap agar BPOM tidak hanya fokus memeriksa
Kalbe Farma, tapi juga Badan Pengawas Rumah Sakit dalam memeriksa
prosedur medis Rumah Sakit Siloam Karawaci.

"Biar semuanya jelas dan tuntas. Secara normatif kedua pihak,


yakni RS Siloam Karawaci dan PT Kalbe Farma, harus bertanggung jawab
atas meninggalnya dua pasien," tegasnya.

Sebelumnya, dua pasien terkait kasus urologi meninggal setelah


mendapatkan pemberian injeksi Buvanest Spinal. Awalnya kedua pasien
mengalami kejang dan panas, lalu gatal-gatal, dan langsung masuk ke
perawatan ICU. Kurang dari waktu 24 jam, pada Kamis (12/2) kedua
pasien meninggal.

Menengarai kasus tersebut, pihaknya akan meminta keterangan


dari Kementerian Kesehatan, BPOM dan RS Siloam untuk memberikan
penjelasan kepada Komisi IX DPR RI.

Sementara itu, pihak PT Kalbe Farma menyatakan telah menarik


secara sukarela obat anastesi Buvanest Spinal dan Asam Tranexamat
terkait meninggalnya dua pasien di Rumah Sakit Siloam Karawaci,
Tangerang. Penarikan dilakukan secara nasional sejak 12 Februari lalu.
"Itu tindakan preventif kami, sebelum ada instruksi kami sudah
tarik semua dari peredaran,” kata Hari Nugroho, Head of External
Communications PT Kalbe Farma Tbk.

Hari mengatakan yang ditarik adalah dua batch Asam Tranexamat


Generik 500 mg/Amp 5 ml yaitu batch 629668 dan 630025. Sedangkan
Buvanest 0,5 persen Heavy 4 ml, seluruh batch-nya ditarik dari peredaran.

Sedangkan, BPOM menyatakan telah membekukan izin beredar


dan menghentikan produksi obat Buvanest Spinal dari pasaran. Hal itu
dilakukan sampai investigasi BPOM atas penyebab kematian dua pasien
RS Siloam Karawaci ditemukan.

Menilik kasus kesalahan obat ini, lanjut Tulus, pada Agustus 2014,
RS Siloam Karawaci dituding melakukan malpraktik oleh salah satu
pasiennya, Dasril Ramadhan, dan RS tersebut dituntut Rp 500 miliar.
Tuntutan tersebut dilakukan di PN Tangerang dan sidang perdana
dilakukan pada 27 Agustus 2014 dengan perkara register no
470/PDT.G/2014/PN.TNG.

Pada 3 April 2008, AB Susanto juga melaporkan RS Siloam


Karawaci atas dugaan malpraktik terhadap dirinya ke Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan menggugat rumah sakit
tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan perkara No
237/pdt.G/2009/PN.JKT.Ut dan berakhir kandas.

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amelia


Anggraini mengatakan kasus meninggalnya dua pasien RS Siloam
Karawaci akibat suntikan anestesi Buvanest Spinal murni kecerobohan tim
medis RS bersangkutan. Dia menilai kesalahan tersebut mesti diperiksa
secara hukum karena berpotensi melanggar Undang-Undang.

"Hal ini berpotensi melanggar UU No. 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit," kata Amelia kepada wartawan, Rabu (18/2).
Amelia berpendapat hak pasien adalah untuk memperoleh layanan
kesehatan yang manusiawi serta keselamatan tertera dalam Undang-
Undang. "Pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang yang dijamin
konstitusi."

Analisis:

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAK

Anda mungkin juga menyukai