Anda di halaman 1dari 88

PENGARUH PATIENT SAFETY CLIMATE TERHADAP

PELAKSANAAN PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT


IBNU SINA TAHUN 2017

THE EFFECT OF PATIENT SAFETY CLIMATE ON PATIENT


SAFETY IMPLEMENTATION IN IBNU SINA
HOSPITAL 2017

HALAMAN JUDUL

MUH. WIRAWAN HARAHAP

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
DAFTAR ISI

Contents

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
BAB I.......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Kajian Masalah .................................................................................. 8
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 11
D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 12
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 14
BAB II ....................................................................................................... 15
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 15
A. Iklim Keselamatan Pasien ................................................................ 15
B. Keselamatan Pasien ........................................................................ 20
C. Insiden Keselamatan Pasien ........................................................... 34
D. Hubungan antara Patient Safety Climate dengan Pelaksanaan
Patient Safety .................................................................................. 41
E. Rumah Sakit .................................................................................... 46
F. Matriks Penelitian Terdahulu ........................................................... 51
G. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ......................................... 63
H. Mapping Theory ............................................................................... 64
I. Kerangka Teori ................................................................................ 65
J. Kerangka Konsep ............................................................................ 66
K. Hipotesis .......................................................................................... 67
L. Definisi Operasional ......................................................................... 69
BAB III ...................................................................................................... 75
METODE PENELITIAN ............................................................................ 75
A. Rancangan Penelitian ...................................................................... 75
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 75
C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 75

ii
D. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 78
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 79
F. Variabel Penelitian ........................................................................... 80
G. Teknik Analisa Data ......................................................................... 80
H. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................. 81
I. Etika Penelitian ...................................Error! Bookmark not defined.

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR GAMBAR

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat

ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error

yang terjadi pada pasien.Keselamatan pasien muncul dan berkembang

seiring dengan semakin bertambahnya jumlah insiden keselamatan

pasien. Keselamatan pasien berfokus pada usaha untuk menurunkan

angka insiden keselamatan pasien yang sebenarnya dapat dicegah

(Raleigh, 2009).

Insiden keselamatan pasien dalam Permenkes No. 1691 Tahun

2011 adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat

dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian

nyaris cedera, kejadian tidak cedera, dan kejadian potensi cedera.

Institute of Medicine pada Tahun 1999 dalam To Err is Human : Building a

Safer Health Care System mengemukakan bahwa 44.000 sampai 98.000

orang setiap tahunnya meninggal di rumah sakit Amerika akibat insiden

keselamatan pasien padahal sebenarnya hal tersebut dapat dicegah.

Kematian akibat insiden keselamatan pasien menempati urutan kedelapan

penyebab kematian pasien di Amerika Serikat.


2

World Health Organization (WHO) 2014, Angka insiden

keselamatan pasien juga dilaporkan oleh berbagai negara. Di Eropa

pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis

menunjukkan 50-72,3%. Dikumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit

diberbagai Negara, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) dalam laporan

Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di Indonesia, jumlah laporan IKP setiap

tahun meningkat, diantaranya tahun 2010 sebanyak 103 kasus, dan

periode Januari – April 2011 sebanyak 34 kasus. Pada tahun 2010, jumlah

laporan IKP di rumah sakit pemerintah daerah lebih tinggi daripada rumah

sakit swasta yaitu sebesar 16,45%.Jumlah laporan IKP di rumah sakit

umum juga lebih tinggi daripada rumah sakit khusus, yaitu 25,69% pada

2010 dan 27,79% pada 2011 (KKP-RS, 2010; 2011).

Data lain mengenai insiden keselamatan pasien di Indonesia

menunjukkan bahwa kejadian nyaris cedera (KNC) lebih banyak

dilaporkan daripada kejadian tidak diinginkan (KTD). Pelaporan kejadian

nyaris cedera sebesar 47,6 % sedangkan kejadian tidak diinginkan

sebesar 46,2 %. Di Indonesia, meskipun publikasi tentang malpraktik

cukup sering muncul di media massa, namundata resmi insiden

keselamatan pasien masih jarang ditemui. Penelitian pertama tentang

keselamatan pasien di Indonesia dilakukan di 15 rumah sakit dengan

4500 rekam medik. Hasilnya menunjukkan angka insiden keselamatan


3

pasien berkisar antara 8,0%-98,2% untuk kesalahan diagnosis dan 4,1%-

91,6% untuk kesalahan pengobatan(KKP-RS, 2010; 2011).

Salah satu rumah sakit yang angka kejadian insiden keselamatan

pasiennya cukup tinggi di Kota Makassar adalah Rumah Sakit Ibnu Sina.

Jumlah kejadian insiden keselamatan pasien dapat dilihat pada tabel di

bawah ini berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Patient Safety RS

Ibnu Sina.

Tabel 1
Jumlah Insiden Keselamatan Pasien di RS Ibnu Sina
Makassar Tahun 2014-2016
Kasus Tahun Standar Kemenkes
Insiden 2014 2015 2016 No. 129 Tahun 2008
KTD 2 7 6 0 Kasus
KNC 2 0 3 0 Kasus
Sumber: Bagian Patient Safety RS Ibnu Sina, 2017

Tabel di atas menunjukkan dua jenis insiden keselamatan pasien

yang terjadi di RS Ibnu Sina Makassar. Angka KTDpada tahun 2014 yaitu

2 kasus kemudian meningkat tahun 2015 menjadi 7 kasus dan 6 kasus

pada tahun 2016.Begitupun dengan angka KNC pada tahun 2014 sampai

2016 masing-masing yaitu sebanyak 2 kasus, 0 kasus dan 3 kasus.

Padahal dalam Kemenkes No. 129 Tahun 2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit telah ditetapkan bahwa tidak boleh ada

angka KTD dan KNC di rumah sakit (standar 0 kasus). Besarnya jumlah

insiden di RS Ibnu Sina ini mengindikasikan bahwa pihak RS Ibnu Sina

perlu melakukan tindakan demi mengurangi bahkan jika perlu meniadakan

insiden keselamatan pasien.


4

Insiden keselamatan pasien dapat dikurangi atau dicegah

kejadiannya dengan mengetahui faktor yang berkontribusi terhadap

terjadinya insiden keselamatan pasien. Sebelumnya telah dipaparkan

bahwa program keselamatan pasien merupakan program yang

dilaksanakan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya insiden

keselamatan pasien. Dalam Panduan Nasional Keselamatan Pasien

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2006 dipaparkan

bahwa tujuan dari pelaksanaan keselamatan pasien salah satunya adalah

untuk menurunkan angka kejadian tidak diinginkan (KTD) di rumah sakit.

Institute of Medicine (1999) juga mengemukakan bahwa untuk

mengurangi insiden keselamatan pasien perlu dilakukan peningkatan

program keselamatan pasien. Program keselamatan pasien akan

membuat petugas sulit melakukan kesalahan dan mudah melakukan yang

benar (Institute Of Medicine, 1999). Ballard (2006) menyatakan bahwa

kueselamatan pasien merupakan komponen penting dan vital dalam

asuhan yang berkualitas. Keselamatan pasien juga merupakan salah satu

indikator yang mempengaruhi mutu rumah sakit (Sammer, Lykens, Singh,

Mains, & Lackan, 2010).

Selain dipengaruhi oleh pelaksanaan program keselamatan pasien,

insiden keselamatan pasien juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

WHO dalam Human Factors in Patient Safety : Review of Topics and

Tools pada tahun 2009 mengemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi insiden keselamatan pasien. WHO mengembangkan


5

empat kategori faktor yang sangat berhubungan dengan penyebab insiden

keselamatan pasien. Kategori faktor individu yang terdiri atas

kewaspadaan situasi, pengambilan keputusan, stres, dan kelelahan.

Kategori faktor kerja tim yang terdiri atas kerja tim dan supervisi. Kategori

faktor organisasi dan manajemen terdiri atas budaya keselamatan,

kepemimpinan manajer, dan komunikasi. Kategori faktor lingkungan terdiri

atas lingkungan kerja dan bahaya .

Vincent et al tahun 1998 menjelaskan Beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan

pasien adalah faktor organisasi seperti iklim keselamatan dan moral,

faktor lingkungan kerja seperti susunan kepegawaian dan dukungan

manajerial, faktor tim seperti kerja tim dan supervisi, dan faktor staf seperti

kepercayaandan keyakinan diri (Mulyana, 2013).

Henriksen tahun 2008 juga menjelaskan bahwa insiden

keselamatan pasien dipengaruhi oleh faktor individu seperti kemampuan,

pengalaman, kelelahan kerja. Faktor sifat dasar pekerjaan seperti

kompleksitas pengobatan, alur pekerjaan, interupsi. Faktor lingkungan

fisik meliputi pencahayaan, temperatur. Faktor manajemen seperti

budaya keselamatan, pengembangan karyawan, kepemimpinan. Selain itu

juga faktor eksternal organisasi seperti perkembangan teknologi,

kebijakan pemerintah terkait pelayanan kesehatan juga disebutkan

sebagai faktor yang dapat mempengaruhi insiden keselamatan pasien

(Patient et al., 2012).


6

Penerapan program keselamatan pasien lebih efektif dibandingkan

dengan faktor-faktor lain dalam menurunkan angka kejadian insiden

keselamatan pasien. Lima tahun setelah laporan IOM (1999),

keselamatan pasien telah menjadi salah satu prioritas utama pelayanan

kesehatan dan diupayakan secara ekstensif dari tingkat global sampai

sistem mikro.

Iklim keselamatan pasien dipertimbangkan sebagai salah satu

prinsip utama dalam organisasi perawatan kesehatan. Hal ini karena

hampir setiap proses yang dilakukan oleh para profesional perawatan

kesehatan yang berpotensi risiko dan menjadi masalah yang terkait

dengan penggunaannya dalam praktek (Flin, Burns, Mearns, Yule, &

Robertson, 2006) . Dengan demikian, pentingnya iklim keselamatan

pasien dalam organisasi kesehatan karena memiliki potensi yang

bermanfaat, terutama pengurangan kesalahan yang dapat menyebabkan

konsekuensi yang serius pada pasien (Singer, Falwell, Gaba, & Baker,

2009).

Penerapan program keselamatan pasien merupakan syarat untuk

diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi

Rumah Sakit. Penyusunan program keselamatan pasien mengacu kepada

Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007)

yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKPRS) dan dari Joint Commission International (JCI). Sasaran

keselamatan pasien terdiri atas enam sasaran, yaitu ketepatan identifikasi


7

pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat

yang perlu diwaspadai (high alert), kepastian tepat lokasi, tepat prosedur,

dan tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan

kesehatan, dan pengurangan risiko jatuh.

Berdasarkan data insiden keselamatan pasien Rumah Sakit Ibnu

Sina, pendapat, dan hasil penelitian para tokoh yang sudah dipaparkan di

atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk menganalisis

pengaruh Iklim keselamatan pasien terhadap pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien (IPSG) di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Selain

itu peneliti juga akan menganalisis variabel iklim keselamatan pasien yang

paling berpengaruh terhadap pelaksanaan sasaran keselamatan pasien.


8

B. Kajian Masalah

Faktor Organisasi
Faktor dan Manajemen:
Organisasi dan Manajemen:
1. Budaya
1. Keselamatan Pasien
Budaya Keselamatan Pasien
2. Iklim
2. Keselamatan Pasien
Iklim Keselamatan Pasien
3. Komunikasi
3. Komunikasi
4. Staffing
4. Staffing
Struktur Organisasi
5. Struktur
5. Organisasi

Faktor Kelompok/Tim:
Faktor Kelompok/Tim:
Kerja tim
1. Kerja
1. tim
2. Insiden keselamatan di
Insiden keselamatan di RS
RS
2. Supervisi
Supervisi
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina
3. Kepemimpinan
Kepemimpinan
tinggi tahun
masih tinggi
masih tahun
2014-2016
2014-2016
Pelaksanaan Program
Pelaksanaan Program
Faktor Individu:
Faktor Individu: (KTD 15
(KTD KNC 55 kasus)
kasus, KNC
15 kasus, kasus)
Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien
1. Situation Awareness
1. Situation Awareness Kemenkes No.129
Standar Kemenkes
Standar No.129
Keselamatan pasien)
(Sasaran Keselamatan
(Sasaran pasien)
2. Decision Making
2. Decision Making 2008: 00 kasus
thn 2008:
thn kasus
Stres Kerja
3. Stres
3. Kerja
4. Kelelahan
4. Kelelahan Standar KEMENKES
Standar KEMENKES
5. Pengetahuan dan
5. Pengetahuan dan keterampilan
keterampilan No. 129
No. thn 2008
129 thn 2008
6. Pengalaman
6. Pengalaman
7. Motivasi
7. Motivasi
8. Kondisi fisik
8. Kondisi dan psikologis
fisik dan psikologis
9. Kepribadian
9. Kepribadian

Faktor Eksternal:
Faktor Eksternal:
Kebijakan pemerintah
1. Kebijakan
1. pemerintah
Iklim politik
2. Iklim
2. politik
3. Teknologi
3. Teknologi

Gambar 1.
Kajian Masalah PenelitianKemenkes RI (2006), IOM (1999), WHO
(2009), Henriksen (2008), Vincent et al (1998)

Insiden keselamatan pasien merupakan setiap kejadian yang tidak

disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Angka insiden

keselamatan pasien cukup tinggi di berbagai negara seperti yang telah

dilaporkan. Insiden keselamatan pasien juga tercatat tinggi kejadiannya di

berbagai rumah sakit Indonesia. Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar adalah

salah satu rumah sakit yang insiden keselamatan pasiennya cukup tinggi.

Insiden keselamatan pasien yang terjadi yaitu kejadian tidak diharahapkan


9

(KTD) dan kejadian nyaris cedera (KNC). Masing-masing insiden tersebut

melebihi standar yang telah ditetapkan.

Pengurangan dan pencegahan insiden keselamatan pasien perlu

dilakukan oleh rumah sakit. Namun perlu diketahui terlebih dahulu faktor-

faktor yang mempengaruhi insiden keselamatan pasien itu sendiri.

Berbagai organisasi dan tokoh telah mengemukakan faktor yang

berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien. Panduan Nasional

Keselamatan Pasien Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun

2006 misalnya, menyebutkan bahwa pelaksanaan program keselamatan

pasien merupakan program yang dapat menurunkan angka kejadian tidak

diinginkan (KTD) di rumah sakit.

Institute of Medicine (1999) juga mengemukakan bahwa untuk

mengurangi insiden keselamatan pasien perlu dilakukan peningkatan

program keselamatan pasien. Program keselamatan pasien akan

membuat petugas sulit melakukan kesalahan dan mudah melakukan yang

benar (IOM, 1999). Ballard (2003) menyatakan bahwa keselamatan

pasien merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan yang

berkualitas. Keselamatan pasien juga merupakan salah satu indikator

yang mempengaruhi mutu rumah sakit.

Program keselamatan pasien lebih efektif dilaksanakan untuk

menurunkan dan meniadakan insiden keselamatan pasien. Meskipun

masih terdapat faktor lain yang juga dapat mempengaruhi insiden

keselamatan pasien. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor individu, faktor


10

kerja tim, faktor organisasi dan manajemen, dan faktor lingkungan (WHO,

2009). Henriksen (2008) juga menyebutkan faktor individu, faktor sifat

dasar pekerjaan, faktor lingkungan fisik, faktor manajemen, dan faktor

eksternal organisasi sebagai penyebab terjadinya insiden keselamatan

pasien. Namun program keselamatan pasien dianggap sebagai faktor

yang langsung memberikan efek terhadap terjadinya insiden keselamatan

pasien. Keselamatanpasientelah menjadi salah satu prioritas utama

pelayanan kesehatan dan diupayakan secara ekstensif dari tingkat global

sampai sistem mikro. Beberapa perubahan yang patut disyukuri, yaitu

kesadaran global akan arti dan pentingnya gerakan keselamatan

pasien.Indonesia sendiri telah mencanangkan Gerakan Keselamatan

Pasien Rumah Sakit (GKPRS) pada 21 Agustus 2005 dan setiap rumah

sakit wajib untuk membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit.

Program keselamatan pasien tidak terlepas dari segala faktor yang

bisa mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien itu sendiri. Iklim

keselamatan pasien dipertimbangkan sebagai salah satu prinsip utama

dalam organisasi perawatan kesehatan terutama dalam pelaksanaan

keselamatan pasien. Hal ini karena hampir setiap proses yang dilakukan

oleh para profesional perawatan kesehatan yang berpotensi risiko dan

menjadi masalah yang terkait dengan penggunaannya dalam praktek

(Flin, Burns, Mearns, Yule, & Robertson, 2006). Dengan demikian, ada

banyak kepentingan mengenai iklim keselamatan pasien dalam organisasi

kesehatan karena memiliki potensi yang bermanfaat, terutama


11

pengurangan kesalahan yang dapat menyebabkan konsekuensi serius

untuk pasien (Singer, Falwell, Gaba& Baker, 2008).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkanuraian pada latar belakang masalah yang

dikemukakan tersebut di atas, maka peneliti mengajukan rumusan

masalah yaitu: “Bagaimana pengaruh iklim keselamatan pasien terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang

pelayanan RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?”. Adapun pertanyaan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh dimensi iklim teamworkkeselamatan pasien

terhadap pelaksanaan keselamatan pasiendiinstalasi pelayanan dan

penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?

2. Apakah ada pengaruh dimensi keselamatan terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien diinstalasi pelayanan dan penunjang pelayanan

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?

3. Apakah ada pengaruh dimensi kepuasan kerja terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien diinstalasi pelayanan dan penunjang pelayanan

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?

4. Apakah ada pengaruh dimensi kondisi kerja terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang pelayanan

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?


12

5. Apakah ada pengaruh dimensi persepsi terhadap manajemen

terhadap pelaksanaan keselamatan pasiendiinstalasi pelayanan dan

penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?

6. Apakah ada pengaruh dimensi stress recognition terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien diinstalasi pelayanan dan penunjang

pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017?

7. Dimensi mana yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang pelayanan

Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2017?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisisapakah ada pengaruh iklim keselamatan pasien terhadap

pelaksanaan keselamatan pasiendi instalasi pelayanan dan penunjang

pelayanan Rumah Sakit Ibnu SinaMakassar Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis apakah ada pengaruh dimensiIklim teamwork

terhadap pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi pelayanan

dan penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun

2017
13

b. Menganalisis apakah ada pengaruh dimensiiklim keselamatan

terhadap pelaksanaan keselamatan pasien diinstalasi pelayanan

dan penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun

2017

c. Menganalisis apakah ada pengaruh dimensikepuasan kerja

terhadap pelaksanaan keselamatan pasien diinstalasi pelayanan

dan penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun

2017

d. Menganalisis apakah ada pengaruh dimensikondisi kerja terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien diinstalasi pelayanan dan

penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun

2017

e. Menganalisis apakah ada pengaruh dimensipersepsi terhadap

manajemen terhadap pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi

pelayanan dan penunjang pelayananRumah Sakit Ibnu Sina

Makassar Tahun 2017

f. Menganalisis apakah ada pengaruh dimensistress recognition

terhadap pelaksanaan keselamatan pasien diinstalasi pelayanan

dan penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu SIna Makassar Tahun

2017

g. Menganalisis dimensi mana yang paling berpengaruh terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan


14

penunjang pelayanan Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun

2017

E. Manfaat Penelitian

a. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitianinidapat memberikan kontribusi terhadap ilmu

perumahsakitankhususnya mengenai manajemen patient safety

b. Bagi Institusi Rumah Sakit

Penelitian ini berguna bagi rumah sakit untuk dapat lebih

meningkatkan kinerja dan mutu pelayanannya. Karena patient

safety dapat mempengaruhi mutu pelayanan sebuah rumah sakit.

Selain itu juga sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dalam

rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki

khususnya mengenai patient safety.

c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang penelitian

khususnya yang berkaitan dengan patient safety di rumah sakit


15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Iklim Keselamatan Pasien

1. Pengertian Iklim Keselamatan Pasien

Griffin, Neal (2000), Zohar (1980) Vinodkumar dkk (2009)

mendefinisikan iklim keselamatan sebagai persepsi karyawan terhadap

kebijakan keselamatan, prosedur, praktek, serta seluruh kepentingan

dan prioritas keselamatan. Brown dan Holmes (1986) dalam

Vinodkumar dkk. (2009), mengemukakan bahwa iklim keselamatan

merupakan persepsi pekerja terhadap manajemen mengenai 3 hal

yaitu kesejahteraan pekerja, masalah yang terkait dengan

kesejahteraan dan resiko kesehatan.


16

Zohar (1980) mendefinisikan iklim keselamatan sebagai

ringkasan dari kepercayaan persepsi karyawan bagaimana unit dan

organisasi pada umumnya mengutamakan keselamatan, terutama

pada situasi di mana keselamatan bersaing dengan dimensi kinerja

lainnya (misalnya kecepatan pelayanan/ kualitas perawatan).Menurut

Williamson et al. (1997) iklim keselamatan adalah konsep ringkas yang

menggambarkan etika keselamatan dalam suatu organisasi atau

tempat kerja yang tercermin dalam keyakinan karyawan tentang

keselamatan dan diperkirakan untuk memprediksi cara karyawan

berperilaku sehubungan dengan keselamatan di tempat kerja itu .

Konsep safety climate atau iklim keselamatan pertama kali

diperkenalkan oleh Zohar (1980) yang menekankan pentingnya proses

sosial dan organisasi dalam mencegah insiden keselamatan.Safety

Climate (iklim keselamatan) dapat dianggap sebagai fitur permukaan

dari safety culture (Flin, 2000). Istilah safety culture dan safety climate

terkadang digunakan secara bergantian, pada dasarnya safety climate

mencerminkan safety culture suatu organisasi tetapi dapat lebih akurat

diukur (Brand et al., 2010)

2. Dimensi Iklim Keselamatan Pasien

Iklim Keselamatan dibangun oleh berbagai faktor (dimensi), dan

berbagai peneliti mencoba mengidentifikasi dimensi-dimensi tersebut.

Dimulai dari penelitian oleh Zohar (1980) dengan 8 dimensi,

diantaranya sikap manajemen terhadap keselamatan, dampak praktek-


17

praktek keselamatan kerja terhadap promosi dan yang lainya.

Kemudian berkembang secara luas khususnya di healthcare.

Penelitian Gershon et al. (2000) menghasilkan 6 faktor/dimensi di

antaranya adalah dukungan manajemen, umpan balik/pelatihan,

minimal konflik/komunikasi yang baik dan yang lainnya.

Penelitian telah menunjukkan bahwa insiden keselamatan

pasien dalam organisasi perawatan kesehatan dipengaruhi oleh

kondisi yang merugikan dari lingkungan kerja. Kondisi ini termasuk

tekanan, pemantauan tidak memadai, komunikasi yang buruk, konflik

antara karyawan, pemeliharaan peralatan yang buruk, tujuan tidak

kompatibel, lingkungan stres, pengetahuan memadai dan pengalaman

dari staf dan kelelahan mereka (Yaghobifar, 2011).

Studi iklim keselamatan dapat bermanfaat bagi subjek

keselamatan pasien dalam rangka meningkatkan tata kelola klinis.

Iklim keselamatan di puskesmas disarankan, mengikuti konsep

keselamatan pasien. Kudo et al. mengemukakan iklim keselamatan

pasien ada 7 aspek yaitu sikap supervisor, hubungan antara perawat

dan dokter, komunikasi dengan dokter, Kesepakatan dengan

kelelahan, kesempatan pelatihan, kondisi keperawatan dan pelaporan

(Kudo, 2008).

Pada penelitian Glendon dan Litherland (2000) yang

menyatakan bahwa safety climate mempengaruhi performa

keselamatan secara aktual. Dimensi iklim keselamatan semakin


18

meluas seiring berkembangnya penelitian. Kines dkk. (2011)

mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi pembentuk iklim

keselamatan yaitu:

a. Manajemen prioritas keselamatan, komitmen dan kompetensi

b. Wewenang manajemen terhadap keselamatan

c. Manajemen keadilan dalam keselamatan

d. Komitmen pekerja dalam keselamatan

e. Prioritas keselamatan pekerja dan pengambilan resiko

f. Pembelajaran, komunikasi keselamatan dan kepercayaan

terhadap kompetensi keselamatan rekan kerja

g. Kepercayaan pekerja terhadap kemampuan sistem

keselamatan

Menurut Badan UK`s Nasional Keselamatan Pasien (2004),

bahwa ketika staf didorong untuk melaporkan insiden keselamatan dan

analisis penyebab dengan cepat dapat memiliki efek positif dan terukur

pada kinerja organisasi. Dalam program tujuh langkah untuk

keselamatan pasien, promosi budaya keselamatan yang terbuka dan

adil, dan upaya untuk mempelajari serta untuk berbagi informasi,

adalah langkah pertama menciptakan pelayanan kesehatan yang

aman. Sejumlah studi yang menunjukkan efek iklim keselamatan pada

sejumlah outcome pasien seperti infeksi saluran kemih, kesalahan

pengobatan, infeksi aliran darah dan penggunaan ventilator terkait

pneumonia (Deilkås, 2010).


19

Menurut Gerson et al (2004) penting untuk mengukur iklim

keselamatan, karena ada peningkatan bahwa aspek iklim keselamatan

dan budaya yang terkaitdengan sejumlah pekerja dan kualitas hasil

perawatan. Banyak penelitian mencoba untuk membangun hubungan

antara iklim keselamatan dan outcome pasien menggunakan desain

cross-sectional (Hearld et al 2008). Dalam organisasi yang beresiko

tinggi, safety climate umumnya dipandang sebagai indikator utama

memberikan informasi tentang potensi yang memiliki risiko berbahaya,

berbeda dengan indikator yang hanya mengidentifikasi setelah

kecelakaan terjadi.

Dengan demikian tujuan dari penilaian safety climate adalah

untuk mengidentifikasi dan mengelola isu-isu keselamatan yang

relevan dengan rutinitas atau kondisi kerja serta untuk memantau

perubahan dari hasil penilaian (Flin, 2007, Nieva dan Sorra, 2003,

2004)

3. Pengukuran Iklim Keselamatan Pasien

Pengukuran iklim keselamatan pasien dapat dilakukan

berdasarkan dimensi yang mendasari dalam menerapkan iklim

keselamatan pasien. Beberapa organisasi mengembangkan standar

pengukuran dengan masing-masing instrumennya antara lain PSCHO,

SAQ, MSI, dan SOS. Namun sejauh ini kuesioner SAQ (Safety

Attitudes Questionnaire) yang paling banyak direkomendasikan untuk


20

mengukur iklim keselamatan pasien karena telah menjamin validitas

dan reliabilitasnya secara internasional.

Kuesioner SAQ yang oleh teoririsiko dan analisis keselamatan

oleh Vincent`s dan model konseptual Donabedian untuk penilaian

kualitas kemudian Sexton mengembangkan instrumen Safety Attitudes

Questionnaire (SAQ) dengan mengidentifikasikan enam elemen iklim

keselamatan pasien yang terdiri dari iklim kerjasama, iklim

keselamatan, kepuasan kerja, kondisi stres, persepsi manajemen dan

kondisi kerja yang berisi total 30 item.

Menurut Deilkås (2010), SAQ adalah instrumen yang paling

banyak digunakan untuk pengukuran iklim keselamatan pasien dan

diterjemahkan ke dalam tujuh bahasa, dan telah digunakan lebih dari

2000 rumah sakit di sebelas negara.

B. Keselamatan Pasien

1. Pengertian Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi

asesmen risiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi

untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera

yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan


21

atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.Keselamatan

pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah

sakit membuat asuhan pasien lebih aman.

Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit

oleh Depkes Republik Indonesia tahun 2006, terdapat tujuh langkah

menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Langkah-langkah tersebut

yaitu:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien,

menciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.

2. Memimpin dan mendukung staf, membangun komitmen & fokus

yang kuat serta jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit

Anda.

3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko, mengembangkan

sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi

& asesmen hal yang potensial bermasalah.

4. Mengembangkan sistem pelaporan, memastikan staf agar dgn

mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta rumah sakit

mengatur pelaporan kepada KKP-RS.

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, mengembangkan

cara-cara komunikasi yg terbuka dgn pasien.

6. Melakukan kegiatan belajar & berbagi pengalaman tentang

keselamatan pasien, mendorong staf untuk melakukan analisis


22

akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu

timbul.

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan

pasien, menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/

masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

Dalam pelaksanaan patient safety rumah sakit harus

membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS). Tim ini

ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan

keselamatan pasien. Anggota tim keselamatan pasien rumah sakit

terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di

rumah sakit. Tugas dari tim ini adalah:

1. mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit

sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut.

2. menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program

keselamatan pasien rumah sakit.

3. menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,

pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan

(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit.

4. bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit

untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah

sakit.

5. melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden, dan

mengembangkan solusi untuk pembelajaran.


23

6. memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah

sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien

rumah sakitmembuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

2. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk

diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi

Akreditasi Rumah Sakit. Sasaran tersebut mengacu kepada Nine Life-

Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety tahun 2007.

Sasaran tersebut juga digunakan oleh Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI) dan dari Joint Commission

International (JCI). Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah

mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran-

sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan

kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis

bukti dan keahlian atas permasalahan ini.Enam sasaran keselamatan

pasien rumah sakit adalah sebagai berikut.

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

a. Standar SKP I

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki

atau meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

b. Maksud dan Tujuan Sasaran I

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat

terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.


24

Kesalahan identifikasipasien bisa terjadi pada pasien yang dalam

keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar,

bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan

sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk

melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi

pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau

pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau

pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur

yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses

identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien

ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan

darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian

pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur

memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang

pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,

gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor

kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.

Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua

identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di

pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi

termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu

proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan


25

dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan

situasi untuk dapat diidentifikasi.

c. Elemen Penilaian Sasaran I

1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak

boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau

produk darah.

3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen

lain untuk pemeriksaan klinis

4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan

tindakan / prosedur.

5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi

yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

a. Standar SKP II :

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan

efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.

b. Maksud dan Tujuan Sasaran II

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan

yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan

menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat

berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah

terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan


26

secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi

kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan

kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui

telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif

mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah

lisan dan telepon termasuk: mencatat perintah yang lengkap atau

hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima

perintah membacakan kembali (read back) perintah/ hasil

pemeriksaan; mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan

dan dibaca ulang akurat. Kebijakan dan/atau prosedur

pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak

melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak

memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat

di IGD atau ICU.

c. Elemen Penilaian Sasaran II

1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau

hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima

perintah.

2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan

dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi

perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.


27

4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi

keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara

konsisten.

Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai

(High-Alert)

a. Standar SKP III

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk

memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-

alert).

b. Maksud dan Tujuan Sasaran III

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan

keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert

medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi

kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko

tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse

outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya

mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look

Alike Sound/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu

keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara

tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih

pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan

magnesium sulfat = 50 % atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa


28

terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit

pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan

terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat

darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau

mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan

proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk

memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke

farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang

perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.

Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja

yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar

operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan

bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi

akses, untuk mencegah pemberian tidak sengaja/ kurang hati-hati.

c. Elemen Penilaian Sasaran III

1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat

proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan

penyimpanan elektrolit konsentrat.

2) Implementasi kebijakan dan prosedur.

3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien

kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk


29

mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut

sesuai kebijakan.

4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien

harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang

dibatasi ketat (restricted).

Sasaran IV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat

Pasien Operasi

a. Standar SKP IV

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk

memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.

b. Maksud dan Tujuan Sasaran IV

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi,

adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di

rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak

efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,

kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site

marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di

samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan

ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung

komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang

berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible

hand writing) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor sering

terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif


30

mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di

dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.

Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan

di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di

The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong

Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan

dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu

harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat

oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan

saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus

terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi

dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel

struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang

belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk

memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar,

memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil

pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan

dipampang, melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus

dan/atau implant-implant yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi”

(Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan

diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan

dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh


31

tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu

didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan

checklist.

c. Elemen Penilaian Sasaran IV

1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan

dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan

pasien di dalam proses penandaan.

2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain

untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat

prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan

yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.

3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur

“sebelum insisi/ time-out” tepat sebelum dimulainya suatu

prosedur/tindakan pembedahan.

4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung

proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat

prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan

dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

Sasaran V: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan

Kesehatan

a. Standar SKP V
32

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk

mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

b. Maksud dan Tujuan Sasaran V

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan

terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan

biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan

pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien

maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya

dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk

infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream

infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan

ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-

infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.

Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan

berbagai organisasi nasional dan internasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi

petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk

implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

c. Elemen Penilaian Sasaran IV

1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand

hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara

umum (al.dari WHO Patient Safety).


33

2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk

mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari

infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

a. Standar SKP VI

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk

mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.

b. Maksud dan Tujuan Sasaran VI

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera

bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang

dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit

perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan

untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.

Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap

konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu

berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus

diterapkan rumah sakit.

c. Elemen Penilaian Sasaran VI

1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien

terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila

diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan

lain-lain.
34

2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi

mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.

3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan

pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian

tidak diharapkan.

4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk

mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera

akibat jatuh di rumah sakit.

C. Insiden Keselamatan Pasien

1. Pengertian Insiden Keselamatan Pasien

Insiden keselamatan pasien menurut Permenkes No. 1691

Tahun 2011 adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi

yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yan dapat

dicegah pada pasien. Selain itu menurut Depkes (2008), insiden

keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu

tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (omission). Namun demikian penyebab terjadinya

insiden keselamatan pasien di rumah sakit sangat kompleks,

melibatkan semua bagian dalam sistem yang berlaku di rumah sakit.

2. Jenis-Jenis Insiden Keselamatan Pasien

Berdasarkan Permenkes No. 1691 Tahun 2011, insiden

keselamatan pasien terdiri dari :


35

a. Kejadian tidak Diharapkan (KTD)

Kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera

pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan

karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian

tersebut dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari

diagnosis, pengobatan, dan pencegahan (Reason, 1990).

b. Kejadian tidak Cedera

Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak

mengakibatkan cedera.

c. Kejadian Nyaris Cedera

Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan

tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat

diberikan kepada pasien.

d. Kejadian Potensial Cedera

Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera

tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look

Alike Sound Alike) disimpan berdekatan.

e. Kejadian Sentinel

Suatu kejadian tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian

atau cedera yang serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang

sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti


36

operasi pada bagian tubuh yan salah. Pemilihan kata “sentinel”

terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi sehingga

pencarian fakta-fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan

adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang

berlaku.

3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Insiden Keselamatan

Pasien

Institute Of Medicine melalui laporannya To Err Is Human :

Building A Safer Health System menekankan bahwa yang

meningkatkan pencegahan terhadap insiden adalah berupa faktor

yang sistemik artinya tidak hanya berasal dari kinerja seorang perawat

dokter, atau tenaga kesehatan lain (Sanders et al, 1993). Laporan

tersebut juga memberi perhatian pada faktor komunitas manusia yang

terlibat pada masalah pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan

pasien dihasilkan dari interaksi atau kecenderungan dari beberapa

faktor yang diperlukan kecuali beberapa faktor yang tidak sesuai.

Kekurangan pada faktor-faktor tersebut terlihat pada sistem, telah lama

ada sebelum terjadi suatu insiden. Yang menjadi poin penting adalah

pada pemahaman bahwa ada kebutuhan untuk menyadari dan

memahami fungsi dari banyaknya sistem yang masing-masing

berkaitan dengan setiap penyedia layana kesehatan dan bagaimana

kebijakan serta tindakan yang diambil pada suatu bagian (dalam


37

sistem tersebut) akan berdampak pada keamanan, kualitas, dan

efisiensi pada sistem bagian lainnya.

Pendekatan sistem memberikan perspektif yang luas dalam

mencari solusi dalam lingkungan secara fisik dan budaya. Sebagai

contoh yaitu bagaimana pengaturan unit, prosedur pelayanan

kesehatan, transfer pengetahuan oleh organisasi, kesalahan teknis,

kurangnya kebijakan dan prosedur, komunikasi antar tim dan isu

dalam ketenagaan mempengaruhi seorang individu dalam memberikan

layanan yang aman dan berkualitas. Apabila hal tersebut tidak

terpenuhi maka akan menghasilkan error atau kesalahan (Carayon,

2003). Menurut Carayon (2003) tipe error dan bahaya dapat

terklarifikasi menurut domain atau kejadian dalam spektrum pelayanan

kesehatan. Akar permasalahan dari bahaya teridentifikasi menurut

definisi berikut yaitu :

a. Latent Failure, yaitu melibatkan pengambilan keputusan yang

mempengaruhi kebijakan, prosedur organisasi, dan alokasi

sumber daya

b. Active Failure, yaitu kontak langsung dengan pasien

c. Organizational Failure, yaitu kegagalan secara tidak langsung

yang melibatkan manajemen, budaya, organisasi,

proses/protokol, transfer pengetahuan, dan faktor eksternal

d. Technical Failure, yaitu kegagalan secara tidak langsung dari

fasilitas atau sumber daya eksternal


38

Depkes (2008) mengungkapkan bahwa faktor yang

berkontribusi terjadap terjadinya insiden keselamatan pasien adalah

faktor eksternal/luar rumah sakit, faktor organisasi dan manajemen,

faktor lingkungan kerja, faktor tim, faktor petugas dan kinerja, faktor

tugas, faktor pasien, dan faktor komunikasi. Agency for Healthcare

Research and Quality / AHRQ (2003) mengatakan bahwa faktor yang

dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien adalah komunikasi,

arus informasi yang tidak adekuat, masalah SDM, hal-hal yang

berhubungan dengan pasien, transfer pengetahuan di rumah sakit, alur

kerja, kegagalan teknis, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.

Sedangkan Henriksen (2008) memaparkan penyebab insiden

keselamatan pasien terdiri dari beberapa faktor sebagaimana

digambarkan di bawah ini :

External Environment

Knowledge Base New Technology Economic Pressure Public Awareness


Demographics Government Initiatives Healthcare Policy Political Climate

Management
Patient Load Organizational Accessibility of Personnel Employee Development
Staffing Structure Leadership Involvement
Resource Availability Safety Culture

Physical Environment Human System Org/Social


Latent
Lighting Interfaces Environments
Failure
Notice Medical Devices Authority Gradients
Temperature Equipment Location Group Norms
Workplace Layout Controls and Displays Communication
Software Control Local Procedures
Ventilation
Paper/Electronic Work Life Quality

Nature Of The Work


Treatment Complexity Competing Task
Workflow Interruption
Inividual VS Teamwork Physical/Cognitive
39

A. Penelitian
IndividualTerkait
Characteristics
Knowledge/Skill Fatique
Experience Motivation
Sensory Capabilty Cultural Competency

Active Acceptable
Failure Performance
Sub Standard
Performance

Preventable Adverse
Events

Gambar 2.
Faktor yang Berperan terhadap Insiden Keselamatan Pasien dalam
Pelayanan Kesehatan (Henriksen et al, 2008)
Gambar di atas menunjukkan bahwa komponen atau faktor

yang terdapat dalam sebuah sistem perlu dipahami tentang dasar

terjadinya insiden keselamatan pasien, komponen tersebut saling

berinteraksi satu sama lain. Ketika faktor-faktor tersebut berfungsi

secara bersamaan akan terbentuk barrier atau sistem pertahanan

terhadap insiden keselamatan pasien yang sebenarnya dapat dicegah.

Namun apabila terdapat kekurangan atau ketidaksesuaian pada

komponen-komponen tersebut dan satu sama lain bergerak terpisah

maka hal itulah yang menjadi kekurangan sistem sehingga adanya

insiden keselamatan pasien. Bagan tersebut juga menunjukkan akar


40

permasalahan sampai penyebab langsung terjadinya insiden

keselamatan pasien. Meski tersusun secara bertingkat, setiap faktor

tersebut tetap memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap insiden

keselamatan pasien.

WHO (2009) juga turut mengembangkan model yang sangat

berhubungan dengan penyebab insiden keselamatan pasien. WHO

membagi penyebab insiden keselamatan pasien dalam empat

kategori. Kategori tersebut yaitu kategori organisasi dan manajerial,

kerja tim, individu, dan lingkungan. Organisasi dan manajerial terdiri

atas budaya keselamatan dan kepemimpinan manajer, dan

komunikasi. Kerja tim terdiri atas kerja tim dan supervisor. Individu

terdiri atas kewaspadaan situasi, pengambilan keputusan, stres, dan

kelelahan. Terakhir adalah lingkungan yang terdiri atas lingkungan

kerja dan bahaya.

Selain itu dalam Buku Medical Management yang ditulis oleh

Markar dan Sullivan (2012), National Patient Safety Agency

menjelaskan bahwa faktor yang berkontribusi dalam insiden

keselamatan pasien terdiri atas faktor pasien, faktor individu, faktor

tugas/pekerjaan, faktor komunikasi, faktor kelompok/tim, faktor

pendidikan dan pelatihan, faktor peralatan dan sumber daya, faktor

kondisi kerja, dan faktor organisasi. Faktor pasien meliputi kondisi

klinik, faktor sosial, faktor fisik, faktor psikologis/mental, dan hubungan

interpersonal. Faktor individu meliputi keadaan fisik, psikologi, sosial,


41

dan kepribadian. Faktor tugas meliputi pedoman/prosedur, desain

pekerjaan. Faktor komunikasi meliputi komunikasi verbal, non-verbal,

tertulis, dan elektronik. Faktor tim meliputi peran, kesesuaian,

kepemimpinan, dukungan. Faktor pendidikan dan pelatihan yaitu

kompetensi. Faktor peralatan dan sumber daya meliputi pengadaan

peralatan dan penggunaan. Faktor kondisi kerja meliputi lingkungan,

desain lingkungan fisik, dan beban kerja. Faktor organisasi meliputi

struktur organisasi, kebijakan, dan budaya keselamatan.

D. Hubungan antara Patient Safety Climate dengan Pelaksanaan

Patient Safety

Reason (1998) mengatakan bahwa penggunaan safety culture dan

safety climate selama ini telah berjalan beriringan. Secara umum, safety

culture merupakan budaya keselamatan organisasi, sedangkan safety

climate merupakan pengukuran dari safety culture yang biasa

menggunakan kuesioner. Safety culture merujuk pada bagaimana cara

pasien mendapatkan keselamatan dan bagaimana cara organisasi

mewujudkannya (The Health Foundation, 2011). Safety climate

merupakan sebuah budaya yang dilakukan staf untuk mewujudkan

keselamatan pasien pada organisasi. Selain itu, safety culture

merepresentasikan semua aspek dari nilai-nilai pada organisasi dan

tingkah laku tentang keselamatan, sedangkan safety climate lebih fokus

pada persepsi dari staf tentang bagaimana keselamatan dapat dilakukan


42

di organisasi (The Health Foundation, 2011). Saat ini penerapan survei

terhadap safety climate di lingkungan healthcare sudah banyak dilakukan.

Penerapan safety climate pada healthcare telah diakui sebagai strategi

yang diperlukan untuk meningkatkan keselamatan penyedia jasa

kesehatan serta pasien mereka (Pronovost dan Sexton, 2005).

Studi terbaru menunjukkan bahwa iklim keselamatan dikaitkan

dengan sejumlah hasil yang diinginkan. Studi telah menemukan bahwa

rumah sakit yang mengembangkan iklim keselamatan memiliki insiden

keselamatan yang lebih sedikit seperti kesalahan pengobatan (Katz-

Navon, Naveh, dan Stern, 2005; Squires, Tourangeau, Laschinger, &

Doran, 2010; Vogus dan Sutcliffe, 2007). Iklim keselamatan dalam

perawatan kesehatan juga telah dikaitkan dengan penurunan kecelakaan

kerja (Gerson, Karkashian, & Grosch, 2000; Hofmann & Mark, 2006).

Brown & Wolosin (2013) menemukan bahwa iklim keselamatan pasien

berkorelasi dengan penggunaan prosedur resiko jatuh, tingginya kerja

sama tim dalam unit, dukungan manajemen rumah sakit, dan pelaporan

kejadian jatuh.

Iklim keselamatan pasien dipertimbangkan sebagai salah satu

prinsip utama dalam organisasi perawatan kesehatan. Hal ini karena

hampir setiap proses yang dilakukan oleh para profesional perawatan

kesehatan yang berpotensi risiko dan menjadi masalah yang terkait

dengan penggunaannya dalam praktek (Flin, Burns, Mearns, Yule, &

Robertson, 2006). Dengan demikian, ada banyak kepentingan mengenai


43

iklim keselamatan pasien dalam organisasi kesehatan karena memiliki

potensi yang bermanfaat, terutama pengurangan kesalahan yang dapat

menyebabkan konsekuensi serius untuk pasien (Singer, Falwell, Gaba, &

Baker, 2008).

Tujuan iklim keselamatan pasien adalah untuk menghindari hasil

yang merugikan atau mengurangi kemungkinan membahayakan pasien,

yang dihasilkan dari proses pelayanan kesehatan (Flin et al, 2006;. Sexton

et al, 2006.).Ada banyak faktor yang dapat membentukpersepsi dukungan

karyawan Iklim keselamatan seperti pengawasan

komunikasiinterdisipliner, antar departemen, dan rekan (Duthie, 2006).

Banyak peneliti telah mengusulkan bahwa iklim keselamatan pasiendapat

mempromosikan dan meningkatkan keselamatan pasien, di samping itu

untuk meningkatkan pelaporan organisasi kesalahan, pelaporan diri dari

kesalahan, perilaku keselamatan danaudit peringkat keselamatan

(Hellings, Schrooten, Klazinga, & Vleugels, 2007; Mearns, Flin, Gordon, &

Fleming, 2001;. Singer et al, 2009; Zohar, 2000). Oleh karena itu,

profesional kesehatan harus terus-menerus mengubah proses kolaborasi

mereka untuk membuat iklim keselamatan pasien lebih efisien dan

meningkatkan outcome pasien (Pronovost & Sexton, 2005).

Salah satu faktor yang berperan penting dalam meningkatkan

keselamatan pasien adalah iklim keselamatan pasien di rumah sakit. Iklim

keselamatan mengacu pada tingkat keselamatan pasien pada waktu

tertentu dan tempat, relatif tidak stabil dan dapat berubah komponen atau
44

kondisi dalam lingkungan saat ini (Byrom, 1997). Iklim keselamatan

adalah bagian dari budaya keselamatan dan pada kenyataannya,

tercermin dalam praktek budaya. Iklim keselamatan juga mengacu pada

persepsi orang tentang keselamatan yang mempengaruhi motivasi

masyarakat untuk melakukan tugas dan perilaku dengan cara yang aman

(Zohar, 2010).

Salah satu asumsi yang mendasari konsep iklim keselamatan

pasien adalah bahwa unit atau rumah sakit dengan tingkat iklim

keselamatan pasien tinggi telah meningkatkan outcome pasien, seperti

keselamatan pasien diberikan prioritas tinggi dalam perawatan sehari-

hari(Halligandan Zecevic,2011).Misalnya, studi terbaru mengungkapkan

bahwa unit dan rumah sakit dengan iklim keselamatan pasien yang tinggi

memiliki tingkat pendaftaran kembali pasien yang lebih rendah(Hansenet

al.,2011) insiden keselamatan yang rendah, indikator risiko keselamatan

pasien (Singeret al., 2009a,b), dan pelaporan insiden kritis pada

kesalahan dan pasien jatuh yang rendah(Vogus dan Sutcliffe, 2007a,b).

Flin, et al, dalam kajian mereka mencatat bahwa manajemen /

supervisor, sistem keamanan, persepsi risiko, tuntutan pekerjaan,

pelaporan / berbicara, sikap keselamatan / perilaku, komunikasi / umpan

balik, kerja sama tim, sumber daya pribadi dan faktor organisasi sebagai

fitur iklim keselamatan dalam perawatan kesehatan.

Iklim keselamatan dapat digunakan untuk menangkap snapshot

dari dimensi yang berbeda dari iklim, misalnya, iklim kerja sama tim, iklim
45

keselamatan, kepuasan kerja, pengakuan stres, persepsi manajemen

satuan dan kondisi kerja. Persepsi dimensi yang berbeda dari iklim

keselamatan bervariasi menurut jenis kelamin, profesi, senioritas dan

peran organisasi.

Iklim Keselamatan adalah diakui menjadi faktor penentu

menyeluruh dari perilaku keselamatan di tempat kerja serta beragam di

lingkungan sosio-demografis. Menariknya, dasar-dasar empiris yang luas

didasarkan pada teori, praktek dan metodologi membuktikan konsensus

bahwa iklim keselamatan dan perilaku keselamatan sangat berhubungan

(Neal & Griffin, 2006; Zhou, Fang, & Wang, 2008; Lu & Tsai, 2010; Fugas,

Silva, & Melia, 2012; Tholen, Pousette, & Torner, 2013; Hon, Chan, &

Yam, 2014; Liu, Huang, Huang, Wang, Xiao, & Chen, 2015).

Dalam memeriksa perilaku keselamatan, dua komponen yang

berbeda didasarkan pada struktur prestasi kerja oleh Borman dan

Motowidlo (1993) secara luas adalah kepatuhan keselamatan dan

partisipasi keselamatan (Griffin & Neal, 2000; Neal & Griffin, 2006; Zhou et

al, 2008;. Morrow, McGonagle, Dove-Steinkamp, Walker, Marmet, &

Barnes-Farrell, 2010; Tholen et al., 2013; Newaz, Davis, Jefferies, &

Pillay, 2016). Sementara kepatuhan keselamatan harus mengikuti standar

prosedur kerja dan penggunaan alat pelindung diri, partisipasi

keselamatan harus dilakukan dengan sukarela berpartisipasi dalam

kegiatan yang terkait dengan keselamatan seperti membantu pekerja

untuk bekerja dengan aman Kepatuhan keselamatan dan partisipasi


46

keamanan diteliti sebagai komponen inti dari perilaku keselamatan.

Namun, kami mengusulkan dimasukkannya perilaku berisiko sebagai

komponen lain dari perilaku keselamatan(Neal & Griffin, 2006).

E. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut World Health Organization, rumah sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada

masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga

kesehatan dan pusat penelitian medis. Berdasarkan UU) Republik

Indonesia No.44Tahun 2009 tentang RS, yang dimaksud dengan

rumah sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap,rawat jalan, dan gawat darurat.

2. Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan. Konsep fungsi rumah sakit

yang tradisional yaitu sebagai tempat pengobatan penderitaan diluar

tempat tinggal pasien (Taurany, 1985). Sedangkan fungsi rumah sakit

yang ideal saat ini adalah tempat dimana bukan saja orang sakit yang
47

mencari dan menerima perawatan, namun juga tempat dimana

pendidikan klinis diberikan kepada para mahasiswa kedokteran, para

perawat dan seluruh ahli Universitas Sumatera Utara kesehatan.

Sedangkan menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah:

(a) penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. (b) Pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang

paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. (c)

Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan. (d) Penyelenggaraan dan pengembangan serta

penapisanteknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan

pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan

bidang kesehatan. Rumah sakit adalah salah satu sistem kesehatan

yang paling kompleks dan paling efektif di dunia (Rowland,1984). Hal

ini disebabkan karena rumah sakit merupakan lembaga padat modal,

padat karya, padat teknologi dan padat masalah yang dihadapi

(Aditama, 2000) sehingga ilmu pengelolaan sebuah rumah sakit juga

kompleks dengan disiplin ilmu, Antara lain ilmu kedokteran,

keperawatan, teknik, ekonomi, hukum maupun hubungan masyarakat

(Adikoesomo, 1997).

3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


48

A. Jenis Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat

dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit

dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit

khusus. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan

pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit khusus,

memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis

penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

2) Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi

rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik

sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh pemerintah,

pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah

daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan

Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit

publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah

sebagaimana dimaksud tidak dapat dialihkan menjadi Rumah

Sakit privat. Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola

oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk

perseroan terbatas atau persero. Menurut Undang-Undang


49

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan

setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit

pendidikan.

B. Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia

Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara

berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit

khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan

pelayanan rumah sakit. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit

umum diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Rumah Sakit umum kelas A Adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang

medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas)

subspesialis.

2) Rumah Sakit umum kelas B Adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang

medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.

3) Rumah Sakit umum kelas C Adalah Rumah Sakit Umum Kelas

C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan


50

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis

dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

4) Rumah Sakit umum kelas D. Adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud

terdiri atas: Rumah Sakit khusus kelas A Adalah rumah sakit

khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit

pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis

sesuai kekhususan yang lengkap. Rumah Sakit khusus kelas B

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan

pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.

Rumah Sakit khusus kelas C. Adalah rumah sakit khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan

medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

kekhususan yang minimal.


51

F. Matriks Penelitian Terdahulu

Tabel 2
Penelitian Terdahulu Terkait Judul Penelitian Penulis

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Patient Safety Penelitian ini Metode penelitian cross- Tingkat respon PI adalah 59%, dan tingkat
Climate: Variation mengeksplorasi persepsi sectional study.dengan respon QDs adalah 79,5%. PI dirasakan
in Perceptions by pencegahan infeksi (PI) dan melakukan uji Wilcoxon SME lebih positif daripada QDs (21,4 vs
Infection quality director (QDs) signed rank, analisis 20,4, P <0,01). Tidak ada pengaturan
Preventionists and tentang dua mikro univariat, dan multivariat variasi karakteristik yang diprediksi dalam
QualityDirectors keselamatan, Senior regresi kuadrat terkecil biasa. persepsi. Variasi dari pengaturan
Manajemen Engagement independen memprediksi persepsi yang
(Shanelle et al., (SME) dan Kepemimpinan lebih positif dari microclimates pada seluruh
2011) pada Keselamatan Pasien, personil (P <0,01).
pada semua rumah sakit
Callifornia.
2 The patient safety Penelitian ini bertujuan Metode cross-sectional. Jenis Tidak ada perbedaan %-positif yang
climate in Danish untuk mendeskripsikan dan keselamatan pasien diukur ditemukan antara perawat dan dokter, usia,
hospital units menganalisis budaya dengan versi Denmark jenis kelamin atau pengalaman kerja (p>
keselamatan pasien di 15 dengan Kuesioner Sikap 0,05), tetapi perbedaan antara pemimpin
(Kristensen et al., unit rumah sakit di Keselamatan terdiri dari enam dan staffrontline jelas (p <0,05). Variasi
2015) Denmark. jenis subskala. Hasil subskala persepsi lebih diantara individu dalam unit
dihitung sebagai persentase dibandingkan antaraunit dalam rumah sakit,
responden. dan antara rumah sakit.
52

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
3 Assessment of Tujuan dari penelitian ini Sebuah survei sosiologis Budaya keselamatan di Departement A & E
Patient Safety adalah untuk mengevaluasi menggunakanSafety Attitudes di Siprus dipertanyakan karena tidak ada
Climate in Accident budaya keselamatan dalam Questionnaire (SAQ) dimensi budaya keselamatan
and Emergency kecelakaan dan emergency dilakukan terhadap 284 yangmenerima penilaian positif. Kepuasan
Departments in departemen (A & E) di karyawan (68%) bekerja di kerja tinggi, sementara stres recognition
Cyprus Siprus. A& E departemen di lima menerima penilaian terendah. Studi ini
rumah sakit umum di Siprus menemukan korelasi terbalik yang kuat
(Nicolaides & pada tahun 2013 dan 2014. antara intensitas kerja dan persepsi umum
Dimova., 2015) personil pada budaya keselamatan. Pada
departemen itu, yang mengakui lebih
banyak pasien per anggota staf setiap
tahunnya, persepsi personil budaya
keselamatan lebih negatif.

4 Measuring Safety Tujuan dari penelitian Konsistensi-reliabilitas Semua responden gabungan, Alpha
Climate in Primary adalah untuk menguji internal untuk setiap Cronbach untuk enam konstruksi sikap
Care Offices konsistensi internal- konstruksi sikap keselamatan keselamatan berkisar 0,58-0,77. Alpha
keandalan SAQ-A di ruang diperkirakan menggunakan terendah adalah untuk persepsi
Singh et al., 2008) perawatan primer. alpha Cronbach. Sebuah manajemen (terutama untuk staf perawat)
review literatur dan kondisi kerja (terutama untuk staf
perkembangan model administrasi).
cybernetic.
53

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
5 Safety climate and Tujuan dari penelitian ini Eksplorasi, survei cross- Hasil penelitian menunjukkan bahwa
readiness for adalah untuk sectional yang dilakukan secara umum, budaya keselamatan dalam
implementation of mengeksplorasi budaya dalam konteks nasional di perawatan bedah di Swedia positif
evidence and keselamatan dan kesiapan Swedia. Data yang berkaitan dengan kesiapan
person centered untuk menerapkan berbasis dikumpulkan melalui Safety untukberdasarkan bukti dan perawatan
practice – A bukti dan perawatan yang Attitude Quistionnaire (SAQ - yang berpusat pada pasien, meskipun
national study of berpusat pada pasien Bentuk pendek) dan Context manajemen spesifik dan faktor budaya
registered nurses seperti yang dirasakan oleh Assessment Index (CAI). mungkin lebih sensitif dan mewakili target
in general surgical perawat yang terdaftar untuk perbaikan.
care at Swedish dalam perawatan bedah di
university hospitals Swedia.

(Olsson, Forsberg,
& Bjersa,
2016)
6 Safety climate in Penilaian budaya Versi asli bahasa Inggris dari Uji konsistensi internal menghasilkan nilai
the operating Keselamatan semakin SAQ-OR diterjemahkan dan sekitar 0,9 untuk semua 73 item. CFA dan
room: Translation, diakui sebagai faktor disesuaikan dengan kebaikan-dari-menjadi indeks (SRMR 0.05,
validation and penting dalam pengaturan Portugis dengan RMSEA 0,002, CFI 0,90) menunjukkan
application of the peningkatan kesehatan metode terjemahan maju- model yang diterima cocok. Inter-korelasi
Safety Attitudes yang berkualitas, terutama mundur dan diterapkan dalam antara faktor budaya keamanan, budaya
Questionnaire di operating room (OR). masyarakat pusat kerja sama tim, kepuasan kerja,persepsi
RSUD. manajemen, dan kondisi kerja
(Pinheiro & Uva, menunjukkan korelasi yang moderatsatu
sama lain. 82 kuesioner yang valid
dianalisis mengungkapkan perbedaan yang
54

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
2015) Skala psikometri dianalisis signifikan dalam peringkat komunikasi
dengan menggunakan alpha antara pekerjaan yang berbeda, terutama
Cronbach dan antar-korelasi antara ahli bedah dan antara perawat dan
antar skala. ahli bedah. Kondisi kerja dan kepuasan
kerja memiliki nilai tertinggidengan masing-
masing 3,8 dan 3,5, , dan persepsi
manajemen memiliki skor terendah.
7 Quality and Tujuan penelitian adalah Data berasal dari sebuah Kelompok kerja keperawatan dan
strength of patient untuk menggambarkan studi organisasi yang lebih komitmen manajerial untuk keselamatan
safety kualitas dan kekuatan besar untuk menginvestigasi adalah dua atribut yang positif paling kuat
climate on budaya keselamatan pasien rumah sakit dan karakteristik terhadap budaya keselamatan pasien.
medical–surgical pada unit bedah-medis dan unit terkait dengan organisasi, Namun, isu seputar keseimbangan antara
units mengeksplorasi rumah sakit perawat, dan outcome tugas pekerjaan dan kepatuhan
dan karakteristik unit yang pasien. Sampel untuk keamanandan keengganan perawat untuk
(L.C., Y., & B.A., terkait dengan budaya ini. penelitian ini adalah 3689 mengungkapkan kesalahan terus menjadi
perawat yang terdaftar di 286 permasalahan. Perawat pada unit yang
2009) unit bedah-medis di 146 lebih kecil dan unit dengan kompleksitas
rumah sakit. kerja yang lebih rendah dilaporkan memiliki
kepatuhan keamanan yang lebih besar dan
lebih mungkin untukberkomunikasi dan
mengungkapkan kesalahan. Perawat pada
unit yang lebih kecil juga dilaporkan
memiliki komitmen yang lebih besar
terhadap keselamatan pasien dan
berpartisipasi dalam pemecahan masalah
yang berhubungan dengan kesalahan.
55

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
8 Survey of Patient Tujuan dari penelitian ini Deskriptif - studi analitik, 200 Menggunakan uji Mann-Whitney
safety climate from adalah untuk menilai orang dari tiga rumah sakit menunjukkan perbedaan yang signifikan
nursing views budaya Keselamatan yang berafiliasi dengan Azad antara pria dan wanita dengan rata-rata
pasien di University Islam di Teheran dimensi budaya keselamatan pasien yang
(Mousavi, Asghari, rumah sakit Universitas (Bu Ali, Amiralmomenin dan tidak ditemukan (0,05 <P). Serta antara tiga
Teheran of Medical rumah sakit Javaheri) dipilih rumah sakit, perbedaan yang signifikan
Abbasinia, Sciences. secara simple random dalam rata-rata dimensi budaya
sampling. Kuesioner keselamatan pasien, kecuali dalam kondisi
Abbasinia, & karakteristik demografi dan Keperawatan (P = 0,013) diamati. Uji
kuesioner budaya Kruskal-Wallis menunjukkan tidak
Aasadi, 2015) keselamatan pasien (Kudo), adaperbedaan yang signifikan dalam rata-
adalah alat pengumpulan rata dimensi budaya keselamatan pasien,
data. Kuesioner divalidasi, kecuali dalam reduksi dimensi Kelelahan (P
dengan validitas isi, dan = 0,035), antara sektor yang berbeda.
reliabilitas menggunakan Budaya keselamatan pasien di rumah sakit
alpha Cronbach, 0,832, telah yang diteliti adalah yang tidak diinginkan.
ditentukan. Untuk analisis Manajer perlu untuk memperbaiki kondisi
data, software SPSS versi 19 perawat dalam rangka meningkatkan
dan statistik deskriptif seperti keselamatan pasien.
frekuensi dan persentase,
dan juga untuk
membandingkan mean, Mann
Whitney dan Kruskal-Wallis
tes yang digunakan.
56

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
9 Workforce Untuk menggambarkan Berdasarkan penelaahan Peneliti mengidentifikasi sembilan
Perceptions of perkembangan instrumen survei budaya keselamatan konstruksi, tiga faktor organisasi,
Hospital Safety untuk menilai presepsi yang ada, mengembangkan duafaktor unit, tiga faktor individu, dan
Culture: tenaga kerja terhadap daftartopik utama yang satu faktor tambahan. Konstruksi
Development and budaya keselamatan rumah berkaitan dengan menunjukkankonvergen substansial dan
Validation of the sakitdan untuk menilai mempertahankan budaya validitas diskriminan pada analisis
Patient Safety reliabilitas dan validitas. keselamatan dalam multitrait. Koefisien Cronbachberkisar
Climate in organisasi reliabilitas tinggi. 0,50-0,89.
Healthcare Rancangan kuesioner
Organizations dikembangkan untuk
Survey mengatasi topik ini dan
percobaan diuji di empatstudi
(Singer et al., pendahuluan dari petugas
2007) rumah sakit. Kuesioner
dimodifikasi berdasarkan
pengalaman dan umpan balik
responden, dan
didistribusikan ke versi revisi
ke 42.249pekerja rumah
sakit.
10 A study of Tulisan ini bertujuan untuk Safety Attitude Questionnaire Tidak ada variasi diamati pada skor Indeks
assessment of mengeksplorasi gabungan (SAQ), divalidasi oleh Keselamatan Pasien antara penelitian
patient safety budaya keselamatan pasien penelitian sebelumnya yang dirumah sakit. Namun, variasi yang
climate in yang lebih lanjut diikuti diberikan kepada 300 signifikan yang diamati antara berbagai
tertiary care olehpermintaan dalam responden di tiga rumah sakit kategoripetugas kesehatan di seluruh
hospitals berbagai dimensi perawatan tersier di India, dimensi; Kerja Tim, Persepsi terhadap
57

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
budayakeselamatan pasien responden mewakili berbagai Manajemen danstresrecognition.
(Chakravarty, ditiga rumah sakit besar kategori pekerja kesehatan Beberapa model regresi mengidentifikasi
Sahu, Biswas, perawatan tersier multi- dan variasi dalam nilai skala Kerja Tim dan Persepsi
Chatterjee, & Rath, khusus yang terletak dikota keselamatan dianalisa terhadapManajemen memiliki hubungan
2015) metropolitan utama di India dengan berbagai alat statistik. yang signifikan dengan skor Indeks
untuk mengidentifikasi Keselamatan Pasien.
direksi masa depan untuk
mengembangkan budaya
keamanan yang kuat.
11 Safety climate in Pengukuran budaya Setelah menerjemahkan Konsistensi internal terjemahanSurvei
Swiss hospital keselamatan dengan luas Survei Budaya Keselamatan Budaya Keselamatan baik (alpha
units: Swiss menggunakan elemen ke dalam bahasa Prancis dan Cronbach Jerman = 0,86; alpha Cronbach
version of the inisiatif perbaikan. Dalam Jerman, survei penelitian Perancis = 0.84). Tingkat missing di level
Safety Climate rangka menyediakan suara cross sectional dilakukan item agak rendah (0,23-4,3%). Peneliti
Survey dan instrumen yang mudah- dengan profesional perawat menemukan perbedaan signifikan dalam
untuk-administrasi untuk kesehatan (PPK) pada tim kelompok dalam nilai budaya keselamatan
(Gehring, digunakan di rumah sakit ruangan operasi (RO) dan mengenai profesi, fungsi manajerial, area
Mascherek, Swiss, peneliti bangsal terkait di RO di 10 pekerjaan dan waktu yang dihabiskan
Bezzola, & menerjemahkan Survei rumah sakit Swiss. Validitas dalam perawatan langsung pada pasien.
Schwappach, Budaya Keselamatan ke instrumen Pada level item, 14 dari 21 item
2015) dalam bahasa Jerman dan diperiksa dengan cara alpha menunjukkan PPR lebih tinggi dari 10%.
Perancis. Cronbach dan tingkat missing
dari single item. Item-
perbedaan kelompok statistik
deskriptif dan persentase
‘problematic responses’
58

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(PPR) dihitung.
12 Relationship of Menguji hubungan antara Studi cross-sectional di 91 Rumah sakit dengan budaya keamanan
Safety Climate and langkah-langkah budaya rumah sakit. yang lebih baik secara keseluruhan
Safety keslamatan rumah sakit dan memiliki relatif lebih rendah kejadian PSIs,
Performance in kinerja rumah sakit pada seperti yang dilakukan rumah sakit
Hospitals Patient Safety Indicators dengan skor budaya keselamatan yang
(PSIs) yang dipilih. lebih baik pada dimensi pengukuran
(Singer, Lin, keyakinan antarpribadi mengenai rasa
Falwell, Gaba, malu dan menyalahkan. Persepsi personil
& Baker, frontline budaya keselamatan yang lebih
2009) baik memprediksi risiko lebih rendah
mengalami PSIs, tapi bukan presepsi
senior manajer.
13 Impact of Individual Mengidentifikasi kelebihan Peneliti menulis untuk asisten Budaya keamanan dianggap positif secara
and Team dan perawatan kesehatan dan umum dengan pengecualian dari faktor
Featuresof Patient kelemahan budaya dokter di 1800 praktek manajemen kesalahan dan persepsi
Safety Climate: A keselamatan dalam keluarga secara acak dipilih penyebab kesalahan. Peneliti menemukan
Survey inFamily pengaturan praktek di Jerman dan meminta bahwa apakah seluruh tim telah
Practices keluarga di Jerman , mereka untuk menyelesaikan mengambil bagian dalam survei memiliki
dankedua untuk Angket Frankfurt Ilkim pengaruh positif pada kebanyakan faktor.
(Barbara et al., mengidentifikasi setiap Keselamatan Pasien yang Dokter memiliki persepsi yang lebih positif
2013) individu dan fitur praktek baru dikembangkan dan dari 4 dari 7 faktor ditujukan kepada kedua
yang mempengaruhi divalidasi. Peneliti melakukan profesi. Partisipan laki-laki dan dokter
persepsi budaya sebuah analisis deskriptif dari menunjukkan palingsedia untuk mengakui
keselamatan kesehatan item dan faktor budaya, serta bahwa mereka telah membuat kesalahan.
profesional dalam regresi analisis, untuk
59

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
perawatan primer. mengidentifikasi potensi
prediktor budaya
keselamatan dalam praktek
keluarga.
14 Patient Safety Tujuan dalam penelitian ini Penelitian deskriptif, Skor umum pada instrumen itu 67,50.
Climate at a adalah untuk menilai eksplorasi dan korelasional, Skor domain terbaik yang ditemukan untuk
Private Hospital budaya keselamatan pasien dilakukan dengan 123 kepuasan kerja(82,79) dan terendah untuk
dari perspektif profesional profesional kesehatan, manajemen dirasakan (58,90) dan kondisi
(Barbosa, Sousa, tim kesehatan berukuran dengan persetujuan dari Etika kerja (59,58). Tidak ada perbedaan yang
Marques, sedang dirumah sakit Penelitian ditemukan antara jenis kelamin,tingkat
Oliveira, & swasta sebuah kota di Komite. Data dikumpulkan pendidikan, kehadiran pekerjaan lain atau
Barichello, Negara Bagian Minas menggunakan Sikap kegiatan profesional.
2015) Gerais(Brazil) dan untuk Keselamatan Angket. Untuk
memverifikasi apakah analisis, peneliti
sosiodemografi menggunakan tes t, analisis
variabel yang terkait dengan varians dan
skor budaya keselamatan. korelasi Spearman (α = 0,05).
15 Factors associated Menginnvestigasi hubungan Observasi, studi sectional dan Nilai total rata-rata dan median dari
with the patient antara skor budaya kuantitatif, dilakukan di publik instrumen coresponden yaitu masing-
safety climate at a keselamatan pasien dan rumah sakit pendidikan yang masing 61,8 (SD = 13,7) dan 63,3.
teaching hospital variabel sosio-demografis besar. SAQ digunakan, Variabel kinerja profesional ditemukan
dan profesional. diterjemahkan dan divalidasi sebagai faktor yang berhubungan dengan
(Luiz, Simoes, untuk Brasil. Dalam analisis lingkungan keamanan bagi persepsi
Barichello, & bivariat, menggunakan tes-t, domain manajemen pelayanan dan
Barbosa, analisis varians dan korelasi manajemen rumah sakit (p = 0,01).
2015) Spearman dari (α = 0,05).
60

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Untuk identifikasi prediktor
nilai budaya keselamatan,
regresi linier berganda
digunakan, domain budaya
keselamatan sebagai hasil
utama (α = 0,01).
16 Dimensions of Mengembangkan dan Tinjauan pustaka, ahli subek Skala 40-item dengan 6 faktor
Safety Climate memvalidasi skala dan penilaian perawat yang dikembangkan, yang dapat menjelaskan
among Iranian psikometri untuk mengukur digunakan untuk 55% dari varians yang diamati. 6 faktor
Nurses budaya keselamatan pada perkembangan item. Isi termasuk keterlibatan karyawan dalam
perawat. validitas dan reliabilitas untuk keamanan dan manajemen pendukung,
(Naghavi et al., alat baru diuji dengan Content kepatuhan terhadap peraturan
2015) Validity Index keselamatan, pelatihan keselamatan dan
(CVI) dan analisis tes-tes aksesibilitas untuk peralatan pelindung
ulang, masing-masing. pribadi, halangan untuk kerja yang aman,
Exploratory factor analysis komunikasi keselamatan dan tekanan
(EFA) dengan pekerjaan, dan persepsi risiko individu.
Rotasi varimax digunakan
untuk meningkatkan
interpretasi faktor laten.
17 Influence of Untuk menginvestigasi Data berasal dari 3 tool Total nilai HSC rendah (50%) atau sedang
Hospital Safety apakah budaya rumah sakit (Hospital Safety Climate (50%). Hanya 29,5% dari pasien sangat
Climate on Patient yang aman dipengaruhi [HSC], kuesioner kepuasan puas. Total kualitas pelayanan rendah
Satisfaction and kepuasan pasien dan pasien dan penyedia layanan seperti yang disebutkan oleh 69% dari
Quality of Nursing kualitas asuhan kesehatan). Sampel dari 100 perawat. Secara keseluruhan, 95%
Care keperawatan. perawat dan 95 pasien, yang termasuk perawat yang didokumentasikan
61

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
dirawat di Rumah Sakit jujur untuk hasil indikator pasien yang
(Wafaa et al., Mansoura Emergency selama terlalu rendah. Ada pengaruh yang
2015) 1 bulan, dimasukkan. signifikan dari budaya keselamatan pada
kepuasan pasien, dan kualitas pelayanan.
18 Measuring safety Penelitian ini bertujuan Penilaian internal validitas Kuesioner menunjukkan unidimensionality
climate in acute untuk memperpanjang konstruk yang disertakan dikonfirmasi sesuai dengan jumlah item
hospitals: evaluasi psikometrik dari keseluruhan cocok dengan dalam setiap domain. Skor reliabilitas
Rasch analysis of SAQ Short Form dengan model Rasch sesuai (internal yang konsistensi PSI 0,6-
the safety attitudes memeriksa internal validitas (unidimensionality), format 0,8). Namun, partisipan tidak
questionnaire konstruk kuesioner respon, target, differential menggunakan opsi respon pada SAQ
menggunakan item functioning (DIF) dan dalam sikap konsisten. Semua domain
(Sze-Ee et al., analisis Rasch dalam person-separation index menunjukkan penargetan suboptimal dan
2016) konteks Australia. (PSI). menunjukkan skor presisi dikompromi
hampir lebih tinggi dari tingkat
keselamatan budaya.
19 An Examination of Tujuan dari penelitian ini Metode modifikasi Delphi Hirarkis pemodelan linear multivariabel
Hospital Safety adalah untuk memperdalam digunakan pada tahap didukung oleh Kepemimpinan,
Climate pemahaman terhadap pertama penelitian untuk Komunikasi, dan Keadilan dalam model
Safety Climate (SC), memperoleh pengertian dari Keselamatan Budaya. Ketiga variabel,
(Gay, 2015) mengidentifikasi unsur- 38 ahli keamanan kesehatan dengan penambahan jenis unit, secara
unsur SC yang umumnya ke 1) elemen kunci dari SC, statistik signifikan dalam memprediksi
diukur di rumah sakit, dan dan 2) mengidentifikasi set independen SC. Sebagai pengujian
kemudian pengujian data umum yang dikumpulkan pertama diketahui Sammer (2010) Model
hubungan antara unsur- oleh rumah sakit perawatan SC, para ahli keamanan menegaskan
unsur dan persepsi perawat akut yang empat dari tujuh elemen dari model
terdaftar terhadap SC. mengoperasionalkan elemen- (Kepemimpinan, Komunikasi, Keadilan,
62

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
elemen ini. Desain dan Berpusat pada Pasien) dan
retrospektif, cross sectional menambahkan tiga elemen baru (Staf
dengan menggunakan hirarki Perawat teregistrasi, Jatuh dengan
model linear multivariat Cedera, dan SRE). Tahap II studi validasi
digunakan dalam Tahap II awal mendukung masuknya
penelitian untuk menguji Kepemimpinan, Komunikasi dan Keadilan
hubungan antara unsur-unsur dalam model SC.
SC dan SC.
20 Patient safety Untuk memahami persepsi Peneliti memberikan survei Budaya keselamatan pasien berbeda
climate in 92 US pekerja terhadap budaya Patient Safety Climate in setiap rumah sakit dan di antara wilayah
hospitals: keselamatan dan cara di Healthcare Organizations kerja dan disiplin. Personel gawat darurat
differences by work mana budaya bervariasi Organisasi Kesehatan pada merasakan budaya keselamatan yang
area and discipline. antara rumah sakit dan 2004-2005 untuk personil buruk dan personil di daerah nonclinical
(Singer et al., dengan area kerja dan dalam sampel acak bertingkat merasakan budaya keamanan yang lebih
2009) disiplin. dari 92 rumah sakit US. baik daripada pekerja di daerah lain.
Perawat lebih negatif daripada dokter
mengenai dukungan unit kerja mereka dan
recognisi dari upaya keselamatan, dan
dokter menunjukkan sedikit lebih takut
malu dibanding perawat. Untuk dimensi
lain dari budaya keselamatan, perbedaan
dokter-perawat tergantung pada area kerja
mereka.
63

G. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Perbedaan penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu adalah

sebagai berikut.

1. Penelitian terkait iklim keselamatan pasien terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien belum dilakukan di rumah sakit tempat

penelitian.

2. Penelitian ini mencoba melakukan uji pengaruh terkait patient

safety climate terhadap pelaksanaan patient safety sepanjang

penelusuran penelitian belum dilakukan di rumah sakit di Indonesia.


64

H. Mapping Theory

Iklim
Iklim Keselamatan
Keselamatan Pasien
Pasien

Menurut
Menurut Sammer
Sammer (2010)
(2010)
1.
1. Leadership
Leadership
2.
2. Communication
Communication
3. Justice
3. Justice
4.
4. Patient-Centeredness
Patient-Centeredness
5.
5. Evidence
Evidence Based
Based Practices
Practices
6. Teamwork
6. Teamwork
7.
7. Learning
Learning

Menurut
Menurut Sexton
Sexton (2006)
(2006)
1.
1. Iklim
Iklim Teamwork
Teamwork
2.
2. Iklim
Iklim Keselamatan
Keselamatan
3.
3. Kepuasan
Kepuasan kerja
kerja Pelaksanaan
Pelaksanaan Keselamatan
Keselamatan Pasien
Pasien KARS
KARS 2012:
2012:
4.
4. Kondisi
Kondisi Kerja
Kerja 1.
1. Ketepatan
Ketepatan Identifikasi
Identifikasi Pasien
Pasien
5.
5. Persepsi
Persepsi manajemen
manajemen 2.
2. Peningkatan
Peningkatan Komunikasi
Komunikasi yang
yang Efektif
Efektif
6.
6. Stress
Stress Recognition
Recognition 3. Peningkatan Keamanan Obat yang
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Perlu
Diwaspadai
Diwaspadai
Menurut
Menurut Kudo
Kudo (2008)
(2008) 4.
4. Kepastian
Kepastian Tepat
Tepat Lokasi,
Lokasi, Tepat
Tepat Prosedur,
Prosedur,
1. Sikap supervisor
1. Sikap supervisor dan Tepat Pasien Operasi
dan Tepat Pasien Operasi
2.
2. Hubungan
Hubungan antara
antara perawat-dokter
perawat-dokter 5.
5. Pengurangan
Pengurangan Risiko
Risiko Infeksi
Infeksi terkait
terkait
3.
3. Komunikasi
Komunikasi Pelayanan
Pelayanan Kesehatan
Kesehatan
4.
4. Kelelahan
Kelelahan 6.
6. Pengurangan
Pengurangan Risiko
Risiko Pasien
Pasien Jatuh
Jatuh
5.
5. Kesempatan
Kesempatan pelatihan
pelatihan
6.
6. Kondisi
Kondisi Keperawatan
Keperawatan
7.
7. Pelaporan
Pelaporan

Menurut
Menurut R.R. Flin
Flin (2007)
(2007)
1.
1. Manajemen/
Manajemen/ Supervisor
Supervisor
2.
2. Sistem
Sistem safety
safety
3. Persepsi
3. Persepsi terhadap
terhadap risiko
risiko
4. Pelaporan
4. Pelaporan
5.
5. Sikap/
Sikap/ perilaku
perilaku safety
safety
6.
6. Komunikasi
Komunikasi
7.
7. Teamwork
Teamwork
8.
8. Stress
Stress
9.
9. Faktor
Faktor organisasi
organisasi

Gambar 3.
Mapping Theory Iklim Keselamatan Pasien dan Pelaksanaan
Keselamatan Pasien
65

I. Kerangka Teori

Iklim
Iklim Keselamatan
Keselamatan Pasien
Pasien ::
1. Iklim Teamwork
1. Iklim Teamwork
2.
2. Iklim
Iklim Keselamatan
Keselamatan
3.
3. Kepuasan
Kepuasan kerja
kerja
4. Kondisi Kerja
4. Kondisi Kerja Pelaksanaan
Pelaksanaan Keselamatan
Keselamatan Pasien:
Pasien:
5.
5. Persepsi
Persepsi manajemen
manajemen 1.Ketepatan
1.Ketepatan Identifikasi
Identifikasi Pasien
Pasien
6.
6. Stress
Stress Recognition
Recognition 2.
2. Peningkatan
Peningkatan Komunikasi
Komunikasi yang
yang
7.
7. Leadership
Leadership Efektif
Efektif
8.
8. Communication
Communication 3.
3. Peningkatan
Peningkatan Keamanan
Keamanan Obat
Obat
9. Justice
9. Justice yang Perlu Diwaspadai
yang Perlu Diwaspadai Insiden
Insiden
10.
10. Patient
Patient Centeredness
Centeredness 4.
4. Kepastian
Kepastian Tepat
Tepat Lokasi,
Lokasi, Tepat
Tepat Keselamatan
Keselamatan
11.
11. Evidence
Evidence Based
Based Practices
Practices Prosedur,
Prosedur, dan
dan Tepat
Tepat Pasien
Pasien Pasien
Pasien
12. Learning
12. Learning Operasi
Operasi
13.
13. Pelaporan
Pelaporan 5.
5. Pengurangan
Pengurangan Risiko
Risiko Infeksi
Infeksi
14.
14. Sikap Patient
Sikap Patient Safety
Safety terkait Pelayanan Kesehatan
terkait Pelayanan Kesehatan
15.
15. Kelelahan
Kelelahan 6.
6. Pengurangan
Pengurangan Risiko
Risiko Pasien
Pasien
16.
16. Sistem
Sistem Safety
Safety Jatuh
Jatuh

Sexton
Sexton (2006),
(2006), Sammer
Sammer
(2010),
(2010), Kudo (2008), R
Kudo (2008), R Flin
Flin
(2007)
(2007)

Gambar 4. Kerangka Teori Penelitian


66

J. Kerangka Konsep

Iklim Keselamatan Pasien:

Iklim Teamwork
Pelaksanaan Keselamatan Pasien:
Iklim Keselamatan 1. Ketepatan Identifikasi Pasien
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
3. Peningkatan Keamanan Obat yang
Kepuasan Kerja Perlu Diwaspadai
4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat
Kondisi Kerja Prosedur, dan Tepat Pasien Operasi
5. Pengurangan Risiko Infeksi terkait
Persepsi Manajemen Pelayanan Kesehatan
6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Stress Recognition

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian


67

K. Hipotesis

a. Dimensi Iklim Teamwork berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang pelayanan

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017

b. Dimensi Iklim Keselamatan berpengaruh signifikan terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang

pelayananRumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017

c. Dimensi Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang

pelayananRumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017

d. Dimensi Kondisi Kerja berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang

pelayananRumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017

e. DimensiStress Recognition berpengaruh signifikan terhadap

pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi pelayanan dan penunjang

pelayananRumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2017


69

L. Definisi Operasional

Tabel 3
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Instrumen dan
No Variabel Definisi Teori Definisi Operasional Kriteria Objektif
Cara Pengukuran
1. Iklim Kualitas hubungan dan Pengakuan dan Perhatian Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
Teamwork kerja sama di antara antar rekan kerja dalam 1. Sangat tidak setuju jumlah item
anggota tim perawatan pasien untuk 2. Tidak setuju pernyataan
(Sexton et al, 2006) keselamatan pasien 3. Setuju sebanyak
terkait dukungan dan 4. Sangat setuju enam, pilihan
koordinasi antar rekan jawaban
a. Nilai tertinggi 24
kerja serta kemudahan menggunakan
b. Nilai terendah 6
dalam menyampaikan skala likert
saran dan masukan Kriteria Objektifnya :
1. Rendah : 6-12
2. Sedang : 13-19
3. Tinggi : 20-24
2 Iklim Persepsi profesional Persepsi petugas tentang Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
Keselamatan dari komitmen komitmen organisasi 1. Sangat tidak setuju jumlah item
organisasi untuk untuk keselamatan pasien 2. Tidak setuju pernyataan
keselamatan pasien terkait keamanan, 3. Setuju sebanyak tujuh,
(Sexton et al, 2006) pelaporan kejadian dan 4. Sangat setuju pilihan jawaban
penanganan kejadian menggunakan
keselamatan pasien a. Nilai tertinggi 28 skala likert
b. Nilai terendah 7
70

Instrumen dan
No Variabel Definisi Teori Definisi Operasional Kriteria Objektif
Cara Pengukuran
Kriteria objektifnya :
1. Rendah : 7-14
2. Sedang : 15-22
3. Tinggi : 23-28
3. Kepuasan Pandangan positif dari Keadaan emosional yang Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
Kerja tempat kerja dimiliki petugas dalam 1. Sangat tidak setuju jumlah item
(Sexton et al, 2006) memandang hal – hal 2. Tidak setuju pernyataan
yang berkaitan dengan 3. Setuju sebanyak lima,
tempat kerjanya terkait: 4. Sangat setuju pilihan jawaban
rasa suka dan rasa menggunakan
a. Nilai tertinggi 20
bangga dengan tempat skala likert
b. Nilai terendah 5
kerjanya
Kriteria objektifnya :
1. Rendah : 5-10
2. Sedang : 11-16
3. Tinggi : 17-20
4. Stress Pengakuan dari sejauh Pengakuan dari petugas Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
recognition mana stres dapat terkait beban kerja, rasa 1. Sangat tidak setuju jumlah item
mempengaruhi praktek lelah dan kesalahan 2. Tidak setuju pernyataan
kerja dalam bekerja 3. Setuju sebanyak empat,
(Sexton et al, 2006) mempengaruhi kinerja 4. Sangat setuju pilihan jawaban
petugas menggunakan
a. Nilai tertinggi 16
skala likert
b. Nilai terendah 4
71

Instrumen dan
No Variabel Definisi Teori Definisi Operasional Kriteria Objektif
Cara Pengukuran
Kriteria objektifnya :
1. Rendah : 4-8
2. Sedang : 9-13
3. Tinggi : 14-16
5. Persepsi Persetujuan tindakan Persepsi petugas terkait Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
Manajemen manajemen pada dukungan dari 1. Sangat tidak setuju jumlah item
layanan di mana manajemen dalam 2. Tidak setuju pernyataan
karya-karya penerapan tindakan 3. Setuju sebanyak empat,
profesional atau di keselamatan pasien 4. Sangat setuju pilihan jawaban
rumah sakit terkait: upaya-upaya menggunakan
(Sexton et al, 2006) keselamatan pasien, a. Nilai tertinggi 16 skala likert
informasi, penanganan b. Nilai terendah 4
dari kejadian keselamatan Kriteria objektifnya :
pasien 1. Rendah : 4-8
2. Sedang : 9-13
3. Tinggi : 14-16
6. Kondisi Kerja Kualitas lingkungan Persepsi petugas terkait Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
kerja dukungan dari 1. 1. Sangat tidak setuju jumlah item
(Sexton et al, 2006) manajemen dalam 2. Tidak setuju pernyataan
penerapan tindakan 3. Setuju sebanyak empat,
keselamatan pasien 4. Sangat setuju pilihan jawaban
terkait: upaya-upaya menggunakan
keselamatan pasien, a. Nilai tertinggi 16 skala likert
informasi, penanganan b. Nilai terendah 4
dari kejadian keselamatan
pasien
72

Instrumen dan
No Variabel Definisi Teori Definisi Operasional Kriteria Objektif
Cara Pengukuran
Kriteria objektifnya :
1. Rendah : 4-8
2. Sedang : 9-13
3. Tinggi : 14-16
7. Pelaksanaan Suatu aktivitas atau Suatu aktivitas atau Pilihan Jawaban : Kuesioner dengan
Keselamatan tindakan menerapkan tindakan petugas 1. Ya jumlah item
Pasien enam sasaran kesehatan di RS Stella 2. Kadang-kadang pernyataan
keselamatan pasien Maris dalam menerapkan 3. Tidak sebanyak tujuh
berdasarkan standar enam sasaran belas, pilihan
yang telah ditetapkan keselamatan pasien a. Instalasi Rawat Jalan: jawaban
oleh Joint Commission berdasarkan standar yang (1,4,5,6,7,13, 14) menggunakan
International (JCI) telah ditetapkan oleh Nilai tertinggi 14 skala guttman
Joint Commission Nilai terendah0
International (JCI) yaitu Kriteria objektifnya :
identifikasi pasien, 1. Baik : 10-14
komunikasi efektif, tepat 2. Sedang : 5-9
prosedur sisi dan pasien 3. Kurang : 0-4
operasi, keamanan b. Instalasi Farmasi:
terhadap obat yang (1,2,5,6,7,8,9,10,13,14)
beresiko tinggi, Nilai tertinggi 20
pencegahan pasien jatuh, Nilai terendah0
dan pencegahan infeksi Kriteria objektifnya :
nosokomial 1. Baik : 14-20
2. Sedang : 7-13
3. Kurang : 0-6
c. Instalasi
73

Instrumen dan
No Variabel Definisi Teori Definisi Operasional Kriteria Objektif
Cara Pengukuran
Laboratorium:
(1,3,5,6,7,13,14)
Nilai tertinggi 14
Nilai terendah0
Kriteria objektifnya :
1. Baik : 10-14
2. Sedang : 5-9
3. Kurang : 0-4
d. Instalasi Radiologi:
(1,4,5,6,7,13,14)
Nilai tertinggi 14
Nilai terendah0
Kriteria objektifnya :
1. Baik : 10-14
2. Sedang : 5-9
3. Kurang : 0-4
e. Instalasi Rawat Inap,
Instalasi Gawat
Darurat, Intensive
Care Unit: (1-4,5-7,8-
10,13-14,15-17)
Nilai tertinggi 30
Nilai terendah0

Kriteria objektifnya :
74

Instrumen dan
No Variabel Definisi Teori Definisi Operasional Kriteria Objektif
Cara Pengukuran
1. Baik : 20-30
2. Sedang : 10-19
3. Kurang : 0-9
f. Instalasi Kamar
Operasi: (semua
pertanyaan
kuesioner)
Nilai tertinggi 34
Nilai terendah0
Kriteria objektifnya :
1. Baik : 22-34
2. Sedang : 11-21
3. Kurang : 0-10
75

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan studi

observasional analitik dengan desain cross sectional yaitu suatu

desain/rancangan yang mengkaji dinamika korelasi/asosiasi antara variabel

independen yaitu Iklim keselamatan pasien terhadap variabel dependen yaitu

pelaksanaan keselamatan pasien pada saat yang bersamaan (Arikunto,

2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian/pengambilan data dilaksanakan di Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar dimulai pada Bulan Mei 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staf pada beberapa instalasi
76

yang kontak dengan pasien banyak terjadi dan keselamatan pasien

banyak diterapkan yaitu pada instalasi rawat inap, rawat jalan, gawat

darurat, ICU, kamar operasi, radiologi, laboratorium, dan farmasi. Jumlah

total populasi adalah 218orang. Berikut merupakan rincian jumlah

subpopulasi dari setiap instalasi di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

Tabel 4
Jumlah Populasi Penelitian Masing-Masing Instalasi
Di RS Ibnu Sina Makassar tahun 2017
No Instalasi Jumlah
1 Intensive Care Unit 14 orang
2 Instalasi Gawat Darurat 21 orang
3 Instalasi Rawat Inap 102 orang
4 Instalasi Rawat Jalan 11 orang
5 Instalasi Kamar Operasi 17 orang
6 Instalasi Farmasi 27 orang
7 Instalasi Laboratorium 17 orang
8 Instalasi Radiologi 9 orang
Total 218 orang
Sumber: Data Sekunder

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Bila populasi besar, dari peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yan ada pada populasi misalnya karena keterbatasan dana,

tenaga, waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil

dari populasi itu (Sugiyono, 2012). Pengambilan sampel menggunakan

teknik proportional stratified random sampling. Teknik ini menghendaki


77

cara pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan

memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut. Cara ini

dapat memberi landasan generalisasi yang lebih dapat

dipertanggungjawabkan daripada tanpa memperhitungkan besar kecilnya

sub populasi.

Untuk menentukan jumlah atau besar sampel pada penelitian ini

dengan menggunakan rumus dari Isaac and Michael yaitu:

ƛ2 x N x P x Q
𝑠=
d2 (N − 1) + ƛ2 x P x Q

Keterangan:

s : Jumlah sampel

ƛ2 : Chi Kuadrad yang harganya tergantung derajat kebebasan dan

tingkat kesalahan. Untuk derajat kebebasan dan tingkat kesalahan 1

%, chi kuadradnya yaitu 6,635 (berdasarkan tabel chi kuadrad)

N : Jumlah Populasi

P : Peluang benar (0,5)

Q : Peluang salah (0,5)

d : Perbedaan antara rata-rata sampel dengan rata-rata populasi

Perbedaan bisa 0,01: 0,05, atau 0,10

Sehingga total sampel pada penelitian ini adalah

6,635 x 218 x 0,5 x 0,5


𝑠= = 164
0,052 (218−1)+ 6,635 x 0,5 x 0,5
78

Adapun untuk memperoleh sampel yang proporsional pada tiap

subpopulasi maka digunakan rumus Sugiyono (2012) di bawah ini:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑠𝑢𝑏𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Jumlah sampel subpopulasi = x Jumlah sampel
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel berdasarkan

instalasi dalam penelitian ini adalah:

Tabel 5
Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Proporsi Masing-Masing
Instalasi di RS Ibnu Sina Makassar tahun 2017

No. Sub-Populasi N Rumus Sampel n


14
1 Intensive Care Unit 14 x 164 10
218
Instalasi Gawat 21
2 21 x 164 16
Darurat 218
102
3 Instalasi Rawat Inap 102 x 164 77
218
11
4 Instalasi Rawat Jalan 11 x 164 8
218
Instalasi Kamar 17
5 17 x 164 13
Operasi 218
27
6 Instalasi Farmasi 27 x 164 20
218
17
7 Instalasi Laboratorium 17 x 164 13
218
9
8 Instalasi Radiologi 9 x 164 7
218
Total 164
Sumber: Data Primer

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini:


79

1. Data primer yang diperoleh melaluikuesioner sebagai panduan yang

dibagikan kepada responden untuk mendapatkan data mengenai variabel

independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah Iklim

keselamatan pasien, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang

diadaptasi dari SAQ (Safety Attitudes Questionnaire)yang dikembangkan

oleh Sexton tahun 2006. Sedangkan variabel dependen yaitu

pelaksanaan sasaran keselamatan pasien, kuesioner yang digunakan

adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti yang terkait dengan sasaran

keselamatan pasien dengan mengacu pada International Patient Safety

Goals yang dikeluarkan oleh JCI. Selain itu peneliti akan melakukan

wawancara dengan kepala bagian patient safetyRS Ibnu SIna mengenai

kejadian insiden di rumah sakit tersebut.

2. Data sekunder adalah data yang diambil oleh peneliti dari rumah sakit

penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian. Data sekunder yaitu jumlah

SDM pada tiap-tiap unit penelitian, survey iklim keselamatan pasien yang

telah dilaksanakan oleh Rumah Sakit Ibnu SIna, survey pencapaian

pelaksanaan keselamatan pasien.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpul dengan menggunakan kuesioner yang berupa daftar

pernyataan dan pertanyaan. Teknik pengumpulan data sekunder yang


80

dilakukan dengan mempelajari laporan rumah sakit dan instansi lain yang

terkait dengan topik penelitian.

F. Variabel Penelitian

Instrumen pengukuran yang dipergunakan pada penelitian ini sebagai

alat ukur untuk pengumpulan data adalah kuesioner yang berbentuk isian.

Kuesioner ini berisi pertanyaan tentang variabel – variabel penelitian yang

akan diteliti.

G. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan

analisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing

variabel yang diteliti. Analisis bivariat bertujuan untuk melihat pengaruh

antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Sedangkan analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis pengaruh lebih

dari dua variabel independen dengan satu variabel dependen. Dalam

penelitian ini analisis univariat digunakan untuk menganalisis karakteristik

responden, deskripsi variabel iklim keselamatan pasien, dan pelaksanaan

sasaran keselamatan pasien. Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis

pengaruh dimensi iklim keselamatan pasien yaitu:iklim teamwork, Iklim


81

keselamatan, kepuasan kerja, kondisi kerja, persepsi terhadap manajemen,

dan stress recognitionterhadap variable pelaksanaan sasaran keselamatan

pasien. Sedangkan analisis multivariat dilakukan untuk menganalisis dimensi

iklim keselamatan pasien yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan

sasaran keselamatan pasien. Uji pengaruh dilakukan untuk mengetahui

keeratan pengaruh dari variabel independen dengan variabel dependen.

Sehingga bukan hanya sekedar menganalisis ada tidaknya pengaruh.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat validitas

instrumen yang digunakan dalam penelitian. Sugiyono (2012) menjelaskan

bahwa instrumen yang valid adalah instrumen yang dapat digunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan uji reliabilitas merupakan

uji yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran yang

dilakukan dengan instrumen dapat dipercaya. Dengan menggunakan

instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data maka diharapkan

hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Validitas kuesioner dapat

diketahui dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel

dengan skor totalnya. Pertanyaan kuesioner dikatakan valid jika skor variabel

tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skot totalnya. Teknik korelasi

yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Bila r hitung lebih
82

besar dari r tabel berarti variabel valid, bila r hitung lebih kecil dari r tabel

berarti variabel tidak valid. Hasil uji akan dianggap valid apabila nilai r hitung

yang diperoleh lebih besar dari nilai0,514 (r tabel).Uji reliabilitas dilakukan

dengan cara melakukan uji Cronbach Alpha. Apabila nilai Cronbach Alpha

lebih besar atau sama dengan 0,6 artinya variabel reliabel, dan apabila nilai

Cronbach Alpha lebih kecil dari 0,6 artinya variabel tidak reliabel.

Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan terhadap kuesioner

penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa seluruh pertanyaan kuesioner

dinyatakan valid dan reliabel (lihat lampiran).


83

Anda mungkin juga menyukai