Anda di halaman 1dari 55

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
MIOMA UTERI
Mioma uteri merupakan salah satu penyakit yang tumbuh di
bagian organ reproduksi pada wanita. Mioma uteri ialah neoplasma
jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam
kepustakaan disebut juga leiomioma, fibriomioma, atau fibroid
(Mansjoer, dkk., 2009). Neoplasma ialah pertumbuhan jaringan baru
yang tidak normal pada tubuh, dan dikenal juga dengan istilah tumor
. (Rudiyanti & Imron, 2016)
Diperkiraan insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh
wanita. Di negara maju angka kejadian mioma uteri
adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya. Di Indonesia,
mioma uteri ditemukan 2.39%–11.7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Bila mioma uteri bertambah besar pada
masa post menopause harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
degenerasi maligna (sarcoma) dengan pertumbuhan mioma dapat
mencapai berat lebih dari 5 kg (Indra, 2012). Data RSUD Dr. Hi.
Abdoel Moeloek sebagai rumah sakit rujukan di Propinsi Lampung
menunjukan kejadian mioma uteri tahun 2013 sebesar 10,4% dan
tahun 2014 naik menjadi 11,8%. (Cahyasari & Sakti, 2014)
Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3
tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinja, akan tetapi
beberapa kasus ternyata tumbuh cepat (Saifuddin, 2010). Mioma
uteri dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya yaitu torsi
(putaran tangkai), nekrosis dan infeksi yang menimbulkan
terjadinya sindrome abdomen akut, perdarahan, leukore, disminore,
degenerasi ganas, poliuria, retensio urine, obstipasi, dan
infertilitas (Wiknjosastro, 2010). Dampak mioma uetri dalam
kehamilan yaitu abortus, kelainan letak, plasenta previa, plasenta

1
akreta, inersia uteri dan jika letaknya didekat serviks dapat
menimbulkan perdarahan post partum (Sulaiman, 2010). Penelitian
World Health Organisation (WHO) menyebutkan penyebab angka
kematian ibu karena mioma uteri tahun 2010 sebanyak 1,95%, dan
tahun 2011 sebanyak 2,04%.
Perihal penyebab pasti terjadinya tumor mioma belum
diketahui. Mioma uteri mulai tumbuh dibagian atas (fundus) rahim
dan sangat jarang dimulut rahim. Bentuk tumor biasnya tunggal
maupun multipel dan umumnya tumbuh dalam otot yang dikenal
dengan intramanual mioma. Tumor mioma ini akan cepat
memberikan keluhan, bila mioma tumbuh dalam mukosa rahim,
keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan
diluar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh dikulit
rahim yang dikenal dengan tipe subserosa tidak memberikan
keluhan perdarahan, seseorang baru mengeluh bila tumor membesar
yang dengan perabaan didaerah perut dijumpai benjolan keras,
benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat
besar (Mansjoer, 2007).
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
mioma uteri diantaranya umur, usia menarche, riwayat keluarga, ras,
paritas, berat badan (obesitas) dan makanan (Parker, 2077). Statistik
menunjukan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor
keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum yang membaik dan
berkurangnya penyakit menahun (Winkjosastro, 2017). Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma
uteri merupakan respon dari stimulus estrogen (Victory,
2016). Marshall dan Faerstein mengemukakan insidensi mioma uteri
meningkat signifikan pada wanita yang mengalami menarche
sebelum umur 11 tahun. Paparan estrogen yang semakin lama akan
meningkatkan insidensi mioma uteri. Menarche dini (<10 tahun)
ditemukan meningkatkan resiko relatif mioma uteri,

2
dan menarche lambat (>16 tahun) menurunkan resiko relatif mioma
uteri (Parker, 2017).
Paritas lebih sering terjadi pada multipara atau pada wanita
yang relatif infertil,tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah
infertilitas menyebabkan miom atau sebaliknya mioma yang
menyebabkan infertilitas. Mioma uteri banyak terjadi pada wanita
dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai
riwayat frekuensi melahirkan satu kali, mioma uteri terjadi 74%
pasien dengan paritas multipara, dan 135 pasien dengan paritas
nulipara, dengan kata lain sebagian besar mioma uteri terjadi pada
paritas multipara. Fungsi ovarium diperkirakan ada kolerasi antara
hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri
muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause.
Pada penderita mioma uteri, optimisme kesembuhan dapat
membantu individu untuk meningkatkan kesehatan psikologis
sehingga lebih bersemangat dalam menjalani hidup. World Health
Organization (dalam Ogden, 2017) mendefinisikan kesehatan
sebagai keadaan sehat utuh secara fisik, mental dan sosial.
Kesembuhan merupakan perihal menjadi sehat kembali (Sugiono,
2018).
Optimisme membuat individu memiliki kesehatan yang lebih
baik, jarang mengalami depresi, serta memiliki produktivitas kerja
yang tinggi, apabila dibandingkan dengan individu yang cenderung
pesimisme (Seligman, 2016). Optimisme menjadikan individu
memiliki energi tinggi, serta bekerja keras untuk melakukan hal
yang penting demi mencapai kesembuhan yang individu inginkan.
Optimisme kesembuhan pada penderita mioma uteri
merupakan sikap positif bahwa individu dapat mencapai harapan
untuk kembali pada kondisi kesehatan normal setelah menderita
mioma uteri. Ketika individu memiliki optimisme untuk sembuh,
maka individu akan memiliki kesehatan psikologis, sehingga tetap

3
berusaha untuk melakukan hal-hal untuk mencapai kesembuhan,
tidak putus asa, serta memiliki kepastian untuk memandang masa
depan.

GANGUAN HAID
Remaja merupakan suatu transisi periode kehidupan dari
masa anak ke dewasa. Perubahan akan diikuti dengan perubahan
fisik, perilaku, kognitif, biologis dan emosi. Menurut WHO, batasan
usia remaja terjadi pada umur 12-24 tahun. Jumlah penduduk remaja
dunia mencapai 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia.
Di Indonesia, menurut Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah
penduduk kelompok usia 10-19 tahun mencapai 43,5 juta atau
sekitar 18% dari jumlah penduduk.
Pada masa pubertas akan terjadi kematangan kerangka dan
seksual secara pesat. Menurut Mons dan Knoer (2012) pada remaja
putri tanda-tanda kelamin primer muncul dengan adanya
perkembangan rahim dan saluran telur, vagina, bibir kemaluan dan
Klitoris. Kematangan sel telur dan produksi hormon esterogen akan
menyebabkan munculnya menstruasi pada periode pertama yang
disebut menarche. Menurut Hurlock (2017), hal tersebut
menandakan bahwa mekanisme reproduksi pada anak perempuan
telah berfungsi matang. Masa ini merupakan masa yang sangat
penting sebagai proses persiapan untuk menjadi calon ibu.
Menstruasi merupakan perdarahan dari rahim yang
berlangsung secara periodik dan siklik. Hal tersebut akibat dari
pelepasan (deskuamasi) endometrium akibat hormon ovarium
(estrogen dan progesteron) yang mengalami perubahan kadar pada
akhir siklus ovarium, biasanya dimulai pada hari ke-14 setelah
ovulasi. Menstruasi merupakan suatu proses alamiah yang biasa
dialami perempuan tetapi hal ini akan menjadi masalah jika terjadi
gangguan menstruasi.

4
Gangguan menstruasi dapat berupa gangguan lama dan
jumlah darah haid, gangguan siklus haid, gangguan perdarahan di
luar siklus haid dan gangguan lain yang berhubungan dengan haid.
Lama menstruasi normalnya terjadi antara 4-8 hari. Apabila
menstruasi terjadi kurang dari 4 hari maka dikatakan hipomenorea
dan jika lebih dari 8 hari dikatakan hipermenorea. Perempuan
biasanya mempunyai siklus haid antara 21-35 hari. Disebut
polimenorea jika siklus haid kurang dari 21 hari dan oligomenorea
jika siklus haid lebih dari 35 hari. Perdarahan bukan haid adalah
perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Pada perempuan
yang mengalami siklus menstruasi lebih dari 90 hari maka dikatakan
mengalami amenorea. Pada gangguan lain yang berhubungan
dengan menstruasi dapat berupa dismenorea dan premenstrual
syndrome (PMS). Dismenorea adalah rasa sakit atau tidak enak pada
perut bagian bawah yang terjadi pada saat menstruasi sampai dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Premenstrual syndrome (PMS)
muncul pada sebelum menstruasi dan menghilang ketika menstruasi
dengan gejala dapat berupa fisik, psikologis dan emosional.
Adanya gangguan menstruasi akan dapat menjadi hal yang
serius. Menstruasi yang tidak teratur dapat menjadi pertanda tidak
adanya ovulasi (anoluvatoir) pada siklus menstruasi. Hal tersebut
berarti seorang wanita dalam keadaan infertile (cenderung sulit
memiliki anak). Pada menstruasi dengan jumlah perdarahan yang
banyak dan terjadi dalam kurun waktu yang lama akan dapat
menyebabkan anemia pada remaja. Gangguan lain seperti PMS dan
dismenorea dapat mengganggu produktivitas. Keluhan yang
berhubungan dengan kondisi fisik seperti rasa sakit di sekitar kepala
dan nyeri pada perut bagian bawah sehingga dapat mengganggu
rutinitas. Dampak emosional dapat berupa emosi yang tidak
terkontrol, gelisah, lekas marah, mudah panik dan pada akhirnya
akan mudah menangis.

5
Menurut Rakhmawati (2013) faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi diantaranya
gangguan hormonal, pertumbuhan organ reproduksi, status gizi,
stress, usia dan penyakit metabolic.7 Penelitian yang dilakukan pada
mahasiswa kebidanan STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi tahun
2014, dari 100 responden diketahui bahwa sebesar 92% mengalami
gangguan menstruasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shita
tahun 2014 di SMA Negeri 1 Melaya Kabupaten Jembrana pada 70
responden didapat 90% mengalami satu atau lebih tipe gangguan
menstruasi. Gangguan volume dan lamanya menstruasi sebesar
32,9%, gangguan siklus menstruasi 68,9% dan gangguan lain yang
berhubungan dengan menstruasi mencapai 85,7%. (Novita, 2018)
Dampak jika gangguan siklus menstruasi tidak ditangani akan
mengakibatkan tubuh kehilangan terlalu banyak darah sehingga
terjadi anemia. Perbedaan siklus menstruasi disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain status gizi, asupan makanan, umur,
aktivitas fisik, penyakit reproduksi, pengaruh rokok, dan stres.
Penelitian yang dilakukan pada remaja putri Turki ditemukan 31,2%
mengalami ketidakteraturan pola menstruasi. Penelitian lain yang
dilakukan pada remaja di India melaporkan sebanyak 22,1% remaja
mengalami ketidakteraturan pola menstruasi.
Kebutuhan gizi berhubungan erat dengan masa pertumbuhan,
jika asupan gizi terpenuhi maka pertumbuhan akan optimal.
Kebutuhan gizi yang harus terpenuhi berasal dari karbohidrat,
lemak, dan protein. Asupan gizi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan kecukupan asupan zat gizi tidak baik sehingga dapat
mempengaruhi ketidakteraturan menstruasi pada kebanyakan
remaja. Asupan karbohidrat berhubungan dengan kalori selama fase
luteal, asupan protein berhubungan dengan panjang fase folikular
sedangkan asupan lemak berhubungan dengan hormon reproduksi.
(Sitoayu, Pertiwi, & Mulyani, 2017)

6
B. Rumusan Masalah
MIOMA UTERI
1. Apakah Definisi dari Mioma Uteri?
2. Bagimana Etiologi dari Mioma Uteri?
3. Bagaimana Patofisiologi dari Mioma Uteri?
4. Apa saja klasifikasi Mioma Uteri?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Mioma Uteri?
6. Bagiamana Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri?
7. Bagaimana Penatalaksanaa Mioma Uteri?
8. Bagiamana Konsep Asuhan Keperawatan Mioma Uteri?

GANGGUAN HAID
1. Apakah Definisi dari Menstruasi?
2. Bagaimana Perubahan Siklus Menstruasi?
3. Bagaimana Siklus Menstruasi?
4. Apa saja yang Mempengaruhi Gangguan haid?
5. Bagaimana Penyebab Terganggunya Siklus Haid?
6. Apa saja Gangguan yang Berhubungan dengan Haid?
7. Bagiaman Konsep Asuhan Keperawatan Gnagguan Haid?

C. Tujuan
MIOMA UTERI
1. Untuk Mengetahui Definisi dari Mioma Uteri.
2. Untuk Mengetahui Etiologi dari Mioma Uteri.
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Mioma Uteri
4. Untuk Mengetahui klasifikasi Mioma Uteri.
5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Mioma Uteri.
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri.
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaa Mioma Uteri.
8. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Mioma Uteri.

7
GANGGUAN HAID
1. Untuk Mengetahui Definisi dari Menstruasi.
2. Untuk Mengetahui Perubahan Siklus Menstruasi.
3. Untuk Mengetahui Siklus Menstruasi.
4. Untuk Mengetahui Gangguan haid.
5. Untuk Mengetahui Penyebab Terganggunya Siklus Haid.
6. Untuk Mengetahui Gangguan yang Berhubungan dengan Haid
7. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Gnagguan
Haid.

8
BAB 2
TINJAUAN TEORI

MIOMA UTERI
A. Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai
komposisi jaringan ikat (Bagus, 2002). Mioma uteri adalah tumor
jinak berasal dari miometrium. Mioma uteri belum pernah tumbuh
pada wanita yang belum mengalami menstruasi. Setelah menopause
hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Mioma uteri
belum pernah ditemukan sebelum terjadinya mentruasi. Sebagian
besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi oleh karena
adanya rangsangan estrogen. Pada masa menopause mioma uteri
akan mengalami pengecilan. Mioma uteri atau juga dikenal dengan
leiomioma uteri atau fibroid adalah tumor jinak rahim yang paling
sering didapatkan pada wanita. Leiomioma berasal dari sel otot
polos rahim dan pada beberapa kasus berasal dari otot polos
pembuluh darah rahim. (Yonika, 2015)
B. Etiologi Mioma Uteri
Penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma
jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi
oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia
reproduktif. Umumnya mioma terjadi dibeberapa tempat,
pertumbuhan mikroskopoik menjadi masalah utama dalam
penaganan mioma karena hanya tumor soliter dan tampak secara
makroskopik yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara
enukleasi. Ukuran rata-rata tumor ini adalah 15 cm, tetapi cukup
banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan berat mencapai
45 kg (Sarwono, 2011: 274).
Penyebab terjadinya mioma uteri belum diketahui secara
pasti, namun beberapa ahli memaparkan karena adanya pengaruh
hormone estrogen (Stoppler, 2014). Hormone estrogen dapat

9
diperoleh melalui penggunaan alat kontrasepsi yang bersifat
hormonal (Pil KB, suntikan KB, dan susuk KB) (Manuaba,
2012). Jadi, mioma uteri ini merupakan akibat pengaruh estrogen.
Oleh karena itu, mioma ini sangat jarang ditemukan pada anakanak
usia pubertas, bahkan nyaris tidak pernah. Anak usia pebertas belum
memiliki rangasangan estrogen. Sementara itu, pada perempuan
menopause, mioma biasanya mengecil kerena estrogen sudah
berkurang (Eni, 2009: 85-86). 2
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tumor mioma, disamping faktor predisposisi genetik :
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali,
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan
dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil
pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium
dan perempuan dengan sterilitas. Enzim hodroxydesidrogenase
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak dari pada miometrium normal (Setiati, 2009:
87).
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesisrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada tumor (Setiati, 2009: 87).
3. Hormon Pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan,
tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik
serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama

10
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
HPL dan estrogen. (Octaviani, 2016)
C. Patofisiologi Mioma Uteri
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
miometrium mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau
sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu
mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini
tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga
menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-
abu putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan
memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin
hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus,
dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif
yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian
terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa
(subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian
melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat
pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk
menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan
dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi. (Armantius, 2017)
D. Klasifikasi Mioma Uteri
Mioma umunya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah
mana mioma tumbuh.
1. Lapisan Uterus

11
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan
lokasinya, mioma ini dibagi menjadi tiga jenis.
a. Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri merupakan yang paling banyak
ditemukan. Sebagian besar tumbuh diantara lapisan uterus
yang paling tebal dan paling tengah (miometrium).
Pertumbuhan tumor dapat menekan otot disekitarnya dan
terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan
membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Mioma
yaang terletak pada dinding depan uterus dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung
kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan
miksi.
b. Mioma Uteri Subserosa
Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus
yang paling luar yaitu serosa dan tumbuh ke arah
peritonium. Jenis mioma ini bertangkai atau memiliki
dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar dinding
uterus sehingga menonjol kepermukaan uterus diliputi
oleh serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara kedua
lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter. Mioma subserosa yang tumbuh
menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wandering parasitis fibroid.
c. Mioma Uteri Submukosa
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling
dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga
dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh
bertangkai menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui
saluran seviks yang disebut mioma geburt. Mioma jenis
lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan

12
perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor
jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata
adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai.
Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,
dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang
dilahirkan. (Armantius, 2017)
E. Tanda dan Gejala Mioma Uteri
Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 –
50% pasien. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri tergantung
pada lokasi, ukuran dan jumlah mioma. yang Tanda dan gejala
paling sering adalah :
1. Perdarahan uterus yang abnormal.
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis
yang paling sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi
pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma
uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang
teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia
sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal
ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan
mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat
data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara
bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan
mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan
wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik. Patofisiologi
perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan
mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa
penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari beberapa
faktor pertumbuhan dan reseptorreseptor yang mempunyai efek
langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-

13
perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat
disregulasi struktur vaskuler didalam uterus.
2. Nyeri panggul
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang
disebabkan oleh karena degenerasi akibat oklusi vaskuler,
infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat
kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum.
Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan
bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga
menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung
dan ekstremitas posterior.
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan
terhadap organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat
menyebabkan gangguan berkemih, defekasi maupun
dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh
darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan
menimbulkan edema pada ekstremitas posterior.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27 – 40% wanita dengan
mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak
didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba
bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi
ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma
didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya
mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor mioma yang besar. Diagnosa semakin
jelas bila pada pemeriksaan bimanual diraba permukaan uterus

14
yang berbenjol akibat penonjolan massa maupun adanya
pembesaran uterus. Pemeriksaan sonografi pelvik dan magnetic
resonance imaging (MRI) dapat mendeteksi mioma uteri.
(Hadibroto, 2015)
F. Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri
Dapat dilakukan dengan USG, untuk menentukan
jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium, dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis, mioma juga dapat
dideteksi dengan CT Scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma uteri
mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang
tidak hanya menyerupai, tetapi juga bergabung dengan uterus,
pada stadium lebih lanjut, uterus membesar dan berbentuk tak
teratur, pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di
rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan
ureter. Untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas, histerografi fan histeroskopi digunakan.
(Octaviani, 2016)
G. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas 2
metode :
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH)
agonis memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis
yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis
bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari suatu
penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRH
agonis selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati
adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek

15
maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan.
Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume
mioma secara bermakna.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor
sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi
hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang
abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.
2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap
mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologist(ACOG) dan American Society
for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada
pasien dengan mioma uteri adalah :
a) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi
konservatif.
b) Sangkaan adanya keganasan.
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena
oklusi tuba.
e) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
g) Anemia akibat perdarahan.

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi


maupun histerektomi.
1) Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita
yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan
tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada
beberapa pilihan tindakan untuk melakukan
miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari

16
mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan
dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan
laparoskopi.
Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus.
Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan
pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan
terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada
pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan
segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi
resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien.
Disamping itu masa penyembuhan paska operasi juga
lebih lama, sekitar 4 – 6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi
dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak
pada kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli
beda memasukkan alat histeroskop melalui serviks
dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk
memperluas dinding uterus. Alat bedah dimasukkan
melalui lubang yang terdapat pada histeroskop untuk
mengangkat mioma submukosum yang terdapat pada
kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa
penyembuhan paska operasi (2 hari). Komplikasi
operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul
perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan
elektrolit dan perdarahan.
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai
diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah
secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak
didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat secara

17
laparoskopi. Tindakan laparoskopi dilakukan dengan
ahli bedah memasukkan alat laparoskop kedalam
abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding
abdomen. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi yang lebih cepat antara 2
– 7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan
laparoskopi termasuk perlengketan, trauma terhadap
organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta
perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan
laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita
dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya.
2) Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat
uterus dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan
pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada
beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari
seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien
dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia
kehamilan 12 – 14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu total abdominal histerektomi
(TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Pemilihan jenis pembedahan ini memerlukan keahlian
seorang ahli bedah yang bertujuan untuk kepentingan
pasien. Masing-masing prosedur histerektomi ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Subtotal
abdominal histerektomi dilakukan untuk menghindari
resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan

18
yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung
kemih, rektum. Namun dengan melakukan STAH,
kita meninggalkan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan
meninggalkan serviks, menurut penelitian Kilkku,
1983 didapat data bahwa terjadinya dyspareunia akan
lebih rendah dibanding yang menjalani TAH,
sehingga tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada
TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul
vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina
dan perdarahan paska operasi dimana keadaan ini
tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan melalui
pendekatan dari vagina, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum
histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan
prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Oleh
karena pendekatan operasi tidak melalui dinding
abdomen, maka pada histerektomi vaginal tidak
terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan
pasien dari segi kosmetik.
Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa
penyembuhan pada pasien yang menjalani
histerektomi vaginal lebih cepat dibanding yang
menjalani histerektomi abdominal. Dengan
berkembangnya tehnik dan alat-alat kedokteran, maka
tindakan histerektomi kini dapat dilakukan dengan
menggunakan laparoskopi. Prosedur operasi dengan
laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis adalah

19
prosedur operasi invasif yang minimal dengan jalan
menghantarkan sumber energi yang berasal dari laser
The neodynium:yttrium aluminium garnet (Nd:YAG)
ke jaringan mioma, dimana akan menyebabkan
denaturasi protein sehingga menimbulkan proses
koagulasi dan nekrosis didalam jaringan yang
diterapi. Miolisis perlaparoskopi efektif untuk
mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan
devaskularisasi mioma akan mengurangi gejala yang
terjadi. Miolisis merupakan alternatif terapi prosedur
miomektomi.
Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma
juga dapat dilakukan dengan laparoskopi. Salah satu
tujuan melakukan histerektomi laparoskopi adalah
untuk mengalihkan prosedur histerektomi abdominal
kepada histerektomi vaginal atau histerektomi
laparoskopi secara keseluruhan. Ada beberapa tehnik
histerektomi laparoskopi. Pertama adalah histerektomi
vaginal dengan bantuan laparoskopiN
(Laparoscopically assisted vaginal histerectomy/
LAVH). Pada prosedur ini tindakan laparoskopi
dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding
pelvik dan memotong mesosalfing kearah ligamentum
kardinale dibagian bawah. Pemisahan pembuluh
darah uterina dilakukan dari vagina. Kedua, pada
tahun 1991 Semm memperkenalkan tehnik classic
intrafascial serrated edged macromorcellated
hysterectomy (CISH)tanpa colpotomy. Prosedur ini
merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisan
dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan
morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvik dan

20
mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk
mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan dari
CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter
dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,
waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang
lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat.
Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa
terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah
melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan,
prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan
dimana resiko perdarahan yang lebih minimal, masa
penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditas
yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal. (Hadibroto, 2015)
H. Konsep Asuhan Keperawatan Mioma Uteri
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, status pernikahan, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma
uteri, misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah
yang relatif lama. Kadang-kadang disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat
dilakukan pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi
tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah
bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri

21
adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi
serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita
dan jenis pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma
uteri, tanyakan penggunaan obat-obatan, tanyakan
tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan
riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi,
pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus,
hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat
kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma
uteri yang perlu diketahui adalah
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir,
sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum
menarhe dan mengalami atrofi pada masa
menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri,
dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil
ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa
ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya,
faktorfaktor budaya yang mempengaruhi, tingkat
pengetahuan yang dimiliki pasien mioma uteri, dan

22
tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri,
harga diri, peran diri, personal identity, keadaan emosi,
perhatian dan hubungan terhadap orang lain atau
tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan
interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.
d. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri
yang harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan
perubahan nafsu makan yang terjadi.
e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB
terakhir. Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah
frekuensi, warna, dan bau.
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga
dan frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti
mandi, berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi
g. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat
siang dan malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu,
pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan
keadaan rambut.

23
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola
mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat
adanya pembengkakan konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat
kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya
penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan
adanya pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi,
jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi, ketiak dan
abdomen.
h) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat
menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan
pada ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya
lesi, perdarahan diluar siklus menstruasi.
2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh
sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa
jaringan neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan
sensorik motorik.

24
e. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada
rectum (prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran,
ancaman pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya
sumber informasi terkait penyakit)
3. Rencana Keperawatan
N Diagnosis Intervensi
O Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau dilakukan tindakan 1) Lakukan
trauma jaringan dan keperawatan selama 1 pengkajian nyeri
refleks spasme otot x 24 jam, pasien komprehensip
sekunder akibat tumor mioma uteri mampu yang meliputi
mengontrol nyeri lokasi,
Definisi: dibuktikan dengan karakteristik,
Pengalaman sensori dan kriteria hasil: onset/durasi,
emosional tidak frekuensi, kualitas,
menyenangkan yang Mengontrol Nyeri intensitas atau
muncul akibat kerusakan 1) Mengenali kapan beratnya nyeri dan
jaringan aktual atau nyeri terjadi faktor pencetus
potensial atau yang 2) Menggambarkan 2) Observasi adanya
digambarkan sebagai faktor penyebab pentunjuk
kerusakan (International nyeri nonverbal
Association for the Study 3) Menggunakan mengenai ketidak
of pain) awitan yang tiba tindakan nyamanan
tiba atau lambat dari pencegahan nyeri terutama
intensitas ringan hingga 4) Menggunakan pada mereka yang
berat dengan akhir yang tindakan tidak dapat
dapat diantisipasi atau pengurangan nyeri berkomunikasi
diprediksi. (nyeri) tanpa secara efektif
analgesik 3) Pastikan perawatan
5) Menggunakan analgesik bagi

25
Batasan karakteristik: analgesik yang pasien dilakukan
a) Bukti nyeri dengan direkomendasikan dengan
menggunakan standar 6) Melaporkan pemantauan
daftar periksa nyeri perubahan yang ketat
untuk pasien yang terhadap gejalah 4) Gunakan strategi
tidak dapat nyeri pada komunikasi
mengungkapannya profesional terapeutik untuk
b) Ekspresi wajah nyeri kesehatan mengetahui
(misal: mata kurang 7) Melaporkan pengalaman nyeri
bercahaya, tampak gejalah yang tidak dan sampaikan
kacau, gerakan mata terkontrol penerimaan pasien
berpencar atau tetap pada profesional terhadap nyeri
pada satu fokus, kesehatan 5) Gali pengetahuan
meringis) 8) Menggunakan dan kepercayaan
c) Fokus menyempit sumber daya yang pasien mengenai
(misal: persepsi tersedia untuk nyeri
waktu, proses menangani nyeri 6) Pertimbangkan
berpikir, interaksi 9) Mengenali apa pengaruh budaya
dengan orang dan yang terkait terhadap respon
lingkungan) dengan gejala nyeri
d) Fokus pada diri nyeri 7) Tentukan akibat
sendiri 10) Melaporkan nyeri dari pengalaman
e) Keluhan tentang yang terkontrol nyeri terhadap
intensitas kualitas hidup
menggunakan pasien (misalnya,
standars kala nyeri tidur, nafsu makan,
f) Keluhan tentang pengertian,
karakteristik nyeri perasaan, performa
dengan menggunakan kerja dan tanggung
standar instrumen jawab peran)
nyeri 8) Gali bersama
g) Laporan tentang pasien faktor-

26
perilaku nyeri/ faktor yang dapat
perubahan aktivitas menurunkan atau
h) Perubahan posisi memperberat nyeri
untuk menghindari 9) Evaluasi
nyeri pengalaman nyeri
i) Putus asa dimasa lalu
j) Sikap melindungi area yang meliputi
nyeri riwayat nyeri
kronik individu
Faktor yang atau keluarga atau
berhubungan: nyeri yang
a) Agens cidera biologis menyebabkan
b) Agens cidera fisik disability/ ketidak
Agens cidera kimiawi mampuan/kecatat
n, dengan tepat
10) Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai
efektifitas,
pengontrolan nyeri
yang pernah
digunakan
sebelumnya
2 Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
berhubungan dilakukan perawatan 1) Monitor adanya
dengan perdarahan selama 1x 24 jam respon konpensasi
diharapkan tidak terhadap syok
Definisi: beresiko terjadi syok (misalnya, tekanan
terhadap ketidak cukupan hipovolemik dengan darah normal,
aliran darah kejaringan kriteria: tekanan nadi
tubuh, yang dapat 1) Tanda vital dalam melemah,

27
mengakibatkan disfungsi batas normal. perlambatan
seluler yang mengancam 2) Tugor kulit baik. pengisian kapiler,
jiwa. Faktor resiko 3) Tidak ada sianosis. pucat/ dingin pada
1) Hipotensi. 4) Suhu kulit hangat. kulit atau kulit
2) Hipovolemi 5) Tidak ada kemerahan,
3) Hipoksemia diaporesis. takipnea ringan,
4) Hipoksia 6) Membran mukosa mual dan munta,
5) Infeksi kemerahan. peningkatan rasa
6) Sepsis haus, dan
7) Sindrom respon kelemahan)
inflamasi 2) Monitor adanya
sestemik tanda-tanda respon
sindroma inflamasi
sistemik (misalnya,
peningkatan suhu,
takikardi, takipnea,
hipokarbia,leukosit
osis, leukopenia)
3) Monitor terhadap
adanya tanda awal
reaksi alergi
(misalnya, rinitis,
mengi, stridor,
dipnea, gatal-gatal
disertai
kemerahan,
gangguan saluran
pencernaan, nyeri
abdomen, cemas
dan gelisa)
4) Monitor terhadap
adanya tanda

28
ketidak adekuatan
perfusi oksigen ke
jaringan
(misalnya,peningk
atan stimulus,
peningkatan
kecemasan,peruba
han status mental,
egitasi, oliguriadan
akral teraba dingin
dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan
status respirasi
6) Periksa urin
terhadap adanya
darah dan protein
sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen
atau punggung.
8) Lakukan skin-test
untuk mengetahui
agen yang
menyebabkan
anaphiylaxis atau
reaksi alergi sesuai
kebutuhan
3 Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat
berhubungan dilakukan tindakan terapi per vaginam
dengan penurunan imun keperawatan selama 1 1) Kaji ulang riwayat

29
tubuh sekunder akibat x 24 jam, pasien kontraindikasih
gangguan hematologis mioma uteri pemasangan alat
(perdarahan) menunjukkan pasien pervaginam pada
mampu melakukan pasien (misalnya,
Definisi: pencegahan infeksi infeksi pelvis,
Mengalami peningkatan secara mandiri, laserasi, atau
resiko terserang ditandai dengan adanya massa
organisme patogenik kriteria hasil: sekitar vagina)
1) Kemerahan tidak 2) Diskusikan
Faktor yang ditemukan pada mengenai
berhubungan: tubuh aktivitasaktivitas
1) Penyakit kronis 2) Vesikel yang tidak seksual yang
a. Diabetes melitus mengeras sesuai sebelum
b. Obesitas permukaannya memilih alat yang
2) Pengetahuan yang 3) Cairan tidak dimasukan
tidak berbauk busuk 3) Lakukan
cukup untuk 4) Piuria/nanah tidak pemeriksaan pelvis
menghindari ada dalam urin 4) Intruksikan pasien
pemanjanan patogen 5) Demam berkurang untuk melaporkan
3) Pertahanan tubuh 6) Nyeri berkurang ketidaknyamanan,
primer yang tidak 7) Nafsu makan disuria, perubahan
adekuat meningkat warna, konsistensi,
a. Gangguan dan frekuensi
peritalsis cairan vagina
b. Kerusakan 5) Berikan obat-obat
integritas berdasarkan resep
kulit(pemasangan dokter untuk
kateter intravena, mengurangi iritasi
prosedur invasif 6) Kaji kemampuan
c. Perubahan sekresi pasien untuk
PH melakukan
d. Penurunan kerja perawatan secara

30
siliaris mandiri
e. Pecah ketuban 7) Observasi ada
dini tidaknya cairan
f. Pecah ketuban vagina
lama yang tidak normal
g. Merokok dan berbau
h. Stasis cairan 8) Infeksi adanya
tubuh lubang, laserasi,
i. Trauma jaringan ulserasi
(misalnya, trauma pada vagina
destruksi jaringan)
4) Ketidak adekuatan Kontrol Infeksi
jaringan sekunder 1) Bersihkan
a. Penurunan lingkungan dengan
hemoglobin baik setelah
b. Supresi respon digunakan untuk
inflamasi setiap pasien
5) Vaksinasi tidak 2) Isolasi orang yang
adekuat terkena penyakit
6) pemajanan terhadap menular
patogen 3) Batasi jumlah
lingkungan meningkat pengunjung
7) prosedur invasif 4) Anjurkan pasien
8) malnutrisi untuk mencuci
tangan yang benar
5) Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci
tangan pada saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien

31
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung
tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan
pencegahan
universal
4 Retensi urine NOC: setelah Manajemen
berhubungan dilakukan tindakan eliminasi urin:
dengan penekanan oleh keperawatan 1) Monitor eliminasi
massa jaringan 1x 24 jam diharapkan urin termasuk
neoplasma pada organ eliminasi urin kembali frekuensi,
sekitarnya, gangguan normal dengan kriteria konsistensi, bau,
sensorik motorik. hasil: volume dan
1) Pola eliminasi warna urin sesuai
Definisi: pengosongan kembali normal kebutuhan.
kantung kemih tidak 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan
komplit 3) Jumlah urin dalam gejala retensio
batas normal urin.
Batasan karakteristik: 4) Warna urin normal 3) Ajarkan pasien
1) Tidak ada keluaran 5) Intake cairan tanda dan gejala
urin dalam batas infeksi saluran
2) Distensi kandung normal kemih.
kemih 6) Nyeri saat kencing 4) Anjurkan pasien

32
3) Menetes tidak ditemukan atau keluarga
4) Disuria untuk melaporkan
5) Sering berkemih urin uotput sesuai
6) Inkontinensia aliran kebutuhan.
berlebih 5) Anjurkan pasien
7) Residu urin untuk banyak
8) Sensasi kandung minum
kemih penuh saat makan dan
9) Berkemih sedikit waktu pagi hari.
6) Bantu pasien
Faktor yang dalam
berhubungan mengembangkan
1) Sumbatan rutinitas toileting
2) Tekanan ureter tinggi sesuai kebutuhan.
3) Inhibishi arkus reflex 7) Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.

GANGGUAN HAID
A. Definisi Mentruasi
Menstruasi merupakan perdarahan dari rahim yang
berlangsung secara periodik dan siklik. Hal tersebut akibat dari
pelepasan (deskuamasi) endometrium akibat hormon ovarium
(estrogen dan progesteron) yang mengalami perubahan kadar
pada akhir siklus ovarium. (Novita, 2018)
Pola haid merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan
menarche sebagai titik awal. Pada umumnya menstruasi akan
berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari. Lama
perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah

33
yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang
hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 dengan
jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. (Manuaba, 2018).
Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur 10 – 16
tahun (Jonesh, 2015). Panjang siklus haid ialah jarak antara
tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya.
Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus
(Sarwono, 2012).
Menurut Bobak, menstruasi atau haid adalah perdarahan
periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah
ovulasi. menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami setiap
perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat
haid adalah pertanda bahwa ia siap bereproduksi atau
menghasilkan keturunan.
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-
perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi
normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses
ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan
perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi
(Jones, 2015).
B. Perubahan Siklus Haid
Perubahan siklus haid merupakan suatu keadaan siklus haid
yang berbeda dengan yang sebelumnya, yang diukur mulai dari
siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal,
yang dapat berkisar kurang dari batas normal sekitar 22– 35 hari
(Varney, 2017).
C. Siklus Menstruasi
Ciri khas kedewasaan wanita ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan siklius pada alat kandungan sebagai
persiapan untuk suatu kehamilan. Peristiwa penting tersebut
ditandai dengan datangnya haid yaitu pengeluaran darah tiap

34
bulan dari rahim. Ada pameo yang mengatakan, ketika haid,
rahim menangis karena pembuahan tidak kunjung terjadi.
Pendarahan akibat runtuhnya dinding lapisan dalam rahim
adalah puncak dari serangkaian peristiwa saling berkaitan, yang
bertujuan mempersiapkan rahim menampung sel telur yang
dibuahi. Bila kehamilan tidak terjadi, dinding yang sudah
dipersiapkan itu mengelupas. Siklus baru yang
sama dimulai lagi.
Pengendali utama dari semua peristiwa itu ialah hipotalamus.
Bagian otak itu pun masih dapat dipengaruhi oleh emosi dan
kekecewaan. Terbukti dari kenyataan haid dapat dipengaruhi
oleh pikiran yang kacau, atau perjalanan, dan pindah
pekerjaan. Lamanya haid terhenti tidak selalu dapat dipastikan.
Ada yang dua atau tiga bulan kemudian datang kembali, dan ada
pula yang sampai setahun penuh, bahkan dapat pula lebih.
Wanita yang mengalami hal ini, memerlukan pemeriksaan yang
cermat terhadap kemungkinan menderita penyakit yang dapat
menyebabkan amenorea.
1. Gambaran Klinis Menstruasi
Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif,
perdarahan menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan
median panjang siklus adalah 28 hari. Wanita
dengan siklus ovulatorik, selang waktu antara awal
menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi
lamanya. Siklus yang diamati terjadi pada wanita yang
mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan
menstruasi – fase luteal - relatif konstan dengan rata-rata 14
± 2 hari pada kebanyakan wanita (Hanafi, 2012).
Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi;
pada umumnya lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2
sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran
darah menstruasi terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan

35
endrometrium yang bercampur dengan darah yang
banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi
apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar,
bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan.
Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini disebabkan
oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam
endometrium.
Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita
normal selama satu periode menstruasi telah ditentukan oleh
beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb
normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g,
volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan
menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4
sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut
atau 150 sampai 400 mg per tahun (Bobak, 2014).
2. Aspek Hormonal Selama Siklus Menstruasi
Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya
melibatkan berbagai organ, yaitu uterus, ovarium, vagina,
dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau
adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya
pengaturan koordinasi yang disebut hormon. Hormon
adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin,
yang langsung dialirkan dalam peredaran darah dan
mempengaruhi organ tertentu yang disebut organ target.
Hormon-hormon yang berhubungan dengan siklus
menstruasi ialah :
a. Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin
hipofisis :
1) Luteinizing Hormon (LH)
2) Folikel Stimulating Hormon (FSH)
3) Prolaktin Releasing Hormon (PRH)

36
b. Steroid ovarium
Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan
estrogen. Banyak dari steroid yang dihasilkan ini juga
disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di
jaringan perifer melalui pengubahan prekursor
prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma
dari hormon-hormon ini tidak dapat langsung
mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium.
3. Fase-fase dalam Siklus Menstruasi
Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase
perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase-fase ini
merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi
antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus (Bobak,
2014).
Fase-fase tersebut adalah :
a. Fase menstruasi atau deskuamasi
Fase ini endometrium terlepas dari dinding
uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan
yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang tiga sampai
enam hari). Pada awal fase menstruasi kadar
estrogen, progeseron, LH (Luteinizing Hormon)
menurun atau pada kadar terendahnya selama
siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating
Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase pascamenstruasi atau fase regenerasi
Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat
lepasnya endometrium. Kondisi ini mulai sejak
fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ±
4 hari.

37
c. Fase intermenstum atau fase proliferasi
Fase ini merupakan periode pertumbuhan
cepat yang berlangsung sejak sekitar hari kelima
ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari
ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari.
Permukaan endometrium secara lengkap kembali
normal dalam sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi
penebalan 8-10 kali lipat, yang berakhir saat
ovulasi. Fase intermenstum atau fase proliferasi
tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal
dari folike ovarium.
Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1) Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4
sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenali
dari epitel permukaan yang tipis dan
adanya regenerasi epitel.
2) Fase proliferasi madya, terjadi pada hari
ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini
merupakan bentuk transisi dan dapat
dikenali dari epitel permukaan yang
berbentuk torak yang tinggi.
3) Fase proliferasi akhir, berlangsung antara
hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini
dapat dikenali dari permukaan yang tidak
rata dan dijumpai banyaknya mitosis.
d. Fase pramenstruasi atau fase sekresi
Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai
ke-28. Fase ini endometrium kira-kira tetap
tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi
panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah
yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel

38
endometrium terdapat glikogen dan kapur yang
diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur
yang dibuahi.
Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
1) Fase sekresi dini, pada fase ini
endometrium lebih tipis dari fase
sebelumnya karena kehilangan cairan.
2) Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar
dalam endometrium berkembang dan
menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi
mulai mengeluarkan getah yang
mengandung glikogen dan lemak.
Endometrium menjadi kaya dengan darah
dan sekresi kelenjar. Akhir masa ini,
stroma endometrium berubah kearah sel
sel; desidua, terutama yang ada di seputar
pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini
memudahkan terjadinya nidasi.
4. Mekanisme siklus menstruasi
Selama haid, pada hari b
ermulanya diambil sebagai hari pertama dari siklus
yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai
mencapai kadar 5 mg/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml),
dibawah pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel
yang berkembang ini menghasilkan estradiol dalam
jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang terus-
menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari
hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol
mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai
ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin
praovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan
meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum

39
ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan
kembali menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8
dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml, dan FSH
antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml.
Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14,
maka pada saat ini folikel akan mulai pecah dan satu hari
kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini
dimulailah pembentukan dan pematangan korpus luteum
yang disertai dengan meningkatnya kadar progesteron,
sedangkan gonadotropin mulai turun kembali.
Peningkatan progesteron tersebut tidak selalu memberi
arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada
beberapa wanita yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai
suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan fase
luteal.
Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus
luteum. Sekresi progesteron terus menerus meningkat dan
mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml. Estradiol yang
dikeluarkan terutama dari folikel yang besar yang tidak
mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal dengan
konsentrasi yang lebih tinggi daripada selama permulaan
atau pertengahan fase folikuler. Produksi estradiol dan
progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23
(Admin, 2010).
D. Gangguan Haid
Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai
mencapai umur 18 tahun setelah itu harus sudah teratur.
Menstruasi dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35
hari (dari hari pertama menstruasi sampai pada permulaan
periode menstruasi berikutnya) dan pengeluaran darah
menstruasi berlangsung 1-8 hari. Jumlah rata-rata hilangnya

40
darah selama menstruasi adalah 50 ml (rentang 20-
80 ml), atau 2-5 kali pergantian pembalut/hari. (Manuaba, 1999)
Gangguan menstruasi paling umum terjadi pad awal dan
akhir masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas
39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya
siklus haid, atau jumlah dan lamanya menstruasi. Seorang
wanita dapat mengalami kedua gangguan itu (Jones, 2002).
Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi
dapat digolongkan dalam :
1. Perubahan pada siklus haid
a. Polimenorea
Yaitu siklus haid pendek dari biasanya (kurang dari 21
hari pendarahan). Polimenorea dapat disebabkan oleh
gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan
ovulasi, akan menjadi pendeknya masa luteal.
Penyebabnya ialah kongesti ovarium karena peradangan,
endometritis, dan sebagainya.
b. Oligomenorea
Yaitu siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari.
Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Penyebabnya adalah gangguan hormonal, ansietas dan
stress, penyakit kronis, obat-obatan tertentu, bahaya di
tempat kerja dan lingkungan, status penyakit nutrisi
yang buruk, olah raga yang berat, penurunan berat badan
yang signifikan.
c. Amenorea
Merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa
titik dalam sebagian besar siklus menstruasi wanita
dewasa. Sepanjang kehidupan individu, tidak adanya
menstruasi dapat berkaitan dengan kejadian hidup yang
normal seperti kehamilan, menopause, atau penggunaan
metode pengendalian kehamilan. Selain itu, terdapat

41
beberapa keadaan atau kondisi yang berhubungan
dengan amenorea yang abnormal.
Amenorea dibagi menjadi dua bagian besar :
1) Amenorea primer di mana seorang wanita tidak
pernah mendapatkan sampai umur 18 tahun.
Terutama gangguan poros hipotalamus, hipofisis,
ovarium, dan tidak terbentuknya alat genitalia.
2) Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat
menstruasi sampai umur 18 tahun dan diikuti oleh
kegagalan menstruasi dengan melewati waktu 3
bulan atau lebih. Penyebabnya sebagian besar
bersumber dari penyebab yang mungkin dapat
ditegakkan.
Sebab terjadinya amenorea:
1) Fisiologis :
a) sebelum menarche
b) hamil dan laktasi
c) menopause senium
2) Kelainan congenital
3) Didapatkan :
a) infeksi genitalia
b) tindakan tertentu
c) kelainan hormonal
d) tumor pada poros hipotalamus-hipofisis atau
ovarium
e) kelainan dan kekurangan gizi (Manuaba, 2018).
2. Perubahan jumlah darah haid
a. Hipermenorea atau menoragia
Hipermenorea adalah pendarahan haid yang
lebih banyak dari normal (lebih dari 8 hari).
Terjadinya pada masa haid yang mana haid itu sendiri
teratur atau tidak. Pendarahan semacam ini sering

42
terjadi dan haidnya biasanya anovoasi penyebab
terjadinya menoragia kemungkinan terdapat mioma
uteri, polip endometrium atau hyperplasia
endometrium (penebalan dinding rahim, dan
biasanya terjadi pada ketegangan psikologi (chalik,
2018).
b. Hipomenorea
Hipomenorea adalah pendarahan haid yan
lebih pendek dari biasa dan/atau lebih kurang dari
biasa penyebabnya kemungkinan gangguan hormonal,
kondisi wanita dengan penyakit tertentu.
3. Gangguan pada siklus dan jumlah darah haid
Pada keadaan ini terdapat gangguan siklus menstruasi,
perdarahan terjadi dengan interval yang tidak teratur,
dengan jumlah darah menstruasi bervariasi, pola
menstruasi ini disebut metrorargia. (Jones, 2012)
E. Penyebab Terganggunya Siklus Haid
Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau
sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak
normal, tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya
sebuah siklus haid, melainkan berdasarkan kelainan yang
dijumpai :
1. Fungsi hormon terganggu
Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di
otak, tepatnya di kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini
akan mengirim sinyal ke indung telur untuk
memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini
terganggu, otomatis siklus haid pun akan terganggu.
2. Kelainan Sistemik
Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat
mempengaruhi siklus haidnya karena sistem metabolisme
di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik, atau wanita

43
yang menderita penyakit diabetes, juga akan
mempengaruhi sistem metabolisme sehingga siklus
haidnya pun tak teratur.
3. Stress
Stress akan mengganggu sistem metabolisme di
dalam tubuh, karena stress, wanita akan menjadi mudah
lelah, berat badan turun drastis, bahkan sakitsakitan,
sehingga metabolisme terganggu. Bila metabolisme
terganggu, siklus haid pun ikut terganggu.
4. Kelenjar Gondok
Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bias
menjadi penyebab idak teraturnya siklus haid. Gangguan
bisa berupa produksi kelenjar gondok yang terlalu tinggi
(hipertiroid) maupun terlalu rendah (hipertiroid), yang
dapat mengakibatkan sistem hormonal tubuh ikut
terganggu.
5. Hormon prolakin berlebih
Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita
tidak haid, karena memang hormon ini menekan tingkat
kesuburan. Pada wanita yang tidak sedang menyusui
hormone prolaktin juga bisa tinggi, buasanya disebabkan
kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di dalam
kepala (Sahara, 2019).
F. Gangguan yang Berhubungan dengan Haid
1. Sindrom prmenstruasi (pre-menstrual syndrom/ PMS)
Merupakan keluhan-keluhan yang biasanya terjadi
mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya
haid yang menghilang sesudah haid datang walaupun
kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti.
Penyebab terjadinya tidak jelas, tetapi mungkin faktor
penting ialah ketidakseimbangan estrogen dan progesteron
dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat

44
badan, dan kadang-kadang edema. Dalam hubungan
dengan kelainan hormonal, pada premenstrual syndrom
terdapat defisiensi luteal dan pengurangan produksi
progesterone.
Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah
sosial juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah
menderita keluhan-keluhan ini adalah wanita yang lebih
peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan
terhadap faktor-faktor psikologis.
Keluhan terdiri dari gangguan emosional berupa
emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri
kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri
pada mammae, dsb. Sedang pada kasus yang berat terdapat
depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi, dan
peningkatan gejala-gejala tersebut di atas (Manuaba, 2012).
2. Dismenorea
Dismenorea adalah nyeri atau rasa sakit yang
menyertai menstruasi sehingga dapat menimbulkan
gangguan pekerjaan sehari-hari. Nyeri sering bersamaan
dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas
marah, dll. Keluhan ini biasanya baru timbul 2 atau 3 tahun
sesudah menarche. Umumnya hanya terjadi pada siklus haid
yang disertai pelepasan sel telur. Kadang-kadang juga pada
siklus haid yang tidak disertai pengeluaran sel telur
(disebut siklus anovulatory), terutama bila darah haid
membeku di dalam rahim. Jadi rasa sakit terjadi ketika beku-
bekuan itu didorong keluar rahim. Rasa sakit yang
menyerupai kejang ini terasa di perut bagian bawah.
Biasanya dimulai 24 jam sebelum haid datang dan
berlangsung sampai 12 jam pertama dari masa haid. Sesuatu
itu semua rasa tidak enak tadi hilang. Derajat rasa nyerinya
bervariasi mencakup ringan (berlangsung beberapa saat dan

45
masih dapat meneruskan aktivias sehari-hari), sedang
(karena sakitnya diperlukan obat untuk menghilangkan rasa
sakit, tetapi masih dapat meneruskan pekerjaannya), berat
(rasa nyerinya demikian beratnya sehingga memerlukan
isirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya).
Sebab dismenorea dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu dismenorea primer, semata-mata berkaitan dengan
aspek hormonal yang mengendalikan uterus dan tidak
dijumpai kelainan anatomis, umumnya dijumpai pada wanita
dengan siklus haid berevolusi. Dismenorea sekunder, rasa
nyeri yang terjadi saat menstruasi berkaitan dengan kelainan
anatomis uterus seperti endometriosis dan infeksi kronik
genitalia interna (Manuaba, 2012).
G. Konsep Asuhan Keperawatan Desminore
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
1) Umur : Pasien berada dalam usia masa menstruasi
2) Pendidikan : pendidikan pasien sangat mempengaruhi
tingkat pengetahuan pasien mengenai menstruasi
3) Pekerjaan : pekerjaan pasien (kegiatan rutinitas pasien)
juga mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan
pasien saat ini. Keluhan utama ini biasa dirasakan pasien
dismenore adalah nyeri pada perut bagian bawah, pegal
pada punggung dan paha, adakalanya disertai mual muntah,
pusing, diare saat menstruasi (Manuaba, 2009).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat penyakit sekarang adalah dat yang penting dan
berkaitan dengan aitan gejala. Data tersebut meliputi kapan
gejala tersebut mulai timbul, apakah gejala tersebit timbul

46
secara mendadak atau bertahap, apakah gejala selalu timbul
atau hilang timbul, berapa durasi gejala tersebut muncul,
dimana letak dan bagaimana kualitas gejala tersebut. Pada
pendeita dismenorea biasanya ditemui faktor anemia,
penyakit menahun, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2007).
3) Riwayat Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lau adalah pengalaman perawatan
kesehatan klien di masa lalu. Pengkajian masa lalu meliputi
apakah klien pernah menderita penyakit yang sama dengan
sebelumnya. Pada klien dismenorea tanyakan apakha
sebelumnya klien pernah menderita diabetes melitus,
hipertensi, jantung, asma, tumor. TBC, kanker, hepatitis,
dan lain-lain. Penyakit ini dapat membuat berat badan
menjadi kurus sehingga dapat memicu terjadinya dimenorea
saat haid (Manuaba, 2009).
4) Riwayat Menstruasi
Pada klien dismenorea yang perlu ditanyakan adalah
menarche, siklus haid, dan banyaknya haid (Dito &
Wulandari, 2011)
5) Pola Kebutuhan Dasar
a) Pola Persepsidan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena
ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan
mengenai Dismenore.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga
mengalami penurunan.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola

47
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Klien dengan disminore mengalami nyeri pada daerah
perut sehingga pola tidur klien menjadi terganggu,
apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi
saat tidur (penekanan pada perineum).
e) PolaAktivitas
Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien tidak harus menjalani
rawat inap.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena
ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan
mengenai Dismenore.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi
gangguan, sedangkan pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Namun timbul rasa nyeri pada
perut bagian bagian bawah.
i) Pola Reproduksi Seksual
Kebiasaan penggunaan pembalut sangat mempengaruhi
terjadinya gangguan menstruasi.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien Dismenore timbul rasa cemas tentang
keadaan dirinya, yaitu mengenai adanya kelainan pada
system reproduksinya.

48
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien Dismenore tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
l) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi :
(a) Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan
membrane mukosa bibir
(b) Dada :
(c) Paru : peningkatan frekuensi nafas
(d) Jantung : Peningkatan denyut jantung
(e) Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara
(f) Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen,
kaji penyebab nyeri, Kualitas nyeri, Region nyeri,
Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan
dan berapa lama
(g) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien
(h) Integumen : kaji turgor kulit
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d gangguan menstruasi (dismenore)
b. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum
c. Ansietas b/d perubahan status kesehatan
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Jelaskan dan bantu
gangguanmenstruasi pemberian asuhan klien dengan
(dismenore) keperawatan selama tindakan pereda
1x24 jam, nyeri
diharapkan respon nonfarmakologi
nyeri pasien dapat dan non invasif.
terkontrol dengan 2. Ajarkan
criteria hasil sebagai penggunaan
berikut : kompres hangat.
KontrolNyeri 3. Ajarkan Relaksasi

49
- Klien mampu :Tehnik-tehnik
mengenal faktor- untuk menurunkan
faktor penyebab ketegangan otot
nyeri, beratnya rangka, yang dapat
ringannya nyeri, menurunkan
durasi nyeri, intensitas nyeri
frekuensi dan letak dan juga
bagiant ubuh yang tingkatkan
nyeri relaksasi masase.
- Klien mampu 4. Ajarkan metode
melakukan distraksi selama
tindakan nyeri akut.
pertolongan non- 5. Anjurkan
analgetik, seperti menurunkan
napas dalam, masukan sodium
relaksasi dan selama seminggu
distraksi sebelum mens
- Klien melaporkan 6. Berikan
gejala-gejala kesempatan waktu
kepada tim istirahat bila terasa
kesehatan nyeri dan berikan
- Klien mampu posisi yang
mengontrol nyeri nyaman ;missal
- Ekspresi wajah waktu tidur,
klien rileks belakangnya
- Klien melaporkan dipasang bantal
adanya penurunan kecil.
tingkat nyeri dalam 7. Lakukan pijatan
rentang sedang punggung bawah.
(skala nyeri: 4 8. Tingkatkan
sampai 6) hingga pengetahuan
nyeri ringan (skala tentang :sebab-
nyeri : 1 sampai 3) sebab nyeri, dan
- Klien melaporkan menghubungkan
dapat beristirahat berapa lama
dengan nyaman nyeriakan
- Nadi klien dalam berlangsung.
batas normal (80- 9. Observasi ulang
100x/menit) tingkat nyeri, dan
- Tekanan darah respon motorik
klien dalam batas klien, 30 menit
normal (120/80 setelah pemberian
mmHG) obat analgetik
- Frekuensi untuk mengkaji
pernafasan klien 10. efektivitasnya.
dalam batas normal Serta setiap 1 - 2
(12 – 20 x/menit) jam setelah
tindakan

50
perawatan selama
1 - 2 hari.
11. Kolaborasi
dengan dokter,
pemberian
analgetik.
Kolaborasi
pemberian obat
seperti
penghambat
sintesa
prostaglandin (
PGSI), ibuprofen (
Motrin), naproxen
sodium (
Anaprox) dan
ibuprofen
setidaknya 48 jam
sebelum terjadi
menstruasi.

Intoleransi aktifitas b/d Setelah diberikan 1. Hindari seringnya


nyeri dismenore. askep selama 1x24 melakukan
jam diharapkan Ps intervensi yang
menunjukan tidak penting yang
perbaikan toleransi dapat membuat
aktifitas dengan lelah, berikan
criteria hasil Ps istirahat yang
dapat melakukan cukup
aktifitas 2. Berikan istirahat
cukup dan tidur 8
– 10 jam tiap
malam
3. Observasi ulang
tingkat nyeri, dan
respon motorik
klien, 30 menit
setelah pemberian
obat analgetik
untuk mengkaji
efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2
jam setelah
tindakan
perawatan selama
1 - 2 hari.

51
Ansietas b/d Setelah diberikan 1. Jelaskan prosedur
ineffektifkoping askep selama 1x24 yang diberikan
individu. jam diharapkan dan ulangi
kecemasan menurun dengan
dengan criteria hasil sering
Ps tenang dan dapat 2. Anjurkan orang
mengekspresikan terdekat
perasaannya. berpartisipasi
dalam asuhan
3. Anjurkan dan
berikan
kesempatan pada
pasien untuk
mengajukan
pertanyaan dan
menyatakan
masalah
4. Singkirkan
stimulus yang
berlebihan
5. Ajarkan teknik
relaksasi; latihan
napas dalam,
imajinasi
terbimbing
6. Informasikan
tentang Jelaskan
prosedur yang
diberikan dan
ulangi dengan
sering

7. Anjurkan orang
terdekat
berpartisipasi
dalam asuhan
kesempatan pada
pasien untuk
mengajukan
pertanyaan dan
menyatakan
masalah
8. Anjurkan dan
berikan
9. Singkirkan
stimulus yang

52
berlebihan
10. Ajarkan teknik
relaksasi; latihan
napas dalam,
imajinasi
terbimbing
11. Informasikan
tentang
perawatan, dan
pengobatan
12. Jelaskan pada
klien bahwa
tindakan tersebut
dilakukan untuk
menjamin
keamanan.
13. Kolaborasi
dengan psikiatri
14. Jelaskan pada
klien tentang
etiologi/factor
dismenore.
15. Pertahankan
perilaku tenang,
bantu pasien
untuk control diri
dengan
menggunakan
pernapasan lebih
lambat dan dalam
perawatan, dan
pengobatan

53
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai
komposisi jaringan ikat (Bagus, 2002). Mioma uteri adalah tumor
jinak berasal dari miometrium. Mioma uteri belum pernah tumbuh
pada wanita yang belum mengalami menstruasi. Klasifikasi Mioma
Uteri yaitu : mioma uteri intramural, subserosa, submukosa.
Menstruasi merupakan perdarahan dari rahim yang
berlangsung secara periodik dan siklik. Gangguan haid dan siklusnya
khususnya dalam masa reproduksi yaitu : Polimenorea,
oligomenorea, amenorea, hipermenorea, hipmenorea, desminorea.

B. Saran
Harapan penulis kepada pembaca, supaya dapat memberi
sebuah kritikan atau saran terhadap makalah ini, karena makalah ini
mempunyai suatu kelebihan dan kekurangan yang sifatnya mendidik
atau menbimbing. Dan dari suatu kritikan atau saran tersebut semoga
makalah ini menjadi lebih baik lagi.

54
Daftar Pustaka

Armantius. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Mioma Uteri di


Ruang Ginekologi Kebidanan RSUP DR. M. Djamil Padang. 1-128.
Cahyasari, A. S., & Sakti, H. (2014). Optimisme Kesembuhan pada
Penderita Mioma Uteri. Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.1 April
2014, 21-33 , 21-23.
Dito, A., & Wulandari. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid.
Jakarta: CV Andi Onset .
Hadibroto, B. R. (2015). Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 38. No. 3 September , 259.
Manuaba. (2009). Memahami Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakata:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Novita, R. (2018). Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Menstruasi
pada Remaja Putri di SMA Al-Azhar Surabaya. Research Study ,
172-181.
Octaviani, A. I. (2016). Gambaran Pengetahuan Pengunjung Wanita di
Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUD Syekh Yusuf Gowa
tentang Faktor Resiko Terjadinya Mioma Uteri. 1-128.
Rudiyanti, N., & Imron, R. (2016). Hubungan Usia Menarche dan
Paritas dengan Mioma Uteri. Jurnal Keperawatan, Volume XII, No.
2, Oktober 2016 , 233-239.
Sitoayu, L., Pertiwi, D. A., & Mulyani, E. Y. (2017). Kecukupan Zat
Gizi Makro, Status Gizi, Stres, dan Siklus Menstruasi pada Remaja.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 13 No 3 , 121-128.
Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Yonika, A. (2015). Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Gangguan
Reproduksi : Mioma Uteri di Bangsal Dahlia RSUD Pandan Arang
Boyolali. 1-16.

55

Anda mungkin juga menyukai