Anda di halaman 1dari 27

11

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA WANITA DENGAN
GANGGUAN MENSTRUASI : DISMENORE

Disusun oleh:
Kelompok III
1. Diancici watoa
2. Anugrah Trio Liyani Tahiya
3. Asmawati Raharusun
4. Haris Buton
5. Hikmah D. Nukuhehe
6. Albani G.S Soamole
7. Irma Wati Jalil
8. Dion Nanlohy

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIkes MALUKU HUSADA
AMBON 2023
12

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik ALLAH SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “asuhan keperawatan pada wanita dengan gangguan menstruasi
dismenore” ini dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan kerjasama oleh teman-teman kelompok, sehingga kendala-kendala dalam penyusunan
dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa jurusan keperawatan STIKes Maluku
Husada. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu, kepada dosen mata kuliah kami meminta masukanya demi perbaikan pembuatan
makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Ambon, 11 juni 2023


Penyusun
13

BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang


Menstruasi merupakan proses alami yang terjadi pada perempuan setelah masa
pubertas hingga akhir-akhir tahun reproduksi (Maharni,2020). Proses menstruasi
terjadi saat lapisan dalam dinding rahim mengalami peluruhan dan keluar dalam
bentuk yang dikenal dengan istilah darah menstruasi. Lapisan rahim (endometrium)
dipersiapkan dalam menerima implantasi embrio, apabila tidak terjadi implantasi
embrio maka bagian lapisan rahim (endometrium) akan mengalami peluruhan,
kejadian mestruasi ini terjadi secara periodik (Purwoastuti & Walyani, 2015).
Saat menstruasi banyak gangguan yang dialami pada setiap perempuan. Tidak sedikit
diantaranya mengalami rasa yang tidak nyaman seperti nyeri haid atau dismenore
(Maharni,2020). Dismenore merupakan nyeri haid yang terjadi saat mengalami
menstruasi yang ditandai dengan rasa sakit di perut bawah hingga menjalar sampai
kepinggang serta paha (Sukarni,2014). Nyeri ini timbul sebelum atau selama
menstruasi dan berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang disertai tanda &
gejala lain seperti berkeringat, sakit kepala, mual, muntah, diare dan gemetar, kadang
hingga parah hingga mengganggu aktivitas ( De Sanctis et al., 2015).

Dismenore terbagi menjadi dua jenis, yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder.
Dismenore primer merupakan nyeri pada saat menstruasi, yang terjadi karena adanya
kontraksi kuat dari otot rahim. Dismenore primer tidak ada hubungan dengan kelainan
pada organ reproduksi wanita, sedangkan dimenore sekunder merupakan nyeri pada
saat menstruasi, yang terjadi karena adanya kelainan pada organ reproduksi

wanita (Sari dkk, 2015). Kondisi dismenore ini akan mempengaruhi kualitas hidup
sebagian besar wanita (Rahmawati,2020).
Menurut Kusmiran (2012) penyebab terjadinya dismenore, yaitu saat terjadinya
peningkatan dan pelepasan produksi prostaglandin dari endometrium selama
menstruasi. Proses tersebut menyebabkan kontraksi uterus tidak terkoordinasi dan
tidak teratur, sehingga menimbulkan nyeri. Perempuan yang mengalami dismenore
selama periode menstruasi, mempunyai tekanan intrauteri yang lebih tinggi, dan
memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih banyak dalam darah menstruasi. Akibat
14

peningkatan aktivitas uterus yang abnormal, menyebabkan terjadinya iskemia atau


hipoksia, sehingga aliran darah menjadi berkurang yang dapat menyebabkan nyeri.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada wanita dengan gangguan dismenore

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada wanita dengan gangguan
menstruasi dismenore
15

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI
1. Definisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri menstruasi terjadi di perut bagian bawah, na- mun dapat
menyebar ke punggung bagian bawah, pinggang, panggul dan paha atas.Nyeri berasal
dari kontraksi otot rahim yang sangat kuat saat menge-luarkan darah menstruasi dari
dalam rahim (Ernawati dkk, 2017).
Nyeri haid (dismenore) adalah nyeri yang timbul pada saat wanita men- galami
menstruasi. Hal ini disebabkan karena kontraksi otot miometrium yang berlebihan
maka akan mengurangi aliran darah, sehingga kekurangan oksigen dalam sel-sel
miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri pa- da saat menstruasi spasmodik,
nyeri ini menyebabkan perut terasa mulas. Ini terjadi pada semua wanita yang
mengalami menstruasi (Lowdermilk, dkk: 2013)
Menstruasi pertama kali biasanya dialami oleh perempuan sekitar usia 10 tahun,
namun bisa juga lebih dini atau lebih lambat. Menstruasi menan- dakan bahwa seorang
perempuan sudah mampu untuk dapat menghasilkan keturunan dan tentunya hal ini
sangat diharapkan oleh semua perempuan (Juliana,2018).

2. Anatomi Fisiologi Reproduksi wanita


16

Pada dasarnya organ reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi luar dan organ
reproduksi dalam yang memiliki fungsi yang berbeda- beda. Organ reproduksi luar
berfungsi sebagai jalan masuk sperma kedalam tubuh wanita dan sebagai cara
melindungi tubuh organ repro- duksi dalam dari berbagai organism penyebab infeksi.
Sedangkan, organ reproduksi dalam membentuk semua jalur reproduksi yang terdiri
dari in- dung telur (ovarium) untuk menghasilkan telur, tuba falopii (oviduk) se- bagai
tempat berlangsungnya pembuahan, rahim (uterus) tempat berkem- bangannya embrio
menjadi janin dan vagina yang merupakan jalan bagi janin.

3. Etiologi
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya nyeri haid (dis- menore) primer
menurut Novia &Puspitasari (2014) diantaranya adalah:
a. Usia menarche yang terlalu dini, di bawah 20 tahun.
b. Periode menstruasi yang terlalu panjang.
c. Banyaknya darah yang keluar pada saat menstruasi.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan faktor resiko yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya disminore primer.
e. Indeks massa tubuh (IMT)
Seorang wanita dengan tubuh tidak ideal memiliki risiko lebih besar terhadap
kejadian dismenore. Tubuh yang ideal bukanlah tubuh yang terlalu kurus
ataupun yang terlalu gemuk. Seorang wanita dengan tubuh terlalu kurus
ataupun terlalu gemuk sangat berpotensi mengala- mi dismenore, karena
semakin rendah indeks massa tubuh maka ting- kat dismenore akan semakin
berat dan sebaliknya, karena saat wanita semakin gemuk, timbunan lemak
memicu pembuatan hormon terutama estrogen.
f. Tingkat Stres
Stres seringkali terjadi secara tiba-tiba karena persoalan yang harus dihadapi
dalam kehidupan. Peningkatan stres menyebabkan pengaruh negatif pada
kesehatan tubuh. Stres merupakan penyebab timbulnya dismenore. Semakin
tinggi tingkat stres maka akan semakin tinggi pula tingkat dismenore.
g. Aktivitas Fisik
Dalam kehidupan sehari-hari sangat dianjurkan untuk melakukan ak- tivitas fisik
untuk kepentingan kesehatan. Aktivitas fisik jika dil- akukan dengan benar akan
17

memberikan manfaat bagi tubuh. Semakin rendah aktivitas fisik maka tingkat
dismenore akan semakin berat dan sebaliknya.
Dismenorea sekunder dapat disebabkan oleh penggunaan alat kon- trasepsi,
kelainan letah-arah, kista ovarium, gangguan pada panggul, tu- mor, dan lain-lain
(Anurogo, 2011).

4. Patofisiologi
Pada setiap bulannya wanita selalu mengalami menstruasi. Menstruasi terjadi
akibat adanya interaksi hormon di dalam tubuh manusia. Menurut Anurogo (2011)
interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, dan indung telur menyebabkan
lapisan sel rahim mulai berkembang dan mene- bal Hormon-hormon tersebut
kemudian akan memberikan sinyal pada telur di dalam indung telur untuk
berkembang. Telur akan dilepaskan dari in- dung telur menuju tuba falopi dan menuju
uterus. Telur yang tidak dibuahi oleh sperma akan menyebabkan terjadinya peluruhan
pada endometrium, luruhnya endometrium menyebabkan perdarahan pada vagina
yang disebut dengan menstruasi.
Pada saat masa subur terjadi peningkatan dan penurunan hormon. Pen- ingkatan
dan penurunan hormon terjadi pada fase folikuler (pertumbuhan folikel sel telur). Pada
masa pertengahan fase folikuler, kadar FSH (Folli- cle Stimulating Hormone) akan
meningkat dan merangsang sel telur untuk memproduksi hormon estrogen. Pada saat
estrogen meningkat maka kadar progesteron akan menurun. Penurunan kadar
progesteron ini diikuti dengan adanya peningkatan kadar prostaglandin pada
endometrium (Anu- rogo, 2011). Prostaglandin yang telah disintesis akibat adanya
peluruhan endometrium merangsang terjadinya peningkatan kontraksi pembuluh
darah pada miometrium. Kontraksi yang meningkat menyebabkan terjadinya
penurunan aliran darah dan mengakibatkan terjadinya proses iske- mia serta nekrosis
pada sel-sel dan jaringan (Andira, 2010). Iskemia dan nekrosis pada sel dan jaringan
dapat menyebabkan timbulnya nyeri saat menstruasi
Penurunan kadar progesteron juga menyebabkan terganggunya stabili- tas
membran dan pelepasan enzim. Stabilitas membaran yang terganggu adalah membran
lisosom. Ahrend, (2007) menyatakan bahwa selain ter- ganggunya stabilitas membran
lisosom penurunan progesteron akan me- nyebabkan terbentuknya prostaglandin
dalam jumlah yang banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus
luteum menyebabkan ter- ganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
18

meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator


dalam sintesis prostaglandin melalui proses aktivasi fosfolipase yang menyebabkan
ter- jadinya hidrolisis senyawa fospolipid yang kemudian menghasilkan asam
arakidonat.
Hasil metabolisme dari asam arakidonat ikut berperan dalam memicu terjadinya
dismenore primer. Asam arakidonat dapat dimetabolisme me- lalui dua jalur. Jalur
metabolisme asam arakidonat yaitu melalui jalur si- klooksigenase dan jalur
lipoksigenase. Melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase asam arakidonat
menghasilkan prostaglandin, leukotrien dan tromboksan. Selain prostaglandin,
leukotrien berperan serta dalam timbulnya rasa nyeri saat menstruasi (Price, 2015).
Leukotrien sebagai pemicu terjadinya dismenore primer mempengaruhi melalui
beberapa cara. Leukotriene bereaksi pada serabut saraf serta otot polos. Menurut
Anindita (2010) peran leukotrien dalam ter- jadinya dismenore primer adalah
meningkatkan sensitivitas serabut saraf nyeri uterus, dan berperan dalam penyusutan
atau penciutan otot polos saat terjadinya peradangan, sehingga terjadilah nyeri pada
saat menstruasi. Me- lalui proses metabolisme asam arakidonat prostaglandin terbagi
menjadi dua jenis. Prostaglandin jenis yang pertama adalah prostaglandin F2-alfa yang
merupakan suatu hasil siklooksigenase yang dapat mengakibatkan hipertonus dan
vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan nyeri menstruasi. Kedua
adalah prostaglandin E-2 yang turut serta me- nyebabkan dismenore primer.
Peningkatan level prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2 jelas akan
meningkatkan rasa nyeri pada dismenore pri- mer (Anindita, 2010).
Selain peranan hormon hasil dari proses fisiologis, dismenore primer juga bisa
diperparah oleh adanya faktor psikologis. Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan
terhadap rasa nyeri. Pada saat stres, tubuh akan memproduksi hormon estrogen dan
prostaglandin berlebih. Estrogen dan prostaglandin ini dapat menyebabkan
peningkatan kontraksi miometrium secara berlebihan sehingga mengakibatkan rasa
nyeri saat menstruasi. Stres juga memicu peningkatan kelenjar adrenalin dalam
mensekresi korti- sol sehingga menyebabkan otot-otot tubuh menjadi tegang, dan me-
nyebabkan otot rahim berkontraksi secara berlebihan. Kontraksi otot rahim yang
berlebihan dapat menimbulkan rasa nyeri yang berlebih pada saat menstruasi.
Meningkatnya stres dapat menyebabkan meningkatnya aktivi- tas saraf simpatis yang
menyebabkan peningkatan skala nyeri menstruasi dengan peningkatan kontraksi
uterus (Sari, Nurdin, & Defrin, 2015).
19

Adanya tekanan maupun faktor stres lainnya akan mempengaruhi keparahan rasa
nyeri penderita dismenore primer. Stres akan mempengaruhi stimulasi beberapa
hormon di dalam tubuh. Ketika seseorang mengalami stres maka stres tersebut akan
menstimulasi respon neuroendokrin sehingga menyebabkan CRH (Corticotrophin
Releasing Hormone) yang merupakan regulator hipotalamaus utama untuk men-
stimulasi sekresi ACTH (Adrenocorticotrophic Hormone) dimana ACTH ini dapat
meningkatkan sekresi kortisol adrenal (Angel, Armini & Pra- danie, 2015).
Sekresi kortisol adrenal menimbulkan beberapa kerugian. Hormon- hormon
tersebut berperan dalam penghambatan beberapa hormon yang lain. Hormon tersebut,
menyebabkan sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing
Hormone) terhambat sehingga perkem- bangan folikel terganggu. Hal ini
menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron yang
rendah menyebabkan pen- u. Hal ini menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron
terganggu. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan peningkatan sintesis
prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2. Ketid- akseimbangan antara
prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan
peningkatan aktivasi prostaglandin F2- alfa. Peningkatan aktivasi menyebabkan
iskemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus.Peningkatan
kontraksi yang berlebihan menyebabkan terjadinya dismenore (Angel, Armini &
Pradanie, 2015).
20

5. WOC

6. Klasifikasi
a. Dismenore Primer
1. Pengertian Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan
pada alat- alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu
setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-
siklus haid pada bulan- bulan pertama setelah men- arche umumnya berjenis
anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama
sebelumnya atau bersama- sama dengan permulaan haid dan berlangsung
21

untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung


beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit- jangkit, biasanya
terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang
dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah,
sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya. Gadis dan perempuan muda
dapat diserang nyeri haid primer. Dinamakan dismenore primer karena rasa
nyeri timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir
selalu hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak pertama, sehingga
dahulu diperkirakan bahwa rahim yang agak kecil dari perempuan yang belum
pernah melahirkan menjadi penyebabnya, tetapi belum pernah ada bukti dari
teori itu (Hermawan, 2012).
2. Faktor Risiko Dismenorea Primer
a. Usia saat menstruasi pertama kurang dari 12 tahun
b. Belum pernah hamil dan melahirkan
c. Memiliki haid yang memanjang atau dalam waktu lama
d. Merokok
e. Riwayat keluarga positif terkena penyakit
f. Kegemukan atau kelebihan berat badan (Anurogo, 2011).
3. Gambaran Klinik
Dismenorea primer biasanya akan dirasakan secara bertahap yaitu dimu- lai
dari tahap ringan yang dimulai dari adanya kram pada bagian tengah, yang
memiliki sifat spasmodik yang dapat menyebar kepunggung atau
paha bagian belakang. Umumnya dismenorea primer akan dirasakan pada saat
1 sampai 2 hari sebelum menstruasi atau saat menstruasi. Nyeri yang dirasakan
tersebut akan terasa lebih berat selama 24 jam dan berkurang setelah itu
(Morgan, 2009).
Selama nyeri, beberapa wanita juga merasakan efek pengikut seperti ma-
laise ( rasa tidak enak badan), fatigue (lelah), nausea (mual) dan vomiting
(muntah), diare, nyeri panggung bawah, sakit kepala, kadang- kadang dapat
juga di sertai vertigo atau sensasi jatuh, perasaan cemas, gelisah hingga jatuh
pingsan, dan biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam baik sebelum ataupun
sesudah menstruasi (Anurogo, 2011).
22

Dismenorea primer memiliki karakteristik dan faktor yang berkaitan


dengannya yaitu biasanya dismenorea dimulai 1-3 tahun setelah men- struasi
dan akan bertambah berat apabila sudah berumur 23-27 tahun dan secara
perlahan-lahan akan mereda setelah umur tersebut. Dis- menorea primer
biasanya terjadi pada remaja yang belum pernah meni- kah dan nyerinya akan
kurang apabila sudah melahirkan. Namun pada remaja yang memiliki indeks
masa tubuh yang berlebihan akan mempengaruhi terhadap nyeri rahim kecuali
remaja tersebut atlet. Dis- menore primer akan terjadi aliran menstruasi yang
lama dan jarang ter- jadi pada remaja yang memiliki siklus haid yang tidak
teratur (Morgan, 2009).

b. Dismenore Sekunder
1. Pengertian Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder merupakan suatu nyeri pada bagian abdomen yang
disebabkan adanya kelainan pada panggul. Dismenorea sekunder bisa terjadi
setelah remaja mengalami menstruasi, tetapi paling sering da- tang pada usia
20-30 tahunan. Penyebab yang paling sering dialami oleh remaja adalah
endometriosis, adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory
disease dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau intra uterine device (IUD)
(Anurogo, 2011).
Dismenorea sekunder yang dirasakan oleh penderita berlangsung dari 2 sampai
3 hari selama menstruasi, namun penderita dismenorea sekunder biasanya
terjadi pada remaja yang memiliki umur lebih tua dan sebelumnya mengalami
siklus menstruasi yang normal (Reeder,2013).
2. Faktor Risiko Dismenore Sekunder
a) Endometriosis
b) Adenomyosis
c) Intra Uterine Device (IUD)
d) Pelvic inflammatory disease (penyakit radang panggul)
e) Endometrial carcinoma (kanker endometrium)
f) Ovarian cysta (kista ovarium)
g) Congenital pelvic malformations
h) Cervical stenosis (Anurogo, 2011).
i)
23

3. Gambaran Klinis
Dismenore sekunder biasanya terjadi dengan perut besar atau kembung, pelvis
terasa berat dan terasa nyeri di punggun. Perbedaan dengan dis- menorea yang
lainya adalah nyerinya akan semakin kuat pada fase lu- teal dan akan
memuncak sekitar haid. Sifat nyeri yang dimiliki ada- lah unilateral dan
biasanya terjadi pada umur lebih dari 20 tahun. Karak- teristik yang lain yang
dapat terjadi adalah darahmenstruasi yang banyak atau perdarahan yang tidak
teratur. Walaupun kita mem- berikan terapi NSAID, nyeri yang dirasakan tetap
tidak berkurang (Anu- rogo, 2011).

7. Manifestasi klinis
Dismenore primer bukanlah persoalan yang mengancam nyawa pender- itanya.
Dismenore apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan ter- ganggunya aktivitas
sehari-hari. Menurut Martini, Mulyaty, & Fratidhina (2014)
dismenore primer dapat menimbulkan beberapa gejala seperti :
1) Nyeri pada perut bagian bawah
2) Mual
3) Muntah
4) Diare
5) Cemas
6) Depresi
7) Pusing dan nyeri kepala
8) Letih, lesu
9) Pingsan
10) Pada usia muda
11) Terjadi saat siklus ovulasi
12) Nyeri dimulai bersamaan atau hanya sesaat sebelum menstruasi danbertahan atau
menetap selam 1-2 hari.
13) Nyeri menyebar kebagian belakang (punggung) atau anterior medial paha.
24

8. Komplikasi
Komplikasi dismenore menurut (Studi et al., 2017) yaitu:
Dismenore primer dapat menimbulkan beberapa gejala antara lain mual, muntah,
diare, cemas, stres, nyeri kepala, lesu sampai dengan ping- san. Mekipun dismeore
primer tidak mengancam nyawa apabila di biarkan dapat berakibat buruk bagi
penderita seperti depresi, infertilitas, ganguan fungsi seksual penurunan kualtas hidup.

9. Penatalaksanaan
Menurut Anurogo (2011) penatalaksanaan dismenore primer meliputi pe-
natalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, yaitu:
a. Terapi Farmokologi
Penanganan dismenore yang dialami oleh individu dapat melalui intervensi
farmakologi. Terapi farmakologi, penanganan dismenore meliputi beberapa upaya.
Upaya farmakologi pertama yang dapat dil- akukan adalah dengan memberikan
obat analgetik yang berfungsi se- bagai penghilang rasa sakit. Obat-obatan paten
yang beredar dipasaran antara lain novalgin, panstan, acetaminophen dan
sebagainya. Upaya farmakologi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan
pemberian ter- api hormonal. Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovula,
bersifat sementara untuk membuktikan bahwa gangguan yang terjadi benar- benar
disminore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis
kontrasepsi.

b. Terapi Non Farmakologi


Terapi non farmakologi merupakan terapi alternatif-komplementer yang dapat
dilakukan sebagai upaya menangani dismenore tanpa menggunakan obat-obatan
kimia. Tujuan dari terapi non farmakologi adalah untuk meminimalisir efek dari
zat kimia yang terkandung dalam obat. Penanganan nyeri secara non farmakologi
terdiri dari :
1. kompres air hangat
Terapi kompres air hangat mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah
ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.
2. Relaksasi
25

Sama seperti pengobatan herbal, saat ini relaksasi merupakan cara yang banyak
dipilih untuk digunakan. Relaksasi cukup mudah untuk dilakukan kapan saja
dan dimana saja. Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang seder- hana terdiri atas nafas abdomen
dengan frekuensi lambat, berirama, teknik relaksasi nafas dalam (contoh:
bernafas dalam-dalam dan pelan). Berbagai cara untuk relaksasi diantaranya
adalah dengan meditasi, yo- ga, mendengarkan musik, dan hipnotherapy.
Relaksasi juga dapat dil- akukan untuk mengontrol sistem saraf (Anurogo,
2011)
26

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses asuhan keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,2010).
1. Identitas
1. Nama: Untuk mengetahui identitas klien dengan nama jelas dan lengkap,
bila perlu nama panggi- lan sehari-hari agar tidak keliru dalam mem-
berikan penanganan .
2. Umur: Untuk mengetahui faktor-faktor resiko yang terjadi pada remaja
dengan dismenore.
3. Suku Bangsa: Untuk mengetahui kebiasaan sehari-hari
4. Agama: Untuk mengetahui adat istiadat atau keyakinan klien tersebut
untuk membimbing atau mengarahkan klien dalam berdoa
5. Pendidikan: Berpengaruh dalam tindakan keperawatan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga dapat mem-
permudah dalam penyampaian materi konseling.
6. Pekerjaan: Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya
7. Alamat: Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2. Riwayat penyakit:
1. Keluhan utama merupakan sering menjadi alasan klien untuk menerima
pertolongan kesehatan. Pada dismenore biasanya dikeluhan merasa nyeri
dimulai saat haid.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Informasi mengenai keadaan dan keluhan paien saat timbul dismenore
yang menyebabkan gangguan rasa yang tidak nyaman. Keluhan pa- da
klien dengan gangguan dismenore adalah nyeri dimulai saat haid dan
meningkat saat keluarnya darah, disertai mual, muntah, kele- lahan dan
nyeri kepala.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Untuk mengetahui adakah riwayat dismenore yang dahulu pada klien
dengan kondisi yang sama dengan yang dialami saat ini.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
27

Untuk mengetahui adakah riwayat anggota keluarga yang mengalami nyeri


haid (dismenore) seperti yang dialami klien. Karena salah satu nyeri haid
(dismenore) adalah genetik.
3. Pemeriksaan Fisik
Hasil Observasi
1. Keadaan Umum Pada klien dengan dis- menore keadaan umum compos
mentis. Pemeriksaan Vital Sign yang meliputi:
1) Tekanan Darah: Tekanan darah normal yaitu antara 110/90 mmHg
hingga 120/90 mmHg.
2) Nadi: Batas normal denyut nadi yaitu 60 - 100 kaliper menit.
3) Pernafasan: Batas normal frekuensi pernafasan yaitu 16-20x/menit.
4) Suhu Tubuh: C-37, 6°C. Batas normal suhu tubuh adalah 35,6°
2. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut
dan keadaan kulit kepala.
2) Wajah
Pada daerah wajah yang dikaji bentuk wajah, keadaan mata,
hidung, telinga, mulut dan gigi.
3) Mata – telingah – hidung
Apakah konjungtiva pucat atau merah, apakah sklera ikterik.
4) Leher
Perlu dikaji apakah terdapat benjolan pa- da leher, pembesaran vena
jugularis dan adanya pembsesaran kelenjar tiroid.
5) Dada dan punggung
Perlu dikaji kesimetrisan dada, ada tid- aknya tertraksi intercostae,
pernafasan tertinggal, suara wheezing, ronchi, bagaimana irama
dan frekuensi pernafa- san. Pada jantung dikaji bunyi jantung
(interval) adakah bunyi gallop, mur – mur.
6) Payudara/mammae
Apakah puting susu menonjol atau tidak, apakah ada
pembengkakkan dan atau nyeri tekan.
7) Abdomen
28

Ada tidaknya distensi abdomen, bagaimana dengan bising usus,


adakah nyeri tekan.
8) Ekstremitas atas dan bawah
Kulit dingin, kering, pucat, capillary re- fill memanjang.
Ekstremitas atas dan bawah yang dikaji yaitu kesimetrisannya,
ujung – ujung jari sianosis atau tidak, ada tidaknya edema.
9) Genetalia
Bagaimana rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia
perkembangan klien. Kulit dan area pubis, adanya lesi, eritema,
visura, leukoplakia dan eksoria labia mayora, minora, klitoris,
meatus uretra terhadap perkembangan ulkus, keluaran dan nodul.
3. Aktivitas sehari-hari
Biasanya Klien masih mampu melakukan aktivitas seperti hari-hari
biasanya. Dan ji- ka nyerinya hebat maka aktivitas akan ter- ganggu.
Biasanya klien mengalami gangguan pada pola tidumya karena me-
rasakan nyeri pada abdomen bagian bawah karena menstruasi sehingga
konsentrasi un- tuk tidur terganggu.
4. Pola makan
Pola makan pada klien dismenore normal

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesi (2017):
a) Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri, gelisah, dan meringis.
b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur ditandai
dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, dan mengeluh tidak
puas tidur.
c) Ansietas berhubungan dengan factor keturunan (temperamen mudah
teragitasi sejak lahir) ditandai dengan tampak gelisah, tampak tegang,
muka pucat dan sulit tidur.
29

3. Intervensi Keperawatan
intervensi pasien dismenore
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri,gelisah, dan tampak
meringis
D.0077 (SDKI2016)
Standar Luaran
Tingkatan nyeri (L.08066)
1. kemampuan menuntaskan aktivi- tas meningkat.
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun
4. Kesulitan tidur menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Tekanan darah membaik
7. Pola napas membaik
8. Focus membaik
9. Pola tidur membaik
Intervensi keperawatan
Intervensi utama : manajemen nyeri
Observasi :
-Identifikasi lokasi, karakteristrik, durasi,frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
-Identifikasi skala nyeri
-Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri -Identifikasi
pengaruh budaya terhadap respons nyeri -Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup -Monitor efek samping penggunaan analgetik Teraupetik :
-Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(mis.TENS,hypnosis,akupresur,terapi mu- sic,biofeedback,terapi
30

pijat,aromaterapi,teknik imajinasi ter- bimbing,kompres


hangat/dingin,terapi bermain,yoga )
-Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu ruangan ,
pencahayaan,kebisingan )
-Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
pemulihan nyeri
-Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
-Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri -Jelaskan strategi peredah
nyeri
-Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri -Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
-Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur d.d mengeluh sulit tidur,
mengeluh sering terjaga, dan mengeluh tidak puas tidur.
D.0055 (SDKI 2016)
Standar luaran
Pola Tidur (L.05045)
1. Keluhan sulit tidur meningkat.
2. Keluhan tidak puas tidur mening- kat.
3. Keluhan pola tidur berubah meningkat.
4. Keluhan istirahat tidak cukup meningkat.
5. Kemampuan beraktivitas menurun.
Intervensi utama:Dukungan tidur
Observasi
-Identifikasi pola aktivitas dan tidur
-Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
-Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. kopi,
teh, alkohol, makan mendekatiwaktu tidur, mi- num banyak air sebelum
tidur)
31

Terapeutik
-Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan
tempat tidur)
-Batasi waktu tidur siang, jika perlu
-Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
-Tetapkan jadwal tidur rutin
-Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mispijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
-Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
-Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
-Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur,
-Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
-Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur(mis.psikologis,gaya hidup,sering berubah shift berkerja)
-Ajarkan relaksa autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.

3. Ansietas b.d factor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)


d.d tampak gelisah, tampak tegang, muka tampak pucat dan sulit tidur
D.0080 (SDKI 2016)
Standar luaran
Tingkatan Ansietas (L.09093)
1. Verbalisasi kebingungan menurun
2. Perilaku gelisah menurun
3. Perilaku tegang menurun
4. Konsentrasi membaik
5. Pola tidur membaik
6. Orientasi membaik
Intervensi utama:Reduksi ansietas
I.09314
Observasi
-Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis, kondisi, waktu, stresor)
-Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
32

-Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) Terapeutik


-Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan ke- percayaan
-Temani paslen untuk mengurangi kecemasan, jika memung- kinkan
-Pahami situasi yang membuat ansietas
-Dengarkan dengan penuh perhatian
-Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
-Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
-Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
-Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
-Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
-Informasikan secara faktual mengenaldiagnosis,pengobatan,dan
prognosis
-Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
-Anjurkan umelakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
-Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
-Latihkegiatanpengalihan untuk mengurangi ketegangan Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri yang tepat Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Ayun- da.2019).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menyangkut pengumpulan data subjektif
dan objektif yang menunjukan apakah tujuan pelaksanaan keperawatan sudah tercapai
atau belum,masalah apa yang perlu dipecahkan atau dikaji.direncanakan atau dinilai
kembali,dievaluasi bertujuan mem- berikan umpan balik terhadap rencana
keperawatan yang disusun. Penilaian dilakukan oleh perawat, klien dan juga teman
sejawat. Penilaian ini mem- berikan kemungkinan yaitu masalah teratasi atau masalah
teratasi sebagi- an,masalah belum teratasi dan muncul masalah baru.ini bermamfaat
33

untuk mengadakan perubahan,perbaikan rencana keperawatan sehingga tindakan


keperawatan dapat dimodipikasi (Nursalam, 2010)
34

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan diagnosa keperawatan penulis menyusun intervensi yang di sesuaikan
dengan standar intervensi keperawatan indonesia, serta
disesuaikan juga dengan kemampuan penulis dan keadaan responden. Tidak terjadi
perbedaan diagnosa keperawatan yang muncul pada responden 1 dan 2 Diagnosa
keperawatan responden 1 dan responden 2 memiliki diagnosa yang sama yaitu :
2. Responden I
Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, PQRST: P: klien merasakan nyeri karena
mengalami menstruasi, Q: klien merasakan nyeri seperti diremas-remas, R : pada
perut bagian bawah, S : Skala nyeri 6 (sedang), T : nyeri yang dirasakan hilang
timbul dan Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai
dengan Klien mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh istirahat
tidak cukup.
Responden 2
Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, PQRST: P :klien merasakan nyeri
karena mengalami menstruasi, Q klien merasakan nyeri seperti dire- mas-remas, R
: pada perut bagian bawah, S : Skala nyeri 4 (sedang), T : nyeri yang dirasakan
hilang timbul dan Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
ditandai dengan klien mengeluh saat tidur malam sering terbangun karena
merasakan nyeri akibat menstruasi.
3. Pada responden 1 dan responden 2 intervensi yang dilakukan adalah manajemen
nyeri dan dukungan tidur. Tidak terjadi perbedaan tentunya berasal dari masalah
keperawatan yang diangkat pada saat pengkajian sesuai dengan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, peneliti merencanakan intervensi yang sama pada kedua
responden. Yaitu manajemen nyeri dan dukungan tidur.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun dan direncanakan, serta mengevaluasi setiap respon hasil atau kemajuan
responden setelah dilakukan asuhan keperawatan.
35

Pada responden 1 dilakukan pada tanggal 12 september 2022 sebelum dil- akukan
yoga skala nyeri 6, setelah dilakukan yoga skala nyeri 5. Pada hari kedua Nn. W
sebelum dilakukan yoga skala nyeri 4, setelah dilakukan yoga skala nyeri 3,
kemudian pada hari 3, sebelum dilakukan yoga skala nyeri 3, setelah dilakukan
yoga skala nyeri.
Pada responden 2 dilakukan pada tanggal 28 Mei 2022, sebelum dilakukan yoga
skala nyeri 4 , setelah dilakukan yoga skala nyeri 3, pada hari ke 2 sebelum
dilakukan yoga skala nyeri 4, setelah dilakukan yoga skala nyeri 3, kemudian pada
hari ke 3 pada tanggal 15 september 2022 sebelum dilakukan yoga skala nyeri 2,
setelah dilakukan yoga skala nyeri 2.
5. Evaluasi keperawatan pada responden 1 dilakukan pada tanggal 14 Sep- tember
2022 diperoleh hasil dimana masalah keperawatan nyeri akut pa- da Nn.W teratasi.
Sedangkan pada responden 2 dilakukan evaluasi keperawatan pada tanggal 15
September 2022 diperoleh hasil dimana masalah keperawatan nyeri akut pada Nn.
I tertasi. penurunan skala nyeri tersebut terjadi karena pengaruh pemberian terapi
yoga, gerakan yang ru- tin dalam yoga dapat menyebabkan peredaran darah lancar
sehingga nyeri yang muncul dapat menghilang (Wirawanda 2014).

B. Saran
1. Bagi Pengembangan ilmu Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan dan wawasan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada remaja
Dismenore.
36

DAFTAR PUSTAKA

http://scholar.unand.ac.di
37

Anda mungkin juga menyukai