MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA WANITA DENGAN
GANGGUAN MENSTRUASI : DISMENORE
Disusun oleh:
Kelompok III
1. Diancici watoa
2. Anugrah Trio Liyani Tahiya
3. Asmawati Raharusun
4. Haris Buton
5. Hikmah D. Nukuhehe
6. Albani G.S Soamole
7. Irma Wati Jalil
8. Dion Nanlohy
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik ALLAH SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “asuhan keperawatan pada wanita dengan gangguan menstruasi
dismenore” ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan kerjasama oleh teman-teman kelompok, sehingga kendala-kendala dalam penyusunan
dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa jurusan keperawatan STIKes Maluku
Husada. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu, kepada dosen mata kuliah kami meminta masukanya demi perbaikan pembuatan
makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
BAB I
PEMBAHASAN
Dismenore terbagi menjadi dua jenis, yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder.
Dismenore primer merupakan nyeri pada saat menstruasi, yang terjadi karena adanya
kontraksi kuat dari otot rahim. Dismenore primer tidak ada hubungan dengan kelainan
pada organ reproduksi wanita, sedangkan dimenore sekunder merupakan nyeri pada
saat menstruasi, yang terjadi karena adanya kelainan pada organ reproduksi
wanita (Sari dkk, 2015). Kondisi dismenore ini akan mempengaruhi kualitas hidup
sebagian besar wanita (Rahmawati,2020).
Menurut Kusmiran (2012) penyebab terjadinya dismenore, yaitu saat terjadinya
peningkatan dan pelepasan produksi prostaglandin dari endometrium selama
menstruasi. Proses tersebut menyebabkan kontraksi uterus tidak terkoordinasi dan
tidak teratur, sehingga menimbulkan nyeri. Perempuan yang mengalami dismenore
selama periode menstruasi, mempunyai tekanan intrauteri yang lebih tinggi, dan
memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih banyak dalam darah menstruasi. Akibat
14
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI
1. Definisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri menstruasi terjadi di perut bagian bawah, na- mun dapat
menyebar ke punggung bagian bawah, pinggang, panggul dan paha atas.Nyeri berasal
dari kontraksi otot rahim yang sangat kuat saat menge-luarkan darah menstruasi dari
dalam rahim (Ernawati dkk, 2017).
Nyeri haid (dismenore) adalah nyeri yang timbul pada saat wanita men- galami
menstruasi. Hal ini disebabkan karena kontraksi otot miometrium yang berlebihan
maka akan mengurangi aliran darah, sehingga kekurangan oksigen dalam sel-sel
miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri pa- da saat menstruasi spasmodik,
nyeri ini menyebabkan perut terasa mulas. Ini terjadi pada semua wanita yang
mengalami menstruasi (Lowdermilk, dkk: 2013)
Menstruasi pertama kali biasanya dialami oleh perempuan sekitar usia 10 tahun,
namun bisa juga lebih dini atau lebih lambat. Menstruasi menan- dakan bahwa seorang
perempuan sudah mampu untuk dapat menghasilkan keturunan dan tentunya hal ini
sangat diharapkan oleh semua perempuan (Juliana,2018).
Pada dasarnya organ reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi luar dan organ
reproduksi dalam yang memiliki fungsi yang berbeda- beda. Organ reproduksi luar
berfungsi sebagai jalan masuk sperma kedalam tubuh wanita dan sebagai cara
melindungi tubuh organ repro- duksi dalam dari berbagai organism penyebab infeksi.
Sedangkan, organ reproduksi dalam membentuk semua jalur reproduksi yang terdiri
dari in- dung telur (ovarium) untuk menghasilkan telur, tuba falopii (oviduk) se- bagai
tempat berlangsungnya pembuahan, rahim (uterus) tempat berkem- bangannya embrio
menjadi janin dan vagina yang merupakan jalan bagi janin.
3. Etiologi
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya nyeri haid (dis- menore) primer
menurut Novia &Puspitasari (2014) diantaranya adalah:
a. Usia menarche yang terlalu dini, di bawah 20 tahun.
b. Periode menstruasi yang terlalu panjang.
c. Banyaknya darah yang keluar pada saat menstruasi.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan faktor resiko yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya disminore primer.
e. Indeks massa tubuh (IMT)
Seorang wanita dengan tubuh tidak ideal memiliki risiko lebih besar terhadap
kejadian dismenore. Tubuh yang ideal bukanlah tubuh yang terlalu kurus
ataupun yang terlalu gemuk. Seorang wanita dengan tubuh terlalu kurus
ataupun terlalu gemuk sangat berpotensi mengala- mi dismenore, karena
semakin rendah indeks massa tubuh maka ting- kat dismenore akan semakin
berat dan sebaliknya, karena saat wanita semakin gemuk, timbunan lemak
memicu pembuatan hormon terutama estrogen.
f. Tingkat Stres
Stres seringkali terjadi secara tiba-tiba karena persoalan yang harus dihadapi
dalam kehidupan. Peningkatan stres menyebabkan pengaruh negatif pada
kesehatan tubuh. Stres merupakan penyebab timbulnya dismenore. Semakin
tinggi tingkat stres maka akan semakin tinggi pula tingkat dismenore.
g. Aktivitas Fisik
Dalam kehidupan sehari-hari sangat dianjurkan untuk melakukan ak- tivitas fisik
untuk kepentingan kesehatan. Aktivitas fisik jika dil- akukan dengan benar akan
17
memberikan manfaat bagi tubuh. Semakin rendah aktivitas fisik maka tingkat
dismenore akan semakin berat dan sebaliknya.
Dismenorea sekunder dapat disebabkan oleh penggunaan alat kon- trasepsi,
kelainan letah-arah, kista ovarium, gangguan pada panggul, tu- mor, dan lain-lain
(Anurogo, 2011).
4. Patofisiologi
Pada setiap bulannya wanita selalu mengalami menstruasi. Menstruasi terjadi
akibat adanya interaksi hormon di dalam tubuh manusia. Menurut Anurogo (2011)
interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, dan indung telur menyebabkan
lapisan sel rahim mulai berkembang dan mene- bal Hormon-hormon tersebut
kemudian akan memberikan sinyal pada telur di dalam indung telur untuk
berkembang. Telur akan dilepaskan dari in- dung telur menuju tuba falopi dan menuju
uterus. Telur yang tidak dibuahi oleh sperma akan menyebabkan terjadinya peluruhan
pada endometrium, luruhnya endometrium menyebabkan perdarahan pada vagina
yang disebut dengan menstruasi.
Pada saat masa subur terjadi peningkatan dan penurunan hormon. Pen- ingkatan
dan penurunan hormon terjadi pada fase folikuler (pertumbuhan folikel sel telur). Pada
masa pertengahan fase folikuler, kadar FSH (Folli- cle Stimulating Hormone) akan
meningkat dan merangsang sel telur untuk memproduksi hormon estrogen. Pada saat
estrogen meningkat maka kadar progesteron akan menurun. Penurunan kadar
progesteron ini diikuti dengan adanya peningkatan kadar prostaglandin pada
endometrium (Anu- rogo, 2011). Prostaglandin yang telah disintesis akibat adanya
peluruhan endometrium merangsang terjadinya peningkatan kontraksi pembuluh
darah pada miometrium. Kontraksi yang meningkat menyebabkan terjadinya
penurunan aliran darah dan mengakibatkan terjadinya proses iske- mia serta nekrosis
pada sel-sel dan jaringan (Andira, 2010). Iskemia dan nekrosis pada sel dan jaringan
dapat menyebabkan timbulnya nyeri saat menstruasi
Penurunan kadar progesteron juga menyebabkan terganggunya stabili- tas
membran dan pelepasan enzim. Stabilitas membaran yang terganggu adalah membran
lisosom. Ahrend, (2007) menyatakan bahwa selain ter- ganggunya stabilitas membran
lisosom penurunan progesteron akan me- nyebabkan terbentuknya prostaglandin
dalam jumlah yang banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus
luteum menyebabkan ter- ganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
18
Adanya tekanan maupun faktor stres lainnya akan mempengaruhi keparahan rasa
nyeri penderita dismenore primer. Stres akan mempengaruhi stimulasi beberapa
hormon di dalam tubuh. Ketika seseorang mengalami stres maka stres tersebut akan
menstimulasi respon neuroendokrin sehingga menyebabkan CRH (Corticotrophin
Releasing Hormone) yang merupakan regulator hipotalamaus utama untuk men-
stimulasi sekresi ACTH (Adrenocorticotrophic Hormone) dimana ACTH ini dapat
meningkatkan sekresi kortisol adrenal (Angel, Armini & Pra- danie, 2015).
Sekresi kortisol adrenal menimbulkan beberapa kerugian. Hormon- hormon
tersebut berperan dalam penghambatan beberapa hormon yang lain. Hormon tersebut,
menyebabkan sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing
Hormone) terhambat sehingga perkem- bangan folikel terganggu. Hal ini
menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron yang
rendah menyebabkan pen- u. Hal ini menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron
terganggu. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan peningkatan sintesis
prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2. Ketid- akseimbangan antara
prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan
peningkatan aktivasi prostaglandin F2- alfa. Peningkatan aktivasi menyebabkan
iskemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus.Peningkatan
kontraksi yang berlebihan menyebabkan terjadinya dismenore (Angel, Armini &
Pradanie, 2015).
20
5. WOC
6. Klasifikasi
a. Dismenore Primer
1. Pengertian Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan
pada alat- alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu
setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-
siklus haid pada bulan- bulan pertama setelah men- arche umumnya berjenis
anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama
sebelumnya atau bersama- sama dengan permulaan haid dan berlangsung
21
b. Dismenore Sekunder
1. Pengertian Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder merupakan suatu nyeri pada bagian abdomen yang
disebabkan adanya kelainan pada panggul. Dismenorea sekunder bisa terjadi
setelah remaja mengalami menstruasi, tetapi paling sering da- tang pada usia
20-30 tahunan. Penyebab yang paling sering dialami oleh remaja adalah
endometriosis, adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory
disease dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau intra uterine device (IUD)
(Anurogo, 2011).
Dismenorea sekunder yang dirasakan oleh penderita berlangsung dari 2 sampai
3 hari selama menstruasi, namun penderita dismenorea sekunder biasanya
terjadi pada remaja yang memiliki umur lebih tua dan sebelumnya mengalami
siklus menstruasi yang normal (Reeder,2013).
2. Faktor Risiko Dismenore Sekunder
a) Endometriosis
b) Adenomyosis
c) Intra Uterine Device (IUD)
d) Pelvic inflammatory disease (penyakit radang panggul)
e) Endometrial carcinoma (kanker endometrium)
f) Ovarian cysta (kista ovarium)
g) Congenital pelvic malformations
h) Cervical stenosis (Anurogo, 2011).
i)
23
3. Gambaran Klinis
Dismenore sekunder biasanya terjadi dengan perut besar atau kembung, pelvis
terasa berat dan terasa nyeri di punggun. Perbedaan dengan dis- menorea yang
lainya adalah nyerinya akan semakin kuat pada fase lu- teal dan akan
memuncak sekitar haid. Sifat nyeri yang dimiliki ada- lah unilateral dan
biasanya terjadi pada umur lebih dari 20 tahun. Karak- teristik yang lain yang
dapat terjadi adalah darahmenstruasi yang banyak atau perdarahan yang tidak
teratur. Walaupun kita mem- berikan terapi NSAID, nyeri yang dirasakan tetap
tidak berkurang (Anu- rogo, 2011).
7. Manifestasi klinis
Dismenore primer bukanlah persoalan yang mengancam nyawa pender- itanya.
Dismenore apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan ter- ganggunya aktivitas
sehari-hari. Menurut Martini, Mulyaty, & Fratidhina (2014)
dismenore primer dapat menimbulkan beberapa gejala seperti :
1) Nyeri pada perut bagian bawah
2) Mual
3) Muntah
4) Diare
5) Cemas
6) Depresi
7) Pusing dan nyeri kepala
8) Letih, lesu
9) Pingsan
10) Pada usia muda
11) Terjadi saat siklus ovulasi
12) Nyeri dimulai bersamaan atau hanya sesaat sebelum menstruasi danbertahan atau
menetap selam 1-2 hari.
13) Nyeri menyebar kebagian belakang (punggung) atau anterior medial paha.
24
8. Komplikasi
Komplikasi dismenore menurut (Studi et al., 2017) yaitu:
Dismenore primer dapat menimbulkan beberapa gejala antara lain mual, muntah,
diare, cemas, stres, nyeri kepala, lesu sampai dengan ping- san. Mekipun dismeore
primer tidak mengancam nyawa apabila di biarkan dapat berakibat buruk bagi
penderita seperti depresi, infertilitas, ganguan fungsi seksual penurunan kualtas hidup.
9. Penatalaksanaan
Menurut Anurogo (2011) penatalaksanaan dismenore primer meliputi pe-
natalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, yaitu:
a. Terapi Farmokologi
Penanganan dismenore yang dialami oleh individu dapat melalui intervensi
farmakologi. Terapi farmakologi, penanganan dismenore meliputi beberapa upaya.
Upaya farmakologi pertama yang dapat dil- akukan adalah dengan memberikan
obat analgetik yang berfungsi se- bagai penghilang rasa sakit. Obat-obatan paten
yang beredar dipasaran antara lain novalgin, panstan, acetaminophen dan
sebagainya. Upaya farmakologi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan
pemberian ter- api hormonal. Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovula,
bersifat sementara untuk membuktikan bahwa gangguan yang terjadi benar- benar
disminore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis
kontrasepsi.
Sama seperti pengobatan herbal, saat ini relaksasi merupakan cara yang banyak
dipilih untuk digunakan. Relaksasi cukup mudah untuk dilakukan kapan saja
dan dimana saja. Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang seder- hana terdiri atas nafas abdomen
dengan frekuensi lambat, berirama, teknik relaksasi nafas dalam (contoh:
bernafas dalam-dalam dan pelan). Berbagai cara untuk relaksasi diantaranya
adalah dengan meditasi, yo- ga, mendengarkan musik, dan hipnotherapy.
Relaksasi juga dapat dil- akukan untuk mengontrol sistem saraf (Anurogo,
2011)
26
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesi (2017):
a) Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri, gelisah, dan meringis.
b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur ditandai
dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, dan mengeluh tidak
puas tidur.
c) Ansietas berhubungan dengan factor keturunan (temperamen mudah
teragitasi sejak lahir) ditandai dengan tampak gelisah, tampak tegang,
muka pucat dan sulit tidur.
29
3. Intervensi Keperawatan
intervensi pasien dismenore
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri,gelisah, dan tampak
meringis
D.0077 (SDKI2016)
Standar Luaran
Tingkatan nyeri (L.08066)
1. kemampuan menuntaskan aktivi- tas meningkat.
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun
4. Kesulitan tidur menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Tekanan darah membaik
7. Pola napas membaik
8. Focus membaik
9. Pola tidur membaik
Intervensi keperawatan
Intervensi utama : manajemen nyeri
Observasi :
-Identifikasi lokasi, karakteristrik, durasi,frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
-Identifikasi skala nyeri
-Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri -Identifikasi
pengaruh budaya terhadap respons nyeri -Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup -Monitor efek samping penggunaan analgetik Teraupetik :
-Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(mis.TENS,hypnosis,akupresur,terapi mu- sic,biofeedback,terapi
30
2. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur d.d mengeluh sulit tidur,
mengeluh sering terjaga, dan mengeluh tidak puas tidur.
D.0055 (SDKI 2016)
Standar luaran
Pola Tidur (L.05045)
1. Keluhan sulit tidur meningkat.
2. Keluhan tidak puas tidur mening- kat.
3. Keluhan pola tidur berubah meningkat.
4. Keluhan istirahat tidak cukup meningkat.
5. Kemampuan beraktivitas menurun.
Intervensi utama:Dukungan tidur
Observasi
-Identifikasi pola aktivitas dan tidur
-Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
-Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. kopi,
teh, alkohol, makan mendekatiwaktu tidur, mi- num banyak air sebelum
tidur)
31
Terapeutik
-Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan
tempat tidur)
-Batasi waktu tidur siang, jika perlu
-Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
-Tetapkan jadwal tidur rutin
-Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mispijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
-Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
-Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
-Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur,
-Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
-Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur(mis.psikologis,gaya hidup,sering berubah shift berkerja)
-Ajarkan relaksa autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Ayun- da.2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menyangkut pengumpulan data subjektif
dan objektif yang menunjukan apakah tujuan pelaksanaan keperawatan sudah tercapai
atau belum,masalah apa yang perlu dipecahkan atau dikaji.direncanakan atau dinilai
kembali,dievaluasi bertujuan mem- berikan umpan balik terhadap rencana
keperawatan yang disusun. Penilaian dilakukan oleh perawat, klien dan juga teman
sejawat. Penilaian ini mem- berikan kemungkinan yaitu masalah teratasi atau masalah
teratasi sebagi- an,masalah belum teratasi dan muncul masalah baru.ini bermamfaat
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan diagnosa keperawatan penulis menyusun intervensi yang di sesuaikan
dengan standar intervensi keperawatan indonesia, serta
disesuaikan juga dengan kemampuan penulis dan keadaan responden. Tidak terjadi
perbedaan diagnosa keperawatan yang muncul pada responden 1 dan 2 Diagnosa
keperawatan responden 1 dan responden 2 memiliki diagnosa yang sama yaitu :
2. Responden I
Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, PQRST: P: klien merasakan nyeri karena
mengalami menstruasi, Q: klien merasakan nyeri seperti diremas-remas, R : pada
perut bagian bawah, S : Skala nyeri 6 (sedang), T : nyeri yang dirasakan hilang
timbul dan Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai
dengan Klien mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh istirahat
tidak cukup.
Responden 2
Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, PQRST: P :klien merasakan nyeri
karena mengalami menstruasi, Q klien merasakan nyeri seperti dire- mas-remas, R
: pada perut bagian bawah, S : Skala nyeri 4 (sedang), T : nyeri yang dirasakan
hilang timbul dan Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
ditandai dengan klien mengeluh saat tidur malam sering terbangun karena
merasakan nyeri akibat menstruasi.
3. Pada responden 1 dan responden 2 intervensi yang dilakukan adalah manajemen
nyeri dan dukungan tidur. Tidak terjadi perbedaan tentunya berasal dari masalah
keperawatan yang diangkat pada saat pengkajian sesuai dengan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, peneliti merencanakan intervensi yang sama pada kedua
responden. Yaitu manajemen nyeri dan dukungan tidur.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun dan direncanakan, serta mengevaluasi setiap respon hasil atau kemajuan
responden setelah dilakukan asuhan keperawatan.
35
Pada responden 1 dilakukan pada tanggal 12 september 2022 sebelum dil- akukan
yoga skala nyeri 6, setelah dilakukan yoga skala nyeri 5. Pada hari kedua Nn. W
sebelum dilakukan yoga skala nyeri 4, setelah dilakukan yoga skala nyeri 3,
kemudian pada hari 3, sebelum dilakukan yoga skala nyeri 3, setelah dilakukan
yoga skala nyeri.
Pada responden 2 dilakukan pada tanggal 28 Mei 2022, sebelum dilakukan yoga
skala nyeri 4 , setelah dilakukan yoga skala nyeri 3, pada hari ke 2 sebelum
dilakukan yoga skala nyeri 4, setelah dilakukan yoga skala nyeri 3, kemudian pada
hari ke 3 pada tanggal 15 september 2022 sebelum dilakukan yoga skala nyeri 2,
setelah dilakukan yoga skala nyeri 2.
5. Evaluasi keperawatan pada responden 1 dilakukan pada tanggal 14 Sep- tember
2022 diperoleh hasil dimana masalah keperawatan nyeri akut pa- da Nn.W teratasi.
Sedangkan pada responden 2 dilakukan evaluasi keperawatan pada tanggal 15
September 2022 diperoleh hasil dimana masalah keperawatan nyeri akut pada Nn.
I tertasi. penurunan skala nyeri tersebut terjadi karena pengaruh pemberian terapi
yoga, gerakan yang ru- tin dalam yoga dapat menyebabkan peredaran darah lancar
sehingga nyeri yang muncul dapat menghilang (Wirawanda 2014).
B. Saran
1. Bagi Pengembangan ilmu Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan dan wawasan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada remaja
Dismenore.
36
DAFTAR PUSTAKA
http://scholar.unand.ac.di
37