Anda di halaman 1dari 11

Teori Munculnya Gangguan Sistem Reproduksi Dan Komunikasi Dalam Asuhan Ganggu

an Sistem Reproduksi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Kasus Komplek

Dosen Pengampu : Diani Aliansy, Bd.,S.ST.,M.Kes

Nama Kelompok :

6120001 Nuraida Rahmawati

6120017 Rosni Fauzi Agustini

6120023 Frisca Putri Eliansyah

6120027 Dewi Sopiah

6120038 Naila Badriah

6120042 Ismi Arsyi Tamami

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2023
PENDAHULUAN

Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan reproduk


si. Diantaranya yang sering dikeluhkan para wanita saat terdorong untuk memeriksakan diri a
dalah keputihan (infeksi), perdarahan (PUD), rasa nyeri (radang), benjolan (tumor) pada alat
genetalia.

Tugas utama dari sistem reproduksi laki-laki adalah untuk menghasilkan sel sperma. S
perma diproduksi di testis, sepasang kelenjar reproduksi laki-laki yang terletak di skrotum, ku
lit yang ditutupi kantung yang menggantung dari pangkal paha. Dalam setiap testis, bagian tu
bulus yang berongga disebut tubulus seminiferus dimana sel sperma dihasilkan. Testis juga m
engeluarkan testosterone hormone laki-laki, yang merangsang perkembangan struktur reprod
uksi dan karakteristik seksual sekunder pada pubertas. Setelah produksi, sel sperma bergerak
ke tabung melingkar yang disebut epididimis sebagai tempat sperma matang dan disimpan.

A. Definisi
Gangguan reproduksi pada wanita adalah kegagalan wanita dalam manajemen
kesehatan reproduksi. Diketahui bahwa system pertahanan dari alat kelamin atau orga
n reproduksi wanita cukup baik, yaitu asam basanya. Sekalipun demikian, sistem pert
ahanan ini cukup lemah, sehingga infeksi sering tidak terbendung dan menjalar keseg
ala arah, menimbulkan infeksi mendadak dan menahun dengan berbagai keluhan. Sala
h satu keluhan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal alat kelamin adalah keputiha
n (flour albus) (Manuaba,2009).
Ada berbagai macam gangguan reproduksi seperti gangguan menstruasi, Synd
rom premenstruasi, kista ovari, kanker dan tumor pada endrometrium, serta salah satu
nya yaitu infeksi yang di sebabkan oleh bakteri maupun jamur yang sering disebut ke
putihan.
Penyakit reproduksi pria merupakan jenis gangguan kesehatan yang dapat me
mengaruhi fungsi organ kelamin pria. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai hal,
mulai dari kelainan bawaan, infeksi, cedera, hingga tumor. Sebagian besar orang lebih
mengenal impotensi atau disfungsi ereksi sebagai penyakit reproduksi pria.

B. Teori Munculnya Gangguan Sistem Reproduksi

1.Faktor Lingkungan

a.Seks Pranikah
Kehidupan saat ini, sistem komunikasi global memudahkan seseorang khusus anak
dan remaja meng-akses informasi baik melalui media cetak, TV, internet, komik, ponsel, dan
media lainnya. Hal ini memberikan manfaat besar bagi kehidupan kita. Akan tetapi,
perkembangan tersebut kadang disalah gunakan oleh anak muda. Tayangan media yang
memiliki tendensi konten pornografi lebih memberikan kesempatan anak muda merasa
terpengaruh termasuk keinginan untuk melakukan hubungan seks diluar nikah.

Perilaku seksual di Indonesia cenderung masih tinggi, sering dianggap bahwa belum
sesuai harapan yang diinginkan. Berdasarkan hasil kajian /survei terkait kesehatan reproduksi
dan seksualitas pada anak muda di Indonesia oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) diperoleh hasil survei tahun 2010 menunjukkan bahwa 51
persen dari total responden remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah (Kasim
2014).
Beberapa akibat dari perilaku seks beresiko sifilis, kehamilan yang tak diinginkan dan
tertularny Penyakit Menular Seksual ( PMS)

b. Lingkungan Kerja
Seiring dengan perkembangan dunia industri tersebut pekerja perempuan maupun
laki- laki sering terpajan denngan berbagai faktor resiko yang berpotensi mengancam
kesehatannya termasuk kesehatan Reproduksi.

Bekerja pada tempat kerja yang tidak sesuai dan lingkungan kerja yang kurang baik
menyebabkan perempuan menjadi lebih rentan untuk terkena ganggungan kesehatan akibat
kerja. Lemak tubuh yang lebih banyak pada perempuan mengakibatkan toleransi terhadap
suhu lingkuangan yang panas menjadi lebih rendah.

Keadaan suhu ruangan yang tidak optimum akan memicu kejra otak yang lamban dan
sering terjadinya ganggguan stres kerja karena pekerja wanita merasa kurang nyaman dengan
tempat kerja dan koontrol emosi menjadi lemah. Akibat lain dari keadaan suhu ruangan
tempat kerja yang tidak optimum pada tenaga kerja wanita adalah adanya gangguan fungsi
reproduksi seperti siklus menstruasi yang tidak teratur, menyebabkan dehidrasi pada ibu
hamil, dan keguguran serta stres pada janin

Penelitian yang dilakukan oleh Nohara, dkk (2010), mengenai siklus menstruasi dan
masalah gangguan menstruasi dan faktor risiko yang beresiko pada pekerja wanita di Jepang,
didapatkan bahwa terdapat hubungan antara nyeri saat menstruasi dengan stres, suhu yang
panas atau tinggi, umur, IMT, dan jumlah partus . Penelitian lain dilakukan oleh Hafez (2014)
juga memaparkan bahwa paparan getaran dan kebisingan yang terjadi secara terus-menerus
pada wanita yang sedang hamil dapat meningkatkan risiko dampak negatif bagi
menyebabkan reproduksi kemandulan, gangguan menstruasi, abortus spontan dan kelahiran
premature .

2. Faktor Biologis

2.1. Obesitas

a. pada Pria
Pria yang mengalami obesitas mempunyai peluang lebih besar menjadi infertil, karena
berkurangnya hormon testosteron dan produksi hormon pertumbuhan. Tetapi hormon-
hormon ini dapat menjadi normal kembali jika makanan yang dikonsumsi memiliki jumlah
kalori yang rendah. Jadi sebenarnya untuk menanggulangi masalah kekurangan testosteron
dapat tercapai hanya dengan mengurangi makanan yang memiliki kalori tinggi (Dolfing,
2003).

Dolfing menjelaskan bahwa jumlah kortison dan leptin yang tinggi yang biasa terlihat
pada obesitas memiliki efek langsung pada motilitas sperma, dan secara signifikan
mempengaruhi fertilitas pria. Kortison merupakan bagian dari kelas obat-obatan glukortikoid
yang biasa digunakan untuk mengobati asma, arthritis, osteoarthritis, dan berbagai patologi
pada kulit. Biasanya glukokortikoid digunakan karena memiliki kemampuan anti-inflamasi.
Glukokortikoid bisa didapatkan dalam bentuk inhaler, krim, salep, pil, dan injeksi. Penelitian
membuktikan bahwa prednison dan kortison pada dosis tinggi dapat menghambat kelenjar
hipofisis dalam kegiatannya untuk memproduksi follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH) yang akhirnya menyebabkan berkurangnya jumlah sperma. Telah
diketahui bahwa peran FSH antara lain merangsang spermatogenesis pada pria sejak
pubertas,sedangkan LH merangsang sel-sel Leydig yang terdapat pada testis untuk
menghasilkan testosteron. Fungsi testosteron selain sebagai hormon seks pria juga
merangsang proses spermatogenesis.

Jumlah leptin yang tinggi dapat menghambat sekresi FSH dari sel-sel hipofisis
(Dolfing, 2003). Jadi hal ini dapat menghambat produksi sperma secara hormonal, sehingga
dapat disimpulkan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh suami- isteri sangat berpengaruh
pada fertilitas. Untuk menghindari masalah reproduksi, pasangan harus mengkonsumsi
makanan rendah kalori dan rajin berolahraga.

b. Pada Wanita
Obesitas dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi melalui jaringan adiposa
yang secara aktif mempengaruhi rasio hormon estrogen dan androgen. Pada wanita yang
mengalami obesitas terjadi peningkatan produksi estrogen karena selain ovarium, jaringan
adiposa juga dapat memproduksi estrogen. Peningkatan kadar estrogen yang terus- menerus
secara tidak langsung menyebabkan peningkatan hormon androgen yang dapat mengganggu
perkembangan folikel sehingga tidak dapat menghasilkan folikel yang matang. Pada wanita
yang memiliki persen lemak tubuh tinggi (kategori obesitas) terjadi peningkatan produksi
androstenedion yang merupakan androgen yang berfungsi sebagai prekursor hormon
reproduksi. Di dalam tubuh, androgen digunakan untuk memproduksi estrogen dengan
bantuan enzim aromatase. Proses aromatisasi androgen menjadi estrogen ini terjadi di sel-sel
granulosa dan jaringan lemak. Dengan demikian, semakin banyak persentase jaringan lemak
tubuh, semakin banyak pula estrogen yang terbentuk yang kemudian dapat mengganggu
keseimbangan hormon di dalam tubuh sehingga menyebabkan gangguan siklus menstruasi.

Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga


menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi kelebihan
asam). Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan
menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan beban asam).

3.Sistem Ginjal

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion


asam non volatile dan mengganti HCO Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan
sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh
ginjal ini berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia.
Ion hidrogen, CO, dan NH) dickskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang
dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus
proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam

Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion bermuatan negative
pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat rendahpun ion hidrogen
mempunyai efek yang besar pada sistem biologi. Ion hidrogen berinteraksi dengan berbagai
molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan
ekstabilitas membrane. Ion hidrogen sangat penting pada fungsi normal tubuh misalnya
sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP.

Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus meneruls di dalam tubuh.
Perolehan dan pengeluaran ion hidrogen sangat bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status
kesehatan. Ion hidrogen di dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan proses
metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism
karbohidrat, protein dan lemak. glikolisis anaerobik atau ketogenesis.

C. Komunikasi Dalam Asuhan Gangguan Sistem Reproduksi


1. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, pelayanan ANC, persalinan,
nifas dan BBL yang aman.
2. Bayi dan Anak
Pemberian ASI eksklusif dan penyapihan yang layak pemberian makanan dengan gizi
seimbang, imunisasi, manajemen terpadu bayi muda (MTBM), pencegahan dan
penanggulangan kekerasan pada anak, pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan.
3. Remaja
Pemberian gizi seimbang, informasi kesehatan reproduksi yang adekuat, pencegahan
kekerasan sosial, mencegah ketergantungan NAPZA, perkawinan usia yang wajar,
pendidikan dan peningkatan keterampilan, peningkatan penghargaan diri, peningkatan
pertahanan terhadap godaan dan ancaman.
4. Usia Subur
Pemeliharaan kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman, pencegahan
kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, menggunakan kontrasepsi untuk mengatur
jarak kelahiran dan jumlah kehamilan, pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS,
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, pencegahan penanggulangan
masalah aborsi, deteksi dini kanker payudara dan leher Rahim, pencegahan dan
manajemen infertilitas.
5. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, perhatian terhadap kemungkinan penyakit
utama degeneratif termasuk rabun, gangguan metabolism tubuh, gangguan morbilitas
dan osteoporosis, deteksi dini kanker rahim dan kanker prostat.
Kuatnya norma sosial yang menganggap seksualitas adalah tabu akan berdamp
ak pada kuatnya penolakan terhadap usulan agar pendidikan seksualitas terintegrasika
n ke dalam kurikulum pendidikan. Sekalipun sejak reformasi bergulir hal ini telah diu
payakan oleh sejumlah pihak seperti organisasi-organisasi non pemerintah (NGO), da
n juga pemerintah sendiri (khususnya Departemen Pendidikan Nasional), untuk mema
sukkan seksualitas dalam mata pelajaran ’Pendidikan Reproduksi Remaja’; namun hal
ini belum sepenuhnya mampu mengatasi problem riil yang dihadapi remaja.
Faktanya, masalah terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi masih banyak
dihadapi oleh remaja. Masalah-masalah tersebut antara lain :

1. Perkosaan. Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korban


nya tidak hanya remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja per
empuan rentan mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan
alasan untuk menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex. Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-
ganti. Seks bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain
dapat memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus H
IV (Human Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel
kanker pada rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-
17 tahun mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain it
u, seks bebas biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlaran
g di kalangan remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan
yang dihadapi remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Hubungan seks pranikah di kalangan re
maja didasari pula oleh mitos-mitos seputar masalah seksualitas. Misalnya saja,
mitos berhubungan seksual dengan pacar merupakan bukti cinta. Atau, mitos
bahwa berhubungan seksual hanya sekali tidak akan menyebabkan kehamilan.
Padahal hubungan seks sekalipun hanya sekali juga dapat menyebabkan keha
milan selama si remaja perempuan dalam masa subur.
4. Aborsi. Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebe
lum waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kate
gori aborsi provokatus, atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan.
Namun begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spo
ntan. Hal ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena kondisi si remaja pe
rempuan yang mengalami KTD umumnya tertekan secara psikologis, karena s
ecara psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang
tidak sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjan
g untuk melangsungkan kehamilan.
5. Perkawinan dan kehamilan dini. Nikah dini ini, khususnya terjadi di pedesaan.
Di beberapa daerah, dominasi orang tua biasanya masih kuat dalam menentuk
an perkawinan anak dalam hal ini remaja perempuan. Alasan terjadinya pernik
ahan dini adalah pergaulan bebas seperti hamil di luar pernikahan dan alasan e
konomi. Remaja yang menikah dini, baik secara fisik maupun biologis belum
cukup matang untuk memiliki anak sehingga rentan menyebabkan kematian a
nak dan ibu pada saat melahirkan. Perempuan dengan usia kurang dari 20 tahu
n yang menjalani kehamilan sering mengalami kekurangan gizi dan anemia. G
ejala ini berkaitan dengan distribusi makanan yang tidak merata, antara janin d
an ibu yang masih dalam tahap proses pertumbuhan.
6. IMS (Infeksi Menular Seksual) atau PMS (Penyakit Menular Seksual), dan HI
V/AIDS. IMS ini sering disebut juga penyakit kelamin atau penyakit yang ditu
larkan melalui hubungan seksual. Sebab IMS dan HIV sebagian besar menular
melalui hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun dubur. Untuk
HIV sendiri bisa menular dengan transfusi darah dan dari ibu kepada janin yan
g dikandungnya. Dampak yang ditimbulkannya juga sangat besar sekali, mulai
dari gangguan organ reproduksi, keguguran, kemandulan, kanker leher rahim,
hingga cacat pada bayi dan kematian.

D. PENANGANAN MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi perempuan dan laki-laki menggunakan


pendekatan siklus kehidupan. Berdasarkan masalah yang terjadi pada setiap fase kehidupan,
maka upaya-upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja sebagai berikut :

1. Gizi seimbang.
2. Informasi tentang kesehatan reproduksi.
3. Pencegahan kekerasan, termasuk seksual.
4. Pencegahan terhadap ketergantungan NAPZA.
5. Pernikahan pada usia wajar.
6. Pendidikan dan peningkatan ketrampilan.
7. Peningkatan penghargaan diri.
8. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.

E. CARA MENJAGA KESEHATAN ORGAN REPRODUKSI

a. Menjaga kebersihan organ reproduksi bagian luar.


b. Mengonsumsi makanan yang higienis dan cukup nutrisi, yaitu makanan yang steril, se
rta bebas racun dan bahan kimia berbahaya.
c. Tidak mengenakan celana yang terlalu ketat karena dapat menyebabkan peradangan p
ada organ reproduksi. Mengenakan pakaian dalam berbahan katun yang dapat menyer
ap keringat untuk mencegah kondisi lembap yang dapat memicu perkembangbiakan b
akteri.
d. Tidak melakukan hubungan seks bebas karena berisiko tinggi terkena penyakit kelami
n yang berbahaya, seperti AIDS dan sifilis.
DAFTAR PUSTAKA
Modul pembelajaran Biologi,
Varney 2010,
Journal Kesehatan Reproduksi Remaja

Anda mungkin juga menyukai