Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
A. Pengertian K3 Rumah Sakit
• Menurut Widodo (2015), Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah
bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. • Menurut OHSAS (2007), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lan yang berada di tempat kerja. • Menurut Mangkunegara (2003), keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) merupakan suatu kondisi untuk menciptakan keadaan selamat dan sehat ketika atau dalam melakukan pekerjaan di sebuah rumah sakit. B. Tujuan K3 di Rumah Sakit
Tujuan K3RS adalah agar tercapai suatu kondisi
kerja dan lingkungan kerja Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan adanya peningkatan, efisiensi kerja serta peningkatan produktifitas kerja yang ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. C. Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit
• Susunan struktur organisasi terdiri atas
1. Ketua, bertugas: • Bertanggungjawab atas terselenggaranya program tim K3 • Mengkordinasikan tim K3 RS agar selalu dalam keadaan siap untuk penyelenggaraan K3 dengan lancar dan bermutu • Memantau pelaksanaan program K3 • 2. Sekretaris, bertugas • Mengkoordinasikan semua kegiatan di setiap bidang • Menerima laporan dan memberikan masukan yang diperlukan bidang- bidang dalam pelaksanaan sistem manajemen K3, termasuk keluhan- keluhan yang berkaitan dengan Kesehatan keselamatan kerja. • Menyiapkan laporan kecelakaan kerja dan laporan KOMITE K3 setiap 3 (tiga) bulan kepada Depnaker. • 3. Anggota, yang bertugas • Menyusun program dan mengkoordinasikan program dengan unit kerja terkait rumah sakit • Melakukan monitoring dan evaluasi program K3 • Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan-kegiatan terkait program K3 D. Ruang Lingkup K3 Rumah Sakit (Kemenkes, 2007)
1. Prinsip kebijakan pelaksanaan dan program keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit a. Prinsip K3RS • Agar dapat mengetahui keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit perlu dipahami tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu : • Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan hasil yang baik. • Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dimiliki dan ditanggung oleh peserta dalam melaksanakan tugasnya. • Lingkungan kerja adalah lingkungan sekitar yang paling dekat dengan pekerja b. Program K3RS • Pengembangan kebijakan K3RS • Pembudayaan perilaku K3RS • Pengembangan sumber daya manusia K3RS
c. Kebijakan pelaksanaan K3RS
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal dan teknologi, namun keberadaan rumah sakit sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat. Kegiatan di rumah sakit memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja jika rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3RS. Karena hal tersebut perlu dilaksanakan kebijakan K3RS yaitu : • Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit • Menyediakan organisasi K3RS sesuai dengan Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/2007 tentang pedoman manajemen K3 di rumah sakit • Melakukan sosialisasi K3RS pada seluruh jajaran rumah sakit • Membudayakan perilaku K3 di rumah sakit 2. Standar pelayanan K3RS Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu yang melibatkan berbagai aspek yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3RS sampai saat ini belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya rumah sakit yang menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).(Azza Ivana, 2014) Standar pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit Standar pelayanan keselamatan kerja di rumah sakit • 3. Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain ( Subhan Zul Ardi, Widodo Hariyono. 2017). • 4. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. • 5. Standar SDM K3 di Rumah Sakit – Rumah Sakit Kelas A • S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS • S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS • Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS • Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS – Rumah Sakit Kelas B • S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS • Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS • Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS – Rumah Sakit kelas C • Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS • Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS • Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang • 6. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan a. Pembinaan dan pengawasan
• Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui
sistem berjenjang. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi. b. Pencatatan dan pelaporan
• Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan
K3 secara tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.(Salikunna, Asmar N., & Diana T.V., 2011)
E. Bahaya Potensial di Rumah Sakit • Sumber bahaya potensial yang ada di rumah sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang menjadi tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor yaitu : 1. Faktor biologi • Faktor bahaya biologi yang paling banyak akibat kuman patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah, cairan tubuh, dan udara. Faktor biologi yang juga sering ditemukan adalah virus, bakteri dan jamur. Pengendalian yang harus dilakukan adalah melalui sanitasi dan harus didukung dengan housekeeping yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit. 2. Faktor kimia • Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi: • Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain. • Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain. • Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan peralatan lainnya. Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan pembuangan limbahnya. 3. Faktor fisika a. Risiko bahaya kebisingan Risiko ini terdapat pada ruang boiler., generator listrik dan ruang chiller. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : subtitusi peralatan melalui alat alat baru dengan intensitas kebisingan yang lebih rendah, penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh sanitasi. b. Risiko bahaya pencahayaan Risiko bahaya pencahayaan ini seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang harus dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh sanitasi dan hasil pemantauan dilaporkan ke petugas teknisi untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahyaannya tidak memenuhi syarat. c. Risiko bahaya listrik Risiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum. Pengendalian yang harus dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan peralatan listrik harus memenuhi SNI, serta dilakukan pengecekan secara rutin baik fungsi dan kelayakan peralatan listrik di rumah sakit d. Risiko bahaya mekanik Risiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum, terpeleset ataupun menabrak dinding atau pintu kaca. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring. e. Risiko bahaya radiasi Risiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapy, kedokteran nuklir dan beberapa kamar operasi yang memiliki x-ray. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : pemasangan rambu peringatan bahaya, pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi 4. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi • Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan melalui sosialisasi secara berkala oleh Unit K3.
5.Resiko Bahaya Psikologi • Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan. • F. Upaya K3 Rumah Sakit Upaya K3RS menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang (Novie E. Mailiku, 2012). G. Standar K3 di Rumah Sakit Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1087 Tahun 2010 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu dan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-kurangnya 1 tahun. A. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit • Bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut: • Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit: • Pemeriksaan fisik lengkap • Kesegaran jasmani • Rontgen paru-paru (bilamana mungkin) • Laboratorium rutin; • Pemeriksaan lain yang dianggap perlu; B. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit: • Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu • Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang kurangnya 1 tahun. C. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada : • SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari2 (dua) minggu • SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau SDM Rumah Sakit yang wanita dan SDM Rumah Sakit yang cacat serta SDM Rumah Sakit yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu C. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikanbantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental. Yang diperlukan antara lain: • Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan K3 • Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya • SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan kewajibannya. D. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit: • Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling, dll • Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit • Olahraga,senam kesehatan dan rekreasi 2. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit • Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan Erat dengansarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang di lakukan: • Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan: • Lokasi rumahsakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit • • Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya (sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan rumah sakit) • Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin dan berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan • 3. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM Rumah Sakit: • Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan SDM Rumah Sakit • Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko ergonomi. • Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja: • Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial • Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial secara rutin dan berkala H. Pengertian Patient Safety • Di Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit. • • Patient safety (keselamatan pasien) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Patient safety merupakan assement resiko, identifikasi yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisa insiden. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (Permenkes RI No 1691, 2011). I. Dasar Hukum K3 Rumah Sakit • – UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja – PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan – UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan – PERMENKES No. 432/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Standar K3 RS – PERMENKES No. 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja RS J. Konsep Kewaspadaan Standar di Rumah Sakit Kewaspadaan standar adalah Rancangan untuk mengurangi resiko penularan mikroorganisme dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dari sumber infeksi.Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagi pula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan). Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien. Unsur kewaspadaan universal yang berikut melindungi terhadap tindakan ini: • Cuci tangan • Pakai alat pelindung yang sesuai • Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk membuang jarum suntik dan semprit) • Dekontiminasi, strelisasi, disinfeksi • Pengelolaan limbah