Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja pada saat melakukan suatu pekerjaan. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Sedangkan tempat kerja merupakan ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber bahaya (Permenaker, 1998). Widodo dalam (Budiono 1991; Achmadi 1991; UU RI no. 3 1992) menyatakan bahwa kecelakaan kerja pada hakekatnya merupakan peristiwa yang tidak terduga dan pasti tidak diharapkan oleh siapapun juga. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terencana dan tidak terkontrol yang merupakan suatu aksi dan reaksi dari obyek, zat dan manusia. B. Klasifikasi Kecelakaan Kerja 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : • Terjatuh • Tertimpa benda • Tertumbuk atau terkena benda-benda • Terjepit oleh benda • Gerakan-gerakan melebihi kemampuan • Pengaruh suhu tinggi • Terkena arus listrik • Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi. 2. Klasifikasi menurut penyebab: • Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya. • Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air. • Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya. • Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya. 3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : • Patah tulang • Dislokasi (keseleo) • Regang otot • Memar dan luka dalam yang lain • Amputasi • Luka di permukaan • Gegar dan remuk • Luka bakar • 4. • Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh : • Kepala • Leher • Badan • Anggota atas • Anggota bawah • Banyak tempat Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor. C. Teori Kecelakaan Kerja 1. The Accident-Proneness Theory Bambang Endroyo dan Tugino (dalam Hinze, 1997) mengatakan bahwa teori ini memfokuskan kepada faktor personal yang berhubungan dengan penyebab kecelakaan. Ini berdasar pada asumsi bahwa beberapa individu yang ditempatkan pada kondisi yang serupa, beberapa orang akan melebihi dari orang yang lain untuk cenderung celaka. Menurut teori ini, beberapa orang mempunyai karakteristik permanen yang memungkinkan terlibat di dalam kecelakaan. 2. The Goals-Freedom-Alertness Theory Bambang Endroyo dan Tugino (dalam Hinze, 1997) mengatakan bahwa prestasi kerja yang selamat adalah hasil psikologis dari lingkungan pekerjaan. Kecelakaan dipandang sebagai perilaku kerja yang bermutu rendah yang terjadi di dalam suatu iklim psikologis yang buruk. Ia mempercayai bahwa kebebasan untuk menetapkan tujuan berhubungan dengan prestasi kerja yang bermutu tinggi. Esensi dari teori ini adalah pihak manajemen harus membiarkan pekerja memiliki tujuan yang telah ditentukan dengan baik dan harus memberi kebebasan kepada pekerja untuk mencapai tujuan itu. Hasilnya adalah pekerja akan memusatkan perhatian kepada tugas yang mengantarkan kepada tujuan. 3. The Chain-of-Events Theory Bambang Endroyo dan Tugino (dalam Hinze, 1997) mengatakan bahwa teori ini menyatakan bahwa kecelakaan adakalanya terjadi sebagai suatu hasil kegiatan yang berantai. Semua peristiwa terhubungkan dalam deretan, dan masing-masing peristiwa diikuti oleh peristiwa yang lainnya. Cara menggambarkan kejadian kecelakaan ini dikenal dengan rantai peristiwa. Kecelakaan adakalanya ditandai oleh kejadian yang menjadi hasil dari rangkaian peristiwa. Bila ada peristiwa di (dalam) rantai tidak pernah terjadi, kecelakaan mungkin telah teralihkan. Peristiwa terakhir yang mendahului kecelakaan adalah beberapa tindakan yang dilakukan oleh pekerja. 4. The Domino Theory Weaver, 1971 (dalam Abdulhamed, 2000). Domino teori dari Heinrich tentang model penyebab, di mana suatu kecelakaan digambarkan salah satu dari lima faktor dalam suatu urutan yang mengakibatkan suatu lukaluka/kerugian. Perilaku tentang faktor-faktor yang terlibat adalah serupa dengan robohnya kartu domino ketika diganggu. Jika yang satu jatuh, yang lainnya akan jatuh juga. • 5. The Distraction Theory • Teori ini menyatakan bahwa keselamatan bersifat situasional. Karena distraksi/ pengacauan mental sangat bervariasi, maka respon terhadapnya harus dibedakan untuk menghasilkan pencapaian yang aman. Bahaya (hazard) dapat muncul dalam berbagai bentuk. Normalnya, resiko/potensi bahaya dianggap sebagai kondisi fisik pada kualitas tertentu yang dapat diterapkan pada situasi dimana pekerja melaksanakan pekerjaan rutin di lingkungan yang diketahui memiliki resiko/potensi bahaya. D. Kompensasi Akibat Kecelakaan Kerja berdasarkan BPJS Ketenagakerjaan Mengenai jaminan sosial diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”). Dengan UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Mengenai kecelakaan kerja dan jaminan kecelakaan kerja, dapat merujuk pada peraturan-peraturan di bawah ini : • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”); • Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (“PP 44/2015”); dan • Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah (“Permenaker 26/2015”). Berdasarkan UU SJSN, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (“JKK”). Manfaat JKK berupa : 1. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi: • pemeriksaan dasar dan penunjang; • perawatan tingkat pertama dan lanjutan; • rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta yang setara; • perawatan intensif; • penunjang diagnostik; 2. Santunan berupa uang meliputi: • penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan; • santunan sementara tidak mampu bekerja; • santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan Cacat total tetap; • santunan kematian dan biaya pemakaman; • santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila Peserta meninggal dunia atau Cacat total tetap akibat Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja; E. Pencegahan Kecelakaan Kerja A’izzatul Umamah, Hanifa Maher Denny, Bina Kurniawan (dalam Suma’mur 2009) menyebutkan bahwa Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut : 1. Faktor Lingkungan • Lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan pencegahan kecelakaan kerja, yaitu: • Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara ruang kerja. • Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja yang dapat menjamin keselamatan. • Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan tempat dan ruangan. 2. Faktor Mesin dan peralatan kerja Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. • Bila pagar atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi. 3. Faktor Perlengkapan kerja • Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam penggunaannya. 4. Faktor manusia • Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja, mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya ketidakcocokan fisik dan mental. (Umamamh, Denny, & Kurniawan, 2015)