Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecelakaan Kerja


Kecelakaan adalah suatu kejadian tidak terduga dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Menurut
Sugandi (2003), kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak diinginkan yang merugikan manusia, merusak harta benda atau
menimbulkan kerugian terhadap proses kerja.

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja,
dimana kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan. Ruang lingkup kecelakaan kerja diperluas hingga mencakup kecelakaan-
kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari
tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja
dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan
pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja.

2.2 Jenis Kecelakaan Kerja


Menurut Suma’mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
a) Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi
ditempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
b) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang
terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini
diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:
a. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan Kerja
Jenis kecelakaan kerja dalam kelompok ini antara lain terjatuh, tertimpa benda,
tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda, gerakan-gerakan
melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak bahan-
bahan berbahaya atau radiasi

b. Klasifikasi menurut Penyebab Kecelakaan Kerja


 Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
 Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan air.
 Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat-alat listrik, dan sebagainya.
 Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak,gas, zat-zat kimia,
dan sebagainya.
 Lingkungan kerja (diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah)

c. Klasifikasi menurut Sifat Luka atau Kelainan


Patah tulang, dislokasi (keseleo), regang otot, memar dan luka dalam yang lain,
amputasi, luka di permukaan, geger dan remuk, luka bakar, keracunan mendadak,
pengaruh radiasi.

d. Klasifikasi menurut Letak Kelainan atau Luka di Tubuh


Kepala, leher, badan, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat, letak lain
yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

2.3 Penyebab Kecelakaan Kerja


Terdapat beberapa teori penyebab kecelakaan kerja, diantaranya sebagai berikut.
a) Teori Heinrich (Teori Domino)
Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian.
Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu
lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman,
kecelakaan, dan cedera atau kerugian (Ridley, 1986).

b) Teori Multiple Causation


Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan terdapat lebih dari
satu penyebab kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau
situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya
kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti lebih lanjut.

c) Teori Gordon
Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara
korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang
kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah
satu dari tiga faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami
mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan, maka karakteristik dari
korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang
mendukung harus dapat diketahui secara detail.

d) Teori Domino Terbaru


Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang
mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah
ketimpangan manajemen. Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori
Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam
mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

e) Teori Reason
Reason (1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat
“lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa
pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja.
f) Teori Frank E. Bird Petersen
Bird melakukan penelusuran terhadap sumber yang mengakibatkan kecelakaan.
Bird mengadakan modifikasi teori domino Heinrich dengan menggunakan
teori manajemen, yang intinya adalah manajemen kurang kontrol, gejala
penyebab langsung (praktek di bawah standar), kontak peristiwa (kondisi di
bawah standar) dan kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda).

Kecelakaan akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata.
Bennett (1991) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian kecelakaan kerja,
terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni a) faktor
lingkungan, b) faktor bahaya, c) faktor peralatan dan perlengkapan, dan d) faktor
manusia. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara tidak
sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua
golongan penyebab, antara lain.

a. Penyebab langsung
(1) Perbuatan yang tidak aman (unsafe actions), didefinisikan sebagai segala
tindakan manusia yang dapat memungkinkan tejadinya kecelakaan pada diri
sendiri maupun orang lain. Contoh dari perbuatan yang tidak aman seperti:
- Tidak menggunakan alat yang telah disediakan.
- Salah menggunakan alat yang telah disediakan.
- Menggunakan alat yang sudah rusak.
- Metode kerja yang salah.
- Tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja.

(2) Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), didefinisikan sebagai suatu
kondisi lingkungan kerja yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Contoh kondisi yang tidak aman:
- Kondisi fisik, mekanik, peralatan.
- Kondisi permukaan tempat berjalan dan bekerja.
- Kondisi penerangan, ventilasi, suara dan getaran.
- Kondisi penataan lokasi yang salah.
b. Penyebab tidak langsung
(1) Fungsi manajemen proyek.
(2) Kondisi pekerja

Referensi lain menggolongkan penyebab kecelakaan kerja menjadi 2, yaitu.


a. Faktor Manusia
 Umur/usia
Usia muda relative lebih mudah terkena kecelakaan kerja dibandingkan
dengan usia lanjut yang mungkin dikarenakan sikap ceroboh dan tergesa-
gesa. Pengkajian usia dan kecelakaan akibat kerja menunjukkan angka
kecelakaan pada umumnya lebih rendah dengan bertambahnya usia, tetapi
tingkat keparahan cedera dan penyembuhannya lebih serius.

 Jenis Kelamin
Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada
pada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan
fisik laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-
rata sekitar 30% lebih rendah dari laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan
gerak berpindah, laki-laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada
perempuan.

 Koordinasi Otot
Koordinasi otot berpengaruh terhadap keselamatan pekerja. Diperkirakan
kekakuan dan reaksi yang lambat berperan dalam terjadinya kecelakaan
kerja.

 Kecenderungan Celaka
Konsep popular dalam penyebab kecelakaan adalah “accident prone theory”.
Teori ini didasarkan pada pengamatan bahwa ada pekerja yang lebih besar
mengalami kecelakaan dibandingkan pekerja lainnya. Hal ini disebabkan
karena ciri-ciri yanga ada dalam pribadi yang bersangkutan.
 Pengalaman Kerja
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil
kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk
kewaspadaan terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan usia,
maka kerja atau lamanya bekerrja di tempat yang bersangkutan.

 Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal dan pendidikan non-formal akan mempengaruhi
peningkatan pengetahuan pekerja dalam menerima informasi dan perubahan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Tuntutan pekerjaan atau job
requirements pada seorang pekerja adalah.
1. Pengetahuan (pengetahuan dasar dan spesifik tentang pekerjaan)
2. Fungsional (keterampilan dasar dan spesifik dalam mengerjakan suatu
pekerjaan)
3. Afektif (kemampuan dasar dan spesifikasi dalam suatu pekerjaan)

 Kelelahan
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri.
Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi
untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya
penurunan fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar
kesadaran. Kelelahan disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang
istirahat, terlalu lama bekerja, pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan
kerja yang buruk serta adanya konflik.

b. Faktor lingkungan
 Lokasi/Tempat Kerja
Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha,
dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya
bahaya kerja di tempat itu. Disain di lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat
menimbulkan kecelakaan kerja. Tempat kerja yang baik apabila lingkungan
kerja aman dan sehat.

 Peralatan dan Perlengkapan


Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting
dalam perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif
sesuai dengan apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan
/perlengkapan mempunyai bagian-bagian kritis yang dapat menimbulkan
keadaan bahaya, yaitu bagian-bagian fungsional dan bagian-bagian
operasional. Bagian-bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan
jalan mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan. Peralatan dan
perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain.
1. Peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan.
2. Peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif.
3. Peralatan/perlengkapan dengan temperature tinggi ataupun terlalu
rendah.
4. Peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia
berbahaya.
5. Peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi.
6. Peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung.

 Shift Kerja
Menurut National Occupational Health and Safety Committee, shift kerja
adalah bekerja di luar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat termasuk
hari libur dan bekerja mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 19.00 atau
lebih. Shift kerja malam biasanya lebih banyak menimbulkan kecelakaan
kerja dibandingkan dengan shift kerja siang, tetapi shift kerja pagi tidak
menutup kemungkinan dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja.

 Sumber Kecelakaan
Sumber kecelakaan merupakan asal dari timbulnya kecelakaan, bisa
berawal dari jenis perlatan/perlengkapannya, berawal dari faktor human
error, dimana sumber dari jenis kecelakaan merambat ke tempat-tempat lain,
sehingga menimbulkan kecelakaan kerja.

2.4 Diagnosis Kecelakaan Kerja


Untuk dapat mendiagnosis kecelakaan kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7
langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman.

a. Tentukan diagnosis klinis


Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinis ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.

b. Tentukan pajanan yang dialami


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara
cermat dan teliti, yang mencakup:
- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
secara kronologis
- Lama menekuni pekerjaan tersebut
- Bahan yang diproduksi
- Materi (bahan baku) yang digunakan
- Jumlah pajanannya
- Pemakaian alat perlindungan diri
- Pola waktu terjadinya gejala
- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (Material
Safety Data Sheet/MSDS), label, dan sebagainya.

c. Tentukan akibat pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit.


Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika
dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal
tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika
dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara
khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita
(konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat
menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

e. Tentukan faktor-faktor lain yang berperan.


Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya,
yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan alat pelindung
diri (APD), riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya
meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga)
yang mengakibatkan penderita lebih rentan atau lebih sensitif terhadap pajanan
yang dialami.

f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.


Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab-penyakit. Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat
digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.

2.5 Manajemen Keselamatan Kerja


Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) harus diperhatikan
terlebih bagi pemrakarsa supaya proses produksi, peningkatan kualitas dan kendali
biaya dapat terus dioptimalkan. Fungsi manajemen mengarah di aspek kualitas,
produksi, kecelakaan/kerugian dan biaya. Terdapat 4 program K3 di tempat kerja,
yaitu.
a) Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja.
b) Analisis risiko di tempat kerja.
c) Pencegahan dan pengendalian bahaya.
 Menetapkan prosedur kerja berdasarkan analisis, pekerja memahami dan
melaksanakannya.
 Aturan dan prosedur kerja dipatuhi.
 Pemeliharaan sebagai usaha preventif.
 Perencanaan untuk keadaan darurat.
 Pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
 Pemeriksaan kondisi lingkungan kerja.
 Pemeriksaan tempat kerja secara berkala.

d) Pelatihan untuk pekerja, penyelia dan manager.


SMK3 memiliki peran yang cukup penting dalam proses kerja dalam suatu
perusahaan (pemrakarsa). Apabila SMK3 yang diberlakukan tidak cukup baik
maka akibatnya dapat dilihat dari banyaknya pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja dan juga proses produksi mengalami kemunduran. Tujuan
khusus dari SMK3 adalah mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja,
kebakaran, peledakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), mengamankan mesin
instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil produksi, menciptakan lingkungan kerja
yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerjaan dengan manusia
atau antara manusia dengan pekerjaan. Penerapan K3 yang baik dan dan terarah
dalam suatu wadah industri tentunya akan memberikan dampak lain, salah
satunya adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan optimal.
Tujuan dari Sistem Manajemen K3 adalah.
a) Sebagai alat uniuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri atau pekerja-pekerja
bebas.
b) Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja, memelihara, dan meningkatkan kesehatan dan gizi
para tenaga kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya
produktifitas tenaga manusia, memberantas kekelahan kerja dan
melipatgandakan gairah serta semangat bekerja.

Setiap jenis Sistem Manajemen K3 mempunyai elemen atau persyaratan tertentu


yang harus dibangun dalam suatu organisasi. Sistem Manajemen K3 tersebut harus
dipraktekkan dalam semua bidang/divisi dalam organisasi. Sistem Manajemen K3
harus dijaga dalam operasinya untuk menjamin bahwa sistem itu punya peranan
dan fungsi dalam manajemen perusahaan. Untuk lebih memudahkan penerapan
standar Sistem Manajemen K3, berikut ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan
dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-langkah tersebut dibagi menjadi
dua bagian besar.

a) Tahap Persiapan
Merupakan tahapan atau langkah awal yang harus dilakukan suatu
organisasi/perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah
personel, mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan menetapkan
kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Adapun, tahap persiapan ini antara lain
- Komitmen manajemen puncak.
- Menentukan ruang lingkup.
- Menetapkan cara penerapan.
- Membentuk kelompok penerapan.
- Menetapkan sumber daya yang diperlukan.
b) Tahap pengembangan dan penerapan
Sistem dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang hams dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personal, mulai dari
menyelenggarakan penyuluhan dan melaksanakan sendiri kegiatan audit internal
serta tindakan perbaikannya sampai dengan melakukan sertifikasi. Berikut ini
langkah-langkah spesifik dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 dalam suatu
perusahaan.
 Menyatakan komitmen
Pernyataan koniitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah
Sistem Manajemen K3 dalam organisasi/manajemen harus dilakukan oleh
manajemen puncak. Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan
tanpa adanya komitmen terhadap sistem manajemen tersebut. Manajemen
harus benar-benar menyadari bahwa merekalah yang paling bertanggung
jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan penerapan Sistem Manajemen
K3.

 Menetapkan cara penerapan


Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan untuk menerapkan Sistem
Manajemen K3.Namun dapat juga tidak menggunakan jasa konsultan jika
organisasi yang bersangkutan memiliki personel yang cukup mampu untuk
mengorganisasikan dan mengarahkan orang.

 Membentuk kelompok kerja


Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota
kelompok kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja,
biasanya manajer unit kerja. Hal ini penting karena merekalah yang tentunya
paling bertanggung jawab terhadap unit kerja yang bersangkutan.
 Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya di sini mencakup orang, perlengkapan, waktu dan dana. Orang
yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi di luar
tugas-tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.

 Kegiatan penyuluhan
Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan
personal perusahaan. Oleh karena itu perlu dibangun rasa adanya
keikutsertaan dari seluruh karyawan dalam perusahaan melalui program
penyuluhan.

 Peninjauan sistem
Kelompok kerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja
untuk meninjau sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan
dengan persyaratan yang ada da lam Sistem Manajemen K3. Peninjauan ini
dapat dilakukan melatui dua cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur
dan meninjau pelaksanaannya.

 Penyusunan Jadwal Kegiatan


Setelah melakukan peninjauan sistem maka kelompok kerja dapat menyusun
suatu jadwal kegiatan.

 Pengembangan Sistem Manajemen K3


Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan sistem
manajemen K3 antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok,
penyusunan bagan alir, penulisan manual sistem manajemen K3, prosedur
dan instruksi kerja.

 Penerapan sistem
Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap anggota kelompok kerja
kembali ke masing-masing untuk menerapkan sistem yang telah ditulis.
 Proses sertifikasi
Ada sejumlah lembaga sertifikasi Sistem Manajemen K3. Misalnya sucofindo
melakukan sertifikasi terhadap Permenaker 05/Men/1996. Namun untuk
OHSAS 18001:1999 organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi
manapun yang diinginkan.

2.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja


Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut
keselamatan kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu.
a. Manusia.
b. Manajemen (unsur pengatur).
c. Material (bahan-bahan).
d. Mesin (peralatan).
e. Medan (tempat kerja / lingkungan kerja).

Saat bekerja, terdapat tiga unsur kelompok, yaitu manusia, perangkat keras dan
perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok
tersebut, yaitu.
a. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain.
 Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian
antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
 Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan
dengan pekerjaannya.
 Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan
keperluan perusahaan.
 Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
 Pengawasan dan disiplin yang wajar.

b. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain:


 Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang,
mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
 Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan,
penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat
sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
 Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
 Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
 Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.

c. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh


level manajemen, antara lain.
 Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
 Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
 Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi
sistem/prosedur
 Kerja yang benar.
 Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
 Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang
terpadu.
 Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
 Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.

Adapun cara pengendalian lingkungan kerja untuk meminimalisir kecelakaan para


pekerja sebagai berikut:
 Pengendalian teknik
 Pengendalian administrative
 Menggunakan Alat Pelindung Diri

Berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja dalam
industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal
seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan,
pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban-
kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan,
pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.
b. Standarisasi, yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi, ataupun
tidak resmi.
c. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang
harus dipatuhi.
d. Riset teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari
bahan berbahaya, penelitian tentang pelindung mesin, pengujian masker
pernapasan, penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas dan debu
dan pencarian bahan-bahan yang paling cocok serta perancangan tali kerekan
dan alat kerekan lainya
e. Riset medis, termasuk penelitian dampak fisiologis dan patologis dari faktor-
faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi-kondisi fisik yang amat
merangsang terjadinya kecelakaan.
f. Riset psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis yang
dapat menyebabkan kecelakaan.
g. Riset statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, berapa
banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam
kegiatan seperti apa dan apa saja yang menjadi penyebab.

Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja, antara lain.


 Pengendalian Teknik
Mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya,
menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan
ventilasi pergantian udara.
 Pengendalian administrasi
Mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan,
memakai alat pelindung, memasang tanda – tanda peringatan, membuat daftar
data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.
 Pemantauan kesehatan
Melakukan pemeriksaan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai