Anda di halaman 1dari 145

ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PEKERJA PROYEK

UNDERPASS TITIKUNING PT. HUTAMA KARYA


MEDAN TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

NAOMI PEBRIANA HUTAURUK


NIM. 141000105

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PEKERJA PROYEK
UNDERPASS TITIKUNING PT. HUTAMA KARYA
MEDAN TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAOMI PEBRIANA HUTAURUK


NIM. 141000105

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
iii
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 15 April 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes.


Anggota : 1. dr.Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.
2. Isyatun Mardiyah Syahri, S.K.M., M.Kes.

iv
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Potensi Bahaya pada Pekerja Proyek Underpass Titikuning PT. Hutama

Karya Medan Tahun 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya

sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Medan, April 2019

Naomi Pebriana Hutauruk

v
Abstrak

Proyek underpass Titikuning PT. Hutama Karya memiliki aktivitas kerja dan
peralatan yang digunakan memiliki potensi bahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja. Pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan menganalisis
setiap potensi bahaya pada setiap proses dengan metode Hazard and Operability
Study (HAZOPS). Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara
mendalam terhadap informan dan melakukan observasi terhadap objek yang
diteliti yaitu potensi bahaya dan jumlah informan sebanyak lima orang dengan
menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan potensi
bahaya yang paling tinggi terdapat node lima yaitu proses pemotongan
pemasangan bekisting dan sumber bahaya paling berisiko tinggi bersumber dari
sikap pekerja yaitu pekerja tidak menggunakan APD lengkap sesuai dengan jenis
pekerjaan, tidak melakukan pekerjaan sesuai metode kerja, pekerja bertindak tidak
aman saat bekerja. Dampak paling berisiko dari adanya potensi bahaya tersebut
adalah tertimpa besi, palu dan material yang menyebabkan luka robek pada
pekerja dan terpapar getaran. Upaya pengendalian yang dilakukan perusahaan
untuk mengatasi potensi bahaya adalah memberikan APD sesuai jenis pekerjaan,
memberikan pengarahan tentang K3 sebelum bekerja, melakukan inspeksi alat,
memasang rambu – rambu di area kerja dan melakukan pengawasan selama jam
operasi kerja. Peneliti menyarankan kepada perusahaan untuk melakukan
sosialisasi SOP dan pemajangan SOP disekitar area kerja, penambahan APD
sarung tangan kulit kepada pekerja yang terpapar getaran, melakukan
pengendalian engineering control dengan melapisi pegangan jack hummer dan
vibrator berbahan karet dan untuk pekerja supaya melakukan pekerjaan sesuai
dengan instruksi dan metode kerja, memakai APD yang lengkap sesuai jenis
pekerjaan.

Kata kunci: HAZOPS, potensi bahaya, underpass

vi
Abstract

Work activities and equipment on Titikuning underpass project have hazard


potential that can cause work accidents. Accident prevention can be done by
analyzing each hazard potential in each process by the Hazard and Operability
Study (HAZOPS) method. This study is qualitative by holding deep interview
toward informants and conducting the observations to object under study, it is the
hazard potential in each work process using the HAZOPS approach with five
informants by using purposive sampling at PT. Hutama Karya. The results of this
study indicate the highest potential hazards found at node five, namely the process
of cutting the formwork installation and the most high risk source of danger
derived from the attitude of workers, namely workers do not use complete PPE
according to the type of work, do not do work according to work methods,
workers act unsafe work. The most risky impacts of the potential hazards are iron,
hammer and material that causes torn wounds to workers and exposure to
vibration. Control efforts by the company to overcome potential hazards are to
provide PPE according to the type of work, provide guidance on K3 before each
work, conduct inspection tools, install signs in the work area and carry out
supervision during working hours. Researchers suggest company to socialize and
display the SOP and conducting safety and supervision training to the supervisors
and foremen, equiping the worker with safety glasses, face shields, leather gloves
particularly for concrete pile cutting and iron fabrication worker, leather gloves
for jack hammer operator and vibrator are either, doing the engineering control
by coating by rubber jack hammer and vibrator handles and keep working
according to instructions and work methods, using complete PPE according to the
type of work.

Keywords: HAZOPS, hazard potential, underpass

vii
Kata Pengantar

Puji dan syukur atas kasih dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi adalah

“Analisis Potensi Bahaya pada Pekerja Proyek Underpass Titikuning PT

Hutama Karya Medan Tahun 2018”. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk

memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Banyak pengalaman yang diperoleh penulis selama dalam menyelesaikan

skripsi ini dan semua itu berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak.

Sehingga pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara .

5. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan dan

menyempurnakan skripsi ini.

viii
6. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K. selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan bimbingan, saran, dukungan, nasehat, dan arahan untuk

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Isyatun Mardiah, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penguji II yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan masukan serta saran-saran kepada

penulis dalam perbaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen dan staf pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

9. Direktur PT Hutama Karya yang telah memberikan izin penelitian dalam

penulisan skripsi ini.

10. Teristimewa kepada orang tua tercinta, Josrin Hutauruk dan Nursinda

Situmeang, abang, kakak, adik, Paman Martua Lambas Hutauruk, Bibi

Tiambun Nainggolan yang telah memberikan kasih sayang yang begitu

besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi dukungan kepada

penulis.

11. Teman seperjuagan KKN, PBL dan LKP yang telah memberikan motivasi,

semangat dan doa kepada penulis.

12. Teman seperjuangan FKM USU 2014, sahabat penulis dan keluarga besar

yang telah mendukung, memberikan motivasi, semangat dan doa kepada

penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian

skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis

ix
berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu

pengetahuan.

Medan, April 2019

Naomi Pebriana Hutauruk

x
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 10
Potensi Bahaya 10
Definisi potensi bahaya 11
Jenis bahaya 11
Sumber informasi bahaya 21
Kecelakaan Kerja 22
Pengertian kecelakaan kerja 22
Faktor – faktor penyebab kecelakaan kerja 22
Kalsifikasi kecelakaan kerja 23
Kerugian kecelakaan kerja 26
Pencegahan kecelakaan kerja 26
Identifikasi Bahaya 29
Pengengertian identifikasi bahaya 29
Tujuan identifikasi bahaya 31
Teknik identifikasi bahaya 32
Pemilihan teknik identifikasi bahaya 33
Hazard and Operability Study (HAZOPS) 36
Pengertian HAZOPS 36
Tujuan penggunaan HAZOPS 36
Kosakata yang digunakan dalan HAZOPS 38
Proses kajian HAZOPS 39
Proyek Konstruksi 42

xi
Pengertian proyek konstruksi 42
Kategori proyek konstruksi 43
Proyek Underpass 44
Hasil Penelitian yang Relevan 46
Landasan Teori 47
Kerangka Berpikir 52

Metode Penelitian 53
Jenis Penelitian 53
Lokasi dan Waktu Penelitian 53
Lokasi penelitian 53
Waktu penelitian 53
Subjek dan Objek Penelitian 53
Definisi Konsep 54
Metode Pengumpulan Data 55
Metode Analisis Data 56

Hasil Penelitian dan Pembahasan 60


Profil Perusahaan 60
Gambaran Pembangunan Underpass Tertutup 60
Penghancuran aspal 61
Penggalian tanah 62
Pemotongan beton pile 62
Pemadatan tanah 63
Pemasangan bekisting 63
Pemasangan besi tulangan 64
Pengecoran 64
Analisis Potensi Bahaya dengan Menggunakan HAZOPS 65
Node 1 proses penghancuran aspal 66
Node 2 proses penggalian tanah 68
Node 3 proses pemadatan tanah 70
Node 4 proses pemotongan beton pile 72
Node 5 proses pemasangan bekisting 75
Node 6 proses pemasangan besi tulangan 78
Node 7 proses pengecoran 81
Analisis Potensi Bahaya Node 1 Proses Penghancuran Aspal 85
Analisis Potensi Bahaya Node 2 Proses Penggalian Tanah 89
Analisis Potensi Bahaya Node 3 Proses Pemadatan Tanah 91
Analisis Potensi Bahaya Node 4 Proses Pemotongan Beton Pile 92
Analisis Potensi Bahaya Node 5 Proses Pemasangan Bekisting 94
Analisis Potensi Bahaya Node 6 Proses Pemasangan Besi Tulangan 96
Analisis Potensi Bahaya Node 7 Proses Pengecoran 97
Keterbatasan Penelitian 98

Kesimpulan dan Saran 99

xii
Kesimpulan 99
Saran 100

Daftar Pustaka 101


Lampiran 104

xiii
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Kosakata yang Digunakan dalam HAZOPS 38

2 Analisis Domain Proses Pembangunan Proyek-


Underpass Tertutup 84

xiv
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Program identifikasi bahaya sesuai kegiatan 35

2 Proses kajian HAZOPS 39

3 Kerangka berfikir 52

xv
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 105

2 Hasil Wawancara 106

3 Tabel Analisis HAZOPS 117

4 Surat Izin Penelitian 124

5 Surat Balasan Izin Penelitian 125

6 Dokumentasi 126

xvi
Riwayat Hidup

Penulis bernama Naomi Pebriana Hutauruk dilahirkan pada tanggal 07

Februari 1996 di Tarutung Bolak Kecamatan Sorkam Kabupaten Tapanuli

Tengah, Sumatera Utara. Beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jalan

Jamin Ginting gang Medan Area no.14, Padang Bulan Medan. Penulis merupakan

anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda J. Hutauruk dan

Ibunda N. Situmeang.

Pendidikan formal penulis dimulai di pendidikan dasar SDN 155699

Tarutung Bolak 1 pada Tahun 2002-2008, pendidikan menengah pertama di SMP

Negeri 1 Sorkam pada Tahun 2008-2011, pendidikan menengah atas di SMA

Negeri 1 Sorkam Barat pada Tahun 2011-2014. Penulis kemudian melanjutkan

pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

pada peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Medan, April 2019

Naomi Pebriana Hutauruk

xvii
Pendahuluan

Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu aspek

perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai kesehatan fisik, daya kerja, dan

tingkat kesehatan yang tinggi. Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga dapat

diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang

tinggi. Unsur yang ada dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak terpaku

pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan pemikiran dan upaya

untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani,

dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja maka para pihak diharapkan dapat

melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika

apapun pekerjaan yang dilakukan pekerja tersebut risiko yang dapat muncul dapat

dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja bersangkutan dapat

melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah

lelah.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai usaha untuk menciptakan

perlindungan dan keamanan dari berbagai risiko kecelakaan dan bahaya, baik

fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan

lingkungan. Dengan adanya penerapan teknologi pengendalian Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik dan

1
2

memiliki tingkat kesehatan yang tinggi (Cecep, D, 2014).

Kecelakaan kerja dapat kita hindari dengan mengetahui dan mengenal

berbagai potensi – potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. ILO (1986)

dalam Anugrah (2009), mengidentifikasi potensi bahaya atau bahaya kerja (work

Hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang

berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi

menyebabkan gangguan/ kerugian.

Potensi bahaya atau yang disebut hazard terdapat hampir di seluruh

tempat kerja. Keberadaan bahaya ini dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan

atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan

lingkungan (Ramli, 2010). Menurut PERMENAKER No. 04 tahun

1993, kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian kecelakaan yang berkaitan

dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

serta kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju

tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang bisa atau wajar dilalui.

Kegiatan analisis bahaya merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk

mengenali dan mengidentifikasi serta menganalisis potensi bahaya di tempat kerja

yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kegiatan identifikasi

bahaya memiliki tujuan untuk mengurangi dan meminimalisasi risiko, agar dapat

mencegah dan menanggulangi kecelakaan agar tidak terjadi lagi dimasa yang akan

datang. Pada kebanyakan operasi, bahaya-bahaya akan dikaitkan dengan mesin-

mesin dan peralatan-peralatan, pusat kegiatan, perangkat penyaluran tenaga,

sumber energi berbahaya, area bukan tempat kerja di sekeliling mesin-mesin,


3

pekerjaan pelayanan dan pemeliharaan, serta pekerja-pekerja lain yang berdekatan

(Rijanto, 2011).

Proses produksi, peralatan atau mesin dan tempat kerja yang digunakan

untuk menghasilkan suatu produk selalu mengandung potensi bahaya tertentu,

yang apabila tidak mendapatkan perhatian secara khusus dapat menyebabkan

kecelakaan kerja. Potensi bahaya ini berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas

dalam pelaksanaan operasi pekerjaan atau berasal dari luar proses kerja (Tarwaka,

2014). Potensi bahaya tersebut, di eliminasi untuk menghilangkan risiko

kecelakaan yang akan terjadi, apabila bahaya tersebut tidak bisa dihilangkan,

maka tindakan pengendalian harus diimplementasikan untuk meminimalkan

potensi bahaya sampai risikonya dapat diterima oleh pekerja (Ramli, 2010).

Potensi bahaya atau hazard terdapat disetiap tempat dimana dilakukan satu

aktivitas, baik di rumah, dijalan maupun di tempat kerja, apabila hazard tersebut

tidak dikendalikan dengan tepat akan dapat menyebabkan kelelahan, sakit,

cedera, dan bahkan kecelakaan yang serius (Tarwaka, 2014).

Konstruksi merupakan salah satu sektor yang memiliki risiko kecelakaan

kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek

konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek

konstruksi yang bersifat unik yaitu lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka,

dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis, menuntut

ketahanan fisik yang tinggi serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak

terlatih, melibatkan tenaga kerja yang cukup besar serta industri konstruksi

mempunyai bahaya dan risiko yang banyak pada setiap jenis pekerjaannya.
4

Bahaya tersebut antara lain terjatuh, tertimpa benda, terkena sengatan listrik,dan

kebakaran. Dengan karakteristik dan ruang lingkup seperti diatas industri

konstruksi merupakan salah satu yang berkontribusi penyebab kecelakaan kerja

(Yanto, A, 2009).

Proyek konstruksi ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan proyek

lainnya. Perbedaan itu sangat terlihat karena disamping membutuhkan sumber

daya seperti manpower, material, machines, money, method, proyek konstruksi

juga tidak dapat dilepaskan dari aspek waktu, biaya, mutu, dan keselamatan kerja.

Hal-hal tersebut menjelaskan bahwa suatu proyek yang baik dalam pelaksanaanya

(Ervianto, 2005).

The Health Statistic and Safety (2011) menunjukkan bahwa 171 pekerja

meninggal dunia di tempat kerja dengan rata-rata 0,6 falities per 100.000 pekerja.

Sektor kontruksi, pertanian dan pembuangan merupakan yang berkontribusi

terbesar yaitu 50,34 juta dan 9 fatality dan 115.379 pekerja lainnya terluka yang

menyebabkan hilangnya 4,4 juta hari kerja hilang.

Konstruksi memiliki serangkaian catatan kecelakaan yang memakan

banyak korban jiwa, namun sayangnya rangkaian pekerjaan yang berbahaya ini

hanya dianggap hal yang wajar dan seringkali luput dari perhatian kita. 32%

sektor konstruksi dan meliputi semua jenis pekerjaan proyek gedung. Menurut

catatan Jamsostek pada tahun 2010, angka kecelakaan kerja di Indonesia termasuk

yang paling tinggi dikawasan ASEAN, yaitu sebanyak 98.711 kasus kecelakaan

kerja. Tahun 2011 terjadi kenaikan menjadi 99.491 kasus, dimana hampir 32%

sektor konstruksi dan meliputi semua jenis pekerjaan proyek gedung,


5

jalan,jembatan, terowongan, irigasi bendungan, dan sebagainya.

Berdasarkan data dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan, pada

tanggal 5 februari 2018 terjadi longsor pada turap underpass jalan perimeter

selatan bandara soehatta. Dengan korban 1 orang meninggal dan 2 luka-luka.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yonathan, dkk tentang Kecelakaan

Kerja dan Analisis Penerapan Peraturan Keselamatan Kerja Pekerja Galian Tanah

pada Proyek Konstruksi di Surabaya menunjukkan bahwa kecelakaan kerja pada

pekerjaan galian tanah yang paling sering terjadi adalah terperosok kedalam

galian dengan jumlah frekuensi sebesar 74 responden yang disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain: penerangan yang kurang dalam galian (32 responden),

sistem proteksi yang kurang memadai (31 responden) dan rambu-rambu/

peringatan bahya yang tidak memadai (29 responden).

Penelitian tentang Analisa Potensi Bahaya dan Upaya Pengendalian

Kecelakan Kerja Pada Proses Penambangan Batu Adesit di PT. Dempo Bangun

Mitra dengan menggunakan HAZOPS sebagai metode analisa oleh M. Ihsan, dkk

diperoleh hasil penelitian dengan “sikap kerja” sebagai sumber hazard ada

penyimpangan yang terjadi yaitu pekerja bertindak tidak aman atau melakukan

pekerjaan tidak sesuai dengan SOP, pekerja tidak menggunakan APD saat

bekerja, APD tersebut disesuaikan dengan area kerja masing-masing. Jenis APD

seperti sefty helmet, safety gogles, massker, ear plug, safety gloves, safety shoes,

dan safety harness.Sebagai cause atau penyebab dari penyimpagan tersebut

adalah kurang displinnya pekerja dalam mengikuti SOP yang ada. Rendahnya

kesadaran dan pengetahuan akan keselamatan kerja yang disebabkan oleh kurang
6

maksimalnya pelaksanaan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3)

tentang penggunaan APD. Konsekuensi yang dialami pekerja bila pekerja

bertindak tidak aman dan tidak menggunakan APD adalah kepala terbentur,

anggota tubuh terluka, terjepit, gangguan pernafasan, gangguan penglihatan,

gangguan pendengaran, terjatuh dari ketinggian dan meninggal dunia. Tindakan

yang dapat dilakukan segera mengatasi sumber hazard adalah membuat visual

display untuk mengingatkan pekerja agar selalu menggunakan APD, membuat

prosedur kerja yang baik, melakukan pelatihan K3 kepada para pekerja secara

menyeluruh.

PT. Hutama Karya adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang

bergerak dibidang konstruksi, serta penyedia jalan tol. Salah satu proyek yang

sedang dijalankan oleh PT. Hutama Karya adalah pembangunan Underpass Titi

Kuning Medan. Pembangunan Underpass menghubungkan langsung Jl. Jendral

AH Nasution dengan Jl. Medan Tebing tinggi Ringroad dengan tujuan untuk

mengurangi tingkat kemacetan lalulintas dikawasan masing-masing simpang

tersebut. Proyek pembangunan Underpass Titi kuning memiliki aktivitas yang

berbahaya dan banyak menggunakan alat berat, sehingga proyek ini memiliki

risiko terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja lapangannya.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di proyek

Underpass Titikuning PT. Hutama Karya, banyak pekerjaan yang berat maupun

ringan yang dilakukan baik dilakukan dengan tenaga manusia atau menggunakan

alat – alat berat yang mempunyai potensi bahaya. Pada proses pembangunan

Underpass,ada lima tahapan pekerjaan utama dimulai dari tahapan persiapan yaitu
7

tahapan persipan material dan persiapan alat, tahap kedua yaitu pekerjaan bore

pile, tahap ketiga pekerjaan underpass terbuka dan tahap keempat pekerjaan

struktur pelat atau underpass tertutup dan terakhir adalah tahapan finishing. Pada

penelitian ini peneliti lebih fokus menganalisis potensi bahaya pada tahapan

pekerjaan struktur pelat atau underpass tertutup dengan proses kerja dimulai dari

penghancuran aspal jalan lama, penggalian tanah, pemadatan tanah dengan alat

roller, pemotongan beton pile, pemassangan beksiting, pemasangan besi tulangan

dan proses terakhir adalah pengecoran ( PT. Hutama Karya, 2018).

Potensi bahaya yang bisa timbul pada pekerjaan proyek undepass

titikuning adalah terjatuh akibat tanah yang berlumpur, getaran, terinjak benda -

benda tajam seperti kawat, paku, dan lain - lain, bahaya kecelakaan seperti

peralataan yang bergerak, terbelit, tergelincir ataupun terjatuh, penggunaan alat

kerja yang tidak sesuai, alat kerja yang tidak dijaga dan disusun dengan baik.

Mengurangi atau menghilangkan potensi bahaya yang dapat menyebabkan

kecelakaan di tempat kerja maka diperlukan teknik analisis bahaya yaitu dengan

menggunakan metode Hazard and Operability Study (HAZOPS). Metode

HAZOPS di pilih karena HAZOPS adalah studi tentang hazard/ bahaya dan fokus

pada penelitian ini adalah potensi bahaya sehingga analisis potensi bahaya lebih

tepat di analisis menggunakan metode HAZOPS yang merupakan teknik analisa

untuk menemukan potensi bahaya dan suatu penilaian yang terstruktur dan

sistematis terhadap proses produksi atau operasi melalui identifikasi dan evaluasi

masalah yang mungkin berisiko pada karyawan atau peralatan kerja, sehingga

potensi terjadinya kecelakaan kerja dapat diminimalkan.


8

Berdasarkan proses kerja tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan

proyek underpass memiliki banyak potensi bahaya. Hal ini sejalan dengan adanya

kejadian longsor disekitar pembangunan Underpass Titikuning. Oleh karena

banyaknya proses kerja dan penggunaan alat-alat berat yang memiliki potensi

bahaya pada pembangunan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Analisis Potensi Bahaya pada Pekerja Proyek Underpass

Titikuning di PT. Hutama Karya Tahun 2018.

Perumusan Masalah

Latar belakang yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah

adanya potensi bahaya yang berisiko terhadap pekerja, bahaya tersebut berpotensi

menimbulkan kecelakaan bagi pekerja.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi bahaya pada

pekerja proyek Underpass Titikuning di PT.Hutama Karya tahun 2018.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

Sebagai bahan masukan bagi pekerja untuk mengenalis potensi-potensi bahaya

pada pembangunan Underpass Titi kuning PT. Hutama Karya agar dapat

menghindari risiko kecelakaan kerja.

Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan dalam mennggulangi potensi-

potensi bahaya yang ditemukan pada proses pembangunan Underpass Titi kuning

PT. Hutama Karya

Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari


9

kalangan akademis, masyarakat, dan peneliti serta untuk keilmuan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3).

Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti dalam memahami potensi

bahaya dan proses mengidentifikasi dan menganalisis bahaya untuk pencegahan

kecelakaan kerja.
Tinjauan Pustaka

Potensi Bahaya

Pengertian potensi bahaya. ILO (1986) dalam Anugrah (2009),

mengidentifikasi potensi bahaya atau bahaya kerja (Work Hazard) adalah suatu

sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja,

pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan/

kerugian.

Bahaya ditempat kerja timbul atau terjadi ketika ada interaksi berbagai

unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses atau metoda kerja.

Dalam proses produksi tersebut terjadi kontak antara manusia dengan mesin,

material, lingkungan kerja yang diakomodir oleh proses atau prosedur kerja.

Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur - unsur produksi tersebut

yakni manusia, peralatan, material, proses serta sistem dan prosedur (Ramli,

2010).

Potensi bahaya merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan

mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. Di

tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko keselamatan dan kesehatan

akan selalu dijumpai. Jika setiap bahaya - bahaya tersebut dapat di

identifikasi,tindakan harus diambiil untuk menghilangkan atau meminimalkan

risiko yang dihadapi oleh pekerja. Jika bahaya - bahaya tersebut tidak dapat

dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu dilakukan untuk menentukan tingkat

pencegahan apa saja yang harus diambil, hal ini diupayakan untuk melindungi

pekerja yang merupakan aset yang sangat bagi perusahaan.

10
11

Setiap proses produksi, peralatan atau mesin dan tempat kerja yang

digunakan untuk maenghasilkan suatu produk selalu mengandung potensi bahaya

tertentu, yang apabila tidak mendapatkan perhatian secara khusus dapat

menyebabkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya ini berasal dari berbagai kegiatan

atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi pekerjaan atau berasal dari luar proses

kerja (Tarwaka, 2014).

Jenis bahaya. Bahaya dalam kehidupan sangat banyak ragam dan

jenisnya. Disekitar kita terdapat bahaya-bahaya yang berpotensi untuk mencederai

tubuh kita baik cidera ringan maupun cidera fatal. Kita tidak dapat mencegah

berbagai bahaya-bahaya tersebut jika kita tidak mengenali bahayanya dengan

baik.

Menurut Kurniawidjaja (2010), bahaya kesehatan di tempat kerja dapat

berasal dari semua komponen kerja berupa:

1. Bahaya tubuh pekerja (somatic hazard)

Bahaya tubuh pekerja, merupakan bahaya yang berassal dari dalam tubuh

pekerja yaitu kapasitas kerja dan status kesehatan pekerja. Contohnya seorang

pekerja yang buta warna bila mengerjakan alat elektronik yang penuh dengan

kabel listrik warna-warni, bahaya somatiknya dapat membahayakan dirinya

maupun orang lain di sekelilingnya bila ia salah menyambung warna kabel listrik

tertentu karena tindakan ini berpotensi menimbulkan kebakaran atau ledakan.

2. Bahaya perilaku kesehatan (behavioral hazard)

Bahaya perilaku kesehatan yaitu bahaya yang terkait dengan perilaku

kerja. Contohnya adalah mode rambut panjang di ruang mesin berputar telah
12

mengakibatkan seorang pekerja di tambang batubara tertarik dalam mesin dan

hancur tubuhnya karena tergiling mesin penggiling bongkahan batu (crusher).

3. Bahaya lingkungan kerja (environmental hazard)

Bahaya lingkungan kerja berupa faktor fisik, kimia, dan biologi Bahaya

lingkungan kerja dapat berupa faktor fisik, kimia, biologi berpotensi

menimbulkan gangguan kesehatan bila kadarnya atau intensitas pajanannya tinggi

melampaui toleransi kemampuan tubuh pekerja (efek kesehatannya masuk

kedalam penyakit akibat kerja).

Faktor fisik. Berpotensi menimbulkan Penyakit Akibat Kerja (PAK), dari

penyakit yang ringan sampai yang berat. Jenis bahaya yang termasuk dalam

golongan faktor fisik serta pekerja berisiko terpajan antara lain:

a. Bahaya mekanik

Bahaya mekanik dapat menimbulkan risiko trauma atau terluka akibat

kecelakaan. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor mekanik di tempat kerja

antara lain adalah terbentur, tertusuk, tersayat, terjepit, tertekan, terjatuh,

terpeleset, terkilir, tertabrak, terbakar, terkena serpihan ledakan, tersiram, dan

tertelan. Sementara itu, risiko kecelakaan yang dapat timbul dari faktor mekanik

tersebut adalah cedera seperti luka, luka bakar, perdarahan, tulang patah, jaringan

robek, sesak napas, jantung berhenti berdetak, serta masuknya benda asing ke

dalam tubuh (khususnya mata), bila cedera yang ditimbulkan berat dapat

menimbulkan kematian.

b. Bising

Bising adalah bunya maupun suara-suara yang tidak dikeheendaki dan


13

dapat menggaggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menyebabkan gangguan

pendengaran (ketulian). Di tempat kerja, bising dapat timbul dari seluruh lokasi,

dari area produksi, area generator, area kompresor, area dapur, area umum seperti

di pasar dan stasiun, hingga di area perkantoran, dari suara mesin, suara benturan

alat, hingga suara gaduh manusia. Pekerja berisiko terpajan bising adalah mereka

yang bekerja di pabrik bermesin bising terutama di bagian produksi dan di bagian

perawatan mesin, pekerja sektor kendaraan umum, pekerja di bengkel, dan

lainnya.

c. Getar atau vibrasi

Getar dapat menimbulkan gangguan pendengaran, muskuloskeletal,

keseimbangan, white finger, dan hematuri mikroskopik akibat kerusakan saraf tepi

dan jaringan pembuluh darah. Getar dapat memajani seluruh tubuh (whole body

vibration) seperti pemotong rumput yang membawa mesin di punggungnya dan

pengemudi. Selain itu, ada jenis getar segmental yang memajani tangan dan

lengan, contohnya adalah di pabrik atau bengkel otomotif, pekerja berisiko

terpajan getar di tangannya adalah mereka yang menggunaan alat tangan getar

dan/ atau pneumatik perkusi, seperti saat melakukan tugas mengebor logam dan

memukul pelat baja.

d. Suhu ekstrem panas

Tekanan panas yang melebihi kemampuan adaptasi, dapat menimbulkan

heat cramp, heat exhaustion, dan heat stroke, kelainan kulit. Di lingkungan kerja,

tekanan panas (heat stress) dapat timbul akibat pajanan suhu ekstrem panas yang

bersumber dari peralatan maupun lokasi kerja tertentu.


14

e. Suhu ekstrem dingin

Pajanan suhu ekstrem dingin di lingkunag kerja, dapat menimbulkan

frostbite yang ditandai dengan bagian tubuh mati rasa di ujung jari atau daun

telinga, serta gejala hipotermia yaitu suhu tubuh di bawah 35°C dan dapat

mengancam jiwa. Pekerja yang berisiko terpajan bahaya suhu ekstrem dingin

adalah penyelam, pekerja di cold storage, di ruang panel yang menggunakan alat

elektronik dalam ssuhu ekstrem dingin, pekerja konstruksi, dan lainnya.

f. Cahaya

Cahaya yang kurang atau terlalu terang dapat merusak mata. Sering atau

terus menerus bekerja di bawah cahaya yang redup (insufisiensi) dalam jangka

pendek menimbulkan ketidaknyamanan pada mata (eye strain), berupa nyeri atau

kelelahan mata, sakit kepala, mengantuk, dan fatigue, dalam jangka panjang dapat

menimbulkan rabun dekat (myopia) atau mempercepat terjadinya rabun jauh pada

usia yang lebih muda (presbyopia). Selain itu, cahaya yang menyilaukan juga

dapat menimbulkan eye strain dan kelainan visus. Semua pekerja berpotensi

mengalami insufisiensi cahaya dalam bekerja bila tidak memerhatikan kecukupan

cahaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tertentu, terutama dalam melaksanakan

pekerjaan yang memerlukan cahaya yang cukup dan ketelitian tinggi. Sedangkan

pekerja berisiko terpajan silaunya cahaya contohnya pekerja yang menggunakan

visual display terminal seperi komputer dan televisi.

g. Tekanan

Tekanan hiperbarik adalah tekanan yang melebihi 1 atm/ BAR, sering

diialami oleh orang yang berada di bawah permukaan laut, semakin dalam
15

lokasinya semakin tinggi tekanannya. Efek dari tekanan hiperbarik adalah

barotitis dan barotrauma yang dapat menimbulkan kerusakan telinga tengah dan

paru. Pekerja berisiko terpajan tekanan hiperbarik adalah mereka yang beekerja di

bawah laut, seperti penyelam, pemelihara atau pengambil mutiara, pemelihara

kapal laut, tim penyelamat (rescue team), dan pekerja konstruksi baawah laut.

h. Radiasi pengion

Radiasi pengion antara lain adalah sinar alfa, sinar beta, sinar gamma,

sinar X, dan neutron. Pekerja berisiko terpajan radiasi pengion adalah mereka

yang bekerja dengan alat atau mesin yang menggunakan sinar yang memancarkan

radiasi pengion, seperti radiografer di bagian radiologi suatu klinik atau rumah

sakit, pekerja di laboratorium kimia, pembangkit listrik tenaga nuklir, dan lainnya.

Efek buruk dari radiasi pengion adalah efek genetik, karsinogenik, dan gangguan

perkembangan janin.

i. Radiasi bukan pengion (gelombang elektromagnetik)

Radiasi bukan pengion dapat menimbulkan kelainan kulit dan mata.

Radiasi bukan pengion merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dengan

gelombang yang panjang (>100 nm) dan berada dalam frekuensi rendah sehingga

pancaran energinya tidka cukup kuat untuk mengionisasi atom dari sel tubuh yang

dilaluinya. Contoh penghasil radiasi bukan pengion antara lain sinar inframerah

(infrared), microwave, ultra-sound, video display terminal (VDT), sinar

ultraviolet, ponsel dan sinar laser. Pekerja berisiko adalah mereka yang bekerja

dengan menggunakan atau lokasi kerjanya berdekatan dengan mesin atau

peralatan yang mengeluarkan gelombang elektromagnetik, misalnya tukang las,


16

operator telepon, operator VDT.

Faktor kimia. Berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat

luas spektrumnya, dari yang ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal, sampai yang

berat seperti kelainan organ hati dan saraf, gagal ginjal dan cacat fungsi paru,

bahkan menimbulkan kanker, cacat bawaan bagi janin yang dikandung oleh

pekerja yang terpajan, yang terberat adalah kematian. Bahan kimia dapat

merupakan suatu zat yang toksik yang tunggal atau berupa campuran senyawa

kimia toksik. Pekerja berisiko adalah mereka yang bekerja dengan menggunakan

bahan kimia. Bahan kimia yang ada di tempat kerja sangat beragam jenis maupun

bentuknya, yang paling sering digunakan dalam duni kerja dan dunia usaha adalah

sebagai berikut:

a. Logam berat

Banyak logam berat yang digunakan di berbagai tempat kerja, jarang

dalam bentuk murni namun dalam bentuk senyawa seperti timbal, merkuri,

kadmium, krom, cobalt, arsen, aluminium, berilium, nikel, dan mangan. Sebagai

contoh timbal banyak digunakan di industri baterai, kabel, insektisida, dan cat.

b. Solvent/ Pelarut organik

Pelarut organik adalah kelompok senyawa hidrokarbon (HC), seperti

hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, atau hidrokarbon bersubtitusi. Pelarut

organik yang banyak digunakan di industri antara lain adalah asam sulfat, asam

fosfat, benzena, toluena, xylena, formaldehid, aseton, tetraklorokarbon,

trikloretilen, alkohol, alkali, dan ester. Penggunaan pelarut organik sangat luas

hampir di semua bidang kegiatan manusia, sebagai contoh antara lain digunakan
17

untuk:

a) Melarutkan hidrokarbon lain seperti tar, lilin, minyak, dan bahan petrokimia

b) Memproduksi polimer dari monomer, misalnya monomer acrylamide

menghasilkan polimer acrylamide yang digunakan untuk penghancur

pengendapan di bidang waste dan water treatment

c) Membuat pupuk asam fosfat, pigment inorganik, serat tekstil buatan, bubur

kertas dari asam sulfat

d) Mengencerkan cat, tinta, perekat

e) Menghilangkan oli pada perlengkapan mesin

f) Mencuci pakaian cara kering (dry clean)

g) Sebagai bahan pemuti

h) Sebagai bahan pendukung dalam proses produksi di bidang farmasi

c. Gas dan uap

Gas dan uap di udara tempat kerja ada yang bersifat asphyxiants, iritasi

lokal, sensitisasi, dan yang toksik. Gas asphyxiants menimbulkan tubuh

kekurangan oksigen (normal 20%), ada dua jenis yang berbeda cara kerjanya,

yaitu gas simple asphyxiants dan gas chemical asphyxiants. Gas simple

asphyxiants menggantikan oksigen secara fisik, seperti karbon dioksida, nitrogen,

gas inert seperti helium, argon, neon; gas hidrokarbon alifatik dengan bobot

molekul rendah (C1 sampai dengan C4) seperti gas metana, etana, propana, dan

butana. Gas chemical asphyxiants melalui reaksi kimia atau menghambat

transportasi oksigen, seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, dan hidrogen

sulfida.
18

Faktor biologi. Berpotensi menimbulkan penyakit infeksi akibat kerja,

dari penyakit yang ringan seperti flu biasa sampai SAR bahkan HIV-AIDS bagi

pekerja kesehatan. Jenis mikroorganisme yang termasuk dalam golongan faktor

biologik serta pekerja berisiko terpajan antara lain virus (Hepatitis B/C, HIV),

bakteri (Tuberkulosis, Bruselosis, Leptospirosis), jamur (Coccidiomycosis,

Aktinomikosis), serta parasit (Hookworm, Malaria).

4. Bahaya ergonomik (ergonomic hazard)

Berupa faktor postur janggal, beban berlebih, durasi panjang, frekuensi

tinggi Bahaya ergonomik yang dimaksud terkait dengan kondisi pekerjaan dan

peralatan kerja yang digunakan oleh pekerja termasuk work station.

5. Bahaya pengorganisasian pekerjaan (work organization hazard) dan budaya

kerja (work culture hazard)

Contohnya adalah faktor stres kerja berupa beban kerja berlebih atau

pembagian pekerjaan yang tidak proporsional, budaya kerja sampai jauh malam

dan mengabaikan kehidupan sosial pekerja.

Menurut Ramli (2010), jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Bahaya Mekanis

Bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya

mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak.

Misalnya mesin gerinda, press, tempa, pengaduk, dan lain-lain, bahaya yang

bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong,

menempa, menjepit, menekan, dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini
19

dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong,

atau terkupas.

2. Bahaya Listrik

Merupakan sumber bahaya yang berasal dari energi listrik yang dapat

mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan

singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemkan bahaya listrik, baik dari jaringan

listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.

3. Bahaya Kimiawi

Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan

kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang

dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain:

a. Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun (toxic).

b. Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras,

cuka air aki, dan lainnya.

c. Kebakaran dan peledakan.

Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak

misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah,

premium, LPG, dan lainnya.

d. Polusi dan pencemaran lingkungan.

4. Bahaya Fisis

Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain:

a. Bising

b. Tekanan
20

c. Getaran

d. Suhu panas atau dingin

e. Cahaya atau penerangan

f. Radiasi dan bahan radioaktif, sinar ultra violet, atau infra merah

5. Bahaya Biologis

Di berbagai lingkungan terdapat bahaya yang bersumber dari unsur

biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari

aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi,

pertanian dan kimia, pertambangan, minyak dan gas bumi.

Menurut penelitian dalam Djati (2002) hampir 85% kecelakaan terjadi

disebabkan faktor manusia yang melakukan tindakan tidak aman. Tindakan tidak

aman ini dapat disebabkan oleh:

a. Karena tidak tahu

Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan

dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahaya yang ada.

b. Karena tidak mampu/tidak bias

Yang bersangkutan telah mengetahui cara kerja yang aman,

bahayabahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang terampil

dia melakukan kesalahan.

c. Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan peraturan-

peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi

karena tidak mau melaksanakan maka terjadi kecelakaan. Misalnya

tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman.


21

Beberapa prilaku yang tidak aman yang sering menyebabkan pekerja

celaka atau berpotensi untuk celaka sebagai penyebab tidak langsung dari suatu

kecelakaan kerja yang sering ditemukan dalam aktivitas pertambangan menurut

H.W. Heinrich dalam Suryani (2012), yaitu :

1. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak layak

2. Mengoperasikan peralatan tanpa perintah.

3. Menggunakan peralatan yang tidak layak.

4. Menggunakan peralatan yang telah rusak atau cacat.

5. Gagal memperingatkan pekerja dan peralatan.

6. tidak menggunakan alat pelindung diri.

7. Bekerja dengan posisi yang salah atau tidak aman.

8. Bermain-main, bersenda gurau.

9. Konsumsi alcohol.

10. Konsumsi obat-obatan.

Sumber informasi bahaya. Bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara

dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau kecelakaan yang pernah

terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di

lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri, data keselamatan bahan

(material safety data sheet).

Kecelakaan Kerja

Pengertian kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian

yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban

jiwa dan harta benda (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 03/Men/1998).
22

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Kecelakaan kerja

adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang

mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan

kerugian baik korban manusia maupun harta benda.

Secara umum kecelakaan kerja di industri dibagi menjadi dua kategori

yaitu: kecelakaan industri ( industrial accident), yaitu suatu kecelakaan yang

terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali. Dan

kecelakaan disalam perjalanan (comunity accident), yaitu kecelakaan yang terjadi

diluar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja (Tarwaka,

2014).

Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Suatu kecelakaan

kerja akan terjadi apabila terdap berbagai faktor penyebab secara bersama pada

suatu tempat kerja atau proses produksi. Dalam buku “Accident Prevention”,

Heinrich (1972) mengemukakan suatu teori yang selanjutnya dikenal dengan

“Teori Domino”. Dari teori tersebut digambarkan bahwa timbulnya suatu

kecelakaan kerja atau cidera disebabkan oleh 5 faktor penyebab yang secara

berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima

faktor tersebut adalah ( Tarwaka, 2014).

1. Domino Lingkungan

2. Domino Kebiasaan

3. Domino tindakan dan Kondisi Tidak Aman

4. Domino kecelakaan

5. Domino Cidera
23

Selanjutnya Heinrich menjelaskan bahwa untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja adalah cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau

memutus mata rantai domino tersebut (Tarwaka, 2014). Berdasarkan teori dari

Heinrich tersebut, Bird dan Germain (1986) memodifikasi teori domino dengan

menfleksibelkan kedalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab

akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian melibatkan 5 faktor

penyebab berentetan. Kelima faktor tersebut adalah :

1. Kurangnya pengawasan, faktor ini meliputi ketidak tersediaan program, standar

program, dan tidak terpenuhinya standar.

2. Sumber penyebab dasar, faktor ini meliputi faktor personal dan pekerjaan.

3. Penyebab kontak, faktor inimeliputi tindakan dan kondisi yang tidaksesuai

dengan standar.

4. Insiden, hal ini terjadi karena adanya kontak dengan energi atau bahan-bahan

berbahaya.

5. Kerugian, yaitu akibat rentetan faktor sebelumnya yang menyebabkan kerugian

pada manusia itu sendiri, harta benda atau properti dan proses produksi.

Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut jenis kecelakaan. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenis

kecelakaan, antara lain (Tarwaka, 2014) :

1. Terjatuh

2. Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja

3. Tersandung benda atau objek, terbentur benda, terjepit antara dua benda

4. Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan


24

5. Gerak-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan

6. Terpapar atau kontrak dengan benda panas atau suhu tinggi

7. Terkena arus listrik

8. Terpapar bahan-bahan berbahaya atau radiasi, dan lain-lain.

Menurut agen penyebab. Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut agen

penyebabnya, antara lain:

1. Mesin-mesin, seperti: mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin transmisi,

mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-mesin pertanian,

dan lain-lain.

2. Sarana alat angkat dan angkut, seperti: fork-lift, alat angkut kereta, alat angkut

beroda selain kereta, alat angkut diperairan, alat angkut di udara, dan lain-lain.

3. Peralatan - peralatan lain, seperti: bejana tekan, tanur atau dapur peleburan,

instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga,

perancah, dan lain-lain.

4. Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti: bahan mudah meledak, debu, gas,

cairan, bahan kimia, radiasi, dan lain-lain.

5. Lingkungan kerja, seperti: tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas

kebisingan tinggi, getaran, ruang dibawah tanah, dan lain-lain (Tarwaka, 2014).

Menurut jenis luka dan cidera. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenis

luka dan cideranya, antara lain:

1. Patah tulang

2. Keseleo atau dislokasi atau terkilir

3. Kenyerian otot dan kejang


25

4. Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya

5. Amputasi dan enukleasi

6. Luka tergires dan luka luar lainnya

7. Memar dan retak

8. Luka bakar

9. Keracunan akut

10. Aksfia atau sesak nafas

11. Efek terkena arus listrik

12. Efek terkena paparan radiasi

13. Luka pada banyak tempat bagian tubuh, dan lain-lain.

Menurut lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut

lokasi tubuh yang terluka antara lain:

1. Kepala, leher, badan, lengan, kaki, berbagai bagian tubuh

2. Luka umum, dan lain-lain.

Kerugian kecelakaan. Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian

yang besar, baik itu kerugian material dan fisik. Kerugian yang disebabkan oleh

kecelakaan kerja menurut Anizar (2009) antara lain :

1. Kerugian Ekonomi

Kerugian ekonomi akibat kecelakaan kerja meliputi :

(1) kerusakan alat atau mesin, bahan dan bangunan

(2) biaya pengobatan dan perawatan

(3) tunjangan kecelakaan

(4) jumlah produksi dan mutu berkurang


26

(5) Kompensasi kecelakaan

(6) penggantian tenaga kerja yang mengalami kecelakaan.

2. Kerugian Non Ekonomi

Kerugian non ekonomi akibat kecelakaan kerja meliputi

(1) penderiataan korban dan keluarga

(2) hilangnya waktu selama sakit, baik korban maupun pihak keluarga

(3) keterlambatan aktivitas akibat tenaga kerja lain berkerumun atau

berkumpul, sehingga aktivitas terhenti sementara

(4) hilangnya waktu kerja.

Pencegahan kecelakaan kerja. Pencegahan kecelakaan kerja adalah

upaya untuk mencari penyebab dari suatu kecelakaan dan bukan mencari siapa

yang salah. Dengan mengetahui dan mengenal penyebab kecelakaan maka dapat

disusun suatu rencana pencegahannya, yang mana hal ini merupakan program

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), yang pada hakekatnya merupakan

rumusan dari suatu strategi bagaimana menghilangkan atau mengendalikan

potensi bahaya yang sudah diketahui (Tarwaka, 2014).

Menurut Soehatman Ramli (2010), terdapat berbagai pendekatan dalam

pencegahan kecelakaan, antara lain:

1. Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber

energi yang mengalir mencapai penerima (receipent). Karena itu pendekatan

energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik, yaitu pengendalian pada sumber

bahaya, pengendalian pada jalan energi, dan pengendalian pada penerima.


27

2. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan

bahwa 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan

yang tidak aman. Karena itu, untuk mencegah kecelakaan kerja dilakukan

berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat.

3. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses

maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang

bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:

a. Rancang bangunan yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis

dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi atau peralatan

kerja.

b. Sistem penanganan pada perlatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan

dalam pengoperasian atau instalasi, misalnya tutup pengaman mesin, system

interlock, sitem alarm, system instrumentasi dan lain sebagainya.

4. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara,

antara lain;

a. Pengaturan waktu dan jam kerja, sehingga tingkat kelelahan dan paparan

bahaya dapat dikurangi.

b. Penyediaan alat keselamatan kerja.

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3.


28

d. Mengatur pola kerja, system produksi dan proses kerja (Ramli, 2010).

5. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor manajemen yang

tidak kondusif, sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Pendekatan

manajemen menurut Soehatman Ramli (2010), meliputi:

a. Menetapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

b. Mengembangkan Organisasi K3 yang efektif.

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk

manajemen tingkat atas.

Sedangkan menurut Anizar (2009), pendekatan manajemen meliputi:

a. Evaluasi pendahuluan tentang karakteristik perusahaan sebelum dimulai

oleh orang yang terlatih untuk mengidentifikasi potensi bahaya ditempat

kerja dan untuk membantu memilih cara perlindungan karyawan yang tepat

dilakukan oleh perusahaan.

b. Pemberian pelatihan untuk karyawan sebelum diijinkan bekerja yang dapat

berpotensi bahaya.

c. Pemeriksaan kesehatan setidaknya dilakukan secara berkala misalnya satu

tahun sekali dan pada saat karyawan berhenti bekerja.

d. Pemberian demonstrasi kepada karyawan tentang pentingnya Alat

Pelindung Diri.

6. Pelaksanaan house keeping yang baik.

7. Pemberian sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan, misalnya

karyawan yang tidak memakai APD.


29

8. Intensif kepada pekerja diberikan jika kecelakaan kerja dapat dikurangi

sehingga dana yang dianggarkan oleh perusahaan untuk biaya dampak akibat

kecelakaan dapat dialihkan untuk kesejahteraan pekerja.

Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya. Suatu proses untuk mengetahui adanya suatu bahaya

dan menentukan karakteristiknya.

Aktifitas yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya antara lain :

1. Berkonsultasi dengan pekerja mengenai masalah apa yang ditemukan dan

keadaan bahaya yang belum terdokumentasi.

2. Berkonsultasi dengan Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

3. Mempertimbangkan peralatan dan material yang digunakan pekerja.

4. Pemantauan lingkungan kerja.

Menurut Rijanto (2011), untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya khusus

yang berhubungan dengan pekerjaan, maka dapat dimulai dengan mencari

bahaya-bahaya. Untuk itu perlu dijawab beberapa pertanyaan tentang setiap

langkahnya:

1. Apakah ada bahaya terbentur, terpukul, atau lainnya yang membuat luka,

dengan suatu objek?

2. Dapatkah pekerja terjepit pada, atau diantara objek?

3. Apakah ada potensi untuk terpeleset, atau tersandung? Apakah pekerja dapat

terjatuh, pada lantai yang sama atau yang lain?

4. Apakah ada ketegangan karena mendorong, menarik, membungkuk, atau

memelintir?
30

5. Apakah lingkungan membahayakan keselamatan atau kesehatan? Contohnya,

apakah ada konsentrasi gas racun, uap, asap, debu, panas, atau radiasi?

Pengamatan terhadap pekerjaan harus diulang sesering mungkin sesuai

dengan kebutuhan sampai semua bahaya dan potensi kecelakaan teridentifikasi.

Kadang risiko timbul secara tidak tetap, dan kondisi yang menunjukkan risiko

yang sebenarnya mungkin tidak timbul saat dilakukan pengamatan. Untuk itu

pekerjapekerja dapat membantu menidentifikasi risiko-risiko berdasarkan

pengalaman mereka.

Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan identifikasi bahaya dan risiko

adalah melakukan penlaian setiap laporan survei dan/ atau inspeksi K3 atau

lingkungan yang berhubungan dengan lokasi. Sumber-sumber tambahan yang

mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko antara lain:

1. Analisis dan prosedur kerja yang dilaksanakan pada atau di dekat lokasi kerja.

2. Laporan kecelakaan/ insiden dari area umum di lokasi kerja.

3. Laporan pengamatan kerja.

4. Peraturan kerja khusus di lokasi.

5. Kebutuhan alat pelindung diri.

6. Gambar, skema atau diagram alir berkaitan dengan lokasi.

Tujuan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari

program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Identifikasi bahaya

memberikan berbagai manfaat antara lain:

a. Mengurangi peluang kecelakaan

Identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan, dengan


31

melakukannya maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu

kecelakaan dapat diketahui dan dihilangkan sehingga kecelakaan dapat ditekan.

b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan

pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktifitas perusahaan

sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi

perusahaan.

c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan

dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan skala prioritas

penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya

akan leih efektif.

d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam

perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan

demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko usaha yang

akan dilakukan (Ramli, 2010).

Teknik identifikasi bahaya. Menurut Ramli (2010), identifikasi bahaya

adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu

bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang

dapat diklasifikasikan atas:

1. Metoda pasif

2. Metoda semi proaktif

3. Metoda aktif

a. Teknik pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri


32

secara langsung. Cara ini bersifat primitif dan terlamat, karena langkah

pencegahan diambil setelah kecelakaan terjadi.

b. Teknik semi proaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita

tidak perlu mengalaminya sendiri. Namun teknik ini juga kurang efektif karena;

a) tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian

kecelakaan.

b) tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk

diambil sebagai pelajaran.

c) kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun

menimpa pihak lain.

Sejalan dengan hal ini, setiap sistem K3 mensyaratkan untuk melakukan

penyelidikan kecelakaan sebagai “lesson learning” agar kejadian serupa tidak

terulang kembali.

c. Teknik Proaktif

Metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau

mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang

merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan;

1) Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan

kecelakaan atau cedera.

2) Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan

mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan.

3) Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja setelah mengetahui dan


33

mengenal bahaya di tempat kerja.

4) Mencegah pemborosan, karena bahaya dapat menimbulkan kerugian. Dewasa

ini telah berkembang berbagai macam teknik identifikasi bahaya yang bersifat

proaktif antara lain:

1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi K3

2. Hazops (Hazard and Operability Study)

3. Analisa Keselamatan Pekerjaan (Job Safety Analysis-JSA)

4. Analisa Risiko Pekerjaan (Task Risk Analysis-TRA)

Pemilihan teknik identifikasi bahaya. Teknik identifikasi bahaya yang

digunakan harus sesuai, karena sangat menentukan efektivitas identifikasi bahaya

yang dilakukan. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan teknik

identifikasi bahaya yang tepat antara lain:

1) Sistematis dan terstruktur

2) Mendorong pemikiran kreatif tentang kemungkinan bahaya yang belum

pernah dikenal sebelumnya.

3) Harus sesuai dengan sifat dan skala kegiatan perusahaan.

4) Mempertimbangkan ketersediaan informasi yang diperlukan.

Sumber bahaya di tempat kerja dapat berasal dari unsur-unsur produksi

antara lain:

1. Manusia

2. Peralatan

3. Proses

4. Sistem dan Prosedur


34

a. Manusia

Manusia berperan menimbulkan bahaya di tempat kerja yaitu pada saat

melakukan aktivitasnya masing-masing.

b. Peralatan

Semua peralatan di tempat kerja seperti mesin, pesawat uap, alat angkut,

dan lainnya dapat menjadi sumer bahaya bagi manusia yang

menggunakannya.

c. Material

Material yang digunakan baik sebagai bahan baku, bahan antara atau hasil

produksi mengandung berbagai macam bahaya sesuai dengan sifat dan

karakteristik masing-masing.

d. Proses

Semua kegiatan dalam proses produksi mengandung bahaya baik bersifat

fisis atau kimia. Tekanan yang berlebihan atau temperatur yang terlalu

tinggi dapat menimbulkan bahaya peledakan atau kebakaran.

e. Sistem dan Prosedur

Secara langsung sistem dan prosedur tidak bersifat bahaya, namun dapat

mendorong timbulnya bahaya yang potensial.


35

Lain-lain
What If, Hazard Identification, dll
Proses
Hazard and Operability Study, Fault Tree Analysis,
What If, Preliminary Hazard Analysis

Manusia
Job Safety Analysis, Task Risk Analysis
Sistem dan Prosedur
Job Safety Analysis, What If, dll

Peralatan/Teknis
Failure Mode and Effect Analysis,
What If

Gambar 1. Program identifikasi bahaya sesuai dalam kegiatan perusahaan


mampu menjangkau seluruh potensi bahaya.

Hazards and Operability Study (HAZOPS)

Pengertian HAZOPS. The Hazard and Operability Study (HAZOPS)

adalah standar teknik analisis bahaya yang digunakan dalam persiapan penetapan

keamanan dalam suatu sistem baru atau modifikasi untuk suatu keberadaan

potensi bahaya atau masalah operabilitynya. HAZOPS adalah suatu metode

identifikasi bahaya yang sistematis teliti dan terstruktur untuk mengidentifikasi

berbagai permasalahan yang menganggu jalanya proses dan risiko yang terdapat

pada suatu peralatan yang dapat menimbulkan risiko merugikan bagi manusia/

fasilitas pada sistem. Dengan kata lain metode ini digunakan sebagai upaya

pencegahan sehingga proses yang berlangsung dalam suatu sistem dapat berjalan

lancar dan aman (Juliana, 2008).


36

Menurut Ramli (2010), teknik HAZOPS merupakan sistem yang sangat

terstruktur dan sistematis sehingga dapat menghasilkan kajian yang komprehensif.

Kajian HAZOPS juga bersifat multi disiplin sehingga hasil kajian akan lebih

mendalam dan rinci karena telah ditinjau dari berbagai latar belakang disiplin dan

keahlian. Metode ini sangat membantu tindakan perbaikan dan pencegahan yang

mungkin dapat digabungkan kedalam suatu sistem.

Tujuan penggunaan HAZOPS. Tujuan penggunaan HAZOPS sendiri

adalah untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara

sistematis untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat mendorong

kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. HAZOPS secara

sistematis mengidentifikasi setiap kemungkinan penyimpangan (deviation) dari

kondisi operasi yang telah ditetapkan dari suatu plant, mencari berbagai faktor

penyebab (cause) yang memungkinkan timbulnya kondisi abnormal tersebut, dan

menentukan konsekuensi yang merugikan sebagai akibat terjadinya

penyimpangan serta memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat dilakukan

untuk mengurangi dampak dari potensi risiko yang telah berhasil diidentifikasi

(Munawir, 2010).

Konsep HAZOPS istilah terminologi yang dipakai untuk mempermudah

pelaksanaan HAZOPS antara lain sebagai berikut:

1. Proses

Proses apa yang sedang terjadi atau lokasi dimana proses tersebut berlangsung.

2. Sumber Hazard

Sumber bahaya (hazard) yang ditemukan di lapangan.


37

3. Deviation (Penyimpangan)

Hal-hal apa saja yang berpotensi untuk menimbulkan risiko.

4. Cause (Penyebab)

Adalah sesuatu yang kemungkinan besar akan mengakibatkan penyimpangan.

5. Consequence (Akibat/ Konsekuensi)

Akibat dari deviation yang terjadi yang harus diterima oleh system.

6. Action (Tindakan)

Tindakan dibagi menjadi dua kelompok yaitu tindakan yang mengurangi atau

menghilangkan akibat (konsekuensi). Sedangkan apa yang terlebih dahulu

diputuskan hal ini tidak selalu memungkinkan terutama ketika berhadapan

dengan kerusakan peralatan. Namun, pada awalnya selalu diusahakan untuk

menyingkirkan penyebabnya dan hanya di bagian mana perlu mengurangi

konsekuensi.

7. Severity

Merupakan tingkat keparahan yang diperkirakan dapat terjadi.

8. Likelihood

Adalah kemungkinan terjadinya konsekuensi dengan sistem pengaman yang

ada.

9. Risk

Risk atau risiko merupakan nilai risiko yang didapatkan dari kombinasi

kemungkinan likelihood dan severity


38

Kosakata yang digunakan dalam HAZOPS

Tabel 1

Kosakata yang digunakan dalam HAZOPS

Kosa Kata Penjelasan


Node Titik/ bagian dari proses yang
ditentukan sebagai objek analisa
Guide Word Kata-kata singkat yang digunakan
untuk membantu mengarahkan
jalannya diskusi pada saat
meninjau suatu parameter proses.
Contoh: no, more, less, low, high,
part of, dan lain-lain.
Parameter Rujukan/ ukuran proses tertentu
yang ditinjau. Misal : temperature,
presure, flow, dll
Deviation Penyimpangan proses yang
seharusnya (penggabungan dari
guide word dan parameter).
Cause Alasan yang dikemukakan
mengapa suatu penyimpangan
dapat terjadi.penyimpangan.
Akibat atau konsekuensi yang
Consequence dihasilkan jika terjadi
penyimpangan.
Peralatan dan instrumen yang
Safe Guard ditambahkan untuk tujuan
pengendalian dan pengamanan
serta sistem yang dibuat secara
administratif untuk mencegah
suatu penyimpangan terjadi.
Recomendation Recomendasi untuk perubahan
desain, prosedur operasi atau
untuk studi lebih lanjut.
39

Proses Kajian HAZOPS


Persiapan
Persiapan

Bentuk Tim

Pilih Node
Kumpulkan Data

Proses Data
Pilih Parameter

Kajian Rancangan

Gunakan Kata Bantu

Analisa Deviasi Kajian Rancangan

Kajian Rancangan

Laporan pemantauan
Kajian Rancangan

Kajian Rancangan
Gambar 2. Proses kajian HAZOPS

Kajian HAZOPS dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan

Sebagai langkah persiapan antara lain menentukan objektif kajian. Apakah

untuk kajian suatu proyek baru, modifikasi, atau untuk tujuan lainnya. Tentukan

unit proses yang dikaji. Kajian HAZOPS bersifat multidisiplin misalnya dari

fungsi teknis, operasi, proses, listrik, instrumen, safety, dan lainnya. Langkah

berikutnya adalah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk suatu kajian

Hazops antara lain gambar P&ID (Process &Instrumentation Diagram), PFD


40

(Process Flow Diagram), gambar teknis dan data lainnya mengenai unit yang

akan dievaluasi.

2. Pemilihan node/ kajian

Titik kajian dalam teknik HAZOPS disebut node. Pemilihan titik kajian ini

tergantung keahlian dan pengalaman tim kajian. Bagi tim pemula, pilihlah kajian

yang tidak terlalu luas dan sederhana.

3. Pemilihan parameter

Berdasarkan node yang telah dipilih tersebut, tim menentukan apa saja

parameter yang berkaitan dengan node terkait. Misalnya pada titik node pompa

air, ada parameter aliran, tekanan, dan suhu.

4. Penggunaan kata bantu HAZOPS

Semua parameter yang diketahui tersebut dikaji secara mendalam dengan

menggunakan kata bantu yang dikombinasikan dengan parameter yang ada.

Misalnya apakah ada kemungkinan no-flow pada pompa?

5. Analisa Deviasi

Jika deviasi sudah diperoleh lakukan kajian lebih rinci yang berkaitan

potensi bahaya. Apa saja bahaya yang ada jika terjadi no-flow pada pompa. Apa

penyebab terjadinya no-flow tersebut dan apa konsekuensinya terhadap sistem

operasi.

6. Laporan dan pemantauan

Langkah berikutnya dari HAZOPS salah membuat laporan tentang hasil

kajian. Laporan ini akan digunakan untuk meningkatkan sistem, prosedur, sarana,

dan kondisi, operasi yang ada. Sebagai langkah terakhir adalah melakukan
41

pemantauan apakah rekomendasi tersebut telah dijalankan dan apakah hasilnya

telah efektif untuk mengendalikan risiko sebagaimana yang diharapkan.

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahapan pengumpulan dan

pengolahan data adalah sebagai berikut (Ashfal, 2010):

1. Mengetahui urutan proses yang ada pada proses produksi.

2. Mengidentifikasi adanya potensi bahaya pada area produksi dari proses awal

sampai proses akhir dengan mengamati adanya segala penyimpangan yang

terjadi sehingga mampu menyebabkan kecelakaan kerja dilakukan dengan cara

observasi lapangan secara langsung.

3. Melengkapi kriteria yang ada pada HAZOPS worksheet dengan urutan sebagai

berikut:

a. Pemilihan node atau suatu lokasi yang dievaluasi.

b. Mengklasifikasikan risiko yang ditemukan (sumber risiko dan frekuensi

temuan potensi bahaya).

c. Mendeskripsikan deviation atau penyimpangan yang terjadi selama proses

operasi.

d. Mendeskripsikan penyebab terjadinya (cause).

e. Mendeskripsikan yang dapat ditimbulkan dari penyimpangan tersebut

(consequences).

f. Menentukan action atau tindakan sementara yang dapat dilakukan.

4. Analisis dan pembahasan, dengan menjabarkan sumber-sumber dan akar

penyebab dari permasalahan yang mengakibatkan kecelakaan kerja maupun

gangguan proses itu terjadi.


42

Proyek Konstruksi

Pengertian proyek konstruksi. Ferdy dan Yudi (2008) menjelaskan

defenisi Industri Konstruksi merupakan lapangan pekerjaan yang memiliki potensi

bahaya dan risiko kecelakaan kerja, yang mana kecelakaan kerja ini juga dapat

menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan juga kontraktor. Pekerja konstruksi

sangat berbeda karakteristiknya dengan pekerja di sektor industri atau pekerjaan

formal lainnya. Salah satu karakteristik pekerja konstruksi adalah mobilitasnya

yang sangat tinggi dan cenderung tidak terikat dalam satu perusahaan tertentu.

Menurut Gould (2002) mendefinisikan proyek konstruksi sebagai suatu

kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan

sumber daya baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Proyek konstruksi

dilakukan secara detail dan tidak berulang.

Karakteristik proyek konstruksi. Karakteristik proyek konstruksi dapat

dipandang dalam tiga dimensi, yaitu unik, melibatkan sejumlah sumber daya dan

membutuhkan organisasi. Kemudian, proses penyelesaiannya harus berpegang

pada tiga kendala (triple constraint), yaitu sesuai spesifikasi mutu yang ditetapkan,

sesuai time schedule, dan biaya yang direncanakan. Ketiganya diselesaikan secara

simultan (Ervianto,2004).

Ciri pokok dari proyek adalah:

1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.

2. Jumlah biaya, kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan di atas telah

ditentukan.
43

3. Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah

ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu.

4. Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang-

ulang, sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik (tidak identik

tapi sejenis).

5. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.

Kategori proyek konstruksi. Proyek Konstruksi sendiri secara umum

dibagi menjadi empat kategori ( Edi Nugroho, 2001):

1. Residential Construction

Pembangunan rumah tinggal, kantor, apartemen, dll.

2. Building Construction

Pembangunan bangunan non residensial seperti bangunan komersial, rumah

ibadah, dll.

3. Heavy Engineering Construction

Pembangunan bangunan berat seperti power plant, jembatan, jalan, pengontrol

banjir, irigasi, dll.

4. Industri Construction

Pembangunan bangunan yang berbasis industri seperti bangunan pabrik, kilang

minyak, dll.

Proyek Underpass

Proyek pembangunan Underpass merupakan bagian dari proyek

konstruksi dengan kategori Heavy Engineering Construction dimana

pembangunannya terdiri atas konstruksi jembatan layang (fly over) dan konstruksi
44

terowongan (Underpass).

Tahapan Pelaksanaan proyek underpass ( PT. Hutama Karya, 2018):

1. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan terdiri dari persiapan beton, persiapan besi, persiapan alat

yaitu Excavator tipe Bachoe, Crane, Macine Bore Soilmac, Auger (untuk

mengebor lapisan keras), Cleaning Bucked, casing.

2. Pekerjaan Bore Pile

Pekerjaan bore pile dimulai dari proses leveling yaitu untuk menentukan titik

yang akan di bore. Kemudian pekerjaan bore pile dimulai dari penggalian

tanah menggunakan bore dengan alat machine bore auger, pembuangan tanah

yang di bore menggunakan cleaning bucked, pemasangan tulangan pile,

pengecoran mortar.

3. Pekerjaan Underpass terbuka

Pekerjaan underpass terbuka dimulai dari leveling yaitu untuk menentukan

daerah atau titik yang akan dikerjakan, penggalian tanah menggunakan

backhoe, kemudian pekerjaan dinding dimulai dari perakitan besi,

pemasangan bekisting, pengecoran mortar, pekerjaan rijid.

4. Pekerjaan struktur pelat/ underpass tertutup

a. Penghancuran aspal jalan

Penghancuran aspal jalan lama menggunakan jack hummer

b. Penggalian tanah

Penggalian tanah di kerjakan di area terowongan pelat underpass

menggunakan alat berat Excavator tipe Bachoe.


45

c. Pemadatan

Daerah yang digali kembali diratakan dan dipadatkan sesuai dengan

elevasi yang ditentukan dengan alat berat Roller

d. Pemotongan beton pile

Titik beton pile kembali digali bersamaan dengan tanah daerah pelat

jembatan. Kemudian ujung tiang pile dihancurkan menggunakan jack

hummer.

e. Pemasangan Bekisting

Setelah tanah dipadatkan maka dibuat cetakan berupa plastik yang

diletakkan diatas tanah untuk menghindari agar air semen tidak meresap

kedalam tanah.

f. Pemasangan besi tulangan

Meletakkan beton decking/ tahu sebagai penopang besi agar tidak

langsung bersentuhan dengan plastik. Kemudian besi tulangan dirakit

dengan di ikat menggunakan kawat.

g. Pengecoran

Setelah seluruh tulangan dipasang dan diikat maka dilakukan pengecoran

dengan menuangkan mortar yang di angkut dari truk readymix ke dalam

cetakan.

Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yonathan, dkk tentang Kecelakaan

Kerja dan Analisis Penerapan Peraturan Keselamatan Kerja Pekerja Galian Tanah

pada Proyek Konstruksi di Surabaya menunjukkan bahwa kecelakaan kerja pada


46

pekerjaan galian tanah yang paling sering terjadi adalah terperosok kedalam

galian dengan jumlah frekuensi sebesar 74 responden yang disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain: penerangan yang kurang dalam galian (32 responden),

sistem proteksi yang kurang memadai (31 responden) dan rambu – rambu/

peringatan bahya yang tidak memadai (29 responden).

Penelitian tentang Analisa Potensi Bahaya dan Upaya Pengendalian

Kecelakan Kerja Pada Proses Penambangan Batu Adesit di PT. Dempo Bangun

Mitra dengan menggunakan HAZOPS sebagai metode analisa oleh M. Ihsan, dkk

diperoleh hasil penelitian dengan “sikap kerja” sebagai sumber hazard ada

penyimpangan yang terjadi yaitu pekerja bertindak tidak aman atau melakukan

pekerjaan tidak sesuai dengan SOP, pekerja tidak menggunakan APD saat

bekerja, APD tersebut disesuaikan dengan area kerja masing – masing. Jenis APD

seperti sefty helmet, safety gogles, massker, ear plug, safety gloves, safety shoes,

dan safety harness.Sebagai cause atau penyebab dari penyimpagan tersebut

adalah kurang displinnya pekerja dalam mengikuti SOP yang ada. Rendahnya

kesadaran dan pengetahuan akan keselamatan kerja yang disebabkan oleh kurang

maksimalnya pelaksanaan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3)

tentang penggunaan APD. Konsekuensi yang dialami pekerja bila pekerja

bertindak tidak aman dan tidak menggunakan APD adalah kepala terbentur,

anggota tubuh terluka, terjepit, gangguan pernafasan, gangguan penglihatan,

gangguan pendengaran, terjatuh dari ketinggian dan meninggal dunia. Tindakan

yang dapat dilakukan segera mengatasi sumber hazard adalah membuat visual

display untuk mengingatkan pekerja agar selalu menggunakan APD, membuat


47

prosedur kerja yang baik, melakukan pelatihan K3 kepada para pekerja secara

menyeluruh.

Landasan Teori

Menurut Kurniawidjaja (2010), bahaya kesehatan di tempat kerja dapat

berasal dari semua komponen kerja berupa:

1. Bahaya tubuh pekerja (somatic hazard)

Bahaya tubuh pekerja, merupakan bahaya yang berassal dari dalam tubuh

pekerja yaitu kapasitas kerja dan status kesehatan pekerja.

2. Bahaya perilaku kesehatan (behavioral hazard)

Bahaya perilaku kesehatan yaitu bahaya yang terkait dengan perilaku

kerja.

3. Bahaya lingkungan kerja (environmental hazard)

Bahaya lingkungan kerja berupa faktor fisik, kimia, dan biologi Bahaya

lingkungan kerja dapat berupa faktor fisik, kimia, biologi berpotensi

menimbulkan gangguan kesehatan bila kadarnya atau intensitas pajanannya tinggi

melampaui toleransi kemampuan tubuh pekerja (efek kesehatannya masuk

kedalam penyakit akibat kerja).

Faktor fisik. Berpotensi menimbulkan Penyakit Akibat Kerja (PAK), dari

penyakit yang ringan sampai yang berat. Jenis bahaya yang termasuk dalam

golongan faktor fisik serta pekerja berisiko terpajan antara lain:

a. Bahaya mekanik

Bahaya mekanik dapat menimbulkan risiko trauma atau terluka akibat

kecelakaan. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor mekanik di tempat kerja


48

antara lain adalah terbentur, tertusuk, tersayat, terjepit, tertekan, terjatuh,

terpeleset, terkilir, tertabrak, terbakar, terkena serpihan ledakan, tersiram, dan

tertelan. Sementara itu, risiko kecelakaan yang dapat timbul dari faktor mekanik

tersebut adalah cedera seperti luka, luka bakar, perdarahan, tulang patah, jaringan

robek, sesak napas, jantung berhenti berdetak, serta masuknya benda asing ke

dalam tubuh (khususnya mata), bila cedera yang ditimbulkan berat dapat

menimbulkan kematian.

b. Bising

Bising adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan dapat

menggaggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menyebabkan gangguan

pendengaran (ketulian). Di tempat kerja, bising dapat timbul dari seluruh lokasi,

dari area produksi, area generator, area kompresor, area dapur, area umum seperti

di pasar dan stasiun, hingga di area perkantoran, dari suara mesin, suara benturan

alat, hingga suara gaduh manusia.

c. Getar atau vibrasi

Getar dapat menimbulkan gangguan pendengaran, muskuloskeletal,

keseimbangan, white finger, dan hematuri mikroskopik akibat kerusakan saraf tepi

dan jaringan pembuluh darah. Getar dapat memajani seluruh tubuh (whole body

vibration) seperti pemotong rumput yang membawa mesin di punggungnya dan

pengemudi.

d. Suhu ekstrem panas

Tekanan panas yang melebihi kemampuan adaptasi, dapat menimbulkan

heat cramp, heat exhaustion, dan heat stroke, kelainan kulit. Di lingkungan kerja,
49

tekanan panas (heat stress) dapat timbul akibat pajanan suhu ekstrem panas yang

bersumber dari peralatan maupun lokasi kerja tertentu.

e. Suhu ekstrem dingin

Pekerja yang berisiko terpajan bahaya suhu ekstrem dingin adalah

penyelam, pekerja di cold storage, di ruang panel yang menggunakan alat

elektronik dalam ssuhu ekstrem dingin, pekerja konstruksi, dan lainnya.

f. Cahaya

Cahaya yang kurang atau terlalu terang dapat merusak mata. Sering atau

terus menerus bekerja di bawah cahaya yang redup (insufisiensi) dalam jangka

pendek menimbulkan ketidaknyamanan pada mata (eye strain), berupa nyeri atau

kelelahan mata, sakit kepala, mengantuk, dan fatigue, dalam jangka panjang dapat

menimbulkan rabun dekat (myopia) atau mempercepat terjadinya rabun jauh pada

usia yang lebih muda (presbyopia). Selain itu, cahaya yang menyilaukan juga

dapat menimbulkan eye strain dan kelainan visus.

g. Tekanan

Tekanan hiperbarik adalah tekanan yang melebihi 1 atm/ BAR, sering

diialami oleh orang yang berada di bawah permukaan laut, semakin dalam

lokasinya semakin tinggi tekanannya. Pekerja berisiko terpajan tekanan hiperbarik

adalah mereka yang bekerja di bawah laut, seperti penyelam, pemelihara atau

pengambil mutiara, pemelihara kapal laut, tim penyelamat (rescue team), dan

pekerja konstruksi baawah laut.

h. Radiasi pengion

i. Radiasi bukan pengion (gelombang elektromagnetik)


50

Radiasi bukan pengion dapat menimbulkan kelainan kulit dan mata.

Radiasi bukan pengion merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dengan

gelombang yang panjang (>100 nm) dan berada dalam frekuensi rendah sehingga

pancaran energinya tidka cukup kuat untuk mengionisasi atom dari sel tubuh yang

dilaluinya.

Faktor kimia. Berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat

luas spektrumnya, dari yang ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal, sampai yang

berat seperti kelainan organ hati dan saraf, gagal ginjal dan cacat fungsi paru,

bahkan menimbulkan kanker, cacat bawaan bagi janin yang dikandung oleh

pekerja yang terpajan, yang terberat adalah kematian.

c. Gas dan uap

Gas dan uap di udara tempat kerja ada yang bersifat asphyxiants, iritasi

lokal, sensitisasi, dan yang toksik.

Faktor biologi. Berpotensi menimbulkan penyakit infeksi akibat kerja,

dari penyakit yang ringan seperti flu biasa sampai SAR bahkan HIV-AIDS bagi

pekerja kesehatan. Jenis mikroorganisme yang termasuk dalam golongan faktor

biologik serta pekerja berisiko terpajan antara lain virus (Hepatitis B/C, HIV),

bakteri (Tuberkulosis, Bruselosis, Leptospirosis), jamur (Coccidiomycosis,

Aktinomikosis), serta parasit (Hookworm, Malaria).

4. Bahaya ergonomik (ergonomic hazard)

Berupa faktor postur janggal, beban berlebih, durasi panjang, frekuensi

tinggi Bahaya ergonomik yang dimaksud terkait dengan kondisi pekerjaan dan

peralatan kerja yang digunakan oleh pekerja termasuk work station.


51

5. Bahaya pengorganisasian pekerjaan (work organization hazard) dan budaya

kerja (work culture hazard)

Contohnya adalah faktor stres kerja berupa beban kerja berlebih atau

pembagian pekerjaan yang tidak proporsional, budaya kerja sampai jauh malam

dan mengabaikan kehidupan sosial pekerja.


52

Analisis Potensi Bahaya

HAZOPS Worksheet

Titik Kajian/ Node

Pengahancuran Penggalian tanah Pemadatan tanah Pemotongan Pemsangan Pemasangan pengecoran


aspal beton pile bekisting besi tulangan

• Lingkungan Fisik
Sumber Bahaya/ • Lingkungan
Hazard Kimia
• Mekanik
• Sikap Pekerja

Deviation Cause Consequences Action

Gambar 3. Kerangka berpikir


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan wawancara

mendalam terhadap informan agar diketahui secara jelas dan lebih mendalam

tentang analisis potensi bahaya pada pekerja proyek underpass titikuning PT.

Hutama Karya dengan menggunakan pendekatan HAZOPS .

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di Proyek Underpass PT.

Hutama Karya di Titi Kuning Medan.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2018 s/d

Februari 2019

Objek dan Informan penelitian

Objek penelitian. Objek yang diteliti adalah potensi bahaya pada tahapan

pengerjaan struktur pelat/ underpass tertutup yang terdiri dari tujug proses yaitu

pemotongan penghancuran aspal jalan, penggalian tanah, pemadatan tanah,

pemotongan beton pile, pemasangan bekisting, pemasangan besi tulangan,

pengecoran.

Informan penelitian. Informan utama pada penelitian ini ditentukan

dengan metode purposive sampling. Pemilihan dilakukan secara langsung melalui

pertimbangan – pertimbangan yang ditentukan peneliti sesuai dengan tujuan dan

masalah penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Supervisor sebagai

penanggungjawab dan pengawas pekerjaan di proyek tersebut berjumlah empat

orang dan satu orang HSE sebagai penanggungjawab K3 dilapangan.

53
54

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi, wawancara yang

kemudian hasilnya akan dimasukkan ke HAZOPS worksheet yang diaplikasikan

pada setiap proses kerja yang terdiri dari lima titik kajian yaitu pemotongan aspal

jalan, penghancuran aspal jalan, penggalian tanah, pemotongan beton pile,

pekerjaan pelat jembatan/ pengecoran.

Definisi Konsep

1. Hazard and Operability Study: suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa

masalah-masalah keselamatan yang sistematis, berdasarkan pendekatan

sistemik kearah penilaian keselamatandan proses pengoperasian peralatan yang

kompleks, atau proses produksi.

2. Penghancuran aspal jalan: Pekerjaan dengan menghancurkan aspal yang lama

di lokasi pelat lantai jembatan yang ditentukan dengan menggunakan jack

hammer.

3. Penggalian Tanah: Pekerjaan yang dilakukan dengan menggali lubang besar

ditanah pada lokasi pelat lantai jembatan terowongan dengan mengguankan

alat berat berupa Excavator.

4. Pemadatan tanah: Pekerjaan dengan memadatkan tanah yang akan di cor

dengan menggunakan Roller sebagai alat berat untuk memadatkan tanah.

5. Pemotongan beton pile: Pekerjaan dengan menghancurkan beton disekitar

kawat bore pile yang sudah pernah terpasang dengan menggunakan jack

hummer.
55

6. Pemasangan bekisting: Pekerjaan dengan merakit balok kayu dan triplek yang

berfungsi sebagai cetakan pengecoran pelat underpass

7. Pemasangan besi tulangan: Pekerjaan dengan merakit besi yang sudah di

pabrikasi dan dipasang ke atas bekisting untuk memperkuat beton yang di cor.

8. Pengecoran : Pekerjaan memasukkan material atau mortar dengan metode

langsung dituangkan kecetakan yang sudah dipasang besi tulangan.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan

wawancara langsung pada proses kerja dan dokumentasi. Peneliti melakukan

wawancara mendalam kepada informan dengan cara bertanya kepada informan

penelitian.

Data sekunder. Data Sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada peneliti. Data diperoleh tanpa melalui pengukuran

langsung tetapi diperoleh langsung dari perusahaan. Data sekunder diperoleh dari

data dan studi literatur terkait potensi bahaya dan metode HAZOPS serta

dokumen PT. Hutama Karya berupa data proses kerja pada tahapan pekerjaan

struktur pelat/ underpass tertutup.

Keabsahan data. Pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini

menggunakan teknik triangulasi. Menurut Sugiyono (2012), triangulsi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Teknik triangulasi

dapat dilakukan dengan cara:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara


56

2. Membandingkan apa yang dikatakan informan satu dengan informan

lainnya

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan( Lexy, 2016).

Teknik triangulasi dalam pengumpulan data dibedakan menjadi dua, yaitu

triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik merupakan teknik

pengumpulan data dengan menggunakan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama, sedangkan triangulasi sumber

merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti menggunkaan teknik yang

sama untuk mendapatkan data dari sumber yang berbea ( Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data mengenai analisis

potensi bahaya pada pekerja proyek underpass Titikuning , peneliti menggunakan

triangulasi teknik yang berupa pengamatan ( observasi, wawancara dan analisis

dokumen), serta triangulasi sumber yang diperoleh dari informan.

Metode Analisis Data

Analisis data. Merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis

data dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke

dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun

kedalam pola, memilih yang penting, dan membuat kesimpulan yang mudah

dipahami ( Sugiyono, 2012).

Analisi data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung dan setelah pengumpulan data dalam periode waktu tertentu.

Pada saat wawancara, analisis data sudah dilakukan terhadap jawaban yang
57

diberikan oleh informan. Apabila jawaban informan telah dianalisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai ke tahap

tertentu, sehingga diperoleh data yang dianggap kredibel ( Sugiyono, 2012)

Analisi data yang pada penelitian ini menggunakan analisis domain.

Analisis data dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan

berperanserat/ wawancara atau pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan

lapangan, yang dapat dilihat dibuku lampiran (Lexy, 2006).

Analisis domain digunkaan untuk mengklasifikasikan tentang hal-hal yang

tercakup dan menemukan domain-domain dari data yang terkumpul dari

wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan peneliti.

Unit analis data. Sesuatu yang berkaitan dengan fokus/ komponen yang

diteliti. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi,

benda, dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya, unit analisis

yang berupa lembaga atau organisasi dapat berupa organisasi dalam skala kecil/

terbatas.

1. Tentukan titik kajian/ node

Titik kajian/ node ditentukan dengan cara menetapkan proses kerja proyek

Underpass Titikuning PT. Hutama Karya.

2. Tentukan sumber hazard/ bahaya

Sumber bahaya ditentukan berdasarkan bahaya sikap pekerja, bahaya

lingkungan kerja fisik, bahaya lingkungan kimia, bahaya mekanik.

3. Tentukan deviation/ penyimpangan


58

Ditentukan dengan cara melihat hal-hal yang tidak sesuai dengan proses

kerja yang seharusnya.

4. Tentukan Cause/ penyebab

Ditentukan dengan menganalisis kemungkinan yang menyebabkan ketidak

sesuaian dengan proses kerja.

5. Tentukan Consequences/ konsekuensi

Ditentukan dengan menetapkan dampak yang bmungkin muncul apabila

penyebab tidak diselesaikan.

6. Tentukan Action/ tindakan

Solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan penyebab dengan mengurangi

atau menghilangkan dampak.

Kemudian dideskripsikan dan disajikan dalam bentuk lembar kerja

HAZOPS yang telah di modifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitia


Hasil Penelitian dan Pembahasan

Profil Perusahaan

PT. Hutama karya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

bergerak dibidang konstruksi serta penyedia jalan tol.

PT. Hutama Karya memiliki visi “ Indonesia Most Valuble Infrastructure

Developer ( Pengembangunan infrastruktur terkemuka di indonesia)”. Untuk

mewujudkan visi tersebut PT. Hutama Karya sebagai perusahaan yang

bertanggungjawab memiliki misi:

1. Menyukseskan mandat pemerintah untuk membangun dan

mengembangkan mandat pemerintah untuk membangun Jalan Tol Trans

Sumatera.

2. Mengembangkan multi-bisnis berbasis infrastruktur melalui usaha

investasi, jasa, konstruksi, dan manufaktur yang dapat memberikan nilai

tambah premium pada korporasi dan dalam rangka mempercepat

pertumbuhan perekonomian Indonesia.

3. Membangun kapasitas dan kapabilitas korporasi yang berkesinambungan

melalui pemantapan Human capital dan peningkatan financial capital

Gambaran Proyek Underpass

Underpass adalah jalan tembusan dibawah permukaan atau jalan

terowongan yang biasanya digunakan untuk lalulintas.

Underpass yang berada di Jl. Brigjen Katamso kota Medan, yang sudah

selesai dikerjakan merupakan proyek pembangunan Underpass pertama di

Provinsi Sumatera Utara. Jalan bawah tanah ini diharapkan dapat mengurangi

59
60

kemacetan disalah satu jalan utama kota Medan tersebut. Proyek yang sudah

dimulai sejak tahun 2016 ini sempat terkendala karena banyaknya utilitas yang

harus dipindahkan disekitar lahan proyek.

Underpass pada umumnya di bagi atas dua bagian pada proses

pembangunannya yaitu underpass terbuka dan underpass tertutup. Spesifikasi

pembangunan underpass Titikuning adalah dengan panjang underpass 400 meter

dengan rincian underpass tertutup 43 meter, underpass terbuka sisi timur 215

meter, underpass terbuka sisi barat 156 meter, underpass titikuning memiliki

tinggi 6,5 meter dan lebar 20 meter.

Penelitian ini, peneliti lebih fokus meneliti pembangunan underpass tertutup

karena periode pembangunan yang dilakukan bersamaan dengan waktu penelitian

yaitu bulan Desember 2018 sampai dengan Februari 2019.

Proses Pembangunan Underpass Tertutup Titikuning PT. Hutama Karya

Penghancuran aspal. Tahapan penghancuran aspal di mulai dari

mempersiapkan alat excavator, mata hummer dan sekop. Peralatan akan diangkat

dan dibawa ke area lokasi penghancuran aspal, untuk alat berat excavator seorang

operator akan mengoperasikan alat ke aea kerja. Setelah alat sampai, maka mata

hummer yang terbuat dari baja dengan ukuran panjang sekitar 1 meter akan

dipasangkan ke alat berat excavator dengan baut sebagai pengunci, baut harus

dikunci dengan ketat agar mata hummer tidak lepas. Kemudian proses

penghancuran akan dimulai dengan mengoperasikan excavator, mata hummer

akan bergerak naik turun dengan tekanan pukulan yang kuat terhadap aspal.

Setelah sebagian aspal hancur, pekerja lain akan membersihkan atau menggeser
61

aspal yang sudah hancur ke tempat lain dengan menggunakan sekop.

Penggalian tanah. Proses selanjutnya setelah aspal dihancurkan adalah

dengan menggali tanah pada area penghancuran aspal. Pada penggalian tanah

tahapan pertama adalah dengan mempersiapkan alat yaitu excavator tipe backhoe

dan peralatan lain seperti cangkul. Pada tahapan ini operator akan mengoperasikan

dan membawa excavator ke area penggalian tanah, sedangkan cangkul akan

diangat dan dibawa oleh pekerja ke area penggalian tanah. Setelah backhoe

sampai penggalian tanah akan dilakukan, bagian bucket backhoe yang berbentuk

seperti garpu akan mengais lapisan terluar tanah terlebih dahulu selanjutnya akan

dimulai menggali tanah, ketika proses penggalian tanah berlangsung, pekerja lain

akan menggeser atau mengangkat tanah yang digali dari sisi backhoe dengan

menggunakan cangkul agar tanah lebih mudah diangkut.

Pemotongan beton pile. Proses selanjutnya setelah penggalian tanah

adalah pemotongan beton pile, pada proses ini tahapan pertama adalah persiapan

alat berupa excavator jenis backhoe, jack hummer, cangkul, besi kecil. Peralatan

akan diangkat dan dibawa oleh pekerja ke area pemotongan beton pile. Untuk alat

backhoe operator akan mengoperasikan dan membawa alat ke area pemotongan

beton pile. Setelah alat sampai di area kerja, 4 (empat) orang pekerja akan

mengoperasikan masing-masing jack hummer yang berfungsi untuk

menghancurkan beton. Penghancuran beton dilakukan dari samping atau atas

beton. Tahapan selanjutnya yaitu membersihkan batang pile dari lumpur atau

tanah yang menempel pada batang pile, agar batang pile lebih mudah di ratakan

sesuai tinggi pelat jembatan underpass. Batang pile dibersihkan dengan alat
62

berupa cangkul dan besi yang berukuran kecil agar bisa mengais tanah yang ada di

sela-sela batang pile. Setelah batang pile bersih dari tanah maka operator akan

mengoperasikan backhoe, bagian bucket yang berbentuk garpu akan diarahkan

dan dipukulkan ke ujung batang pile sampai batang pile rata dengan sisi pelat

jembatan underpass.

Pemadatan tanah. Proses selanjutnya pada pembuatan underpass tertutup

adalah pemadatan tanah. Pada proses ini tahapan pertama adalah persiapan alat.

Alat yang digunakan adalah alat berat yaitu roller yang berfungsi untuk meratakan

atau memadatkan tanah. Operator akan mengoperasikan dan membawa alat ke

area pemadatan tanah. Roller memiliki tamping yang berbentuk tabung besar yang

terbuat dari baja yang berfungsi sebagai roda roller sekaligus alat pemadat tanah.

Roller akan berputar dan menekan material-material sehingga menjadi padat, jika

tanah yang yang dipadatkan terlalu lembek maka kemudian akan disiramkan tanah

yang agak kering ke area pemadatan dengan menggunakan sekop.

Pemasangan bekisting. Proses selanjutnya pada pembuatan underpass

tertutup adalah pemasangan bekisting. Pada proses ini tahapan pertama adalah

persiapan alat dan bahan yaitu alat berat berupa excavator tipe crane, peralatan

lain seperti gergaji, palu, gegep, tali dan bahan yaitu triplek, balok kayu, kawat,

paku. Peralatan dan bahan seperti gergaji, gegep, kawat, palu dan paku akan

diangkat dan dibawa oleh pekerja ke area pemasangan bekisting, sedangkan untuk

bahan triplek dan balok kayu akan diangkut dengan menggunakan crane. Triplek

dan balok akan diikatkan ke crane dengan menggunakan tali. Selanjutnya operator

akan mengoperasikan crane ke area pemasangan bekisting. Setelah semua


63

peralatan dan bahan sampai triplek dan balok akan dipotong sesuai ukuran yang

dibutuhkan dengan menggunakan gergaji. Bekisting dipasang pada dinding

underpass tertutup dari bawah sampai ujung atas dinding underpass tertutup.

Untuk pemasangan yang tinggi akan digunakan scaffolding sebagai perancah agar

pekerja dapat memasang bekisting yang tinggi. Scaffolding terbuat dari susunan

besi yang berbentuk pipa yang dipasang sehingga menyerupai tangga. Pekerja

akan naik dan duduk di scaffolding ketika memasang bekisting. Triplek akan

diletakkan di dinding underpass dan selanjutnya diletakkan balok kayu dan

dipaku, agar bekisting lebih kuat akan di ikat dengan kawat sehingga berbentuk

cetakan atau bekisting. Sisa kawat akan dipotong dengan menggunakan gegep.

Pemasangan besi tulangan. Proses pemasangan besi tulangan. Tahapan

pertama adalah persiapan alat dan bahan yaitu alat berat excavator jenis crane,

bar cutter, bar bender, gegep, besi dan kawat. Alat dan bahan akan diangkat dan

dibawa ke area pemasangan besi tulangan. Besi diangkut dengan menggunakan

crane, seorang operator akan mengoperasikan crane yang mengangkut besi

tulangan. Setelah semua alat dan bahan sampai di area kerja maka akan dimulai

dari tahapan pabrikasi besi. Pada tahapan ini sebagian besi akan di potong dengan

menggunakan bar cutter, besi yang dipotong akan dibengkokkan membentuk ring

besi dengan menggunakan alat bar bender. Besi tulangan akan di rakit bersama

dengan ring besi. Setelah itu akan diangkat ke area pemasangan besi tulangan

yaitu pelat underpass tertutup.

Pengecoran. Proses terakhir pada pembuatan underpass tertutup adalah

pengecoran. Pada proses ini tahapan pertama adalah persiapan alat dan bahan
64

yaitu truk readymix yang datang dari perusahaan beton. Truk readymix sudah

berisi beton cair yang sudah di campur sempurnah. Untuk peralatan lain adalah

cangkul, vibrator, papan kecil. Setelah semua alat dan bahan sampai di lokasi

pengecoran, seorang operator atau pekerja akan naik ke atas truk readymix untuk

membuka katup adonan, selanjutnya beton cair akan di tuangkan melalui katup

dan selang terbuka, Pekerja akan menarik beton yang dtuangkan ke seluruh daerah

pengecoran secara rata dengan alat cangkul, setelah semua area rata maka akan

dipadatkan dengan menggunakan alat berupa vibrator. Kemudian diratakan lagi

dengan menggunakan papan.

Analisis Potensi Bahaya dengan Menggunakan Metode HAZOPS pada


Pekerja Proyek Underpass Titikuning PT. Hutama Karya 2018

Analisa data dilakukan dengan menggunakan Hazards and Operability Study

(HAZOPS) dengan langkah – langkah sebagai berikut:

1. Menentukan titik kajian( node).

Titik kajian pada setiap proses dapat terdiri dari beberapa yang digunakan

sebagai objek kajian.

2. Menentukan penyimpangan (deviasi).

Penyimpangan ditentukan berdasarkan kemungkinan dari objek kajian

beroperasi tidak sesuai atau tidak semestinya. Dari penyimpangan yang

terjadi dapat ditemukan bahaya apa yang terjadi dari setiap proses.

3. Menentukan analisis dari penyimpangan

Analisis dilakukan mulai dari menentukan penyebab dari setiap

penyimpangan yang terjadi. Kemudian menentukan akibat dari adanya


65

penyimpangan. Dituliskan tindakan apa yang telah diberikan oleh pihak

perusahaan.

Node 1 Proses Penghancuran Aspal

Proses penghancuran aspal pada proyek underpass tertutup menggunakan

hummer yang dipasang ke excavator. Hummer dipasang ke excavator dengan

membuka baut sling dengan menggunakan spanner, selanjutnya pasang hummer

dan kunci kembali baut dengan spanner. Spanner dipukul dengan palu agar baut

lebih ketat, kemudian pekerja lainnya mencongkel aspal yang dihancurkan dengan

alat sekop dan posisi badan membungkuk. Berdasarkan hasil wawancara terhadap

informan yaitu supervisor pada proses penghancuran aspal, mengatakan pekerja

dapat tertabrak alat berat pada saat pekerja sedang menggeser aspal yang

dihancurkan jika pekerja tidak memperhatikan alat berat yang beroperasi, mata

hummer juga bisa lepas jika baut tidak ketat, kemudian tersandung peralatan yang

diletakkan di area kerja dan terluka saat menggunakan sekop karena pekerja tidak

hati – hati juga bisa terjadi kepada pekerja, sedangkan berdasarkan hasil observasi

dilapangan, terdapat potensi bahaya karena adanya penyimpangan tergores sekop.

Pada saat mengunci baut setelah mata hummer dipasang, terdapat potensi bahaya

tangan terpukul palu karena posisi tangan yang memegang spanner sangat dekat

dengan sisi spanner yang dipukul dengan palu.

Selanjutnya operator mengandalikan excavator untuk menghancurkan

aspal, mata hummer bekerja seperti bor, batang excavator di kendalikan dengan

cara dinaik turunkan dan aspal kemudian hancur. Kemudian aspal yang

dihancurkan dicongkel menggunakan sekop. Informan mengatakan karena


66

sebagian aspal yang dihancurkan hummer masih menyatu dengan tanah maka

pekerja mencongkel dengan posisi membungkuk sampai aspal terpisah dengan

tanah dan aspal dapat diangkat kemudian menggeser hancuran aspal ke area lain

agar tidak mengganggu proses penghancuran aspal.

Upaya pengendalian informan mengatakan perusahaan selalu

menyediakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan kemudian setiap pagi atau

sebelum melakukan aktivitas kerja selalu dilakukan tool box meeting dengan

memberikan pengarahan kepada pekerja tentang adanya potensi bahaya disetiap

aktivitas pekerjaan dan melakukan inspeksi terhadap alat yang akan digunakan

dan berdasarkan hasil observasi masih ditemukan adanya pekerja yang tidak

menggunkaan APD yang telah disediakan sesuai jenis pekerjaan.

Penyimpangan. Penyimpangan yang terdapat pada proses penghancuran

aspal adalah tergores peralatan tajam yaitu sekop. Pada saat pekerja menggunakan

sekop menggeser aspal, tangan terpukul palu pada saat mengunci baut pada

pemasangan hummer, pekerja terlalu membungkuk pada saat mencongkel dan

menggeser aspal.

Penyebab. Berdasarkan hasil analisis, potensi bahaya tergores bersumber

dari sikap pekerja saat memegang sekop yaitu pekerja yang bertindak tidak aman

saat mengangkat dan membawa peralatan yang tajam seperti sekop, , potensi

bahaya terpukul palu disebabkan oleh posisi tangan yang terlalu dekat dengan

spanner yang dipukul dengan palu dan potensi bahaya ergonomi disebakan oleh

posisi kerja yang terlalu membungkuk ketika pekerja mengangkat dan

mencongkel aspal yang dihancurkan.


67

Akibat. Pada proses penghancuran aspal akibat yang bisa timbul dari

bahaya yang terjadi seperti potensi bahaya tergores sekop dapat menyebabkan

luka gores pada bagian tubuh pekerja yang tergores, , terpukul palu dapat

menyebabkan memar atau cidera dan potensi bahaya sikap kerja yang tidak

ergonomi dapat menyebabkan keluhan muskulusketal pada pekerja,

Upaya pengendalian. Proses penghancuran aspal, upaya pengendalian

yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan dampak dari adanya

potensi bahaya seperti tergores peralatan yang tajam dapat dilakukan upaya

pengendalian dengan menggunakan APD safety shoes, terpukul palu dengan

menggunakan APD sarung tangan dan melakukan pekerjaan sesuai instruksi kerja,

potensi bahaya ergonomi dapat dikendalikan dengan melakukan peregangan di

sela – sela kerja.

Penggalian Node 2. Proses Tanah

Proses penggalian tanah, penggalian dilakukan di terowongan underpass

dengan panjang 43 meter. Operator akan mengendalikan backhoe, untuk

mengeruk tanah. Informan mengatakan pekerja dapat tertabrak alat berat pada saat

alat berat beroperasi, dapat tertimbun tanah dan menghirup debu pada saat tanah

digali jika bagian terluar tanah terlalu kering. Sedangkan berdasarkan hasil

observasi pekerja yang melakukan pekerjaan menggeser tanah galian tidak terlalu

dekat dengan jarak excavator, tanah yang digali juga tidak terlalu kering sehingga

pekerja kemungkinan tidak akan terpapar debu dari tanah, dikarenakan kondisi

penggalian tanah yang berada di terowongan sehingga suara dari mesin lebih

bising dan kondisi lingkungan gelap. Pada saat excavator menggali tanah,
68

sebagian pekerja mengangkat tanah yang masih tersisa diarea penggalian tanah

dengan menggunakan alat cangkul. Tanah diangkat dengan posisi badan

membungkuk dan tanah ditarik dari depan ke belakang dan penyimpangan yang

terjadi selama proses penggalian tanah adalah kurangnya cahaya dan kondisi yang

bising pada area penggalian karena diterowongan, pekerja juga terlalu

membungkuk saat menggeser tanah galian.

Upaya pengendalian informan mengatakan perusahaan selalu

menyediakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan kemudian setiap pagi atau

sebelum melakukan aktivitas kerja selalu dilakukan tool box meeting dengan

memberikan pengarahan kepada pekerja tentang adanya potensi bahaya disetiap

aktivitas pekerjaan.

Penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi selama proses penggalian

tanah yang berpotensi bahaya adalah terpapar bising pada saat excavator

beroperasi menggali tanah, kondisi yang kurang pencahayaan pada saat

penggalian tanah diterowongan dan pekerja yang mengangkat tanah galian terlalu

lama mengangkat tanah dengan posisi membungkuk.

Penyebab. Berdasarkan hasil analisis, penyebab potensi bahaya terpapar

bising disebabkan oleh kondisi penggalian yang berada dibawah terowongan yang

memiliki panjang sekitar 43 meter meyebabkan suara mesin tidak menyebar

keluar ruangan. Sedangkan potensi bahaya kurang pencahayaan dikarenakan

posisi yang berada diterowongan dan tidak dipasang lampu tambahan, potensi

bahaya terlalu membungkuk karena menggeser tanah galian dengan menggunakan

cangkul.
69

Akibat. Akibat yang ditimbulkan dari adanya potensi bahaya pada node

proses penggalian tanah yaitu terpapar bising bisa mengakibatkan pekerja

mengalami gangguan pendengaran hingga mengalami tuli, kurang pencahayaan

menyebabkan gangguan konsentrasi pada saat bekerja karena mengurangi

ketajaman penglihatan dan posisi terlalu membungkuk dapat mengakibatkan

keluhan muskulusketal pada pekerja.

Upaya pengendalian. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk

mengurangi dan menghilangkan dampak adanya potensi bahaya adalah terpapar

bising bisa dilakukan dengan rotasi antar pekerja penggalian tanah dan

menggunakan APD ear plug, sedangkan potensi bahaya kurang pencahayaan

dapat diminimalisir dengan memasang lampu tambahan pada terowongan dan

potensi bahaya ergonomi dapat dikendalikan dengan pekerja melakukan

peregangan di sela – sela kerja.

Node 3. Proses Pemadatan Tanah

Titik kajian ini, alat yang dipersiapakan yaitu Roller yang dibawa dengan

menggunakan truk, setelah sampai dia are kerja roller diturunkan dengan cara

seorang operator mengoperasikan roller dan menurunkan roller dari truk. Pada

saat roller memadatkan tanah, sebagian pekerja menyekop tanah dan

menyiramkannya ke area jalan yang dipadatkan, informan mengatakan bahwa

tanah yang disiramkan berfungsi agar tanah yang dipadatkan tidak terlalu lembek.

Berdasarkan pernyataan informan potensi bahaya yang terdapat pada proses ini

adalah pekerja bisa tertabrak roller jika pekerja terlalu dekat saat menyiramkan

tanah dan tidak memperhatikan roller saat beroperasi, bisa terpapar debu jika
70

tanah terlalu kering. Sedangkan berdasarkan hasil observasi tanah yang

disiramkan sama sekali tidak berdebu dan pekerja yang menyiramkan tanah ke

area pemadatan tanah berada disisi kanan dengan jarak dua meter dari roller.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan mengatakan upaya pengendalian

yang telah dilakukan perusahaan untuk mengurangi dan menghilangkan dampak

dari risiko adalah dengan menyediakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan,

jadi semua pekerja wajib menggunakan APD yang telah diberikan. Sebelum

melakukan pekerjaan, setiap hari pekerja diberikan pengarahan pada saat tool box

meeting terkait potensi bahaya yang ada disetiap aktivitas pekerjaan, memasang

rambu- rambu K3 di area kerja.

Penyimpangan. Node proses pemadatan tanah terdapat penyimpangan

yaitu sikap yang tidak ergonomi ketika mengangkat sekop karena mengangkat

sekop terlalu tinggi.

Penyebab. Berdasarkan analisis, pada node proses pemadatan tanah,

potensi bahaya sikap kerja yang tidak ergonomi yaitu pekerja terlalu tinggi

mengangkat sekop disebabkan karena pekerja menyiramkan tanah ke area

pemadatan tanah.

Akibat. Akibat yang timbulkan dari penyimpangan pekerja yang

melakukan sikap kerja yang tidak ergonomi yaitu mengangkat sekop terlalu tinggi

saat menyiramkan tanah dapat mengalami keluhan muskuluskeletal.

Upaya pengendalian. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan

menghilangkan dampak dari adanya potensi bahaya atau penyimpangan pada node

pemadatan tanah yaitu sikap kerja yang tidak ergonomi dapat diminimalisir
71

dengan mengikuti prosedur atau metode kerja.

Node 4 Proses Pemotongan Beton Pile

Pada titik kajian ini, Jack hummer memiliki mata yang tajam dengan cara

kerja seperti pahat dan bor untuk menghancurkan beton lebih mudah. Jack

hummer memiliki dua pegangan sehingga kedua tangan difungsikan untuk

memgang alat jack hummer agar lebih kuat karena cara kerja jack hummer yang

menggunakan tekanan kuat dan mengharuskan operator memegang kedua

pegangan dengan kuat. Sebagian bor pile dengan ukuran satu meter dimunculkan

diatas permukaan tanah yang disebut dengan batang pile yang setengah dari

batang pile di beton, pada saat menghancurkan beton pada bor pile, sebagian

pekerja menghancurkan dari sisi bawah beton pile, sebagian pekerja

menghancurkan dari atas batang pile yang muncul. Setelah beton dihancurkan,

pekerja membersihkan lumpur atau tanah yang ada disela-sela batang pile dengan

menggunakan alat cangkul dan besi untuk mengorek-ngorek tanah. Informan

mengatakan batang pile dibersihkan dari tanah agar batang pile bisa diratakan

sejajar dengan pelat underpass. Batang pile yang muncul mengarah ke atas

dibersihkan dari sisi atas batang pile. Kemudian operator mengoperasikan

excavator untuk meratakan batang pile yang sudah dibersihkan. Cara kerjanya

adalah dengan memukulkan bucket excavator yang berbentuk garpu ke batang

pile dengan posisi pukulan dari sisi kiri batang sampai batang pile rata dengan

pelat underpass. Informan mengatakan pekerja bisa terpapar getaran dari jack

hummer dan potongan-potangan beton bisa melompat dan mengenai pekerja jika

penggunaan jack hummer tidak tepat. Pekerja juga bisa tertusuk dan tergores
72

batang pile saat membersihkan batang pile, bisa terpukul batang pile saat batang

pile dipukul dan pekerja berada dekat dengan batang pile. Sedangkan hasil

observasi, penyimpangan yang terjadi selama proses pemotongan besi tulangan

adalah pada saat getaran dinaikkan karena aspal terlalu keras dan pegangan jack

hummer tidak dilapisi karet sehingga pekerja terpapar getaran, mata pekerja

kemasukan debu beton karen apekerja tidak menggunakan safety goggles saat

memotong beton, pekerja juga tergores ujung batang pile pada saat membersihkan

batang pile karena membersihkan dari ujung batang pile yang tajam, besi yang

digunakan untuk membersihkan batang pile terlalu pendek sehingga tangan

pekerja bersentuhan dengan ujung batang pile dan pekerja juga harus

membungkuk karena alat pembersih terlalu pendek. Untuk upaya pengendalian,

informan mengatakan perusahaan menyediakan APD sesuai dengan jenis

pekerjaan dan pekerja selalu diberi pengarahan setiap hari terkait potensi bahaya

selama proses kerja, informan juga mengatakan selalu mengawasi pekerja selama

melakukan aktivitas kerja dan memasang rambu-rambu keselamatan disetiap area

yang berbahaya, dan untuk alat selalu dilakukan inspeksi.

Penyimpangan. Proses pemotongan beton pile penyimpangan yang terjadi

adalah terpapar getaran ketika menggunakan jack hummer untuk menghancurkan

beton, tergores batang pile ketika membersihkan batang pile dan sikap kerja yang

tidak ergonomi dengan posisi membungkuk selama membersihkan batang pile

dan mata pekerja kemasukan serpihan beton yang dihancurkan.

Penyebab. Penyebab adanya potensi bahaya pada node proses

pemotongan beton pile yaitu potensi bahaya terpapar getaran disebabkan oleh
73

getaran dari jack hummer yang dinaikkan getarannya karena beton terlalu keras

dan pegangan jack hummer terbuat dari bahan plastik dan tidak dilapisi karet.

Sedangkan potensi bahaya tergores, karena posisi pekerja yang membersihkan

berada disisi batang pile dan melakukan gerakan tangan bolak balik disisi batang

pile saat membersihkan dan potensi bahaya ergonomi disebabkan karena pekerja

selalu membungkuk pada saat membersihkan batang pile, mata kemasukan debu

beton disebabkan pekerja bertindak tidak aman saat bekerja yaitu tidak

menggunakan APD safety goggles.

Akibat. Akibat yang ditimbulkan karena adanya potensi bahaya pada node

proses pemotongan beton pile yaitu terpapar getaran dapat menyebabkan

gangguan otot, sendi, pembuluh darah dan syaraf pada pekerja. Sedangkan potensi

bahaya mata kemasukan debu beton dapat menyebabkan gangguan penglihatan,

sikap kerja yang tidak ergonomi seperti pekerja yang terlalu membungkuk saat

membersihkan batang pile dapat mengakibatkan gangguan muskuluskuletal pada

pekerja.

Upaya pengendalian. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk

mengurangi dan menghilangkan dampak dari potensi bahaya terpapar getaran

adalah dengan melapisi pegangan jack hummer dengan bahan karet dan

menggunakan APD sarung tangan sehingga efek getaran pada tubuh berkurang,

untuk potensi bahaya mata kemasukan debu beton dengan menggunakan APD

safety goggles, potensi bahaya tergores batang pile dengan menggunakan APD

sarung tangan dan mengganti besi pembersih dengan yang lebih panjang dan

potensi bahaya posisi kerja yang tidak ergonomi dapat dikendalikan dengan
74

melakukan peregangan disela-sela kerja.

Node 5 Proses Pemasangan Bekisting

Titik kajian ini triplek dan kayu dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan

dengan menggunakan gergaji manual. Cara kerja pemotongan dengan gergaji

adalah dengan memegang pegangan gergaji kemudian menekan gergaji ke bahan

yang akan dipotong kemudian dilakukan gerakan bolak balik terhadap gergaji

sampai bahan terpotong. Pekerja kemudian memasang scaffolding dengan tanah

sebagai pelat scaffolding. Besi yang berbentuk pipa disusun sehingga dapat

disambungkan dan membentuk perancah. Perancah ini di pasang didepan

pemasangan bekisting yaitu dinding underpass tertutup. Informan mengatakan

scaffolding dipasang untuk digunakan sebagai alat perancah agar pekerja bisa

melakukan pekerjaan di area yang tinggi dan sebagai tempat material dan bahan

yang akan digunakan. Pekerja naik ke atas scaffolding dengan menggunakan besi

yang sudah dipasang. Pada saat pekerja naik, ada pekerja lain yang memegang

pijakan besi saat pekerja naik, agar pijakan tidak goyang. Peralatan dan bahan

dinaikkan dan diletakkan di atas scaffolding kemudian pekerja menyambungkan

balok dan triplek dengan menggunakan paku dan palu.

Setelah balok dan triplek disambungkan kemudian diikat dengan

menggunakan kawat kemudian diputar dan dipotong dengan menggunakan gegep.

Informan mengatakan cara kerja pemotongan kawat adalah dengan menjepit ujung

kawat dengan gegep dan menekan gegep maka kawat akan terpotong. Informan

juga mengatakan potensi bahaya yang terdapat pada proses ini adalah tangan

dapat terpotong gergaji kalau pekerja tidak hati – hati saat menggunakan gergaji,
75

dapat terkena palu dan paku juga saat menyambungkan balok dan triplek, pada

saat pemasangan scaffolding bisa ambruk atau goyang dapat menimpa pekerja

yang berada dibawah dan tertusuk kawat juga bisa ketika mengikat bekisting.

Sedangkan berdasarkan hasil observasi, penyimpangan yang terjadi adalah pekerja

terpapar debu karena kayu yang dipotong dengan gergaji mengahasilkan debu

kayu, mata pekerja kemasukan serbuk kayu karena tidak menggunakan safety

goggles pada saat memotong balok dan triplek, pekerja juga tertimpa besi karena

bertindak tidak aman saat pemasangan scaffolding, pekerja tertimpa palu pada saat

menyambungkan balok dan triplek karena bertindak tidak aman saat

menggunakan palu, material jatuh karena pelat lembek dan tidak rata.

Sedangkan untuk upaya pengendalian informan mengatakan perusahaan

menyediakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan pekerja wajib

menggunakan APD tersebut selama bekerja, memberikan pengarahan setiap hari

sebelum bekerja, pekerja juga setiap hari jumat diberi senam kebugaran agar

pekerja tidak mengantuk pada saat melakukan pekerjaan. Untuk alat sebelum

bekerja harus melakukan pengecekan alat apakah alat masih layak atau tidak

untuk digunakan, pemasangan rambu – rambu dilakukan di seluruh area kerja dan

selalu melakukan pengawasan tidak hanya terkait proses tetapi juga bahaya

ditempat kerja.

Penyimpangan. Node proses pemasangan bekisting, potensi bahaya atau

penyimpangan yang terdapat pada node ini adalah terpapar debu kayu dan mata

kemasukan serbuk kayu pada saat memotong kayu dan triplek, tertimpa besi pada

saat memasang scaffolding, material jatuh dan menimpa pekerja pada saat pekerja
76

naik ke scaffolding, tertimpa palu ketika menyambungkan balok dan triplek.

Penyebab. Berdasarkan hasil analisis penyebab adanya potensi bahaya

yang terdapat proses ini seperti tertimpa besi dapat disebabkan saat pemasangan

scaffolding, pekerja bertindak tidak aman saat memasang besi yang yang berat

sedangkan terpapar debu bersumber dari debu kayu yang dipotong, potensi bahaya

mata kemasukan serbuk kayu dikarenakan kayu yang dipotong akan menghasilkan

serbuk kayu dan potensi bahaya material jatuh dan menimpa pekerja dari atas

scaffolding karena tanah pelat scaffolding tidak rata/ lembek karena kondisi tanah

yang berair.

Akibat. Akibat yang ditimbulkan dari adanya penyimpangan dan potensi

bahaya pada node proses pemasangan bekisting adalah pekerja dapat megalami

gangguan pernafasan karena terpapar debu kayu pada saat memotong triplek dan

balok. Pekerja yang tertimpa besi karena bertindak tidak aman saat mengangkat

dan memasang scaffolding dapat mengalami luka atau cidera, sedangkan pekerja

yang tertimpa palu karena bertindak tidak aman saat menggunakan palu dapat

mengakibatkan memar dan luka, terjepit gegep dapat mengalami memar, potensi

bahaya material jatuh dan menimpa pekerja yang berada dibawah scaffolding

yang dapat mengakibatkan cidera ringan atau berat pada pekerja yang tertimpa

material dan untuk penyimpangan mata kemasukan serbuk kayu dapat

mengakibatkan gangguan penglihatan pada pekerja.

Upaya pengendalian. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan dampak dari penyimpangan atau potensi yang

ada yaitu potensi bahaya terpapar debu kayu dengan menggunakan masker, mata
77

kemasukan serbuk kayu dengan menggunakan safety goggles, tertimpa besi dan

palu dengan menggunakan safety shoes, material jatuh dengan memastikan pelat

scaffolding harus rata dan tidak lembek.

Node 6. Prose Pemasangan Besi Tulangan

Proses pemasangan besi tulangan, dilakukan pabrikasi besi dengan

memotong dan membengkokkan besi. Besi tulangan dimasukkan kebagian gigi

bar cutter dan pijak pedal pengendali sehingga besi terpotong. Pada saat observasi

peneliti melihat posisi tangan yang memegang besi sangat dekat dengan gigi bar

cutter yang berfungsi untuk memotong besi. Setelah besi di potong, sebagian besi

dibengkokkan dan digunakan sebagai ring besi yang berbentuk persegi. Pada

pembengkokan besi, pekerja menggunakan alat bar bender untuk

membengkokkan besi. Bar bender yang digunakan adalah bar bender manual

karena besi yang di bengkokkan hanya berukuran kecil. Cara kerja untuk

membengkokkan besi ini adalah memasukkan bagian besi yang akan

dibengkokkan ke ujung bar bender kemudian menjepit besi dengan menekan

kedua pegangan bar bender selanjutnya besi diputar sampai besi membengkok

sesuai yang dibutuhkan. Setelah besi dibengkokkan, pekerja mengambil 6 (enam)

besi tulangan, kemudian memasukkan keenam besi tulangan ke ring besi yang

berbentuk persegi, ring besi dipasang dengan jarak 30cm dari ring besi lainnya

sampai besi tulangan berbentuk balok. Kemudian pekerja mengikat ring besi

dengan besi tulangan dengan menggunakan kawat, ring besi diikat agar tidak

bergeser. Kawat pengikat diputar dengan menggunakan gegep sampai ring besi

terikat ketat dengan besi tulangan. Pekerja memotong ujung kawat sisa pengikat
78

besi tulangan. Kawat dipotong dengan menggunakan gegep, cara kerjanya yaitu

tangan kanan memegang alat gegep dan tangan kiri memegang ujung kawat yang

akan dipotong, gegep ditekan dan diputar dengan kuat sampai kawat terpotong.

Besi yang sudah dirakit setelah dipabrikasi akan diangkat dan di letakkan

di pelat jembatan underpass agar jembatan lebih kuat. Besi yang dirakit diangkat

secara manual oleh beberapa orang pekerja. Informan mengatakan potensi bahaya

yang terdapat pada proses ini adalah tangan pekerja bisa terpotong dan terjepit alat

pemotong dan pembengkok besi jika pekerja tidak berhati-hati saat menggunakan

alat, dan bahaya tertusuk dan tergores besi juga dapat terjadi jika pekerja tidak

menggunakan sarung tangan pada saat bekekerja. Tertusuk kawat dapat terjadi

pada saat mengikat kawat. Sedangkan berdasarkan hasil observasi peneliti melihat

penyimpangan yang terjadi selama proses pemasangan besi tulangan pekerja

terpapar percikan api dari besi yang dipotong. Posisi tangan pada saat

membengkokkan besi berada di ujung besi yang dijepit dengan bar bender dan

bar cutter sehingga pekerja bisa terjepit, pekerja juga bertindak tidak aman saat

memotong kawat yang menyebabkan tangan pekerja tertusuk kawat. Informan

mengatakan upaya pengendalian yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi

dampak dari potensi bahaya yang ada adalah perusahaan menyediakan APD yang

sesuai dengan jenis pekerjaan dan pekerja wajib menggunakan APD tersebut

selama bekerja, memberikan pengarahan setiap hari sebelum bekerja, pekerja juga

setiap hari jumat diberi senam kebugaran agar pekerja tidak mengantuk pada saat

melakukan pekerjaan. Untuk alat, sebelum bekerja harus melakukan pengecekan

alat apakah alat masih layak atau tidak untuk digunakan, pemasangan rambu-
79

rambu dilakukan di seluruh area kerja dan selalu melakukan pengawasan tidak

hanya terkait proses tetapi juga bahaya ditenpat kerja.

Penyimpangan. Node proses pemasangan besi tulangan terdapat potensi

bahaya pekerja dapat terjepit bar bender dan bar cutter pada saat pabrikasi besi.

Potensi bahaya terpapar percikan api yang dihasilkan pada saat pemotongan besi

yang menggunakan bar cutter, potensi bahaya tertusuk kawat ketika mengikat

besi tulangan.

Penyebab. Berdasarkan analisis pada node proses pemasangan besi

tulangan, penyebab dari adanya potensi bahaya atau penyimpangan pada proses

ini adalah untuk potensi bahaya terjepit alat bar bender dan bar cutter disebabkan

oleh posisi tangan pekerja yang memegang besi terlalu dekat ke bagian penjepit,

sedangkan potensi bahaya tertusuk kawat disebabkan oleh pekerja yang bertindak

tidak aman saat memotong kawat, potensi bahaya terpapar percikan api

disebabkan oleh waktu pekerja yang terlalu lama memotong besi sehingga

terpapar percikan api dan pekerja tidak menggunakan sarung tangan.

Akibat. Akibat yang bisa ditimbulkan dari adanya potensi bahaya atau

penyimpangan pada proses pemasangan besi tulangan adalah pekerja dapat

mengalami memar karena terjepit, luka tusuk karena tertusuk kawat pengikat besi,

sedangkan terpapar percikan api pekerja dapat mengalami luka bakar pada kulit.

Upaya pengendalian. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk

mengurangi dan menghilangkan dampak dari potensi bahaya terjepit, tertusuk

kawat dan terpapar percikan api adalah dengan menggunakan APD sarung tangan.
80

Node 7. Proses Pengecoran

Pada proses pengecoran operator naik ke atas truk readymix untuk

membuka katup adonan beton. Operator naik dengan menggunakan tangga yang

ada pada truk readymix. Setelah katup adonan terbuka beton cair keluar dan

dituangkan melalui bucket yang berbentuk tabung terbuka, beton akan mengalir ke

bawah. Pada saat observasi peneliti melihat bucket saluran beton terlalu terbuka,

sehingga beton terpicrat keluar.

Setelah beton dituang, pekerja meratakan beton keseluruh area pengecoran

dengan menggunakan cangkul, beton ditarik dari depan pekerja ke belakang

dengan posisi membungkuk. Setelah beton diratakan kemudian operator vibrator

memasukkan vibrator ke beton yang sudah diratakan. Mesin vibrator diletakkan

di luar pengecoran, vibrator memiliki selang agar mesin bisa diletakkan jauh dari

pengecoran, operator kemudian memegang kepala selang vibrator yang terbuat

dari besi dan memasukkan ke dalam beton. Informan mengatakan vibrator

digunakan untuk memadatkan beton, cara kerja vibrator yang menggunakan

getaran akan menggerakkan adonan, udara yang biasanya berbentuk gelembung

bisa keluar dengan mudah sehingga beton akan menjadi padat.

Tahap terakhir setelah beton dipadatkan adalah meratakan kembali beton

agar sisi cetakan rata, digunakan papan sebagai alat untuk meratakan, pekerja

memegang papan dengan posisi badan membungkuk kemudian menarik beton

dari depan ke belakang sampai beton rata. Informan mengatakan potensi bahaya

yang terdapat pada proses ini adalah pekerja dapat terjatuh jika tidak hati – hati

saat naik ke truk readymix untuk membuka adonan, pekerja juga bisa terkena
81

picratan beton dan terpapar getaran dari vibrator saat memadatkan beton karena

vibrator menghasilkan getaran, terpapar debu juga bisa terjadi karena dari beton

yang di adon. Sedangkan berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat

penyimpangan yang terjadi selama proses pengecoran adalah pekerja terpicrat

beton cair karena bucket saluran beton terlalu terbuka dan ditemukan adanya

pekerja yang berdiri disamping bucket tersebut, pekerja juga terlalu membungkuk

saat meratakan beton karena menggunakan papan yang terlalu pendek, pada saat

melakukan pemadatan dengan alat vibrator, alat tersebut tidak dilapisi karet pada

pegangannya yang terbuat dari besi sehingga operator terpapar getaran.

Sedangkan untuk upaya pengendalian, informan mengatakan upaya pengendalian

yang dilakukan perusahaan untuk pencegahan kecelakaan kerja adalah dengan

menyediakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan, jadi semua pekerja wajib

menggunakan APD yang telah diberikan. Sebelum melakukan pekerjaan, setiap

hari pekerja diberikan pengarahan pada saat tool box meeting terkait potensi

bahaya yang ada disetiap aktivitas pekerjaan dan memasang rambu – rambu K3 di

area kerja.

Penyimpangan. Proses pengecoran terdapat potensi bahaya atau

penyimpangan yaitu terpicrat beton cair saat menuangkan beton, terpapar getaran

saat memadatkan beton dengan vibrator, potensi bahaya ergonomi yaitu terlalu

membungkuk ketika meratakan beton.

Penyebab. Berdasarkan analisis potensi bahaya pada node proses

pengecoran seperti terpicrat beton cair disebabkan karena bucket saluran yang

terlalu terbuka sehingga setiap beton yang dituangkan akan terpicrat keluar dan
82

mengenai pekerja yang berdiri dekat dengan bucket. Potensi bahaya terpapar

getaran karena pegangan vibrator yang berbahan besi dan tidak dilapisi bahan

karet. Potensi bahaya ergonomi disebakan oleh papan yang terlalu pendek

sehingga pekerja harus membungkuk selama meratakan beton.

Akibat. Dampak yang ditimbulkan karena adanya penyimpangan atau

potensi bahaya pada node proses pengecoran adalah iritasi kulit karena terpicrat

beton cair, gangguan sendi,otot, syaraf dan dan pembuluh darah karena terpapar

getaran, keluhan muskuletal karena terlalu lama membungkuk.

Upaya pengendalian. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan

menghilangkan dampak yang ada yaitu terpicrat beton dengan menggunakan

sarung tangan, masker, baju safety. Potensi bahaya ergonomi dapat dikendalikan

dengan menggunakan alat atau papan yang lebih tinggi.


83

Tabel 2

Analisis Domain Proses Pembangungan Proyek Underpass Tertutup

Rincian domain Hubungan sistematik Domain


Buruh Bangunan Proyek Adalah jenis dari Mencapai prestasi dan
Underpass Zero Accident

Ruang/ tempat untuk


Node Penghancuran Aspal Adalah ruang pembangunan proyek
Node Penggalian Tanah underpass tertutup
Node Pemadatan Tanah
Node Pemotongan Beton pil
Node Pemasangan
Bekisting
Node Pemasangan Besi
Node Pengecoran

Sikap Kerja Tidak


Ergonomi
Tidak Menggunakan APD
Sesuai Jenis Pekerjaan Adalah sebab dari Yang mengakibatkan
Bertindak Tidak Aman Saat adanya potensi bahaya
bekerja ditempat kerja

HSE, Supervisor, Mandor


memiliki sertifikat Ahli K3
Umum
Pelatihan K3
Pelaksanaan Kegiatan Rasional/ Alasan Melaksankan pekerjaan
Rutin Pemeriksaan Inspeksi dengan bertindak aman
K3 Umum untuk mencegah
Pemasangan Simbol – kecelakaan kerja
simbol tanda bahaya
Pemasangan Berikade di
Area Berbahaya seperti
Sungai, Jalan Raya,
Penggalian Tanah
Penyediaan Kotak K3 di
Posko Proyek Underpass

Underpass Titikuning PT. Lokasi melakukan Tempat bekerja pekerja


Hutama Karya Medan pekerjaan proyek Underpass
(Bersambung)
84

Tabel 2

Analisis Domain Proses Pembangungan Proyek Underpass Tertutup

Rincian Domain Hubungan Semantik Domain


Taat terhadap Program Adalah cara mencapai Mencapai prestasi dan
K3 yang sudah ada Zero Accident

Taat terhadap Program Adalah cara mencapai Mencapai prestasi dan


K3 yang sudah ada Zero Accident
Monitoring Inspeksi K3
Menggunakan APD
lengkap

Excavator Digunakan untuk Proses pembangunan


Roller proyek Underpass
Jack Hummer tertutup
Crane
Truk Raedymix
Bar Cutter
Bar Bender
Gergaji
Spanner
Gegep
Scaffolding
Palu
Sekop
Cangkul
Besi
Papan

Tool Box Meeting setiap Merupakan tahap dalam Memulai pekerjaan


pagi

HSE Adalah atribut Atribut dari pekerja


Supervisor troyek Underpass tertutup
Mandor
Buruh Bangunan

Analisis Potensi Bahaya Node 1. Proses Penghancuran Aspal

Penghancuran aspal merupakan proses pertama pada pembuatan underpass

tertutup, pada proses ini dimulai dari tahapan persiapan alat sampai tahapan inti
85

pekerjaan yaitu mengancurkan aspal dengan alat berat excavator yang dipasang

mata hummer. Pada proses ini terdapat potensi bahaya tergores peralatan yang

tajam yaitu sekop yang digunakan untuk menggeser dan mencongkel aspal, tangan

terpukul alat yaitu palu dan potensi bahaya ergonomi karena pekerja terlalu

membungkuk pada saat melakukan aktivitas kerja.

Proses penghancuran aspal yang menggunakan sekop sebagai alat untuk

mencongkel aspal yang dihancurkan dan masil lengket dengan tanah bisa menjadi

potensi bahaya ketika pekerja bertindak tidak aman saat menggunakan sekop

seperti tergores sekop yang tajam. Potensi tergores benda tajam ini dapat terjadi

dikarenakan adanya faktor penyebab kondisi bahaya (unsafe condition) seperti

terburu – buru atau tergesa – gesa dalam melakukan pekerjaan dan tidak

menggunakan APD sarung tangan. Pada proses penghancuran aspal, pekerja

menggunakan sekop dengan cara terburu – buru dan pekerja ditemukan tidak

menggunakan APD safety shoes sehingga ujung sekop yang tajam menggores

kaki pekerja. Informan mengatakan pekerja bisa tergesa – gesa atau terburu – buru

karena pekerja tidak terampil dalam menggunakan alat dan tidak menaati time

scedule atau kemungkinan adanya job mendadak dan cuaca buruk yang

mendadak.

Selaras dengan pernyataan ILO dalam Riyadina (2006) yang

mengungkapkan unsur penyebab utama kecelakaan 85% disebabkan oleh faktor

manusia dan 15% merupakan faktor kondisi yang berbahaya. Dan sesuai dengan

hasil evaluasi data kecelakaan kerja ESDM (2014) diketahui bahwa ada beberapa

penyebab kecelakaan, antara lain kategori tindakan tidak aman (TTA) di


86

antaranya karena tidak mematuhi prosedur (38%), tidak pakai alat pelindung diri

(12%) posisi kerja tidak benar (11%) dan penggunaan alat yang tidak tepat (11%)

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan

potensi bahaya adalah menghindari kontak langsung dengan sisi yang tajam serta

menggunakan APD safety shoes.

Proses pemasangan mata humer pada penghancuran aspal menggunakan

alat spanner untuk membuka dan mengunci baut. Pekerja atau teknisi yang

mengunci baut agar pemasangan lebih ketat maka teknisi atau pekerja

menggunakan palu untuk memukul spanner, posisi tangan kiri pekerja memegang

spanner yang berukuran sekitar 25cm kemudian tangan kanan memegang palu

dan memukul spanner. Pada tahapan ini teknisi atau pekerja berpotensi terpukul

palu yang digunakan, informan mengatakan terpukul palu dapat disebabkan

karena segala peralatan yang untuk keperluan excavator biasanya berlumur oli

sehingga tangan akan licin dan saat palu dipegang tidak akan terarah dan

menyebabkan pukulan terhadap tangan yang menyebabkan luka memar. Terpukul

palu merupakan potensi bahaya yang bersumber dari sikap kerja ( unsafe

condition), berdasarkan penelitian Yuliani, dkk (2010) yang menyatakan pekerja

yang terpukul palu menyebabkan memar pada bagian tubuh yang terpukul palu.

Penyebab terpukul palu juga disebakan karena pekerja sering kali mengabaikan

pemakaian alat pelindung diri seperti pemakaian sarung tangan. Upaya

pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan APD sarung

tangan.
87

Pekerja yang mencongkel dan menggeser aspal ditemukan pekerja

melakukan pekerjaan dengan posisi terlalu membungkuk sehingga memiliki

potensi bahaya ergonomi. Informan mengatakan pekerja yang terlalu

membungkuk dikarenakan tidak terampil saat menggunakan alat karena posisi

yang baik saat mencongkel dan mengangkat aspal adalah dengan posisi badan dan

alat 45° kemudian pada saat menancapkan sekop sebaiknya pekerja menginjak

bagian sisi kiri sekop sehingga beban badan membantu sekop.

Aktifitas mengangkat dan mencongkel aspal membutuhkan kekuatan otot

sehingga pekerja yang membutuhkan posisi dan tenaga yang tepat. Selain

menyebabkan kelelahan, pekerjaan manual mencongkel dan menggeser aspal

berpotensi menimbulkan risiko terhadap bahaya fisik dalam hal keluhan nyeri

pinggung, punggung, bahu, dll atau dikenal musculoskeletal disorders (Ayoub &

Dampsey, 1999). Banyak pekerja yang kurang memperhatikan permasalahan ini,

padahal akibatnya sangat fatal pada diri pekerja. Bagaimanapun, teknik terbaik

dalam mengangkat adalah pengangkatan secara diagonal. Kaki sebaiknya

memisah, dengan satu kaki sedikit ke depan dari kaki yang lain. Ini memberikan

basis penyangga yang lebar, lebih stabil, lebih bertenaga, dan lebih kuat. Tekuk

lutut dan berjongkok, jaga punggung tetap lurus dan kepala juga lurus selama

mengangkat. Posisi ini memberikan kekuatan yang lebih untuk otot-otot tungkai

yang lelih luas dan menjaga keseimbangan punggung anda. Dan tidak dianjurkan

mengangkat dalam kondisi tubuh membungkuk. Cara mengangkat yang salah

dengan pembebanan yang tiba-tiba dapat menyebabkan robeknya bagian luar

lempeng. Keadaan ini akan mengakibatkan bagian dalam dari lempeng menonjol
88

keluar serta menekan saraf-saraf yang berada di sekitarnya. Hal tersebut

merupakan penyebab keluhan sakit Punggung bagian bawah dan kelumpuhan

Anies (2005).

Analisis Potensi Bahaya Node 2. Proses Penggalian Tanah

Penggalian tanah merupakan tahapan selanjutnya dari proses pembuatan

underpass tertutup. Pada tahapan ini pekerja menggali tanah dengan

menggunakan excavator type backhoe yang memiliki bucket berbentuk garpu

untuk mengorek tanah, sebagian pekerja menggeser tanah yang di gali dengan

menggunakan cangkul. Pada tahapan ini terdapat potensi bahaya yang diakibatkan

dari penyimpangan yang terjadi yaitu kurang pencahayaan, terpapar bising,

potensi bahaya ergonomi karena pekerja melakukan aktivitas dengan posisi terlalu

membungkuk.

Kurang pencahayaan disebabkan karena area kerja yang berada di

terowongan dengan panjang 43m dan tidak di pasang lampu tambahan. Kondisi

kurang pencahayaan dapat menyebabkan kurangnya ketajaman dan konsentrasi

penglihatan pada pekerja. Menurut Suma’mur (2009), Penerangan yang baik

memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang akan dikerjakan secara jelas,

cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Permasalahan penerangan meliputi

kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, karakteristika dari indra penglihat,

upaya-upaya yang dilakukan agar dapat melihat objek dengan lebih baik dan

pengaruh penerangan termasuk pencahayaan terhadap lingkungan. Maka upaya

pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan bantuan

pencahayaan dari listrik agar pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
89

Proses penggalian tanah yang menggunakan alat berat yaitu excavator

akan menimbulkan bising dari mesin. Pekerja lebih banyak terpapar bising karena

area kerja yang berada di terowongan sehingga suara tidak menyebar keluar

ruangan. Menurut Suma’mur (2009), bising diartikan sebagai semua suara/ bunyi

yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat – alat proses produksi atau alat –

alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Menurut Tana (2002), kebisingan merupakan salah satu faktor fisik

lingkungan kerja yang dapat menimbulakan gangguan pendengaran (audiotory)

dan extra audiotory seperti stres kerja/ psikologi, hipertensi, kelelahan kerja dan

perasaan tidak senang (abboyance).

Intensitas kebisingan dan waktu paparan perhari yang diperbolehkan tidak

melebihi Nilai Ambang Batas yaitu 85dB untuk 8 jam pemaparan. Proyek

pembangunan underpass Titikuning memiliki jam kerja mulai dari jam 8.00 –

18.00, hampir semua jenis pekerjaan pembangunan underpass menggunakan alat

berat excavator sehingga pekerja akan terpapar bising selama penggunaan alat

berat, namun karena pekerjaan proyek merupakan pekerjaan berjalan maka

pekerja akan berpotensi terpapar bising lebih kecil dibandingkan dengan

pekerjaan yang berulang – ulang terpapar bising. Suara bising yang ditimbulkan

dari alat kerja tetap akan mengganggu selama pekerjaan berlangsung. Kebisingan

dapat menimbulkan dampak berupa gangguan komunikasi, rasa tidak nyaman,

gangguan penurunan fungsi pendengaran. Pengendalian potensi bahaya untuk

mengurangi paparan bising bisa dilakukan dengan penggunaan APD ear plug,

perawatan dan pemeliharaan mesin secara periodik.


90

Tanah digali dengan excavator maka sebagian pekerja menggeser tanah

galian ke area lain untuk di kumpulkan. Pekerja menggeser tanah galian dengan

menggunakan sekop menimbulkan sikap kerja yang tidak ergonomi yaitu posisi

tubuh yang salah dan aktivitas yang berulang ulang pada saatmenggunakan sekop

untuk menggeser tanah galian ke area lain. Berdasarkan penelitian Sarmauly

(2009), pekerjaan dengan beban yang berat dan perancangan alat yang tidak

ergonomis pada pekerja pabrik mengakibatkan pengerahan tenaga yang

berlebihan dan postur yang salah seperti memutar dan membungkuk

menyebabkan risiko terjadinya MSDs dan kelelahan dini. Upaya pengendalian

yang dpaat dilakukan adalah dengan rotasi kerja dan melakukan peregangan

disela-sela kerja.

Analisis Potensi Bahaya Node 3. Proses Pemadatan Tanah

Proses pemadatan tanah dilakukan dengan menggunakan roller. Pada saat

roller meratakan tanah pekerja lain menyiramkan tanah dengan menggunakan

sekop dan posisi pekerja terlalu tinggi mengangkat sekop sehingga terdapat

potensi bahaya ergonomi.

Pekerja menyiramkan tanah dengan menggunakan sekop ke area

pemadatan tanah terdapat potensi bahaya yang bersumber dari sikap kerja yang

tidak ergonomi. Informan mengatakan posisi kerja saat mengangkat sekop

sebaiknya tidak melewati area perut sehingga otot pekerja tidak terlalu

memberikan tenaga yang lebih saat menyiramkan tanah.

Kegiatan memindahkan beban secara manual dengan frekuensi yang

sering dan jangka waktu yang lama akan menyebabkan proses rusaknya tulang
91

belakang (Eko Nurmianto, 2003). Masalah tersebut lazim dialami para pekerja

yang melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus menerus.

Analisis Potensi Bahaya Node 4. Proses Pemotongan Beton Pile

Proses pemotongan beton pile adalah proses selanjutnya dalam pembuatan

pelat underpas tertutup. Pada proses ini beton pile yang dihancurkan adalah beton

pile yang muncul diatas tanah saat pemasangan bore pile. Beton yang dihancurkan

dengan menggunakn alat jack hummer akan menimbulkan potensi bahaya terpaar

getaran jack hummer, mata kemasukan debu beton, tergores ujung batang pile dan

sikap kerja yang tidak ergonomi karena posisi membungkuk selama bekerja.

Terpapar getaran bersumber dari penggunaan jack hummer yang bekerja

dengan tekanan dan getaran agar benda yang keras bisa dihancurkan. Semakin

keras benda yang dihancurkan maka getaran akan semakin dinaikkan.

Berdasarkan hasil wawancara, terpapar getaran berasal dari getaran yang di

naikkan karena kondisi beton yang sangat keras dan pegangan jack hummer yang

berbahan plastik dan tidak dilapisi dengan bahan karet.

Penggunaan mesin dan peralatan kerja mekanis yang dijalankan oleh

motor penggerak akan menimbulkan getaran yaitu gerakan yang teratur dari benda

atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran ini

menyebar kepada lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya

adalah mesin atatu peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis atau

peralatan kerja disalurkan kepada tubuh pekerja atatu benda yang terdapat di

tempat kerja dan lingkungan kerja dalam bentuk ketaran mekanis. Getaran yang

ditimbulkan oleh peralatan mesin apabila menghantar ke tubuh manusia melalui


92

tangan, lengan, kaki, atau anggota tubuh lainnya yang akan menimbulkan

gangguan kenyamanan sampai gangguan kesehatan (Suma’mur, 2009).

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi paparan

getaran adalah dengan melapisi pegangan jack hummer dengan bahan karet dan

menggunakan APD sarung tangan.

Pekerja atau operator mengancurkan beton, informan mengatakan karena

efek getaran dan tekanan yang kuat, debu beton menyebar dan masuk ke mata

pekerja yang tidak menggunakan APD safety goggles, beton padas iang hari juga

akan lebih getas/ rapuh karena pengaruh panas sehingga debu akan semakin

banyak menyebar. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi

dan menghilangkan dampak potensi bahaya yang ada adalah dengan

menggunakan APD safety goggles.

Beton pile yang sudah dihancurkan, maka batang pile dibersihkan karena

bekas tanah yang ada pada batang pile akibat pengeboran, batang pile dibersihkan

dari tanah untuk diratakan dengan menggunakan excavator agar batang pile

sejajar dengan pelat underpass tertutup. Pekerja yang membersihkan batang pile

dengan menggunakan alat besi yang pendek sehingga pekerja terlalu

membungkuk saat membersihkan berpotensi tergores batang pile dan mengalami

keluhan muskuluskeletal akibat sikap kerja yang tidak ergonomi. Tergores batang

pile disebabkan oleh gerakan bolak balik saat membersihkan batang pile, posisi

tangan yang berada disisi batang pile dan tidak menggunakan sarung tangan akan

tergores batang pile. Sikap kerja yang tidak ergonomi yaitu posisi terlalu

membungkuk karena besi yang digunakan untuk membersihkan batang pile terlalu
93

pendek mengakibatkan pekerja dapat mengalami keluhan muskuluskuletal. Upaya

yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan dampak adanya

potensi bahaya tergores adalah dengan menggunakan APD sarung tangan,

sedangkan untuk sikap kerja yang tidak ergonomi yaitu membungkuk, upaya

pengendalian yang dapat dilakukan adalah mengganti alat yang digunakan untuk

membersihkan dengan yang lebih panjang dan melakukan peregangan di sela-sela

kerja.

Analisis Potensi Bahaya Pada Node 5. Proses Pemasangan Bekisting

Beksiting merupakan cetakan beton yang disisi dengan beton cair.

Bekisting dirakit dengan bahan balok dan triplek. Bahan tersebut dipotong sesuai

ukuran cetakan yang dibuhkan dengan menggunakan gergaji sebagai pemotong.

Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang memotong kayu dan triplek terdapat

potensi bahaya tergores gergaji yang tajam, terpapar debu kayu, mata kemasukan

serbuk kayu, tertimpa besi, tertimpa palu.

Pekerjaan yang memotong kayu dan balok juga berpotensi mata

kemasukan serbuk kayu dari pemotongan kayu yang menggunakan gergaji.

Informan mengatakan mata pekerja yang kemasukan serbuk kayu karena posisi

pekerja lebih rendah dari balok kayu yang digergaji sehingga serbuk kayu jatuh ke

mata pekerja yang tidak emnggunakan APD.

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan

menghilangkan potensi bahaya mata kemasukan serbuk kayu adalah dengan

menggunakan safety goggles dan posisi pekerja harus lebih tinggi dari balok kayu

yang di potong.
94

Pemasangan bekisting di area yang tinggi maka digunakan scaffolding

sebagai perancah pekerja dan material lainnya. Scaffolding adalah alat perancah

yang terbuat dari besi yang berbentuk pipa yang disusun dan dipasang agar bisa

menopang pekerja dan material lainnya yang digunakan pada pekerjaan yang

tinggi. Pada saat pemasangan scaffolding, potensi bahaya tertimpa besi karena

pekerja yang bertindak tidak aman saat memasang besi. Informan mengatakan

scaffolding bisa lepas dan menimpa pekerja karena tidak terampil saat memasang

scaffolding seperti pemasangan kepala scaffolding tidak tepat sehingga

penyambung besi bergeser dan jatuh sehingga menimpa pekerja dan

mengakibatkan luka robek. Penggunaan APD seperti safety shoes dapat

mengurangi dan menghilangkan dampak dari tertimpa beban berat.

Pemasangan scaffolding, perancah ini disusun dan diletakkan diatas pelat.

Pada saat pemasangan perancah ini kondisi pelat sangat lembek dan tidak rata

akibat tanah galian yang berlumpur sehingga ketika pekerja naik, perancah akan

goyang dan tidak stabil, informan mengatakan pada proyek ini aliran hujan

sementara tidak dikendalikan. Material yang berada diatas scaffolding akan jatuh

dan menimpa pekerja yang berada dibawah sehingga dapat mengakibatkan cidera

pada pekerja. Tertimpa merupakan klasifikasi kecelakan kerja menurut jenis

kecelakaan (Tarwaka, 2014). Berdasarkan data dari Komitmen Rencana Aksi

Keselamatan Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

(PUPR), pada 20 februari 2018 terjadi kecelakaan konstruksi yaitu jatuhnya

bekisting pier head (proyek tol becakayu) dengan jumlah korban sebanyak 6

orang luka-luka.
95

Pekerja naik ke astas scaffolding, maka triplek dan balok akn

disambungkan dengan menggunakan paku dan palu. Pekerja berpotensi

mengalami kecelakaan tertimpa palu jika pekerja bertindak tidak aman saat

menggunakan palu sehingga palu jatuh dan menimpa kaki pekerja yang hanya

menggunakan sendal jepit menyebabkan kaki pekerja mengalami luka robek.

Tertimpa palu ini disebabkan karena pekerja tidak berhati – hati saat memegang

palu sehingga kaki pekerja terluka. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan

adalah dengan menggunakan safety shoes ketika bekerja.

Analisis Potensi Bahaya Node 6. Proses Pemasangan Besi Tulangan

Pembuatan pelat underpass tertutup agar kuat maka dipasangkan besi

tulangan sebelum pengecoran. Tahapan pertama pada proses pemasangan besi

tulangan adalah pabrikasi besi yang terdiri dari pemotongan dan pembengkokan

besi tulangan dengan menggunakan alat bar cutter dan bar bender. Pekerja yang

melakukan sikap kerja tidak aman saat menggunakan alat bar bender akan terjepit

alat penjepit. Pada saat observasi peneliti melihat posisi tangan pekerja saat

menggunakan alat tersebut sangat dekat dengan titik bagian penjepit alat dan

pekerja juga ditemukan tidak menggunakan APD sarung tangan saat bekerja.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurnagi dan menghilangkan dampak dari

adanya potensi bahaya adalah dengan menggunakan sarung tangan saat bekerja.

Terjepit benda atau alat dapat mengakibatkan memar. Menurut

International Labour Organization dalam Tarwaka (2014), terjepit merupakan

klasifikasi jenis kecelakaan kerja menurut jenis kecelakaan. Beberapa peralatan


96

yang digunakan pada proyek underpass adalah peralatan yang memiliki titik

jepitan, seperti spanner.

Pemotongan besi dengan menggunakan alat bar cutter, potensi bahaya

terpapar percikan api karena proses pemotongan besi. Pekerja yang terlalu lama

terpapar dan tidak menggunakan APD sarung tangan akan mengalami luka bakar.

Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan APD

sarung tangan.

Besi tulangan yang sudah dipasang, kemudian diikat dengan menggunakan

kawat. Pekerja yang bertindak tidak aman saat mengikat besi dan tidak

menggunakan sarung tangan akan tertusuk kawat dan mengakibatkan luka tusuk.

Informan mengatakan besi bisa menusuk tangan pekerja walaupun sudah

menggunakan sarung tangan jika pekerja memotong kawat dengan posisi miring

maka kawat akan lebih tajam. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah

dengan menggunakan APD sarung tangan dan mengikuti prosedur kerja.

Analisis Potensi Bahaya Node 7. Proses Pengecoran

Pengecoran merupakaan tahapan terakhir pada proses pembuatan

underpass tertutup. Beton cair yangg sudah dicampur sempurnah datang dari

perusahaan yang dibawa dengan menggunakan truk readymix. Setelah truk

datang, beton akan dituangkan dari adonan. Beton dituangkan dengan

menggunakan bucket sebagai saluran beton cair, potensi bahaya yang terjadi pada

proses pengecoran ini adalah terpicrat beton, potensi bahaya ergonomi karena

posisi membungkuk, terpapar getaran.

Beton terpicrat ke luar dan mengenai pekerja yang berdiri disisi bucket
97

yang terlalu terbuka. Pekerja yang terpicrat beton dapat mengalami iritasi kulit,

sehingga upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan

APD baju safety dan sarung tangan.

Beton dituangkan dan diratakan keseluruh area pengecoran selanjutnya

dilakukan pemadatan beton dengan menggunakan vibrator. Vibrator bekerja

dengan getaran akan menimbulkan efek getaran bagi pekerja yang bertugas

memegang kepala vibrator, saat observasi pegangan atau kepala vibrator terbuat

dari besi dan tidak dilapisi bahan karet. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan

adalah dengan menggunakan APD sarung tangan saat memgang kepala vibrator

dan peganagna vibrator dilapisi dengan bahan karet untuk mengurangi efek

getaran.

Potensi bahaya ergonomi bersumber dari papan yang digunakan terlalu

pendek sehingga pekerja harus melakukan posisi dengan membungkuk selama

meratakan beton yang dapat mengakibatkan keluhan muskulusketal, dan upaya

pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti papan atau alat

dengan yang lebih tinggi agar pekerja tidak terlalu membungkuk saat melakukan

aktivitas dan pekerja juga melakukan peregangan di sela-sela kerja.

Keterbatasan Penelitian

Informan yang dipilih adalah supervisor yang aktif mengawasi dilapangan

sehingga peneliti susah untuk melakukan wawancara yang mendalam. Peneliti

mengantisipasi dengan cara menunggu waktu istirahat.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai

Analisis potensi bahaya pada pekerja proyek underpass Titikuning PT. Hutama

Karya Medan 2018 didapatkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Potensi bahaya yang paling tinggi terdapat pada node lima yaitu proses

pemasangan bekisting yang bersumber dari bahaya sikap kerja yaitu bertindak

tidak aman saat bekerja, faktor kimia debu yang berasal dari balok kayu yang

dipotong serta kondisi pelat scaffolding yang lembek dan tidak rata.

2. Dampak yang paling berisiko dari adanya potensi bahaya pada proses proyek

underpass tertutup yaitu tertimpa besi, palu dan material yang menyebabkan

luka robek pada pekerja serta terpapar getaran.

3. Sumber potensi Bahaya yang paling banyak bersumber dari sikap kerja yaitu

tindakan tidak aman saat bekerja, tidak menggunakan APD, tidak melakukan

pekerjaan sesuai metode kerja

4. Upaya pengendalian yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi potensi

bahaya adalah memberikan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan, Tool box

meeting dan memberikan pengarahan tentang K3 setiap sebelum bekerja,

melakukan inspeksi alat sebelum alat digunakan, memasang rambu-rambu di

area kerja danmelakukan pengawasan selama jam operasi kerja serta

melakukan senam kebugaran setiap hari jumat sebelum bekerja.

98
99

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut:

Bagi perusahaan

1. Melakukan sosialisasi SOP kepada pekerja melalui safety talk dan tool box

meeting dan dimaksimalkan dengan pemajangan prosedur kerja tersebut

disekitar area kerja serta melakukan penimbunan tanah untuk pelat saffolding

yang tidak rata dan lembek.

2. Penambahan jumlah serta jenis APD berupa safety glasses, pelindung muka

sarung tangan kulit untuk pekerja yang melakukan pekerjaan pemotongan

beton pile dan pabrikasi besi, untuk pekerja atau operator jack hummer dan

vibrator diberikan APD sarung tangan kulit.

3. Melakukan pengendalian engineering control, seperti: melapisi pegangan jack

hummer dan vibrator dengan bahan karet

Bagi pekerja

1. Melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi dan metode kerja yang ada agar

terhindar dari kecelakaan kerja.

2. Memakai Alat Pelindung Diri (APD), seperti: masker, sarung tangan, ear plug,

safety shoes, safety helmet, goggles safety, pelindung muka dan baju

keselamatan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

3. Melakukan peregangan di sela-sela kerja jika posisi kerja yang dilakukan

dengan posisi tetap.


Daftar Pustaka

Ahmadi, R. (2016). Metode penelitian kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

A. M Sugeng B, dkk. (2003). Bunga rampai hiperkes dan KK. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Anizar, (2009).Teknik keselamatan dan kesehatan kerja di industri. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Anugrah, D. (2009). Tinjauan persepi. Diakses Oktober 20, 2018, dari


http://www.danger-theory.com/

Ayoub, M. M. and Dampsey, P. G (1999). The psychophysical Approach to


Material Handling Task Design. Journal, 42(1), 70-73

Cecep, D, S. (2014). Keselamatan dan kesehatan kerja. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Eko, (2003). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.

Ervianto, W.I. (2002). Manajemen proyek konstruksi. Yogyakarta: Andi


Publisher.

Ferdy,dkk.(2008). Macam-macam penyebab kecelakaan struktur pada proyek


konstruksi di Surabaya. (Skripsi, Fakultas Tehnik Sipil dan Perencanaan
Universitas Kristen Petra Surabaya). Diakses November 23, 2018, dari
http://digitalpetra.com

Gould, F. (2002). Mangging the construction proces: estimatins, schedule, and


project control. New Jersey, Amerika Serikat: Person Education, Inc.

Healey, B. J. & Walker K. T. (2009). Introduction to occupational health in


public health practice. San Fransisco: Jossey-Bass.

Jamsostek (2010). Data Kecelakaan Kerja Tahun 2010. Diakses dari


http://www.jamsosindonesia.com/cstatistic/view/jaminan-kecelakaan-
kerja-jkkjamsostek_4.pdf

Juliana, Anda I. (2008). Implementasi metode HAZOPS dalam proses identifikasi


bahaya dan analisis resiko pada feedwater system di Unit Pembangkitan
Paiton PT. PJB. Surabaya: Politeknik Perkapalan Surabaya.

100
101

Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat. (2018). Komitmen Rencana


Aksi Keselamatan Konstruksi Tahun 2018. Diakses Oktober 26, 2018, dari
http://www.sibima.pu.go.id//pdf

Kurniawidjaja. (2010). Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta: UI Press.

Munawir, A.(2010). HAZOPS, HAZID,VS JSA. Jakarta: Migas Indonesia.

M.Ihsan, dkk. (2016). Analisa potensi bahaya dan upaya pengendalian


kecelakaan kerja pada proses penambangan batu adesit di PT. Dempo
Bangun Mitra. Diakses Oktober 27, 2018, dari http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/jti/article/5101/pdf

Nugroho, E. (2001). Dasar – dasar manajemen konstruksi. Jakarta: UI.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 04 Tahun 1993 tentang Kecelakaan


Kerja.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 03/ MEN/1998 Tahun 1988 tentang
Kecelakan Kerja.

PT. Hutama Karya. (2018). Tahapan pelaksanaan proyek underpass

Ramli, S. (2009). Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja. Jakarta:


Dian Rakyat.

Ramli, S. (2010). Pedoman praktis manajemen risiko dalam perspektif K3 OHS


risk manajemen. Jakarta: Dian Rakyat.

Rijanto, B. (2011). Pedoman pencegahan kecelakaan di industri. Jakarta: Mitra


wacana media.

Sarmauly, S, R. (2009). Evaluasi postur tubuh ditinjau dari segi ergonomi di


bagian pengepakan pada PT. Coca cola Bottling Indonesia Medan,
(Skripsi yang tidak dipublikasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat USU,
Medan.

Soeharto, I. (1998). Manajemen proyek (dari konseptual sampai operasional).


Jakarta: Erlangga.

Suma’mur. (2009). Higine perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta:


CV. Sagung Seto.

Tana, L. (2002). Gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja perusahaan


baja di Pulau Jawa. Jurnal Kedokteran Trisakti. 21(3), 60-73.
102

Tarwaka. (2012). Dasar - dasar keselamatan kerja serta pencegahan keselamatan


di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.

Undang – Undang No.13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Yanto, A. (2009). Manajemen risiko K3 pada konstruksi, 2(1), 10-18. Diakses
dari http://elearning.maxi.co.id/?p=detailartikel&id=107

Yonathan, dkk. (n.d.). Kecelakaan kerja dan analisis penerapan peraturan


keselamatan kerja pekerjaan galian tanah pada proyek konstruksi di
Surabaya, 20(2), 13-20. Diakses dari
http://publication.Petra.ac.id/indeks.php/sipil/articel/view/1215/1101

Yuliani, U. (2011). Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada
proyek infrastruktur gedung. Jakarta: Universitas Gunadharma.
Lampiran 1. Pedoman Wawancara

DAFTAR PERTANYAAN

ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PEKERJA PROYEK


UNDERPASS TITIKUNING PT. HUTAMA KARYA
MEDAN 2018
A. IDENTITAS INFORMAN

1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Jabatan :
5. Pendidikan Terakhir :
6. Lama bekerja :

B. PERTANYAAN
1. Apa saja Pekerjaan yang dilakukan pada proses ini?

2. Apa saja potensi bahaya yang Bapak ketahui pada proses ini?

3. Apa akibat yang Bapak ketahui dari adanya potensi bahaya tersebut?

4. Apa upaya pengendalian Kecelakaan kerja yang diberikan atau dilakukan

pihak perusahaan?

103
104

Lampiran 2. Hasil Wawancara

ANALISIS POTENSI BAHAYA PADA PEKERJA PROYEK


UNDERPASS TITIKUNING PT. HUTAMA KARYA MEDAN 2018

A. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama : Informan 1
2. Umur : 43 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki - Laki
4. Jabatan : HSE
5. Pendidikan Terakhir : D3
6. Lama bekerja : 18 tahun

Pertanyaan Jawaban

Apa saja pekerjaan yang dilakukan Pada pembangunan underpass tertutup


pada proses ini? semua proses dimulai dari persiapan
alat, semua alat yang akan digunakan
harus diperiksa atau di cek terlebih
dalhulu, agar peralatan yang digunakan
tidak mengganggu dan menghambat
proses kerja. Pada pembangunan
underpass tertutup pertama adalah
penghancuran aspal yang lama,
penghancuran aspal dilakukan agar
penggalian tanah lebih mudah. Aspal
dihancurkan dengan menggunkaan
hummer yang yang terbuat daari baja
memiliki ujung yang tajam. Jack
hummer dipasangkan ke excavator agar
lebih mudah digunakan karena aspal
yang dihancurkan sangat keras sehingga
diperlukan tenaga excavator. Selama
proses penghancuran aspal, sebagian
pekerja membersihkan serpihan aspal
dengan menggunakan sekop. Kemudian
tahapan selanjutnya adalah penggalian
tanah.Tanah digali dengan
menggunakan excavator type backhoe.
Area tanah yang digali adalah dibawah
underpass tertutup, sebagian pekerja
menyisihkan tanah galian dengan
cangkul ke area lain agar lebih mudah
diangkut, tahapan berikutnya adlaah
105

tanah dipadatkan dengan alat berat


roller, setelah itu adalah pengerjaan
pelat underpass tertutup dimulai dari
pemotongan beton pile. Beton pile di
hancurkan agar batang pile yang pernah
di cor diratakan dengan ukuran pelat
underpass. Beton pile dihancurkan
dengan menggunakan juck hummer.
Setelah beton dihancurkan maka sela –
sela batan g pile terdapat tanah ataupun
lumpur, jadi pekerja harus
membersihkannya terlebih dahulu
dengan menggunakan cangkul atau
peralatan lain baru setelah itu batang
pile diratakan. kalau untuk meratan
batang pile digunakan alat berat
excavator agar batang pile lebih mudah
diratakan, setelah diratakan maka akan
dipasang bekisting. Bekisting
sebelumya harus di rakit dulu dengan
bahan triplek, balok, paku dan kawat.
Kalau sudah dirakit, akan di angkat
kedaerah yang akan dipasang bekisting
dengan alat angkut crane. Setelah
bekisting akan dipasang besi tulangan.
Besi diangkut ke daerah pemasangan
dengan alat crane. Besi sebelumnya
harus di pabrikasi dulu, pertama
dipotong dengan alat bar cutter sesuai
dengan kebutuhan, kemudian sebagian
besi dibengkokkan sesuai keperluan
dengan alat bar bender. Setelah itu
maka besi dirakit juga, besi di ikat
Apa saja potensi bahaya yang bapak dengan dengan kawat dan ring besi.
ketahui pada proses pembuatan Yang terakhir adalah pengecoran. Beton
underpass tertutup? Dan bagaimana cair yang sudah dicampur sempurnah
cara bapak untuk mengidentifikasi dibawa dari perusahaan dengan
setiap potensi bahaya yang ada. menggunakan truk readymix, setelah
beton sampai akan dituangkan kedaerah
pengecoran.”

Kalau untuk potensi bahaya semua


proses dan aktivitas mempunyai potensi
bahaya jadi saya melakukan identifikasi
potensi bahaya dengan menggunakan
106

JSA, jadi saya mengidentifikasi potensi


bahaya berdasarkan unit bukan proses.
Maksudnya unit disini seperti unit tanah
dasar potensi bahaya nya terkena
manuver roller saat pemadatan, terpapar
getaran, bising jika diatas 85db, pada
Kecelakaan kerja apa saja yang pernah unit beton potensi bahyaanya bisa
terjadi selama proses pembangunan terkena manuver truk mixer, terkena
underpass ini? cipratan cor beton, pada unit pembesian
potensi bahaya nya terkena mesin bar
cutter saat pabrikasi besi, terkena bar
bender saat pembengkokan, tertusuk
kawat, terjepit bar bender atau bar
cutter, terkena sisa ujung potongan besi,
terkena alat kerja instal besi, tertimpa
besi karena sling putus, terjepit besi.

Kalau untuk kecelakaan kerja yang


Apa upaya pengendalian kecelakaan berat belum ada, karena sampai
kerja yang diberikan atau dilakukan sekarang kami masih zero accident,
pihak perusahaan? kalau untuk pekerja yang biasanya bisa
terkena palu, paku atau tergores
peralatan yang tajam karena pekerja
tidak hati – hati atau bertindak tidak
aman saat bekerja pernah kejadian dan
langsung diberi pertolongan pertama
berupa P3k yang disediakan di pos
lapangan.

Melakukan sosialisasi dan metode kerja


serta menjelaskan potensi bahaya,
memberikan APD yangs esuai dengan
jenis pekerjaan, sosialisasi SOP
penggunaan alat secara berkala,
emmasang rambu – rambu, memasang
baricade diarea berbahaya seperti
pinggir sungai, lobang atau di sekitar
alat berat, pengawasan penggunaan alat
kerja yang sesuai, membersihkan dan
merapikan alat kerja setelah selesai.
107

A. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama : Informan 2
2. Umur : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki – Laki
4. Jabatan : Supervisor bagian penghancuran aspal
5. Terakhir : S1
6. Lama bekerja : 17 tahun

Pertanyaan Jawaban

Apa saja pekerjaan yang dilakukan Menghancurkan aspal dengan excavator


pada proses ini? yang sudah dipasang mata hummer.
Mata hummer itu seperti bor, jadi nanti
dia berputar dan menekan aspal
sehingga aspal hancur. Kemudian aspal
digeser dan diangkat dengan
menggunakan sekop.
Apa saja potensi bahaya yang bapak
ketahui pada saat penghancuran aspal? Pekerja dapat tertabrak alat berat pada
saat pekerja sedang mengeser aspal
yang dihancurkan karena pekerja tidak
memperhatikan alat berat yang
beroperasi, mata hummer bisa lepas
kalau baut tidak ketat, kemudian
tersandung peralatan yang diletakkan di
area kerja dan terluka saat
menggunakan sekop karena pekerja
Apa akibat yang bapak ketahui dari tidak hati – hati.
adanya potensi bahaya tersebut pak?
Pekerja bisa mengalami cidera kalau
ditabrak, kalau mata hummer lepas bisa
terbentur ke pekerja yang ada di sekitar
area kerja, kalau tersandung bisa sampai
Apa upaya pengendalian kecelakaan berdarah.
kerja yang diberikan atau dilakukan
pihak perusahaan?
Untuk upaya pengendalian perusahaan
selalu menyediakan APD yang sesuai
dengan jenis pekerjaan kemudian setiap
pagi atau sebelum melakukan aktivitas
kerja selalu dilakukan tool box meeting
dengan memberikan pengarahan kepada
pekerja tentang adanya potensi bahaya
disetiap aktivitas pekerjaan dan
108

melakukan inspeksi terhadap alat yang


akan digunakan
109

A. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama : Informan 2
2. Umur : 49 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki – Laki
4. Jabatan : Supervisor bagian pengggalian tanah
5. Terakhir : S1
6. Lama bekerja : 24 tahun

Pertanyaan Jawaban

Apa saja pekerjaan yang dilakukan Mengali tanah dengan alat excavator
pada proses ini? type backhoe, jadi tanah dikorek
dengan pengorek excavator yang
berbentuk garpu kemudian tanah nya
diangkat langsung dengan bucket
excavator ke area yang lain

Apa saja potensi bahaya yang bapak


ketahui pada saat penghancuran aspal? Pekerja dapat tertabrak alat berat pada
saat alat berat beroperasi, bisa
tertimbun tanah, menghirup debu pada
saat tanah digali kalau bagian terluar
tanah terlalu kering.
Terpapar bising dari mesin dan kondisi
nya gelap karena diterowongan
Apa akibat yang bapak ketahui dari
adanya potensi bahaya tersebut pak?
Pekerja bisa kecelakaan, luka – luka
kalau ditabrak alat berat dan terpapar
bisisng bisa menjadikan pekerja tuli.
Apa upaya pengendalian kecelakaan
kerja yang diberikan atau dilakukan
pihak perusahaan? Untuk upaya pengendalian perusahaan
selalu menyediakan APD yang sesuai
dengan jenis pekerjaan kemudian setiap
pagi atau sebelum emlakukan aktivitas
kerja selalu dilakukan tool box meeting
dengan memberikan pengarahan
kepada pekerja tenatnag adanya potensi
bahaya disetiap aktivitas pekerjaan.
110

A. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama : Informan 3
2. Umur : 49 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki – Laki
4. Jabatan : Supervisor bagian pemadatan tanah
5. Terakhir : S1
6. Lama bekerja : 24 tahun

Pertanyaan Jawaban

Apa saja pekerjaan yang dilakukan Memadatkan tanah menggunakan


pada proses ini? roller, roller ini memili tampling yang
terbuat dari baja jadi nanti roller di
operasikan dan berjalan tampling akan
berputar sambil memadatkan tanah,
kalau tanah nya terlalu lembek akan
disiramkan tanah yang agak kering ke
area pemadatan sampai semua material
padat.

Apa saja potensi bahaya yang bapak


ketahui pada saat penghancuran aspal? Pekerja bisa tertabrak roller kalau
pekerja terlalu dekat saat menyiramkan
tanah dan tidak memperhatikan roller
saat beroperasi, bisa terpapar debu
kalau tanah terlalu kering.
Apa akibat yang bapak ketahui dari
adanya potensi bahaya tersebut pak?
Pekerja bisa cidera dan terluka dan
mengalami sesak nafas jika pekerja
terpapar debu dengan jangka waktu
Apa upaya pengendalian kecelakaan yang lama.
kerja yang diberikan atau dilakukan
pihak perusahaan?
Upaya pengendalian yang dilakukan
perusahaan untuk pencegahan
kecelakaan kerja adalah dengan
menyediakan APD yang sesuai dengan
jenis pekerjaan, jadi semua pekerja
wajib menggunakan APD yang telah
diberikan. Sebelum melakukan
pekerjaan, setiap hari pekerja diberikan
111

pengarahan pada saat tool box meeting


terkait potensi bahaya yang ada disetiap
aktivitas pekerjaan. Memasang rambu –
rambu K3 di area kerja.
112

A. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama : Informan 3
2. Umur : 49 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki – Laki
4. Jabatan : Supervisor bagian pengecoran
5. Terakhir : S1
6. Lama bekerja : 24 tahun

Pertanyaan Jawaban

Apa saja pekerjaan yang dilakukan Proses pengecoran, mortar atau beton
pada proses ini? datang dari perusahaan dan sudah
tercampur dibawa dengan
menggunakan truk readymix kemudian
dituangkan ke area pengecoran dengan
membuka adonan terlebih dahulu,
kemudian diratakan keseluruh area dan
di lakukan pemadatan dengan
menggunakan vibrator, alat ini bergerak
dengan getaran yang dihasilkan
makanya gelembung - yang ada pada
beton akan pecah sehingga adonan
padat kemudian beton diratakan
Apa saja potensi bahaya yang bapak kembali.
ketahui pada saat penghancuran aspal?

Pekerja bisa terjatuh kalau tidak hati –


hati saat naik ke truk readymix untuk
membuka adonan, bisa juga terken
apicratan beton dan terpapar getaran
dari vibrator saat memadatkan beton
karena vibrator menghasilkan getaran,
vibrator itu dipegang oleh seorang
Apa akibat yang bapak ketahui dari operator, terpapar debu juga bisa terjadi
adanya potensi bahaya tersebut pak? karena dari beton yang di anon.

Pekerja bisa cidera dan terluka jika


terjatuh dari truk readymix, iritasi kulit
Apa upaya pengendalian kecelakaan jika pekerja terkena picratan beton dan
kerja yang diberikan atau dilakukan mengganggu pernafasan jika pekerja
pihak perusahaan? terpapar dari debu beton dan
113

mengalami

Upaya pengendalian yang dilakukan


perusahaan untuk pencegahan
kecelakaan kerja adalah dengan
menyediakan APD yang sesuai dengan
jenis pekerjaan, jadi semua pekerja
wajib menggunakan APD yang telah
diberikan. Sebelum melakukan
pekerjaan, setiap hari pekerja diberikan
pengarahan pada saat tool box meeting
terkait potensi bahaya.
114

Lampiran 3: Tabel Analisis HAZOPS

Tabel 1. Analisis Potensi Bahaya Node 1 Pada Proses Penghancuran Aspal

Titik kajian/
node Sumber
Penyimpangan Penyebab Akibat Pengendalian
bahaya

Sikap Tindakan
memegang tidak aman Luka gores Menggunakan
sekop Tergores sekop dalam sarung tangan
tajam memegang
Penghancur sekop
an aspal

Posisi tangan
terlalu dekat
dengan
Sikap
Tangan bagian Memar, luka Menggunkaan
memegang
terpukul palu spanner yang robek sarung tangan
spanner
dipukul
dengan palu

Aktivitas Melakukan
Posisi
Pekerja terlalu mengangkat peregangan
membungkuk Keluhan
lama dan disela – sela
muskulosketal
membungkuk mencongkel kerja
aspal
115

Tabel 2. Analisis Potensi Bahaya Pada Node 2 Proses Penggalian tanah

Titik kajian/
Sumber
node Penyimpangan Penyebab Akibat Pengendalian
bahaya

Pekerjaan
berda di area Mengurangi Memasang
Kurang
Cahaya terowongan ketajaman lampu
pencahayaan
mata
Penggalian
tanah
Rotasi antar
pekerjaan pekerja
diterowongan Gangguan penggalian
Bising Terpar bising
sehingga suara pendengaran tanah,
tidak Menggunakan
menyebar ear plug
keluar

Membungkuk
saat Keluahan Melakukan
Posisi Pekerja terlalu
mengangkat muskuluskele peregngan di
membungkuk membungkuk
tanah galian tal sela – sela kerja
116

Tabel 3. Analisi Potensi Bahaya Node 3 Pada Proses Pemadatan Tanah

Titik kajian/ Sumber Penyimpangan Penyebab Akibat Pengendalian


node bahaya

Pemadatan Sikap Mengangkat Menyiramkan Keluhan otot Mengikuti


tanah mengangkat sekop terlalu tanah ke area prosedur kerja
sekop tinggi pemadatan
117

Tabel 4. Analisis Potensi Bahaya Node 4 Pada Proses Pemotongan Beton Pile

Titik kajian/
Sumber
node Penyimpangan Penyebab Akibat Pengendalian
bahaya

Getaran jack
Menggunakan
hummer Gangguan
sarung tangan
Terpapar dinaikkan otot, sendi,
Getaran getaran pembuluh
darah dan
syaraf
Pegangan jack
hummer Melapisi
berbahan plastik pegangan jack
hummer dengan
bahan karet
Pemotongan
beton pile
Mata
Tidak
Serpihan kemasukan Gangguan Menggunakan
menggunakan
beton serpihan beton penglihatan safety goggles
safety goggles

membersihkan
Menggunakan
dari ujung
sarung tangan,
Tergores ujung batang pile
Posisi kerja Luka gores Mengganti besi
batang pile Besi untuk
dengan yang
membersihkan
lebih panjang
terlalu pendek

Posisi
membungkuk Besi untuk Keluhan Melakukan
Posisi kerja
selama membersihkan muskuletal peregangan di
membersihkan terlalu pendek sela – sela kerja
batang pile
118

Tabel 5. Analisis Potensi bahaya Node 5 Pada Proses Pemasangan Bekisting

Titik kajian/
Sumber Upaya
node Penyimpangan Penyebab Akibat
bahaya Pengendalian

Terpapar debu
Pemasangan Kayu yang
Debu kayu kayu Menggunakan
bekisting dipotong Gangguan
masker
menghasilkan pernafasan
debu kayu

Sikap kerja
Mata Tidak Gangguan
Mengkkunakan
kemasukan menggunakan penglihatan
safety goggles
serbuk kayu safety goggles
Bertindak
tidak aman
saat
mengangkat Memakai safety
Sikap kerja Tertimpa besi Luka robek
besi shoes
scaffolding

Pelat Material jatuh Tanah pelat Material


Memastikan
scaffolding scaffolding menimpa
pelat scaffolding
lembek/ tidak pekerja
tidak lembek
rata mengakibat
dan rata
kan cidera

Bertindak
Sikap tidak aman
Memakai safety
memegang Tertimpa palu menggunakan Luka robek
shoes
palu palu
119

Tabel 6. Analisis Potensi Bahaya Node 6 Pada Proses Pemasangan Besi Tulangan

Titik kajian/ Sumber


Penyimpangan Penyebab Akibat Pengendalian
node bahaya

Pemasangan Posisi
besi tulangan tangan saat
Terjepit bar memotong
Sikap kerja Memar Sarung tangan
cutter sangat dekat
ke ujung
besi

Terlalu
lama
terpapar
Terpapar Luka Menggunakan
percikan api
percikan api bakar sarung tangan
Percikan api saat
memotong
besi

Posisi
tangan
berada di
Terjepit bar ujung besi Menggunakan
Sikap kerja Memar
bender yang dijepit sarung tangan
dengan bar
bender

bertindak
tidak aman
Luka Menggunakan
Sikap kerja Tertusuk memotong
tusuk sarung tangan
kawat besi
120

Tabel 7. Analisis Potensi Bahaya Node 7 Pada Proses Pengecoran

Titik kajian/
Sumber
node Penyimpangan Penyebab Akibat Pengendalian
bahaya

Bucket saluran
terlalu terbuka
Memakai
sarung tangan,
Beton cair Terpicrat beton Iritasi kulit
masker, baju
Pengecoran
Getaran safety
vibrator

Pekerja terlalu
Menggunakan
membungkuk Papan terlalu Keluhan
Papan papan yang
saat meratakan pendek muskuletal
lebih tinggi
beton
Melapisi
pegangan
Gangguan
Pegangan dengan bahan
sendi, otot,
Pegangan Terpapar vibrator karet,
pembuluh
vibrator getaran berbahan besi menggunakan
darah dan
sarung tangan
syaraf
121

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian


122

Lampiran 5. Surat Balasan Izin Penelitian


123

Lampiran 6. Dokumentasi

Proses penghancuran aspal

Proses penggalian tanah


124

Proses pemadatan tanah

Pemotongan Beton pile


125

Membersihkan batang pile

Proses meratakan batang pile


126

Proses bekisting

Proses pengecoran
127

Wawancara dengan informan

Wawancara dengan informan


128

Wawancara dengan informan

Anda mungkin juga menyukai