Anda di halaman 1dari 124

ANALISIS FAKTOR RISIKO DALAM PENGGUNAAN

PESTISIDA DAN KELUHAN KESEHATAN PADA


PETANI JERUK DI DESA NARIGUNUNG
KECAMATAN TIGANDERKET
KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Oleh

YENNI ADELIA BR SEMBIRING


NIM. 151000150

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
ANALISIS FAKTOR RISIKO DALAM PENGGUNAAN
PESTISIDA DAN KELUHAN KESEHATAN PADA
PETANI JERUK DI DESA NARIGUNUNG
KECAMATAN TIGANDERKET
KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

YENNI ADELIA BR SEMBIRING


NIM. 151000150

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
i
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor

Risiko dalam Penggunaan Pestisida dan Keluhan Kesehatan pada Petani Jeruk di

Desa Narigunung Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo” beserta seluruh isinya

adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutian

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut

dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi

yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap

keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2019

Yenni Adelia br Sembiring

ii
Abstrak
Petani menggunakan pestisida dalam usaha mengendalikan hama tanaman sayur-
mayur dan buah-buahan. Biaya pemakaian pestisida yang relatif murah, cara yang
mudah, ketersediaan yang memenuhi dan tingkat keberhasilan tinggi mampu
diandalkan untuk pertanian. Penelitian ini dilaksanakan di desa Narigunung
Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Data
dikumpulkan melalui wawancara langsung dan observasi. Karakteristik responden
jumlah usia paling banyak berada pada rentang 41- 60 tahun, yaitu sebanyak 25 orang
(61%), untuk tingkat pengetahuan kurang sebanyak 12 orang (29,3%), untuk
kebersihan badan petani bersih sebanyak 24 orang (58,5%), status gizi tidak normal
sebanyak 22 orang (53,7%). Pencampuran dosis sesuai keinginan sebanyak 21 orang
(51,2%), Lama penyemprotan paling banyak <4 jam sebanyak 28 orang (28,3%),
sikap terhadap arah semprot searah dengan arah angin sebanyak 21 orang (51,2%).
Petani mengalami keluhan kesehatan mual yaitu 13 orang (31,7%), keluhan kesehatan
muntah sebanyak 11 orang (26,8%) dan keluhan kesehatan lainnya yaitu sakit kepala,
iritasi kulit ringan, diare, dan pandangan kabur masing-masing sebanyak 1 orang
(2,4%). Diharapkan bagi Dinas Pertanian, perlu peningkatan pengetahuan petani
dalam penggunaan pestisida yang baik dan benar melalui penyuluhan atau pelatihan-
pelatihan terkait jenis pestisida, aturan pakai dosis dan penggunaan APD. Bagi petani
jeruk agar memperhatikan dosis label kemasan penggunaan pestisida terlebih dahulu
sebelum digunakan. Bagi peneliti lain, perlu adanya riset lebih lanjut dengan
mengukur tingkat keracunan petani penyemprot berdasarkan kadar cholinesterase
dalam darah petani penyemprot.

Kata kunci : Pestisida, Keluhan Kesehatan dan Petani

iii
Abstract
Farmers use pesticides in an effort to control pests of vegetables and fruits. The cost
of using pesticides which are relatively inexpensive, easy way, availability that meets
and high levels of success can be relied upon for agriculture. This research was
conducted in the village of Narigunung, Tiganderket District, Karo Regency. This
type of research is descriptive. Data collected through direct interviews and
observations. Characteristics of respondents at the most age range are in the range
41-60 years, as many as 25 people (61%), for the level of knowledge less than 12
people (29.3%), for the cleanliness of the clean farmer's body as many as 24 people
(58.5% ), 22 abnormal nutritional status (53.7%). Mixing the dose as desired as
many as 21 people (51.2%), spraying time at most <4 hours as many as 28 people
(28.3%), attitudes toward the direction of spray in the direction of the wind as much
as 21 people (51.2%). Farmers experienced nausea health complaints of 13 people
(31.7%), 11 health complaints of vomiting (26.8%) and other health complaints of
headaches, mild skin irritation, diarrhea, and blurred vision of 1 person each (2.4%).
It is expected that for the Department of Agriculture, it is necessary to increase the
knowledge of farmers in the use of pesticides that are good and right through
counseling or training related to the type of pesticides, dosage rules and the use of
PPE. For citrus farmers to pay attention to the dosage of packaging labels for the
use of pesticides first before use. For other researchers, further research is needed by
measuring the level of poisoning of spraying farmers based on the level of
cholinesterase in the blood of spraying farmers.

Keywords: Pesticides, Health Complaints and Farmers

iv
Kata Pengantar

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Faktor Risiko dalam Penggunaan Pestisida dan Keluhan Kesehatan

pada Petani Jeruk di Desa Narigunung Kecamatan Tiganderket Kabupaten

Karo”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapakan terimakasih yang sebesarnya

kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan

secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Fitri Ardiani, SKM., MPH selaku dosen Penasehat Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama penulis duduk dibangku perkuliahan

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr.dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

4. Ir. Evi Naria, M.kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi sehingga dapat

terselesaikan dengan baik

5. Dr.dr.Wirsal Hasan, M.P.H dan Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku dosen penguji

skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi

v
6. Seluruh Dosen Pengajar Program Studi ilmu kesehatan masyarakat yang telah

memberikan ilmu dan perhatiannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan

hingga selesainya skripsi ini.

7. Seluruh staf pegawai dan karyawan khususnya kak Dian yang telah membantu

kelancaran skripsi ini.

8. Masyarakat desa Narigunung yang memberikan izin penelitian dan membantu untuk

penyelesaian skripsi ini.

9. Orangtua penulis Heri Suherman Sembiring dan Marlena br Bangun yang telah

membesarkan penulis, memberikan kasih sayang, doa, mendukung, dan berbagi

motivasi bagi penulis.

10. Kakak Meisa Nurhema dan adik Avin Saimana yang telah memberikan doa dan

kasih sayang kepada penulis.

11. Sahabat SMA (Melisa, Ernita, Asta dan Besta) yang telah memberi semangat dan

doa sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

12. Sahabat FKM USU (Yolan, Desi, Cindy, dan Iis) yang telah menemani dan

memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

13. Teman- teman KKN di desa Telagah dan PBL di desa Bagan Dalam yang

mendukung dan medoakan penulis sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan

baik.

14. Kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam penulisan skripsi ini.

vi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat

penulis harapkan demi perbaikan- perbaikan kedepan.

Medan, Agustus 2019

Penulis

Yenni Adelia br Sembiring

vii
Daftar Isi

Halaman
Halama Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ii
Abstrak iii
Abstract iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 5
Tujuan umum 5
Tujuan khusus 5
Manfaat Penelitian 6
Tinjauan Pustaka
Faktor Risiko 7
Jenis faktor risiko 7
Kegunaan identifikasi faktor risiko 9
Pestisida 10
Formulasi pestisida 11
Jenis pestisida 13
Kaidah dan prosedur penggunaan pestisida 15
Manfaat dan dampak pestisida 19
Toksisitas Pestisida 23
Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida 24
Jalur masuk pestisida pada manusia 27
Faktor risiko terhadap keluhan kesehatan dan pencegahannya 30
Pengendalian keracunan 33
Tanaman Jeruk 35
Hama dan penyakit tanaman jeruk 35
Pencegahan hama dan penyakit tanaman jeruk 36
Landasan Teori 37
Kerangka Konsep 39

viii
Metode Penelitian
Jenis penelitian 40
Lokasi dan Waktu Penelitian 40
Populasi dan Sampel 40
Populasi 40
Sampel 40
Variabel bebas dan defenisi operasional 42
Metode Pengumpulan Data 45
Metode Pengukuran Data 46
Metode Analisis Data 50

Hasil Penelitian 51
Gambaran umum lokasi penelitian 51
Letak dan geografis desa narigunung 51
Keadaan demografi 52
Jenis tanaman 52
Hasil Penelitian 53
Karakteristik responden 53
Penggunaan pestisida 57
Cara penanganan peastisida 60
Keluhan kesehatan 60

Pembahasan
Faktor Risiko Berdasarkan Karakteristik Responden 63
Faktor Risiko Berdasarkan Penggunaan Pestisida 68
Faktor Risiko Berdasarkan Cara Penanganan Pestisida 74
Keluhan Kesehatan yang Dirasakan Petani Setelah Menyemprot
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan 78
Saran 79
Daftar Pustaka
Daftar Lampiran

ix
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Kelas bahaya pestisida menurut WHO 23


2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur,

jenis kelamin, lama kerja dan tingkat pendidikan 54


3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan per-

tanyaan tingkat pengetahuan 55


4 Distribusi karakteristik responden berdasarkan tingkat

pengetahuan 56
5 Distribusi karakteristik responden berdasarkan mean

tinggi badan dan berat badan 56


6 Distribusi karakteristik responden berdasarkan status

gizi
7 Distribusi karakteristik responden berdasarkan

kebersihan badan 57
8 Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan jenis

pestisida 57
9 Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan golongan

pestisida 57
10 Distribusi penggunaan pestisida 58
11 Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan pemakaian

APD 59
12 Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan kebersihan

APD dan frekuensi penyemprotan 60


13 Distribusi cara penanganan pestisida 61
14 Distribusi keluhan kesehatan 62
15 Distribusi pengobatan keluhan kesehatan 63

x
xi
Daftar Gambar

N Judul Halaman
O

1 Kerangka Konsep Penelitian 39

2 Wawancara dengan responden 91


3 Pengukuran berat badan badan responden 92
4 Pengukuran tinggi badan responden 92
5 Proses penyemprotan pestisida 93
6 Proses pencampuran Pestisida 93
7 Jenis pestisida yang digunakan petani 94
8 Kondisi perkebunan milik petani 95

xii
Daftar Lampiran

N Judul Halaman
O

1 Kuisioner Penelitian

2 Master Data
3 Hasil Pengolahan Data
4 Surat Telah Melaksanakan Penelitian
5 Dokumentasi Penelitian

Daftar Istilah

xiii
WHO World Health Organization

BPS Badan Pusat Statistik

KK Kepala Keluarga

Poskesdes Pos Kesehatan Desa

APD Alat Pelindung Diri

PP Peraturan Pemerintah

Permenaker Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Riwayat Hidup

xiv
Penulis bernama Yenni Adelia br Sembiring berumur 22 tahun, dilahirkan di

Tanjung pada tanggal 12 Mei 1997. Penulis beragama Islam, anak kedua dari 3

bersaudara dari pasangan Bapak Heri Suherman Sembiring dan Ibu Marlena br

Bangun.

Pendidikan formal dimulai di pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 044833

desa Narigunung tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1

Tiganderket tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tiganderket,

selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2019

Yenni Adelia br Sembiring

xv
Pendahuluan

Latar Belakang

Petani sudah lama menggunakan pestisida dalam usaha mengendalikan hama

tanaman sayur-mayur dan buah-buahan. Pemakaian pestisida bertujuan untuk

meningkatkan produksi dengan harapan tanaman terhindar dari gangguan hama dan

penyakit. Di daerah dataran tinggi pemakaian pestisida pada tanaman sayur-mayur

dan buah-buahan termasuk terlalu intensif, karena hama dan penyakit tumbuhan pada

keadaan iklim yang sejuk beserta curah hujan yang tinggi dan kelembaban udara

menjadi keadaan yang baik untuk perkembangbiakan.

Biaya pemakaian pestisida yang relatif murah, cara yang mudah, ketersediaan

yang memenuhi dan tingkat keberhasilan tinggi mampu diandalkan untuk pertanian.

Manfaat pemakaian pestisida yang tinggi sebagai faktor penentu besarnya kualitas

dan hasil tumbuhan sehingga menimbulkan ketergantungan petani untuk tetap

memakai pestisida (Wahyuni, 2010).

WHO (World Health Organisation) menyatakan, di Negara miskin dan ber-

kembang keracunan pestisida menjadi persoalan yang serius pada kelompok pertanian

baik yang disengaja ataupun tidak. Setiap tahunnya terjadi 250.000 kematian terjadi

akibat keracunan pestisida. Pestisida terus menerus disemprotkan pada tumbuhan,

pemakaian pestisida oleh petani menurut pada ada atau tidak hama pestisida terus

disemprotkan, pemakaian bukan atas dasar kebutuhan. Selain itu cara

1
2

penyemprotan yang tidak dicermati oleh petani kadang tidak searah dengan arah

angin, yang dapat menimbulkan tanpa disadarinya pestisida bisa terhirup. Perilaku

petani dalam pemakaian pestisida secara berlebihan menimbulkan masalah baru yaitu

bisa mengancam masyarakat luas baik keselamtan maupun kesehatan kerjanya akibat

adanya paparan pada lingkungan dan hasil pertanian (Eka, 2015).

Petani terbiasa dalam pemakaian pestisida kadang menyalahi ketentuan, tidak

membaca aturan pakai dosis, petani kerap menyatukan beberapa jenis pestisida, atas

dasar untuk menaikkan daya racun pada tumbuhan. Perbuatan yang seperti itu

sebenarnya sangat dapat merugikan, karena mampu menimbulkan faktor risiko yang

tinggi terhadap pencemaran di lingkungan akibat residu pestisida. Pemakaian

pestisida tidak mengikuti aturan pakai akan menyebabkan berbagai jenis dampak

diantaranya penurunan kesehatan yaitu munculnya keracunan pada penyemprot

pestisida khususnya di pertanian tanaman jeruk.

Data Statistik Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 jumlah penduduk yang

merupakan angkatan kerja sampai dengan Agustus 2016 sebanyak 6.362.909 jiwa,

terdiri dari 5.991.229 dengan kategori bekerja dan sebesar 371.680 ribu jiwa dengan

kategori pengangguran. Berdasarkan lapangan usaha penduduk terbanyak adalah

yang bekerja dibagian pertanian yaitu sebanyak 44,50%, sesudah itu diikuti bagian

perdagangan, restoran dan hotel sebanyak 19,23%, jasa yang mencakup perorangan,

perusahaan dan pemerintah sebesar 15,46%, sedangkan di bagian industry berkisar

hanya 7,26%, selebihnya bekerja dibagian pertambangan dan penggalian, kelistrikan,

air minum, bangunan, angkutan, dan bagian komunikasi dan keuangan.


3

Kabupaten Karo adalah salah satu titik pusat pertanian bagi Sumatera Utara

terutama tumbuhan holtikultura jenis sayur-mayur dan buah. Pertanian adalah mata

pencaharian paling banyak masyarakat Karo. Pertanian di kabupaten ini hasilnya

tidak hanya dijual ke dalam negeri tapi juga keluar negeri (Eka, 2015).

Pertanian di kabupaten Karo terkenal dengan hasil pertanian Jeruk. Jenis jeruk

yang ditanaman petani saat ini adalah jenis siam. Sunkist, wangsinton, padang, siam

madu dan lainnya. Jenis yang diminati oleh pembeli adalah jenis siam madu sehingga

penanaman jenis jeruk ini banyak dilakukan petani. Jeruk ini memiliki ciri manis,

bentuk oval, tebal kulitnya 2-4 mm, dan beratnya mencapai 90-225 gram, ketahanan

jeruk ini bias sampai 8-10 hari dari masa panen dan jeruk jenis siam madu telah

diekspor ke Negara tetangga. Luas pertanian jeruk sebesar 14.483,64 ha, luas adalah

sebesar 8.454,62 ton.Harga jual jeruk rata-rata sebesar Rp. 5.543/kg. (BPS Kab.Karo,

2015).

Kabupaten Karo terbagi atas 13 kecamatan setiap kecamatan mempunyai lahan

pertanian yang luas. Salah satunya adalah kecamatan Tiganderket. Kecamatan ini

merupakan kecamatan yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani.

Jumlah penduduk yang pencaharian sebagai petani di kecamatan Tiganderket sebesar

3,709 jiwa (BPS Kab.Karo 2015).

Desa Narigunung merupakan desa yang terletak di kecamatan tiganderket dengan

jumlah KK (kepala keluarga) sebesar 223 kk, jumlah penduduk sebesar 783 jiwa.

Jumlah penduduk yang sebekerja sebagai wiraswasta adalah 84 jiwa, pegawai negeri
4

sipil 13 orang dan petani 350 orang yang sebagian besar merupakan petani jeruk

(Puskesdes desa Narigunung 2018).

Survey awal yang diamati oleh penulis di dapati bahwa selama ini pemakaian

pestisida oleh petani jeruk di Desa Narigunung yang tidak sesuai dengan aturan

pemakaian dosis dan mengaduk campuran tanpa menggunakan alat pelindung diri.

Petani menyatakan sengaja menambah takaran pestisi supaya lebih efektif

menghilangkan hama tumbuhan. Saat melakukan penyemprotan petani tidak

memakai alat pelindung diri (APD) lengkap, beberapa petani merokok sambil

menyemprot tanaman bahkan melawan arah angin saat penyemprotan. Saat

menyemprot kerap dilaksanakan pada pagi hari dan diteruskan dengan membersihkan

tanaman lain sehingga petani kerap kali tidak terus mandi setelah menyemprot

tanaman. Biasanya petani hanya mencuci tangan dilanjutkan dengan beristirahat

kemudian merokok tidak jauh dari lahan pertanian. Petani sering kali mandi ketika

sore hari setelah selesai dengan pekerjaannya di ladang.

Wawancara dengan beberapa petani, mereka menyatakan kerap merasakan

gangguan kesehatan terutama gatal pada kulit, pusing, mual dan muntah setelah

selesai menyemprot. Akan tetapi gejala diatas tidak terlalu mengganggu petani tidak

mempermasalahkannya. Dari penjelasan di atas tujuan dari penelitian ini untuk

menganalisis faktor risiko dalam penggunaan pestisida dan keluhan kesehatan yang

dialami oleh petani Jeruk di desa Narigunung.


5

Perumusan Masalah

Pengguaan pestisida oleh penyemprot jeruk desa Narigunung tidak sesuai dengan

aturan, petani kerap mencampur berbagai jenis pestisida untuk meningkatkan daya

racun pada hama tumbuhan. Penyemprot biasanya hanya mencuci tangan kemudian

beristirahat disekitar lahan pertanian. Keluhan kesehatan yang dialami oleh petani

adalah gangguan kesehatan terutama gatal pada kulit, pusing, mual dan muntah

setelah melakukan penyemprotan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Menganalisis faktor risiko penggunaan pestisida dan keluhan

kesehatan yang dialami petani jeruk setelah menyemprot tanaman.

Tujuan khusus. Mengetahui faktor risiko penggunaan pestisida pada petani

jeruk penyemprot pestisida meliputi :

1. Karakteristik responden meliputi; usia, jenis kelamin, lama kerja, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, status gizi dan kebersihan badan.

2. Faktor risiko penggunaan pestisida meliputi; banyak jenis pestisida, waktu pe-

nyemprotan, dosis pestisida, alat penyemprot, lama penyemprotan, arah

semprot terhadap arah angin, pemakaian APD, dan frekuensi penyemprotan.

3. Cara penanganan pestisida meliputi; penyimpanan dan pencampuran

pestisida.
6

4. Mengetahui keluhan kesehatan yang dirasakan petani penyemprot pestisida

setelah aplikasi pestisida.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini supaya mampu bermanfaat kepada berbagai pihak antara lain :

1. Pemerintah

Untuk tambahan informasi kepada pemerintah agar adanya regulasi

penggunaan pestisida yang diperbolehkan kepada petani.

2. Masyarakat

a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran petani tentang cara penggunaan

pestisida yang sesuai dengan dosis yang diperbolehkan.

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya pestisida dan

dampak yang akan diakibatkan, atau faktor risiko terjadinya keracunan

pada penyemprot pestisida dan pencemaran pada lingkungan dapat

diminimalisir.

3. Mahasiswa

Menambah wawasan serta tambahan informasi mengenai kesehatan

masyarakat terkhusus dalam bidang kesehatan lingkungan.


Tinjauan Pustaka

Faktor Risiko

Faktor Risiko merupakan keadaan yang berkaitan dengan peningkatan suatu

resiko penyakit tertentu.Faktor risko dikatan juga sebagai faktor penentu, untuk

membuat kemungkinan orang yang tidak mengalami gangguan kesehatan menjadi

sakit. Faktor penentu bersangkutan terhadap kenaikan dan penurunan risiko kejadian

suatu penyakit (Dwi, 2016)

Jenis Faktor Risiko. Fakto risiko dibagi berdasarkan dapat atau tidak risiko

diubah, peranan faktor risiko, faktor risiko yang bersumber dari makhluk hidup itu

sendiri dan lainnya.

1. Berdasarkan dapat atau tidak risiko diubah

a. UnchangeableRisk Factors, merupakan faktor risiko tidak dapat berubah

atau tetap, yaitu umur dan keturunan/gen.

b. ChangesbleRisk Factors, merupakan faktor risiko yang bisa berubah.

2. Berdasarkan peranan Faktor Risiko

a. Suspected Risk Factors, merupakan faktor risiko yang tidak memperoleh

hasil suatu penelitian atau yang dicurigai.

b. Estabnassilished Risk Factors, yaitu faktor risiko yang telah memiliki

bukti dari hasil suatu penelitian.

7
8

3. Faktor risiko yang bersumber dari makhluk hidup itu sendiri (faktor risiko

intrinsik). Berikut beberapa faktor instrinsik :

a. Berasal dari usia dan jenis kelamin

Beberapa penyakit yang bersangkutan dengan usia atau jenis kelamin.

Seperti, gastritis cenderung dialami oleh pria daripada wanita.

b. Berasal anatomi atau konstitusi tertentu

Ada beberapa bagian tubuh tertentu mudah menerima suatu penyakit.

Seperti, virus herpes yang menyerang bagian syaraf.

c. Berasal dari Nutrisi

Orang yang mengalami kurang gizi akan mudah terkena penyakit

infeksi, seperti, TB paru dan diare (Dwi, 2016)

4. Berasal dari lingkungan (faktor risiko ekstrinsik). Memudahkan terkena

peyakit tertentu menurut jenisnya, faktor ekstrinsik bisa berbentuk

keadaan fisik, kimia, biologis, psikologi, sosial budaya, dan perilaku.

Seperti : kondisi perkampungan padat penduduk menjadi faktor risiko

terjadinya penyakit ISPA.

5. Berasal dari tingkat pengetahuan yaitu pengetahuan merupakan kumpulan

dari kesan dan pengalaman yang didapatkan pribadi ataupun dari orang

lain. Pengetahuan bermula atas pengalaman dan dari pengetahuan orang

lain.

6. Berasal dari sikap yaitu mendeskripsikan keadaan senang atau tidak pada

suatu objek. Sikap mempengaruhi faktor risiko terjadinya suatu penyakit

dan dapat dihasilkan dari pengalaman atau orang lain.

8
9

7. Faktor risiko berasal dari kebiasaan yaitu kebiasaan dihasilkan dari

kepercayaan orang tua. Orang mendapat kepercayaan menurut apa yang

diyakini dan tanpa mementingkan adanya bukti terlebih dahulu.

8. Faktor risiko berasal dari perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dalam

kehidupan masyarakat akan memperoleh kebiasaan hidup (way of life)

sering disebut dengan kebudayaan yang dihasilkan membutuhkan waktu

yang lama (Soekidjo, 2010).

Kegunaan Identifikasi Faktor Risiko. Perlunya identifkasi faktor risiko

penyebab penyakit dapat dipakai untuk hal seperti berikut :

1. Meramalkan atau memprediksi kejadian suatu penyakit

2. Menentukan hasil suatu penyakit

3. Dapat menjadi penyebab terjadinya suatu penyakit

4. Membantu untuk menegakkan suatu diagnosa

5. Untuk mencegah ternjadinya penyakit.

Faktor risiko dapat biasa dilakukan dengan memakai konsep kausalitas, yaitu:

1. Temporal atau menurut urutan waktu

2. Kekuatan dari adanya atau tidaknya risiko yang tinggi

3. Selalu sebab lebih dahulu dari akibat

4. Akibat dosis paparan yang mampu mengakibatkan keluhan kesehatan

5. Reversibilitas dimana paparan berkurang, kejadian penyakit akan

menurun.

6. Konsisten yang kejadian akan berulang menurut waktu, tempat dan

penelitian lainnya

9
10

7. Biologis yang berkaitan dengan tubuh

8. Spesifitas yang dilihat dari penyebab yang dapat mengakibatkan penyakit

9. Analogi artinya ada kesamaan untuk penyebab atau akibat yang sama

(Soekidjo, 2010)

Pestisida

Pestisida merupakan bahan kimia yang sering digunakan untuk membunuh

hama dan gulma pada tanaman. Tanpa penggunaan pestisida dapat menyebabkan

menurunnya hasil pertanian. Pestisida dikelompokkan berdasarkan jenis hama dan

gulma yang akan dibasmi. Jenis pestisida insektisida, fungisida, nematosida, dan

herbisida dipakai untuk menghentikan jamur, hama, dan gulma tumbuhan yang

nematoda dan pathogen (Rahayuningsih, 2009).

Jenis pestisida lain dipakai untuk mengendalikan tikus, siput, dan

hama.Untuk menjaga keselamatan manusia, sumber alam hayati, penggunaan

yang efektif, penyimpanan, pemakaian dan peredaran pestisida diatur dalam

Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001. Dalam peraturan terkemuka pestisida

merupakan bahan yang beracun dan berbahaya semua zat kimia dan bahan lain

serta jasad renik dan virus yang di-pakai untuk membunuh hama penyakit yang

merusak tumbuhan, bagian tumbuhanatau hasil pertanian, membasmi gulma,

memusnahkan daun dan mencegah pertumbuhan tumbuhan atau bagian dari

tumbuhan, kecuali pestisida kelompok pupuk, membasmi hama luar ternak dan

hewan piaraan, membasmi hama air, membasmi binatang dan jasad renik dalam

rumah tangga, memusnahkan atau mencegah hewan yang dapat mengakibatkan

10
11

gangguan kesehatan pada manusia, dengan penggunaan pada tumbuhan, tanah dan

air (Sudarmo,2007).

Formulasi Pestisida. Jenis formulasi pestisida yang digunakan dan diper-

dagangkan adalah :

1. Emulsi Pekat

Bahan yang dapat larut dalam larutan yang tidak dapat larut dalam air,

bahan aktifnya berbentuk cair misalnya minyak. Apabila minyak dicampur

menggunakan air formulasi berbentuk emulsi pekat.

2. Serbuk Basah

Mengandung bahan aktif yang tinggi formulasi ini berbentuk kering.

Jika dimasukkan ke dalam air, serbuknya terapung dan membentuk dua

lapisan terpisah. Agar tidak terjadi formulasi dicampur menggunakan

bahan pembasah. Formulasi serbuk basah biasa dipakai membasmi jenis

hama pengganggu. Harga formulasi ini relatif lebih murah dari emulsi

pekat. Serbuk basah mudah diangkut, mudah disimpan,dan lebih aman.

Formulasi ini lebih mudah terhirp oleh pemakai pada proses penyiapan.

Untuk menghindari risiko tersebut, petani wajib menggunakan alat

pelindung diri berupa masker.

3. Serbuk Larut Air

Serbuk larut air adalah formulasi kering. Bedanya dengan serbuk

basah bisa terbentuk larutan apabila dicampur dengan air. Formulasi di

dalamnya50% bahan aktif. Bahan pembasah dipakai tumbuhan yang

memiliki permukaan daun/batangberbulu dan licin.

11
12

4. Suspensi

Untuk menangani masalah pestisida yang cuma larut pada jenis

pelarut organik maka bahan murni pestisida harus digabungkan dengan air

dan serbuk tertentu hingga membentuk campuran dengan serbuk yang

halus dan basah. Formulasi tercampur rata apabila dicampur dengan air

yang disebut suspensi.

5. Debu

Debu adalah formulasi yang mudah digunakan dan formulasi kering

mengandung bahan aktif yang sangat rendah antara 1-10%.

6. Butiran

Bahan aktif formulasi butiran merupakan bentuk cair, setelah

dicampur dengan menggunakan bahan lain formulasi menempel dan

menyerap di butiran. Formulasi butiran mengandung bahan aktif antara

2-45%.

7. Aerosol

Aerosol mudah larut dan menguap dan ukuran butiran ≤10 mikron,

formulasi ini mudah terhisap manusia pada waktu bernafas. Senyawa dapat

menyerap menuju jaringan pernafasan. Jika menggunakan formulasi

aerosol bernafas pada waktu penyemprotan sangat tidak dianjurkan apabila

tidak memakai alat pelindung diri.

8. Umpan

Umpan adalah bahan tertentu dicampur dengan racun. Contohnya

makanan yang dibuat untuk penarik jasad pengganggu. Umpan dapat

12
13

dipakai di rumah, kebun, kantor dan sawah untuk membasmi lalat, lipas,

tikus, siput atau burung.

9. Gas

Gas adalah formulasi berbentuk cairan atau gas yang gampang

menguap. Gas dapat diserap kulit dan terhisap (Ditjen prasarana dan

sarana pertanian, 2011)

Jenis Pestisida. Pestisida dikelompokkan berbagai macam menurut kegunaan

dan asal katanya, yaitu:

1. Akarisida, dari bahasa Yunani yaitu akari, berarti kutu atau tungau.

Akarisida disebut juga dengan Mitesida. Berfungsi untuk membasmi kutu

atau tungau. Contoh: Trithion 4 E dan Kelthene MF.

2. Algisida, artinya gangga laut dari kata alga, digunakan untuk membasmi

alga. Contoh: Dimanin.

3. Avisida, artinya burung dari kata avis, berfungsi untuk penolak atau

pembasmi burung. Contoh: untuk mambasmi burung kakatua digunakan

Avitrol.

4. Bakterisida, dari kata Latin yaitu bacterium, fungsinya untuk membasmi

bakteri. Contoh: Trichlorophenol Streptomycin, Tetracycline, Agrept,

Agrimycin, Bacticin.

5. Fungisida, berasal dari kata latin fungus artinya jamur, digunakan untuk

membasmi cendawan dan jamur. Bersifat fungitioksik, Contoh: Delsene

MX 200, Dmatan 50 WP,

13
14

6. Herbisida, artinya tanaman setahun dari kata Latin herba, digunakan

membasmi gulma. Contoh: Basfapon 85 SP, Esteron 45 P, Gramoxone,

Basta 200 AS.

7. Insektisida, artinya potongan dari kata Latin insectum, digunakan untuk

membasmi serangga. Contoh:Sevidan 70 WP, Thiodan, Lebaycid, Lirocide

650 EC.

8. Larvisida, dari kata Yunani lar, digunakan membasmi ulat (larva).

Contoh: Dipel (Thuricide), Fenthion.

9. Molluksisida, dari bahasa Yunani molluscus artinya lembek atau

digunakan untuk membasmi siput. Contoh: , Brestan 60, Morestan, PLP.

10. Nematisida, kata Latin nematoda berarti benang, dipakai untuk membasmi

nematoda. Contoh: Temik 10 G, Vydate, Nemacur, Furadan, Basamid G.

11. Ovisida, artinya telur dari kata Latin ovum, untuk membasmi telur.

12. Pedukulisida, dari kata Latin pedis artinya kutu, digunakan untuk

membasmi tuma atau kutu.

13. Piscisida, artinya ikan dari kata Yunani piscis, untuk membasmi ikan.

Contoh: Chemish 5 EC, Squoxin untuk Cyprinidae.

14. Predisida, kata Yunani praeda artinya pemangsa, untuk membasmi

predator.

15. Rodentisida, artinya pengerat dari kata Yunani rodere , untuk membasmi

tikus. Contoh: Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin, Diphacil

110, Klerat RMB.

14
15

16. Silvisida, kata Latin silva artinya hutan, digunakan untuk membersihkan

pohon.

17. Termisida, artinya serangga pengerat kayu dari kata Yunani termes,

digunakan membasmi rayap. Contoh: Sevidol 20/20 WP, Lindamul 20

EC,Agrolene 26 WP, chlordane 960 EC (Ditjen prasarana dan sarana

pertanian, 2011).

Kaidah dan Prosedur Penggunaan Pestisida. Dalam menggunakan

pestisida untuk mengurangi terjadinya faktor risiko dapat dilakukan dengan :

1. Pestisida dapat dipakai untuk pilihan terakhir, jika belum ada cara

pengendalian yang daya racunnya lebih rendah.

2. Jika terpaksa digunakan pestisida, pakailah pestisida yang daya racunnya

rendah.

3. Jika terpaksa gunakanlah secara bijaksana.

Pemakaian pestisida secara bijaksana merupakan pemakaian yang mengikuti

prinsip 5 tepat, sebagai berikut:

1. Tepat sasaran

Pastikan unsur biotis dan abiotis dan jenis tumbuhan dan hama

sasaran yang akan dibasmi.

2. Tepat jenis

Tentukan jenis pestisida yang akan dipakai, contohnya: untuk hama

lalat buah gunakan insektisida, membasmi tungau gunakan akarisida.

Menurut Menteri Pertanian tercatat ±150 nama insektisida. Hindari

15
16

penggunaan pestisida yang tidak berlabel, kecuali racikan sendiri yang

sesuai dengan aturan.

3. Tepat waktu

Pengendalian harus di tentukan menurut waktu,yaitu:

a. Stadium larva instar I, II, dan III merupakan stadium kuat hama untuk

menyerang tanaman.

b. Kondisi lingkungan, dianjurkan untuk tidak menggunakan pestisida

saat cuaca terik, hujann atau kecepatan angin tinggi.

4. Tepat konsentrasi/dosis

Aplikasikan dosis sesuai saran dari Menteri Pertanian. Baca aturan

pakai pada kemasan pestisida. Hindari penggunaan pestisida dosis

melebihi atau tidak mengikuti aturan, karena dapat menyebabkan bahaya

pada manusia dan lingkungan.

5. Tepat cara

Lakukan pencampuran formulasi pestisida sesuai anjuran Menteri

Pertanian. Perhatikan dampak akibat pestisida terhadap lingkungan dan

manusia, pestisida seharusnya dipakai dengan bijaksana mengikuti semua

anjuran yang telah diberlakukan (Djojosumarto, 2008).

Prosedur penggunaan pestisida

Tata caradan persyaratan dalam pemakaian pestisida dapat dilakukan dengan:

1. Persiapan

Aplikasi pestisida perlunya prosedur persiapan, yaitu:

16
17

a. Menyediakan bahan, seperti: fisiknya sesuai dengan anjuran, pestisida

harus terdaftar dan memiliki ijin, sesuai dengan keperluan.

b. Menyediakan APD, yaitu: topi,masker, sarung tangan,dan sepatu

kebun.

c. Mengecek alat yang digunakan untuk aplikasi pestisida, untuk

menyadari apakah ada suatu kerusakan atau kebocoran yang dapat

mengganggu pengaplikasian pestisida.

d. Sewaktu menggunakan atau mencampur pestisida jangan langsung

menempatkan pestisida kedalam tangki air. Sediakan air dan ember

secukupnya lalu masukkan pestisida yang sesuai dengan dosis yang

dianjurkan kemudian aduk merata, lalu masukkan dalam tangki.

2. Kalibrasi

Mendapatkan hasil aplikasi yang baik, alat harus dikalibrasi supaya

dosis sesuai anturan pakai. Cara kalibrasi alat untuk pestisida cair, yaitu:

a. Siapkan ember yang berukuran sedang, tali rapia, meteran, gelas ukur

100 ml.

b. Masukkan air kedalam ±¾ kapasitas tangki kemudain tutup tangki lalu,

berikan tekanan dengan alat sampai mencapai tekanan sesuai anjuran.

c. Kemudian air ditangki, ditambahkan ke ember dengan cara

disemprotkan beberapa menit. Kemudian air diukur dengan gelas ukur.

d. Saat aplikasi pestisida di lapangan kecepatan jalan dihitung memakai

data (contohnya, volume cair terukur 20 liter dalam waktu 20 menit)

17
18

misal, volume larutan dibutuhkan adalah volume tinggi sekitar 500

liter/ hektar maka: 500/20X20 menit = 500 menit.

3. Ketentuan Aplikasi

Adapun ketentuan aplikasi pestisida adalah:

a. Pada saat menggunakan pestisida, petani harus memakai APD, misal;

baju lengan panjang, pelindung tangan, sepatu kebun, celana panjang,

topi, dan masker berfungsi untuk menutup mulut dan hidung saat

aplikasi.

b. Saat aplikasi, sebaiknya mengikuti arah angin dan jangan berjalan

melewati lahan yang sudah disemprot pestisida. Aplikasikan pada pagi

hari atau sore hari.

c. Hindari makan, minum dan merokok saat aplikasi

d. Tidak melakukan aplikasi >4 jam dalam sehari.

e. Petani penyemprot seharusnya berusia dewasa dan tidak memiliki luka

pada tubuh, sehat, dan tidak sedang lapar.

f. Sebaiknya diberikan tanda peringatan bahaya di area yang telah

diaplikasi pestisida.

4. Pembuangan sisa

Hal yang perlu dilakukan setelah aplikasi pestisida adalah:

a. Sisa pestisida tidak boleh dibiarkan dalam waktu yang lama di dalam

tangki, karena dapat mengakibatkan tangki berkarat.

b. Cuci perkakas aplikasi dan tangki hingga bersih sebelum disimpan.

Simpan semua alat yang telah dicuci terpisah dan jauh dari dapur,

18
19

kamar mandi, kamar tidur, tempat makanan, dan jauh dari jangkauan

anak-anak.

c. Usahakan air cucian alat tidak mencemari saluran air, sumur, kolam

ikan, sumber air dan lingkungan lainnya.

5. Alat aplikasi yang baik adalah penyemprot (power sprayer, hand sprayer,

mist blower) penghembus, dan pengabut panas.

6. Tidak memakai bahan perekat yang merupakan bahan tambahan dari

pestisida. Ada beberapa jenis pestisida yang telah mengandung bahan

perekat.

7. Saat menggunakan pestisida pada tanaman usahakan supaya sejauh

mungkin sebelum waktu panen. Semakin jauh dari waktu panen semakin

baik. Agar waktu tanaman dipanen, pestisida telah terurai dan hanya

sedikit atau tidak ada.

8. Memusnahkan wadah bekas pestisida dengan mengubur ketanah dan di

tempat yang cukup aman . Setelah aplikasi pestisida, langsung cuci dan

mandi menggunakan air bersih dan sabun (Djojosumarto, 2008)

Manfaat dan Dampak Pestisida. Pestisida memiliki beberapa manfaat dan

dampak dalam penggunaannya, yaitu :

1. Manfaat dalam peggunaan pestisida

a. Penggunaan yang mudah

Pestisida dapat digunakan tanpa alat misalnya pestisida yang

ditaburkan dan digunakan dengan alat yang sederhana (duster, sprayer,

bak celup dan lainnya).

19
20

b. Penggunaan disetiap tempat dan waktu

Waktu penggunaan pestisda dapat digunakan pada pagi hari, sore hari

atau malam hari dan digunakan di setiap tempat terbuka ataupun

tertutup.

c. Hasil dapat dilihat dalam kurun waktu singkat

Setelah pemakaian pestisida hasil dapat dirasakan dalam waktu

singkat, bahkan ada jenis pestisida yang mampu membasmi hama atau

gulma hanya dalam beberapa menit.

d. Dapat digunakan di area yang cukup luas dengan waktu yang singkat

Lahan yang luas dapat diselesaikan dengan waktu yang singkat, ada

beberapa petani bahkan menggunakan pesawat terbang untuk lahan

yang sangat luas.

e. Persediaan tidak terbatas dan keuntungan ekonomi.

Mahalnya tenaga kerja di sektor pertanian menyebabkan petani lebih

memilih menggunakan pestisida karena memberikan keuntungan

secara ekonomi dan pengaplikasian mudah.

2. Dampak pestisida

a. Bagi konsumen

Produk pertanian yang didalamnya terkandung residu pestisida jumlah

besar dapat mengakibatkan keracunan akut. Keracunan kronis yang

resikonya tidak langsung dirasakan oleh pengguna pestisida biasanya

dirasakan dalam waktu yang lama. (Djojosumarto, 2008).

b. Kesehatan

20
21

Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dengan takaran yang tidak sesuai

dan digunakan selama beberapa minggu dapat mengakibatkan

keracunan. Sedikit demi sedikit tubuh manusia mengalami keracunan

kronis (Sartono, 2002).

c. Lingkungan

Soemirat (2007) menyatakan Insektisida dapat merusak lingkungan

yaitu :

1) Residu Tanah

Pestisida dalam tanah bersifat persisten karena termasuk ke dalam

kelompok organoklorin yang bersifat tidak gampang menguap.

Pestisida disemprotkan ke tanaman akan ada di udara yang lama

beberapa waktu akan jatuh ke tanah.

2) Residu Air

Badan air berupa air sumur adalah air hujan yang berasal dari

dalam tanah yang megandung pestisida yang mudah terbawa oleh

aliran permukaan.

3) Residu pada Udara

Pestisida berbentuk partikel atau udara yang bercampur dapat jatuh

pada tujuannya yaitu di udara.

4) Residu pada Tanaman

Pestisida yang disemprotkan padan tumbuhan dapat me-

ngakibatkan residu. Residu pestisida ada di semua bagian

tumbuhan seperti daun, batang, buah dan akar. Residu ada pada

21
22

daging ataupun kulit dari buah. Saat dimasak, atau dicuci residu

akan tetap pada bahan makanan.

5) Residu pada Lingkungan Kerja

Pestisida digunakan dalam jumlah besar di pertanian, dampaknya

menyebabkan keluhan kesehatan petani. Para petani telah

mengetahui dampak yang disebabkan dari pestisida, namun petani

tidak terlalu menghiraukan akibat tersebut.

6) Terhadap lingkungan pertanian

Djojosumarto (2008) menyatakan dampak pestisida di lingkungan

pertanian adalah:

a. Organisme perusak tumbuhan kebal terhadap pestisida. Untuk

membasmi hama yang telah resisten diperlukan dosis yang

lebih tinggi.

b. Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida

(resurjensi hama). Sifat resusjensi populasi hama tidak akan

menurun, sebaliknya populasi akan meningkat setelah

dilakukan penyemprotan.

c. Timbul hama baru, pestisida yang digunakan untuk membunuh

hama tertentu dapat menyebabkan adanya jenis hama baru.

Karena penggunaan pestisida tidak hanya membunuh hama

saja tetapi juga musuh alaminya.

22
23

d. Meracuni tumbuhan jika salah dalam penggunaannya. Ada

residu pestisida diakibatkan oleh penggunaan pestisida

sewaktu aktivitas pertanian.

Tokisitas Pestisida

Pestisida berdampak negatif dan dampak positf dalam penggunaannya, jika

efektif dan digunakan sesuai dengan petunjuk, dapatmenurunkan populasi hama

pada tanaman, tetapi dapat menyebabkan risiko keluhan kesehatan pada manusia

yaitu keracunan kronik atau akut dan kematian bahkan pencemaran lingkungan

(Oka, 1995).

Hasil uji di laboratorium menggunakan hewan percobaan yaitu tikus,

kandungan racun pestisida menunjukkan angka hingga toksisitas akut. Dari studi

toksisitas akut yang dilakukan pada binatang memperoleh data LD50. Artinya,

dosis bahan uji (mg) dalam 1 kg berat tikus dapat membunuh 50% hewan uji

tersebut (Sembodo, 2010). LD50 oral dan LD50 dermal mampu dibedakan. LD50

oral merupakan kematian jika hewan makan dan LD50 dermal kematian akibat

melalui kulit (Djojosumarto, 2000).

Nilai LD50 WHO menyatakan bahaya residu suatu pestisida dapat dilihat di

tabel dibawah ini :

Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO


LD50 akut (tikus) formulasi (mg/kg)
Oral Dermal
Kelas
Padat Cair Padat Cair
Sangat tinggi ≤5 ≤ 20 ≤ 10 ≤ 40
Bahaya tinggi 5-50 20-200 10-100 40-400
Bahaya sedang 50-500 200-2000 100-1000 400-4000
Bahaya rendah ≥ 5001 ≥ 2001 ≥ 1001 ≥ 4000

23
24

Sumber: (Sembodo, 2010).

Data LD50 dalam senyawa kimia yang penting diketahui antara bahan formulasi

dan teknikal (bahan aktif) yang diaplikasikan petani. Semua jenis pestisida

merupakan racun, Setinggi apapun nilai LD50, jika dosis yang digunakan tinggi

juga beracun. Sama halnya dengan konsentrasi, semakin pekat pestisida akan

semakin beracun pestisida tersebut. Oleh karena itu dalam aplikasi pestisida,

penyemprotan pestisida dengan menggunakan LD50 rendah dianjurkan

menggunakan volume semprotan relatif tinggi supaya konsentrasi larutan

pestisida yang akan digunakan menjadi lebih rendah (Sembodo, 2010).

Faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida. Adapun faktor yang

mempengearuhi keracunan pestisida, yaitu :

1. Faktor dari dalam tubuh

a. Usia

Usia merupakan fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka

usia semakin bertambah. Semakin bertambah usia seseorang maka

semakin banyak hal yang dialaminya, bertambahnya usia seseorang

metabolisme tubuh akan menurun dan akibatnya menurun aktifitas

kholinesterase darah sehinggga mempermudah terjadinya keluhan

kesehatan yaitu keracunan pestisida. Usia berkaitan dengan kekebalan

tubuh seseorang dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin

bertambah usia seseorang maka sistem kekebalan di dalam tubuh akan

semakin berkurang. (Adiwisastra, 1985)

24
25

b. Jenis kelamin

Kadar kholin bebas pada plasma laki-laki dewasa normal dengan rata-

rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita mempunyai rata-rata aktifitas

khlinesterase darah lebih tinggi dari laki-laki. Namun, tidak diizinkan

wanita untuk menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar

kholinesterase cenderung turun dari kadar normal.

c. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang cukup mengenai pestisida sangat penting dimiliki

oleh seseorang yang akan mengaplikasikan pestisida, khususnya petani

penyemprot pestisida, karena dengan pengetahuan yang cukup para

petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan cara

yang dianjurkan, sehingga risiko keracunan dapat dihindari.

d. Lama kerja

Semakin lama petani menjadi penyemprot pestisida, maka semakin

lama juga kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan pestisida

semakin tinggi.Keracunan pestisida akan berlangsung mulai dari

selesai penyemprotan hingga 2 minggu setelah melakukan

penyemprotan.

e. Status gizi

Status gizi sangat berpengaruh terhadap masalah kesehatan, misalnya ;

meningkatkan kelambanan, kelemahan daya tahan tubuh dan fisik,

mengurangi inisiatif dan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan

25
26

jenis penyakit lainnya. Semakin buruk status gizi seseorang maka akan

semakin mudah seseorang tersebut terjadi masalah kesehatan

(Afriyanto, 2008).

2. Faktor dari luar tubuh

a. Jenis pestisida

Penggunaan pestisida tentunya memiliki dampak yang berbeda-beda

sesuai jenisnya.Penggunaan lebih dari 3 jenis pestisida dikhawatirkan

petani terkena paparan yang bersifat racun sehingga menimbulkan

reaksi sinergik dalam tubuh. (Sartono, 2002)

b. Waktu penyemprotan

Hal yang perlu diketahui oleh petani bahwa waktu penyemprotan saat

siang hari mempermudah terjadinya keracunan pestisida akibat suhu

panas yang menyebabkan pori-pori kulit membesar dan tubuh

mengeluarkan keringat.

c. Alat penyemprot

Alat penyemprot yang digunakan perlu diperhatikan, teknik dan alat

aplikasi yang lain tepat yaitu penyemprot/sprayer (power sprayer,

hand sprayer, dan mist blower) pengabut-panas/fogger dan

penghembus/ duster, mempunyai spesifikasi dan kinerja tertentu sesuai

dengan tujuan penggunaan.

d. Lama penyemprotan

26
27

Waktu penyemprotan untuk meminimalisir risiko keracunan sebaiknya

>3 jam. Jika melebih waktu tersebut di khawatirkan risiko keracunan

dalam tubuh semakin meningkat.

e. Arah semprot

Penyemprotan yang sesuai anjuran adalah searah dengan arah angin

dan ubah posisi penyemprotan apabila angin berubah.

f. Penggunaan APD

Untuk menghindari kontaminasi secara langsung dengan pestisida

dapat diminimalisir dengan menggunakan alat pelindung diri seperti :

topi, masker, baju lengan panjang, celana panjang kacamata dan lain-

lain.

g. Frekuensi penyemprotan

Semakin sering petani melakukan penyemprotan, semakin tinggi

resiko keracunan yang akan dialaminya.Penyemprotan dilakukan

maksimal 2 kali dalam seminggu dan dilakukan sesuai anjuran.

h. Cara penanganan pestisida

Penanganan pestisida perlu diperhatikan sejak pembelian,

pencampuran, penyemprotan, dan penyimpanan sehingga memperkecil

risiko gangguan kesehatan dengan tubuh (Afriyanto, 2008).

Jalur Masuk Pestisida pada Manusia. Menurut Djojosumarto(2008), jalur

masuk pestisida didalam tubuh melalui :

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

27
28

Kontaminasi pestisida melalui kulit merupakan kontaminasi yang

paling banyak terjadi. Seluruh dunia kontaminasi kulit 90% paling banyak

terjadi. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat bahaya kontaminasi

lewat kulit, yaitu:

a. Toksisitas dermal LD50 pestisida yang bersangkutan : semakin rendah

angka LD50, makin berbahaya tingkat kontaminasi.

b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit : semakin pekat

pestisida, maka semakin berbahaya terhadap kesehatan.

c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi ULV dan EC lebih mudah

diserap oleh kulit daripada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: misalnya mata, pestisida sangat

mudah meresap kedalam mata.

e. Luas kulit terpapar pestisida : semakin luas kulit yang terpapar, maka

resiko yang timbul semakin besar.

f. Lama terpapar: semakin lama kulit terpapar, semakin besar resiko

terjadinya keracunan.

g. Kondisi fisik seseorang: jika kondisi fisik lemah maka makin tinggi

resiko keracunannya.

Kegiatan yang dapat menimbulkan kontaminasi lewat kulit : :

a. Menyeka wajah dengan tangan, sarung tangan atau lengan baju dengan

bagian tubuh yang terkontaminasi pestisida.

b. Pencampuran pestisida

c. Pada saat mencuci peralatan yang sudah terkontaminasi.

28
29

2. Terhisap melalui saluran pernafasan (inhalation)

Keracunan pestisida kedua paling tinggi setelah kulit adalah melalui

pernapasan. Hal ini disebabkan gas pestisida yang digunakan sangat halus

dan dapat menempel ke pari-paru, selaput lendir dan kerongkongan.

Gas beracun yang terhisap oleh manusia ditentukan oleh :

a. Konsentrasi gas di dalam udara atau di ruangan

b. Lama pemaparan

c. Kondisi fisik pengguna

Kontaminasi pestisida melalui saluran pernapasan dapat terjadi ketika:

a. Mengaduk dan mencampur pestisida di ruangan tertutup.

b. Pestisida yang terbuat dari bahan tepung memiliki resiko lebih tinggi

dari pada jenis pestisida lainnnya.

c. Pencampuran pestisida yang berbentuk tepung, debu dapat terhisap

dan masuk melalui saluran pernapasan (Djojosumarto, 2008)

3. Masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral):

a. Ketika bekerja menyemprot pestisida petani mengkonsumsi

makanan/minuman.

b. Membersihakan bagian tubuh dengan menggunakan sarung tangan

atau baju yang tercemar pestisida..

c. Pestisida terbawa angin tanpa sengaja masuk ke mulut.

d. Minuman dan makanan yang terkontaminasi pestisida.

e. Pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa

label.

29
30

f. Meniup nozzle langsung dengan mulut (Djojosumarto, 2008).

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara menggunakan dan

menyimpan pestisda dapat berdampak bagi kesehatan. Misalnya, para pekerja

penyemprot pestisida, kurang mengetahui bahaya yang terkandung dalam

pestisida, sehingga dalam penggunaannya dan penyimpanan tidak

memperhatikan segi keselamatan.

Faktor risiko terhadap keluhan kesehatan dan pencegahan. World Health

Organization (WHO) menyatakan, berkisar 20.000 orang pertahun, meninggal

karena keracunan pestisida. Setiap tahunnya 5.000-10.000 orang telah

merasakan dampak yang fatal, misalnya mengalami cacat tubuh, kanker,

penyakit liver bahkan dampak bagi kesuburan manusia ( Djojosumarto, 2008).

Negara Jepang, kira-kira 1078 terjadi kejadian keracunan pestisida, dari

30% angka tersebut disebabkan oleh senyawa organofosforus, 10%

organosulfur dan 15% herbisida. Dinegara Malaysia, keracunan pestisida juga

banyak terjadi. Lebih dari 54% petani yang menggunakan pestisida pernah

mengalami keracunan meskipun tingkat keracunan yang berbeda dialami

setiap orang. Penyebab utama keracunan pestisida :

1. Sengaja mengkonsumsi pestisida dengan tujuan bunuh diri.

2. Petani yang tidak memperhatikan atau mengindahkan langkah-langkah

keselamatan dalam penggunaan pestisida pada saat pengaplikasian.

3. Menyimpan pestisida tidak pada tempatnya. Misalnya dalam botol yang

mudah untuk dijangkau oleh anak-anak.

4. Melalui bahan makanan yang mengandung sisa pestisida (Soetikno,1992).

30
31

Pestisida bersifat bioaktif yang mangandung campuran bahan kimia. Pestisida

bersifat racun bagi manusia dan lingkungannya. Penggunaan pestisida dapat

berdampak buruk bagi kesehatan jika tidak sesuai dengan syarat kesehatan

penggunaannya. Dampak negatif aplikasi pestisida bagi kesehatan dibagi menjadi

3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis. Iritasi pada kulit,

sakit kepala, pusing, sakit pada badan hingga diare merupakan keluhan kesehatan

yang bersifat ringan. Adapun keracunan akut berat dapat menyebabkan kejang

perut, pupil mata mengecil, denyut nadi meningkat, menggigil, mual, sulit

bernafas, dan keluar air liur.Jika tidak segera ditangani bisa menimbulkan

kematian.

Gangguan kesehatan yang disebabkan akibat keracunan yang bersifat kronis

sangat sulit dikenali dan diketahui gejalanya dalam jangka waktu yang dekat.

Dampak yang ditimbulakan oleh pestisida dapat dirasakan dalam waktu yang

lama seperti kanker, cacat pada bayi, iritasi kulit, keguguran dan gangguan saraf,

hati dan pernapan (Djojosumarto,2008).

Tindakan Pencegahan

Untuk mengurangi dampak negatif dari pemakaian pestisida bagi petani, yang

perlu diperhatikan adalah :

1. Peraturan perundangan

Perlu kesadaran penuh petani dalam memperhatikan peraturan

mengenai pestisida, misalnya peraturan mengenai yang dilakukan untuk

keselamatan dan cara penggunaannya.

2. Pendidikan dan latihan

31
32

Pemakaian pestisida yang legal, benar atau bijaksana penting modal

informasi yang cukupmengenai pestisida. Latihan itu bisa didapatkan dari

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan dari

penyuluhan pertanian.

3. Peringatan bahaya

Pada saat menggunakan pestisida agar selalu membaca aturan pakai

atau dosis label yang ada pada kemasan pestisida. Kemasan pestisida harus

ada label petunjuk yang akan dibaca oleh petani.

4. Penyimpanan pestisida

Tempat penyimpanan pestisida usahakan jauh dari jangkauan anak-

anak, memiliki kunci dan jauh dari binatang peliharaan.Jika pestisida

dipindahkan wadahnya diharuskan memberi tanda bahaya pada wadah

tersebut.Pestisida sebaiknya disimpan ditempat yang aman terhadap

siapapun, disusun sesuai kelompok/jenisnya dan tempat penyimpanan

memiliki ventilasi yang cukup.

5. Tempat kerja.

Pada proses pencampuran dilakukan di luar ruangan/ruang terbuka,

terang, ventilasi baik dan bersih.

6. Kondisi kesehatan pengguna

Anak yang belum cukup umur tidak dibolehkan bekerja menggunakan

pestisida. Keadaan petani harus sehat, kuat,dan tidak dalam keadaan lapar

karena dapat menyebabkan resiko lebih tinggi jika terjadi keracunan.

7. Pemakaian alat pelindung diri

32
33

Pemakaian APD dimulai dari proses pencampuran, penyemprotan,

dan saat mencuci peralatan. Alat pelindung yang dipakai adalah :

a. Pakaian yang menutupi tubuh : pakaian yang memiliki lengan panjang

dan celana panjang berbahan tebal dan sebaiknya tidak memiliki

kantung agar tidak digunakan menyimpan sesuatu, misalnya rokok.

b. Apron atau celemek, terbuat dari kulit/ plastik. Pemakaian Apron dapat

dipakai jika menyemprot tumbuhan yang tinggi.

c. Pelindung kepala, yaitu topi /helm khusus. Pemakaian topi/helm sangat

penting untuk menyemprot tanaman tinggi.

d. Penutup mulut dan hidung, seperti masker atau sapu tangan.

e. Pelindung mata, seperti kacamata

f. Sarung tangan terbuat dari bahan yang tidak tembus air.

g. Sepatu bot, sebaiknya ujung celana tidak dimasukkan kedalam sepatu

(Sastroutomo, 1992).

Pengendalian keracunan. Keracunan dapat diatasi dengan penanggulangan

gejala klinik ataupun efek dari keracunan. Karena keracunan dapat terjadi tanpa

mengenal tempat dan waktu, maka peran masyarakat awam juga ikut menentukan

keberhasilan pengendalian keracunan (Sartono,2002).

1. Mengetahui bahaya racun dan penyebabnya

Melalui kulit, hidung dan mulut racun dapat masuk ketubuh manusia

a. Melalui mulut, dapat dilakukan dengan menurunkan absorpsi racun

dari saluran cerna, meminum antidot, dan menaikkan eliminasi racun

di tubuh.

33
34

b. Melalui hidung, dapat dilakukan dengan inhalasi, yang segera harus

dilakukan yaitu :

1) Membawa penderita keracunan ke ruangan atau tempat yang bebas

dari racun

2) Lakukan Trakeotomi

3) Tekanan darah harus diawasi setiap waktu, jika memakai alat

resuscitator.

c. Kontaminasi kulit, siram menggunakan air bersih jika terkena racun

agar mengencerkan racun. Volume air yang dipakai menentukan luka

kulit yang akan terjadi, terutama racun yang bersifat korosif.

2. Mengatasi efek atau gejala keracunan

a. Muntah, sebagai upaya untuk menghilangkan racun yang ada di tubuh

melewati mulut tindakan yang dilakukan adalah: nutrisi dan cairan

tubuh perlu keseimbanga ketika penderita muntah-muntah dan perlu di

kontrol, dengan memberikan cairan infus.

b. Diare, keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi penderita keracunan

yang diare berkepanjangan, perlu di kontrol dengan cairan infus

dekstrosa 5-10% dalam larutan garam 0,3-0,5 N. Obat yang perlu

diberikan adalah campuran pektin dan kaolin atau pulgit, untuk

menjaga selaput lendir dan mengardsorbsi racun.

c. Perut kembung, untuk mengatasi perut kembung dapat diatasi dengan

cara pipa rektal dengan panjang 50-70 cm dimasukkan, jika diperlukan

dapat diberikan obat yang mengandung simetikon.

34
35

d. Keracunan akut atau kronik, cara pengendaliannya dalah dengan cara:

Cegah dehidrasi dan overhidrasi. Jika muntah berat usahakan

mengganti cairan yang dimuntah dengan memberikan infus dekstrosa.

Konsumsi vitamin K 2,3 mg sehari. Jika mengalami anemia akut

berikan transfusi darah

e. Sistem pernafasan, dapat dikendalikan dengan cara hipoksia dan

depersi pernafasan, pernafasan buatan, dan pemberian oksigen.

Tanaman Jeruk

Jeruk adalah buah yang banyak digemari oleh penduduk Indonesia, dengan

kandungan vitamin C dan rasa yang segar. Jeruk manis merupakan yang banyak

disukai dari jenis lainnya. Jenis jeruk yang ditanam di Indonesia ada bebrapa jenis

adalah jeruk sitrun dan jeruk manis yang asalnya dari Asia Timur dan dari Asia

Tenggara ada jenis jeruk bali, jeruk nipis dan jeruk purut. Jeruk yang kulit dan

buah mudah dibuka adalah jenis jeruk mandarin, jenis yang kulit buahnya harus

dikupas dengan alat adalah jenis jeruk orange.Tumbuhan jeruk bisa tumbuh

berkisar 0-700-1000 m di atas permukaan laut dengan suhu optimum 22-230

(William, 2010).

Hama dan Penyakit pada Tanaman Jeruk.Kerusakan terhadap tanaman

tidak hanya dirusak oleh hama melainkan disebabkan penyakit. Kerusakan pada

tumbuhan dapat diakibatkan oleh jamur, bakteri, virus disebut penyakit. Penyakit

tidak memakan tanaman akan tetapi penyakit merusak proses pertumbuhan

tanaman hingga mati. Tumbuhan yang sakit mempunyai gejala yang dapat dilihat

dengan kasat mata (William, 2010).

35
36

Beberapa hama dan penyakit tanaman jeruk sebagai berikut :

1. Hama pada tanaman jeruk

a. Kutu loncat

b. Kutu daun

c. THRIPS (Scirtothrips citri)

d. Tungau merah

e. Kutu sisik

f. Ulat peling daun

g. Penggerek buah

h. Lalat buah

i. Ulat daun (papillo demolium)

2. Penyakit pada tanaman jeruk

a. CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)

b. CTV (Citus Truteza Virus)

c. Blendok atau Diplodia

d. Embun jelaga

e. Embun tepung

f. Kudis

g. Busuk pangkal batang

Pencegahan Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk. Perawatan tanaman

jeruk dengan cara mencegah penyakit atau hama, pencegahan penyakit dan hama

tumbuhan adalah :

1. Monitoring adanya penyakit dan hama dengan rutin.

36
37

2. Perbanyak musuh alami dari hama dan penyakit

3. Melakukan Pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS)

a. Membasmi serangga penular

b. Membersihkan kebun

c. Memelihara tanaman dengan rutin

d. Meningkatkan pengelolaan kebun (William, 2010).

Landasan Teori

Peraturan Menteri Pertanian N0. 107 tahun 2014 pestisida menyatakan semua

zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk

memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Jenis pestisida yang digunakan

tidak sama pada setiap tanaman, jenis yang digunakan tergantung dari masalah

setiap tanaman.

Pestisida bersifat bioaktif yang dijual secara komersial telah diuji dengan

teliti sesuai syarat-syarat keselamatan, namun pestisida tersebut tetap merupakan

racun yang dapat membahayakan manusia maupun lingkungan. Pencemaran

akibat pestisida dapat menimbulkan keracunan bersifat akut dan kronis. Tanda-

tanda timbulnya sakit kepala, pusing, mual, muntah, Iritasi kulit, kebutaan, dan

sebagainya merupakan gejala keracunan kronis. Gejala yang ditimbulkan oleh

Pestisida akut beratdapat membuat petani tidak sadarkan diri, kejang-kejang,

bahkan meninggal dunia (Sartono, 2002).

Keracunan dapat berlangsung lebih lama akibat pestisida tidak mudah di

prediksi keberadaannya dan gangguan kesehatan yang ditumbulkan dirasakan

37
38

dalam jangka waktu yang lama.Gangguan kesehatan yang bisa ditimbulkan dari

penggunaan pestisida adalah kanker, gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal,

gangguan perna-pasan, keguguran, cacat pada bayi, dan sebagainya.

(Djojosumarto,2000)

Gejala-gejala keracunan yang sering terjadi pada tubuh disebabkan oleh

beberapa factor. Factor risiko terjadi keracunan pestisida sehingga menilbulkan

keluhan kesehatan dibagi menjadi dua yakni faktor intrinsik tubuh (jenis kelamin,

status gizi, dan umur) dan factor ekstrinsik tubuh (misalnya dosis pestisida, lama

menyemprot, dan waktu menyemprot). Untuk menghindari terjadinya gangguan

kesehatan pada tubuh akibat penggunaan pestisida, maka pestisida dalam

pengaplikasiannya harus digunakan secara tepat dan sesuai dengan aturan

penggunaanya (Djojosumarto, 2000).

Hasil penelitian dari Dede Kurniadi, Erni Maywita (2018) faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kesehatan akibat paparan pestida pada petani

hortikultura di desa siulak deras mudik kabupaten kerinci menunjukkan bahwa

Kurang dari separuh (46,9%) responden mengalami keluhan kesehatan, kurang

dari separuh (46,9%) tingkat pengetahuan rendah. Lebih dari separuh (53,1%)

responden memiliki sikap negatif. Kurang dari separuh (43,1%) responden

memiliki tindakan tidak baik tentang pestisida. Ada hubungan tingkat

pengetahuan dengan keluhan kesehatan. Ada hubungan sikap dengan keluhan

kesehatan. Ada hubungan tindakan dengan keluhan kesehatan di Desa Siulak

Deras Mudik Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci tahun 2017.

38
39

Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka konsep

Karakteristik responden :

- Usia
- Jenis kelamin
- Tingkat pengetahuan
- Lama kerja
- Status gizi
- Kebersihan badan

Penggunaan pestisda:

- Banyak jenis pestisida


- Waktu penyemprotan Keluhan
- Dosis pestisida Kesehatan
- Alat penyemprot
- Lama penyemprotan
- Arah semprot terhadap
arah angin
- Pemakaian APD
- Frekuensi
penyemprotan
Cara penanganan pestisida :

- Penyimpanan
- Pencampuran

39
Metode Penelitian

Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode penelitian bersifat

kuantitatif dan memakai pendekatan desain cross sectional (potong lintang).Untuk

menganalisis faktor risiko penggunaan pestisida dan keluhan kesehatan berupa

gejala keracunan yang dialami petani jeruk penyemprot pestisida.

Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di desa Narigunung

Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo. Adapun alasan pemilihan lokasi

penelitian ini karena petani di desa Narigunung belum pernah dilakukan penelitian

sebelumnya dan terdapat masalah kesehatan yang serius khususnya gejala

keracunan yang sering dialami oleh petani setelah menyemprot pestisida.

Waktu penelitian. Peneltitian dilaksanakan pada Februari 2019- Juli 2019.

Populasi dan sampel

Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petani jeruk

penyemprot pestisida di desa Narigunung kecamatan Tiganderket yaitu, sebanyak

70 petani.

Sampel. Besar sampel yang ditentukan berdasarkan rumus Slovin (Sunyoto,

2012), jika besar populasi (N) diketahui maka dicari dengan rumus berikut:

dimana :

40
41

N
n=
1+ ( N × e2 )

n = besar sampel

N = besar populasi (70 orang)

e = batas toleransi kesalahan (0,1)

sehingga :

70
n=
1+(70 ×0.1¿¿ 2)¿

n=41 sampel

Sampel yang diambil dengan teknik purposive sampling didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-

sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Soekidjo 2010). Pengambilan

sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan dari penulis yaitu ;

1. sampel merupakan petani jeruk penyemprot pestisida,

2. pernah mengalami keracunan seperti mual, muntah, pusing, menggigil, iritasi

kulit ringan, sulit bernafas, diare, sering buang air kecil, mengi(bengek) yang

diakibatkan pestisida.
42

Variabel dan Defenisi Operasional

Variable dan defenisi operasional dari penelitian ini adalah :

1. Usia

Usia berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat

toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem

kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin menentukan terjadinya risiko keracunan. Laki-laki

cenderung lebih mudah terpapar pestisida karena aktivitas penyemprotan

biasanya dilakukan oleh laki-laki.

3. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang cukup tentang pestisida sangat penting dimiliki,

khususnya bagi petani penyemprot, dengan pengetahuan yang cukup para

petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik

sehingga risiko terjadinya keracunan dapat dihindari.

4. Lama kerja

Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula

kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida

semakin tinggi.
43

5. Status gizi

Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan berbagai

masalah kesehatan. Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah

terjadi masalah kesehatan. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

dilakukan pada petani, setelah didapat hasil dari pengukuran responden

kemudian dihitung dengan rumus :

IMT = BB : (TB x TB)

6. Banyak jenis pestisida

Semakin banyak jenis pestisida yang digunakan menyebabkan

beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi yang lebih

cepat dalam tubuh.

7. Waktu penyemprotan

Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan

pestisida, penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya

keracunan pestisida melalui kulit.

8. Dosis pestisida

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan

pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk

penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang

tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan

membahayakan penyemprot itu sendiri.


44

9. Alat penyemprot

Alat dan teknik aplikasi yang lain tepat adalah penyemprot/ sprayer. Alat

yang sering digunakan petani yaitu power sprayer, mist blower.

10. Lama penyemrotan

Rata-rata waktu penyemprotan yang sering dilakukan petani.

Penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 4 jam, bila melebihi maka

resiko keracunan akan semakin besar.

11. Arah semprot terhadap arah angin

Sikap terhadap arah angin yang bertiup saat petani melakukan

penyemprotan, penyemprotan yang baik searah dengan arah angin.

12. Pemakaian APD

Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan

panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu

boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan

pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan

pestisida dapat berkurang.

13. Frekuensi penyemprotan

Banyaknya petani melakukan penyemprotan setiap minggunya.

Sebaiknya dalam seminggu hanya dilakukan sekali penyemprotan.

14. Kebersihan badan


45

Perilaku yang dilakukan oleh petani setelah melakukan penyemprotan

antara lain : tindakan apabila terkena pestisida pada saat pengadukan dan

kebiasaan mencuci tangan atau mandi setelah penyemprotan.

15. Penyimpanan

Pestisida yang disimpan ditempat yang tertutup terhindar dari sinar

matahari dan jauh dari jangkauan anak-anak, dalam ruang yang ventilas

cukup, dalam wadah yang tertutup rapat.

16. Pencampuran

Pencampuran yang dilakukan untuk melarutkan atau mencampur

pestisida, alat yang digunakan pada saat mencampur dan mengaduk pestisida.

17. Keluhan kesehatan.

Keadaan kesehatan petani penyemprot pestisida setelah melakukan

penyemprotan berupa gejala keracunan meliputi; mual, muntah, pusing,

menggigil, iritasi kulit ringan, sulit bernafas, diare, sering buang air kecil,

mengi (bengek), pandangan kabur, keringat berlebihan.

Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui 3 cara,yaitu:

a. Observasi dimana keseluruhan proses kerja petani dalam penggunaan

pestisida akan diamati langsung mulai dari proses pencampuran hingga

pasca penyemprotan.
46

b. Pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan status gizi.

c. Wawancara langsung untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan

penggunaan pestisida dan keluhan kesehatan berupa gejala keracunan yang

dirasakan masyarakat.

Metode pengukuran data

1. Karakteristik Responden, metode pengumpulan data dilakukan dengan

observasi dan wawancara langsung menggunakan kuisioner. Tingkat

pengetahuan dilakukan denga kuesioner yaitu sesuatu yang berhubungan

dengan sumber pestisida, bahaya pestisida, jenis pestitida, pencampuran

pestitida,dan lama penyemprotan pestitida. Bila jawaban benar =1 dan bila

jawaban salah = 0

1) Kurang, apabila skor <3 jawaban benar

2) Baik, apabila skor yang diperoleh ≥ 3 jawaban benar

Skala : nominal

2. Status gizi dilakukan dengan cara mengukur berat badan dan tinggi badan

(dalam meter). Setelah didapat hasil dari pengukuran responden kemudian

dihitung dengan rumus :

IMT = BB : (TB x TB)

1) Normal : IMT = 18,5 – 25

2) Tidak normal : IMT < 18,5 dan > 25

Skala : nominal
47

3. Kebersihan badan dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Sesuatu yang

berhubungan dengan perilaku setelah penyemprotan dan kegiatan saat

menyemprot.

1) Jika jawaban 1 = bersih

2) Jika jawaban 2 = tidak bersih

Skala : nominal

4. Banyak jenis pestisida, metode yang dilakukan dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori yaitu;

1) 1 jenis pestisida,

2) >1 jenis pestisida.

Skala : nominal

5. Waktu penyemprotan, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori yaitu :

1) Pada siang hari dan sore hari

2) Siang hari 11.00- 14.00

Skala : nominal

6. Dosis pestisida, dilakukan dengan metode wawancara menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam dua kategori yaitu;

1) Sesuai dengan keinginan

2) Sesuai dengan takaran label kemasan

Skala: nominal
48

7. Alat penyemprot, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori yaitu;

1) Jika jawaban power sprayer (pompa mesin)

2) Jika jawaban mist blower (pompa punggung)

Skala : nominal

8. Lama penyemprotan, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori, yaitu;

1) Jika jawaban <4 jam,

2) Jika jawaban >4 jam

Skala : nominal

9. Arah semprot, sikap terharap arah semprot dilakukan metode wawancara

dengan menggunakan kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori yaitu;

1) Jika jawanam Berlawanan dengan arah angina

2) Jika jawaban Searah dengan arah angina

Skala : nominal

10. Pemakaian APD, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner, pemakaian APD meliputi pelindung kepala, mata, pernapasan,

tangan, kaki, dan pelindung badan.

Skala : nominal

11. Frekuensi penyemprotan, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori, yaitu;

1) 1 kali
49

2) >1 kali.

Skala : nominal

12. Penyimpanan pestisida, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner dan observasi. Dibagi dalam 2 kategori yaitu;

1) dalam ruangan khusus yang ventilasinya cukup dan dalam wadah yang

tertutup rapat

2) gudang penyimpanan peralatan pertanian

Skala : ordinal

13. Pencampuran pestisida, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam 2 kategori yaitu :

1) Ruang tertutup

2) Ruang terbuka

Skala : ordinal

14. Keluhan kesehatan, dilakukan metode wawancara dengan menggunakan

kuisioner. Dibagi dalam beberapa pertanyaan berupa gejala keracunan yang

paling sering dialami oleh petani pada saat penyemprotan atau setelah selesai.

dibagi dalam 12 kategori, yaitu : Mual, muntah, pusing, sakit kepala, susah

nafas, menggigil, iritasi kulit, diare, sering buang air kecil, mengi (bengek),

dan pandangan kabur.

Skala : ordinal
50

Metode Analisis Data

Analisis Univariat

Statistik deskriptif, digunakan untuk menyajikan sebaran distribusi : penge-tahuan

tentang pestisida, status gizi, lama kerja, jenis pestisida yang digunakan, waktu

penyemprotan,pembacaan dosis, alat penyemprot, lama penyemprotan, arah

penyemprotan, frekuensi penyemprotan, dan proses penyimpanan hingga ke proses

penyemprotan. Yang termasuk variable terikat adalah keluhan kesehatan yang

dirasakan oleh petani penyemprot pestisida. Analisis ini dilakukan dengan system

komputernisasi dan melalui anlisis statistik descriptive dan akan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi.


Hasil Penelitian

Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Narigunung Kecamatan Tiganderket

Kabupaten Karo yang berlangsung mulai tanggal penelitian. Penelitian dilaksanakan

untuk mengetahui faktor risiko penggunaan pestisida oleh petani jeruk.

Letak dan Geografis Desa Narigunung. Desa Narigunung merupakan salah

satu desa yang terletak di Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo. Luas wilayah

desa Narigunung menurut jenis penggunaan tanah adalah lahan sawah seluas 2 Ha,

lahan bukan sawah 217 Ha dan lahan bukan pertanian 21 Ha. Jumlah luas seluruh

lahan menurut jenis penggunaannya adalah 240 Ha. Terletak antara Lintang Utara

03o-08o, Buj ur Timur 98o – 37o, Letak di atas permukaan laut 762 Meter dan Luas

Wilayah 2,40 Km2. Wilayah Desa Narigunung berbatasan diantara :

Sebelah Utara : Desa Tanjung Mbelang

Sebelah Selatan : Desa Jandi Meriah

Sebelah Barat : Desa Penampen

Sebelah Timur : Desa Kutagaluh

Jarak desa ke Kantor Camat : 7 Km

Jarak desa ke Kantor Bupati : 28 Km

Jarak desa ke Ibukota Propinsi Sumatera Utara (Medan) : 113 Km

51
52

Keadaan Demografi. Jumlah penduduk desa Narigunung pada tahun 2017

sebesar 783 jiwa dengan kepadatan 309,58 per km2. Jumlah penduduk laki-laki di

desa Narigunung sebanyak 363 jiwa sedangkan jumlah perempuan sebanyak 380

jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 204 rata-rata penduduk per rumah tangga

sebanyak 4 orang dengan jumlah kepala keluarga 223 kk ( BPS kab. Karo, 2017).

Jenis Tanaman. Desa Narigunung merupakan salah satu desa di Kecamatan

Tiganderket penghasil buah dan sayuran seperti buah jeruk, cabe, tomat, buah papaya,

buah salak, dan kubis. Tanaman jeruk merupakan tanaman yang dapat bertahan

selama beberapa tahun, dan masa panen sekitar 2 kali dalam setahun, jenis tanaman

jeruk yang ditanam merupakan jenis jeruk siam. Untuk mengatasi hama jeruk petani

pada umumnya melakukan penyemprotan pestisida yang tidak sesuai dengan anjuran

dari Dinas Pertanian yang menganjurkan penyemprotan dilakukan hanya

menggunakan satu jenis bahan pestisida. Tetapi pada kenyataannya petani di daerah

ini melaksanakan penyemprotan dengan mencampur insektisida, fungisida, pupuk

dan bahan perekat pada saat penyemprotan dengan alasan untuk menghemat waktu

dan tenaga. Air yang digunakan sebagai pengencer pestisida di daerah ini

menggunakan air hujan yang ditampung dengan bak.

Kemasan bekas pestisida yang bentuk bungkus plastik mereka buang sekitar

kebun mereka, ada juga yang membakar kemasan tersebut. Sedangkan kemasan

pestisida dalam bentuk botol plastik mereka bawa pulang ke rumah mereka dengan
53

alasan dapat digunakan kembali apabila perlu dan ada juga yang menjual kemasan

tersebut pada pembeli barang-barang bekas.

Petani Desa Narigunung Kecamatan Tiganderket pada umumnya menggunakan

insektisida berupa : Curacron 500 EC, Dursban 200, EC, Reagen 50 SC, Winder 25

WP, Agrimec 18 EC, Elsan 60 EC, Furadan 3G, Decis 2,5EC, Joker 25 EC, Abacel

18EC, dan Kresban 200 EC. Sedangkan fungisida berupa : Antracol 70 WP, Dupont

200, Manzate 200, Daconil 75 WP dan Metindo.

Hasil Penelitian

Analisis Univariat digunakan untuk melihat distribusi dari masing-masing

variabel.Variabel-variabel yang akan di analisis dalam uji univariat yaitu karakteristik

responden yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, lama kerja, status gizi dan

kebersihan. Penggunaan pestisida yaitu banyak jenis pestisida, waktu penyemprotan,

dosis pestisida, alat penyemprot, lama penyemprotan, arah semprot terhadap arah

angin, pemakain APD dan frekuensi penyemprotan. Cara penanganan pestisida yaitu

penyimpanan dan pencampuran pestisida serta keluhan kesehatan yang dirasakan oleh

petani jeruk desa Narigunung.

Karakteristik Responden. Responden dalam penelitian ini berusia 20-70 tahun

yang dibagi dalam 3 kelompok, untuk jenis kelamin dibagi dalam 2 kelompok laki-

laki dan perempuan, lama kerja responden 1- 25 tahun dan tingkat pendidikan
54

responden dibagi dalam 5 kelompok tidak sekolah, SD, SMP, SMA dan perguruan

tinggi.

Tabel 2

Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, lama kerja dan
tingkat pendidikan

Karakteristik Responden Jumlah (%)


Umur (tahun)
20-40 14 34.1
41-60 25 61.0
>60 2 4.9
Jenis kelamin
Laki-laki 29 70.7
Perempuan 12 29.3
Lama kerja (tahun)
1-10 21 51.2
11-20 14 34.1
>21 6 14.6
Tingkat pendidikan
Tidak bersekolah - -
SD 3 7.3
SMP 7 17.1
SMA 25 61.0
Perguruan Tinggi 6 14.6

Total 41 100

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden pada penelitian

ini sebanyak 41 orang dengan jumlah usia paling banyak berada pada rentang 41- 60

tahun, yaitu sebanyak 25 orang (61%) dan rentang umur paling sedikit berada pada

rentang >60 yaitu sebanyak 2 orang (4,9%). Jumlah responden laki- laki penyemprot

pestisida berjumlah 29 0rang (70,7%) dan jumlah responden perempuan berjumlah 12

orang (29,3%). Untuk lama kerja paling banyak berada pada rentang 1- 10 tahun,

yaitu sebanyak 21 orang (51,2%) dan lama kerja paling sedikit berada pada rentang
55

11- 20 tahun, yaitu sebanyak 14 orang (34,1%). Untuk tingkat pendidikan paling

banyak berada pada SMA yaitu sebanyak 25 orang (61%) dan paling sedikit SD yaitu

sebanyak 3 orang (7,3%).

Tabel 3

Distribusi karakteristik responden berdasarkan pertanyaan tingkat pengetahuan

Indikator pertanyaan Jawaban


pengetahuan Benar Salah
Jumlah % Jumlah %
Sumber pestisida 28 68.3 13 31.7
Bahaya pestisida 41 100 - -
Fungsi insektisida 41 100 - -
Proses pencampuran 32 82.9 7 17.1
Lama batas 41 100 - -
penyemprotan

Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden paling

banyak menjawab benar yaitu pertanyaan pada pertanyaan pengetahuan bahaya

pestisida sebanyak 41 orang (100%), fungsi insektisida sebanyak 41 orang (100%)

dan lama batas penyemprotan sebanyak 41 orang (100%). Untuk pertanyaan

pengetahuan yang paling sedikit menjawab benar adalah berada pada pertanyaan

pengetahuan mengenai sumber pestisida sebanyak 28 orang (68.3%).

Tabel 4
Distribusi karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan

Pengetahuan Reponden Jumlah (%)


Kurang 12 29.3
Baik 29 70.7
Total 41 100
56

Dari tabel 4 diatas perhitungan jumlah skor pada perhitungan tingkat pengetahuan

responden maka dikategorikan baik dan kurang baik hasil penelititian dapat dilihat

dari tabel diatas bahwa tingkat pendidikan responden baik yaitu sebanyak 29 orang

(70,7%) dan untuk tingkat pengetahuan kurang sebanyak 12 orang (29,3%).

Tabel 5
Distribusi karakteristik responden berdasarkan mean tinggi badan dan berat badan

Status Gizi Mean Std.Deviasi Min-Max


Berat badan 67.55 9.84 50-95
Tinggi badan 163.05 7.84 145-184

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa mean berat badan responden adalah 67,55

kg, berat badan terendah adalah 50 kg dan tertinggi adalah 95 kg. untuk tinggi badan

adalah 163,05 cm dengan tinggi badan terendah 145 cm dan tertinggi 184 cm.

Tabel 6

Distribusi karakteristik responden berdasarkan status gizi

Kategori Status Gizi Jumlah Persentasi (%)


Normal 19 46.3
Tidak Normal 22 53.7
Total 41 100

Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa status gizi reponden tidak normal sebayak

22 orang (53.7%) dan status gizi normal adalah 19 orang (46.3%).


57

Tabel 7
Distribusi karakteristik responden berdasarkan kebersihan badan

Kebersihan Responden Jumlah (%)


Bersih 24 58.5
Tidak bersih 17 41.5
Total 41 100

Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan badan responden bersih

sebnyak 24 orang (58,5) dan tidak bersih sebanyak 17 orang (41,5).

Penggunaan Pestisida. Responden dalam penelitian ini menggunakan pestisida

>1 jenis dan menggunakan golongan pestisida insektisida, fungisida, akarisida dan

herbisida untuk membunuh hama dan gulma.

Tabel 8

Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan jenis pestisida

Penggunaan pestisida Jumlah (%)


Jenis pestisida
1 jenis - -
>1 jenis 41 100
Total 41 100

Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa seluruh responden menggunakan >1 jenis

pestisida dalam penyemprotan pestisida. Petani sering mencampur bebrbagai jenis

pestisida dalam sekali aplikasi. Jenis pestisida yang sering digunakan petani dapat

dilihat di tabel 9.
58

Tabel 9

Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan golongan pestisida

Golongan pestisida Jawaban


Ya Tidak
Jumlah % Jumlah %
Insektisida 41 100 - -
Fungisida 41 100 - -
Herbisida 9 22,0 32 78,0
Akarisida 12 29,3 29 70,7

Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa golongan pestisida paling banyak

digunakan adalah insektisida dan fungisiya yaitu sebanyak 41 orang (100%) dan

golongan paling sedikit digunakan adalah herbisida sebanyak 9 orang (22%).

Tabel 10

Distribusi penggunaan pestisida

Penggunaan pestisida Jumlah (%)


Waktu penyemprotan
Pagi/sore hari 41 100
Siang hari pukul 11.00- 14.00 - -
Dosis pestisida
Sesuai keinginan 21 51.2
Sesuai takaran 20 48.8
Alat penyemprotan
Pompa mesin 41 100
Pompa punggung - -
Lama penyemprotan
< 4 jam 28 68.3
> 4 jam 13 31.7
Arah penyemprotan
Berlawanan dengan arah angin 20 48.8
Searah dengan arah angina 21 51.2
Total 41 100

Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa waktu penyemprotan pada pagi/sore hari

sebanyak 42 orang (100%). Pencampuran dosis sesuai keinginan sebanyak 21 orang


59

(51,2%) dan sesuai takaran sebanyak 250 orang (48,8%). Alat penyemprotan

menggunakan pompa mesin sebanyak 40 orang (100%). Untuk lama penyemprotan

paling banyak <4 jam sebanyak 28 orang (28,3%). Sikap terhadap arah semprot

terhadap arah angin yaitu searah dengan arah angin sebanyak 21 orang (51,2%)

Tabel 11

Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan pemakaian APD

Penggunaan APD Jawaban


Ya Tidak
Jumlah % Jumlah %
Pelindung kepala 41 100 - -
Pelindung pernapasan 3 7,3 38 92,7
Pelindung tangan - - 41 100
Pelindung kaki 41 100 - -
Pelindung badan 41 100 - -

Dari tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa pemakain APD paling banyak yaitu

pelindung kepala, kaki dan badan yaitu sebanyak masing-masing 41 orang (100%)

dan pemakain APD paling sedikit adalah pelindung mata sebanyak 3 orang (7,3 %).

Tabel 12

Distribusi penggunaan pestisida berdasarkan kebersihan APD dan frekuensi


penyemprotan

Penggunaan pestisida Jumlah (%)


Kebersihan APD
Dipakai lagi 10 24.4
Langsung dicuci 31 75.6
Frekuensi penyemprotan
1 kali 31 75.6
> 1 kali 10 24.4
Total 41 100
60

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kebersihan APD paling banyak adalah

langsung dicuci yaitu 31 orang (75,6%) dan untuk frekuensi penyemprotan paling

banyak yaitu 1 kali dalam seminggu sebanyak 31 orang (75,6%).

Cara Penanganan Pestisida. Responden dalam penelitian ini seluruhnya

menyimpan pestisida di gudang pertanian dan pada saat pencampuran pestisida

dilakukan diruangan terbuka.

Tabel 13

Distribusi cara penanganan pestisida

Penanganan pestisida Jumlah (%)


Penyimpanan
Tempat khusus - -
Gudang pertanian 41 100
Pencampuran
Ruang terbuka 41 100
Ruang tertutup - -
Total 41 100

Dari tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa cara penangan pestisida oleh petani jeruk

desa Narigunung kecamatan Tiganderket penyimpanan pestisida di gudang pertanian

sebanyak 41 orang (100%) dan untuk pencampuran pestisida ruang terbuka sebanyak

41 orang (100%).

Keluhan Kesehatan. Seluruh responden penyemprot pestisida mengalalami

berbagai keluhan kesehatan pada saat aplikasi pestisida ataupun setelah menyemprot

pestisida. Keluhan yang dialami petani diantaranya mual, muntah, pusing, sakit
61

kepala, susah nafas, menggigil, iritasi kulit, diare pandangan kabur dan keringat

berlebihan

Table 14

Distribusi keluhan kesehatan yang dialami petani

Keluhan kesehatan Jawaban


Ya Tidak
Jumlah % Jumlah %
Mual 31 75.6 10 24.4
Muntah 12 29.3 29 70.7
Pusing 40 97.6 1 2.4
Sakit kepala 25 61.0 16 39.0
Susah nafas 4 9.8 37 90.2
Menggigil - - 41 100
Iritasi kulit ringan 30 73.2 11 26.8
Diare 2 4.9 39 95.1
Sering buang air kecil 10 24.4 31 75.6
Mengi (bengek) - - 41 100
Pandangan kabur 10 24.4 31 75.6
Keringat berlebihan 12 29.3 29 70.7

Dari tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa petani paling banyak mengalami keluhan

kesehatan pusing yaitu 40 orang (97,6%), disusul dengan keluhan kesehatan mual

sebanyak 31 orang (75,6%) dan keluhan kesehatan paling sedikit yaitu diare sebanyak

2 orang (4,9%).

Tabel 15

Distribusi pengobatan keluhan kesehatan

Keluhan kesehatan Jumlah (%)


Pengobatan
RS/puskesmas 11 26.8
Tidak berobat 30 73.2
Total 41 100
62

Dari tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa untuk pengobatan keluhan kesehatan

paling banyak tidak berobat yaitu 30 orang (73,2%) dan mencari pengobatan di RS

atau puskesmas sebanyak 11 orang (26,8%).


Pembahasan

Faktor Risiko Berdasarkan Karakteristik Responden

1. Usia

Karakteristik usia penyemprot pestisida di desa Narigunug Kecamatan

Tiganderket diperoleh terdapat pekerja berumur 41-60 tahun yaitu sebanyak

25 orang (61%) dan >61 tahun sebanyak 2 orang (4,9%). Usia merupakan

UnchangeableRisk Factors, yaitu faktor risiko tidak dapat berubah atau tetap.

Petani penyemprot pestisida yang berusia >50 tahun masih ditemukan

didesa Narigunung, keadaan ini menunjukkan risiko keracunan pestisida

sangat berpotensi terjadi. Ditambah lagi pekerjaan sebagai penyemprot sudah

dijalaninya selama berpuluh-puluh tahun. Usia berkaitan dengan kekebalan

tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur

seseorang maka efektivitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin

berkurang. Hal ini berarti pekerja memiliki resiko tinggi terjadinya keracunan

pestisida.

Wudiyanto 2007 menyatakan usia merupakan fenomena alam, semakin

lama seseorang hidup maka umur pun akan bertambah. Semakin

bertambahnya usia seseorang semakin banyak yang dialaminya dan semakin

banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya usia

seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan

63
64

berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehingga akan

mempermudah faktor risiko keracunan pestisida.

2. Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin penyemprot pestisida yang diperoleh jumlah

responden laki- laki berjumlah 29 orang (70,7%) dan terdapat jumlah

penyemprot wanita yaitu 12 orang (29,3%). Penjamah pestisida yang bekerja

mayoritasnya adalah pekerja laki-laki dikarenakan resiko pekerjaan yang

besar dimana pekerja bekerja berhubungan langsung dengan bahan kimia

berbahaya yang dilakukan secara rutin atau terus menerus. Lokasi tempat

kerja yang luas dan berpindah-pindah menjadi salah satu alasan laki-laki lebih

banyak yang bekerja sebagai penyemprot.

Kadar kholin bebas pada plasma laki-laki dewasa normal dengan rata-rata

sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita mempunyai rata-rata aktifitas khlinesterase

darah lebih tinggi dari laki-laki. Namun, tidak diizinkan wanita untuk

menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar kholinesterase

cenderung turun dari kadar normal (Afriyanto, 2008).

3. Lama Kerja

Lama kerja responden sebagai penyemprot pestitida paling banyak berada

pada rentang 1- 10 tahun, yaitu sebanyak 21 orang (51,2%) dan lama kerja

paling sedikit berada pada rentang 11-20 tahun, yaitu sebanyak 14 orang

(34,1%). Masa kerja responden sebagai penyemprot pestisida tergolong cukup

lama seluruh penyemprot bekerja >1 tahun.


65

Semakin lama bekerja menggunakan pestisida semakin tinggi pula faktor

risiko terjadinya penumpukan racun dalam tubuh dan pada akhirnya akan

menyebabkan terjadinya keracunan kronis. Semakin lama kontak dengan

pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi.

Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan

pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah

melakukan penyemprotan (Anggraini, 2014).

4. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan paling banyak berada pada SMA yaitu sebanyak 25

orang (61%) dan paling sedikit SD yaitu sebanyak 3 orang (7,3%). Tingkat

pendidikan penyemprot pestisida tergolong tinggi dimana mayoritas

penyemprot yaitu tamat SMA dan sebagian petani tamat perguruan tinggi

sebanyak 7 orang (14,6%).

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Pendidikan dapat memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang

akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan. (Notoadmodjo, 2003).

5. Pengetahuan Responden

Pengetahuan Responden berdasarkan 5 pertanyaan yang diberikan kepada

responden tingkat pengetahuan baik sebanyak 29 orang (70,7%) dan tingkat

pengetahuan kurang sebanyak 12 orang (29,6%). Masih ada petani yang


66

pengetahuan mengenai pestisida masih kurang. Pengetahuan baik yang

dimiliki responden karena adanya pelatihan yang sering dilakukan oleh suatu

perusahaan yang memproduksi pestisida tentang penggunaan pestisida

sebelum dan sesudah mereka bekerja sebagai penjamah pestisida.

Wawan dan Dewi 2010 menyatakan, faktor-faktor yang memengaruhi

pengetahuan terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu

pendidikan, umur dan pekerjaan dan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan

dan sosial budaya. Berdasarkan karakteristik usia, mayoritas responden

berusia ≥ 41 tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Oleh sebab itu,

pengetahuan yang baik yang dimiliki responden dapat dikatakan dipengaruhi

oleh usia responden yang sudah matang. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi dan meminimalkan faktor risiko penurunan kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

6. Status gizi

Petani penyemprot pestisida status gizi normal yaitu 19 orang (46,3%)

dan tidak normal sebanyak 22 (53,7%). Status gizi tidak normal petani karena

kelebihan berat badan (overweight). Petani di lokasi penelitian ini memiliki

kebiasaan pola makan sayuran dan makan dengan porsi besar dalam

kesehariannya. Penelitian ini mengambil sampel petani jeruk dengan kegiatan

keseharian yang padat. Pada pagi hari petani tersebut berkebun jeruk dan sore

hari dilanjutkan dengan tanaman lainnya seperti cabe dan tomat. Status gizi
67

sangat berpengaruh terhadap masalah-masalah kesehatan, misalnya ;

meningkatkan kelambanan, kelemahan daya tahan tubuh dan fisik,

mengurangi inisiatif dan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan jenis

penyakit lainnya.

Semakin buruk status gizi seseorang maka akan semakin mudah

seseorang tersebut terjadi masalah kesehatan. Hasil status gizi pada penelitian

ini menggunakan IMT untuk tolak ukurnya, sedangkan status gizi seseorang

dipengaruhi juga oleh faktor genetik dan pola makan (Anggraini, 2014).

7. Kebersihan badan

Kebersihan badan petani bersih sebanyak 24 orang (58,5%) dan tidak

bersih sebanyak 17 orang (41,5%). Dilihat dari data yang diperoleh sebagian

besar petani sudah memperhatian kebersihan badan dengan cara langsung

mandi dengan menggunakan sabun setelah selesai menyemprot.

Adiwisastra dalam sibarani 2012 menyatakan bahwa pestisida dapat

memengaruhi sistem sirkulasi darah, sistem syaraf pusat, alat pencernaan,

kerusakan pada hati, keseimbangan elektrolit dalam tubuh dan luka bakar

kimia pada kulit, selaput lendir pada mulut dan mata. Dimana pestisida ini

dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit dan alat pencernaan. Oleh

karena itu sangat berbahaya apabila kita makan, minum, dan merokok pada

saat melakukan pencampuran dan penyemprotan pestisida.

Petani jeruk pada lokasi penelitian pada umumnya tidak langsung

mencuci pakaian yang digunakan tetapi mereka menjemur kembali pakaian


68

mereka untuk digunakan pada saat penyemprotan selanjutnya. Kebiasaan ini

dapat berakibat keracunan pada petani tersebut yaitu masuknya bahan kimia

dari pestisida melalui kulit, bahan racun tersebut memasuki pori-pori atau

terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak.

Faktor Risiko Berdasarkan Penggunaan Pestisida

1. Jenis Pestisida

Penggunaan banyak jenis pestisida >1 jenis sebanyak 41 orang (100%).

Golongan pestisida paling banyak digunakan adalah insektisida dan

fungisiya yaitu sebanyak 41 orang (100%). Petani terbiasa mencampurkan

berbagai golongan pestisida dalam satu aplikasi, penggunaan pestisida perlu

diperhatikan secara serius mengingat bahaya dari pestisida yang dapat

menyebabkan keracunan, penyakit, kanker bahkan kematian akibat

keracunan ataupun terpapar pestisida. Tingkat pajanan terhadap pestisida

tidak dirasakan langsung saat ini karena sifatnya yang kumulatif dan

berpengaruh terhadap lama kerja yang dialami penyemprot pestisida

sehingga cenderung menggunakan beberapa jenis pestisida baik secara

berkala ataupun sekaligus.

Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda

tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut.

Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat

mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang


69

digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang

mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh (Afriyanto, 2008)

2. Waktu penyemprotan

Petani jeruk penyemprot pestisida di desa Narigunung dilakukan pada

pagi/sore hari sebanyak 41 orang (100%). Waktu aplikasi merupakan salah

satu faktor yang sangat menentukan efektifitas pestisida yang diaplikasikan.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa petani jeruk melakukan

penyemprotan pagi atau sore hari sesuai dengan kondisi cuaca pada saat itu.

Hal ini sesuai dengan dengan rekomendasi umum untuk penyemprotan dalam

hubungannya dengan keadaan cuaca yakni tidak melakukan penyemprotan

saat hujan, udara terlalu kering (penguapan), terlalu panas, dan saat keadaan

berangin.

Keadaan udara yang mendekati ideal umumnya bisa diperoleh pada pagi

hari sesudah embun hilang hingga sekitar pukul 10.00. Sementara pada sore

hari pukul 15.00–17.00 jika tidak ada angin dan hujan. Waktu aplikasi yang

sesuai dapat lebih efektif dalam mengendalikan serangan yang terjadi

sehingga penggunaan pestisida menjadi lebih optimal ( Dwi, 2015).

3. Pencampuran Dosis

Pencampuran dosis pestisida sesuai keinginan sebanyak 21 orang (51,2%)

dan sesuai takaran sebanyak 250 orang (48,8%). Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa seluruh petani telah menggunakan pestisida dimana harga

pestisida yang cukup mahal, memaksa petani untuk lebih menghemat dengan
70

cara memperkirakan sendiri takaran yang akan digunakan sesuai dengan

serangan yang terjadi. Penggunaan pestisida yang seperti ini dapat

menyebabkan dosis yang digunakan bisa saja melebihi atau kurang dari

takaran yang direkomendasikan sehingga penggunaan pestisida menjadi tidak

optimal bahkan dapat menyebabkan dampak negatif.

Djojosumarto 2008 menyatakan bahwa takaran yang terlalu tinggi

menyebabkan tekanan seleksi semakin besar dan proses berkembangnya

resisten menjadi lebih cepat. Namun, takaran yang terlalu rendah cenderung

menimbulkan toleransi hama terhadap insektisida tersebut. Hal ini diperkuat

oleh Gagas pertanian (2013) yang menyatakan jika dosis berlebih, organisme

pengganggu tanaman kemungkinan akan mati namun efek sampingnya terlalu

besar. Makhluk hidup lain yang terkena paparan pestisida juga akan mati atau

keracunan, padahal makhluk hidup yang berada di sekitar tanaman berperan

penting dalam menjaga ekosistem. Musuh alami akan mati, tanah dan air bisa

teracuni. Bahan aktif dapat menempel pada tanaman dan kemungkinan

terburuknya adalah petani yang menyemprot justru keracunan. Jika dosis yang

digunakan kurang dari anjuran, dikhawatirkan organisme pengganggu

tanaman tidak akan mati, hanya mabuk sesaat, kemudian pulih lagi.

Pentingnya membaca label petunjuk penggunaan pestisida oleh petani,

diharapkan dapat mencegah dampak-dampak negatif yang dapat ditimbulkan

akibat penggunaan pestisida yang kurang tepat.


71

4. Alat penyemprotan

Alat penyemprotan menggunakan pompa mesin sebanyak 40 orang

(100%), Keterpaparan pestisida juga dapat terjadi melalui kontak langsung

saat penggunaan alat pompa, mayoritas petani di Desa Tiganderket meng-

gunakan alat penyemprot mesin untuk menyemprot pestisida sesuai dengan

anjuran. Pompa gendong mempunyai banyak kekurangan di-bandingkan

dengan pompa mesin, terkadang pada saat pemindahan pestisida yang telah

dicampur kerap bertumpah dan tubuh terkena pestisida secara langsung.

Aspek ergonomi, berat pompa gendong juga mempengaruhi kelelahan

kerja akibat manual handling (mulai dari mengangkat, menopang beban,

menurunkan dan memindahkan beban dari satu tempat ke tempat lainnya)

yang dialami penyemprot. Dengan cara menyemprot yang sifatnya repetitif

membuat punggung harus membawa beban kurang lebih 21 kg sambil

berjalan menyisiri ladang yang cukup luas. Pekerjaan ini akan dapat

menyebabkan stress pada kondisi fisik pekerja seperti pengerahan tenaga,

sikap tubuh yang dipaksakan dan gerakan berulang yang dapat mengakibatkan

terjadinya cedera, energy terbuang secara percuma dan waktu kerja yang tidak

efisien (Eka, 2015).

5. Lama penyemprotan

Lama penyemprotan paling banyak <4 jam sebanyak 28 orang (28,3%)

dan >4 jam sebanyak 31 orang (31,7). Beberapa petani melakukan

penyemprotan >4 jam, pekerja yang bekerja dalam jangka waktu yang cukup
72

lama dengan pestisida akan mengalami keracunan yang menahun, artinya

makin lama bekerja maka akan semakin bertambah jumlah pestisida yang

terabsorbsi dan mengakibatkan menurunnya aktivitas cholinesterase.

Permenaker No.Per-03/Men1986 pasal 2 ayat 2a dinyatakan bahwa untuk

menjaga efek yang tidak diinginkan maka dianjurkan supaya tidak melebihi 4

jam sehari dalam seminggu berturut-turut bila menggunakan pestisida.

Sementara WHO menerapkan lama penyemprotan terpajan pestisida saat

bekerja selama 5-6 jam per hari dan setiap minggu harus dilakukan pengujian

kesehatan termasuk kadar cholinesterase darah.

6. Sikap arah emprot terhadap arah angin

Searah dengan arah angin sebanyak 21 orang (51,2%) dan berlawanan

dengan arah angina sebanyak 20 (48,8%). Penyemprotan yang tidak sesuai

dengan arah angin menyebabkan pestisida ikut terbawa angin sehingga

pestisida tidak mengenai tanah secara tepat. Hal ini menyebabkan sedikitnya

pestisida yang mengenai tanah. Penyemprotan di waktu yang tidak efektif

seperti di siang hari jam 11.00 – 14.00 akan menyebabkan pestisida

mengalami penguapan sehingga konsentrasi pestisida dalam tanah dapat

berkurang.

7. Pemakaian APD

Pemakain APD paling banyak yaitu pelindung kepala, kaki dan badan

yaitu sebanyak masing-masing 41 orang (100%) dan pemakain APD paling

sedikit adalah pelindung mata sebanyak 3 orang (7,3 %). Berdasarkan hasil
73

penelitian seluruh responden telah menggunakan alat pelindung diri pada saat

melakukan penyemprotan, namun sangat jarang yang menggunakan kacamata

dan pelindung tangan dengan alasan mengganggu penglihatan saat bekerja

dan sarung tangan panas apabila dipakai. Meskipun mereka mengetahui resiko

yang akan terjadi jika tidak menggunakan alat pelindung diri, mereka

beranggapan bahwa pergerakan menjadi terbatas atau merasa tidak nyaman

jika menggunakan alat pelindung diri sehingga tetap memilih tidak

menggunakan alat pelindung diri. Hal ini akan meningkatkan resiko

keracunan yang diakibatkan oleh pestisida.

Pentingnya menggunakan alat pelindung oleh petani dan cara

mengaplikasikan pestisida secara tepat diharapkan dapat mengurangi paparan

yang dapat mengenai pengguna secara langsung dan mengurangi resiko ( Dwi,

2015).

8. Frekuensi penyemprotan

Frekuensi penyemprotan 1 kali dalam seminggu sebanyak 31 orang (75,6)

dan >1 kali 10 orang (24,4%). Frekuensi penyemprotan pestisida dalam waktu

semingga sudah baik karena 75% petani melakukan penyemprotan <2 kali.

Djodjosumarto 2008 menyatakan semakin sering petani melakukan

penyemprotan, semakin tinggi resiko keracunan yang akan dialaminya.

Penyemprotan seharusnya dilakukan sesuai dengan anjuran. Waktu untuk

melakukan kontak dengan pestisida dalam seminggu adalah maksimal 2 kali.


74

Faktor Risiko Berdasarkan Cara Penanganan Pestisida

Penyimpanan pestisida di gudang pertanian sebanyak 41 orang (100%) dan untuk

pencampuran pestisida ruang terbuka sebanyak 41 orang (100%). Seluruh responden

menyimpan pestisida di gudang pertanian, dari hasil wawancara petani tidak pernah

menyimpan pestisida di dalam rumah karena jarang pestitida yang digunakan tidak

habis dalam sekali semprot, jika ada sisa maka akan disimpan di kebun. Penyimpanan

pestisida merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

pestisida. Hasil pengamatan yang dilakukan sarana penyimpanan pestisida dengan

sederhana bagi petani yang menyimpan pestisida di kebun/ladang. Ada yang hanya

meletakkan di atas papan-papan yang disusun namun ada juga yang menyimpan

dalam gudang atau pondok sederhana yang tertutup.

Sebelum digunakan atau disemprotkan, petani penyemprot biasanya mencampur

pestisida terlebih dahulu ke dalam wadah sebelum dimasukkan ke alat penyemprot.

Pencampuran ini dilakukan untuk melarutkan atau mencampur pestisida sesuai

dengan dosis dan takaran yang dianjurkan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

petani di desa Narigunung melakukan proses pencampuran sudah tepat.

Teori mengatakan pencampuran pestisida sebaiknya dilakukan di tempat yang

memiliki sirkulasi udara yang baik karena di tempat tertutup pestisida memiliki daya

racun yang lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan keracunan melalui pernapasan.

Pada petani yang menggunakan mesin penyemprot, pestisida dicampur di dalam tong

dan langsung diaduk oleh mesin penyemprot. Cara ini cukup aman karena petani
75

hanya menuangkan jenis pestisida yang digunakan dan tidak ada kontak langsung

yang cukup lama. Kekurangan yang ditemui pada proses ini adalah minimnya

penggunaan alat pelindung diri. Dari 2 orang petani yang menggunakan mesin, tidak

ada satupun menggunakan pelindung diri baik sarung tangan ataupun masker

(Anggraini 2014).

Kontak langsung dengan pestisida ini juga besar perannya berdasarkan sifat fisik

pestisida yang digunakan. Pestisida dalam bentuk cair mungkin masih bisa dilakukan

perlindungan dengan menggunakan media lain seperti kayu, sendok takar dan lainnya

sehingga mampu menghindari kontak langsung dengan pestisida. Namun apabila

pestisida yang digunakan memiliki bentuk fisik serbuk atau tepung, petani akan lebih

sering melakukan kontak langsung dengan pestisida karena sifat pengerjaannya yang

ditabur langsung pada tanaman. Pajanan yang terbesar dari penyemprot pestisida

adalah melalui kulit adalah tangan. Hal yang perlu diperhatikan apabila terkena

pestisida pada saat proses pencampuran ini adalah dengan langsung

membersihkannya dengan air dan sabun ataupun arang aktif sesuai dengan sifat dan

jenis bahan kimia yang terkena. Masih banyak petani yang membiarkan saja dirinya

kontak langsung dengan pestisida.Petani merasa terciprat ataupun terkena pestisida

sudah merupakan hal biasa sehingga mereka membiarkan saja tanpa membersihkan

pestisida yang terkena pada tubuh (wudiyanto, 2007).


76

Keluhan Kesehatan yang Dirasakan Oleh Petani Setelah Menyemprot Pestisida

Hasi penelitian menunjukkan bahwa petani paling banyak mengalami keluhan

kesehatan pusing yaitu 40 orang (97,6%), dan keluhan kesehatan mual sebanyak 31

orang (75,6%) dan keluhan kesehatan paling sedikit yaitu diare sebanyak 2 orang

(4,9%). Dari hari penelitian menunjukkan seluruh responden mengalami keluhan

kesehatan setelah melakukan penyemprotan. Dari wawancara didapatkan bahwa

petani menggunakan campuran dari 2 jenis bahkan 3 jenis pestisida yaitu campuran

insektisida dan fungisida yang dipakai pada setiap penyemprotan. Keluhan kesehatan

lain yang dirasakan petani seperti batuk, mengantuk dan sulit tidur.

Insektisida merupakan asam kuat, amin, ester atau fenol yang dapat me-

nimbulkan iritasi pada kulit, bentuk merah pada kulit dan dermatitis. Dari

penggunaan insektisida petani penyemprot pestisida dapat mengalami gangguan

sistem saraf. Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, carbamat dan

piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan/atau pada

sistem saraf pusat melaui mekanisme yang berbeda (Anggraini, 2014).

Fungisida merupakan bahan yang digunakan secara ekstensif sebelum dan

sesudah panen, untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tumbuhan akibat spora

fungi, pada kondisi di bawah optimum terutama kelembaban dan temperatur.

Kebanyakan fungisida akan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, selaput

lendir, membrane mata dan hidung. Semua fungisida bersifat sitotoksik dan karena

mutagenik, maka dapat menyebabkan mutasi, kanker dan teratogenik (Anggraini,

2014)
77

Beberapa keluhan yang dirasakan petani di desa Narigunung berdasarkan jenis

pestisida yang digunakan antara lain kulit kemerahan dan gatal yang sifatnya hilang

bila tidak kontak dengan pestisida dan muncul kembali bila kontak dengan pestisida,

iritasi kulit dimana kulit kemerahan dan terasa panas dan sakit, pusing, sakit kepala,

mual hingga sesak nafas.

Pestisida dapat mempengaruhi sistem sirkulasi darah, sistem syaraf pusat, alat

pencernaan, kerusakan pada hati, keseimbangan elektrolit dalam tubuh dan luka bakar

kimia pada kulit, selaput lendir pada mulut dan mata. Dimana pestisida dapat masuk

ke dalam tubuh manusia melalui kulit dan alat pencernaan. Oleh karena itu sangat

berbahaya apabila kita makan, minum, dan merokok pada saat melakukan

pencampuran dan penyemprotan pestisida, tetapi kadang-kadang seperti yang

disebutkan oleh WHO (1984) bahwa sikap yang sudah positif terhadap nilai-nilai

kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Pengetahuan responden

tentang dampak/efek dalam menggunakan pestisida tanpa menggunakan alat

pelindung diri tidak menjadi alasan responden mau menggunakan APD dikarenakan

pekerja yang belum mengalami keluhan-keluhan kesehatan akibat keracunan

pestisida sehingga sikap responden yang terbentuk hanya untuk menghindari konflik

terhadap individu yang dianggap penting bukan karena adanya komponen emosi dan

keyakinan dalam setiap individu untuk bersikap baik (Adiwisastra, 1985).


Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan uji statistik dalam penelitian

analisis penggunaan pestisida pada petani jeruk di desa Narigunung kecamatan

Tiganderket dapat ditarik kesimpulan :

1. Hasil analisis univariat karakteristik responden meliputi ; jumlah usia paling

banyak berada pada rentang 41- 60 tahun, yaitu sebanyak 25 orang (61%).

Jumlah responden laki- laki penyemprot pestisida berjumlah 29 0rang

(70,7%). Untuk lama kerja paling banyak berada pada rentang 1- 10 tahun,

yaitu sebanyak 21 orang (51,2%), untuk tingkat pendidikan paling banyak

berada pada SMA yaitu sebanyak 25 orang (61%), untuk tingkat pendidikan

responden baik yaitu sebanyak 29 orang (70,7%) dan untuk tingkat

pengetahuan kurang sebanyak 12 orang (29,3%). Status gizi reponden tidak

normal sebayak 22 orang (53.7%) dan untuk kebersihan badan petani bersih

sebanyak 24 orang (58,5%).

2. Hasil analisis univariat berdasarkan penggunaan pestisida diperoleh banyak

jenis pestisida >1 jenis sebanyak 41 orang (100%), penggunaan golongan

pestisida paling banyak digunakan adalah golongan insektisida dan fungisida

yaitu sebanyak 41 orang (100%). Untuk waktu penyemprotan pada pagi/sore

hari sebanyak 41 orang (100%). Pencampuran dosis sesuai keinginan

sebanyak 21 orang (51,2%), alat penyemprotan menggunakan pompa mesin

78
79

sebanyak 40 orang (100%). Lama penyemprotan paling banyak <4 jam

sebanyak 28 orang (28,3%), sikap terhadap arah semprot searah dengan arah

angin sebanyak 21 orang (51,2%), APD paling banyak digunakan yaitu

pelindung kepala, kaki dan badan yaitu sebanyak masing-masing 41 orang

(100%) dan pemakain APD paling sedikit adalah pelindung mata sebanyak 3

orang (7,3 %).dan untuk frekuensi penyemprotan 1 kali dalam seminggu

sebanyak 31 orang (75,6).

3. Hasil analisis univariat cara penanganan pestisida diperoleh hasil

penyimpanan pestisida di gudang pertanian sebanyak 41 orang (100%) dan

untuk pencampuran pestisida ruang terbuka sebanyak 41 orang (100%).

4. Hasil analisi keluhan kesehatan yang dirasakan petani penyempro pestisida

diperoleh hasil mengalami keluhan kesehatan mual yaitu 13 orang (31,7%),

disusul dengan keluhan kesehatan muntah sebanyak 11 orang (26,8%) dan

keluhan kesehatan paling sedikit yaitu sakit kepala, iritasi kulit ringan, diare,

dan pandangan kabur masing-masin g sebanyak 1 orang (2,4%). Untuk

pengobatan paling banyak tidak berobat yaitu 30 orang (73,2%).

Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi Dinas Pertanian, hendaknya perlu peningkatan pengetahuan petani dalam

penggunaan pestisida yang baik dan benar melalui penyuluhan atau pelatihan-
80

pelatihan terkait kesesuaian jenis pestisida, takaran dosis dan penggunaan

APD.

2. Bagi petani jeruk agar memperhatikan dosis label kemasan penggunaan

pestisida terlebih dahulu sebelum digunakan.

3. Selama pekerja melakukan penyemprotan pestisida sebaiknya pekerja

menghindari kontak langsung dengan bahan kimia dengan cara menggunakan

APD lengkap seperti misalnya masker, sarung tangan, kacamata dan sepatu

boot.

4. Bagi peneliti lain, perlu adanya riset lebih lanjut dengan mengukur tingkat

keracunan petani penyemprot berdasarkan kadar kholinesterase dalam darah

petani penyemprot.
Daftar Pustaka

Adiwisastra, A. (1985). Keracunan (ed 1). Bandung: Offset Angkasa


Afriyanto,. (2008). Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di
desa Candi kecamatan Badungan Kabupaten semarang. Diakses pada 5
Mei 2019, dari http://eprints.undip.ac.id/16405/1/AFRIYANTO.pdf
Anggraini, W (2015). Evaluasi hasil pemeriksaan kesehatan berkala terhadap
kesehatan pekerja penyemprot pestisida di PT. LANGKAT
NUSANTARA KEPONG. Diakses pada 5 Mei 2019, dari
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/view/10783
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. (2016). Diakses Desember 6,
2018, dari https://sumut.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo (2015). Diakses Desember 6, 2018, dari
https://karokab.bps.go.id/
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo (2017). Diakses Mei 12, 2019, dari
https://karokab.bps.go.id/
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Pedomanan Pembinaan Penggunaan
Pestisida. Kementerian Pertanian. Jakarta
Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian., 2011. Pedoman
Pembinaan Penggunaan Pestisida. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Djojosumarto, P. (2000). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta:
percetakan konisius.
Djojosumarto, P. (2008). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta:
percetakan konisius.
Djojosumarto, P. (2008). Pestisida dan Aplikasinya. Surabaya: AgroMedia
Pustaka
Dwi, B.A.,Sulistiyani., Budiyono (2016). Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan
Lingkungan pada Pekerja Industri Batik Rumahan di Kota Semarang.
Diakses 27 juli 2019, dari
https://media.neliti.com/media/publications/25014-ID-identifikasi-faktor
risiko-kesehatan-lingkungan-pada-pekerja-industri-batik-rumahan-di-kota
semarang.pdf
Eka, W. (2015). Faktor Risiko dalam Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan

81
82

Kesehatan pada Petani di Kecamatan Berastagi. Diakses 15 September


2018, dari

https://media.neliti.com/media/publications/25014-ID-faktor
risiko-dalam-penggunaan-pestisida-pada-petani-di-berastagi-kabupaten
karo.pdf
Ida, A.G. & Anak A.S. (2018). Hubungan Penggunaan Pestisida dan Alat
Pelindung Diri dengan Keluhan Kesehatan pada Petani Hortikultura di
Buleleng, Bali. Diakses 8 Januari 2019, dari
https://media.neliti.com/media/publications/164401-ID-none.pdf

Kurniadi, D., Maywita, E. (2018) Faktor-faktor yang berhubungan dengan


keluhan kesehatan akibat paparan pestisida pada petani Holtikultura didesa
Siulak Deras Mudik Kabupaten Kerinci. Diakses 5 Mei 2019, dari
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/617/552
Notoadmodjo, S., (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit PT
Rineka Cipta. Jakarta
Notoadmodjo, S.,( 2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Penerbit PT
Rineka Cipta. Jakarta

Oka, I.D., (1995). Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di


Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya


dan Beracun.

Puskesdes desa Narigunung II 2017 tentang data dan jumlah penduduk desa
Narigunung II

Permenaker No.03 Tahun 1986 tentang syarat- syarat keselamatan dan kesehatan
ditempat kerja yang mengelola Pestisida

Rahayuningsih, E. (2009). Perilaku Pestisida di Tanah. Penerbit: Gadjah


MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Sartono, (2002). Racun dan keracunan (ed 1). Jakarta: Widya Medika
Sastroutomo, S. (1992). Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama . Jakarta.
Sembodo, R.J. (2010). Gulma Dan Pengelolaanya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
83

Soekidjo, N. (2010). Metode Penelitian Kesehatan (ed. Rev). Jakarta: Rineka


Cipta.
Soemirat, J. (2007). Kesehatan Lingkungan. (ed VII). Gadja Mada.
Yogyakarta:University Press.
Sudarmo, S. (2007). Pestisida. Yogyakarta: Kanisius
Sunyoto, D. (2012). Sumber Daya Manusia. Yogayakarta :CAPS
Wahyuni, S. (2010). Perilaku Petani Bawang Merah dalam Penggunaan dan
Penanganan Pestisida Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan. Diakses 11
September 2018, dari
http://agris.fao.org/agris
search/search.do?recordID=GB2015401156
WHO, (1996). Biological Monitoring of Chemical Exposure in the Workplace.
Geneva: World Health Organization.
Wawan, A., Dewi. M., (2011). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
perilaku Manusia. Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta
William, T. (2010). Buku Paduan Petani Budidaya Tanaman Jeruk Siam Madu
Karo. Medan: UsSAID.
Wudianto, R., (1999). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penerbit PT Penebar
Swadaya. Jakarta
Wudianto, R., (2007). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penerbit PT Penebar
Swadaya. Jakarta
84

KUISIONER PENELITIAN
Analisis Faktor Risiko dalam Penggunaan Pestisida dan Keluhan Kesehatan
pada Petani Jeruk di Desa Narigunung Kecamatan Tiganderket Kabupaten
Karo

No responden :

Tanggal wawancara :

Nama :

Alamat :

Lingkarilah jawaban sesuai dengan keadaan/kondisi responden.

I. Faktor risiko berdasarkan karakteristik responden

1. Usia : Tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Lama kerja : Tahun

4. Pendidikan terakhir : Tidak Sekolah / SD / SMP /SMA /

Perguruan Tinggi

Tingkat Pengetahuan:

5. Menurut anda darimana sumber pestisida yang dapat digunakan?


85

a. Dari mana saja, asalkan dapat mengatasi masalah tanaman

b. Pestisida yang terdaftar atau mendapat ijin dari dinas pertanian

6. Menurut anda bahaya apa yang akan timbul jika menggunakan pestisida

secara terus-menerus ?

a. Tidak menimbulkan keracunan pestisida

b. Menimbulkan keracunan

7. Menurut saudara, jenis pestisida insektisida berfungsi untuk ?

a. Membunuh serangga

b. Membunuh gulma dan jamur

8. Pada proses pencampuran pestisida, sebelum mencampur harus?

a. Membaca label terlebih dahulu

b. Memasukkan pestisida ke dalam tangki

9. Berapa lama batas pekerja melakukan penyemprotan terus menerus dalam

sehari?

a. tidak lebih dari 4 jam/hari

b. 5 jam

c. 6-8 jam

Status Gizi

10. Status gizi (diisi oleh pewawancara sesuai dengan berat badan dan tinggi

badan responden)

a. Normal : IMT = 18,5 – 25

b. Tidak normal : IMT < 18,5 dan > 25


86

Kebersihan Badan

11. Apa yang anda lakukan setelah selesai menyemprot ?

a. Dilanjutkan dengan menyiangi tanaman lain

b. Langsung mandi dengan menggunakan sabun

12. Apakah anda melakukan kegiatan merokok, makan/minum sambil

menyemprot?

a. Ya b. Tidak

II. Faktor Risiko Penggunaan Pestisida

Jenis pestisida

13. Berapa banyak jenis pestisida yang anda gunakan untuk menyemprot ?

a. 1 jenis pestisida

b. >1 jenis pestisida

14. Golongan Pestisida jenis apa yang sering digunakan ?

a. Insektisida c. Herbisida

b. Fungisida d. Lainnya, sebutkan............

15. Merek pestisida apa yang anda pakai?

Sebutkan,.............................................

Waktu penyemprotan

16. Pada waktu kapan anda menyemprot pestisida


87

a. Pagi hari atau sore hari

b. Siang hari

Dosis pestisida

17. Bagaimana anda mencampurkan dosis pestisida ?

a. Sesuai dengan keinginan

b. Sesuai dengan takaran label kemasan

Alat penyemprotan

18. Alat penyemprot apa yang anda gunakan ?

a. power sprayer (pompa mesin)

b. mist blower (pompa punggung)

Lama penyemprotan

19. Berapa lama waktu anda dalam sekali menyemprot ?

a. <4 jam b. >4 jam

Arah semprot

20. Bagaimana sikap anda terhadap arah angina saat menyemprot pestisida?

a. Searah dengan arah angina

b. Berlawanan dengan arah angin

Pemakaian APD

21. Apakah anda memakai alat pelindung pada saat kontak dengan pestisida ?

a. Ya b. Tidak
88

22. Jika “Ya” apa saja yang anda gunakan ? (lingkari jawaban jika lebih dari1)

a. Pelindung kepala

b. Pelindung mata

c. Pelindung pernapasan

d. Pelindung tangan

e. Pelindung kaki

f. Pelindung badan

23. Setelah selesai melakukan penyemprotan apa yang anda lakukan terhadap

pakaian kerja?

a. Dipakai di pekerjaan selanjutnya

b. Dicuci dengan sabun

Frekuensi penyemprotan

24. Dalam 1 minggu berapa kali anda melakukan penyemprotan ?

a. 1 kali b. >1 kali

III. Faktor Risiko Cara penanganan Pestisida

Penyimpanan pestisida

25. Bagaimana anda menyimpan pestisida ?

a. Dalam ruangan khusus yang ventilasinya cukup dan wadah tertutup

b. Di tempat penyimpanan peralatan pertanian

Pencampuran
89

26. Apakalah anda menggunakan alat pelindung diri saat mencampur

pestisida?

a. Ya b. Tidak

27. Dimana anda melakukan pencampuran pestisida ?

a. Diruang tertutup

b. Diruang terbuka

IV. Keluhan Kesehatan

Setelah menyemprot/ pada saat menyemprot keluhan kesehatan paling sering

dialami adalah:

(berikan tanda silang x pada setiap jawaban)

NO Gejala Ya Tidak
1. Mual
2. Muntah
3. Pusing
4. Sakit kepala
5. Susah nafas
6. Menggigil
7. Iritasi kulit ringan
8. Diare
9. Sering buang air kecil
10. Mengi (bengek)
11. Pandangan kabur
12. Keringat berlebihan
90

Lain-lain, sebutkan..................................

28. Berapa lama dampak anda rasakan ?

a. Beberapa menit

b. Beberapa jam

29. Dimana anda mencari pengobatan ketika mengalami keracunan ?

a. Rumah sakit atau puskesmas terdekat

b. Tidak mencari pengobatan

Pengobatan lainnya,……………….
91

Lampiran

Gambar 2. Wawancara dengan responen


92

Gambar 3. Pengukuran tinggi badan responden

Gambar 4. Pengukuran berat badan responden


93

Gambar 5. Proses pencampuran pestisida

Gambar 6. Proses penyemprotan pestisida


94

Gambar 7. Proses pencampuran pestisida


95

Gambar 8. Jenis pestisida yang digunakan petani


96

Gambar 9. Kondisi perkebunan milik petani


97
98
99

MASTER DATA

PP PP PP PP PP PP PP
No KR1 KR1K KR2 KR3 KR4 KR5 KR6 KR7 1 2 3 4 5 6 7 APD1 APD2 APD3 APD4 APD5
41 39 1 1 12 2 3 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
40 36 1 1 11 2 4 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
39 25 1 1 6 1 4 2 2 2 3 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
38 44 2 1 25 3 4 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
37 53 2 2 20 2 4 2 2 2 2 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
36 44 2 1 8 1 3 2 1 2 3 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1
35 43 2 1 8 1 3 2 1 2 4 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
34 37 1 1 8 1 3 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1
33 44 2 1 12 2 4 1 1 2 3 1 2 1 2 2 1 0 1 0 1
32 35 1 2 10 1 4 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 0 1 0 1
31 42 2 1 10 1 4 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
30 50 2 2 20 2 3 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 0 1 0 1
29 57 2 1 22 3 4 1 2 2 4 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1
28 35 1 1 5 1 4 1 1 2 3 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1
27 57 2 1 20 2 3 1 1 2 3 1 1 1 1 2 1 1 1 0 1
26 35 1 1 13 2 4 2 1 2 4 1 1 1 2 2 1 0 1 0 1
25 50 2 1 13 2 2 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
24 49 2 1 25 3 4 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 0 1 0 1
23 46 2 1 8 1 3 2 1 2 3 1 2 1 2 1 1 0 1 0 1
22 47 2 1 20 2 5 2 1 2 4 1 2 1 1 2 1 1 1 0 1
21 43 2 2 20 2 5 2 2 2 3 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
100

20 52 2 2 27 3 5 1 1 2 4 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1
19 39 1 2 15 2 4 1 2 2 4 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
18 41 2 1 10 1 4 2 1 2 3 1 2 1 2 1 1 1 1 0 1
17 37 1 2 10 1 5 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 0 1 0 1
16 69 3 1 30 3 4 2 2 2 3 1 2 1 2 2 1 0 1 0 1
15 25 1 2 6 1 4 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1
14 25 1 1 5 1 4 1 1 2 3 1 2 1 2 1 1 0 1 0 1
13 45 2 2 10 1 4 2 1 2 3 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1
12 31 1 1 6 1 4 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1
11 47 2 2 10 1 4 2 2 2 3 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1
10 42 2 2 8 1 4 2 1 2 3 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
9 51 2 1 10 1 2 1 2 2 3 1 2 1 2 1 1 0 1 0 1
8 45 2 1 8 1 4 1 2 2 4 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
7 53 2 1 10 1 2 1 2 2 4 1 1 1 2 1 1 0 1 0 1
6 47 2 1 12 2 4 1 2 2 3 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1
5 58 2 1 20 2 5 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
4 33 1 1 3 1 4 2 2 2 3 1 1 1 1 2 1 0 1 0 1
3 37 1 1 10 1 4 1 1 2 4 1 1 1 2 1 1 0 1 0 1
2 71 3 1 23 3 4 2 2 2 3 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
1 44 2 2 15 2 5 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1
101

MASTER DATA (2)

PP KELUHA KELUHAN P P P K KP
APD6 8 PP9 CP1 CP2 N 1 KELUHAN 2 BEROBAT P1 2 3 P4 5 P 1 BB TB
1 2 1 2 2 1 1 1 1 0 1 1 0 0 2 1 65 155
1 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 0 0 3 2 65 167
1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 0 0 3 2 76 164
1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 0 0 3 2 65 168
1 2 1 2 2 1 3 1 1 1 1 1 0 0 3 2 65 157
1 2 1 2 2 1 8 2 2 0 1 1 0 0 2 1 75 165
1 2 1 2 2 1 6 1 2 0 1 1 0 0 2 1 70 165
1 2 1 2 2 1 5 2 2 0 1 1 0 0 2 1 68 175
1 2 1 2 2 1 6 2 2 1 1 1 0 0 3 2 65 167
1 1 2 2 2 1 7 1 1 0 1 1 0 0 2 1 65 150
1 1 2 2 2 1 3 2 1 1 1 1 0 0 3 2 70 175
1 2 1 2 2 1 2 1 2 0 1 1 0 0 2 1 60 155
1 1 1 2 2 1 1 2 1 0 1 1 0 0 2 1 60 168
1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 0 0 3 2 65 175
1 2 1 2 2 1 2 2 2 0 1 1 0 0 2 1 60 170
1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 0 0 3 2 65 160
1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 1 1 0 0 2 1 59 159
1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 0 0 3 2 65 161
1 2 2 2 2 1 2 1 2 0 1 1 0 0 2 1 75 160
1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 0 4 2 80 165
1 2 1 2 2 1 11 1 2 0 1 1 1 0 3 2 95 162
1 2 1 2 2 1 12 1 2 1 1 1 1 0 4 2 65 167
102

1 2 2 2 2 1 12 2 2 1 1 1 0 0 3 2 57 155
1 2 1 2 2 1 3 2 1 1 1 1 0 0 3 2 79 163
1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 0 4 2 75 165
1 1 1 2 2 1 12 2 2 1 1 1 0 0 3 2 65 160
1 2 1 2 2 1 4 1 2 1 1 1 0 0 3 2 80 160
1 2 2 2 2 1 5 2 2 1 1 1 1 0 4 2 60 172
1 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 1 0 0 3 2 75 157
1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 0 0 3 2 55 165
1 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 1 0 0 3 2 56 145
1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 0 0 3 2 78 150
1 2 2 2 2 1 1 2 1 0 1 1 0 0 2 1 60 160
1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 0 0 3 2 63 160
1 1 1 2 2 1 1 1 2 0 1 1 0 0 2 1 50 155
1 1 1 2 2 1 12 2 2 1 1 1 0 0 3 2 50 160
1 2 1 2 2 1 3 2 2 1 1 1 1 0 4 2 65 175
1 1 2 2 2 1 5 2 1 1 1 1 0 0 3 2 95 184
1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 0 0 3 2 67 167
1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 0 0 3 2 74 168
1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 0 4 2
103

MASTER DATA (3)

INSE FUNG HERB AKAR PP1 KP1 KK KK KK KK KK KK KK1 KK1 KK1


K I I I 1 1 1 2 3 4 KK5 KK6 KK7 8 9 0 1 2 KKK
1 1 0 0 2 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 6
1 1 0 1 3 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
1 1 1 0 3 2 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 7
1 1 0 0 2 2 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 7
1 1 0 1 3 2 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 10
1 1 1 0 3 2 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
1 1 1 0 3 2 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 5
1 1 0 0 2 2 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 9
1 1 0 1 3 2 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3
1 1 1 0 3 2 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 6
1 1 0 0 2 2 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 4
1 1 0 0 2 2 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3
1 1 0 1 3 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 6
1 1 0 0 2 2 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 6
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
1 1 0 1 3 2 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 9
1 1 0 0 2 2 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2
1 1 1 0 3 2 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 8
1 1 0 0 2 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 1 0 3 2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3
104

1 1 0 0 2 2 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 4
1 1 0 1 3 2 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 9
1 1 1 0 3 2 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 7
1 1 0 0 2 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 0 1 3 2 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 4
1 1 0 0 2 2 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 6
1 1 0 1 3 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 1 0 3 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 5
1 1 0 0 2 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
1 1 0 1 3 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 0 1 3 2 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 5
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
1 1 0 1 3 2 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 3
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 6
1 1 0 0 2 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
1 1 0 1 3 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
1 1 0 0 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4
105

Keterangan :

No : No responden
KR1 : Usia responden
KR1K : Usia kelompok reponden
KR2 : Jenis kelamin
KR3 : Lama kerja
KR3K : Lama kerja kelompok
KR4 : Tingkat pendidikan
KR6 : Status gizi
KR7 : Kebersihan badan
PP1 : Jenis pestisida
PP2 : Golongan pestisida
PP3 : Waktu penyemprotan
PP4 : Dosis pestisida
PP5 : Alat penyemprotan
PP6 : Lama penyemprotan
PP7 : Arah penyemprotan
APD1 : Pelindung kepala
APD2 : Pelindung mata
APD3 : Pelindung pernapasan
APD4 : Pelindung tangan
APD5 : Pelindung kaki
APD6 : Pelindung badan
PP9 : Kebersihan apd
PP10 : Frekuensi penyemprotan
CP1 : Penyimpanan pestisida
106

CP2 : Pencampuran pestisida


KELUHAN : Keluhan kesehatan
KELUHAN :
1 Keluhan penyakit
KELUHAN :
2 Lama keluhan
BEROBAT : Pengobatan
P1 : Pengetahuan 1
P2 : Pengetahuan 2
P3 : Pengetahuan 3
P4 : Pengetahuan 4
P5 : Pengetahuan 5
KP : Kategori pengetahuan
KP1 : Kategori pengetahuan 1
BB : Berat badan
TB : Tinggi badan
Insek : Insektisida
Fungi : Fungisida
Herbi : Herbisida
Akari : Akarisida
pp11 : Kategori jenis pestisida
KP11 : Kategori pestisida 11
KK1 : Mual
KK2 : Muntah
KK3 : Pusing
KK4 : Sakit kepala
KK5 : Susah nafas
107

KK6 : Menggigil
KK7 : Iritasi kulit ringan
KK8 : Diare
KK9 : Sering buang air kecil
KK10 : Mengi (bengek)
KK11 : Pandangan kabur
KK12 : Keringat berlebihan
KKK : Kategori keluhan kesehatan

Anda mungkin juga menyukai