Anda di halaman 1dari 103

PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS MENELAN OBAT

(PMO) DI PUSKESMAS MEDAN AREA SELATAN


KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

CINDY SUCI VERONICA PANE


NIM. 141000622

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS MENELAN OBAT
(PMO) DI PUSKESMAS MEDAN AREA SELATAN
KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

CINDY SUCI VERONICA PANE


NIM. 141000622

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
i
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 17 Januari 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Fauzi, S.K.M.


Anggota : 1. Roymond. H. Simamora, S.Kep., Ners., M.Kep.
2. dr. Rusmalawaty, M.Kes.

ii
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Tugas

Pengawas Menelan Obat (PMO) di Puskesmas Medan Area Selatan

Kecamatan Medan Area Tahun 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya

saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-

cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Medan, Januari 2019

Cindy Suci Veronica Pane

iii
Abstrak

Salah satu penyakit menular penyebab kematian tertinggi yang merupakan


masalah kesehatan masyarakat global hingga saat ini adalah Tuberkulosis (TB).
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi. Puskesman Medan Area Selatan termasuk dalam 5 puskesmas dengan
angka kesembuhan terendah di Kota Medan, yaitu sebesar 66,67%. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tugas PMO di Puskesmas
Medan Area Selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi fenomenologi
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PMO di Puskesmas Medan Area
Selatan bertugas untuk mengingatkan dan mengawasi penderita setiap kali minum
obat, mendorong penderita agar berobat teratur ke Puskesmas, mengingatkan dan
menemani penderita periksa ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditetapkan ,
memberikan penyuluhan tentang berbagai topik Tb kepada penderita. Dari hasil
analisis data dengan metode Collaizi, maka muncul 4 tema dari pelaksanaan tugas
PMO di Puskesmas Medan Area Selatan, yaitu: a) PMO berperan terhadap
keteraturan penderita minum obat, b) dalam melaksanakan tugasnya PMO
memiliki beberapa hambatan, c) selama mengawasi proses pengobatan, PMO
menemui efek samping obat pada penderita, d) PMO melakukan tindakan berupa
memberi motivasi, mengingatkan dan menemani penderita periksa ulang dahak,
serta memberi penyuluhan kepada guna mendukung proses kesembuhan
penderita. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan PMO di Puskesmas Medan
Area Selatan agar lebih giat dan telaten dalam melaksanakan tugasnya sehingga
proses pengobatan penderita dapat terselenggara secara efektif dan maksimal,

Kata kunci: Pelaksanaan, tugas, PMO

iv
Abstract

One of the infectious diseases that causes the highest mortality which is a global
public health problem to date is Tuberculosis (TB). Pulmonary tuberculosis is a
disease caused by Mycobacterium tuberculosis, which is an aerobic germ that can
live mainly in the lungs or in various other organs that have high oxygen partial
pressure. Puskesmas Medan Selatan Area is included in the 5 Puskesmas with the
lowest recovery rate in Medan, which is 66.67%. The purpose of this study was to
determine the implementation of PMO tasks in Medan Medan Selatan Health
Center. This type of research is a descriptive phenomenological study. The results
showed that the PMO in the Medan South Area Health Center was tasked with
reminding and supervising patients every time they took medicine, encouraging
patients to seek regular treatment at the Puskesmas, reminding and
accompanying patients to check sputum according to a predetermined schedule,
providing counseling on various Tb topics to sufferers . From the results of data
analysis using the Collaizi method, 4 themes emerge from the implementation of
PMO tasks in the Medan South Area Health Center, namely: a) The PMO plays a
role in the regularity of patients taking medication, b) in carrying out their duties
the PMO has several obstacles, c) during overseeing the treatment process , PMO
encountered drug side effects on patients, d) PMO took action in the form of
providing motivation, reminding and accompanying patients to check phlegm, and
providing counseling to support the healing process of patients. Based on the
results of the study, it is expected that the PMO in the Medan South Area Health
Center to be more active and diligent in carrying out their duties so that the
treatment process of patients can be carried out effectively and optimally,

Keywords: Implementation, the tasks, PMO

v
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, oleh karena

karunia dan peryertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pelaksanaan Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) di Puskesmas Medan

Area Selatan Kecamatan Medan Area Tahun 2018” sebagai salah satu syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta

dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara dan Dosen Pembimbing Akademik penulis di FKM USU.

4. dr. Fauzi, S.K.M., selaku Dosen Pembimbing yang sudah banyak

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini.

5. Roymond H Simamora, S.Kep., Ners., M.Kep., dan dr. Rusmalawaty,

M.Kes., selaku Penguji I dan Penguji II penulis yang telah memberikan saran

dan bimbingan dalam penyempurnaan skripsi ini.

vi
6. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di

FKM USU.

7. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu

serta bimbingan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di FKM USU.

8. Kepala Puskesmas dan seluruh pegawai Puskesmas Medan Area Selatan yang

telah membantu dan memberi arahan kepada penulis selama menjadi

penelitian skripsi di Puskesmas Medan Area Selatan.

9. Teristimewa penulis ucapkan kepada orang tua tercinta Jonnedi Parulian Pane

dan Roshilda Clara Elisabeth Siahaan serta keluarga penulis tersayang, Josua

Febrico Renaldo Pane, Joseph Ricky Naummarga Pane, Johan Martin

Claudius Pane dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dalam

berbagai aspek kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan

perkuliahan di FKM USU.

10. Teman-teman selama berkuliah di FKM USU atas segala semangat dan

dukungan kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini guna

memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Januari 2019

Cindy Suci Veronica Pane

vii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Daftar Istilah xii
Riwayat Hidup xiii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6

Tinjauan Pustaka 8
Puskesmas 8
Pengertian puskesmas 8
Prinsip penyelenggaraan puskesmas 8
Tujuan puskesmas 8
Fungsi puskesmas 8
Tuberkulosis Paru (TB Paru) 9
Definisi 9
Cara penularan 9
Risiko penularan 10
Gejala 10
Program Penanggulangan TB 11
Program nasional pengendalian TB Indonesia 11
Strategi DOTS (Directly Observed Treatments 13
Shortcourse)
Proses pengobatan TB 14
Pengawas Menelan Obat (PMO) 15
Persyaratan PMO 15
Petugas PMO 15
Tugas PMO 16
Informasi dari PMO 16
Hasil Penelitian yang Relevan 17
Landasan Teori 17

viii
Kerangka Berpikir 19

Metode Penelitian 21
Jenis Penelitian 21
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Subjek Penelitian 21
Definisi Konsep 22
Metode Pengumpulan Data 22
Metode Analisis Data 23

Hasil dan Pembahasan 26


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 26
Pelayanan Kesehatan 26
Karakteristik Informan 29
Hasil Analisis Penelitian 29
Keteraturan penderita minum obat 29
Hambatan PMO dalam melaksanakan tugas 31
Efek samping obat yang ditemui PMO selama masa 32
pengobatan
Tindakan PMO dalam mendukung proses kesembuhan 33
penderita
Interpretasi Hasil Penelitian 35
Peran PMO terhadap Keteraturan Penderita Minum Obat 36
Efek Samping Obat yang Ditemui PMO Selama Masa 38
Pengobatan
Tindakan PMO dalam Mendukung Proses Kesembuhan 40
Penderita
Keterbatasan Penelitian 42

Kesimpulan dan Saran 44


Kesimpulan 44
Saran 46

Daftar Pustaka 47
Lampiran 51

ix
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka berpikir 19

x
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 51

2 Hasil Wawancara 52

3 Matriks Tema 68

4 Penyusunan Tema 69

5 Surat Izin Penelitian 87

6 Surat Selesai Penelitian 88

xi
Daftar Istilah

TB Tuberkulosis
WHO World Health Organization
PMO Pengawas Menelan Obat
DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse
GERDUNAS Gerakan Terpadu Nasional
OAT Obat Anti Tuberkulosis
FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

xii
Riwayat Hidup

Penulis bernama Cindy Suci Veronica Pane berumur 22 tahun, dilahirkan

di Medan pada tanggal 17 Oktober 1996. Penulis beragama Kristen Protestan,

anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Jonnedi Parulian Pane

dan Ibu Roshilda Clara Elisabeth Siahaan.

Pendidikan formal dimulai di TK Lematang Lestari Rambang Dangku

Tahun 2001. Pendidikan sekolah dasar di SD N 01 Prabumulih Tahun 2002-2008,

sekolah menengah pertama di SMP Lematang Lestari Rambang Dangku Tahun

2008-2011, sekolah menengah atas di SMA Negeri 82 Jakarta Tahun 2011-2014,

selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2019

Cindy Suci Veronica Pane

xiii
Pendahuluan

Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab

kematian tertinggi secara global dan berdampak pada ekonomi, kualitas hidup

serta mengancam keselamatan jiwa manusia. Mycobacterium tuberculosis

merupakan kuman aerob yang menyebabkan penyakit tuberkulosis paru yang

hidup di paru dan berbagai organ tubuh bertekanan parsial oksigen tinggi

(Departemen Kesehatan RI, 2008).

World Health Organization (WHO) mencanangkan “Global Emergency”

terhadap tuberkulosis ditahun 1992. Kuman tuberkulosis telah menginfeksi

sebanyak sepertiga penduduk dunia dengan perkiraan terdapat satu orang setiap

detiknya yang terinfeksi penyakit tuberkulosis (PDPI, 2006). Sebanyak 33% dari

jumlah kasus TB di dunia yaitu 182 kasus per 100.000 penduduk terjadi di Asia

Tenggara (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Pada tahun 2014, terdapat 9,6 juta

jumlah kasus TB di dunia yang mengakibatkan 1,5 juta kematian (WHO, 2015).

Indonesia, tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Indonesia merupakan negara kedua dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi di

dunia (WHO, 2016) serta menjadi negara urutan keempat dengan kasus TB paru

terbanyak diantara negara Cina, India dan Afrika Selatan pada Tahun 2010

(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Kisaran tingkat serangan tuberkulosis di

Indonesia yaitu 1,7% sampai 4,4% (Kepmenkes RI No. 364,2009). Sebanyak +

600.000 kasus tuberkulosis diderita oleh penduduk berusia 15-55 tahun

(Kementerian Kesehatan RI, 2012).

1
2

Sebanyak 21.954 penduduk Sumatera Utara (120,5%) merupakan

penderita TB yang terdata di Tahun 2013 dan mengalami penurunan menjadi

19.062 penduduk (111%) di Tahun 2014, lalu mengalami peningkatan menjadi

23.002 penduduk (122%) di Tahun 2015 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumut,

2016). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2016, Provinsi Sumatera

Utara menempati posisi keempat dengan kasus baru TB BTA positif tertinggi di

Indonesia yaitu 11.771 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2017)

Sebanyak 3.047 kasus baru BTA positif ditemukan di Tahun 2014 dan

mengalami peningkatan menjadi 3.111 kasus ditahun 2015, kemudian mengalami

penurunan menjadi 2.829 kasus di Tahun 2016. Berdasarkan proporsi jenis

kelamin, laki-laki memiliki jumlah kasus BTA positif lebih tinggi dibandingkan

perempuan (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2016).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2016 menunjukkan

bahwa Puskesmas Medan Area Selatan termasuk dalam lima puskesmas dengan

angka kesembuhan penderita TB Paru terendah dimana dari 33 penderita BTA

positif hanya 22 penderita yang dinyatakan sembuh (66,67%). Sehingga dapat

disimpulkan, puskesmas tersebut belum mencapai target angka kesembuhan yaitu

minimal 85%. Adapun keempat puskesmas lainnya dengan angka kesembuhan

minimal 85% antara lain; Puskesmas Pulo Brayan dengan angka kesembuhan

sebesar 50,00% Puskesmas Sunggal dengan angka kesembuhan sebesar 46,15%,

Puskesmas Tegal Sari dengan angka kesembuhan sebesar 39,29%, dan Puskesmas

Glugur Kota dengan angka kesembuhan terendah yaitu sebesar 33,33%.


3

Berdasarkan kondisi di atas, WHO telah merekomendasikan strategi

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai program

pemberantasan TB Paru sejak tahun 1995. Bila diartikan secara harfiah DOTS

merupakan pengobatan dengan waktu singkat yang memerlukan pengawasan ketat

oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) yang menjadi kunci utama strategi tersebut

(Departemen Kesehatan RI, 2002).

Pemerintah mencanangkan pembentukan gerakan terpadu Nasional

(GERDUNAS) TB pada tanggal 24 Maret 1999 dan diubah menjadi program

penanggulangan TB Paru. Strategi DOTS memiliki lima komponen, diantaranya;

(1) program TB Nasional menjadi komitmen politis dari pemerintah, (2)

pemeriksaan dahak sebagai diagnosis TB, (3) PMO mengawasi langsung

pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis), (4) OAT berkesinambungan,

(5) pemantauan dan evaluasi melalui pencatatan dan pelaporan (Departemen

Kesehatan RI, 2002)

Pelaksanaan DOTS dilakukan guna mencapai angka kesembuhan 85%

yang ditunjukkan setelah melalui pengobatan dan dinyatakan sembuh

(Departemen Kesehatan RI, 2007). Pengobatan TB dimasa lalu memerlukan

jangka waktu satu tahun sampai tuntas. Dengan pengobatan yang ada saat ini,

hanya diperlukan waktu enam bulan untuk dapat sembuh tuntas. Meskipun

demikian, tetap diperlukan ketekunan dan pengertian penderita dan keluarganya

untuk menjalani pengobatan sampai selesai, dimana penderita dinyatakan sembuh

dengan pemeriksaan mikroskopis ulang. Maka dari itu berdasarkan

Penanggulangan TB-Paru Nasional ditetapkan bahwasannya, setiap penderita TB


4

harus memiliki seoran pendamping sebagai Pengawas penderita Menelan Obat

atau PMO. Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk menjamin kesehatan dan

mencegah resistensi obat pada penderita (Departemen Kesehatan RI, 2002)

Pengawas Menelan Obat adalah bagian penting dari keberhasilan

pemberantasan TB yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan, kader dan anggota

keluarga. Pengobatan TB membutuhkan seorang pengawas untuk mengingatkan

penderita dan memastikan bahwa obat tetap diminum sampai selesai sesuai

dengan waktu yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 2002). PMO

merupakan peranan yang krusial dalam pendampingan dan pengawasan

pengobatan guna memaksimalkan pengobatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Berdasarkan penelitian Rahmi, Medison, & Suryadi (2013) menyatakan

bahwa demi tercapainya kesembuhan, peran PMO memiliki hubungan yang

bermakna dengan kepatuhan penderita TB Paru. Penelitian Harnanik (2014)

menyebutkan bahwa pengobatan TB Paru dapat mencapai keberhasilan dengan

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis kelamin, PMO, pendidikan dan

pekerjaan. Penelitian Simamora (2017) menyatakan bahwa dugaan terjadinya TB

Paru di Puskesmas Padang Bulan berhubungan signifikan dan positif antara

motivasi kader, sikap serta pengetahuan. Dalam penentuan keberhasilan

pengobatan diperlukan perpaduan antara keluarga dan petugas kesehatan untuk

pendampingan pengobatan penderita (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Berdasarkan survei pendahuluan peneliti pada tanggal 19 Februari 2018 di

Puskesmas Medan Area Selatan diketahui bahwa Puskesmas Medan Area Selatan

telah menerapkan strategi DOTS, salah satunya dengan menetapkan PMO bagi
5

setiap penderita TB. Petugas penanggung jawab TB biasanya memilih salah satu

anggota keluarga yang satu rumah dengan penderita atau kerabat terdekat sebagai

PMO. Setiap PMO akan mendapatkan edukasi melalui penyuluhan yang

dilakukan oleh petugas. Penyuluhan yang diberikan meliputi gambaran singkat

tentang penyakit TB, tugas PMO, cara meminum obat dan efek samping

pengobatan.

Pada saat melakukan survei pendahuluan, peneliti telah melakukan

wawancara singkat dengan lima orang penderita TB, dimana para penderita telah

memiliki PMO masing-masing sesuai dengan yang ditunjuk oleh petugas

penanggung jawab TB. Berdasarkan hasil wawancara didapati bahwa empat dari

lima penderita TB merasa sangat terbantu dan merasa penting dengan adanya

PMO yang bertugas menolongnya dalam proses pengobatan, sementara satu orang

penderita lainnya merasa acuh tak acuh dengan adanya dengan tugas dan peran

dari PMO-nya karena ketidakpahaman penderita dan PMO penderita tentang tugas

dan peran dari PMO itu sendiri.

Sementara itu berdasarkan wawancara dengan PMO penderita, didapati

bahwa sebagian PMO mengaku cukup mengerti tentang tugas yang harus

dilakukannya dalam membantu proses pengobatan penderita seperti dengan

mengingatkan untuk meminum obat, memberikan dukungan dan motivasi untuk

sembuh, mengontrol asupan gizi penderita melalui makanan dan minuman yang

dikonsumsi penderita. Namun didapati masih ada PMO yang tidak menganggap

TB sebagai penyakit serius dan berbahaya, sehingga PMO yang ditunjuk tidak

terlalu mengawasi penderita yang mengakibatkan pengobatan penderita TB


6

tersebut tidak tuntas sehingga pada akhirnya petugas harus kembali mengingatkan

penderita dan PMO-nya baik itu melalui telepon, pesan singkat, ataupun

berkunjung ke rumah penderita.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dilakukan penelitian mengenai

Pelaksanaan Tugas PMO di Puskesmas Medan Area Selatan Kecamatan Medan

Area Tahun 2018.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana Pelaksanaan Tugas PMO di Puskesmas Medan Area Selatan

Kecamatan Medan Area Tahun 2018.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tugas

PMO di Puskesmas Medan Area Selatan Kecamatan Medan Area Tahun 2018.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Medan

mengenai penanggulangan TB Paru.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Medan Area Selatan dalam

melaksanakan program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan kepada penderita TB Paru.

3. Sebagai landasan untuk meningkatkan peranan tugas PMO dalam mencapai

keberhasilan pengobatan TB Paru.


7

4. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti

lain khususnya mengenai penanggulangan TB Paru.

5. Sebagai tambahan informasi dalam pengembangan kajian dan ilmu di bidang

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.


Tinjauan Pustaka

Puskesmas

Pengertian puskesmas. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan

kesehatan yang bertujuan untuk pencapaian derajat kesehatan masyarakat dengan

prioritas program preventif dan promotif di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri

Kesehatan No. 44 Tahun 2016).

Prinsip penyelenggaraan puskesmas. Prinsip penyelenggaraan

puskesmas meliputi:

1. Pola pikir sehat

2. Wilayah yang bertanggung jawab terhadap kondisi daerahnya

3. Masyarakat yang mandiri

4. Pelayanan kesehatan yang adil

5. Efektivitas teknologi

6. Kolaborasi dan keberlanjutan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun

2014)

Tujuan puskesmas. Tujuan puskesmas adalah diwujudkannya kecamatan

mandiri yang sehat melalui pencapaian pembangunan kesehatan di wilayah kerja.

(Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014).

Fungsi puskesmas. Fungsi puskesmas menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 yaitu:

1. Di wilayah kerja, dilaksanakan UKM tingkat pertama

2. Di wilayah kerja, dilaksanakan UKP tingkat pertama

8
9

Tuberkulosis Paru (TB Paru)

Definisi. Pada Tahun 1882, Robert Koch menemukan Mycobacterium

tuberculosis yang merupakan basil penyebab tuberkulosis, yang kini menjadi

masalah kesehatan di dunia (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Menurut Robbins

(1957), tuberkulosis adalah penyakit yang umumnya menginfeksi organ paru yang

diakibatkan oleh tuberculosis (Misnadiarly, 2006).

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob yang umumnya

hidup di paru, tidak membentuk spora, berukuran panjang 1-4 um dan tebal 0,3 -

0,6 um, bersifat dorman yaitu tertidur lama selama beberapa tahun dalam jaringan

tubuh dan berpotensi bangkit kembali jika kondisi mendukung (Hiswani, 2004).

Menurut Anggraini (2011), Mycobacterium tuberculosis dapat hidup kisaran 0-6

bulan pada suhu kamar, bertahan dalam dahak selama 20-30 jam, dan bertahan

pada penyimpanan lemari bersuhu 200C selama 2 tahun. Bakteri ini disebut BTA

(bakteri tahan asam) karena memiliki lapisan lipid yang menyebabkan bakteri

tersebut tahan asam serta gangguan kimia dan fisis (Sudoyo dkk, 2006). Selain

itu, bakteri ini juga terdiri atas lapisan peptidoglikan dan arabinomannan.

Penularan penyakit tuberkulosis terjadi pada malam hari karena bakteri ini tidak

tahan sinar ultraviolet (Rab, 2010).

Cara penularan. Penularan penyakit tuberkulosis bersumber dari

percikan renik dahak yang dikeluarkan penderita BTA positif. Pemeriksaan

tuberkulosis akan sulit terdeteksi jika jumlah kuman < dari 5.000 kuman/cc dahak,

namun bukan berarti seseorang dapat dinyatakan bebas TB karena masih

berpotensi menularkan. Dalam penularan, penderita TB BTA positif berpotensi


10

sebesar 65%, penderita TB BTA negatif berkultur positif sebesar 26%, dan

penderita TB berkultur negatif dan foto toraks positif sebesar 17%.

Penularan tuberkulosis terjadi ketika penderita BTA positif batuk atau

bersin, sehingga kuman dalam bentuk percikan dahak tersebar ke udara dan

dihirup oleh orang lain (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Risiko penularan. Kuman TB dari seorang penderita BTA positif

berpotensi ditularkan kepada 10-15 orang per tahun. Risiko tertular tergantung

dari tingkat pajanan dengan percikan dahak (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Proporsi risiko penularan tuberkulosis setahun ditunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) dimana 1% menunjukkan 10 orang terinfeksi per

1000 penduduk. Variasi ARTI di Indonesia berkisar antara 1-3% (Departemen

Kesehatan RI, 2009).

Gejala. Berdasarkan organ yang terinfeksi, gejala tuberkulosis terbagi atas

gejala umum dan khusus (Misnadiarly, 2006). Gejala sistemik/umum:

1. Penderita mengalami batuk yang dapat disertai darah dengan waktu berkisar 3

minggu.

2. Mengalami demam berkelanjutan dan berkeringat pada malam hari.

3. Tidak nafsu makan sehingga mengalami penurunan berat badan.

4. Malaise

Gejala khusus:

1. Timbulnya suara tinggi beserta sesak karena terjadinya pembesaran kelenjar

getah bening yang disebabkan oleh tersumbatnya sebagian bronkus.

2. Rongga pleura dipenuhi cairan.


11

3. Keluarnya cairan nanah akibat infeksi pada tulang.

4. Terjadinya meningitis pada anak dengan gejala demam yang tinggi,

kesadaran menurun serta kejang.

Program Penanggulangan TB

Program nasional pengendalian TB Indonesia. Berdasarkan Pedoman

Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Kementerian Kesehatan RI, 2011), strategi

nasional pengendalian TB di Indonesia, antara lain:

1. Visi

“Menuju Masyarakat Bebas Masalah TB, Sehat, Mandiri, dan Berkeadilan”.

2. Misi

a. Mengendalikan TB dengan memberdayakan masyarakat.

b. Pelayanan TB yang merata, paripurna, berkeadilan, dan bermutu.

c. Tersedianya sumberdaya untuk pengendalian TB secara merata.

d. Program TB dapat terkelola secara maksimal.

3. Tujuan

Pembangunan kesehatan melalui peningkatan derajat kesehatan.

4. Sasaran

Terjadinya penurunan prevalensi TB dari 297 per 100.000 penduduk menjadi

245 per 100.000 penduduk.

Sasaran keluaran adalah:

a. Kasus baru BTA Positif meningkat dari 73% menjadi 90%.

b. Tercapainya persentase pengobatan sebesar 88%.

c. Peningkatan persentase pengobatan di provinsi menjadi 88%.


12

5. Target

a. Cakupan penderita TB BTA (+) > 70%

b. Angka kesalahan laboratorium <5%

c. Angka kesembuhan > 85%

6. Kebijakan Pengendalian TB di Indonesia antara lain:

a. Strategi DOTS merupakan strategi global untuk mengendalikan TB.

b. Peningkatan komitmen daerah dalam penguatan kebijakan TB.

c. Pemutusan rantai penularan dan pencegahan TB resisten obat dilakukan

dengan penguatan pengendalian TB.

d. Seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) mengendalikan TB dengan

menemukan dan memberi pengobatan.

e. Pengobatan di FKTP dilaksanakan untuk kasus TB tanpa penyulit

sedangkan pengobatan TB dengan tingkat kesulitan dilaksanakan di

FKRTL.

f. Perwujudan Gerdunas TB dilakukan dengan kerjasama antar lintas sektor

dalam proses pengendalian TB.

g. Meningkatkan mutu dan akses pelayananan dengan mengoptimalkan

kinerja laboratorium.

h. Pengendalian TB dengan pemberian OAT secara gratis dan terjamin

ketersediaannya.

i. Peningkatan dan pertahanan kinerja program dengan tersedianya tenaga

yang berkompeten.
13

j. Dikhususkannya kelompok kurang mampu dan rentan dalam Pengendalian

TB.

k. Keluarga dan masyarakat tidak menjauhkan diri dari penderita TB.

l. Adanya komitmen untuk mencapai target global pengendalian TB.

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Strategi DOTS (Directly Observed Treatments Shortcourse). Tahun 1995

Indonesia mulai menerapkan kebijakan nasional pengendalian tuberkulosis

dengan strategi DOTS yang diaktualisasikan pada fasilitas pelayanan kesehatan

dasar agar penderita TB dapat terdeteksi dan disembuhkan.

Pencapaian Indonesia terhadap penanggulangan kasus TB semakin

membaik. Pada tahun 2001, penerapan DOTS mulai dilakukan dengan intensif,

sehingga angka kesakitan penularan TB dapat diturunkan dari 122 per 100.000

penduduk menjadi 107 per 100.000 penduduk pada Tahun 2005.

Menurut Mansjoer, Suprohaita, Wahyu, & Wiwiek (2000), strategi DOTS

memiliki lima komponen dasar, yakni:

1. Pimpinan daerah memberikan dukungan politik agar program TB dapat

menjadi salah satu agenda utama dan penyediaan dana yang baik.

2. Tersedianya mikroskop sebagai alat utama pendiagnosaan TB dari sputum

pasien tersangka TB yang telah diperiksa.

3. Adanya orang yang ditunjuk sebagai PMO untuk membantu dan mengawasi

penderita selama masa pengobatan dan memastikan penderita meminum

obatnya.
14

4. Adanya pencatatan sebagai rekam program dan pelaporan hasil program

secara lengkap dan benar adanya.

5. Memiliki paduan OAT dan dosis yang tepat serta sesuai jangka waktu

pengobatan.

Proses pengobatan TB. Tujuan proses pengobatan TB ialah kesembuhan

pada penderita, pencegahan kematian akibat TB, pencegahan relapse (kambuh)

dikemudian hari, pemutusan rantai penularan TB, serta pencegahan resistensi

OAT (Departemen Kesehatan RI, 2007). Menurut Departemen Kesehatan RI

(2005) efektivitas pada proses pengobatan dapat dicapai melalui penerapan

prinsip-prinsip seperti dibawah ini:

1. Pemberian OAT berkombinasi dengan jumlah dan dosis yang tepat sehingga

mencegah resisten OAT.

2. Pengawasan langsung oleh PMO agar kepatuhan penderita menelan obatnya

terjamin.

3. Tahap intensif dan lanjutan dalam proses pengobatan TB.

a. Tahap Intensif

a) Pemberian obat setiap hari dan diawasi langsung agar tidak terjadi

resisten obat.

b) Jika tahap intensif ini dilakukan secara tepat maka dalam 2 minggu,

penderita menular berubah menjadi tidak menular.

c) Dalam 2 bulan (jika dikonversi), maka hampir seluruh penderita TB

BTA positif dapat menjadi BTA negatif.


15

b. Tahap lanjutan

a) Penderita tidak lagi diberi obat dengan jenis beragam namun prosesnya

lebih lama.

b) Agar mencegah terjadinya kambuh dan terbunuhnya kuman perister

maka tahap lanjutan ini sangat krusial.

Pengawas Menelan Obat (PMO)

PMO merupakan salah satu komponen DOTS yang bertugas untuk

mengawasi langsung proses pengobatan OAT. PMO merupakan seseorang yang

dipercaya mengemban tugas sebagai pengawas yang menjamin kepatuhan dan

keteraturan penderita dalam meminum obatnya sehingga resistensi OAT dapat

dihindari (Kementerian Kesehatan RI, 2009).

Persyaratan PMO. Persyaratan seorang PMO menurut Pedoman

Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Kementerian Kesehatan RI, 2014), yaitu:

1. Seorang pribadi yang dikenal baik, dipercayai, dan bersedia menjadi

pengawas penderita selama proses pengobatan penderita hingga sembuh.

2. Berkediaman tak jauh dari kediaman penderita atau serumah.

3. Memiliki kerelaan membantu penderita selama proses pengobatan hingga

penderita sembuh.

4. Memiliki kemauan mengikuti pelatihan dan penyuluhan tentang TB Bersama

dengan penderita.

Petugas PMO. Petugas PMO dapat berasal dari berbagai latar belakang,

seperti kader atau tokoh masyarakat lainnya, namun tentu akan lebih baik jika

PMO memiliki latar belakang dari dunia kesehatan seperti petugas kesehatan,
16

perawat, bidan desa setempat, dan lain sebagainya (Kementerian Kesehatan RI,

2014).

Tugas PMO. Tugas seorang PMO menurut Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis (Kementerian Kesehatan RI, 2014), yaitu:

1. Melakukan pengawasan secara ketat dan menjamin penderita menelan

obatnya serta menjalani masa pengobatan selama kurang lebih enam bulan

lamanya.

2. Memotivasi penderita agar teratur berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Setiap penderita memiliki jadwalnya masing-masing untuk melaksanakan

pemeriksaan ulang dahak. Dalam melaksanakan tugas ini, peran PMO untuk

mengingatkan penderita agar pergi periksa ulang dahak sesuai jadwalnya

sangatlah penting. Sehingga dengan demikian akan menghindari kebolosan

pemeriksaan pada penderita dan tentunya perkembangan kesehatan penderita

pun dapat dipantau secara teratur oleh petugas kesehatan.

4. Mengedukasi seluruh anggota keluarga penderita terutama mereka yang

tampaknya memiliki gejala mencurigakan TB agar segera tanggap dan pergi

periksa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Sehingga seluruh anggota

keluarga sadar dan waspada terhadap gejala-gejala yang muncul dan jikalau

benar positif maka dapat dideteksi lebih dini oleh petugas kesehatan dan

diberi pengobatan.

Informasi dari PMO. PMO perlu memiliki pemahaman yang baik tentang

TB agar dapat menginformasikan kepada penderita dan keluarga.


17

1. TB bukan sebuah kutukan ataupun penyakit akibat keturunan, karena dengan

pengobatan yang tepat, TB dapat disembuhkan total.

2. Bagaimana TB dapat menular, apa saja gejala TB, dan bagaimana cara

mencegahnya.

3. Tahap pengobatan yang benar dan tepat, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

4. Pengawasan ketat dan pembimbingan yang tepat agar penderita mau berobat

teratur.

5. Pengetahuan tentang efek samping yang dapat ditimbulkan dari pengobatan

dan bagaimana tindakan yang (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian Rahmi dkk (2013) menyatakan bahwa demi

tercapainya kesembuhan, peran PMO memiliki hubungan yang bermakna dengan

kepatuhan penderita TB Paru. Penelitian Harnanik (2014) menyebutkan bahwa

pengobatan TB Paru dapat mencapai keberhasilan dengan dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti jenis kelamin, PMO, pendidikan dan pekerjaan. Penelitian

Simamora (2017) menyatakan bahwa dugaan terjadinya TB Paru di Puskesmas

Padang Bulan berhubungan signifikan dan positif antara motivasi kader, sikap

serta pengetahuan. Dalam penentuan keberhasilan pengobatan diperlukan

perpaduan antara keluarga dan petugas kesehatan untuk pendampingan

pengobatan penderita (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Landasan Teori

Kesembuhan TB adalah keadaan ketika seseorang mengalami akselerasi

kondisi kesehatan, telah menuntaskan proses pengobatan serta melakukan periksa


18

ulang dahak yang menunjukkan hasil negatif dari sputum yang diperiksa dan

melakukan setidaknya satu pemeriksaan sebelumnya yang juga negatif

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Jumlah penderita baru BTA apositif yang sembuh


Rumus = ×100%
Jumlah penderita baru BTA positif yang diobati

Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan TB (2007), kesembuhan

TB dipengaruhi oleh beberapa hal seperti yang di bawah ini:

1. Faktor sarana

a. Bagaimana sikap dan perilaku dari petugas kesehatan dalam memberi

pelayanan kepada pasiennya.

b. Ketersediaan OAT pada PMO.

2. Faktor Pasien

a. Informasi yang diketahui penderita tentang TB, seperti; bagaimana proses

pengobatannya hingga sembuh, dan apa akibat yang dapat ditimbulkan

dari dampak ketidakteraturan berobat.

b. Menjaga vitalitas tubuh penderita melalui pola makan yang teratur dengan

mengonsumsi makanan yang gizinya tercukupi, istirahat cukup, tidak

mengonsumsi alkohol atau merokok dan lain-lain.

c. Menjaga kebersihan diri seperti menjaga membuang dahak dan

menggunakan masker.

3. Faktor Keluarga dan Lingkungan

Keluarga dan lingkungan merupakan 2 hal kompleks yang sangat dekeat

dengan penderita. Tentunya faktor dari keluarga dan lingkungan sangat


19

berpengaruh secara aktif pada kesembuhan penderita. Motivasi yang kuat dan

pendampingan yang tak kenal lelah dari pihak keluarga tentu akan membantu

penderita untuk tetap semangat menjalani pengobatannya hingga tuntas. Selain

itu, kondisi lingkungan sekitar yang mendukung, baik itu lingkungan sosial yang

mendukung dan tidak mengucilkan, lingkungan tempat tinggal yang bersih dan

tidak lembab juga memberikan peranan penting bagi kesembuhan penderita. Maka

dari itu, edukasi TB secara berkesinambungan kepada keluarga maupun

masyarakat sangat baik dilakukan, karena akan berdampak positif baik itu kepada

penderita maupun keluarga dan masyarakat.

Kerangka Berpikir

Proses

PMO melaksanakan tugasnya


yaitu:
Input 1. Mengawasi penderita Input
setiap minum obat
Pengetahuan 2. Mendorong penderita Pengetahuan
Pengawas agar berobat teratur Pengawas
3. Mengingatkan Menelan Obat
Menelan Obat
penderita periksa (PMO)
(PMO) ulang dahak
4. Penyuluhan TB

Gambar 1. Kerangka berpikir

1. Masukan ialah hal terkait yang diperlukan dan mendukung agar tugas PMO

terlaksana yaitu pengetahuan Pengawas Menelan Obat (PMO) tentang apa

dan bagaimana PMO tersebut melaksanakan tugasnya.

2. Proses ialah tindakan dalam pelaksanaan tugas PMO, yang meliputi:

a. Pengawasan ketat terhadap penderita hingga menelan obatnya.


20

b. Memotivasi agar penderita memiliki dorongan berobat secara teratur.

c. Menginformasikan kepada penderita waktu-waktu untuk melakukan

periksa ulang dahak ke fasyankes.

d. Menyuluh penderita maupun keluarga tentang TB.

3. Keluaran ialah dampak sebagai buah akibat pelaksanaan tugas PMO terhadap

penderita yaitu terlaksananya tugas PMO.


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan

konsep dan makna mendasar dari suatu fenomena yang dialami seseorang.

Fenomenologi deskriptif merupakan jenis penelitian yang melibatkan eksplorasi

langsung, analisis data dan deskripsi dari fenomena tertentu, sebebas mungkin

dari dugaan yang belum teruji, yang bertujuan mendapatkan hasil yang maksimal

dari pengalaman individu baik yang dilihat, dirasakan, diingat, dipercayai,

diputuskan, dilakukan dan seterusnya (Streubert & Carpenter, 2011). Penelitian

ini difokuskan untuk mengetahui pelaksanaan tugas Pengawas Menelan Obat

(PMO) di Puskesmas Medan Area Selatan Kecamatan Medan Area Tahun 2018.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Area

Selatan, Kecamatan Medan Area, dengan pertimbangan bahwasannya Puskesmas

Medan Area Selatan merupakan salah satu puskesmas di Kota Medan yang masih

memiliki angka kesembuhan TB Paru dibawah 85% (sebesar 66,67%) yang telah

melaksanakan strategi DOTS yaitu salah satunya dengan menetapan PMO bagi

setiap penderita TB di puskesmas tersebut.

Waktu penelitian. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah

selama 18 minggu terhitung sejak bulan Februari 2018 sampai selesai.

Subjek Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik

purposive, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang

21
22

bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik

penelitian sehingga data yang diperoleh bisa lebih representatif. Informan dalam

penelitian ini adalah 10 orang PMO di Puskesmas Medan Area Selatan.

Definisi Konsep

Definisi konsep penelitian ini meliputi:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar tugas PMO

dapat terlaksana yaitu pengetahuan Pengawas Menelan Obat (PMO) tentang

apa dan bagaimana PMO tersebut melaksanakan tugasnya.

2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

pelaksanaan tugas PMO, yang meliputi:

a. Mengawasi penderita setiap minum obat

b. Mendorong penderita agar berobat teratur

c. Mengingatkan penderita periksa ulang dahak

d. Penyuluhan kepada anggota keluarga pasien yang mempunyai gejala

mencurigakan TB agar segera memeriksakan diri ke unit pelayanan

kesehatan

3. Keluaran (output) adalah hasil yang dicapai sebagai buah dari pelaksanaan

tugas PMO terhadap penderita yaitu terlaksananya tugas PMO.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

yaitu teknik wawancara dengan bentuk wawancara terstruktur yang dilengkapi

dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur urutan dan

penggunaan kata ketika melakukan wawancara. Wawancara merupakan teknik

pengumpulan data yang sering digunakan pada hampir semua penelitian kualitatif

(Herdiansyah, 2010).
23

Jenis data. Guna mencapai tujuan penelitian maka peneliti perlu

menentukan secara tapt jenis data atau informasi yang dibutuhkan sehingga dapat

membantu peneliti menciptakan pertanyaan-pertanyaan dengan ketgori respon

yang sesuai. Jenis data yang peneliti gunakan adalah:

1. Opini

Meminta opini dari responden mengenai suatu isu atau kejadian yang terkait

dengan topik penelitian. Sehingga dalam hal ini, opini merupakan ekspresi

verbal responden.

2. Perilaku

Pertanyaan mengenai perilaku responden tentang apa yang telah dilakukan

pada masa lalu, masa sekarang atau baru-baru ini dan apa yang mereka

rencanakan untuk dilakukan pada masa yang akan datang.

3. Fakta

Pertanyaan tentang fakta mengenai karakteristik responden atau latar

belakang responden, seperti pertanyaan tentang usia, pekerjaan dan hal

lainnya yang relevan untuk mengetahui perbandingan responden dengan

opininya.

4. Pengetahuan

Pertanyaan tentang pengetahuan berkenaan dengan apa yang diketahui oleh

responden dalam satu bidang atau satu topik, kedalaman, atau akurasi dari

informasi (Silalahi, 2009).

Metode Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari

Colaizzi. Metode Colaizzi memungkinkan dilakukannya perubahan hasil analisis


24

data berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan kepada partisipan (Polit & Beck,

2014). Tahapan metode analisis data menurut Colaizzi adalah sebagai berikut:

1. Membaca dan menyalin seluruh deskripsi wawancara yang telah diungkapkan

oleh partisipan. Dalam proses analisis ini, hasil pernyataan informan melalui

wawancara tentang pelaksanaan tugas PMO dari audio rekaman dari masing-

masing informan ditulis dalam bentuk transkip wawancara.

2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan signifikan (pernyataan yang secara

langsung berhubungan dengan fenomea yang diteliti). Setiap pernyataan

dalam transkip informan yang berhubungan langsung dengan fenomena

pelaksanaan tugas PMO yang diteliti dianggap signifikan. Pernyataan yang

signifikan diekstraksi dari masing-masing transkip dan diberikan nomor.

Pernyataan signifikan secara numerik dimasukkan ke dalam daftar yang

merupakan kumpulan dari seluruh pernyataan signifikan.

3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan. Dalam

tahap analisis ini, pernyataan signifikan yang sudah diperoleh dihubungkan

kembali dengan tujuan penelitian. Pernyataan signifikan yang sesuai dengan

tujuan penelitian diuraikan kembali sehingga diperoleh makna yang lebih

spesifik untuk menghasilkan beberapa kata kunci yang memudahkan peneliti

untuk merumuskan dalam kelompok tema.

4. Menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok tema. Setelah

diperoleh beberapa makna yang lebih spesifik maka makna tersebut masuk ke

dalam kelompok-kelompok yang sejenis. Dalam langkah ini peneliti

mengidentifikasi tema dari makna yang diformulasikan ke dalam

kelompokkategori dan sub tema.


25

5. Mengembangkan sebuah deskripsi tema dengan lengkap. Semua tema yang

telah dihasilkan didefinisikan kedalam suatu deksripsi yang lengkap dan

dijelaskan melalui hasil penelitian yang diperoleh.

6. Mengidentifikasi landasan struktur dari fenomena tersebut struktur dasar yang

mengacu kepada esensi dari fenomeda pelaksanaan tugas PMO yang telah

diungkapkan, dianalisis dengan teliti dengan menggunakan berbagai referensi

yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi.

7. Melakukan validasi hasil analisis data ke partisipan. Tujuan dari validasi hasil

analisa data yang untuk mendapatkan dan memastikan kembali apakah tema

dan hasil temuan yang dilakukan merupakan cara pandang informan yang

sesungguhnya dan disepakati oleh informan (Polit & Beck, 2014).


Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Medan Area Selatan diresmikan pada tanggal 28 Februari 1974

oleh Walikota Medan Bapak Drs. Syoekarni. Puskesmas Medan Area Selatan

adalah puskesmas rawat inap yang memberi pelayanan kesehatan kepada

masyarakat pelayanan dasar dan persalinan dalam waktu 24 jam.

Puskesmas ini terletak di Jalan Medan Area Selatan No. 1000, Kecamatan

Medan Area, dengan luas wilayah 149,6 Ha. Adapun yang menjadi batas wilayah

Puskesmas Medan Area Selatan adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Sei Kera Hulu

Sebelah Selatan : Pusat Pasar Medan

Sebelah Barat : Jl. A.R. Hakim

Sebelah Timur : Jl. Thamrin

Wilayah kerja Puskesmas Medan area Selatan terdiri dari 4 kelurahan

yaitu: Kelurahan Sukaramai I, Kelurahan Sukaramai II, Kelurahan Sei Rengas II,

Kelurahan Padau Hulu II. Jumlah lingkungan adalah sebanyak 54 lingkungan,

dengan 6.741 kepala keluarga, dan jumlah penduduk sebanyak 29.060 jiwa.

Pelayanan Kesehatan

Pelayanan dan upaya kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Medan Area

Selatan menyesuaikan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014,

yaitu:

1. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), meliputi:

26
27

a. Pelayanan Pemeriksaan Umum

Pelayanan pemeriksaan umum dilakukan oleh dokter umum puskesmas

yang berjumlah tiga orang di ruangan poli umum. Kisaran pasien umum

perhari berjumlah 35-40 orang.

b. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh dokter gigi puskesmas

yang berjumlah 2 orang di ruangan poli gigi.

c. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat dilakukan oleh tenaga paramedis (perawat/bidan)

di ruang tindakan.

d. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap dilakukan oleh tenaga mesi dan paramedis seperti

pasien bersalin dan penyakit yang dapat ditangani di puskesmas.

e. Pelayanan Gizi

Pelayanan gizi dilakukan oleh nutrisionis di ruangan gizi, yaitu meliputi

pengukuran tinggi badan dan berat badan, lingkar kepala, dna lingkar

lengan atas (Bumil), dan pemberian PMT bagi bayi/balita BGM,

pemberian vitamin A dan tablet Fe, dna juga pemberian konseling gizi.

f. Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh tenaga farmasi (apoteker dan

asisten apoteker) di ruangan obat, yaitu kepada semua pasien yang

berkunjung setelah dilakukan pemeriksaan maka pasien akan diberi obat.

g. Pelayanan laboratorium
28

Pelayanan laboratorium dilakukan oleh tenaga analis kesehatan di

ruangan laboratorium sederhana.

h. Pelayanan VCT dan IMS

Pelayanan ini dilakukan oleh tenaga medis dan paramedic di dalam

gedung dan di luar gedung (mobile). Untuk semua pasien yang

berkunjung dengan keluhan dan pemeriksaan wajib untuk ibu hamil dan

pasien TB Paru.

2. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

a. Promosi kesehatan

b. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM

c. Kesehatan lingkungan

d. Pelayanan Gizi yang bersifat UKM

e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

f. Perawatan kesehatan masyarakat

3. Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan

a. Upaya Kesehatan Sekolah

b. Pelayanan Kesehatan Jiwa

c. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut yang bersifat UKM

d. Pelayanan Kesehatan Olah Raga

e. Pelayanan Kesehatan Indera

f. Pelayanan Kesehatan Lansia

g. Pelayanan Kesehatan Kerja


29

Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang Pengawas Menelan

Obat (PMO) di Puskesmas Medan Area Selatan. Dari data yang diperoleh

menunjukkan usia informan 34-39 tahun (6%), 40-45 tahun (10%), 46-51 tahun

(10%), 52-57 tahun (10%), 58-63 tahun (10%). Sementara itu untuk jenjang

pendidikan, menunjukkan mayoritas informan berpendidikan SMA/SMK

sederajat (90%) dan berpendidikan SD (10%). Jenis kelamin seluruh informan

adalah perempuan.

Hasil Analisis Penelitian

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang berbagai tema yang telah

diperoleh dari hasil wawancara, yang dianalisis sesuai dengan metode Collaizzi.

Hasil wawancara berupa transkip tertulis, dimana dilakukan content analysis

dengan manual sesuai dengan metode Collaizi.

Berdasarkan hasil analisis ditemukan ada 4 tema yaitu: 1) Keteraturan

penderita minum obat, 2) Hambatan PMO dalam melaksanakan tugas, 3) Efek

samping obat yang ditemui PMO selama masa pengobatan, 4) Tindakan PMO

dalam mendukung proses kesembuhan penderita.

Keteraturan penderita minum obat. Hasil analisis data, menunjukkan

terdapat satu sub tema dari tema yang pertama yaitu mengawasi penderita setiap

kali minum obat. Ada dua kategori yang muncul dalam tema yang pertama yaitu

waktu minum obat dan kepatuhan penderita untuk minum obat.

1. Waktu minum obat

Dalam proses pengobatan, penderita harus minum obat sesuai dengan


30

waktu yang telah ditentukan. Waktu minum obat penderita adalah pagi hari,

sebelum sarapan dengan rentang waktu mulai dari pukul 06.00-07.30 pagi.

Berikut kutipan hasil wawancara:

“Kalo obat yang enam bulah tuh kan…. Tiap pagi jam enam sekali aja…
sebelum makan…” (p1)

“Namanya sebelum makan, teratur sekali pada saat jam setengah delapan
jam tujuh.. dikonsumsi. Setengah delapan pagi iyaa…sebelum makan (p2)

“Minumnya sebelum makan…pagilah kira-kira jam ga


tentulah…harusnya itu minumnya jam enam. Jadi ya… sebelum makanlah..(p4)

“Yaa… pagi sebelum makan pagi. Obatnya diminum satu hari satu
kali….(p5)

“Ngasih minum obatnya pokoknya… sebelum sarapan pagilah. Jadi kalo


obat TB, dia Cuma sebelum sarapan… selagi perutnya masih kosong…(p6)

“Pada saat minum obat, jam enam sebelum sarapan…(p7)

“setiap hari…eh pagi…sebelum makan. Ya…sekitar pukul setengah


tujuh… jam tujuh gitulah…(p8)

“Tiap pagi… pukul enam sebelum makan…(p9)

“Yaa…pagi bangun tidurlah langsung minum obat. Jam setengah enam


yaa… Sebelum ya su…sebelum jam enam…Kadang-kadang dia ya… jam
setengah tujuh juga ya minumnya. Pokoknya….sebelum makan dia, ya…sebelum
makan udah makan obat dulu dia pagi…(p10)

2. Kepatuhan penderita minum obat

Untuk mendukung keberhasilan pengobatan penderita, maka kepatuhan

minum obat adalah poin yang sangat penting untuk ditaati oleh penderita maupun

PMO sebagai pengawas. Kepatuhan penderita minum obat menyangkut tentang

rutin atau tidaknya penderita minum obat sesuai aturan. Dalam hal ini, pola

kepatuhan penderita untuk minum obat beragam yaitu rutin dan sebaliknya.

Berikut kutipan hasil wawancara:


31

“Ada bolong-bolong obat batuknya….” (p1)

“Pokoknya harus teratur makan obat….diingatkan, diarahakan… (p2)

“Kalo rasa emang gak sakit… gak usah diminum. Kalo emang rasa
sakit…diminum obatnya…(p3)

“Ada bolongnya… lupa kadang-kadang…(p4)

“ohh… bolong-bolong juga…(p5)

“Ya…kalau selama ini… ya…alhamdullillah yaa…gak ada bolong…(p6)

“Ehh rutin…tapi mungkin agak-agak telat…kdang gak jam enam tepat


terus… agak-agak jam enam lewat…tapi tetap minum obat. Gak pernah
bolong….(p7)

“Gak ada rutin…” (p8)

“Rutin…tepat waktu juga….” (p9)

“Rutin …dari bulan enam atau tujuh lupa saya mulai pengobatannya…”
(p10)

Hambatan PMO dalam melaksanakan tugas. Setiap PMO tentunya

memiliki hambatan-habatan tersendiri dalam melaksanakan tugasnya. Dari hasil

analisis data menunjukkan terdapat sub tea dari tema yang kedua yaitu hambatan

PMO dalam melaksanakan peran. Terdapat satu kategori yang muncul dalam tema

yang kedua yaitu hambatan PMO.

1. Hambatan PMO

Dalam melaksanakan tugas sebagai pengawas menelan obat, PMO

mengalami hambatan yang berbeda-beda. Berikut kutipan hasil wawancara:

“Ada juga rasa bosan….eee… sulit tu eceknya…untuk melarang itu


tadilah…merokok tadi…Kalo makan obat…ee…eceknya taulah dia tugas dia
makan obat…Sulit itu…itu tadilah….rokok tadi…”(p1)

“Ketiduran…lupa…Ya…Cuma itu…aja…”(p4)
32

“Paling kendalanya gak tepat minum obatnya itu jam enam. Itu kan gak
tepat…Tapi pasti pagi minumnya…antara jam-jam enam sampe jam tujuh.” (p7)

“Yaa..kadang payah juga dia minum obatnya. Karena minum obatnya


pagi… pertama-tama. Tapi sekarang dia udah gak payah kok…”(p9)

Efek samping obat yang ditemui PMO selama masa pengobatan.

Selama proses pengobatan, didapati penderita mengalami efek samping obat yang

ditimbulkan akibat reaksi OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang dikonsumsi oleh

penderita. Dari hasil analisis data menunjukkan terdapat satu sub tema dari tema

yang ketiga yaitu efek samping obat yang ditemui selama proses penderita minum

obat. Terdapat satu kategori yang muncul dalam tema yang ketiga yaitu efek

samping obat yang ditimbulkan selama proses penderita minum obat.

1. Efek samping obat yang ditemui selama proses pengobatan

Efek samping obat yang ditimbulkan selama proses penderita minum obat

sangat beragam. Ada yang mengalami efek samping yang sama dan sebaliknya

ada juga yang berbeda. Berikut kutipan hasil wawancara:

“Dibuang air kecil ya…kayaknya merah kayak warna obatnya.


Yaa..dinyiyirin terus, kasih semangat yakan…”(p1)

“Ketika yang merah itu dikonsumsi, dia itu pening-pening.untuk dua bulan
it pening dia…pening luar biasa. Baru ketika dikonsumsi, mual-mual, muntah, air
seni itu warna merah…(p2)

“Makan obat itu muntah. Tiap hari kan…tiap makan obat itu muntah,
mual…Iya kan…, muntah, mual pening palanya. Selama sebulan, gini
aja…lambungnya sakit kata bapak…Udah nyeri,
semualah…nyeri…muntah…”(p3)

“Ehh apa..gatal-gatal, iyaa…efek sampingnya. Yaa..dibiarkan aja…


Pertama bapak awalnya minum obat, kencing merah dia…Abis itu, gak
lagi…sama pusing sekali-kali…(p4)

“Ahh…Cuma warna itunya aja yang merah. Kalo pegal,


apa…ini…itu…gak ada…” (p5
33

“Efeknya ke selera makannya…Air seninya tetap merah. Kalo mual sama


apa segala macam enggak…sama selera makan hilang…”(p6)

“Iya kan ah…untuk air seni kan memang efek sampingnya berwarna
merah…jadi banyak minum aja… Terus asam uratnya itu naik gitu…jadi nyut-
nyutan di persendian. Nafsu makan itu gak ada … Cuma yaa..didoktrin terus..(p7)

“Air seninya ya warna merah. Terus apa kakinya sering sakit-sakit


gitulah…”(p8)

“Kadang mual dia…kalo minum obat itu, sampe muntah juga pernah
selera makan turun juga pernah sih…”(p9)

“Cuma dia kencingnya yang warnanya merah gitukan…” (p10)

Tindakan PMO dalam mendukung proses kesembuhan penderita.

Dalam mendukung kesembuhan penderita, PMO melakukan berbagai tindakan

persuasif selama mengawasi proses pengobatan. Dari hasil analisis data

menunjukkan tedapat satu sub tema dari tema yang keempat yaitu tindakan

persuasif PMO selama mengawasi pengobatan penderita. Terdapat tiga kategori

yang muncul dalam tema yang keempat yaitu PMO memotivasi penderita agar

berobat secara teratur, upaya PMO dalam pemeriksaan ulang dahak, PMO

memberikan penyuluhan kepada penderita.

1. PMO memotivasi penderita agar berobat secara teratur

Dari hasil analisis data, tindakan persuasif pertama yang dilakukan oleh

PMO dalam mendukung proses kesembuhan penderita adalah denganmemberikan

berbagai motivasi kepada penderita agar mau berobat secara teratur. Berikut

kutipan hasil wawancara:

“Nyirnyirlah awak sama dia…makan obat…jangan sepele makan obat…”


(p1)

“Yaa…ngomel…ngasih semangat! Ngasih apa gitukan…”(p2)


34

“Yaa..saya bilang gini…‟makan aja dulu pak obatnya, mana tau reaksinya
memang kekgitu kata doktor‟, ah..okelah kami yang jalani terus…”p3)

“Itulah ngingetin minum obat supaya teratur…” (p4)

“saya Cuma terus mendukung saja…”(p6)

“Pertama yaaa…didoktrin gitu kan…‟minumlah obatnya ini…itu..,


penyakitnya gak berbahaya kok…asal minum obat teratur pasti bisa sembuh…
orang ada kok obatnya…Jadi semua tergantung kamu…‟ saya bilang. Kalo mau
balik hidupnya kayak dulu…Jadi timbul motivasi itu di dalam dirinya. Terus ya
diingatkan terus jam-jamnya dan jadwal pengobatannya..”(p7)

“Yaa..kita ingatkan…tengok lagi dia minum obat….Yaa…ada kita, pas dia


minum ituloh..”(p8)

“Ga ada sih…ya..paling diingatkan aja…”(p9)

“Kalo apa saya ingatkan lagi…‟udah minum obat?‟ saya bilang. Iyalah
dimotivasi mau sembuh atau enggak? Kan gitu…” (p10)

a. Upaya PMO dalam pemeriksaan ulang dahak

Dari hasil analisis data tindakan persuasif kedua yang dilakukan oleh PMO

dalam mendukung proses kesembuhan penderita adalah dengan melakukan upaya

agar penderita melakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai aturan. Berikut kutipan

wawancara:

“Selalu bawa dia periksa ulanglah ke puskesmas…” (p1)

“Kan enam bulan ya…jangkanya…Dua minggu lagi ah…diingatkan buat


periksa lagi…”(p2)

“Yaa…diingatkan dan dikawani aja…”(p5)


“Kalo kita tetap ingatkan…dan kita temani dia setiap periksa…”(p6)

“Pastinya diingatkan…karena selalu tau jadwalnya…dan kadang


ditemanin” (p7)

“Yaa…dikawanin ajalah..udah dua kali dia periksa…”(p9)

“Kalo periksa…saya ikut.pasti saya ikut…”(p10)


35

b. PMO memberikan penyuluhan kepada penderita

Dari hasil analisis data, tindakan persuasif ketiga yang dilakukan oleh

PMO dalam mendukung proses penderita adalah dengan memberikan penyuluhan

kepada penderita. Materi penyuluhan yang diberikan oleh masing-masing PMO

pun beragam. Berikut kutipan hasil wawancara:

“Penyuluhan juga…ya nyuruh dia minum obat, „kalo pengen sembuh rutin
aja makan obat…”(p1)

“Penyakit TB itu penyakit paru-paru yang tercemar udara, kotoran, asap


rokok…Bagaimana mengonsumsi obatnya…, macemana timbul TB…, bagaimana
menjaganya…, efek samping obatnya…, gimana supaya gak takut…Pola makan
juga dijaga… Jadi TB itu kan sebenarnya kan gak penyakit keturunan..,jad pada
saat itu, di era-era yang lama…, itu ada…dibilang penyakit TB itu penyakit
keturunan…Tapi pada saat sekarang ini, udah gak ada lagi yang namanya
penyakit keturunan…itu…aja…”(p2)

“Ehh…ada cara minum obatnya…, minum obat harus rutin…Cuma


karena manusia…, kadang-kadang mau lupa juga…”(p4)

“Yaaa…gimana pengobatannya yang bener aja…yaa..pengobatan mesti


enam bulan supaya hilang penyakitnya…Terus ya…pake tutup ini masker..”(p5)

“Iyaa…ada… Banyak sedikitnya seperti apa penyebab dari penyakit itu…


Gimana penyakit itu bisa berkembang dan menular…”(p6)

“Yaaa…gimana supaya penyakitnya itu gak menular…takutnya kan bisa


terkena ke anggota keluarga yang lain…Jadi yaa..make masker…Kalo buang
dahak jangan sembarangan…”(p7)

“Eh iyaa ada… kita kan udah ngerti juga…Gimana pengobatannya yang
benar dan baik…, cara mencegah penyakit TB itu supaya gak nular…”(p8)
“Ingatkan dia pake masker…Kadang mau juga dia gak mau… „ah pengap
kali!; kata dia…Cuma kita bilang harus! Terus yaa..kita kasih tau pengaturan
makannya…disabar-sabarin ajalah dia…”(p9)

“Iya pernah…yaa..itu. penyebabnya ….penyebabnya apa…”(p10)

Interpretasi Hasil Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan tugas informan yaitu PMO di


36

Puskesmas Medan Area Selatan. Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan tugas

pengawas menelan obat (PMO) di Puskesmas Medan Area Selatan Kecamatan

Medan Area Tahun 2018 diperoleh 4 tema, 4 sub tema, dan 7 kategori. Tema yang

dihasilkan pada penelitian ini yaitu: 1) Peran PMO terhadap keteraturan penderita

minum obat, 2) Hambatan PMO dalam melaksanakan tugas, 3) Efek samping obat

yang ditemui PMO terhadap penderita, dan 4) Tindakan PMO dalam mendukung

proses kesembuhan penderita.

Peran PMO terhadap Keteraturan Penderita Minum Obat

Keteraturan penderita minum obat merupakan salah satu hal penting yang

sangat berpengaruh terhadap pencapaian kesembuhan penderita. Berdasarkan

Kementerian Kesehatan RI (2011) dinyatakan bahwa keteraturan minum obat

adalah tindakan penderita untuk meminum obat Tb Paru secara teratur guna

mencapai kesembuhan terutama dalam memutuskan rantai penularan. Apabila

keteraturan dalam minum obat kurang dari 90% maka akan mempengaruhi

penyembuhan (Suprijono, 2005).

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT (Obat

Anti Tuberkulosis) jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin

keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (pengawas Menelan Obat).

Maka dari itu, peran PMO terhadap keteraturan penderita minum obat sangat

berkaitan. Dukungan sosial oleh PMO berupa dukungan emosional dapat

meningkatkan motivasi kepada penderita TB Paru untuk sembuh. Dukungan

sosial dalam bentuk mengingatkan dan menemani minum obat merupakan salah

satu tugas seorang PMO yaitu mengawasi pasien TB agar menelan obat secara
37

teratur sampai selesai pengobatan dan memberi dorongan kepada pasien agar mau

berobat teratur (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PMO mengawasi penderita setiap

kali minum obat sesuai dengan peran PMO itu sendiri dalam mewujudkan

keteraturan minum obat pada penderita. Tema ini muncul berdasatkan 2 kategori

yaitu waktu minum obat dan kepatuhan penderita untuk minum obat. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Muniroh, Siti, & Mifbakhuddin (2013)

menunjukkan peran dari PMO yang baik sesuai dengan pemenuhan tugas

berpenaruh pada meningkatnya kepatuhan penderita TB untuk mengkonsumsi

obat dengan rutin.

Peneliti berasumsi bahwa PMO memiliki peranan penting terhadap

keteraturan penderita minum obat. Dalam hal ini, keteraturan minum obat yang

dimaksud sesuai dengan 2 kategori dari tema yaitu minum obat sesuai waktu yang

sudah ditetapkan dan rutin minum obat secara teratur selama menjalani masa

pengobatan. Dengan adanya keteraturan minum obat selama masa pengobatan,

diharapkan dapat mendukung tercapainya kesembuhan bagi penderita. Menurut

Istiawan dkk (2005), menyatakan bahwa langkah yang paling tepat agar berhasil

dalam pengobatan diperlukan kepatuhan dalam minum OAT (Obat Anti

Tuberkulosis) secara teratur dan dibutuhkan PMO (Pengawas Menelan Obat) yang

efektif. Penelitia Amaliah (2010) di Kabupaten Bekasi menyebutkan bahwa ada

hubungan antara keteraturan minum obat, pengetahuan tentang TB, penyuluhan

kesehatan, efek samping obat, status gizi dan pengawas minum obat dengan

kegagalan konversi pada penderita TB.


38

Efek Samping Obat yang Ditemui PMO Selama Masa Pengobatan

Morbiditas dan mortalitas akibat tuberkulosis merupakan permasalahan

sangat serius terutama timbulnya efek samping akibat penggunaan obat anti

tuberculosis (OAT). Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan

dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Sebagian besar pasien TB

dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek samping OAT yang

berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping yang

merugikan atau berat. Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat

penting untuk memantau kondisi klinis pasien selama masa pengobatan sehingga

efek samping berat dapat segera diketahui dan ditatalaksana secara tepat.

(Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Sebagai seseorang yang mengawasi selama masa pengobatan penderita,

tentunya PMO mengetahui apa saja efek samping obat yang dikeluhkan penderita.

Penelitian Amaliah (2010) di Kabupaten Bekasi menyebutkan bahwa ada

hubungan antara keteraturan minum obat, pengetahuan tentang TB, penyuluhan

kesehatan, efek samping obat, status gizi dan pengawas minum obat dengan

kegagalan konversi pada penderita TB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

ada efek samping obat yang ditemui selama proses pengobatan. Tema ini muncul

berdasarkan satu kategori, yaitu efek samping obat yang ditimbulkan selama

proses pengobatan.

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa efek samping yang

paling sering ditemui PMO selama masa pengobatan antara lain urin penderita

bewarna merah, pusing, mual, muntah, gatal-gatal, nafsu makan berkurang bahkan
39

hilang, asam urat naik, nyeri di persendian. Penelitia ini didukung oleh hasil

penelitian Caroll, Lee, Cai, & Hallahan (2012), bahwa efek samping utama yang

paling sering timbul adalah gangguan pencernaan (mual, muntah, diare dan nyeri

perut), gangguan nyeri sendi, gangguan psikis, gangguan visual dan gangguan

syaraf. Hasil penelitian Kurniawan, Sulaiman, & Gillani (2012) menyatakan

bahwa efek umum yang terjadi adalah efek terhadap kulit. Adapun efek lain yakni

efek gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatoksisitas. Selain itu hasil

penelitian Rezki (2017) menunjukkan bahwa frekuensi kejadian efek samping

OAT yang paling serin timbul pada bulan pertama menjalani terapi obat

antituberkulosis adalah nyeri sendi 43 (44,8%), diikuti kurang nafsu makan 40

(41,7%), mual 39 (40,6%), pusing 20 (20,8%), gatal 14 (14,6%), warna

kemerahan pada urin 1 (1,0%) dan sakit kepala 1 (1,0%). Pada bulan kedua,

frekuensi kejadian efek samping akibat penggunaan OAT lebih rendah

dibandingkan dengan bulan pertama yaitu nyeri sendi 28 (29,2%), diikuti kurang

nafsu makan 20 (20,8%), mual 18 (18,8%), pusing 9 (9,4%), gatal 7 (7,3%).

Peneliti berasumsi bahwasannya sangat penting PMO mengenali dengan

baik efek samping yang ditimbulkan dari konsumsi OAT selama masa pengobatan

penderita. Dengan demikian, PMO dapat menentukan tindakan apa yang perlu

dilakukan untuk menanggulangi kondisi penderita yang terkena efek samping

tersebut. selain itu, PMO dapat terus memotivasi dan memberi pengertian yang

baik kepada penderita agar tetap mau minum obat sehingga proses pengobatan

dapat terus berjalan hingga akhirnya penderita dapat mencapai kesembuhan.


40

Tindakan PMO dalam Mendukung Proses Kesembuhan Penderita

PMO memiliki peranan penting dalam melakukan tindakan yang

mendukung proses kesembuhan penderita. Sesuai pernyataan Departemen

Kesehatan (2000), yaitu kesembuhan pasien TB Paru dapat dicapai dengan adanya

pengawas minum obat (PMO) yang memantau dan mengingatkan penderita TB

Paru untuk meminum obat secara teratur. PMO sangat penting untuk

mendampingi penderita agar dicapai hasil yang optimal. Penelitian Puri (2010)

menyatakan bahwa terdapat hubungan kinerja PMO dengan kesembuhan Tb Paru

kasus baru strategi DOTS. Berdasarkan penelitian Muniroh dkk (2013) diketahui

bahwa ada hubungan antara pengawas minum obat dengan kesembuhan pada

penderita TBC Paru di wilayah kerja puskesmas Mangkang didapatkan hasil uji

Chi square dengan p value 0,002 kurang dari α 5% (0,05). Selain itu menurut

penelitian Rachmat (2010) yang menyatakan bahwa adahubungan antara peran

Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kesembuhan penderita TBC berdasarkan

uji Fisher‟s exact yang memiliki nilai p 0,002.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa PMO melakukan tindakan

persuasive selama mengawasi pengobatan penderita. Tindakan persuasive yang

dimaksud disini adalah tindakan ajakan yang dilakukan PMO dengan tujuan

mendukung proses kesembuhan penderita. Dalam hal ini tindakan persuasive yang

dimaksud sesuai dengan 3 kategori dari tema yaitu PMO memotivasi penderita

agar berobat secara teratur, upaya PMO dalam pemeriksaan ulang dahak, dan

PMO memberikan penyuluhan kepada penderita. Penelitian Pare, Amiruddin, &

Leida (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan


41

kepatuhan minum obat penderita Tb Paru, dimana keluarga yang berperan sebagai

PMO memberikan dukungan kurang baik berisiko sebesar 3 kali untuk

menyebabkan pasien tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan

dibandingkan dengan pasien yang memiliki dukunan keluarga yang baik.

Peran keluarga sebagai PMO dalam memberi semangat dan dukungan

kepada pasien sangatlah penting dalam penyembuhan penyakit Tb Paru. Faktor

pendukung keluarga memberikan semangat dan dukungan pada pasien, membawa

pengaruh positif pada pasien. Berdasarkan hasil penelitian Hanan & Hidayat

(2013) keluarga memotivasi penderita akan keteraturan minum obat, control dan

pengawasan minum obat. Pemberian motivasi oleh PMO kepada penderita agar

berobat secara teratur secara garis besar memberikan motivasi akan pentingnya

minum obat.

Selain itu, PMO sangat berperan penting dalam terlaksananya kegiatan

pemeriksaan ulang dahak penderita. Tindakan yang dilakukan PMO dapat berupa

meningatkan penderita dan menemani penderita periksa ulang dahak ke pelayanan

kesehatan. Pemeriksaan ulang dahak sangat penting untuk dilakukan. Karena

kesembuhan penderita akan dinyatakan setelah melakukan pemeriksaan ulang

lengkap minimal dua kali selama masa pengobatan. Pemantauan kemajuan dan

hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang

dahak secara mikroskopis (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Penelitian Erlinda

& Wantiya (2013) menunjukkan danya hubungan antara peran PMO dengan hasil

apusan BTA pasien TB Paru. Hasilapusan BTA pada pemeriksaan ulang dahak

dibulan kedua sangatlah penting karena hasil pemeriksaan tersebut merupakan


42

penentu kelanjutan pengobatan. Maka dari itu, peran PMO sangat dibutuhkan

dalam mengawasi keterlaksanaan pemeriksaan ulang dahak penderita, agar

tercapai kesembuhan dan mencegah terjadinya resistensi obat.

Selanjutnya, peran PMO dalam mendukung proses kesmbuhan penderita

adalah dengan memberikan penyuluhan langsung kepada penderita. Menurut

Departemen Kesehatan RI (2008) dalam Program Penanggulangan TB Paru,

penyuluhan langsung perorangan sangatlah penting untuk menentukan

keberhasilan pengobatan. Berdasarkan hasil penelitian Debby & Suyanto (2014)

mengenai peran PMO dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita

TB Paru, umumnya PMO memberikan pengarahan kepada penderita setelah ikut

mendampingi penderita ke Puskesmas. Pengarahan diberikan terlebih dahulu dari

petugas kesehatan. Petugas kesehatan biasanya memberikan edukas kepada PMO

dan penderita.

Peneliti berasumsi bahwa peran PMO seperti memotivasi penderita agar

berobat secara teratur, mengingatkan dan menemani penderita periksa ulang

dahak, serta memberikan penyuluhan kepada penderita adalah peranan yang

sangat penting dan berpengaruh terhadap proses kesembuhan penderita. Maka dari

itu PMO harus benar-benar mengerti tentang peranannya dalam proses

pengobatan penderita serta memiliki kemauan yang tinggi untuk melakukannya.

Dengan demikian kesembuhan penderita dapat tercapai masa pengobatan yang

telah ditetapkan.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini berhubungan dengan tujuan dari pendekatan


43

fenomenologi deskriptif, dimana pengetahuan dari hasil penelitian yang didapat

bersifat objektif tanpa ada pengaruh dari teori-teori atau pandangan sebelumnya

sehingga merupakan suatu hal yang absurd dan bermuatan nilai (value-bond).
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. PMO memiliki tugas dan tanggung jawab yang penting dalam proses

pengobatan penderita. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan

tugas-tugas yang dilaksanakan oleh PMO di Puskesmas Medan Area Selatan

antara lain; a) mengingatkan dan mengawasi penderita setiap kali minum obat

sesuai waktu yang telah ditetapkan, b) mendorong penderita agar berobat

teratur ke Puskesmas, c) mengingatkan dan menemani penderita periksa

ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditetapkan, d) memberikan penyuluhan

tetang berbagai topik TB kepada penderita. Topik-topik tersebut antara lain;

penyebab TB, bagaimana pengobatan TB, bagaimana agar tidak menularkan

TB kepada anggota keluarga yang lain (penggunaan masker, tidak buang

dahak sembarangan), pola makan dan gizi yang baik agar semakin

mendukung proses kesembuhan bag penderita.

2. Berdasarkan hasil penelitian, PMO memiliki beberapa hambatan dalam

menjalankan tugasnya. Hambatan tersebut antara lain; sulit untuk melarang

penderita agar tidak merokok selama masa pengobatan, ketiduran ketika

seharusnya mengingatkan penderita untuk minum obat, lupa untuk

mengingatkan waktu minum obat penderita, tidak tepat waktu untuk

mengingatkan waktu minum obat, sehingga penderita kesiangan minum obat.

3. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan metode Collaizi, maka

muncul 4 tema dalam Pelaksanaan Tugas PMO di Puskesmas Medan Area

44
45

Selatan Kecamatan Medan Area Tahun 2018. Penjelasan dari 4 tema tersebut

dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. PMO berperan terhadap keteraturan penderita minum obat. Keteraturan

penderita minum obat berkaitan dengan waktu minum obat serta rutin

atau tidaknya penderita minum obat. Berdasarkan hasil wawancara, 9

dari 10 PMO menyatakan, waktu minum obat penderita adalah pada pagi

hari sebelum sarapan. Sementara itu, 6 dari 10 PMO menyatakan

penderita rutin minum obat setiap hari.

b. Dalam melaksanakan tugasnya PMO memiliki beberapa hambatan.

Berdasarkan hasil wawancara, 4 dari 10 PMO menyatakan memiliki

hambatan sebagai berikut; sulit untuk melarang penderita agar tidak

merokokselama masa pengobatan, ketiduran ketika seharusnya

mengingatkan penderita untuk minum obat, lupa untuk mengingatkan

minum obat penderita, tidak tepat waktu untuk mengingatkan waktu

minum obat, sehingga penderita kesiangan minum obat.

c. Selama mengawasi masa pengobatan, seluruh PMO (10 PMO)

menyatakan bahwa efek samping obat yang paling sering ditemui pada

penderita antara lain; urin penderita berwarna merah, pusing, mual dan

muntah, gatal-gatal, nafsu makan berkurang bahkan hilang, asam urat

naik, nyeri di persendian.

d. Selama mengawasi pengobatan penderita, PMO melakukan 3 tindakan

untuk mendukung proses kesembuhan penderita. Berdasarkan hasil

wawancara, 9 dari 10 PMO melakukan tindakan berupa memberikan


46

motivasi dan semangat kepada penderita agar mau berobat teratur ke

puskesmas. Selanjutnya, 7 dari 10 PMO melakukan tindakan berupa

mengingatkan dan menemani penderita untuk periksa ulang dahak ke

puskesmas sesuai jadwalnya. Sementara itu, 9 dari 10 PMO melakukan

tindakan berupa memberikan penyuluhan langsung tentang berbagai

topik TB kepada penderita.

Saran

1. Diharapkan PMO di Puskesmas Medan Area Selatan agar lebh giat dan

telaten dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, proses pengobatan

penderita dapat terselenggara secara efektif dan maksimal.

2. Diharapkan kepada petugas TB Puskesmas Medan Area Selatan agar tetap

mengedukasi PMO secara berkala sehingga dalam melaksanakan tugasnya

PMO dapat diperlengkapi dengan pengetahun yang memadai.

3. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar tetap melakukan

follow up yang kontinu terkait perkembangan penanggulangan kasus Tb di

Puskesmas Medan Area Selatan serta membina para petugas Tb melalui

berbagai pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas.


Daftar Pustaka

Amaliah, R. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan konversi


penderita TB paru BTA positif pengobatan fase intensif di Kabupaten
Bekasi Tahun 2010 (Tesis, Universitas Indonesia). Diakses dari
http://lib.ui.ac.id/abstrakpdf.jsp?id=20313567

Anggraini, D. S. (2011). Stop tuberculosis (Edisi ke-1). Jakarta: Suka Buku.

Carroll, M. W., Lee, M., Cai, Y., Hallahan, C. W., Shaw, P. A., Min, J. H., …
Barry, C. E. (2012). Frequency of adverse reactions to first-and second-
line anti tuberculosis chemotheraphy in a korean cohort. International
Journal Tuberculosis Lung Dis, 16(7), 7-10. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22584241

Debby, R., Suyanto., & Restuastuti,T. (2014). Peran pengawas menelan obat
(PMO) tuberkulosis dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada
pasien tuberkulosis paru di Kelurahan Sidomulyo Barat Pekanbaru. E-
Journal of Tuberculosis, 1(1), 1-13. Diakses dari
https://id.scribd.com/document/394067717/ipi186970-pdf

Departemen Kesehatan RI. (2000). Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Diakses dari http://www.depkes.go.id/download/pedoman-
nasional-penanggulangan-tuberkulosis.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis..Diakses.dari.http://www.depkes.go.id/download/pedomanna
sional-penanggulangan-tuberkulosis-2002.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk penyakit


Tuberkulosis..Diakses.dari.http://www.depkes.go.id/download/pharmaceut
ical-care-tb.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis..Diakses.dari.http://www.depkes.go.id/download/penanggula
ngan-tb-2007.pdf

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis..Diakses.dari.http://www.depkes.go.id/download/penanggula
ngan-tb-2008.pdf

Dinas Kesehatan Kota Medan. (2016). Profil Kesehatan Kota Medan. Diakses
dari.http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_K
OTA_2016/1275_Sumut_Kota_Medan_2016.pdf

47
48

Erlinda, R., & Wantiyah, D. E. I. (2013). Hubungan peran pengawas minum obat
(PMO) dalam program DOTS dengan hasil apusan BTA pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas Tanggula Kabupaten Jember. Jurnal
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember, 1(1), 1-
8..Diakses.dari.https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/6
0670/Rindy%2Erlinda.pdf

Hannan, M., & Hidayat, S. (2013). Peran keluarga dalam perawatan penderita
tuberkulosis paru di Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. Jurnal
Majalah Kesehatan Masyarakat, 2(1), 16-20. Diakses dari
http//download.portalgaruda.org/article

Harnanik. (2014). Peran keluarga dalam perawatan keberhasilan pengobatan TB


paru di Puskesmas Purwodadi II Kabupaten Grobongan (Skripsi, STIKES
Aisyiyah)..Diakses.dari.http://digilib.unisayogya.ac.id/342/1/NASKAH%2
0PUBLIKASI.pdf

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial.


Jakarta: Salemba Humanika.

Hiswani. (t.t.). e-USU Repository. Diakses 13 November 2018, dari


library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani12.pdf

Istiawan, R., Sahar, J., & Bachtiar, A. (2005). Hubungan peran PMO oleh
keluarga dan petugas kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku
pencegahan dan kepatuhan klien TBC dalam konteks keperawatan
komunitas di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Keperawatan Soedirman, 1(2),
96-104..Diakses.dari http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article

Kementerian Kesehatan RI. (2009). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis


(TB). Diakses dari http://www.kemenkes.go.id/pedoman-penanggulangan-
tuberkulosis-2009.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Diakses dari
http://www.kemenkes.go.id/download/pedoman-nasional-pengendalian-
tuberkulosis-2010.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis..Diakses.dari.http://www.kemenkes.go.id/download/pedoman
-nasional-pengendalian-tuberkulosis-2011.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Strategi Nasional pengendalian TB di


Indonesia 2010-2014. Diakses dari
http://www.kemenkes.go.id/download/strategi-pengendalian-tb-2010-
2014.pdf
49

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Pegendalian


Tuberkulosis..Diakses.dari.http://www.kemenkes.go.id/download/pedoman
-nasional-pengendalian-tuberkulosis.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Infodatin Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI Tuberkulosis. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/
infodatin%20tuberkulosis%202018.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Data dan Informasi Profil Kesehatan


Indonesia 2016. Diakses dari http://www.kemenkes.go.id/data-profil
kesehatan-2016.pdf

Kurniawan, F., Sulaiman, S. A. S., & Gillani,W. (2012). Adverse drug reactions
of patiens anti-tuberculosis drug among tuberculosis patients treated in
chest clinic, Internasional Journal of Pharmacy & Life Scienses, 3(1), 1-8.
Diakses.dari.https://pdfs.semanticscholar.org/b93d/2a90b7df7b2561d3088
e40768f21e7d7ea.pdf

Mansjoer, A., Suprohaita, W. I. W., & Wiwiek, S. (2000). Kapita selekta


kedokteran (3rd ed). Jakarta: Media Aesculapius.

Misnadiarly. (2006). Penyakit infeksi TB paru dan TB ekstra paru. Jakarta:


Pustaka Populer Obor.

Muniroh, N., Siti, A., & Mifbakhuddin. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kesembuhan penyakit tuberculosis (TBC) paru di wilayah kerja
Puskesmas Mangkang Semarang Barat. Jurnal Keperawatan Komunitas,
1(1), 33-42. Diakses dari
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKK/article/view/923/975

Pare, A. L., Amiruddin, R., Leida. I. (t.t.). Hasanuddin University. Diakses


Oktober 27, 2018, dari
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/3282

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016 tentang Pedoman


Manajemen Puskesmas.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2014). Nursing research generating and assessing
evidence for nursing pracise. (9th ed). Philadelphia, USA: Lippincott.

Puri, N. A. (2010). Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan


kesembuhan pasien TB paru strategi DOTS (Skripsi, Universitas Sebelas
50

Maret). Diakses dari


https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/13213/Mjc4MTg=/Hubungan-
kinerja-pengawas-minum-obat-pmo-dengan-kesembuhan-pasien-tb-paru-
kasus-baru-strategi-dots-abstrak.pdf

Rab, H. T. (2010). Ilmu penyakit paru (Edisi ke-1). Jakarta: Trans Info Media.

Rahmi, N., Medison, I., & Suryadi, I. (2013). Hubungan tingkat kepatuhan
penderita tuberkulosis paru dengan perilaku kesehatan efek smaping OAT
dan peran PMO pada pengobatan fase intensif di Puskesmas Seberang
Padang September 2012 - Januari 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(2),
345-351. Diakses dari
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/702/558

Rezki, K. (2017). Pemantauan efek samping obat anti tuberkulosis (OAT) pada
penderita TB dalam pengobatan tahap intensif di BBKPM Kota Makassar
(Skripsi, UIN Alauddin). Diakses dari http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/5549/1/Kiki%20Rezki.pdf

Silalahi, U. (2009). Metode penelitian sosial (Edisi ke-1). Bandung: PT Refika


Aditama.

Simamora, R. H. (2017). A strengthening of role health cadre in BTA positive


tuberculosis (TB) case invention through education with module
development and video approach in Medan Padang Bulan community
health center, North Sumatera Indonesia. International Journal of Applied
Engineering Research (IAJER), 12(20), 10026-10035. Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org/e7d0/3fb0fac43aba10a57212da1384e349
b2a29.pdf

Streubert, H. J., & Carpenter, D. R. (2011). Qualitative research in nursing


advancing the humanistic imprerative. Philadeplhia, USA: J.B. Lippincott
Company.

Suprijono, D. (2005). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian konversi


dahak setelah pengobatan fase awal pada penderita baru tuberkulosis
paru bakteri tahan asam (BTA) positif (studi kasus di Kabupaten
Purworejo dan sekitarnya) (Tesis, Universitas Diponegoro). Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/14539/

World Health Organization. (2015). Global Tuberculosis Report. Diakses dari


https://apps.who.int/iris/handle/10665/191102

World Health Organization. (2016). Global Tuberculosis Report. Diakses dari


https://apps.who.int/iris/bitstream/10665/250441/1/9789241565394-
eng.pdf
51

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS


MENELAN OBAT (PMO) DI PUSKESMAS MEDAN AREA
SELATAN KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2018

A. Mengawasi penderitasetiap minum obat:

1. Pada saat kapan anda melakukan tugas ini?

2. Apakah penderita rutin minum obat?

3. Apakah ada kendala yang anda alami? Jika ada, jelaskan!

4. Apakah anda reaksi yang anda temui selama proses penderita minum

obat? Jika ada, apa yang ana lakukan?

B. Mendorong penderita agar berobat secara teratur

5. Apa yang anda lakukan untuk mengingatkan penderita berobat secara

teratur? Jelaskan!

C. Mengingat penderita periksa ualng dahak

6. Apa yang anda lakukan untuk mengingatkan penderita periksa ulang

dahak? Jelaskan!

D. Penyuluhan tentang penyakit TB Paru

7. Apakah anda melakukan penyuluhan kepada penderita? Jika ya, apa

materi yang anda berikan? Jika Tidak, mengapa?


52

Lampiran 2. Hasil Wawancara

Hasil Wawancara kepada Informan

A. Mengawasi penderita setiap minum obat

1. Pada saat kapan anda melakukan tugas ini?

No Pernyataan Informan

1 Kalo obat yang 6 bulan tuh kan, tiap pagi jam 6 sekali aja sebelum

makan. Kalo yang botate sama vitamin, pagi sama malam. Obat batuknya

obat batuh GG, kalovitaminnya Bcomplex atau B6.

2 Namanya sebelum makan, teratur sekali pada saat jam setengah 8 jam 7,

dikonsumsi. Setengah 8 pagi iya, sebelum makan, 3 butir satu hari sekali

minum. Jadi obat merah itu dikonsumsi selama 3 bulan. Baru masuk obat

kuning 3 bulan.

3 Sebenarnya disuruh makan obat tuh pagi, harus makan dulu ntah ini

makan dulu ntah gak ngerti lah aku ya, kurasa makan dulu. Karena kalo

gak makan, itu memang lambung yang dikejer, 16 butir, sekali makan 16

butir, katanya ini untukvitamin, awak aja nengok obatnya takut, 16 butir.

Gak besar-besar, kecil-kecil tapi 16 butir, bayangkan sekali makan 16

butir gitu. Masalah obat-obat itu, aku gak ini kali, memang ada obat itu.

Jadi akhirnya gak lagilah suruh makan obat tuh, dari ini aja dari doctor

dari pirngadi aja. Aku tanyak orang lain tentang obat itu “Bapak abis

makan obat itu enak pak? Kata mereka, “iya enak, memang pening-

pening, tapi abis itu saya enak”. Loh kok suami saya malah kek orang
53

gila. Nengok orang marah, mualnya gak berhenti, ehmm. Berarti kan

beda, iya kan.

4 Itu obatnya kan minumnya kan seminggu 3 kali, senin, rabu, jumat.

Minumnya sebelummakan, pagilah, kira-kira jam ga tentulah, harusnya

itu minumnya jam 6, jadi ya sebelum makanlah.

5 Yaa, pagi. Sebelum makan pagi, obatnya diminum satu hari satu kali

6 Kalau sekarang ini anjuran bu ernita kan tiap hari, karena kemarin itu di

rumah sakit kan tiap hari. Jadi kalo sekarang ini diikuti aja masih tiap

hari. Ngasih minum obatnya pokoknya sebelum sarapan pagilah. Kalo

obat batuksama vitamin makannya itu abis sarapan. Jadi kalo obat TB dia

cumin sebelum sarapan, selagi perutnya masih kosong.

7 Pada saat minum obat, jam 6 sebelum sarapan. Abis itu 30 menit sesudah

makan baru minum vitamin lagi nanti.

8 Setiap hari, ehh pagi, sebelum makan, ya sekitar pukul setengah 7 jam 7

gitulah.

9 Tiap pagi, pukul 6 sebelum makan, Cuma gatau nama obatnya apa.sama

vitamin minumnya pagi juga.

10 Ya pagi bangun tidurlah langsung minum obat. Jam setengah 6 yaa

sebelum ya su sebelum jam 6. Kadang-kdang dia ya jam setengah 7 juga

ya minunya. Pokoknya sebelum makan dia, ya sebelum makan udah


54

makan obat dulu dia pagi. Ada obat vitaminya ada, satu hari sekali

malam, setiap pulang kerja lah.

2. Apakah penderita rutin minum obat?

No Pernyataan Informan

1 Adabolong bolonya obat batuknya. Iya inilah obat batuknya pun belom

abes. Kalo obat merah ya rutin abes. Kalo ni obat batuk ama vitaminya

yang awak bilang tadi, seharusnya kan dah abes ini.

2 Iyaa, jadi dia, ka nada aturan pakai, jadi kita dengan aturan seperti itu,

kita jangan sampai melanggar dengan aturan tadi itu. Disiplin kita, iya

macemana bedanya kita disiplin untuk makan aja, dan dengan keyakinan

juga kita mau sembuh. Pokoknya harus teratur makan obat, diingatkan,

diarahkan.

3 Kalo rasa emank gak sakit gak usah diminum, kalo emang rasa sakit.

Diminum obatnya, Tapi dia dikasih obat simbikot, untuk apa untuk

pernapasan itu.

4 Ada bolongnya, lupa kadang-kadang. Karena kan kadang ketiduran, saya

pun sakit juga soalnya.

5 Ohh. Bolong-bolong juga

6 Ya kalau selama ini ya Alhamdulillah ya gak ada bolong


55

7 Ehh rutin, tapi mungkin agak-agak telat, kaang ga jam 6 tepat terus agak-

agak jam 6 lewat tetap minum obat. Gak pernah bolong

8 Gak ada, rutin

9 Rutin, tepat waktu juga

10 Rutin, dari bulan 6 atau 7 lupa saya mulai pengobatannya.

3. Apakah ada kendala yang anda alami? Jika ada, jelaskan!

No Pernyataan Informan

1 Ada juga rasa bosan biasanya ini makanya jadi gak temakan. Karena

ngadepi makan ini tiap hari teros ya kan, yang ini, kalo ini kan cuma pagi

sore, jadi ini yang gak dirutinkan (obat batuk). Eee sulit tu eceknya untuk

melarang itu tadilah merokok tadi kalo makan obat ee eceknya taulah dia

tugas dia makan obat, sulit itu, itu tadilah rokok tadi.

2 Ribut suami istri, saya bilang, “abang kena TB, kenak TBC, yang

Namanya TBC itu kan memalukan, kan gitu”. Memalukan karena apa?

Berarti orang yang mengidap TBC itu adalah orang yang kotor, orang

yang gak bersih, kan gitu. Suami saya marah, tersinggung, marah sanaa

teman-teman. Tapi akhirnya suami saya menyadari. Dia ada kejenuhan

juga, apalagi minum obatnya itu besar-besar kan, nauzubillah.

3 Dia juga berobatnya gak rutin, dulu kan taulah gak ada BPJS, dulu
56

pakeknya kan umum, berobat sana berobat sini. Kalo ada duit, ya okelah,

kalo gak ada duit? Mau spesialis mana, soeroso lah, semua kami datangi.

Ahh udah itu kan, udah lama-lama ga ini, mungkin penyakit tuh nambah

lah kali kan, ada duit. Rupanya berobat itu kan gaboleh ini, harus tuntas.

Aa awalnya kan dulu kan mana ada yang berobat kek gitu harus tuntas,

rupanya udah ada entah berapa galangan itu, dibilang ini ada obatnya dari

puskesmas yang makan 6 bulan pas kami rumah sakit diopname, disuruh

makan obat ini 6 bulan juga gak ini, terus kami puskesmas dirujuk, gini

ajalah puskesmas aja, puskesmas kami dikasih obat merah itu tau? Ahh, 4

bulan pakek itu rupanya bapak masuk lagi rumah sakit, aahh.

lyaa iyaa ada itu emang iya untuk yang 6 bulan itu kencingnya merah,

rupanya. Empat bulan, bagus memang makan itu memang, Empat bulan

rupanya masuk lagi rumah sakit, ini diperiksa, nah ini bapak paru-paranya

kan luka, rupanya udah sembuh ini pak karena makan obat itu, Namanya

juga masih muda, ada bandal-bandalnya. Diajak orang merokok, mungkin

merokok lagi, gitu awalnya makanya bapak ini sering sakit, menahun

sakit jadinya bapak. Engga disiplin, rokoknya itu gak dijaganya. Minum

obat yang merah itu awalnya, kencingnya merah, 4 bulan minum obat itu

masuk lagi rumah sakit. Jadi kami gak makan obat merah tuh lagi.

4 Ketiduran, lupa, yaa cuma itu ajaa.

5 Karena, menurut saya dan bapak, ya bapak ga ada penyakitnya itu, karena

dari sebelumnya sampe dini hari, ya bapak pun istilahnya udah jenuh aja
57

makan obat, berobat tapi perkembangannya ah ga jelas. Jadi bapak pun

dinyatakan batuk, ya ga ada batuk. Tanda-tanda orang yang penyakit itu

kan ada. tanda-tandanya itu kan. Ah ini pun dari tanda-tandanya itu gak

ada. Ya, kita pun merasa sehat aja.

6 Kalo masalah ngasih makan obat gak, gak pernah ada masalah bapak.

Kalo obat itu pokoknya sebelum sarapan, bapak tetap minum. Gak ada

masalah untuk bapak makan obat. Ah fine-fine aja.

7 Yaa, apa kalo lupa total minum obat gak pernah, karena udh paham efek

obatnya. Paling kendalanya ga tepat minum obatnya itu jam 6 itu kan ga

tepat, tapi pasti pagi minumnya, antara jam jam 6 sampe jam 7.

8 Gak ada, yaa kita ketat ajaa.

9 Ya, kadang payah juga dia minum obatnya, karena minum obatnya pagi,

pertama-pertama. Tapi sekarang dia udah gak payah kok, kalo dibilang

minum obat, dia nurut.

10 Kalo waktunya tepat aja dia setiap pagi, yang penting dia sebelum makan,

perat kosong, bangun tidur dia langsung makan obat, cuma kadang-

kadang mungkin dia bangunnya kelamaan gitu, bukan dia telat minum

obatnya enggak. Ya gituu aja, kalo yang lainnya gak ada, aman-aman aja.
58

4. Apakah ada reaksi yang anda temui selama proses penderita minum obat?

Jikaada apa yang anda lakukan?

No Pernyataan Informan

1 Di buang air kecil ya, kayaknya merah kayak warna obatnya. Yaa,

dinyinyirin terus, kasih semangat yakan.

2 Ketika yang merah itu, dikonsumsi awalnya, ketika ditelan, ketika

dikonsumsi, dia itu pening, pening, Untuk 2 bulan itu pening dia, pening

luar biasa, bam ketika dikonsumsi mual - mual, muntah. Apa yang

dimakan itu keluar, air seni itu warna merah. Yaa tapi udah disampekan

sama dokter, jadi udah tau, jadi gak takut.

3 Ga kerja-kerja jadinya, makan obat itu muntah, nengok orang aja macem

mati ketakutan, macem orang gilak awak nengok orang, katanya. Tiap

hari kan, tiap makan obat itu. muntah, mual, memang kekgitu pak kata

petugasnya. lya kan, muntah, mual, pening palanya, iyaah kekmana ini

aku, katanya. Karena jauh itu, dia sama anaknya, yaudahlah gapapa.

Besok datang lagi, disuntik memang, udah disuntik sebelum makan I obat

yang 16 biji itu, gituu jugak. Selama sebulan, gini aja, lambungnya sakit

kata bapak, udah nyeri, semualah, nyeri, muntah. Nanti kalo udah makan

obat itu, selang 2 jam, dia langsung nengok orang udah, nengok orang

kekmana.. marah ajalah, nengok anak-anaknya marah, ini marah. kek

orang gila aku keknya katanya, gituu marah aja bawaannya katanya, eh

nanti kayak orang ini mual, uek uek, gitu-gitulah kayak orang hamil tuh,
59

parah kayak orang hamil. Disitu gak tahan suami saya.

4 Ehh apa. gatal-gatal, iyaa efek sampingnya yaa dibiarkan aja.Pertarna

bapak awal minum obat, keneing merah dia, abis ite gak lagi, sama

pusing sekali-sekali.

5 Ah cuma warna itunya aja yang merah. Kalo pegal, apaa ini itu gak ada.

6 Efeknya ke selera makannya. Karena dosisnya udah tinggi. Airseninya

tetap merah, kalo mual sama apa segala macam enggak, sama selera

makan hilang. Jadi karena selera makannya hilang, jadi ditindaklanjuti

dengan minum susu.

7 lya kan ah, untuk air seni kan memang efek sampingnya berwaraa merah,

jadi banyak minum aja. Terus asam uratnya itu kaya naik gitu, jadi dia

nyut-nyutan di persendian. Cuma pas ditanya ke dokternya, itu memang

efek samping dari obatnya, meningkatkan kadar asam urat, jadi itu gak

masalah karena memang efek samping dari obatnya. Kalo selera makan

itu untuk awal-awal masa pengobatan itu memang, nafsu makan itu gak

ada, cuma ya didoktrin terus, apapun sakitnya, mau minum obat

gimanapun, tapi kalo gak makan itu ga akan baik, gak akan ada

perubahannya. tapi menjelang 2 bulan, selera makan pun mulai ada, mulai

enaklah makan apapun yang dirasain itu enak, jadi berimbas sama berat

badan, jadi naik 2 kg-3 kg.

8 Air seninya ya warna merah, terus apa kakinya itu sering sakit-sakit

gitulah, katanya reaksi obatnya. Semenjak dia minum obat itu ya dia
60

merasakan itu. Kalo selera makannya biasa aja. Untuk tindakan gimana-

gimana gitu sih gak ada, karena kan memnag reaksi obatnya.

9 Kadang mual dia, kalo minum obat itu, sampe muntah juga pernah. Kalo

muntah dia, saya suruh minum obat lagi. Selera makan turun juga pernah

sih, ini sekarang berat badannya juga lagi turun, cuma ya katanya kan

memang ini reaksi dari obatnya jadi ya dikasih vitamin aja sama

pudinglah dia.

10 Reaksinya gak ada lah, Cuma dia kencingnya yang warnanya merah

gitukan, ah merah gitu emang awal-awalnya ya waktu pertama-tama

heran juga, berarti memang seperti itu kalo minum obat itu.

B. Mendorong penderita agar berobat secara teratur

1. Apa yang anda lakukan untuk mengingatkan penderita berobat secara teratur?

Jelaskan?

No Pernyataan Informan

1 Nyinyirlah awak sama dia, iyaa kadang nanti awak, udah awak nyinyir,

awak di disenggaknya. Kaya satpam Iah. lya, itulah awak bilang vitamin

tuh untuk daya tahan tubuh tadi awak bilang ama dia, jangan sepele

dengan obat kecik ini awak bilang, kadang mau anggap sepele, ah

kociknya kata dia yakan, sementara vitamin tadi supaya tubuh kita tadi

jangan lemas yakan, inikan obat tadi ini untuk mencegah penyakit paru-

paru tadi. Kalo ini kan vitamin supaya kita kuat, itu awak bilang ama dia.
61

Dia kadang sepele ama obat kocik, itu awak bilang ama dia, awak bukan

gak nyinyir, nyinyir awak di rumah ini, nyinyir. Makan obat, jangan

sepele makan obat, ah jangan karena ah obat-obat bukan. Apalagi TB

emang harus makan obat, iyalah, Banguni dia minum obat, karena pagi

itu kan, sama abis makan.

2 Ya ngomel, ngasih semangat, ngasih apa gitu kan. Menyemangati suami

supaya bisa sembuh. “Bang itu obatnya, minum sebelum makan,

mengingatkan kembali, karena kadang kan suaffli nanti mau lupa. Minum

obat jangan sampe putus”.

3 Ya saya bilang gini, makan aja dulu pak obatnya, mana tau reaksinya

memang kekgitu kata doktor, ah okelah kami ya jalanilah terus, udah 3

minggu loh, tapi gak ada penyembuhan, bukan malah ini, bukan malah

dia tambah sehat, malah tambah sakit. Orang semua orang bilang, kalo

makan obat supaya mau sembuh, bukan supaya mau sakit. Orang aja yang

narkoba aja kan dia isap supaya dia tenang, masak kita yang minum obat

tambah sakit? Jadi saya gini aja, itu terserah sama bapaklah, kalo bapak

memang merasa itu tidak, tidak ini tidak sehat dibadan rasanya, kan

bapak yang nanggung, kubilang. Memang, apapun aktivitas bapak

berobat, saya gak pernah ngawani, kan carik ini.. uang. Namanya saya

juga jualan, mana bisa bapak bekerja kegitu, anak saya siapa yang kasih

makan, kalo gak sama sama cari, iyakan.. Kalo puskesmas, bapak

sendiri.. Tapi kuajari juga makan obatnya. Dia gak man makan dulu

obatnya, karena nanti kalo dab. makan obat itu, gak bisa ngantar aku
62

jualan yakan. Jadi diantarnya aku dulu, baru dimakan obat itu. Setiap hari

ambil puskesmas, setiap hari, disuntik juga setiap hari, ehm jadi kan ehm

kekmanalah kegini, macam orang ini gak bisa apa dipanggil orang tuh dia

gak bisa, jadi kayak gitu aja. Jadi saya bilanglah, udah makan aja malam,

mana tau-tau dokter itu kita makan malam, yang penting kita makan

obatnya, ahhh,., jadi siang bisa bekerja, kalo malam kan memang kalo

kita makan obat itu malam, ahh bisa tidur, rupanya gak juga. Uek uek..di

tempat tidur, jam istirahat awak, uek uek kegitu kan.. muntah mual, kayak

orang masuk angin, jadi konsultasi juga sama orang-orang kayak mana

obat nih kumakan nih, “itu obat apa dikasih?”, gatau kata dokter kegini.

Obat itu untuk kita sembuh. Bukannya tambah sembuh, tambah sakittt...

aku ih .. kurus kali lah, gataukh bilaagnya, kasian lah nengoknya.

Kubilang kalo memang untuk mematikan kita, tak usah aja makan obat

itu, jadi gak datang-datang lagi lakik saya kesitu, ya ditelpon orang itu.

Memang dikasih biaya, disuruh bukak nomor rekening, dikasih biaya

katanya 700 apa 500 dikasih, dikasih biaya. Memakan obat itu, kita

dikasih biaya, tapi kita mau mati sama aja.

4 Yaa itulah makannya apanya jaga, kadang diawasi tapi

kadangenggakjuga. Itulah ngingetin minum obat supaya teratur.

5 Biasa aja kalo kita. lyaa karena memang gak ada yang penyakit itu yang

prinsip. Bebas kita kernana-mana. Naik kereta tanpa jeket tanpa penutup

(masker). Makanya bapak kalo make penutup malah sesak jadinya, gatau

kalo yang lain.. Karena memang penyakitnya ini, alhamdulliah memang


63

bukan penyakit yang kita anggap serins gituu. Kita anggapnya malah

tidak ada penyakit, jadi kita gak merespons kali tub, masalah ini pun.

Engga engga, gak terlalu kita ragukan lah. Walaupun ada pantangannya,

kita langar-langgar juga, haha.. Kecuali kalok kita memang udah gawat

betul, segala sesuatunya, apa makannya, apa minumnya, ini gak ada, kita

anggep macem biasa aja, gak ada masalah.

6 Sebetulnya kalo kesadaran emang udah dari bapak sendirilah. Kesadaran

bapak sendiri karena dia udah merasakan sakitnya gimana, eh sehingga

memang kesadaran dan kerajinan itu datang dari bapak sendirilah, saya

cuma terus mendukung saja.

7 Pertama ya didoktrin gitu kan, minumlah obatnya ini itu penyakitnya ga

penyakit berbahaya kok, asal minum obat teratur pasti bisa sembuh, orang

ada kok obatnya. Jadi semua tergantung karnu, saya bilang. Kalo mau

balik hidupnya kaya dulu, jadi timbul motivasi itu di dalam dirinya, Terus

ya diingatkan terus jam-jamnya dan jadwal pengobatan.

8 Ya kita ingatkan tengok lagi dia minum obat, ya ada kita pas dia minum

ituloh.

9 Ga ada sih, ya paling diingatkan ajaa.

10 Yaa kita ajalah, ya caranya ya gak ada acara apa-apa. Kecuali ya kalo apa

saya ingatkan lagi “udah minum obat?” saya bilang. Dia sekarang kan dia

kan minum obatnya seminggu tiga kali, hari Rabu, hari Senen, Hari Rabu,

hari Jumat, jadi ya tetep kok, gak pernah belong., kan ada jadwalnya.
64

lyalah, dimotivasi mau sembuh atau enggak, kan gitu.

C. Mengingatkan Penderita periksa ulang dahak

1. Apa yang anda lakukan untuk mengingatkan penderita periksa ulang

dahak? Jelaskan!

No Pernyataan Informan

1 Selalu bawa dia periksa ulang lah ke puskesmas. Tiap bulan ya. Baru

inilah, kan kemarin itu pertama kena, mungkin ya 2 bulan sekali mungkin

ya, nah yang kemarin itu kan sebulan, nah ini yang kedua bulannya kan,

nah itu.

2 Ohh ada, ada periksa ulang dahak adaa. Misalnya, 2 minggu, ketika mau

berhenti berobat, kan 6 bulan yaa jangkanya, 2 minggu lagi aahh

diingatkan buat periksa lagi. Test dahak tuh dari awal sampe berakhir 2

kali, jadi 2 kali periksa ulang dahak.

3 Eeh, bukan tanya, tes dahak beini-inilah. Kalo ke pukesmas gataulah saya

ya. Kalo ke puskesmas kan cuma ambil obat aja, suntik aja.

4 Yaa, kita kan tau jadwalnya, jadi ya pasti tau kalo periksa, Bapak pun

udah tau juga jadwalnya, dia permisi kalo pergi sendiri.

5 Yaa, diingatkan dan dikawani aja.

6 Kalo kita tetap ingatkan dan kita temani dia setiap periksa.

7 Pastinya diingatkan karena selalu tau jadwalnya dan kadang ditemenin,


65

kadang dia udah bisa pergi sendiri.

8 lya, kan ada apanya kertasnya, saya tengok gitu kertasnya berapa minggu

sekali gitu. Jadi teratur.

9 Yaa dikawanin ajalah, udah 2 kali dia periksa.

10 Kalo periksa ulang kan, saya tanya sama bu Ernita. Karena kan dia yang

lebih tau juga kan daripada kita kan, ah kaya kemaren udah cek, udah dua

kali cek ya negatif, dan kalo periksa saya ikut, pasti saya ikut.

D. Penyuluhan tentang penyakit Tb Paru

1. Apakah anda melakukan penyuluhan kepada penderita? Jika ya, apa

mated yang anda berikan? Jika tidak, mengapa?

No Pernyataan Informan

1 Penyuluhan juga. Ya nyuruh dia minum obat, kalo pengen sembuh, rutin

aja makan obat. Kita harus banyak bergerak tapi harus jaga kesehatan

juga. Melarang rokok tadi. Penyakit TB itu penyakit menular, bisa

membahayakan diri sendiri juga, tapi bisa membahayakan orang lain juga

yakan.

2 Penyakit TB itu penyakit paru-paru yang tercemar udara, kotoran, asap

rokok, selain asap rokok penyakit diabetes. Bagaimana mengonsumsi

obatnya, macemana timbul TB, bagaimana menjaganya, efek samping

obatnya gimana supaya gak takut.


66

Pola makan juga dijaga. Jadi TB itu kan sebenarnya kan gak penyakit

keturunan, jadi pada saat itu, di era-era yang lama, itu ada. dibilang

penyakit TB itu penyakit keturunan, penyakit keturunan, tapi pada saat

sekarang ini, udah gak ada lagi yang namanya penyakit keturunan, itu

ajaa.

3 Tapi aku bilang, merokok tub untuk kesenangan kita atau untuk.. pikirkan

anak-anak kita jangan merokok itu aja. Kan kita tau rokok itu untuk

membunuh kita, ngapain dijalanin lagi. Mungkin dia dah bosan juga kali,

masok rumah sakit-rumah sakit. TB itu kan menular yakan.

4 Ehh ada, yaa apa makannya itulah jangan maka goreng-goreng, jangan

minum teh manis sering-sering, terus cara minum obatnya, minum obat

haras rutin, cuma karena manusia kadang-kadang mau lupa juga.

5 Yaa, gimana pengobatannya yang bener aja, ya pengobatan mesti 6 bulan

supaya hilang penyakitnya, terus ya pake tutup ini, masker.

6 lya ada. Banyak sedikitnym seperti apa penyebab dari penyakit itu,

gimana penyakit itu bisa berkembang dan menular.

7 Yaa, gimana supaya penyakitnya itu ga menular, takutnya kan bisa

terkena ke anggota keluarga yang lain. Jadi ya, make masker, kalo buang

dahak jangan sembarangan. Karena kan kaya kata dokternya, virus TB itu

menyebar lewat udara, tapi belum tentu juga orang yang menghirap udara

itu terkena TB, jadi itu tergantung antibodinya juga, jadi haras timbul

kesadaran dari diri kita masing-masing, bagaimana supaya ga tertular dan


67

kita gamau juga menularkan ke orang lain, begitu. Terus makan

minumnya juga diawasi, dijaga.

8 Eh iya ada, kita kan udah ngerti juga. Gimana pengobatannya yang benar

dan baik, cara mencegah penyakit TB itu supaya ga nular.

9 Yaa ketika penyuluhan di puskesmas kan ayu-nya kan juga ikut, dia

denger. Jadi ya diingatkan aja, “Ayu kalo bersin, tutup ayu”, yaa kaya

gitu-gitu ajalah. Ingatkan di pake masker, kadang mau juga dia gak mau,

“ah pengap kali”, kaa dia, Cuma kita bilang harus. Terus ya kita kasih tau

pengaturan makanannya, disabar-sabarin aja lah dia.

10 Iya pernah, karena ka nada penyuluhan di puskesmas, ada bapak juga

disana. Ya itu penyebabnya, penyebabnya apa. Kadang-kadang memang

gak pala dengarkan kali karena saya dah tau kan


68

Lampiran 3. Matriks Tema

No Kategori Sub Tema Tema

1 Waktu minum obat Mengawasi penderita Keteraturan


setiap kali minum penderita minum
obat obat

2 Kepatuhan penderita untuk


minum obat

3 Hambatan PMO Hambatan PMO Hambatan PMO


dalam melaksanakan dalam
peran melaksanakan tugas

4 Efek samping obat yang Efek samping obat Efek samping obat
ditimbulkan selama proses yang ditemui selama yang ditemui PMO
pengobatan proses pengobatan selama masa
pengobatan

5 PMO memotivasi
penderita agar berobat
secara teratur

6 Upaya PMO dalam Tindakan persuasive Tindakan PMO


pemeriksaan ulang dahak PMO selama dalam mendukung
mengawasi proses kesembuhan
pengobatan penderita penderita

7 PMO memberikan
penyuluhan kepada
penderita
Lampiran 4. Penyusunan Tema

PERNYATAAN
KODING KATEGORI SUB TEMA TEMA
SIGNIFIKAN

A. Mengawasi Penderita
setiap Minum Obat
1. Pada saat kapan anda
melakukan tugas ini
Responden 1

Kalo obat yang 6 bulan tuh a. Waktu minum obat


kan, tiap pagi jam 6 sekali aja b. Pagi hari
sebelum makan. c. Sebelum makan

Responden 2

Namanya sebelum makan, a. Teratur Waktu minum Mengawasi penderita Keteraturan penderita
teratur sekali pada saat jam b. Pagi hari obat setiap kali minumobat minum obat
setengah 8 jam 7, dikonsumsi c. Sebelum makan
setengah 8 pagi iyaa, sebelum
makan.

Responden 4

Minumnya sebelum makan, a. 3 kali seminggu


pagilah, kira-kira jam ga b. Sebelum makan
tentulah, harusnya itu
minumnya jam 6, jadi ya

69
sebelum makanlah

Responden 5

Ya, pagi sebelum makan pagi, a. Pagi hari


obatnya diminum satu hari b. Sebelum makan
satu kali.

Responden 6

Ngasih minum obatnya a. Setiap hari minum


pokoknya sebelum sarapan obat sebelum
pagilah. Jadi kalo obat TB dia sarapan
cumin sebelumsarapan, selagi
perutnya masih kosong.

Responden 7

Pada saat minum obat, jam 6 a. Sebelum dan


sebelum sarapan. sesudah makan

Responden 8

Setiap hari, ehh pagi, sebelum a. Sebelum makan


makan, ya sekitar pukul
setengah 7 jam 7 gitulah

70
Responden 9

Tiap pagi, pukul 6 sebelum a. Sebelum makan


makan.

Responden 10

Ya pagi bangun tidurlah a. Sebelum makan


langsung minum obat. Jam
setengah 6 yaa sebelum ya su
sebelum jam 6. Kadang-
kadang dia ya jam setengah 7
juga ya minumnya. Pokoknya
sebelum makan dia, ya
sebelum makan udah makan
obat dulu dia pagi

Kepatuhan
penderita
2. Apakah penderita rutin untuk minum
minum obat?
obat

Responden 1 a. Bolong-bolong

Ada bolong bolongnya obat


batuknya

71
Responden 2 a. Teratur

Pokoknya harus teratur


makan obat, diingatkan
diarahkan

Responden 3 a. Tidak teratur

Kalo rasa emang gak sakit


gak usah diminum, kalo
emank rasa sakit, diminum
obatnya

Responden 4 a. Bolong-bolong/tidak
teratur
Ada bohongnya, lupa kadang-
kdang

Responden 5 a. Bolong-bolong

72
Ohh, bolong-bolong juga.

Responden 6 a. Teratur

Ya kalau selama ini ya


Alhamdulillah ya gak ada
bolong

Responden 7 a. Teratur

Ehh rutin, tapi mungkin


agak-agak telat, kadang ga
jam 6 tepat terus, agak-agak
jam 6 lewat, tapi tetap minum
obat . gak pernah bolong.

Responden 8 a. Teratur

Gak ada, rutin

73
Responden 9 a. Teratur

Rutin, dari bulan 6 atau 7


lupa saya mulai
pengobatannya.

3. Apakah ada kendala


yang anda alami? Jika
ada, jelaskan

Responden 1 a. Bosan
b. Sulit melarang
Ada juga rasa bosan. Ess sulit penderta merokok
tu eceknya untuk melarang
itu tadilah merokok tadi kalo
makan obat ee eceknya taulah
dia tugas dia makan obat,
sulit itu, itu tadilah rokok tadi

Responden 4 a. Ketiduran Hambatan Hambatan PMO Hambatan PMo dalam


b. Lupa PMO dalam melaksanakan melaksanakan tugas
Ketiduran, lupa, yaa Cuma

74
itu ajaa peran

Responden 7 a. Tidak tepat waktu

Paling kendalanya ga tepat


minum obatnya itu jam 6 itu
kan ga tepat.

Responden 9 a. Penderita menolak

Ya, kadang payah juga dai


minum obatnya

4. Apakah ada reaksi yang


anda temui selama
proses penderita minum
obat? Jika ada, apa yang
anda lakukan

Responden 1 a. Melihat urine


merah

75
Di buang air kecil ya,
kayaknya merah kayak
warna obatnya. Yaa,
dinyiyirin terus, kasih
semangat yakan

Responden 2

Ketika dikonsumsi, dia itu


pening, pening untuk 2 bulan
a. Melihat penderita
itu pening dia, pening luar
pening
biasa, baru ketika dikonsumsi
b. Mual, muntah
mual-mual, muntah, air seni
c. Urine merah
itu warna merah

Responden 3

Makan obat itu muntah. Tiap a. Penderita mual, Efek samping Efek samping obat Efek samping obat
hari kan, tiap makan obat itu, muntah obat yang yang ditemui selama yang ditemui PMO
muntah, mual. Iya kan, b. Penderita kesakitan ditimbulkan proses pengobatan selama masa
muntah, mual, pening c. Pening selama proses pengobatan
palanya. Selama sebulan, gini pengobatan
aja, lambungnya sakit kata
bapak, udah nyeri, semualah,
nyeri, muntah

76
Responden 4 a. Penderita gatal-
gatal
Ehh apa… gatal-gatal, iyaa b. Pusing
efek sampingnya ya dibiarkan c. Urine merah
aja. Pertama bapak awal
minum obat, kencing merah
dia, abis itu gak lagi, sama
pusing sekali sekali

Responden 5 a. Urine merah

Ah Cuma warna itunya aja


yang merah

Responden 6 a. Selera makan


hilang
Efeknya ke selera b. Urine merah
makanannya. Air seninya
tetap merah, kalo mual sama
apa segala macam enggak,
sama selera makan hilang

Responden 7

Iya kan ah, untuk aie seni kan a. Urne merah

77
memang efek sampingnya b. Asam urat naik
bewarna merah, jadi banyak c. Sendi nyeri
minum aja. Terus asam d. Nafsu makan
uratnya itu kaya naik gitu, berkurang
jadi dia nyut-nyutan di
persendian. Nafsu makan itu
gak ada Cuma ya didoktrin
terus

Responden 8

Air seninya ya warna merah, a. Urine merah


terus apa kakinya itu sering b. Kaki sakit
saki-sakit gitulah

Responden 9

Kadang mual dia, kalo a. Mual muntah


minum obat itu, sampe b. Selera makan turun
muntah juga pernah. Selera
makan turun juga pernah sih

Responden 10 a. Urine merah

Cuma dia kencingnya yang


warnanya merah gitukan

78
B. Mendorong Penderita
agar Berobat Secara
Teratur
5. Apa yang anda lakukan
untuk mengingatkan
penderita berobat secara
teratur? Jelaskan!
Responden 1 a. Mengingatkan
manfaat obat
Nyinyirlah awak sama dia,
makan obat,jangan sepal
makan obat

Responden 2 a. Memberikan
semangat untuk
Ya ngomel, ngasih semangat, sembuh
ngasih apa gitu kan. b. Mengingatkan
penderita agar
cepat sembuh
Responden 3

Ya saya bilang gini, makan a. Mengingatkan PMO Tindakan persuasive Tindakan PMO dalam
aja dulu pak obatnya, mana penderitaan agar memotivasi PMO selama Mendukung proses
tau reaksinya memang cepat sembuh penderita agar mengawasi kesembuhan penderita
kekgitu kata doctor, ah berobat secara pengobatan penderita

79
okelah kamiya jalanilah terus teratur

Responden 4
a. Mengingatkan
Itulah ngingetin minum obat supaya berobat
supaya teraur teratur
Responden 6

Saya Cuma terus mendukung a. Mendukung


saja. berobat teratur

Responden 7

Pertama ya didoktrinkan gitu a. Mengingatkan


kan, minumlah obatnya ini itu penderita minum
penyakitnya ga penyakit obat teratur
berbahaya kok, asal minum b. Memotivasi
obat teratur pasti bisa penderita agar
sembuh, orang ada kok sembuh
obatnya. Jadi semua
tergantung kamu, saya bilang.
Kalo mau balik hidupnya
kaya dulu, jadi timbul
motivasi itu dialam
dirinya.terus ya diingatkan
terus jam-jamnya dan jadwal

80
pengobatan,

Responde 8

Ya kita ingatkan tengok lagi a. Mengingat


dia minum obat, ya ada kita penderita minum
pas dia minum ituloh. obat
b. Melihat penderita
sampai meminum
obat
Responden 9

Ga ada sih, ya paling a. Mengingatkan


diingatkan ajaa penderita minum
obat

Responden 10

Kecuali ya kalo apa saya a. Mengingatkan


ingatkan lagi “udah minum penderita minum
obat? “saya bilang. Iyalah, obat
dimotivasi mau sembuh atau b. Memotivasi
enggak kan gitu. supaya sembuh

C. Mengingatkan Penderita
Periksa Ulang Dahak

81
6. Apa yang anda lakukan
untuk mengingatkan
penderita periksa ulang
dahak? Jelaskan?
Responden 1

Selalu bawa dia periksa ulang a. Bawa


lah ke puskesmas kepuskesmas

Responden 2

Kan 6 bullan yaa jangkanya, a. Mengingatkan


2 minggu lagi aahh untuk periksa
diingatkan buat periksa lagi. ulang dahak

Responden 5

Yaa, diingatkan dan dikawani a. Dikawani dan Upaya


aja. diingatkan PMOdalam
pemeriksaan
ulah dahak

Responden 6

Kalo kita tetap ingatkan dan a. Ingatkan dan


kita temani dia setiap periksa temani

82
Responden 7

Pastinya diingatkan karena a. Temani dan


selalu tau jadwalnya dan ingatkan
kadang ditemanin

Responden 9

Yaa dikawanin ajalah, udah 2 a. Dikawanin


kali dia periksa

Responden 10

Kalo periksa saya ikut, pasti a. Ditemani perisa


saya ikut

D. Penyuluhan tentang
Penyakit TB Paru
7. Apakah anda melakukan
penyuluhan
kepadapenderita? Jika
ya, apa materi yang anda
berikan? Jika tidak,
mengapa?
Responden 1 a. Melakukan
penyuluhan
Penyuluhan juga. Ya nyuruh

83
dia minu obat, kalo pengen
sembuh rutin aja makan obat.

RESPONDEN 2 a. Melakukan
penyuluhan
Penyakit TB itu penyakit
paru-paru yang tercemar
udara, kotoran, asap rokok,
selain asap rokok penyakit
diabetes. Bagaimana
mengonsumsi obatnya,
macemana timul TB,
bagaimana menjaganya, efek
samping obatnya gimana
supaya gak takut

Responden 4 PMO
memberikan
Ehh ada, cara minum a. Melakukan
penyuluhan
obatnya, minum obat harus penyuluhan
rutin, cma karena
manusiakadang-kadang mau
lupa juga

84
Responden 5

Yaa, gmana engobatannya


yang bener aja, ya
pengobatan mesti 6 bulan
supaya hilang penyakitnya, a. Melakukan
terus ya pake tutup ini, penyuluhan
masker.

Responden 6

Iya ada, Banyak sedikitnya a. Melakukan


seperti apa penyebab dari penyuluhan
penyakit itu, gimana penyakit
itu bisa berkembang dan
menular

Responden 7

Yaa, gimana supaya a. Melakukan


penyakitnya itu ga menular, penyuluhan
takutnya kan bisa terkena ke
anggota keluarga yan lain.
Jadi ya, make masker, kalo
buang dahak jangan
sembarangan

85
Responden 8

Eh iya ada, kita kan udah a. Melakukan


ngerti juga. Gimana penyuluhan
pengobatannya yang benar
dan baik, cara mencegah
penyakit TB itu supaya ga
nular.

Responden 9

Ingatkan di pake masker, a. Melakukan


kdang mau juga dia gak mau, penyuluhan
“ah pengap kali”, kata dia,
Cuma kita bilang harus.
Terus ya kita kasih tau
pengaturan makannya,
disabar-sabarin aja lah dia.

Responden 10

Iya pernah, ya itu a. Melakukan


penyebabnya, penyebabnya penyuluhan
apa.

86
87

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian


88

Lampiran 6. Surat Selesai Penelitian

Anda mungkin juga menyukai