Anda di halaman 1dari 34

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Epidemiologi
Prevalensi ansietas bervariasi berdasarkan wilayah geografis dan
etnis. Menurut data WHO tahun 2015 ansietas yang terjadi di region Asia
Tenggara 23 % dengan 60 juta kasus yang terlaporkan. Prevalensi 12 bulan
gangguan ansietas adalah 5,6 – 19,3 %. Prevalensi yang lebih tinggi terjadi
pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi ansietas yang
terjadi di Indonesia menurut WHO 3,3 % dari populasi dengan kurang lebih
8,1 juta total kasus yang terlaporkan. Prevalensi ini masih tinggi bila
dibandingkan dengan India 3 % dan Timor Leste 2,9 %.
Ansietas perinatal mengacu pada ansietas yang dialami selama
periode antenatal (kehamilan) dan / atau postpartum (12 bulan pertama
setelah kelahiran). Sistematic review yang dilakukan Leach et al. (2015)
menunjukkan prevalensi gangguan ansietas perinatal bervariasi antar
negara, menunjukkan bahwa antara 2,6% - 36,9% wanita mengalami
gangguan ansietas selama kehamilan dan 3,7 - 20% selama periode
postpartum. Sebuah studi observasional, cross–sectional pada 174 wanita
hamil trimester ketiga di Spanyol menemukan bahwa tingkat ansietas pada
wanita hamil lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum (Garcio
et al., 2010). Prevalensi ansietas antenatal di Inggris sebesar 14 %
(Handerson & Meggie, 2014). Selama kehamilan, 5 % mengalami gangguan
panik dan 10 % mengalami gangguan ansietas menyeluruh (Goodman et
al., 2014), dan 20 % post traumatic stress disorder (PTSD) (Zar dan Stein,
2017). Sebuah penelitian berbasis populasi yang dilakukan di Swedia pada
916 wanita hamil trimester pertama mengestimasi bahwa prevalensi
simptom ansietas 15,6 % dan resiko peningkatan simptom ansietas terjadi
pada wanita di bawah 25 tahun (Rubertsson et al., 2014).

commit to
7 user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Faktor Resiko
a. Biologi
Kemungkinan seseorang menderita gangguan ansietas 4 sampai 6
kali lebih besar bila keluarga tingkat pertama mengalami gangguan
ansietas dengan membandingkan individu yang keluarga tidak menderita
gangguan ansietas. Saudara kembar yang menderita gangguan ansietas
50 % beresiko mengalami gangguan ansietas. Hal ini disebabkan oleh
Catechol-O-Methyltransferase (COMT) 158 Val alel, transporter
serotonin (SLC6A4, juga dikenal sebagai 5-HTT), Brain-Derived
Neurotropic Factor (BDNF), Hipothalamus Pituitary Adrenal Axis, dan
enzim Glutamate Acid Decarboxylase 1 (GAD 1) (Kaplan & Sadock,
2017).
b. Psikologi
Riwayat masa lalu seperti gangguan psikiatri sebelum hamil
merupakan faktor risiko utama pada ansietas (Giardinelli et al., 2012;
Goodman & Viola, 2010). Individu dengan riwayat kesehatan mental
yang buruk mungkin memiliki respons yang lebih tinggi terhadap
peristiwa yang membuat stres daripada yang tidak memiliki (Post, 1992).
Riwayat atau pengalaman buruk yang tidak menyenangkan pada
kelahiran (Giardinelli et al., 2012). Persepsi diri negatif atau harga diri
yang rendah merupakan faktor penting yang terkait dengan ansietas
selama kehamilan, sementara sikap atau pikiran negatif terhadap janin
atau bayi baru juga dikaitkan dengan ansietas yang lebih tinggi (Leach et
al., 2014). Kehamilan yang tidak terencana atau kehamilan yang tidak
diinginkan (Giardinelli et al., 2012), serta mengalami peristiwa
kehidupan yang penuh stres baru-baru ini juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko ansietas perinatal (Leach et al., 2014).
Saat mendekati akhir kehamilan, masalah praktis adalah
berhubungan dengan kedatangan seorang bayi (sebagai contoh:
perawatan bayi, pakaian bayi dan finansial). Disamping itu, melakukan

commit to
8 user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

persiapan persalinan dan perawatan setelah kelahiran (sebagai contoh:


memberitahukan dokter, masuk ke rumah sakit, prosedur anastesi, ASI
atau susu botol). Wanita seringkali merasa khawatir tentang masalah
kesehatan tertentu, seperti apakah bayinya cacat, tetapi ada kebanyakan
kasus kekhawatiran tersebut tidak dikatakan. Jika wanita tersebut
memerlihatkan ansietas yang meningkat saat perkiraan tanggal
persalinan mendekat, masalah tersebut dan masalah lainnya mungkin
menimbulkan ansietas (sebagai contoh: persalianan pervaginam atau
seksio sesarea) dan harus diskusikan dengan dokter (Kaplan & Sadock,
2010).
c. Dermografi dan Sosio-ekonomi
Faktor dermografi yang paling umum adalah usia muda, kehamilan
diluar menikah atau tidak mempunyai pasangan, pendidikan ibu yang
rendah (Leach et al., 2014), ekonomi rendah seperti tingkat pendapatan
yang rendah, pengganguran, tidak mempunyai rumah, dan mengalami
kesulitan keuangan (Leach et al., 2014; Field, 2017).
d. Psikososial, relasi dan lingkungan
Faktor sosial dan relasi juga terbukti menjadi faktor risiko penting
pada ansietas perinatal. Secara khusus, kurangnya dukungan dalam
hubungan keluarga atau pasangan secara konsisten terkait dengan
ansietas yang meningkat selama periode perinatal, seperti kekerasan fisik
dan / atau domestik (Leach et al., 2014). Kelahiran pertama, pemeriksaan
kehamilan yang rendah, komitmen yang kurang pada kehamilan, stres di
tempat kerja atau pekerjaan, akses ke tempat pelayanan kesehatan (Field,
2017).
e. Komplikasi pada Kehamilan
Beberapa kelompok penelitian telah mencatat komplikasi kebidanan
terkait dengan ansietas prenatal, seperti resiko medis yang lebih berat dan
resiko komplikasi yang nyata (Schetter et al., 2016), minum alkohol dan
resiko terkait (Arch, 2013), anemia kehamilan, sindrom hipertensi yang
diinduksi kehamilan, pendarahan antepartum (Kane et al., 2016) dan

commit to
9 user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

operasi seksio sesarea. Tingkat ansietas perinatal yang tinggi dikaitkan


dengan masalah kebidanan (Zhang et al., 2013).
3. Patofisiologi
a. Fisik
Pada trimester ketiga, wanita harus beradaptasi terhadap perubahan
habitus tubuhnya. Rahim yang membesar menekan kandung kemih dan
rektum dan dapat menyebabkan konstipasi dan urinasi yang sering.
Peningkatan kadar estrogen dapat menyebabkan penurunan libido pada
beberapa wanita, sedangkan wanita lain mungkin menghindari hubungan
seksual karena berpikir bahwa perubahan pada tubuh yang menyebabkan
tubuhnya tidak menarik lagi. Peristiwa besar lainnya pada trimester
kedua adalah pergerakan janin (quickening) yaitu persepsi ibu tentang
janin yang terjadi antara minggu ke-16 dan 20. Pergerakan janin
mendorong gambaran mental ibu tentang calon anak; banyak
kepercayaan kultural menghubungkan tipe gerakan janin dengan jenis
kelamin dan kepribadiannya. Kepercayaan tersebut dapat menciptakan
ansietas atau depresi pada beberapa wanita jika kepercayaan tersebut
berbeda dengan harapan mereka. Trimester ketiga adalah dikaitkan
dengan rasa gangguan kenyamanan fisik pada kebanyakan wanita.
Semua sistem mengalami perubahan, seperti kardiovaskuler, ginjal,
pulmonal, gastroinstestinal, dan endokrin – mengalami perubahan yang
jelas dapat menyebabkan suatu murmur jantung, penambahan berat berat
badan, sesak nafas saat beraktivitas, dan rasa panas pada perut
(heartburn; pirosis). Beberapa wanita memerlukan penentraman hati
bahwa perubahan tersebut tidak merupakan tanda adanya penyakit dan
mereka akan kembali seperti ke keadaan normal segera setelah
melahirkan (Kaplan & Sadock, 2010).
b. Biokimia
Stres dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh termasuk otak dan
sistem imun. Dampak dari stres tersebut akan menstimulasi sel-sel otak
untuk memproduksi dan sekresi berbagai molekul seperti

commit 10
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

neurotransmitter, neuropeptida dan neuroendokrin yang mengaktivasi


aksis HPA dan sistem simpatomedulari (sistem SM). Stres mengaktivasi
sistem SM pada badan sel neuron Norepinefrin (NE) di Locus Ceruleus
(LC) sehingga sekresi NE meningkat di otak, dan epinefrin melalui saraf
simpatis dan medula adrenal meningkat di aliran darah. Stres secara
simultan memicu pelepasan Corticotropin Releasing Hormone (CRH)
dari neuron pada hipotalamus dan kortek serebri. CRH mengaktivasi
sintesis dan pelepasan Adenocorticotropin Hormone (ACTH) dari
pituitary anterior, kemudian ACTH memicu pelepasan kortisol dari
korteks adrenal. CRH juga secara sinergis meningkatkan aktivitas locus
ceruleus dan secara langsung atau tidak langsung meningkatkan sintesis
produk gen reaktif stres lain dan respon anti inflamasi dan menurunkan
sintesis dari neuropeptida kunci seperti faktor Brain Derived Neuron
Factor (BDNF) (Kaplan & Sadock, 2010).
1) Regulasi Hipothalamus Pituitary Adrenal (HPA) Axis Maternal
Corticotropin releasing hormone (CRH) diproduksi dan
disekresikan oleh oleh nukleus paraventikular di hipotalamus, yang
memainkan peran sentral dalam aksis HPA dan terlibat dalam respons
fisiologis terhadap stres. CRH menstimulasi produksi dan sekresi
ACTH oleh hipofisis. Pada gilirannya, ACTH merangsang produksi
dan sekresi kortisol oleh korteks adrenal. Pengaturan hormon-hormon
ini dicapai dengan mekanisme umpan balik negatif. Ini terjadi pada
wanita hamil dan tidak hamil, meskipun perubahan penting terjadi
dalam perjalanan kehamilan. Sekitar 8–10 minggu kehamilan, CRH
juga diproduksi oleh plasenta. CRH plasenta ini memiliki aktivitas
biologis yang sama dengan CRH hipotalamus dan disekresikan ke
kompartemen ibu dan janin. Selain itu, diketahui bahwa kortisol
merangsang sintesis dan pelepasan placental Corticotropin Releasing
Hormone (pCRH), yang berlawanan dengan efek penghambatan
kortisol pada sel CRH yang diproduksi oleh hipotalamus. Pada ibu,
pCRH diinaktivasi ke sebagian besar oleh Corticotropin Releasing

commit 11
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hormone binding protein (CRH-BP) dalam kondisi normal, kecuali


pada 2-4 minggu terakhir kehamilan. Pada periode ini, ada
peningkatan cepat pada pCRH bebas. Perubahan yang disebutkan
menghasilkan perubahan dari pengaturan umpan balik negatif yang
normal dari sumbu HPA maternal ke mekanisme umpan balik positif,
atau mekanisme umpan-maju yang lebih baik melalui efek pCRH
yang diproduksi perifer. Dalam perjalanan kehamilan, konsentrasi
darah CRH, ACTH, dan kortisol meningkat secara bertahap, tetapi
selama beberapa minggu sebelum kelahiran, meningkat dengan cepat
(Mulder et al., 2002).
Janin dilindungi dari kadar kortisol maternal yang tinggi oleh aksi
enzim plasenta 11 β-hydroxysteroid-dehydrogenase 2 (11β-HSD-2).
Enzim ini mengubah kortisol aktif menjadi kortison tidak aktif sekitar
50 – 90 % sehingga melindungi janin dari paparan kortisol berlebihan
(Duthie & Reynold, 2013). Aktivitas 11 β-HSD-2 meningkat
menjelang akhir kehamilan tepat pada saat hiperkortisolemia
berkembang pada ibu, dan dengan demikian tampaknya memiliki
signifikansi adaptif (Majzoub & Karalis, 1999).
Kortisol janin penting untuk pematangan hampir semua sistem
organ janin. Sumbu HPA janin diatur melalui umpan balik negatif
sejak awal kehamilan. Pada tahap akhir kehamilan, CRH plasenta
memasuki sirkulasi janin melalui vena umbilikalis. Karena CRH-BP
tidak ada pada janin, pCRH menstimulasi aksis HPA janin untuk
memproduksi dan mengeluarkan ACTH, kortisol, dan androgen
(dehydro-epiandrosterone-sulphate; DHEA-S). Kortisol janin
memasuki sirkulasi plasenta melalui arteri umbilikalis dan selanjutnya
merangsang produksi pCRH. Dengan cara ini, aksis HPA janin juga
diatur oleh mekanisme umpan-maju di akhir kehamilan. Di satu sisi,
ini menghasilkan peningkatan besar pada kortisol dimana pematangan
organ janin ditingkatkan. Di sisi lain, pCRH memulai, melalui
peningkatan DHEA-S (prekursor estrogen), kaskade kejadian yang

commit 12
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan akhirnya


melahirkan (Duthie & Reynold, 2013).
Meskipun sebagian besar kortisol (80-90%) dimetabolisasikan
oleh plasenta selama kehamilan, kelebihan kortisol dapat mencapai
janin dan 'penghalang' dapat diperlemah oleh ansietas ibu, infeksi dan
inflamasi memungkinkan peningkatan transfer kortisol dari ibu ke
janin. Karena kadar kortisol ibu jauh lebih tinggi daripada tingkat
janin, bahkan variasi sederhana pada HSD11B2 plasenta dapat secara
signifikan mengubah paparan kortisol janin (Baibazarova et al.,
2013).
Pada akhir kehamilan normal, stimulasi dari pematangan organ
dan inisiasi nifas merupakan efek positif dari mekanisme umpan-
maju. Aktivasi prematur dari salah satu atau keduanya dalam sistem
pemberian umpan balik plasenta dapat menyebabkan persalinan
prematur dan partus. Hal ini dibuktikan dengan hubungan yang
disebutkan sebelumnya antara kadar pCRH (dan penurunan CRH-BP)
darah prematur yang meningkat pada wanita hamil yang dihadapkan
dengan persalinan preterm dan preeklampsia hanya pada tahap
kehamilan berikutnya (Baibazarova et al., 2013).
Pasokan nutrisi dan oksigen yang berkurang (hipoksemia) dapat
menyebabkan respons stres pada janin. Peningkatan sekresi pCRH
berkontribusi pada mekanisme umpan-maju di kedua sisi plasenta.
Stres pada ibu mungkin mempengaruhi perkembangan otak janin dan
aktivitas aksis HPA. Kortisol maternal yang telah lolos dari inaktivasi
oleh 11 β-HSD dalam plasenta dapat berpartisipasi dalam loop
umpan-maju antara plasenta dan poros hipofisis-adrenal janin.
Kelebihan produksi dan hipersekresi kortisol janin dengan demikian
dapat timbul dari kortisol ibu dalam kompartemen janin dan / atau dari
sekresi pCRH. Peningkatan kortisol janin (yang berasal dari ibu atau
janin) dapat menghambat pertumbuhan dan diferensiasi sistem saraf
yang berkembang, dapat merusak otak, dan mungkin memiliki efek

commit 13
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pemrograman atau pengorganisasian pada sistem neuroendokrin janin


yang mengakibatkan gangguan permanen (Duthie & Reynold, 2013).

Gambar 1. Regulasi aksis HPA pada maternal stres. Efek stres ibu pada aliran darah
uteroplasenta dan regulasi hormon pada ibu, plasenta, dan janin, dan pada
perkembangan janin dan lamanya kehamilan. Pengaruh pengaktifan ditunjukkan
dengan garis tebal; efek penghambatan, termasuk umpan balik negatif, dengan garis
putus-putus. Kehadiran mekanisme umpan-maju di kedua sisi plasenta diwakili oleh
garis tebal (Mulder et al., 2002).

2) Regulasi Sistem Saraf Otonom pada Maternal


Aktivitas sistem saraf otonom pada wanita hamil, pada trimester
pertama kehamilan terjadi penurunan aktivitas simpatis dan
peningkatan aktivitas parasimpatis. Kehamilan trimester ketiga
berubah menjadi peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan
aktivitas parasimpatis. Keseimbangan antara perubahan hemodinamik
kehamilan dan kompresi aortocaval yang disebabkan oleh pembesaran
uterus mungkin bertanggung jawab atas perubahan bifasik dalam
aktivitas saraf otonom selama kehamilan (Kuo et al., 2000).
Ansietas selama kehamilan menurunkan heart rate variability
(HRV), penurunan aktivitas parasimpatis, dan perubahan keseluruhan
keseimbangan otonom menuju dominasi simpatis pada individu
dengan gangguan ansietas. Ansietas pada kehamilan trimester kedua

commit 14
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendorong peningkatan aktivitas simpatis. Peningkatan aktivitas


simpatis akan melepaskan katekolamin (noradrenalin dan adrenalin)
pada kelenjar adrenal (Mizuno et al., 2017). Katekolamin diketahui
memberikan efek kuat pada irama pembuluh darah perifer. Plasenta
berlimpah reseptor untuk hormon-hormon. Aktivasi sistem saraf
simpatis oleh stres dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
rahim dan janin, dan dapat berkontribusi pada pembatasan
pertumbuhan janin. Studi aliran darah Doppler telah menunjukkan
peningkatan resistensi arteri uterin pada wanita dengan skor ansietas
tinggi pada sekitar 32 minggu kehamilan (Mulder et al., 2002).
3) Regulasi estrogen dan progestron maternal
Estrogen dan progesteron mulai meningkat selama 6 sampai 8
minggu kehamilan dan kemudian meningkat dengan cepat pada awal
trimester kedua. Pada trimester ketiga, tingkat estrogen dan
progesteron selama kehamilan masing-masing meningkat 100 kali
lipat dan 10 kali lipat, dibandingkan dengan tingkat siklus menstruasi
(Hendrick et al., 1998).

Gambar 2. Level estrogen dan progestern pada kehamilan (Hendrick et


al., 1998)
Estrogen withdrawal pasca partum dikenal sebagai waktu yang
sangat rentan untuk gejala depresi dan ansietas. Tikus dewasa
ovariektomi yang distimulasikan hormon selama kehamilan kemudian
estradiol benzoat dihentikan, tikus tersebut menunjukkan perilaku
depresi dan ansietas, sebagaimana dinilai dengan berenang secara
paksa, suspensi ekor dan plus-maze tinggi, sedangkan tikus yang tetap

commit 15
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendapatkan simulasi estradiol benzoat tidak menunjutkan perilaku


depresi atau ansietas (Zhang et al., 2016). Model-model hewan dan
beberapa penyelidikan manusia menunjukkan progesteron mungkin
berhubungan dengan ansietas. Studi terhadap 100 wanita Polandia
mengumpulkan sampel air liur dan melaporkan ansietas pada tiga fase
siklus menstruasi: folikel, periovulasi, dan luteal. Efek antar individu
yang signifikan muncul, mengungkapkan bahwa wanita dengan
tingkat progesteron rata-rata yang lebih tinggi di seluruh siklus
mereka melaporkan tingkat ansietas yang lebih tinggi daripada wanita
dengan siklus progesteron yang lebih rendah (Raynold et al., 2018).
4. Gejala Klinis
Sebagian besar wanita hamil pernah mengalami ansietas, baik itu
ansietas yang disebabkan oleh perubahan fisik, proses melahirkan, dan
kesehatan janin yang ada dalam kandungan. Ansietas yang bersifat
sementara merupakan bagian dari pertahanan hidup seseorang. Ansietas
yang maladaptif dan bersifat kronik akan berdampak buruk bagi seseorang.
Gejala ansietas pada ibu hamil dan populasi umumnya hampir sama, tetapi
penyebab dari ansietas yang berbeda (Jayalangkara, 2005).
Gambaran utama gangguan ansietas, kekhawatiran dan ansietas yang
berlebihan tentang kehidupan kehamilan, misalnya komplikasi kehamilan,
sekalipun kehamilan itu normal, yang ditandai dengan ketegangan motorik
dan hiperaktivitas motorik dan otonom misalnya: gemetar, gugup, gelisah,
cepat lelah; gejala hiperaktivitas otonom misalnya: nafas pendek, palpitasi,
keringat, kaki dan tangan dingin, pusing, mual, gangguan menelan,
kewaspadaan yang berlebihan, perasaan terancam, iritabel, insomnia
(Jayalangkara, 2005).
5. Dampak Ansietas pada Kehamilan
Dampak ansietas pada kehamilan bisa terjadi pada maternal dan
neonatal yang berupa usia kehamilan yang pendek, kelahiran prematur,
gangguan pada faktor pertumbuhan seperti insulin pada aliran darah tali
pusat, menyusui (Feild, 2017), berat badan lahir rendah (Ding et al., 2014),

commit 16
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kelahiran secara seksio sesarea (Fenwick et al., 2009), preeklamsia


(Andersson et al., 2004). Post traumatic stress disorder (PTSD) pada
maternal secara signifikan dikaitkan dengan kemiskinan motorik halus dan
perkembangan motorik – perilaku adaptasi pada neonatal (Zar & Stein,
2017).
Selain berdampak pada outcome kehamilan, ansietas juga berdampak
pada perkembang psikologi seperti emosi negatif pada infant, respons
negatif terhadap stres, skor perkembangan mental yang lebih rendah, dan
perilaku internalisasi bayi. Penurunan gray matter pada beberapa bagian
otak seperti korteks prefrontal, korteks premotor, lobus temporal medial,
korteks temporal lateral, girus post sentral seperti serebelum. Penurunan
densitas gray matter berkontribusi pada neurodevolopment, masalah
kognitif dan psikologi (Feild, 2017).
6. Terapi
a. Psikofarmaka
Terapi ansietas pada ibu hamil harus memperhitungkan
keuntungan dan kerugian yang berdampak baik pada maternal dan
neonatal. Penggunaan obat anti-ansietas sebaiknya dihindari pada
kehamilan trimester pertama. Bila ansietas berlebihan dan mengganggu
dapat diberikan obat anti-ansietas golongan benzodiazepin dan non
benzodiazepin. Pasien yang hamil dengan adanya gejala panik yang
serius dapat diberikan alprazolam dengan dosis minimum (Jayalangkara,
2005). Meskipun demikian penggunaan benzodiasepin pada ibu hamil
telah menimbulkan masalah baik pada ibu maupun janin di dalam rahim,
seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Yonkers et al. (2017)
dampak penggunan benzodiapine pada maternal dan neonatal seperti
berat badan lahir rendah, kelahiran seksio sesarea dan penggunaan
ventilator pada neonatal. Penelitian lainnya juga menenukan adanya
kemungkinan bayi masuk Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan
lingkar kepala kecil bila dibandingkan ibu yang tidak terpapar dengan
benzodiasepin (Freeman et al., 2018).

commit 17
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Prevalensi penggunaan SSRI pada ibu hamil di Amerika sebesar


8,1 % (Huybrechts et al., 2012) dan beberapa negara di Eropa seperti
Denmark 3,7%, Iceland 7%, Norwegia 1,8% dan Swedia 3,7% (Zoaga et
al., 2015). Penelitian tentang SSRI pada ibu hamil masih terbatas baik
dosis yang diberikan dan dampak yang terjadi pada maternal dan
neonatal. Dampak penggunaan SSRI seperti hipertensi pada kehamilan,
kelahiran pramatur dan dukungan pengunaan alat bantu pernafasan minor
(Yonkers et al., 2017).
b. Non psikofarmaka
Penggunaan intervensi non psikofarmaka tampaknya merupakan
salah satu yang dapat digunakan untuk membantu ibu-ibu hamil yang
mengalami ansietas. Penelitian terhadap beberapa intervensi non
psikofarmaka seperti cognitive behavior therapy (Milgrom et al., 2015;
McGregor et al., 2013; Thomas et al., 2014), mindfullness (Hall et al.,
2016; Byrne et al., 2014; Shulman et al., 2018; Yazdanimehr et al.,
2016), interpersonal psychotherapy (Sockol, 2018), progressive muscle
relaxation (Toosi et al., 2017; Nasiri et al., 2018); biofeedback (Zwan et
al., 2019; Narita et al., 2018), guided imagery (Flynn et al., 2016; Jallo
et al., 2013), musik (Garcia Gonzalez et al., 2018; Aba et al., 2017; Toker
dan Komurcu, 2017), yoga (Davis et al., 2015; Sheffield dan Wood,
2016; Satyapriya et al., 2013) memberikan manfaat untuk menurunkan
ansietas pada ibu hamil, selain itu penggunaan metode psikoterapi ini
mudah untuk dilaksanakan dan mempunyai tingkat penerimaan yang
besar pada peserta intervensi.
7. Guided Imagery
Guided imagery merupakan teknik relaksasi dengan menggunakan
kata-kata dan suara yang menenangkan untuk mengarahkan pengguna
membayangkan keadaan psikologis atau fisiologis dengan santai (Jallo et
al., 2014).
Penggunaan imagery hipnagogik dalam psikoterapi memiliki sejarah
panjang. Pertama kali dilaporkan dalam kasus terkenal Anna O dalam studi

commit 18
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

di Hysteria oleh Breuer dan Freud pada tahun 1895. Tetapi Freud
melanjutkan untuk mengembangkan terapi psikoanalitiknya pada jalur
selain yang ditunjukkan oleh pengalaman pertama dengan keadaan
hipnagogik. Pada tahun 1913 Frank psikiater Wina, mengevaluasi kembali
kejadian spontan penglihatan hipnagogis di bawah relaksasi yang dalam.
Dia menyebut tekniknya "Metode Cathartic", menggunakan istilah lama
Breuer. Pada tahun 1922, psikiater Jerman yang terkenal, Kretschmer
menawarkan deskripsi baru tentang fenomena tersebut. Ia menyebut
penglihatan batin ini Bildstreifendenken, yang berarti berpikir dalam bentuk
film. Dia menunjukkan seberapa dekat mereka terkait dengan dream-work
yang dipelajari oleh Freud (Leuner, 2015).
Pada tahun 1948 studi eksperimental jangka panjang tentang
keefektifan imagery dalam psikoterapi. Publikasi pertama yang terbit pada
tahun 1954, menyajikan metode psikodinamik baru yang berguna untuk
diagnosis dan untuk memeriksa keefektifan terapi, disebut "Experimentelles
katathymes Bilderleben" (EkB), yang berarti secara eksperimental diinduksi
imagery katathymic. Istilah "imagery katathymic" mengacu pada
penglihatan batin yang terjadi sesuai dengan dan terkait dengan pengaruh
dan emosi, yang diciptakan oleh Ernst Maier, rekan kerja dari Eugen
Bleuler. Pada tahun-tahun berikutnya sistem psikoterapi praktis yang jelas
yang dikenal di Jerman dengan nama Symboldrama. Metode ini pertama kali
diperkenalkan ke Amerika Serikat oleh William Swartley. Artikelnya
menekankan penggunaan metode ini secara diagnostik, yang disebutnya
"Initiated Symbol Projection" (ISP). Memfokuskan perhatian lebih pada
aspek terapeutik, R. Krojanker menerbitkan sebuah artikel tentang Drama
Simbolik. Makalah ini menyajikan survei umum singkat dari metode ini
dengan referensi khusus untuk berbagai alat terapi yang digunakan untuk
psikoterapi intensif yang berorientasi analitis. Makalah ini yang
dipublikasikan tentang metode Guided Affective Imagery (GAI), untuk
tampil dalam bahasa Inggris (Leuner, 2015).
a. Tools

commit 19
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Beberapa tools yang digunakan pada guided imagery:


1) Sepuluh situasi imajiner standar atau tema simbolik yang disarankan
oleh terapis sebagai titik awal untuk imagery pasien.
a) Untuk setiap sesi, titik awalnya adalah padang rumput. Arti
simbolis dari padang rumput bermacam-macam seperti suasana
hati seseorang, Taman Eden dan, hubungan yang mendalam
dengan dasar kehidupan emosional seseorang, yaitu, sifat
hubungan ibu-anak (Leuner, 2015).
b) Mendaki gunung dan menggambarkan pemandangan lanskap
adalah tema kedua. Terapis menyerankan pasien untuk mencari
jalan dari gunung ke padang rumput. Pasien kemudian diminta
untuk melintasi hutan, memanjat gunung, dan untuk
menggambarkan pemandangan dari atas. Situasi simbolis ini
relevan dengan perasaan pasien tentang kemampuannya untuk
menguasai situasi hidupnya dan untuk berhasil dalam karier
pilihannya (Leuner, 2015).
c) Situasi standar ketiga adalah mengikuti sungai ke sumber mata air
atau turun ke laut. Setelah kembali ke padang rumput dari
perjalanannya ke gunung, atau mungkin di sesi berikutnya, pasien
diminta untuk melihat-lihat padang rumput dan menemukan
sungai. Sungai itu seharusnya melambangkan aliran energi psikis
dan potensi untuk perkembangan emosional (Leuner, 2015).
d) Gambar awal berikutnya adalah rumah yang dieksplorasi sebagai
simbol orang tersebut. Ini mungkin muncul secara spontan selama
jalan-jalan yang dibayangkan melewati pedesaan, atau terapis
mungkin menyarankan agar pasien melihat rumah di dekat padang
rumput. Freud menganggap rumah sebagai simbol kepribadian
seseorang. Pasien dapat memproyeksikan semua ketakutan dan
keinginannya tentang dirinya (Leuner, 2015).
e) Tugas standar kelima adalah memvisualisasikan kerabat dekat.
Penampilan orang yang berhubungan dekat mungkin disarankan

commit 20
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kepada pasien sementara dia membayangkan dirinya di padang


rumput. Pasien diminta untuk mengawasi kerabat ini dari kejauhan,
untuk menggambarkan perilakunya, dan untuk mencatat
khususnya sikapnya terhadap pasien ketika orang itu
mendekatinya. Orang-orang yang memiliki hubungan dekat seperti
ayah atau ibu dapat muncul secara langsung atau dilambangkan
oleh gajah atau sapi. Seseorang juga dapat membayangkan bosnya,
atau pasangannya, atau saudara kandungnya, atau tokoh-tokoh
penting lainnya (Leuner, 2015).
f) Pasien mungkin diminta memvisualisasikan situasi yang dirancang
untuk membangkitkan pola perasaan dan perilaku seksual (Leuner,
2015).
g) Situasi standar ketujuh adalah singa. Singa adalah tes yang berguna
untuk menunjukkan kepada pasien bagaimana ia menghadapi
kecenderungan agresifnya. Untuk melakukan ini, minta pasien
untuk memvisualisasikan seseorang yang sangat tidak disukainya.
Kemudian, membayangkan bahwa orang itu dan singa yang
dibawa berhadapan muka. Dia harus mengawasi dan
menggambarkan perilaku singa (Leuner, 2015).
h) Situasi standar kedelapan adalah manifestasi dalam fantasi
seseorang yang mewakili ideal ego pasien. Hal ini dapat dicapai
dengan meminta pasien dengan cepat mengatakan nama seseorang
dari jenis kelaminnya sendiri dan kemudian membayangkan
seseorang yang bisa menjadi pembawa nama itu (Leuner, 2015).
i) Situasi imajiner tertentu memfasilitasi penampilan figur simbolik
yang mewakili jasmani yang sangat tertekan: melihat ke hutan
gelap dari padang rumput; atau, untuk bahan yang lebih dalam,
melihat ke dalam lubang gua yang gelap. Gambar-gambar ini
melambangkan introyek dengan pola neurotik dan efek yang terkait
(Leuner, 2015).

commit 21
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

j) Dalam situasi standar kesepuluh, pasien diminta membayangkan


rawa di sudut padang rumput. Terapis mengsugesti sosok akan
muncul dari air yang keruh seperti katak, ikan, ular, atau sosok
manusia. Simbol ini adalah manifestasi dari bahan naluriah yang
sangat tertekan dan terkadang kuno tentang dorongan seksual dan
turunannya (Leuner, 2015).
2) Lima metode umum untuk membangkitkan dan menginterpretasi
imagery, yaitu:
a) Metode pelatihan
Teknik ini sangat berguna bagi pasien-pasien yang tidak dapat
melepaskan imajinasi mereka untuk menciptakan secara bebas
serangkaian asosiasi gambar. Sebagian besar, pasien yang tidak
berpendidikan atau terlalu intelektual dengan sedikit kesadaran
akan emosi mereka sendiri. Dalam kasus ini, prosedurnya adalah
membuat pasien berlatih memvisualisasikan dan menggambarkan
tiga tema pertama: padang rumput, gunung, dan sungai. Prosedur
berulang ini, menggunakan simbol yang paling tidak provokatif,
berfungsi sebagai pelatihan untuk pasien dan untuk terapis yang
tidak berpengalaman. Tidak memerlukan keterampilan khusus atau
pemahaman simbolisme pada pihak terapis. Diperlukan tingkat
empati dan sensitivitas tertentu. Metode pelatihan dasar dapat
berfungsi sebagai langkah pertama untuk memperkenalkan metode
kepada pasien dan peserta pelatihan (Leuner, 2015).
b) Metode diagnostik: Inisiated Symbol Projection (ISP)
Sepuluh tema standar dapat berfungsi sebagai layar untuk
tujuan psikodiagnostik. Dalam keadaan ini, mereka menggantikan
gambar-gambar dari tes proyektif seperti Thestatic Apersception
Test. Misalnya, tema pertama, padang rumput, cukup samar untuk
memungkinkan semua jenis variasi. Setiap orang dapat membuat
jenis rumputnya sendiri yang sangat pribadi. Pasien dapat dimintai
keterangan rinci tentang padang rumputnya. Dia bahkan bisa

commit 22
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melukis gambar atau menggambar peta. Semua situasi standar


yang relevan dieksplorasi satu demi satu dalam waktu singkat. ISP
dapat berlangsung dari satu hingga tiga sesi (Leuner, 2015).
c) Metode imaginasi terkait
Prosedur yang paling spontan dari semua adalah penggunaan
imagery terkait. Proses asosiasi bebas yang terkenal dalam teknik
psikoanalisis diterapkan pada citra pasien, dan pasien didorong
untuk memungkinkan pengembangan bebas dan spontan dari
serangkaian gambar. Terapis harus memiliki pengalaman dan
pelatihan psikoanalisis (Leuner, 2015).
d) Metode symboldramatic
Teknik manajemen yang akan dibahas dalam bagian ini hanya
digunakan ketika ditunjukkan secara khusus. Pendekatan
symboldramatic mencakup enam teknik manajemen. Enam teknik
khusus untuk membimbing dan mengelola jalannya peristiwa
symboldramatic yang sedang berlangsung:
i. Inner Psychic Pacemaker
Pasien diberi tanggung jawab sebanyak mungkin untuk
arah dan kecepatan perawatannya sendiri. Meminta pasien
untuk membiarkan dirinya dibimbing oleh salah satu tokoh
simbolis jinaknya sendiri, seperti seekor kuda, gajah, unta, atau
hewan lain dapat digunakan oleh pasien (Leuner, 2015).
ii. Konfrontasi.
Konfrontasi adalah salah satu cara untuk berhadapan
dengan tokoh-tokoh kuno dan simbolis yang muncul dari hutan,
gua, dan rawa. Fitur penting dari metode menghadapi gambar
simbolik yang menakutkan adalah gigih menatap mata makhluk
yang menakutkan itu. Tujuannya adalah untuk menemukan
pesan atau makna yang disampaikan keberadaan makhluk itu
dan untuk membuang makhluk itu sejak saat itu dari
khayalannya. Selama konfrontasi ini, terapis secara aktif

commit 23
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendukung pasien dengan mendengarkan deskripsinya tentang


monster, dengan mengulangi instruksi yang disebutkan di atas,
dan dengan memegang tangannya, jika perlu, untuk
memberinya dukungan moral (Leuner, 2015).
iii. Feeding.
Memberi makan adalah cara paling ringan untuk
menghadapi tokoh-tokoh simbolis yang menakutkan yang
muncul dari hutan, gua, atau rawa. Ini adalah cara yang baik
bagi seorang pasien untuk berurusan dengan figur simbolik yang
agresif atau berbahaya. Makanan harus disediakan dalam
jumlah yang cukup, dan terapis harus siap untuk memberikan
saran mengenai jenis apa dan berapa banyak makanan yang
harus diberikan kepada makhluk itu (Leuner, 2015).
iv. Rekonsiliasi.
Dalam beberapa kasus, teknik rekonsiliasi dapat digunakan
sebagai alat pelengkap untuk prinsip-prinsip konfrontasi dan
pemberian makan. Karena itu ketiganya sering dapat
digabungkan. Tujuan penting dari rekonsiliasi adalah untuk
berteman dengan tokoh-tokoh simbol yang memusuhi dengan
menyapa mereka, dengan menyentuh mereka secara fisik
(misalnya, membelai mereka), dan dengan menunjukkan
kelembutan kepada mereka dengan cara yang berbeda (Leuner,
2015).
v. Exhausting dan Killing.
Teknik exhausting dan killing adalah alat yang paling
berbahaya dalam pengelolaan GI. Alat ini seharusnya hanya
digunakan oleh terapis berpengalaman. Teknin ini dapat sangat
kuat dan bermanfaat, tetapi ada risiko bahwa mungkin dialami
oleh pasien sebagai serangan terhadap dirinya sendiri (Leuner,
2015).

commit 24
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

vi. Cairan ajaib.


Aplikasi imajiner dari berbagai cairan ajaib seperti mata air,
sungai, air susu ibu, susu sapi untuk menghilangkan rasa sakit
dan nyeri tubuh harus selalu dilakukan dengan hati-hati karena
reaksinya dapat ambivalen. Banyak tergantung pada apakah
pasien merasa nyaman secara subyektif dengan apa yang kita
coba capai dalam contoh yang diberikan. Dengan kata lain,
pasien harus memahami dan menerima maksud dan tujuan
perawatan (Leuner, 2015).
e) Metode psikoanalisis.
Dalam psikoanalisis, produksi pasien ada dua macam. Ada
mimpi buruk, yang diceritakan kembali selama jam terapi sebagai
kenangan, dan ada asosiasi bebas untuk isi mimpi-mimpi ini.
Masing-masing terjadi pada waktu yang berbeda, dalam keadaan
yang berbeda, dan pada tingkat kesadaran yang berbeda. Mencakup
kesenjangan ini tergantung pada keterampilan interpretatif
psikoanalis. Sebaliknya, GI menawarkan prosedur terapi yang
lebih terintegrasi; "dreamwork" (seperti lamunan) dan
"couchwork" dari berbagai jenis digabungkan dalam satu sesi. Ini
memungkinkan pasien untuk mengalami tingkat kesadaran yang
berbeda selama sesi itu sendiri. Di bawah perlindungan dan
bimbingan terapis, pasien dapat bergerak bolak-balik antara
gambar dan konsep, antara perasaan dan pemahaman, antara
ketakutan masa lalu dan potensi masa depan (Leuner, 2015).
Metode-metode ini saling tumpang tindih dan sering digunakan
bersama satu sama lain (Leuner, 2015).
b. Teknik Guided Imagery
Pasien ditempatkan di kursi yang nyaman dan diajarkan untuk
berlatih relaksasi, dengan sugesti yang menentramkan, menenangkan,
dan pernapasan teratur. Pasien kemudian diminta untuk membayangkan
gambar menyenangkan, seperti bunga, dan diminta untuk

commit 25
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menggambarkannya secara rinci dan detail, atau menyentuh atau


menciumnya. Keterlibatan gambar mempertinggi relaksasi dan
sebaliknya; pasien segera bisa menginduksi kesiapan untuk imagery
dengan cepat. Ketika pembelajaran seperti itu sudah lancar, terapis
merilekskan pasien dan mengsugestikan gambar untuk digunakan dalam
terapi misalnya padang rumput. Pasien diberitahu untuk mengangguk
ketika melihat dan kemudian menggambarkan adegan itu (Kaplan dan
Sadock, 2017).
Gambar spesifik yang digunakan dalam terapi diklasifikasikan
berupa dasar, menengah, atau lanjutan, sesuai dengan tingkat konflik
yang dialami dan keterampilan serta pelatihan yang diperlukan oleh
terapis. Gambar dasar termasuk padang rumput, sungai kecil, gunung,
rumah, dan kayu; gambar perantara termasuk naik mobil dan rumpun
pohon mawar (mewakili perasaan seksual perempuan dan laki-laki
terhadap lawan jenis); dan gambar tingkat lanjut adalah hal-hal seperti
rawa, gunung berapi, dan singa. Terapis mengikuti dan membimbing
dengan pertanyaan, seperti "Bisakah Anda menggambarkan itu?" "Apa
pendapat Anda tentang hal itu?" Atau "Apa yang Anda lihat?" (Kaplan
dan Sadock, 2017).
Pada dasarnya, guided imagery untuk relaksasi memiliki lima
langkah:
1) Posisi tubuh ditempatkan dengan nyaman.
2) Mengatur pernafasan dengan pernafasan perut (diagframa).
3) Pikirkan tempat yang membuat rileks dan nyaman
4) Bayangkan berada di tempat ini dengan semua indera.
5) Tinggal di tempat rileks yang pilihan selama yang inginkan (Alidina,
2012).
c. Indikasi, Kontraindikasi dan Resistensi Guided Imagery
1) Indikasi
Guided imagery digunakan untuk membantu mengajarkan
relaksasi psiko-fisiologis, untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala

commit 26
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lainnya, untuk merangsang respons penyembuhan dalam tubuh, dan


untuk membantu orang menoleransi prosedur dan perawatan dengan
lebih mudah. Imagery telah diperlihatkan lusinan penelitian untuk
dapat mempengaruhi hampir semua sistem kontrol fisiologis utama
tubuh seperti pernapasan, detak jantung, tekanan darah, tingkat
metabolisme dalam sel, mobilitas dan sekresi gastrointestinal, fungsi
seksual, dan bahkan responsif imun. Berikut ini adalah indikasi dari
guided imagery:
a) Untuk membantu mengurangi stres dan kecemasan akut atau
kronik.
b) Untuk mengurangi atau menghilangkan gejala setelah didiagnosis.
c) Untuk mempersiapkan operasi bedah atau prosedur lainnya.
d) Untuk membantu mengurangi atau mengelola efek samping obat
atau prosedur.
e) Untuk membantu pasien dan praktisi lebih memahami gejala.
f) Untuk meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit kronis.
g) Untuk membantu melawan penyakit melalui bekerja dengan proses
penyembuhan tubuh sendiri.
h) Untuk membantu mengelola kecemasan, ketakutan, dan rasa sakit.
i) Untuk membantu orang mempersiapkan perubahan termasuk gaya
hidup, kebiasaan, adaptasi terhadap penyakit, dan bahkan kematian
(Rossmann, 2007).
2) Kontraindikasi
Berikut ini adalah bebarapa kondisi kontraindikasi pemberian
invensi guide imagery:
a) Disorientasi, demensia, atau gangguan kognisi sebagai respons
terhadap agen farmakologis.
b) Ketidakmampuan untuk konsentrasi setidaknya 5-10 menit
c) Potensi litigasi (Rossmann, 2007).

commit 27
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Resistensi
Berikut ini adalah beberapa kondisi resistensi pada guided
imagery:
a) Tidak ingin mempraktikan imagery
b) Proses yang sulit atau tidak nyaman
c) Mengalami emosi yang kuat
d) Sering tertidur saat melakukan imagery
e) Terus-menerus mempertanyakan tentang guided imagery (Alidina,
2012).
d. Psikoneuroimunologi Guide Imagery
1) Neurobiologi Guided Imagery
Bagian dari sistem saraf yang mengendalikan stres dan relaksasi
disebut sistem saraf otonom. Sistem ini mengendalikan detak jantung,
pencernaan, tingkat pernapasan, air liur, keringat, ukuran pupil, libido
dan buang air kecil. Sistem saraf otonom memiliki dua sisi: satu sisi
menyebabkan stres, dan sisi lainnya menyebabkan rileks: sistem saraf
simpatik memicu respons stres - seperti akselerator. Sistem saraf
parasimpatis memicu respons relaksasi - seperti rem. Kondisi stres
dan relaksasi memiliki dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek
somatik. Dalam hal relaksasi, aspek kognisi mengacu pada
pengalaman jiwa sedangkan aspek somatik mengacu pada hal-hal
fisiologis seperti akitivitas saraf dan otot berkurang. Hal ini dikaitkan
dengan pengalaman emosi yang terjadi selama relaksasi. Emosi
diyakinkan berasal dari hipotalamus yang merupakan salah satu organ
dari sistem limbik. Hipotalamus membawa impuls dua arah dan
memulai perubahan kimia yang menyertai emosi tersebut. Sebuah
sistem umpan balik sehingga mendasari tindakan terpadu emosi,
kognisi, dan fisiologi. Di dalam kortek serebral terjadi interaksi yang
rumit antara banyak koneksi saraf, yang menghasilkan koneksi yang
melibatkan pikiran, emosi dan respon neurofisiologis yang

commit 28
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjalankan seluruh otak, yang memungkinkan untuk terjadinya


perbaikan konstan dari perilaku (Payne & Donagty, 2010).

Kortek Hipotalamus Simpatik


Parasimpatik

Gambar 3. Hubungan timbal balik antara otak dan organ fisiologis (Peyne et al,
2010).
Penelitian dengan pencitraan resonansi magnetik fungsional
menunjukkan bahwa ketika orang memvisualisasikan sesuatu atau
peristiwa, mereka mengaktifkan korteks oksipital dengan cara yang
sama ketika mereka benar-benar melihat hal atau peristiwa yang sama.
Demikian pula, korteks temporal diaktifkan ketika musik atau ucapan
dibayangkan, dan motorik atau area motorik korteks diaktifkan ketika
seseorang membayangkan gerakan. Aktivasi kortikal ini mengirimkan
pesan saraf dan neurokimia ke pusat otak yang lebih rendah yang
dapat mengaktifkan atau menonaktifkan respons stres. Neuropeptida
juga dapat memengaruhi fisiologi dari kejauhan dan dapat
memodifikasi keadaan fisiologis, termasuk tekanan darah, mekanisme
pembekuan, dan imunitas (Rossmann, 2007).
2) Hipothalamus Pituitary Adrenal (HPA) Axis dan Guided Imagery
Stres kronis yang mengakibatkan peningkatan aktivitas aksis
HPA mungkin memainkan peran penting. Sumbu HPA adalah
mediator utama dari respons stres fisiologis, dan stres kronis, melalui
mekanisme neuroendokrin yang menghasilkan hiperkortisolisme.
Penelitian pada remaja yang dilakukan intervensi guided imagery,
subjek menghadiri semua sesi dan menyatakan penerimaan intervensi
guided imagery. Terjadi pengurangan yang signifikan kortisol saliva
pada kelompok guided imagery dalam tiga dari empat sesi, dan tidak
ada pengurangan kortisol pada kelompok kontrol. Keempat sesi yang
digabungkan, ada efek antar kelompok yang signifikan untuk
perubahan kortisol saliva pada guided imagery versus kontrol (p >
0,007). Ukuran efek perubahan kortisol pada kelompok guided

commit 29
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

imagery adalah sedang hingga sangat tinggi pada empat sesi


(Weigensberg et al., 2009). Selain terjadi penurunan tingkat anxetas
dan depresi, guided imagery juga dapat menurunkan tingkat kortisol
dan amylase pada minggun ketiga intervensi (Charalambous et al.,
2015).
Penelitian lainnya mengukur peningkatan variabilitas detak
jantung menunjukkan penurunan kortisol yang signifikan setelah
dilakukan guided imagery. Guided imagery dapat mengstimulus
sistem pengaruh yang menenangkan dan melemahkan aktivitas aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal pada beberapa individu yang kritis
terhadap diri sendiri, dengan gaya perlekatan yang tidak aman
mendapatkan manfaat dari guided imagery (Rockliff et al., 2008).
Penelitian lainnya terhadap wanita yang mengalami sindrom
polikistik ovalurium yang dilakukan intervensi guided imagery juga
menunjukan adanya pernurunan kortisol saliva setelah 6 minggu
intervensi (Barry et al., 2017). Penelitian pada ibu postpartum yang
anaknya dirawat di ruang neonatus intensive care unit (NICU)
dilakukan intervensi guided imagery menunjukan awakening cortisol
level yang lebih rendah dan respons kebangkitan kortisol yang lebih
besar (Howland et al., 2017). Sebuah penelitian lainnya menunjukan
tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam tingkat
CRH antara kelompok pada guided imagery dengan kelompok kontrol
pada 8 atau 12 minggu (Jallo et al., 2014).
Sebuah penelitian randomized controlled trial (RCT)
menunjukkan pengurangan yang signifikan dari aksis HPA dan
aktivitas sistem SAM serta kecemasan pada wanita hamil setelah
kedua latihan relaksasi aktif. Latihan relaksasi pasif juga efektif dalam
menekan pelepasan hormon stres (Urech et al., 2010). Penetilitan efek
jangka panjang dari relaksasi aktif mungkin melebihi efek dari
istirahat biasa yang mungkin terkait dengan hasil yang berbeda dalam
poros sistem HPA dan variabel SAM selama program latihan jangka

commit 30
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

panjang. Penelitian ini untuk pertama kalinya melaporkan penurunan


berkelanjutan dalam konsentrasi ACTH pada wanita hamil dalam
kondisi relaksasi. Selain itu, kami menemukan penurunan kortisol
(Field et al., 2004).
3) Imunologi dan Guided imagery
Intervensi guided imagery dan relaksasi dapat mengurangi stres
dan memungkinkan sistem kekebalan berfungsi lebih efektif.
Perubahan fungsi sistem kekebalan tubuh berkorelasi dengan
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih atau dengan
perubahan neutrofil adherence. Stres / relaksasi dapat menjelaskan
perubahan kualitatif (sifat neutrofil adherence) atau kuantitatif
(jumlah sel darah putih) dalam fungsi sistem kekebalan. Imagery
spesifik sel dapat memprediksi perubahan kategori sel darah putih
(mis., Tipe sel darah putih — neutrofil atau limfosit) dalam jumlah sel
darah putih. Latihan atau proses kognitif aktif yang terlibat dalam
tahap awal guided imagery dikaitkan dengan penurunan neutrofil
adherence. Sebaliknya, relaksasi tanpa guided imagery dikaitkan
dengan peningkatan neutrofil adherence. Penurunan jumlah leukosit
hanya terjadi pada tahap awal paparan guided imagery atau / dan
intervensi relaksasi. Namun, setelah 4 sampai 5 minggu pelatihan,
jumlah sel darah putih meningkat. Peningkatan jumlah sel darah putih
dapat disebabkan oleh peningkatan produksi sel darah putih, terjadi
sebagai akibat dari peningkatan relaksasi setelah praktik visualisasi
yang luas, dan penurunan jumlah sel darah putih pada tahap awal
pelatihan visualisasi disebabkan oleh penurunan produksi sel darah
putih, karena hasil dari stres yang mungkin timbul dari upaya untuk
mempelajari teknik pelatihan baru. Penurunan dan peningkatan
jumlah sel darah putih dapat disebabkan oleh efek marginasi, yang
berarti bahwa pelatihan guided imagery dapat mengubah pergerakan
sel darah putih dan lokasi sel darah putih dalam tubuh (Trakhtenberg,
2008).

commit 31
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penelitian lainnya yang mengukur interluekin (IL) 1β terjadi


penurunan yang signifikan secara statistik setelah dilakukan guided
imagery selama 8 minggu (Lewandowski et al., 2011). Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara guided imagery dan
kelompok kontrol pada tingkat sitokin pro-dan anti-inflamasi atau C-
reactive protein (CRP) pada awal, 6 minggu atau 10 minggu. Namun,
ada kecenderungan peningkatan IL-7 pada kelompok guided imagery
setelah 6 minggu. Tingkat CRP untuk semua partisipan meningkat
tetapi menunjukkan sedikit variasi dari awal, 6 minggu, hingga 10
minggu (Menzies et al., 2014).
4) Autonomic Nervus System dan Guided Imagery
Penelitian RCT oleh Urech et al., 2010 untuk pertama kalinya
melaporkan penurunan norepinefrine saliva, tetapi tidak dalam
konsentrasi epinefrine (Urech et al., 2010). Satu studi yang menilai
reaktivitas sistem SAM dengan mengukur reaktivitas norepinefrine
dan epinertine tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna
setelah dilakukan intervensi dengan kelompok kontrol, pada wanita
hamil kadar NE yang lebih rendah dapat diartikan bermanfaat karena
berhubungan dengan lebih sedikit kecemasan dan pengurangan
vasokonstriksi, terutama di arteri uterin (Teixeira et al., 2005).
Penurunan detak jantung pada kelompok relaksasi aktif dapat
menunjukkan peningkatan aktivasi sistem parasimpatis, yang
terutama terlibat dalam proses regenerasi dan relaksasi. Ini mungkin
menjelaskan perbedaan dalam pola hasil sistem detak jantung, tekanan
darah dan sistem SAM. Parameter sistem tekanan darah dan sistem
SAM sebagian besar mencerminkan aktivasi sistem saraf simpatik
(Urech et al., 2010).
e. Intervensi Guided Imagery pada Ibu Hamil
Penelitian terhadap 44 remaja hamil dengan menggunakan
intervensi guided imagery berupa rekaman suara selama kurang lebih 13
menit, hasil penelitian ini menunjukan skor PSM-9 sesi pre dan post

commit 32
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

peserta pada tiga dari empat sesi terjadi pengurangan yang signifikan.
Tingkat stres awal peserta juga menurun secara signifikan di empat sesi
mendengarkan. Penurunan terbesar terjadi pada awal sesi, dengan efek
berkurang seiring berjalannya waktu (Flynn et al., 2016). Penelitian lain
merupakan langkah awal dalam mengevaluasi efektivitas intervensi
guided imagery dalam mengurangi stres yang dirasakan dan
memengaruhi ukuran fisiologis stres pada wanita hamil berisiko tinggi
yang dirawat di rumah sakit Amerika Serikat. Studi ini memberikan bukti
awal bahwa intervensi guided imagery mungkin efektif dalam
mengurangi stres ibu. Hasil menunjukkan bahwa setelah mendengarkan
intervensi guided imagery, wanita hamil yang dirawat di rumah sakit
melaporkan berkurangnya stres yang dirasakan dan guided imagery
memengaruhi respons fisiologis yang dibuktikan dengan penurunan
tekanan darah sistolik. Mengenai intervensi, semua peserta
mendokumentasikan komentar positif, dan sebagian besar masalah yang
dihadapi terkait dengan lingkungan rumah sakit, bukan intervensi guided
imagery (Jallo et al., 2013).
Penggunaan rekaman audio relaxation-based guided imagery
selama kehamilan menurunkan tingkat pernapasan dan jantung,
menurunkan tekanan darah (DiPietro, 2012), dan mengurangi stres
harian, ansietas, dan kelelahan yang dirasakan pada wanita hamil (Jallo
et al., 2014). Guided imagery juga meningkatkan ikatan ibu-janin pada
wanita dengan kehamilan yang tidak direncanakan (Kordi et al., 2016).
Pemantauan janin menunjukkan perubahan fisiologis seperti penurunan
denyut jantung janin dan penekanan aktivitas motorik janin sementara
seorang wanita hamil berpartisipasi pada guided imagery, menunjukkan
bahwa janin juga berpartisipasi pada relaksasi ibu (Fink et al., 2011).
Penelitian yang menguji kepatuhan terhadap guided imagery pada
wanita yang mengalami persalinan prematur serta prediktor yang
memengaruhi kepatuhan. Masing-masing dari 57 wanita yang
berpartisipasi menerima pemutar MP3 mini yang berisi program audio

commit 33
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

guided imagery 13 menit setiap hari sampai melahirkan. Hasil penelitian


ini menunjukan tingkat kepatuhan total adalah 58%. Kepatuhan yang
lebih tinggi diprediksi oleh adanya setidaknya pendidikan tinggi (p =
0,006), stres yang lebih besar (p = 0,006), risiko lebih tinggi kelahiran
prematur (p <0,001), dan efek relaksasi yang lebih besar (p = 0,028). Usia
ibu yang lebih tua dikaitkan dengan kepatuhan yang lebih rendah (p =
0,001). Kepatuhan menurun secara signifikan dari waktu ke waktu (p <
0,001). Kepatuhan tidak terkait dengan status perkawinan, pekerjaan,
paritas, tingkat dasar ansietas, atau rawat inap. Wanita hamil dengan
risiko tinggi untuk kelahiran prematur dan stres yang dirasakan lebih
besar menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi terhadap guided imagery
(Chuang et al., 2015).
8. Pemeriksaan Kortisol
Korteks adrenal mengeluarkan kortisol sebagai respons terhadap
ACTH, ritme diurnal, dan stres. Sejauh ini analit serum yang paling sering
dipesan yang digunakan untuk mengukur fungsi korteks adrenal adalah
kortisol. Sekresi kortisol oleh korteks adrenal dirangsang oleh hormon
hipofisis ACTH. Sekresi ACTH, pada gilirannya, dirangsang oleh hormon
hipotalamus CRH. Kadar serumnya di bawah kontrol diurnal sehingga
kadar ACTH serum memuncak pada sekitar 200 pg / mL pada jam pagi
(sekitar jam 7:00 pagi), tetapi turun ke nilai terendahnya sekitar 100 pg / mL
pada tengah malam. Sekresi kortisol mengikuti sekresi ACTH sehingga
kadar serumnya tertinggi pada 8:00 – 9:00 pagi. Kortisol menghambat
sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis baik dengan secara langsung
memblokir sekresi ACTH hipofisis dan dengan menghambat sekresi CRH
oleh hipotalamus (McPherson & Pincus, 2011).
Sekitar 90% dari kortisol yang bersirkulasi terikat dengan protein
serum, yang 10% -20% terikat dengan albumin, dan sisanya terikat dengan
transkortin glikoprotein (cortisol-binding globulin [CBG]). Sisa 10% dari
kortisol yang bersirkulasi adalah hormon bebas yang tidak terikat. Salah
satu metode paling awal dan paling sederhana yang digunakan untuk

commit 34
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menentukan kortisol serum adalah uji fluorometrik dan metode yang lebih
spesifik untuk estimasi kortisol adalah immunoassay. Keuntungan termasuk
volume spesimen kecil dan waktu penyelesaian yang cepat. Metode
immunoassay nonisotop menggunakan pelacak organologam, polarisasi
fluoresensi, dan teknik immunoassay enzim juga telah dikembangkan untuk
penentuan kortisol. Kerugian utama dari semua tes kortisol ini terus menjadi
kurang spesifik (McPherson & Pincus, 2011).
Kortisol serum dikumpulkan dalam tabung tanpa aditif (red-top).
Nilai referensi untuk kortisol serum untuk pria dan wanita secara kasar
berkisar antara 5-25 μg / dL (140-690 nmol / L) pada jam 8 pagi sampai 10
pagi, turun menjadi sekitar 3-12 μg / dL (80-330 nmol / L) jam 4 sore.
Karena perubahan besar dalam kadar kortisol basal yang dihasilkan dari
pola sekresi diurnal dan ultradiannya, uji kortisol serum paling berguna
ketika dievaluasi dalam konteks manipulasi dinamis (mis. Stimulasi atau
penekan adrenal) (McPherson & Pincus, 2011).
9. Instrumen
Pada penelitian ini menggunakan instrumen Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) atau Hamilton Rating Scale fot Anxiety (HAM-A) untuk
mengukur ansietas. Hamilton Anxiety Rating Scale telah digunakan sejak
tahun 1959 sampai sekarang dan merupakan salah satu skala penilaian
pertama untuk mengukur tingkat keparahan gejala kecemasan yang
dirasakan. Hamilton Anxiety Rating Scale dianggap sebagai salah satu skala
penilaian yang paling banyak digunakan, dan telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Kanton, Prancis, dan Spanyol, termasuk dalam bahasa Indonesia
(Thompson, 2015).
Hamilton Anxiety Rating Scale terdiri dari 14 elemen yang
didefinisikan berdasarkan gejala, dan memenuhi gejala psikologis dan
somatik, yang terdiri dari perasaan cemas; tension (termasuk respons yang
mengejutkan, kelelahan, kegelisahan); ketakutan (termasuk gelap/orang
asing/orang banyak); insomnia; 'Intelektual' (memori buruk / sulit
berkonsentrasi); mood yang tertekan (termasuk anhedonia); gejala somatik

commit 35
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(termasuk kesakitan dan nyeri, kekakuan, bruxisme); sensorik (termasuk


tinitus, penglihatan kabur); kardiovaskular (termasuk takikardia dan
palpitasi); pernapasan (sesak dada, tersedak); gastrointestinal (termasuk
gejala tipe sindrom iritasi usus); genitourinari (termasuk frekuensi kemih,
kehilangan libido); otonom (termasuk mulut kering, sakit kepala tension)
dan perilaku yang diamati saat wawancara (resah, gelisah, dll) (Thompson,
2015).
Setiap item dinilai pada skor numerik dasar dari 0 (tidak ada) sampai
4 (parah):

1) Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan


2) 14-20 = kecemasan ringan
3) 21-27 = kecemasan sedang
4) 28-41 = kecemasan berat
5) 42-56 = kecemasan berat sekali (Hawari, 2008).

commit 36
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Berpikir

Ibu Hamil

S Sosial:
Biologi:
Usia muda, tidak mempunyai pasangan,
Ketidakseimbangan hormonal T
dan neurotransmitter. pendidikan rendah, ekonomi rendah,
R tidak ada dukungan keluarga atau
pasangan, dll.
Psikologi: E
Riwayat gangguan mental, persepsi Komplikasi:
S Komplikasi obstetri berat
diri dan harga diri rendah,
kehamilan tidak diharapkan atau O seperti anemia, hipertensi dan
direncanakan, body image, dll pendarahan, dll
R

Kortek Sensorik
Guided
Talamus
Imagery
Lokus Caerolus Amigdala
Kortek Transeksional

Simpatik Parasimpatik
Hipotalamus

CRH Hipokampus
Medula Aderenal

Hipofisis

ACTH
Norepnefrine/epinefrine
Kortek Adrenal

Ansietas Kortisol

: Perjalanan penyakit

: Perjalanan Intervensi

Gambar 4. Kerangka berpikir

commit 37
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Konsep

Ibu Hamil

Sosial:
Biologi: S
Usia muda, tidak mempunyai
Ketidakseimbangan hormonal
T pasangan, pendidikan rendah, ekonomi
dan neurotransmitter.
rendah, tidak ada dukungan keluarga
R atau pasangan, dll.
Psikologi: E
Riwayat gangguan mental, persepsi Komplikasi:
S Komplikasi obstetri berat
diri dan harga diri rendah,
kehamilan tidak diharapkan atau seperti anemia, hipertensi dan
O
direncanakan, body image, dll pendarahan, dll
R

Guided Imagery

Aksis HPA Aksis SAM

Kortisol NE/ E

Ansietas

Gambar 5. Kerangka Konsep

Stres yang terjadi pada ibu hamil baik itu biopsikososial dan
komplikasi selama kehamilan akan mengaktivasi aksis HPAdan SAM. Stres
mengaktivasi sistem SM pada badan sel neuron Norepinefrin (NE) di Locus
Ceruleus (LC) sehingga sekresi NE meningkat di otak, dan epinefrin
melalui saraf simpatis dan medula adrenal meningkat di aliran darah. Stres
secara simultan memicu pelepasan Corticotropin Releasing Hormone
(CRH) dari neuron pada hipotalamus dan kortek serebri. CRH mengaktivasi

commit 38
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sintesis dan pelepasan Adenocorticotropin Hormone (ACTH) dari pituitary


anterior, kemudian ACTH memicu pelepasan kortisol dari korteks adrenal.
CRH juga memiliki koneksi timbal balik dengan neuron locus ceruleus,
yang berperan dalam aktivasi ganglia simpatis untuk menghasilkan
norepinefrin dan neuropeptida, dan medula adrenal untuk mengeluarkan
katekolamin ke dalam sirkulasi. Peningkatkan kadar katekolamin akan
menyebabkan terjadinya ansietas pada ibu hamil (Kaplan & Sadock, 2010).
Guided imagery merupakan suatu psikoterapi dengan teknik
relaksasi dengan menggunakan kata-kata dan suara yang menenangkan
untuk mengarahkan pengguna membayangkan keadaan psikologis atau
fisiologis dengan santai (Jallo et al., 2014). Relaksasi yang terjadi akan
mengaktivasi sistem saraf parasimpatik, sehingga menekan sistem saraf
simpatik, yang kemudian akan menyebabkan penurunan katekolamin.
Karena CRF dan neuron locus ceruleus bersifat timbal balik, maka terjadi
penurunan kadar kortisol sebagai produk dari aksis HPA ((Kaplan &
Sadock, 2010). Dalam penelitan ini menggunakan menggunakan HARS
untuk mengukur ansietas dan kortisol sebagai biomarker dari stres.

commit 39
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:


1. Guided imagery menurunkan kecemasan pada ibu hamil di Poli rawat
jalan Obstetri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.
2. Guided imagery menurunkan kadar kortisol pada ibu hamil di Poli rawat
jalan Obstetri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.

commit 40
to user

Anda mungkin juga menyukai