id
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Epidemiologi
Prevalensi ansietas bervariasi berdasarkan wilayah geografis dan
etnis. Menurut data WHO tahun 2015 ansietas yang terjadi di region Asia
Tenggara 23 % dengan 60 juta kasus yang terlaporkan. Prevalensi 12 bulan
gangguan ansietas adalah 5,6 – 19,3 %. Prevalensi yang lebih tinggi terjadi
pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi ansietas yang
terjadi di Indonesia menurut WHO 3,3 % dari populasi dengan kurang lebih
8,1 juta total kasus yang terlaporkan. Prevalensi ini masih tinggi bila
dibandingkan dengan India 3 % dan Timor Leste 2,9 %.
Ansietas perinatal mengacu pada ansietas yang dialami selama
periode antenatal (kehamilan) dan / atau postpartum (12 bulan pertama
setelah kelahiran). Sistematic review yang dilakukan Leach et al. (2015)
menunjukkan prevalensi gangguan ansietas perinatal bervariasi antar
negara, menunjukkan bahwa antara 2,6% - 36,9% wanita mengalami
gangguan ansietas selama kehamilan dan 3,7 - 20% selama periode
postpartum. Sebuah studi observasional, cross–sectional pada 174 wanita
hamil trimester ketiga di Spanyol menemukan bahwa tingkat ansietas pada
wanita hamil lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum (Garcio
et al., 2010). Prevalensi ansietas antenatal di Inggris sebesar 14 %
(Handerson & Meggie, 2014). Selama kehamilan, 5 % mengalami gangguan
panik dan 10 % mengalami gangguan ansietas menyeluruh (Goodman et
al., 2014), dan 20 % post traumatic stress disorder (PTSD) (Zar dan Stein,
2017). Sebuah penelitian berbasis populasi yang dilakukan di Swedia pada
916 wanita hamil trimester pertama mengestimasi bahwa prevalensi
simptom ansietas 15,6 % dan resiko peningkatan simptom ansietas terjadi
pada wanita di bawah 25 tahun (Rubertsson et al., 2014).
commit to
7 user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Faktor Resiko
a. Biologi
Kemungkinan seseorang menderita gangguan ansietas 4 sampai 6
kali lebih besar bila keluarga tingkat pertama mengalami gangguan
ansietas dengan membandingkan individu yang keluarga tidak menderita
gangguan ansietas. Saudara kembar yang menderita gangguan ansietas
50 % beresiko mengalami gangguan ansietas. Hal ini disebabkan oleh
Catechol-O-Methyltransferase (COMT) 158 Val alel, transporter
serotonin (SLC6A4, juga dikenal sebagai 5-HTT), Brain-Derived
Neurotropic Factor (BDNF), Hipothalamus Pituitary Adrenal Axis, dan
enzim Glutamate Acid Decarboxylase 1 (GAD 1) (Kaplan & Sadock,
2017).
b. Psikologi
Riwayat masa lalu seperti gangguan psikiatri sebelum hamil
merupakan faktor risiko utama pada ansietas (Giardinelli et al., 2012;
Goodman & Viola, 2010). Individu dengan riwayat kesehatan mental
yang buruk mungkin memiliki respons yang lebih tinggi terhadap
peristiwa yang membuat stres daripada yang tidak memiliki (Post, 1992).
Riwayat atau pengalaman buruk yang tidak menyenangkan pada
kelahiran (Giardinelli et al., 2012). Persepsi diri negatif atau harga diri
yang rendah merupakan faktor penting yang terkait dengan ansietas
selama kehamilan, sementara sikap atau pikiran negatif terhadap janin
atau bayi baru juga dikaitkan dengan ansietas yang lebih tinggi (Leach et
al., 2014). Kehamilan yang tidak terencana atau kehamilan yang tidak
diinginkan (Giardinelli et al., 2012), serta mengalami peristiwa
kehidupan yang penuh stres baru-baru ini juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko ansietas perinatal (Leach et al., 2014).
Saat mendekati akhir kehamilan, masalah praktis adalah
berhubungan dengan kedatangan seorang bayi (sebagai contoh:
perawatan bayi, pakaian bayi dan finansial). Disamping itu, melakukan
commit to
8 user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to
9 user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 10
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 11
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 12
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 13
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 1. Regulasi aksis HPA pada maternal stres. Efek stres ibu pada aliran darah
uteroplasenta dan regulasi hormon pada ibu, plasenta, dan janin, dan pada
perkembangan janin dan lamanya kehamilan. Pengaruh pengaktifan ditunjukkan
dengan garis tebal; efek penghambatan, termasuk umpan balik negatif, dengan garis
putus-putus. Kehadiran mekanisme umpan-maju di kedua sisi plasenta diwakili oleh
garis tebal (Mulder et al., 2002).
commit 14
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 15
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 16
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 17
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 18
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
di Hysteria oleh Breuer dan Freud pada tahun 1895. Tetapi Freud
melanjutkan untuk mengembangkan terapi psikoanalitiknya pada jalur
selain yang ditunjukkan oleh pengalaman pertama dengan keadaan
hipnagogik. Pada tahun 1913 Frank psikiater Wina, mengevaluasi kembali
kejadian spontan penglihatan hipnagogis di bawah relaksasi yang dalam.
Dia menyebut tekniknya "Metode Cathartic", menggunakan istilah lama
Breuer. Pada tahun 1922, psikiater Jerman yang terkenal, Kretschmer
menawarkan deskripsi baru tentang fenomena tersebut. Ia menyebut
penglihatan batin ini Bildstreifendenken, yang berarti berpikir dalam bentuk
film. Dia menunjukkan seberapa dekat mereka terkait dengan dream-work
yang dipelajari oleh Freud (Leuner, 2015).
Pada tahun 1948 studi eksperimental jangka panjang tentang
keefektifan imagery dalam psikoterapi. Publikasi pertama yang terbit pada
tahun 1954, menyajikan metode psikodinamik baru yang berguna untuk
diagnosis dan untuk memeriksa keefektifan terapi, disebut "Experimentelles
katathymes Bilderleben" (EkB), yang berarti secara eksperimental diinduksi
imagery katathymic. Istilah "imagery katathymic" mengacu pada
penglihatan batin yang terjadi sesuai dengan dan terkait dengan pengaruh
dan emosi, yang diciptakan oleh Ernst Maier, rekan kerja dari Eugen
Bleuler. Pada tahun-tahun berikutnya sistem psikoterapi praktis yang jelas
yang dikenal di Jerman dengan nama Symboldrama. Metode ini pertama kali
diperkenalkan ke Amerika Serikat oleh William Swartley. Artikelnya
menekankan penggunaan metode ini secara diagnostik, yang disebutnya
"Initiated Symbol Projection" (ISP). Memfokuskan perhatian lebih pada
aspek terapeutik, R. Krojanker menerbitkan sebuah artikel tentang Drama
Simbolik. Makalah ini menyajikan survei umum singkat dari metode ini
dengan referensi khusus untuk berbagai alat terapi yang digunakan untuk
psikoterapi intensif yang berorientasi analitis. Makalah ini yang
dipublikasikan tentang metode Guided Affective Imagery (GAI), untuk
tampil dalam bahasa Inggris (Leuner, 2015).
a. Tools
commit 19
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 20
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 21
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 22
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 23
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 24
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 25
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 26
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 27
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3) Resistensi
Berikut ini adalah beberapa kondisi resistensi pada guided
imagery:
a) Tidak ingin mempraktikan imagery
b) Proses yang sulit atau tidak nyaman
c) Mengalami emosi yang kuat
d) Sering tertidur saat melakukan imagery
e) Terus-menerus mempertanyakan tentang guided imagery (Alidina,
2012).
d. Psikoneuroimunologi Guide Imagery
1) Neurobiologi Guided Imagery
Bagian dari sistem saraf yang mengendalikan stres dan relaksasi
disebut sistem saraf otonom. Sistem ini mengendalikan detak jantung,
pencernaan, tingkat pernapasan, air liur, keringat, ukuran pupil, libido
dan buang air kecil. Sistem saraf otonom memiliki dua sisi: satu sisi
menyebabkan stres, dan sisi lainnya menyebabkan rileks: sistem saraf
simpatik memicu respons stres - seperti akselerator. Sistem saraf
parasimpatis memicu respons relaksasi - seperti rem. Kondisi stres
dan relaksasi memiliki dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek
somatik. Dalam hal relaksasi, aspek kognisi mengacu pada
pengalaman jiwa sedangkan aspek somatik mengacu pada hal-hal
fisiologis seperti akitivitas saraf dan otot berkurang. Hal ini dikaitkan
dengan pengalaman emosi yang terjadi selama relaksasi. Emosi
diyakinkan berasal dari hipotalamus yang merupakan salah satu organ
dari sistem limbik. Hipotalamus membawa impuls dua arah dan
memulai perubahan kimia yang menyertai emosi tersebut. Sebuah
sistem umpan balik sehingga mendasari tindakan terpadu emosi,
kognisi, dan fisiologi. Di dalam kortek serebral terjadi interaksi yang
rumit antara banyak koneksi saraf, yang menghasilkan koneksi yang
melibatkan pikiran, emosi dan respon neurofisiologis yang
commit 28
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 3. Hubungan timbal balik antara otak dan organ fisiologis (Peyne et al,
2010).
Penelitian dengan pencitraan resonansi magnetik fungsional
menunjukkan bahwa ketika orang memvisualisasikan sesuatu atau
peristiwa, mereka mengaktifkan korteks oksipital dengan cara yang
sama ketika mereka benar-benar melihat hal atau peristiwa yang sama.
Demikian pula, korteks temporal diaktifkan ketika musik atau ucapan
dibayangkan, dan motorik atau area motorik korteks diaktifkan ketika
seseorang membayangkan gerakan. Aktivasi kortikal ini mengirimkan
pesan saraf dan neurokimia ke pusat otak yang lebih rendah yang
dapat mengaktifkan atau menonaktifkan respons stres. Neuropeptida
juga dapat memengaruhi fisiologi dari kejauhan dan dapat
memodifikasi keadaan fisiologis, termasuk tekanan darah, mekanisme
pembekuan, dan imunitas (Rossmann, 2007).
2) Hipothalamus Pituitary Adrenal (HPA) Axis dan Guided Imagery
Stres kronis yang mengakibatkan peningkatan aktivitas aksis
HPA mungkin memainkan peran penting. Sumbu HPA adalah
mediator utama dari respons stres fisiologis, dan stres kronis, melalui
mekanisme neuroendokrin yang menghasilkan hiperkortisolisme.
Penelitian pada remaja yang dilakukan intervensi guided imagery,
subjek menghadiri semua sesi dan menyatakan penerimaan intervensi
guided imagery. Terjadi pengurangan yang signifikan kortisol saliva
pada kelompok guided imagery dalam tiga dari empat sesi, dan tidak
ada pengurangan kortisol pada kelompok kontrol. Keempat sesi yang
digabungkan, ada efek antar kelompok yang signifikan untuk
perubahan kortisol saliva pada guided imagery versus kontrol (p >
0,007). Ukuran efek perubahan kortisol pada kelompok guided
commit 29
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 30
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 31
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 32
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
peserta pada tiga dari empat sesi terjadi pengurangan yang signifikan.
Tingkat stres awal peserta juga menurun secara signifikan di empat sesi
mendengarkan. Penurunan terbesar terjadi pada awal sesi, dengan efek
berkurang seiring berjalannya waktu (Flynn et al., 2016). Penelitian lain
merupakan langkah awal dalam mengevaluasi efektivitas intervensi
guided imagery dalam mengurangi stres yang dirasakan dan
memengaruhi ukuran fisiologis stres pada wanita hamil berisiko tinggi
yang dirawat di rumah sakit Amerika Serikat. Studi ini memberikan bukti
awal bahwa intervensi guided imagery mungkin efektif dalam
mengurangi stres ibu. Hasil menunjukkan bahwa setelah mendengarkan
intervensi guided imagery, wanita hamil yang dirawat di rumah sakit
melaporkan berkurangnya stres yang dirasakan dan guided imagery
memengaruhi respons fisiologis yang dibuktikan dengan penurunan
tekanan darah sistolik. Mengenai intervensi, semua peserta
mendokumentasikan komentar positif, dan sebagian besar masalah yang
dihadapi terkait dengan lingkungan rumah sakit, bukan intervensi guided
imagery (Jallo et al., 2013).
Penggunaan rekaman audio relaxation-based guided imagery
selama kehamilan menurunkan tingkat pernapasan dan jantung,
menurunkan tekanan darah (DiPietro, 2012), dan mengurangi stres
harian, ansietas, dan kelelahan yang dirasakan pada wanita hamil (Jallo
et al., 2014). Guided imagery juga meningkatkan ikatan ibu-janin pada
wanita dengan kehamilan yang tidak direncanakan (Kordi et al., 2016).
Pemantauan janin menunjukkan perubahan fisiologis seperti penurunan
denyut jantung janin dan penekanan aktivitas motorik janin sementara
seorang wanita hamil berpartisipasi pada guided imagery, menunjukkan
bahwa janin juga berpartisipasi pada relaksasi ibu (Fink et al., 2011).
Penelitian yang menguji kepatuhan terhadap guided imagery pada
wanita yang mengalami persalinan prematur serta prediktor yang
memengaruhi kepatuhan. Masing-masing dari 57 wanita yang
berpartisipasi menerima pemutar MP3 mini yang berisi program audio
commit 33
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 34
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menentukan kortisol serum adalah uji fluorometrik dan metode yang lebih
spesifik untuk estimasi kortisol adalah immunoassay. Keuntungan termasuk
volume spesimen kecil dan waktu penyelesaian yang cepat. Metode
immunoassay nonisotop menggunakan pelacak organologam, polarisasi
fluoresensi, dan teknik immunoassay enzim juga telah dikembangkan untuk
penentuan kortisol. Kerugian utama dari semua tes kortisol ini terus menjadi
kurang spesifik (McPherson & Pincus, 2011).
Kortisol serum dikumpulkan dalam tabung tanpa aditif (red-top).
Nilai referensi untuk kortisol serum untuk pria dan wanita secara kasar
berkisar antara 5-25 μg / dL (140-690 nmol / L) pada jam 8 pagi sampai 10
pagi, turun menjadi sekitar 3-12 μg / dL (80-330 nmol / L) jam 4 sore.
Karena perubahan besar dalam kadar kortisol basal yang dihasilkan dari
pola sekresi diurnal dan ultradiannya, uji kortisol serum paling berguna
ketika dievaluasi dalam konteks manipulasi dinamis (mis. Stimulasi atau
penekan adrenal) (McPherson & Pincus, 2011).
9. Instrumen
Pada penelitian ini menggunakan instrumen Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) atau Hamilton Rating Scale fot Anxiety (HAM-A) untuk
mengukur ansietas. Hamilton Anxiety Rating Scale telah digunakan sejak
tahun 1959 sampai sekarang dan merupakan salah satu skala penilaian
pertama untuk mengukur tingkat keparahan gejala kecemasan yang
dirasakan. Hamilton Anxiety Rating Scale dianggap sebagai salah satu skala
penilaian yang paling banyak digunakan, dan telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Kanton, Prancis, dan Spanyol, termasuk dalam bahasa Indonesia
(Thompson, 2015).
Hamilton Anxiety Rating Scale terdiri dari 14 elemen yang
didefinisikan berdasarkan gejala, dan memenuhi gejala psikologis dan
somatik, yang terdiri dari perasaan cemas; tension (termasuk respons yang
mengejutkan, kelelahan, kegelisahan); ketakutan (termasuk gelap/orang
asing/orang banyak); insomnia; 'Intelektual' (memori buruk / sulit
berkonsentrasi); mood yang tertekan (termasuk anhedonia); gejala somatik
commit 35
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 36
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir
Ibu Hamil
S Sosial:
Biologi:
Usia muda, tidak mempunyai pasangan,
Ketidakseimbangan hormonal T
dan neurotransmitter. pendidikan rendah, ekonomi rendah,
R tidak ada dukungan keluarga atau
pasangan, dll.
Psikologi: E
Riwayat gangguan mental, persepsi Komplikasi:
S Komplikasi obstetri berat
diri dan harga diri rendah,
kehamilan tidak diharapkan atau O seperti anemia, hipertensi dan
direncanakan, body image, dll pendarahan, dll
R
Kortek Sensorik
Guided
Talamus
Imagery
Lokus Caerolus Amigdala
Kortek Transeksional
Simpatik Parasimpatik
Hipotalamus
CRH Hipokampus
Medula Aderenal
Hipofisis
ACTH
Norepnefrine/epinefrine
Kortek Adrenal
Ansietas Kortisol
: Perjalanan penyakit
: Perjalanan Intervensi
commit 37
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Kerangka Konsep
Ibu Hamil
Sosial:
Biologi: S
Usia muda, tidak mempunyai
Ketidakseimbangan hormonal
T pasangan, pendidikan rendah, ekonomi
dan neurotransmitter.
rendah, tidak ada dukungan keluarga
R atau pasangan, dll.
Psikologi: E
Riwayat gangguan mental, persepsi Komplikasi:
S Komplikasi obstetri berat
diri dan harga diri rendah,
kehamilan tidak diharapkan atau seperti anemia, hipertensi dan
O
direncanakan, body image, dll pendarahan, dll
R
Guided Imagery
Kortisol NE/ E
Ansietas
Stres yang terjadi pada ibu hamil baik itu biopsikososial dan
komplikasi selama kehamilan akan mengaktivasi aksis HPAdan SAM. Stres
mengaktivasi sistem SM pada badan sel neuron Norepinefrin (NE) di Locus
Ceruleus (LC) sehingga sekresi NE meningkat di otak, dan epinefrin
melalui saraf simpatis dan medula adrenal meningkat di aliran darah. Stres
secara simultan memicu pelepasan Corticotropin Releasing Hormone
(CRH) dari neuron pada hipotalamus dan kortek serebri. CRH mengaktivasi
commit 38
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit 39
to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis
commit 40
to user