Pembimbing :
dr. Prasti Sulandjari, SpOG
Penyusun :
Ririn Rohmah
2015.04.2.0127
2015.04.2.0128
Rudolph M Putera
2015.04.2.0129
Rusda Syawie
2015.04.2.0130
Sheilla Shantika S S
2015.04.2.0131
2015.04.2.0132
Steven Hartanto
2015.04.2.0136
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
1.1 Nomenclature
National Center for Health Statistics, The Centers for Disease
Control and Prevention, and the World Health Organization mendefinisikan
aborsi sebagai terminasi kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu
atau fetus yang lahir beratnya kurang dari 500 g. Pada kriteria ini terdapat
beberapa kontradiksi karena berat badan fetus pada usia kehamilan 20
minggu adalah 320 g, sedangkan berat badan 500 g adalah untuk usia
kehamilan 22-23 minggu (Moore, 1977). 3
Karena indikasi tersebut, perkembangan teknologi telah berevolusi
terhadap terminologi aborsi. Transvaginalsonografi (TVS) dan pengukuran
konsentrasi serum hCG digunakan untuk mengidentifikasi kehamilan
awal secara ekstrim dengan lokasi intrauterin atau ektopik. Grup ad hoc
konsensus internasional telah merencanakan suatu istilah mengenai PUL
(Pregnancy Unknown Location) dengan goal identifikasi awal dan
manajemen kehamilan ektopik (Barnhart, 2011; Doubilet, 2013). 3
Istilah yang telah digunakan secara klinis dalam banyak dekade
secara umum digunakan untuk menjelaskan kegagalan kehamilan
(pregnancy losses), meliputi: 3
1. Spontaneous abortion, dalam kategori ini termasuk threatened,
inevitable, incomplete, complete, and missed abortion. Septic
abortion digunakan untuk menklasifikasikan aborsi karena infeksi.
Recurrent abortion, mengidentifikasikan wanita yang mengalami
aborsi spontan berulang sehingga faktor yang mempengaruhi dapat
diterapi untuk memperoleh bayi yang viabel
2. Induced abortion, merupakan terminasi dengan jalan operatif atau
B. Faktor Maternal
Infeksi
Infeksi virus, bakteri dan agen infeksius lain menginvansi
manusia dan dapat menyebabkan gagalnya kehamilan. Banyak
infeksi sistemik menginfeksi unit fetoplasenta melalui darah. Infeksi
lain secara lokal melalui infeksi genitourinari atau kolonisasi.
Penyebab abortus yang tidak umum misalnya, Brucella abortus,
Campylobacter fetus, dan Toxoplasma gondii. Infeksi agen ini
menyebabkan abortus pada hewan peternakan tetapi perannya
pada wanita hamil belum jelas (Feldman, 2010; Hide, 2009;
Mohammad, 2011; Vilchez, 2014). 3
Infeksi
virus
yang
belum
memperlihatkan
efek
abortus
1997; Feldman,
2010).
Sollid,2004).
Hipertensi
kronis
tidak
minggu.
Akhirnya
studi
menunjukkan
bahwa
tidak
ada
Kanker
Dosis terapi radiasi untuk menyebabkan aborsi belum diketahui
secara pasti (Chap. 46, p. 930). Menurut Brent (2009), paparan < 5
rads tidak meningkatkan resiko. Para penderita kanker yang
sebelumnya telah diterapi dengan abdominopelvic radioterapi
mungkin selanjutnya dapat meningkatkan resiko keguguran. Wo and
Viswanathan (2009) melaporkan terdapat 2-8 kali peningkatan resiko
keguguran, BBLR dan pertumbuhan terganggu infan, persalinan
preterm, dan kematian perinatal pada wanita yang sebelumnya
diterapi dengan radioterapi. 3
Diabetes Mellitus
Efek abortif pada diabetes yang tidak terkontrol belum diketahui.
Abortus spontan optimal dan malformasi kongenital mayor keduanya
meningkat pada wanita dengan diabetes dependen insulin. Secara
langsung,
hal
ini
berhubungan
dengan
derajat
glikemik
data
preeliminer
yang
menyatakan
suplemen
tiroxin
dapat
kegagalan
kehamilan
dini
oleh
sejumlah
mekanisme
yang
of
Obstetricians
and
Gynecologists
(2013b)
telah
klinis
(antiphospholipid
Obstetricians
and
dan
laboratoris
antibody
menyediakan
syndrome)
Gynecologists,
kriteria
(American
2012).
Karena
APS
College
of
kegagalan
C. Faktor Paternal
Abnormalitas
kromosom
pada
sperma
dilaporkan
dapat
Threatened Abortion
Diagnosis klinis threatened abortion ( abortus yang mengancam)
diartikan ketika keluarnya darah dari vagina atau perdarahan yang tampak
pada serviks yang menutup pada usia kehamilan 20 minggu pertama
(Hasan, 2009). Perdarahan di awal kehamilan harus dibedakan dari
perdarahan, dimana wanita mengira hal tersebut adalah menstruasi
(Chap. 5, p. 90). Kebanyakan secara klinis wanita mengalami perdarahan
selama kehamilan beberapa hari atau minggu. Ketika terjadi keguguran,
perdarahan muncul awalnya dan diikuti nyeri/kram perut beberapa jam hari kemudian. Mungkin juga terdapat kram yang ritmis, nyeri punggung
yang sedikit menetap dengan tekanan pada pelvis, atau rasa tidak
nyaman pada suprapupis. Perdarahan sejauh ini banyak diprediksikan
sebagai faktor resiko gagalnya kehamilan (Eddleman, 2006). 3
1.3.2
Inevitable Abortion
Pada trimester awal, ruptur membran selama dilatasi serviks
hampir selalu diikuti oleh konraksi uterus atau infeksi. Pada beberapa
kasus tidak diikuti dengan nyeri, demam, atau perdarahan, flid mungkin
telah terkumpul diantara amnion dan korion. Setelah 48 jam, jika tidak ada
amnion flid dan jika tidak ada perdarahan, kram, atau demam, seorang
wanita dilakukan ambulansi dan pelvic rest. Jika terjadi perdarahan, kram,
atau demam, aborsi dipertimbangkan dan uterus dievakuasi. 3
1.3.3
Incomplete Abortion
Perdarahan yang mengikuti pemisahan plasenta sebagian atau
Complete Abortion
Saat ekspulsi kehamilan mungkin akan terjadi secara lengkap
Missed Abortion
Kematian produk konsepsi yang terjadi beberapa hari, minggu, atau
bahkan bulan pada uterus dengan serviks yang masih tertutup. Pada awal
kehamilan, terjadi amenorrhea, mual dan muntah, perubahan payudara,
dan pertumbuhan uterus. Deskripsi missed abortion memiliki kontras
dengan hasil pengukuran serum -hCG dan transvaginal sonography.
Konfirmasi cepat akan kematian embrio atau fetus menyebabkan banyak
wanita yang memilih evakuasi uterus (Silver, 2011). 3
1.3.6
Septic Abortion
Bakteri masuk ke dalam uterus dan terjadi kolonisasi produk
konsepsi
yang
mati.
Organisme
mungkin
menginvansi
jaringan
sordellii memiliki manifestasi klinis yang terjadi bebrap hari setelah aborsi.
Wanita mungkin afebris dengan injuri endothelial berat, capillary leakage,
hemokonsentratsi, hipotensi dan leukositosis (Cohen, 2007; Fischer, 2005;
Ho, 2009). Jika terdapat sisa produk atau fragmen dilakukan kuretase.
Pada beberapa wanita, sepsis syndrome berat terjadi karena acute
respiratory distress syndrome, acute kidney injury, atau disseminated
intravascular coagulopathy. Pada kasus seperti ini, dilakukan penanganan
intensif. Untuk mencegah sepsis pasca abortus, antibiotik profilaksis
diberikan pada induced abortion atau spontaneous abortion yang
memerlukan intervensi medis atau operatif. The American College of
Obstetricians and Gynecologists (2011b) merekomendasikan doxycycline,
100 mg oral 1 jam sebelum dan 200 mg oral setelah evakuasi tindakan
operasi. Pada klinik Parenthood yang terencana, untuk aborsi medis,
doxycycline 100 mg diberikan secara oral setiap hari selama 7 hari dan
dimulai administrasi / pemberian abortifacient (Fjerstad, 2009b). 3
1.4 Manajemen Spontaneous Abortion
Kematian embriofetal sekarang lebih mudah dibuktikan dengan
teknologi sonografi, menejemen dapat lebih individual. Kecuali jika
terdapat perdarahan serius atau infeksi dengan aborsi inkomplit, ada tiga
pilihan yang dapat dipertimbangkan yaitu ekspektan, medikal dan
menejemen operatif. Tiap pilihan memiliki resiko dan manfaat tersendiri. 3
1. Ekspektan menejemen pada abortus spontan inkomplit memiliki angka
kegagalan sebanyak 50%.
2. Terapi Medis dengan prostaglandin E1 (PGE1) memiliki angka
kegagalan yang bervariasi 5-40%. Pada 1100 wanita yang dicurigai
abortus pada trimester pertama, 81% beresolusi spontan (Luise, 2002).
3. Kuretase biasanya menghasilkan resolusi cepat. 95-100% sukses.
Terapi ini invasif dan tidak diharuskan pada semua wanita.
Etiologi
Dugaan
lain
yang
belum
terbukti
adalah
alloimmunity,
kromosom,
seperempat
persen
dikarenakan
translokasi
defect
yang
menjadi
hysterosalpingography
atau
karakteristik
saline-infusion
dapat
dilihat
dengan
sonography.
Treatmen
traktus
genitalia
kongenital
biasanya
berasal
dari
Distribusi
anomali
yang
dihubungkan
dengan
keguguran
persalinan
preterm.
Uterus
unicornuate,
bicornuate
dan
septate
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
kontrol
normal.
teori
alloimunitas,
saat
kehamilan
normal
diperlukan
Aborsi
jarang
insidensinya lebih rendah. Faktor resiko untuk aborsi pada trimester kedua
termasuk ras, etnik, dan umur maternal yang ekstrim. Perdarahan pada
trimester pertama juga menjadi faktor resiko potensial. Penelitian
menunjukkan
486 wanita segala usia dengan keguguran trimester kedua, 13% nya
diidentifikasi sebagai malformasi fetus. Menurut sebuah studi, 95%
plasenta pada aborsi midtrimester mengalami keabnormalan dimana
terjadi trombosis dan infark vaskular. 3
1.6.3
Managemen
Insufisiensi serviks
Faktor resiko
1.6.6
didiagnosa
mengalami
insufisiensi
servikal
dari
kehamilan
Prosedur cerclage
posisi kepala lebih rendah dan diikuti pengisian kandung kemih dengan
600 mL saline melalui Foley kateter. 3
Transabdominal cerclage dengan suturing pada istmus uterus dapat
dilakukan jika terdapat defek anatomikal serviks parah. Resiko kematian
perinatal atau persalinan sebelum usia 24 minggu sedikit lebih rendah
pada transabdominal cerclage dibanding transvaginal cerclage 6 vs
13%. Secara keseluruhan, fetal survival rate nya kira-kira 80%. 3
1.6.8
Komplikasi
Induksi Aborsi
Istilah
induksi
aborsi
didefinisikan
sebagai
terminasi
medikal
1.7.1
-
Klasifikasi
Aborsi terapeutik
Terdapat beberapa kelainan medis yang menjadi indikasi terminasi
kehamilan. Diantaranya adalah decompensasi jantung persisten,
terutama dengan hipertensi pulmoner, advanced hypertensive
vascular disease maupun diabetes dan keganasan. Pada kasus
perkosaan maupun incest dianggap terminasi merupakan hal yang
lumrah. Indikasi utama aborsi adalah untuk mencegah kelahiran
fetus dengan deformitas anatomis, metabolik maupun mental yang
signifikan. 3
1.7.2
Tabel 2.2
Perbandingan kelebihan dan kekurangan antara aborsi medis dan
pembedahan3
1.9.1
Persiapan Cervix
Gambar 2.1
Insersi laminaria sebelum dilatasi dan kuretase 3
Selain perangkat seperti yang dijelaskan di atas, ada metode
medikasi yang digunakan untuk persiapan cervix. Yang paling umum
adalah misoprostol. Dosisnya adalah 400 sampai 600 g diberikan secara
oral, sublingual, atau ditempatkan pada forniks vagina posterior. Dalam
multicenter randomized trial, dari sekitar 4900 wanita yang menjalani
aborsi elektif trimester pertama, setengah diberi dua tablet 200 g per oral
3 jam sebelum aborsi, dan kelompok lainnya diberi plasebo, didapatkan
keuntungan besar dari misoprostol, yaitu dilatasi cervix yang lebih mudah
dan tingkat komplikasi yang lebih rendah. 3
Obat
cervical-ripening
efektif
yang
lain
adalah
antagonis
transervikal
untuk
aborsi
dengan
pembedahan
Teknik
Setelah pemeriksaan bimanual dilakukan untuk menentukan
diperlukan, cervix dilebarkan lagi dengan dilator Hegar, Hank, atau Pratt
sampai kanula hisap dengan diameter yang sesuai dapat dimasukkan.
Kanula kecil memiliki risiko meninggalkan sisa jaringan intrauterine pasca
operasi, sedangkan kanula besar berisiko menyederai cervix dan kurang
nyaman. Jari tangan keempat dan kelima diletakkan pada perineum dan
bokong saat dilator didorong masuk melalui internal os (gambar 2.2).
Teknik ini meminimalkan dilatasi yang terlalu kuat dan memberikan
perlindungan terhadap perforasi uterus. Kanula hisap dipindahkan ke arah
fundus dan kemudian kembali ke os dan diarahkan secara sirkumferensial
untuk mengcover seluruh permukaan rongga rahim (gambar 2.3). Ketika
sudah tidak ada jaringan yang bisa disedot,
Aspirasi Menstruasi
Aspirasi menstruasi dilakukan saat 1 sampai 3 minggu setelah
missed menstrual period dengan hasil tes kehamilan serum atau urin
positif. Hal ini dilakukan dengan Karman kanula fleksibel 5 atau 6 mm
yang melekat pada syringe. Istilah lain dari prosedur ini adalah menstrual
extraction, menstrual induction, instant period, traumatic abortion, dan
mini-abortion. Kekurangan dari prosedur ini adalah bahwa karena
kehamilan tersebut sangat kecil, zigot yang terimplantasi dapat luput oleh
kuret,
atau
kehamilan
ektopik
tidak
dapat
terdeteksi.
Untuk
ingin sterilisasi, histerotomi dengan ligasi tuba dapat dilakukan. Jika ada
penyakit uterus yang signifikan, maka histerektomi dapat memberikan
pengobatan yang ideal. Dalam beberapa kasus trimester kedua induksi
medis yang gagal, salah satu dari ini dapat dipertimbangkan. 3
1.9.5
methotrexate,
dan
(3)
prostaglandin
misoprostol.
progesterone-induced
inhibition,
sedangkan
misoprostol
regimen
Tabel 2.3
Regimen terminasi medikasi pada awal kehamilan3
1.9.6
Kontraindikasi
Beberapa kontraindikasi relatif adalah in situ intrauterine device,
1.9.7
Administrasi
Dengan regimen mifepristone/misoprostol, treatment mifepristone
diikuti dengan misoprostol yang diberikan pada waktu yang sama atau
sampai dengan 72 jam kemudian seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3.
Gejala yang dapat terjadi dalam waktu 3 jam adalah nyeri perut bagian
bawah, muntah, diare, demam, atau menggigil. Dalam beberapa jam
pertama setelah misoprostol diberikan, jika kehamilan telah dikeluarkan,
pemeriksaan pelvis dilakukan untuk konfirmasi. Jika kehamilan masih
utuh, pasien bisa diminta untuk datang kembali dalam 1 sampai 2 minggu.
3
Komplikasi
Aborsi Midtrimester
Metode non-invasif pada aborsi midtrimester adalah dosis tinggi
1.10.1 Oxytocin
Jika
diberikan
tunggal
dalam
dosis
tinggi,
oksitosin
bisa
TINJAUAN PUSTAKA
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
1. Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi
wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan
terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat terjadi apabila
kehamilan ektopik terganggu.1 Kehamilan ektopik merupakan keadaan
emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan
trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata
bertanggung
jawab
terhadap
kematian
ibu,
maka
para
dokter
2. Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu
konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka
kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran
hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian
kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara
faktor-faktor
yang
terlibat
adalah
meningkatnya
pemakaian
alat
kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut,
pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi.2
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. 1
3. Klasifikasi
Kehamilan Tuba
Kehamilan Ovarial
Kehamilan Servikal
Kehamilan Intraligamenter
Kehamilan Abdominal
Kehamilan
abdominal
adalah
implantasi
didalam
rongga
4. Faktor Resiko
Ditemukan banyak kasus keabnormalitasan dari anatomi tuba
falopii yang menyebabkan kehamilan ektopik tuba. Pembedahan dengan
riwayat kehamilan ektopik tuba sebelumnya,
sterilisasi
pembedahan untuk
riwayat penyakit menular seksual ataupun infeksi tuba yang lain yang
mengganggu kenormalan tuba secara anatomi juga menjadi faktor resiko.
Salpingitis, appendicitis, dan endometriosis juga menyumbang sebagai
faktor resiko dari kehamilan ektopik tuba. Merokok juga dianggap sebagai
salah satu faktor walaupun mekanismenya masih belum jelas sampai
sekarang. Penggunaan beberap jenis alat kontrasepsi dapat dianggap
mencegah terjadinya kehamilan ektopik tuba ini, namun ada pula
penggunaan kontrasepsi yang juga dapat meningkatkan terjadinya
kehamilan ektopik tuba seperti sterilisasi tuba, IUD, dan kontrasepsi
progestin saja.3
5. Patologi dan Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada pembuahan dan setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili
korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi,
tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.
tuba
abdominale.
Perdarahan
yang
berlangsung
terus
di
kavum
douglas
dan
akan
membentuk
hematokel
retrouterina.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba
terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui
ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder
dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi
abdominal
sekunder.
Untuk
mencukupi
kebutuhan
Tanda-tanda dan gejala baru timbul setelah ada gangguan. Gejala dan
tanda yang karakteristik pada kehamilan ektopik terganggu, antara lain :
ANANMESIS:
1. Mendadak rasa nyeri perut bagian bawah
2. Amenorrhea (75 % - 90 %)
3. Perdarahan pervaginam (50 % - 80 %)
serial.
Transvaginal
Ultrasonography
sekarang
ini
telah
Ultrasonography
Progesteron
membutuhkan
beberapa
hari
untuk
melakukan
serial
tes,
maka
jumlah
dengan
kepastian
97,4%.
Kadar
progesteron
5ng/ml
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih
dari 38 hari, atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak
ada kantong gestasi interauterin yang terlihat denga transvaginal USG,
kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan
yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk
menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan
bahwa potong beku 93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak
ada jaringan villi koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat, maka
diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan dilakukan tindakan.
Kuldosentesis
c.
d.
Gambar 2. Kuldosentesis
Hasil:
a. Kuldosentesis yang positif, bila dikeluarkan berupa darah tua berwarna
coklat sampai hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan
kecil.
b. Kuldosentesis yang negatif, bila yang ditemukan adalah cairan jernih
yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium
yang pecah.
c. Kuldosentesis yang non diagnostik, bila pada pengisapan tidak berhasil
dikeluarkan darah atau cairan lain.
Laparoskopi
asam
folat
yang
akan
Dan
tingkat
resolusi
kehamilan
ektopik
tuba
dengan
terakumulasi
dalam
jaringan
neonatal
dan
mengganggu
Multidose
Dosis Obat
Methotrexate
Leucovorine
50 mg/m2 BSA
(hari ke-1)
Tidak
1, 3, 5, dan 7
0,1 mg/kg, hari
diaplikasikan
Kadar serum -hCG
ke-2, 4, 6, dan 8
Indikasi
Tambahan
Dosis
serum
tidak menurun
-hCG
<15%,
dosis
ulang
nilai
mingguan
maksimum 4 dosis
Pengawasan
posttherapy
Kontraindikasi Methotrexate:3
Sensitif terhadap Methotrexate
Tanda ruptur tuba
Sedang menyusui
Kehamilan intrauterin
sebelumnya;
medis
untuk
kehamilan
ektopik
yang
melibatkan
kandidat
terbaik untuk
terapi
methotrexate,
pertama
Penatalaksanaan Pembedahan
Laparoskopi adalah terapi pembedahan yang dianjurkan untuk
kehamilan ektopik tuba, kecuali seorang wanita yang tidak stabil secara
hemodinamik.3
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi,
fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada
hambatan untuk melakukan laparaskopi (seperti pada hemoperitoneum
masif).9
Bedah tuba dianggap konservatif ketika ada penyelamatan tuba,
seperti
dengan
salpingostomi.
Bedah
radikal
dijelaskan
sebagai
salpingektomi.3
Salpingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu : 10
invitro,
maka
dalam
hal
ini
salpingektomi
invitro
Penderita tidak ingin mempunyai anak lagi
Apabila
tindakan
konservatif
dipikirkan,
maka
harus
dipertimbangkan : 10
Salpingostomi
Prosedur ini biasanya digunakan untuk mengatasi kehamilan kecil
tanpa ruptur yang biasanya panjang <2 cm dan terletak di sepertiga distal
tuba fallopi.3
Pada salpingostomi dilakukan insisi longitudinal di permukaan
kantung kehamilan ektopik di sisi tuba yang berlawanan dengan
mesosalping. Insisi bisa dilakukan dengan pisau, atau lebih baik
menggunakan kauter atau laser yang mempunyai efek hemostasis. 10
Kemudian
hasil
konsepsi
dikeluarkan
melalui
luka
insisi
hanya
Salpingektomi
Teknik salpingektomi :10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
operasi tuba.
Keuntungan reseksi tuba di daerah kornu ialah mengurangi
sisa tuba, sehingga mencegah kemungkinan kehamilan di
daerah itu. Kerugiannya ialah menimbulkan titik lemah di
uterus yang dapat menjadi faktor predisposisi ruptur uteri
pada kehamilan berikutnya.
9. KOMPLIKASI
1. Pecahnya tuba falopi
2. bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (46 minggu), terjadi perdarahan ulang
3. Infeksi
4. Sterilitas
10. PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung
menurun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup
tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat meningkat. 2
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan
ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita setelah mengalami
kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba yang lain. Ruptur dengan perdarahan
intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasuskasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan
wanita steril.2
Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 014,6%. Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu
mempunyai
risiko
10%
untuk
terjadinya
kehamilan
ektopik
sebanyak
dua
kali
terdapat
kemungkinan
50%
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan.
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.
3. Cunningham, F.G et al. 2014. William Obstetrics 24th edition. New York:
Mc Graw Hill Medical Publising Division.
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan.
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Drife, J. 2001. Turnbulls Obstetrics 3rd edition. London : Churchill
Livingstone.
6. Pawitra HW. 2012. Kehamilan Ektopik Terganggu. Malang : Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Malang.
7. Deanette M. R. Aling, Juneke J. Kaeng, John Wantania. 2014. Hubungan
Penggunaan Kontrasepsi dengan Kejadian Kehamilan Ektopik Terganggu
di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2009 2013. Jurnal
e-Clinic (eCl), Volume 2, Nomor 3, November 2014.
8. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit Fatmawati. 2002. Kehamilan
ektopik Terganggu. Jakarta.
9. Sepilian,
Vicken;
Ellen
W.
Ectopic
Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
10. Prawirohardjo, Sarwono.2007. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah
Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
11. Griebel, C.P., Halvorsen, J., Golemon, T.B., and Day, A. A. 2005.
Management of Spontaneous Abortion. American Family Physician 72 (7) :
1243-1250.
12. Puscheck, E.E., 2010. Early Pregnancy Loss Workup, Medscape
Reference. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/266317workup#a0720.
13. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., and Wirakusumah, F.F., 2005.
Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.