Anda di halaman 1dari 9

KONSELING PRAKONSEPSI

Efendi Lukas

Tinjauan Instruksional Umum

Mengetahui dan memahami mengenai konseling prakonsepsi

Tinjauan Instruksional Khusus

1. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan konseling prakonsepsi


2. Mengetahui dan memahami hubungan riwayat kesehatan dalam konseling prakonsepsi
3. Mengetahui dan memahami hubungan riwayat genetik dalam konseling prakonsepsi
4. Mengetahui dan memahami hubungan riwayat kesehatan reproduksi dalam konseling
prakonsepsi
5. Mengetahui dan memahami hubungan usia maternal terhadap konseling prakonsepsi

Definisi

Menurut The Centers for Disease Control and Prevention konseling prakonsepsi adalah
seperangkat intervensi yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi risiko biomedis,
perilaku, dan sosial untuk hasil kesehatan atau kehamilan seorang wanita melalui pencegahan dan
penatalaksanaan (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Berikut adalah tujuan dilakukan konseling prakonsepsi: (Cunningham, Leveno et al. 2014)

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku pria dan wanita berkaitan dengan kesehatan
prakonsepsi.
2. Yakinkan bahwa semua wanita usia subur menerima layanan konseling prakonsepsi termasuk
skrining risiko, promosi kesehatan, dan intervensi yang memungkinkan wanita tersebut untuk
menjalani kehamilan dengan kesehatan yang optimal.
3. Mengurangi risiko yang ada pada kehamilan yang merugikan sebelumnya melalui intervensi
interkonsepsi untuk mencegah atau meminimalkan hasil yang merugikan tersebut berulang.
4. Mengurangi kesenjangan dalam hasil luaran pada kehamilan yang merugikan

Untuk menggambarkan kondisi yang berpotensi untuk dimodifikasi, dilakukan peninjauan pada
data yang menunjukkan status kesehatan wanita yang melahirkan lahir bayi hidup di Amerika Serikat
pada tahun 2004. Pada tabel 1, menunjukkan tingginya prevalensi dari banyak kondisi yang mungkin

1
dapat digunakan untuk melakukan intervensi selama periode prakonsepsi dan kehamilan. Agar
berhasil, bagaimanapun, strategi pencegahan yang mengurangi risiko potensial kehamilan harus
diberikan sebelum konsepsi. Pada saat kebanyakan wanita menyadari bahwa mereka hamil-biasanya
1 sampai 2 minggu setelah periode haid berikutnya-biasanya embrio sudah mulai terbentuk. Dengan
demikian, banyak strategi untuk pencegahan-misalnya, asam folat untuk mencegah neural tube defect-
akan tidak efektif jika dimulai pada saat tersebut. Yang penting, setengah dari semua kehamilan tidak
direncanakan, dan seringkali hal ini lah yang beresiko besar. (Cunningham, Leveno et al. 2014)

Tabel 1. Prevalensi Perilaku Ibu sebelum hamil, Pengalaman, Kondisi Kesehatan, dan Rendahnya Hasil Luaran
Lahir di Amerika Serikat pada tahun 2004. (Cunningham, Leveno et al. 2014)

Sesi Konseling

Ginekologis, internis, dokter keluarga, dan dokter anak adalah yang terbaik untuk memberikan
konseling pencegahan selama pemeriksaan kesehatan secara berkala. Pada kesempatan dimana tes
kehamilan negatif juga merupakan waktu yang sangat baik untuk memberikan edukasi. Jack dan rekan
(1995) melakukan survei resiko prekonsepsi secara komprehensif pada136 perempuan dengan tes
kehamilan negatif, dan hampir 95 persen melaporkan setidaknya satu masalah yang dapat
mempengaruhi kehamilan berikutnya. Ini termasuk masalah medis atau masalah reproduksi - 52
persen, memiliki riwayat keluarga dengan penyakit genetik-50 persen, peningkatan risiko infeksi human
immunodeficiency virus-30 persen, peningkatan risiko hepatitis B dan penyalahgunaan zat ilegal-25
persen, penggunaan alkohol-17 persen, dan risiko nutrisi sebesar 54 persen. Konselor harus
mempunyai pengetahuan yang relevan tentang penyakit medis, operasi sebelumnya, gangguan

2
reproduksi, atau kondisi genetik dan harus dapat menafsirkan data dan rekomendasi yang diberikan
oleh spesialis lain. Jika praktisi tidak nyaman memberikan bimbingan, wanita atau pasangan harus
dirujuk ke seorang konselor yang tepat (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Evaluasi mencakup kajian menyeluruh dari riwayat kesehatan, kandungan, sejarah sosial, dan
keluarga. Informasi yang berguna lebih mungkin diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang
spesifik mengenai setiap sejarah dan setiap anggota keluarga daripada dengan mengajukan
pertanyaan umum. Beberapa informasi penting dapat diperoleh dengan kuesioner yang membahas
topik tersebut (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Riwayat Kesehatan

Dengan kondisi medis tertentu, termasuk bagaimana kehamilan dapat mempengaruhi


kesehatan ibu dan bagaimana kondisi berisiko tinggi dapat mempengaruhi janin. Setelah diketahui,
saran untuk meningkatkan hasil luaran dapat diberikan. Informasi prakonsepsi secara rinci mengenai
beberapa kondisi yang ditemukan seperti berikut :

Diabetes Mellitus

Banyak dari komplikasi ini dapat dihindari jika kontrol glukosa dapat dioptimalkan sebelum
konsepsi. The American College of Obstetricians dan Gynecologists (2012b) menyimpulkan bahwa
konseling prakonsepsi bagi wanita dengan diabetes pregestational adalah menguntungkan dan efektif
dalam pembiayaan dan harus didukung. The American Diabetes Association telah merekomendasikan
pelayanan prakonsepsi bagi wanita diabetes yaitu anamnesa yang menyeluruh mengenai lama
penyakit dan komplikasi yang terkait diabetes, kemudian dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium
mengenai adanya kerusakan organ. Mungkin yang paling penting, mendorong penurunan level HbA1C
serendah mungkin tanpa disertai risiko terjadinya hipoglikemik yang tidak semestinya. Selain
pengendalian diabetes selama 6 minggu sebelumnya, pengukuran hemoglobin HbA1c juga dapat
digunakan untuk memperkirakan risiko terjadinya anomali mayor. Meskipun data ini berasal dari wanita
dengan diabetes yang berat, wanita dengan diabetes gestasional yang hiperglikemia saat puasa
meningkatkan kejadian anomali pada janin hingga empat kali lipat dibandingkan dengan wanita yang
normal (Cunningham, Leveno et al. 2014).

3
Gambar 1. Hubungan antara trimester pertama kadar glikosilasi hemoglobin dan risiko cacat bawaan mayor
pada 320 wanita dengan diabetes insulin-dependent (Cunningham, Leveno et al. 2014)

Epilepsi

Wanita dengan epilepsi memiliki risiko dua hingga tiga kali lipat memiliki bayi dengan anomali
struktural dibandingkan dengan wanita tanpa epilepsi. Veiby dan rekan kerja (2009) menggunakan
Medical Birth Registry Norwegia membandingkan hasil kehamilan pada 2861 persalinan oleh wanita
dengan epilepsi dan 369.267 persalinan normal sebagai kontrol. Mereka mengidentifikasi risiko
malformasi meningkat hanya pada wanita yang terkena asam valproik (5,6 persen) dan politerapi (6,1
persen). Wanita yang tidak diberikan pengobatan memiliki tingkat anomali yang hampir sama dengan
kontrol tanpa epilepsi (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Seorang wanita penderita epilepsi idiopatik lebih besar kemungkinannya untuk melahirkan
anak dengan epilepsia. Tidak demikian dengan wanita yang menderita epilepsi akibat infeksi, trauma
atau tumor otak. Pada umumnya frekuensi cacat bawaan, termauk penyakit jantung, bibir sumbing dan
mikrosefalia, lebih tinggi dilahirkan diantara bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu-ibu penderita epilepsia.
Juga angka kematian perinatal lebih tinggi, ysng agaknya tidak disebabkan oleh pemakaian obat-obat
anti kejang (Heerdjan, 2014).

Idealnya, kontrol kejang dioptimalkan pada masa prakonsepsi. Vajda dan rekan (2008)
melaporkan data dari Australian Register of Antiepileptic Drugs in Pregnancy risiko kejang selama
kehamilan mengalami penurunan sebesar 50 sampai 70 persen jika tidak ada kejang pada tahun
sebelumnya kehamilan (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Harus diberikan upaya untuk mengontrol kejang dengan monoterapi dan dengan obat yang
dianggap kurang teratogenik. Beberapa rejimen lebih teratogenik daripada yang lain. Asam valproat,
khususnya, harus dihindari jika mungkin, karena obat ini secara konsisten dikaitkan dengan risiko yang

4
lebih besar untuk malformasi kongenital mayor bila dibandingkan dengan obat antiepilepsi lainnya.
American Academy of Neurology merekomendasikan pertimbangan penghentian anti kejang sebelum
kehamilan pada kandidat wanita yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (Cunningham, Leveno et al.
2014).

1. Bebas kejang selama 2 sampai 5 tahun


2. Menampilkan jenis kejang tunggal
3. Memiliki pemeriksaan neurologis normal dan kecerdasan yang normal, dan
4. Menunjukkan hasil electroencephalogram yang telah dinormalisasi dengan pengobatan

Imunisasi

Vaksin yang mengandung toksoid misalnya, tetanus, atau yang terdiri dari bakteri atau virus
yang telah dimatikan seperti influenza, pneumokokus, hepatitis B, meningokokus, dan rabies belum
dikaitkan dengan hasil luaran yang merugikan pada janin dan tidak kontraindikasi penggunaannya
pada prakonsepsi atau selama kehamilan (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Sebaliknya, vaksin dengan virus yang hidup-termasuk varicella-zoster, campak, gondok,


rubella, polio, cacar air, dan yellow fever-tidak dianjurkan selama kehamilan. Selain itu, idealnya 1
bulan atau lebih jaraknnya antara upaya vaksinasi dan konsepsi. Pemberian vaksin secara tidak
sengaja seperti campak, gondok, rubella (MMR) atau vaksin varicella selama kehamilan dianggap
bukanlah indikasi untuk terminasi kehamilan. Kebanyakan laporan menunjukkan bahwa risiko janin
hanya teoritis (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Penyakit Genetik

Centers for Disease Control and Prevention (2013) memperkirakan bahwa 3 persen neonatus
yang lahir setiap tahun di Amerika Serikat akan memiliki minimal satu cacat lahir. Kecacatan tersebut
menyebabkan kematian bayi dan mencapai 20 persen dari kematian bayi. Manfaat konseling
prakonsepsi biasanya dinilai dengan membandingkan kejadian kasus baru sebelum dan setelah
memulai program konseling (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Riwayat Keluarga

Latar belakang ras, etnis, atau agama tertentu dapat mengindikasikan peningkatan risiko untuk
gangguan resesif tertentu. Meskipun sebagian besar wanita dapat memberikan beberapa informasi
mengenai riwayat mereka, pemahaman terhadap riwayat mereka terbatas. Sebagai contoh, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa wanita hamil sering gagal untuk melaporkan cacat lahir dalam

5
keluarga atau mereka melaporkannya salah. Dengan demikian, diungkapkan cacat atau penyakit
genetik harus dikonfirmasi dengan meninjau catatan medis yang bersangkutan atau dengan
menghubungi kerabat yang terkena dampak kecacatan untuk memperoleh informasi tambahan
(Cunningham, Leveno et al. 2014).

Neural Tube Defect

Insiden Neural Tube Defect (NTDs) adalah 0,9 per 1.000 kelahiran hidup, dan merupakan
kecacatan kedua setelah anomali jantung pada kecacatan yang paling sering dari struktural malformasi
janin (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Medical Research Council Vitamin Study Research Group (1991) menunjukkan bahwa terapi
asam folat prakonsepsi secara signifikan mengurangi risiko untuk NTD berulang sebesar 72 persen.
Saat ini direkomendasikan, bahwa semua wanita yang mungkin hamil untuk mengkonsumsi 400-800
mg asam folat setiap hari sebelum pembuahan dan pada trimester pertama (Cunningham, Leveno et
al. 2014).

Talasemia

Di daerah endemik seperti Mediterania dan negara-negara Asia Tenggara, konseling dan
strategi pencegahan lainnya telah mengurangi kejadian kasus baru hingga 80 persen. The American
College of Obstetricians dan Gynecologists (2013b) merekomendasikan bahwa individu dengan
keturunan yang berisiko tinggi talasemia ditawarkan untuk melakukan skrining pembawa talasemia
sehingga memungkinkan untuk membuat keputusan mengenai pengelolaan reproduksi dan diagnosis
prenatal (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Riwayat Reproduksi

Selama pemeriksaan prakonsepsi, informasi yang harus dicari mengenai infertilitas; hasil
luaran kehamilan abnormal yang mungkin yaitu termasuk keguguran, kehamilan ektopik, dan
keguguran berulang; dan komplikasi obstetri seperti preeklampsia, placental abruption, dan kelahiran
prematur, riwayat lahir mati sebelumnya sangat penting. Sebagai contoh, Korteweg dan rekan (2008)
mengidentifikasi kelainan kromosom pada 13 persen bayi lahir mati yang menjalani karyotyping.
Identifikasi kelainan genetik pada bayi lahir mati dapat membantu menentukan risiko berulang dan
membantu dalam prakonsepsi dan pengelolaan prenatal pada kehamilan berikutnya (Cunningham,
Leveno et al. 2014).

6
Usia Kehamilan

Usia Maternal

Centers for Disease Control and Prevention, pada tahun 2010, 3,4 persen kelahiran di Amerika
Serikat berada pada wanita antara usia 15 dan 19 tahun. Usia remaja akan meningkatkan risiko
anemia, kelahiran prematur, dan preeklampsia dibandingkan dengan wanita berusia 20 sampai 35
tahun. Insiden menular seksual penyakit-umum pada remaja-bahkan lebih tinggi selama kehamilan.
Sayangnya, karena sebagian besar kehamilan mereka tidak direncanakan, remaja jarang mencari
konseling prakonsepsi. Sebaliknya, konsepsi setelah usia 35 saat ini sekitar 15 persen dari kehamilan
di Amerika Serikat. Wanita yang lebih tua lebih mungkin untuk meminta konseling prakonsepsi, baik
karena dia telah menunda kehamilan dan sekarang ingin mengoptimalkan hasil luaran-nya, atau
karena ia berencana untuk menjalani pengobatan infertilitas (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Secara keseluruhan, angka kematian ibu lebih tinggi pada wanita berusia 35 dan lebih tua.
Dibandingkan dengan wanita berusia 20-an, wanita berusia 35-39 berisiko 2,5 kali lebih mungkin dan
wanita berusia 40 atau lebih tua berisiko 5,3 kali lebih mungkin untuk menderita kematian yang
berhubungan dengan kehamilan (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Untuk janin, risiko yang berkaitan dengan usia ibu terutama berasal dari: (1) kelahiran prematur
dari komplikasi ibu seperti hipertensi dan diabetes, (2) kelahiran prematur spontan, (3) gangguan
pertumbuhan janin yang berhubungan dengan penyakit ibu yang kronis atau kehamilan multifetal , (4)
aneuploidi janin (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Riwayat Sosial

Rokok

Pada tahun 2005, sekitar 14 persen wanita yang melahirkan di Amerika Serikat adalah
perokok. Hal ini secara konsisten dikaitkan dengan berbagai hasil luaran perinatal yang merugikan.
Risiko ini sebagian besar dapat diatasi dengan penghentian sebelum kehamilan, pentingnya skrining
untuk penggunaan tembakau pada periode prakonsepsi dan selama perawatan prenatal (Cunningham,
Leveno et al. 2014).

Diet

Anoreksia dan bulimia meningkatkan risiko ibu kekurangan gizi, gangguan elektrolit, aritmia
jantung, dan patologi gastrointestinal. Dengan ini, komplikasi terkait kehamilan termasuk resiko yang

7
lebih besar dari berat badan lahir rendah, lingkar kepala yang kecil, mikrosefali, dan kecil untuk usia
kehamilan (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Sebaliknya, obesitas dihubungkan dengan beberapa komplikasi maternal, termasuk hipertensi,


preeklamsia, diabetes gestasional, kelainan persalinan, kelahiran sesar, dan komplikasi operasi
(American College of Obstetricians dan Gynecologists, 2013c). Obesitas juga tampaknya terkait
dengan berbagai anomali janin struktural. Dengan membandingkan perubahan indeks sebelum hamil
massa tubuh (BMI), Villamor dan Cnattingius (2006) menemukan bahwa kenaikan sedang dari BMI
sebelum kehamilan dapat mengakibatkan komplikasi perinatal, bahkan jika wanita tersebut tidak
menjadi kelebihan berat badan (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Olahraga

Ibu hamil biasanya dapat terus berolahraga selama kehamilan (American College of
Obstetricians dan Gynecologists, 2009a). Tidak ada data yang menunjukkan bahwa olahraga
berbahaya selama kehamilan. Satu pengecualian adalah bahwa saat kehamilan berlanjut, masalah
keseimbangan sendi dan relaksasi bisa menyebabkan dan rentan terhadap cedera ortopedi. Seorang
wanita harus disarankan untuk tidak berolahraga hingga kelelahan, dan dia harus meningkatkan
penggantian cairan. Pencegahan lanjutan termasuk posisi terlentang, kegiatan yang membutuhkan
keseimbangan yang baik, dan kondisi cuaca ekstrim (Cunningham, Leveno et al. 2014).

Pemeriksaan Skrining

Tes laboratorium tertentu dapat membantu dalam menilai risiko dan mencegah beberapa
komplikasi selama kehamilan. Tes yang lebih spesifik dapat membantu evaluasi wanita dengan
penyakit medis kronis tertentu. Contoh beberapa, tapi tentu tidak semua, penyakit kronis tertentu dapat
dinilai sebelum konsepsi sehingga dapat mengoptimalkan kondisi ibu sebelum kehamilan dan akan
meningkatkan hasil kehamilan. Cox dan rekan kerja (1992) menilai hasil kehamilan pada 1075 wanita
berisiko tinggi yang menerima evaluasi tersebut. Mereka melaporkan bahwa 240 wanita dengan
hipertensi, asma, atau ginjal, tiroid, atau penyakit jantung memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan hasil dari kehamilan sebelumnya (Cunningham, Leveno et al. 2014).

8
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. G., et al. (2014). Preconceptional counseling. Williams Obstetrics 24th Edition. F. G.
Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom et al., McGraw Hill Medical: 156-163
Heerdjan, S., Hudono, S.T. (2014). Penyakit saraf dan jiwa. Ilmu Kebidanan. H. Wiknjosastro, A. B.
Saifuddin, T. Rachimhadhi. Yayasan Bina Ilmu Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 531-548

Anda mungkin juga menyukai