Anda di halaman 1dari 105

EFIKASI SUPLEMENTASI ZINC TERHADAP PERBEDAAN BERAT BADAN

DAN TINGGI BADAN ANAK SEKOLAH DASAR PASCA TERINFEKSI

SOIL TRANSMITTED HELMINTH

TESIS

EFRINA M.R. HARAHAP

147041119 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


EFIKASI SUPLEMENTASI ZINC TERHADAP PERBEDAAN BERAT BADAN

DAN TINGGI BADAN ANAK SEKOLAH DASAR PASCA TERINFEKSI

SOIL TRANSMITTED HELMINTH

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister


Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu
Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

EFRINA M.R. HARAHAP

147041119 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

Efikasi Suplementasi Zinc Terhadap Perbedaan Berat Badan dan Tinggi


Badan Pada Anak Sekolah Dasar Pasca Terinfeksi
Soil Transmitted Helminth

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka.

Medan, April 2019

Efrina M.R. Harahap

iii
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang

merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan magister

kedokteran di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, saya ingin menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M(K) sebagai ketua

program studi magister kedokteran klinik Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Mohd Rhiza Z. Tala, M.Ked (OG), Sp.OG(K) sebagai sekretaris

program studi magister kedokteran klinik Universitas Sumatera Utara.

5. dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. dr. Selvi Nafianti, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku ketua program studi Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

iv
Universitas Sumatera Utara
7. Prof.dr.H.Munar Lubis, Sp. A(K) sebagai pembimbing pertama dan

Prof.dr.Darwin Dalimunthe, Ph.D sebagai pembimbing kedua yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing saya dalam

menyelesaikan tesis ini.

8. Prof.dr.Hj.Bidasari Lubis, Sp.A(K), dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K),

dan dr. Wisman Dalimunthe, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku penguji yang

telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

10. Bupati Kabupaten Muara Batang Gadis, Kecamatan Mandailing Natal,

Desa Sikapas, Kepala Sekolah SD Negeri 384 Sikapas yang telah

mengizinkan saya melakukan penelitian di wilayah dan instansi yang

mereka pimpin.

11. Seluruh guru dan siswa SD Negeri 384 Sikapas, Kecamatan Muara

Batang Gadis yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

12. Tim penelitian Singkuang yang telah bekerja sama dengan baik dalam

menyelesaikan penelitian di lokasi tersebut.

13. Ayahanda Almarhum dr. H. Effendie S. Harahap, Sp. A, Msi dan Ibunda

dr.Hj. Fatni Sulani, DTM&H, Msi yang sangat saya cintai dan hormati

yang telah memberikan dukungan moril dan materil yang sangat besar

selama pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat

imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.

v
Universitas Sumatera Utara
14. Seluruh teman-teman di bagian Ilmu Kesehatan Anak yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan, oleh

karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk

penyempurnaannya. Akhir kata, saya berharap semoga tesis ini dapat

memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.

Medan, April 2019

Penulis

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
TELAH DIUJI ii
PERNYATAAN iii
UCAPAN TERIMA KASIH iv
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR SINGKATAN xi
ABSTRAK xii
ABSTRACT xiii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.4.1. Tujuan umum 4
1.4.2. Tujuan khusus 4
1.5. Manfaat Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Soil transmitted helminths (STH) 6
2.2 Jenis-jenis Soil transmitted helminths (STH) 7
2.2.1. Ascaris lumbricoides 7
2.2.2. Trichuris trichiura 8
2.2.3. Cacing tambang 10
2.3. Penatalaksanaan Soil transmitted helminths (STH) 12
2.4. Dampak Infeksi STH terhadap saluran cerna 14
2.5. Status gizi 18
2.6. Zinc 20
2.6.1. Homeostasis zinc 20
2.6.2. Fungsi zinc 22
2.6.3. Sumber makanan dan kebutuhan zinc 25
2.6.4. Penilaian status zinc 27
2.6.5. Toksisitas zinc 30
2.6.6. Terapi zinc 32
2.7. Hubungan infeksi STH dengan BB/TBserta pengaruh 34
suplementasi zinc
2.8. Kerangka Teori 52
2.9. Kerangka Konsep 53

vii
Universitas Sumatera Utara
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian 54
3.2. Tempat dan Waktu 54
3.3. Populasi dan Sampel 54
3.4. Cara Pemilihan Sampel 55
3.5. Perkiraan Besar Sampel 55
3.6. Metode Pengumpulan Data 56
3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 56
3.5.1. Kriteria Inklusi 56
3.5.2. Kriteria Eksklusi 56
3.8. Izin Penelitian 57
3.9. Persetujuan 57
3.10. Etika Penelitian 57
3.11. Alur Penelitian 58
3.12. Cara Kerja 58
3.13. Identifikasi Variabel 60
3.14. Definisi Operasional 61
3.15. Pengolahan dan Analisis Data 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN


4.1. Prevalensi dan Karakteristik Demografi 63
4.2. Perbedaan BB dan TB pada pada kelompok 68
suplementasi zinc dan tanpa zinc
4.3. Selisih pertambahan BB dan TB pada kelompok 68
suplementasi zinc dan tanpa zinc

BAB 5. PEMBAHASAN 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. KESIMPULAN 75
6.2. SARAN 76

BAB 7. RINGKASAN 77

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN
1. Personil Penelitian 84
2 Biaya Penelitian 84
3. Jadwal Penelitian 85
4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 86
5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 88
6. Kuesioner Penelitian 89
7. Etika Penelitian 90

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.5 Klasifikasi status gizi 20

Tabel 2.6.3 Kandungan zinc dalam bahan makanan 27

Tabel 2.6.4 Penyebab utama defisiensi zinc 29

Tabel 2.7.1 Zinc dan tinggi badan untuk usia pada anak terinfeksi 44

dan tidak terinfeksi STH

Tabel 2.7.2 Model regresi linier tinggi untuk usia berdasarkan infeksi 45

STH dan zinc

Tabel 2.7.3 Model regresi linier zinc oleh infeksi STH 45

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian 67

Tabel 4.2 Perbedaan berat badan dan tinggi badan pada kelompok 68

Suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc

Tebel 4.3 Selisih pertambahan berat badan dan tinggi badan pada 69

kelompok dengan suplementasi zinc dan tanpa

Suplementasi zinc

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cacing Dewasa Ascaris Lumbricoides 8


Gambar 2.2 Telur Cacing Ascaris Lumbricoides 8
Gambar 2.3 Cacing Dewasa Trichuris trichiura 9
Gambar 2.4 Telur Cacing Trichuris trichiura 10
Gambar 2.5 Cacing Dewasa Hookworm 12
Gambar 2.6 Telur Cacing Hookworm 12
Gambar 2.7 Sifat multi-tugas pembuluh darah usus 14
Gambar 2.8 Kerangka kerja koneptual 50
Gambar 2.9 Kerangka Teori 52
Gambar 2.10 Kerangka Konsep 53
Gambar 3.1 Skema alur penelitian 58
Gambar 4.1 Diagram alur penelitian 65

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

STH : Soil Transmitted Helminths


WHO : World Health Organization
Ditjen P2PL : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
SD : Sekolah Dasar
GVB : Gut Vascular Barrier
IEC : Intestinal Epithelial Cells
TGF : Transforming Growth Factor
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
CDC : Center For Disease Control
DNA : Deoxyribonucleic Acid
RNA : Ribonucleic Acid
ASI : Air Susu Ibu
Th-1 : T Helper-1
GNRH : Growth Hormone Releasing Hormone
GH : Growth Hormone
IGF-1 : Insuline Growth Factor-1
IGFBP3 : Insuline Growth Factor Binding Protein-3
FGF : Fibroblast Growth Factor
TGF-alfa : Transforming Growth Factor- alfa
AKG : Angka kecukupan Gizi
IZiNCG : International Zinc Consultative Group
NHANES II : National Health and Nutrition Examination Survey II
IBS : Irritable Bowel Syndrome
DM : Diabetes Mellitus
LDL : Low Density Lipoprotein
HDL : High Density Lipoprotein
AAP : American Academy Of Pediatric
FDA : Food and Drugs Administration
HAZ : Height for age Z-Score
WAZ : Weight for age Z-Score
BAZ : BMI for age Z-Score
AGP : Alpha-1 Acid Glycoprotein
CRP : C-Reactive Protein
HIV : Human Imunodeficiency Virus
SB : Simpangan Baku

xi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Latar belakang: Prevalensi STH di Indonesia secara umum masih sangat


tinggi yaitu 60%, terutama pada populasi kurang mampu yang memiliki risiko
tinggi tertular penyakit ini. Infeksi STH menunjukkan hubungan dengan
konsentrasi zinc. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak
berbeda antara populasi dan mungkin tergantung pada prevalensi spesies
STH dan defisiensi zinc.

Tujuan: Mengetahui efek suplementasi zinc terhadap berat badan dan tinggi
badan pada anak sekolah dasar pasca terinfeksi Soil Transmitted Helminth
(STH)

Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak yang tidak tersamar yang
dilakukan di Desa Sikapas, Distrik Muara Batang Gadis, Mandailing Natal
pada bulan Februari-Mei 2017. Siswa sekolah dasar usia 6-12 tahun
dimasukkan dalam pengambilan sampel, Uji Chi Square dilakukan pada data
dengan variabel kategori, uji t independen dilakukan untuk data numerik yang
terdistribusi normal, sedangkan data yang tidak terdistribusi normal
menggunakan uji Mann-Whitney. Semua data dicatat dalam status penelitian,
dikumpulkan dan kemudian diproses menggunakan SPSS 16.0.

Hasil: Dari 200 siswa, 70 memenuhi kriteria inklusi dan 39 siswa bersedia
mengukur berat dan tinggi badan mereka. Berdasarkan penelitian
menggunakan uji T berpasangan ditemukan perbedaan yang signifikan
dalam peningkatan tinggi badan rata-rata (p = 0.01) dan tetapi tidak signifikan
terhadap berat badan (P = 0.058) pada awal dan akhir penelitian pada setiap
kelompok suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc.

Kesimpulan: Pemberian suplemen Zinc 10 mg meningkatkan tinggi dan


berat badan anak pasca STH

Kata kunci: STH, zinc, Tinggi badan, Berat badan, anak

xii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACK

Background: The prevalence of STH in Indonesia in general is still very high


at 60%, especially in the underprivileged population who have a high risk of
contracting this disease. STH infection showed an association with zinc
concentration. Factors influencing child growth differ between populations
and may depend on prevalences of STH species and zinc deficiency.

Aim: Knowing the effect of zinc supplementation on body weight and height
in elementary school children after infection of Soil Transmitted Helminth
(STH).

Method: This study was a randomized, non-disguise clinical trial conducted


at Sikapas Village, Muara Batang Gadis District,Mandailing Natal in February-
May 2017. Primary school student age 7-12 were included in sampling, Chi
Square tests were performed on the data with categorical variables,
independent t test is carried out For numeric data that is normally distributed,
while data that is not normally distributed uses the Mann-Whitney test. All
data is recorded in the status of the study, collected and then processed
using SPSS 16.0 for Windows computer software.

Result: Of the 200 students, 70 met the inclusion criteria and 39 students
were willing to measure their weight and height. Based on research using
paired T test found significant differences in mean height (P= 0.01) but no
significant differences in mean body weight (P=0.058) at the beginning and
end of the study in each group of zinc supplementation and without zinc
supplementation.

Conclusion: 10 mg Zinc supplementation enhance the height and weight of


children post STH

Keywords: STH, Zinc, Height, Weight, children

xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Soil Transmitted Helminth (STH) adalah infeksi cacing yang penularannya

melalui tanah yang disebabkan oleh lima jenis cacing yaitu Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostama duodenale, Necator

americanus dan Strongyloides stercoralis.1,2,3 Berdasarkan data dari World

Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 1,5 miliar orang,

atau 24% dari populasi dunia, terinfeksi cacing yang ditularkan melalui tanah

di seluruh dunia. Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan

jumlah terbesar terjadi di Afrika sub-Sahara, Amerika, Cina, dan Asia Timur.4

Prevalensi STH di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi yaitu

sebesar 60%, terutama pada golongan penduduk kurang mampu yang

memiliki risiko tinggi terjangkit penyakit ini.3 Laporan hasil survei prevalensi

infeksi cacing pada 10 provinsi tahun 2004, Sumatera Utara menduduki

peringkat ke-3 (60.4%) dalam penyakit kecacingan. Survei kecacingan tahun

2009 oleh Ditjen P2PL di Indonesia menyebutkan 31.8% siswa Sekolah

Dasar (SD) menderita kecacingan.5 Penelitian tentang infeksi cacing

1
Universitas Sumatera Utara
2

menunjukkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan yang

sering terkena infeksi cacing karena sering berhubungan dengan tanah. 6

Infeksi cacing memiliki dampak merugikan baik secara langsung atau

tidak langsung terhadap pertumbuhan baik berat badan dan tinggi badan

anak dengan mengganggu asupan gizi pada saluran cerna. Beberapa

mekanisme dengan memberi makan pada jaringan inang, termasuk darah

dan serum, yang menyebabkan hilangnya zat besi dan protein, menyebabkan

gangguan pencernaan atau malabsorpsi nutrisi, respons inflamasi yang

mengarah pada produksi zat yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan

asupan makanan, menyebabkan demam sehingga meningkatkan

metabolisme tubuh yang menyebabkan hipertrofi otot dan dengan respon

imun terhadap infeksi, yang semuanya menghasilkan penyimpangan atau

penggunaan nutrisi dan energi untuk tujuan yang tidak diperlukan jika cacing

tidak ada.7

Suatu studi intervensi yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa pertumbuhan anak yang terinfeksi STH membaik setelah dilakukan

pengobatan (deworming).8,9 Deworming pada anak prasekolah di Uganda

sebagai bagian dari layanan kesehatan yang dijadwalkan secara rutin

memiliki dampak terhadap peningkatan berat badan.10

Universitas Sumatera Utara


3

Penelitian metaanalisis menyatakan bahwa deworming saja tidak

dapat mengobati defisit nutrisi yang mendasarinya yang disebabkan atau

diperparah oleh infeksi cacing, sehingga diperlukan energi tambahan seperti

makronutrien dan mikronutrien.7 Salah satu mikronutrien yang dapat

diberikan adalah zinc, dimana zinc secara langsung dapat mempengaruhi

transport ion epitel usus dan menjaga tight junction sel epitel usus, yang

mana pada keadaan infeksi cacing dapat terjadi reaksi inflamasi pada

mukosa usus. Hasil penelitian di Malawi Selatan menyatakan bahwa

pengobatan dengan zinc atau albendazole dapat memperbaiki keadaan

saluran cerna pada anak yang terinfeksi parasit sebelumnya. 11

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut :

Bagaimanakah efek suplementasi zinc terhadap berat badan dan tinggi

badan pada anak usia sekolah dasar pasca terinfeksi Soil Transmitted

Helminth (STH).

1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan berat badan dan tinggi badan yang signifikan pada anak

sekolah dasar pasca terinfeksi Soil Transmitted Helminth (STH) yang

mendapatkan suplementasi zinc.

Universitas Sumatera Utara


4

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui efek suplementasi zinc terhadap berat badan dan tinggi badan

pada anak sekolah dasar pasca terinfeksi Soil Transmitted Helminth (STH).

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan berat badan sebelum dan sesudah

suplementasi zinc pada anak sekolah dasar pasca infeksi Soil

Transmitted Helminth (STH) di Desa Sikapas Kabupaten Madina,

Sumatera Utara.

2. Mengetahui perbedaan tinggi badan sebelum dan sesudah

suplementasi zinc pada anak sekolah dasar pasca infeksi Soil

Transmitted Helminth (STH) di Desa Sikapas Kabupaten Madina,

Sumatera Utara.

3. Mengetahui perbedaan selisih berat badan dan tinggi badan pada anak

yang mendapatkan suplementasi zinc dan yang tidak mendapatkan

suplementasi zinc pada anak sekolah dasar pasca terinfeksi Soil

Transmitted Helminth (STH) di Desa Sikapas Kabupaten Madina,

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


5

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik/ilmiah

Memberi gambaran pentingnya zinc untuk pertumbuhan anak dalam

penelitian ini khususnya peningkatan berat badan dan tinggi badan.

2. Di bidang pelayanan masyarakat

Menjadi suatu acuan bahwa pemberian suplementasi zinc dapat

mempengaruhi peningkatan berat badan dan tinggi badan pada anak

pasca infeksi STH.

3. Di bidang pengembangan penelitian

Menjadi sumbangan pengetahuan dalam melihat manfaat suplementasi

zinc pada peningkatan berat badan dan tinggi badan anak sekolah

dasar pasca terinfeksi STH.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soil Transmitted Helminth

Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing.

Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun

suatu jaringan tubuh dan organ yang kompleks. Soil Transmitted Helminth

(STH) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk

perkembangan bentuk infektif.12,13

Infeksi STH ditemukan tersering di daerah iklim hangat dan lembab

yang memiliki sanitasi dan higienitas yang buruk. STH hidup di usus dan

telurnya akan keluar melalui tinja hospes. Jika hospes defekasi di luar

(taman, lapangan) atau jika tinja mengandung telur yang belum infeksius

maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur menjadi infeksius jika

telur matang.12

2.2. Jenis-jenis Soil Transmitted Helminth (STH)

Di Indonesia golongan cacing ini yang yang amat penting dan menyebabkan

masalah kesehatan pada masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang

(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).12,13

6
Universitas Sumatera Utara
7

2.2.1. Ascaris lumbricoides

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit

yang disebabkannya disebut askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran

paling besar di antara Nematoda intestinalis yang lain. Bentuknya silindris

(bulat panjang), ujung anterior lancip. Bagian anterior dilengkapi oleh tiga

bibir yang tumbuh dengan sempurna. Cacing betina berukuran lebih besar

jika dibandingkan dengan cacing jantan, dengan ukuran panjangnya 20-35

cm. Pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus. Tubuhnya

berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan

kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya10-30 cm, warna putih

kemerah- merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan

melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum

berukuran 2 mm. Cacing ini hidup di dalam rongga usus halus hingga

dewasa, memakan isi usus dan cacing dewasa betina menghasilkan hingga
13-15
200.000 telur dalam sehari. Telur cacing Ascaris dapat bertahan hidup

selama beberapa bulan atau tahun dalam kondisi hangat, lembab bahkan bila

terpapar formalin 10%.8

Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 2.1: Cacing Dewasa Ascaris lumbricoides

Gambar 2.2 : Telur Cacing Ascaris lumbricoides

2.2.2. Trichuris trichiura

Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara

menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia.

Cacing ini lebih sering ditemukan bersama- sama dengan cacing Ascaris

lumbricoides.13-15

Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di

daerah sekum dan kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis.

Universitas Sumatera Utara


9

Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang

menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari

bahan mukus yang jernih. Cacing ini memasukkan ujung anterior cambuk ke

dinding usus dan mensekresikan enzim dan protein spesifik yang

menyebabkan terbentuk sinsitium yang menyediakan makanan cair yang

mudah dicerna untuk cacing. Penetrasi cacing ke dalam jaringan juga

menyebabkan peradangan dan pendarahan sehingga, ketika sejumlah besar

cacing dapat menyebabkan disentri dan bahkan prolaps rektum. Setiap

cacing betina menghasilkan 3000–20.000 telur per hari.8 Telur berukuran 50-

54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli. Cacing jantan


13-15
panjangnya ± 4 cm, dan cacing betina penjangnya ± 5 cm.

Gambar 2.3 : Cacing Dewasa Trichuris trichiura

Universitas Sumatera Utara


10

Gambar 2.4 : Telur Cacing Trichuris trichiura

2.2.3 Cacing Tambang

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik

namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus

dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia.

Dan kedua cacing ini menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan

Ankilostomiasis.13-15

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan

dalam tinja disebut sebagai telur Hookworm atau telur cacing tambang.

Bentuk telurnya oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium

rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan dengan panjang 250

mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium filariform

(Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan

panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan. Infeksi dengan kedua spesies

Universitas Sumatera Utara


11

cacing tambang terjadi ketika larva infektif di tanah bersentuhan dengan kulit

telanjang. Larva infeksius masuk melalui epidermis melalui proses penetrasi

mekanik yang difasilitasi oleh enzim protease yang disekresikan oleh cacing.

Setelah larva masuk ke dalam tubuh manusia, larva cacing tambang

bermigrasi melalui sistem pembuluh darah dan jantung lalu ke pembuluh

darah paru, dan kemudian masuk ke dalam alveoli. Silia yang melapisi

bronkiolus membawa larva ke atas, ke esofagus, kemudian tertelan dan

mencapai usus halus.

Cacing ini memakan waktu sekitar 4–5 minggu untuk matang dan

mulai menghasilkan telur, yang disebut periode pra-paten. Cacing Necator

americanus betina dapat bertelur ±5.000-10.000 butir/hari sedangkan cacing

Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000-25.000 butir/hari.

Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina

berukuran 10 sampai 13 mm. Rongga bukal kedua spesies cacing tambang

yang menginfeksi manusia mengandung pelat tajam atau gigi yang

digunakan untuk memegang dan memotong jaringan usus untuk

memungkinkan cacing untuk menyedot darah dan cairan jaringan. 8

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 2.5 : Cacing Dewasa Hookworm

Gambar 2.6 : Telur Cacing Hookworm

2.3. Penatalaksanaan Soil Transmitted Helminth (STH)

Strategi global untuk mengatasi infeksi cacing adalah pemberantasan massal

dengan obat antihelminth yang secara berkala diberikan kepada anak-anak

usia sekolah dan kelompok berisiko tinggi lainnya. Secara tradisional,

pemberantasan massal diberikan kepada semua anak usia sekolah yang

tujuannya adalah mengendalikan morbiditas pada tingkat populasi, yang

mungkin mengurangi penularan penyakit. Selain itu, deworming juga memiliki

Universitas Sumatera Utara


13

efek terhadap perbaikan status gizi pada anak yang sebelumnya terinfeksi

baik peningkatan berat badan ataupun tinggi badan. 7

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati infeksi dengan

nematoda usus dapat dibagi menjadi dua jenis utama: obat-obatan yang

bekerja pada sistem saraf untuk melumpuhkan cacing sehingga mereka

dikeluarkan dari usus oleh peristaltik normal dan obat-obatan yang

menghambat proses metabolisme, menghalangi ambilan glukosa oleh

mikrotubulus dalam mitokondria cacing sehingga dapat bekerja pada

berbagai stadium cacing (telur, larva dan cacing dewasa). Pilihan obat

berupa albendazol, mebendazol, invermectin dan pirantel pamoat.

Pengobatan periodik dengan albendazole yang diberikan dua kali

setahun sebagai bagian dari pelayanan kesehatan anak di Uganda

menyebabkan kenaikan atau penambahan berat badan ekstra sekitar 5% jika

anak-anak diobati setiap tahun.7

Suatu penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa jika prevalensi

nematoda usus lebih dari 50% atau lebih maka pemberian obat-obatan

anthelmintik menyebabkan peningkatan ekstra berat badan yang signifikan

pada, tinggi badan, lingkar lengan atas dan ketebalan lipatan kulit

dibandingkan dengan kontrol yang tidak diobati. Kenaikan berat dan tinggi

badan juga menyebabkan peningkatan indeks status antropometri dalam

hasil studi ini.8

Universitas Sumatera Utara


14

2.4. Dampak infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) terhadap saluran


cerna

Kecacingan jarang menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat

mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kecacingan dapat

mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, kecerdasan, produktivitas

dan gangguan pertumbuhan baik berat badan ataupun tinggi badan. Infeksi

STH dapat mempengaruhi pertumbuhan berat badan atau tinggi badan

dengan cara menurunkan nafsu makan ataupun gangguan dari saluran

pencernaan tergantung pada spesiesnya.17,18

Gambar 2.7. Sifat multi-tugas pembuluh darah usus.

Pada kondisi stabil, penghalang epitel usus dan Gut-vascular barrier (GVB)

kontrol diseminasi sistemik mikroba dan rekrutmen sel peredaran darah

Universitas Sumatera Utara


15

untuk mempertahankan lingkungan tolerogenik. Selama tahap jaringan-

invasif dari beragam spesies cacing parasit, dugaan hilangnya integritas

penghalang epitel dan endotel menghasilkan akumulasi cepat dan kuat sel-

sel inflamasi dan kerusakan jaringan. Dalam konteks ini, faktor cacing dan

faktor turunan berkontribusi untuk membentuk keadaan toleransi pembuluh

darah untuk membatasi kerusakan jaringan dan mempromosikan perbaikan

Gut-vascular barrier (GVB).17,18

Saluran pencernaan adalah suatu ekosistem kompleks dari interaksi

antara sel inang dan mikroorganisme yang tidak hanya berfungsi untuk

menyerap nutrisi makanan dan menghilangkan zat sisa makanan yang tidak

diperlukan bagi tubuh tetapi juga untuk membantu perkembangan sistem

kekebalan tubuh.28

Karakteristik sistem saluran cerna yang baik ditandai dengan keadaan

fisik barrier saluran cerna yang terdiri dari lapisan sel epitel tunggal yang

memisahkan mikroba luminal sehingga tidak bersentuhan dengan permukaan

apikal sel-sel imun yang ada dalam parenkim usus. Dengan demikian,

diperlukan regulasi imun tingkat tinggi untuk mempertahankan homeostasis

usus. Intestinal epithelial cells (IEC) mendeteksi motif patogen melalui

reseptor pengenalan pola, menghasilkan suatu faktor anti-mikroba dan lendir

yang menghambat invasi mikroba ke dalam saluran cerna. IEC juga

membantu regulasi sistem kekebalan tubuh dengan memfasilitasi

Universitas Sumatera Utara


16

pengembangan regulasi sel T, sel dendritik dan makrofag melalui produksi

sel tymus, asam retinoat, dan transforming growth factor- β (TGF).28

Dalam keadaan terjadinya suatu invasi patogen atau hilangnya

integritas dari barrier saluran cerna, baik IEC dan leukosit saluran cerna

mengeluarkan sejumlah sitokin, spesies oksigen reaktif, dan mediator lipid

yang meningkatkan ekspresi sel endotel saluran cerna terhadap reseptor

kemokin yang meningkatkan ekstravasasi sel imun ke dalam lamina propria

saluran cerna. Mediator-mediator inflamasi juga meningkatkan permeabilitas

vaskular yang selanjutnya memfasilitasi sel-sel imun untuk masuk ke dalam

sel. Di dalam jaringan, sel-sel kekebalan menghadapi sitokin peningkat

efektor dan produk turunan patogen yang memperkuat respons inflamasi dan

menetralkan (melalui produksi antibodi) atau membunuh (melalui fagositosis

atau lisis sel) untuk menyerang patogen. Dalam kasus infeksi oleh organisme

multiseluler yang tidak bereplikasi, seperti cacing parasit, fokus respons imun

untuk membatasi kerusakan jaringan dan mentoleransi invasi inang.

Meskipun sel endotel secara timbal balik menghasilkan oksidan yang dapat

meningkatkan atau menangkal stres sel yang terkait dengan peradangan,

bagaimana pembuluh darah usus merespon berbagai bentuk infeksi dan

cedera dan menghasilkan respon imun, belum diketahui secara jelas. 28

Hubungan antara pembuluh darah usus dan infeksi cacing awalnya

diamati pada tahun 1880 oleh Edoardo Perroncito, seorang ilmuwan ahli

Universitas Sumatera Utara


17

parasitologi berasal dari Italia, yang mencatat malnutrisi dan anemia di

kalangan pekerja selama wabah infeksi parasit yang parah. Meskipun salah

satu morbiditas infeksi cacing yang paling sering adalah pendarahan usus,

setiap jenis cacing memiliki rute migrasi yang unik melalui inangnya. Dengan

demikian, kerusakan jaringan dan mekanisme pertahanan tubuh tergantung

dari jenis atau spesies cacing tersebut. Namun, kebanyakan cacing yang

tinggal di usus harus merusak epitel saluran cerna dan memasuki jaringan

inang untuk pematangan ataupun sebagai tempat sumber makanan. Dengan

demikian, kapiler dan arteriol dalam jaringan usus pecah secara mekanis,

menyebabkan kehilangan darah (Gambar 1). Keparahan kehilangan darah

secara positif berkorelasi dengan beban parasit. Selain itu, cacing usus

melepaskan suatu enzim protease, hyaluronidase, dan faktor anticlotting

yang memecah matriks ekstraseluler usus dan selanjutnya membahayakan

integritas pembuluh darah.28

Pada penderita kecacingan, status gizi dapat dipengaruhi dengan

berbagai cara seperti mengambil makanan dari dalam usus termasuk

makronutrien dan mikronutrien, menghasilkan respon inflamasi yang

mengarah pada produksi zat yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan

asupan makanan, atau zat yang mengubah metabolisme dan penyimpanan

nutrisi utama seperti zat besi, dan menyebabkan kerusakan pada mukosa

usus, berupa proses peradangan pada dinding mukosa usus, pelebaran dan

Universitas Sumatera Utara


18

memendeknya vili yang menyebabkan hilangnya enzim yang dihasilkan oleh

brush border, bertambah panjangnya kripta, menurunnya rasio vilus kripta

dan infiltrasi sel bulat ke lamina propria yang berakibat menyebabkan

gangguan pencernaan atau malabsorpsi nutrisi.17,18

Sebagian kelainan ini dapat kembali normal bila cacing dikeluarkan.

Efek langsung yang terukur akibat kelainan mukosa usus halus adalah

meningkatnya nitrogen dalam tinja, steatorrhea karena terjadi gangguan dari

absorbsi lemak, karbohidrat yang diukur dengan xylose test. Akibat lainnya

adalah cacing dapat mengakibatkan hiperperistaltik hingga dapat

menimbulkan diare, juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman di daerah

perut, kolik akut pada daerah epigastrium dan gangguan nafsu makan.

Keadaan ini biasanya ditemukan pada saat terjadinya proses peradangan

pada dinding mukosa usus.19

2.5. Status Gizi

Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan

yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut.

Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor antara lain:

tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan aktivitas fisik, gangguan

pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, dan perbedaan

pengeluaran dan penghancuran dari zat gizi tersebut di dalam tubuh. Untuk

memperkirakan status gizi seseorang, suatu kelompok ataupun suatu

Universitas Sumatera Utara


19

masyarakat maka perlu dilaksanakan pengukuran-pengukuran untuk menilai

berbagai tindakan gizi. Ada beberapa cara untuk menilai status gizi salah

satu diantaranya adalah pengukuran antropometri.16

Prinsip penentuan status gizi dengan pemeriksaan antropometri

adalah menentukan proporsi berat badan (BB) menurut panjang badan tinggi

badan (TB). Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang penting

digunakan untuk mengukur status gizi. Berat badan merupakan hasil

peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara

lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lain-lain. Berat badan dipakai

sebagai indikator yang terbaik untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh

kembang anak dan sangat sensitif terhadap perubahan sedikit saja. Tinggi

badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan

keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu

tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan

menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan. Pertumbuhan yang

digunakan sebagai acuan adalah grafik World Health Organization (WHO)

tahun 2006 untuk anak berusia <60 bulan dan grafik Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) tahun 2000 untuk anak berusia ≥60 bulan.

Klasifikasi status gizi dapat dilihat pada Tabel 2.5. 24

Universitas Sumatera Utara


20

Tabel 2.5. Klasifikasi status gizi 24

Status nutrisi BB/TB BB/TB IMT


(% median) (WHO 2006) (CDC 2000)
Obesitas >120 >3 SD >P95

Overweight >110 >3 hingga 2 SD P85-95

Normal >90 2 hingga -2 SD

Gizi kurang 70-90 <-2 hingga -3 SD

Gizi buruk <70 <-3SD

2.6. Zinc

Zinc adalah mineral mikro (trace element) yang penting terdapat pada setiap

sel tubuh, berperan dalam menstimulasi aktifitas kurang lebih 100 enzim,

yaitu substansi yang mendukung reaksi-reaksi biokimia dalam sintesa

deoxyribonucleic acid (DNA), ribonucleic acid (RNA) dan protein yang terjadi

saat pembelahan, diferensiasi dan pertumbuhan sel di dalam tubuh.9

2.6.1 Homeostasis zinc

Proses absorpsi zinc eksogen, sekresi gastrointestinal dan eksresi zinc

endogen sangat penting untuk homeostasis zinc seluruh tubuh. Zinc

diabsorpsi sepanjang usus halus (duodenum) dan jejunum yang paling

bertanggung jawab untuk sebagian besar absorpsinya, faktor yang

Universitas Sumatera Utara


21

memengaruhi absorpsi zinc termasuk kebutuhan tubuh akan zinc dan

komposisi dari makanan yang mengandung zinc.9,21

Zinc diangkut oleh albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan

dibawa ke hati. Kelebihan zinc disimpan di dalam hati dalam bentuk

metalotionein, lainnya dibawa ke pankreas dan jaringan tubuh lain. Didalam

pankreas zinc digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada

waktu makan dikeluarkan ke dalam saluran cerna. Absorpsi zinc diatur oleh

metalotionin yang disintesis di dalam sel dinding saluran cerna. Bila konsumsi

zinc tinggi, di dalam sel dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi

metalotionein sebagai simpanan, sehingga absorpsi berkurang. Bentuk

simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel dinding usus halus yang umurnya

2-5 hari. Metalotionein di dalam hati mengikat zinc hingga dibutujkan oleh

tubuh.21,22

Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi zinc adalah jumlah dan

bentuk zinc yang dikonsumsi, diet yang meningkatkan absorpsi (ASI, protein

hewani) dan yang menghambat absorpsi (fitat, zat besi, kalsium sebagai

suplemen), hipoalbuminemia yang dapat mempengaruhi penyerapan dan

pengangkutan zinc, infeksi dan kondisi fisologis seperti menyusui, kehamilan,

bayi akan meningkatkan absorpsi zinc. 22

Dalam keadaan tubuh mengalami defisiensi zinc makan akan

menghambat sirkulasi zinc dari pankreas

Universitas Sumatera Utara


22

2.6.2. Fungsi zinc

Zinc terdapat pada setiap sel hidup pada tubuh, ia memiliki bermacam-

macam fungsi biologis pada tubuh, utamanya sebagai komponen dari

berbagai enzim. Hampir 100 enzim memerlukan zinc sebagai kofaktor untuk

aktivitas optimalnya. Asupan zinc yang adekuat diperlukan untuk menyokong

banyak fungsi tubuh seperti:

1. Kofaktor dari berbagai enzim seperti ; karboksi-anhidrase esesnsial

yang membawa karbondioksia ke paru, laktat dehidrogenase

merubah piruvat dan asam laktat saat proses glikolisis, alkali

fosfatase dalam metabolisme tulang, alkohol dehidrogenase, dan

lain sebagainya.

2. Kofaktor enzim DNA polimerase dan RNA polimerase yang

diperlukan dalam sintesis DNA, RNA, dan ptotein.

3. Berperan dalam meningkatkan fungsi imunitas dalam aktivasi

limfosit T, produksi Th-1, dan fungsi limfosit B.

4. Meningkatkan fungsi indera pengecapan atau rasa sehingga dapat

meningkatkan nafsu makan. Jika tubuh mengalami defisiensi zinc

akan menghambat sirkulasi zinc di dalam tubuh dari pankreas ke

saluran cerna sehingga mengakibatkan gangguan fungsi pankreas,

gangguan pembentukan kilomikron, dan kerusakan permukaan

saluran cerna. Kondisi tersebut dapat menyebabkan penurunan

Universitas Sumatera Utara


23

ketajaman indra rasa sehingga dapat menyebabkan nafsu makan

menurun.

5. Berfungsi sebagai antioksidan yang berfungsi dalam

menghancurkan radikal bebas, dimana zinc merupakan unsur

intrinsik yang sangat penting dari enzim superoxide dismutase,

enzim yang membantu mencegah kerusakan oksidasi dari sel

dengan mengubah super oksigen radikal bebas (O2-) menjadi

hidrogen peroksida, yang kemudian akan diubah oleh katalase

menjadi air dan oksigen.

6. Struktur dan fungsi sel membran, khususnya membran antar sel

pada dinding mukosa usus halus. Dimana pada membran selnya

memiliki tight junction seal, yang fungsinya adalah melindungi sel

dari kerusakan mekanis, serangan mikroorganisame yang

menyusup masuk, serta bantu jaga dari kehilangan cairan. 21-24

7. Berperan dalam regulasi dan produksi hormon pertumbuhan

(growth hormon) baik pada manusia maupun pada hewan. Sistem

utama yang mengatur pertumbuhan tulang adalah hipotalamus,

hipofisis (kelenjar pitutari), hati dan tulang. Zinc dibutuhkan dalam

mengaktifkan dan memulai sintesis hormon pertumbuhan. Zinc

merangsang atau menginduksi sekresi neuropeptida pada

hipotalamus yaitu growth hormone releasing hormone (GHRH),

Universitas Sumatera Utara


24

kemudian merangsang sel somatotropik hipofisis untuk mensintesis

dan mengeluarkan hormon pertumbuhan (GH). Hormon

pertumbuhan ini bekerja pada reseptor hati yang mengekspresikan

sintesis Liver Insulin Growth Factor (IGF)-I yang merupakan

hormone pertumbuhan. Aksi biologis dari IGF-1 terjadi terutama di

kondrosit pada lempeng epifisis tulang, yang bertanggung jawab

untuk pertumbuhan tulang longitudinal. Jadi, zinc bekerja pada

semua tingkatan mekanisme yang bertanggung jawab untuk

pertumbuhan tulang. Konsentrasi dari hormon faktor pertumbuhan

seperti insulin 1 (IGF1) dan protein pengikat faktor pertumbuhan

seperti insulin 3 (IGFBP3) juga meningkat dengan bertambahnya

usia pada anak-anak, terutama pada masa pubertas. Hormon-

hormon ini dipengaruhi oleh zinc dimana defisiensi zinc dapat

menurunkan konsentrasi IGF1 dan IGFBP3, yang meningkat

setelah pemberian suplementasi zinc oral, termasuk pada anak-

anak yang tidak kekurangan zinc.

8. Berfungsi untuk memperbaiki sel epitel usus yang rusak dengan

cara berikatan dengan protein usus yang kaya akan sistein

sehingga menimbulkan respon perbaikan terhadap sel epitel usus.

Zinc dapat meningkatkan perbaikan lapisan sel-sel endotel

pembuluh darah yang rusak melalui jalur lipooksigenase yang

Universitas Sumatera Utara


25

dimediasi oleh faktor pertumbuhan fibroblast (FGF). Selain itu, zinc

intraseluler dapat meregulasi berbagai metaloprotein, faktor-faktor

transkripsi dan pengikat-pengikat lain di dalam epitel usus. Dengan

demikian, zinc dapat memulai beberapa jalur transduksi sinyal

intraseluler yang secara langsung atau tidak langsung

menyebabkan peningkatan migrasi sel. Zinc memainkan peran

penting dalam imunitas seluler, mengatur proliferasi limfosit,

komposisi matriks ekstraseluler dan produksi sitokin dan faktor

pertumbuhan seperti TGF-alfa, faktor pertumbuhan epidermis,

interferon gamma, interleukin 1 beta. Faktor-faktor pertumbuhan ini

juga memliki efek yang cukup kuat dalam regenerasi sel eitel usus.

Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa zink bertindak dengan

cara aditif atau sinergis dengan beberapa faktor pertumbuhan atau

sitokin, sehingga meningkatkan perbaikan sel epitel usus.25

2.6.3. Sumber Makanan dan Kebutuhan Zinc

Zinc merupakan elemen kelumit esensial yang berarti tidak dapat diproduksi

sendiri oleh tubuh.21-24 Tidak seperti besi, tidak ada simpanan zinc dalam

tubuh, maka bioavailabilitasnya bergantung pada asupan dari makanan.

Kebutuhan zinc sangat bervariasi taergantung keadaan fisiologis sepperti

pemebentukan jaringan, pertumbuhan dan keadaan patologis, dimana pada

kondisi ini kebutuhan akan zinc meningkat, seperti pada infeksi, trauma dan

Universitas Sumatera Utara


26

gangguan absorpsi. Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan untuk bayi

usia 0-6 bulan adalah 2 mg/hari, usia 7-36 bulan 3 mg/hari, usia 4-8 tahun 5

mg/hari dan usia 9-13 tahun 8 mg/hari. Belum diketahui dosis untuk

mempertahankan keseimbangan zinc pada bayi di daerah prevalensi

defisiensi zinc yang tinggi. Sebagian besar penelitian menunjukkan dosis 10

mg untuk bayi dan 20 mg untuk usia dibawah 5 tahun zinc elemental perhari,

aman pada anak – anak. Dosis 70 mg 2 kali seminggu tidak menimbulkan

efek toksik.26

Sumber zinc dalam makanan diantaranya adalah daging, kerang, biji-

bijian, sereal yang difortifikasi, dan gandum utuh. Kandungan zinc dalam

bahan-bahan makanan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 2.6.3 Kandungan zinc dalam bahan makanan27


Bahan makanan Zinc (mg/100 g)
Susu 0.4
Keju cheddar 2.3
Danging merah 1.5 – 8.7
Ikan 0.5
Telur 1.3
Kentang 0.3
Kacang polong 0.77 – 2.8
Kedelai dikeringkan 3.0
Kacang tanah panggang 3.2
Jahe 4.5
Roti gandum 2.0
Roti putih 0.8
Chapatti 1.0
Tepung maizena 2.5
Beras tanpa kulit ari 1.3
Beras utuh 1.4

2.6.4. Penilaian status zinc

Kadar zinc dalam plasma dan serum saat ini paling sering digunakan sebagai

indikator status zinc pada manusia. Kondisi zinc plasma dipengaruhi oleh

beberapa kondisi seperti hipoalbumin, hemokonsentrasi dan respon fase

akut.27,28

International Zinc Consultative Group (IZiNCG) telah menganalisis

kembali data zinc serum dari national health and nutrition examination survey

II (NHANES II), yang juga menggunakan umur, jenis kelamin, status puasa

(>8 jam setelah makan terakhir) dan waktu pada saat sampel dikumpulkan.

Cut off kadar zinc serum pada anak di bawah 10 tahun adalah 9.9 μmol/L

Universitas Sumatera Utara


28

(untuk pengambilan sampel pada pagi hari) dan 8.7 μmol/L untuk

pengambilan sampel darah pada waktu lebih dari jam 12 siang. Defisiensi

zinc apabila kadar zinc serum < 65 μg/dl. Beberapa parameter yang dapat

digunakan untuk menentukan status zinc tubuh antara lain adalah

konsentrasi zinc dalam: plasma atau serum, eritrosit, leukosit, rambut, urin,

air liur, dan uji kecap.21

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi zinc per hari tidak

mencukupi kebutuhan harian beberapa kelompok individu terutama anak.

Individu-individu ini dapat mengalami defisiensi yang tersamar ataupun

defisiensi yang sebenarnya dari zinc.26

Defisiensi zinc terbagi menjadi kongenital dan didapat. Etiologi

defisiensi zinc dijelaskan dalam tabel dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


29

Tabel 2.6.4 Penyebab Utama Defisensi Zinc 26

1. Asupan yang tidak adekuat 3. Kehilangan yang berlebihan


a. Diet rendah zinc (makanan a. Kehilangan melalui
yang mengandung rendah cairan digestif, seperti :
protein hewani) diare, fistel intestinal,
b. Kehilangan zinc saat proses penyakit-penyakit
pembuatan makanan. gastrointestinal lain yang
c. Nutrisi parenteral dan enteral berhubungan dengan
yang tinggi kalori dan lama diare.
d. Kekurangan asupamn nutrisi b. Peningkatan eliminasi
2. Malabsorpsi melalui urin, seperti :
a. Kongenital : Acrodermatitis sirosis hati, DM, penyakit
enterophatica (sangat jarang) ginjal, anemia hemolitik,
b. Didapat : nutrisi intravena,
1. Mengkonsumsi inhibitor peningkatan katabolisme
absorpsi seperti asam (operasi, trauma, infeksi,
fitat, dan banyak yang dll), diuretic, natrium
mengandung serat polyphosphate.
2. Sindrom malasorpsi c. Lain-lain : luka bakar,
Disfungsi liver, pancreas, hemodialysis
gangguan usus besar 4. Kebutuhan yang meningkat
(IBS), Short Bowel Kehamilan, neonates
Syndrome. (premature), peningkatan
3. Obat-obatan, agen kelasi, anabolisme (selama
seperti EDTA, pemberian nutrisi intravena)
penicinillamine 5. Tidak dapat dijelaskan,
seperti : kelainan timus

Universitas Sumatera Utara


30

Gejala-gejala dan penyakit yang disebabakan oleh defisiensi zinc:

seperti anoreksia, retardasi pertumbuhan, penyakit kulit, (seperti: dermatitis

pustular), alopesia, hipofungsi gonad, penyembuhan luka yang lama, mudah

terinfeksi, hiposmia, pica, depresi, ataksia, dementia, gangguan toleransi

glukosa, katarak, rabun senja, penyakit jantung iskemik, keganasan, dan

kehamilan yang abnormal.26

Diagnosis untuk defisensi zinc menggunakan pemeriksaan kadar zinc

dalam darah sulit karena kadar tersebut tidak selalu secara akurat

menggambarkan kadar total zinc dalam tubuh dimana sirkulasi zinc di dalam

tubuh sangat cepat berubah untuk memenuhi kebutuhan zinc di dalam

plasma sehingga tidak merefleksikan status zinc di dalam tubuh. Saat ini

penentuan dari status defisiensi zinc adalah dengan pemberian zinc secara

langsung dimana pada saat zinc diberikan kemudian di evaluasi ulang dan

dijumpai adanya perbaikan dari gejala yang sebelumnya timbul maka dapat

disimpulkan bahwa penyebab dari gejala tersebut karena defisiensi dari zinc.

Walaupun individu dengan kadar zinc dalam plasma normal dianjurkan

pemberian zinc untuk mendiagnosa bila dicurigai adanya defisiensi zinc.

Kadar normal zinc dalam darah sebesar 84-159 µg/dl.26,29

2.6.5. Toksisitas Zinc

Keracunan zinc bisa timbul jika manusia mengkonsumsi zinc sebesar 150 mg

– 2 gr/ hari. Dimana keracunan ini dapat menimbulkan efek berupa anemia

Universitas Sumatera Utara


31

sideroblastik, anemia hipokrom mikrositer, leukopenia, limfadenopati,

neutropenia, toksisitas gastrointestinal seperti kerusakan mukosa mulut,

kerongkongan dan lambung, gangguan hepar (hati) seperti sirosis bilier,

toksisitas kardiovaskuler seperti, kontraksi atrium prematur, hipertensi, syok

hipovolemik, toksisitas pulmonal, seperti, bronkospasme, inflamasi faring dan

laring, toksisitas ginjal seperti, hematuria mikroskopis, gagal ginjal, dan

albuminuria, toksisitas pada saraf dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf

sehingga manifestasi klinis yang dapat dijumpai, seperti pusing, letargi,


28
anxietas, depresi, dan somnolen.

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada anak usia pra

sekolah menunjukkan bahwa keracunan zinc jarang terjadi pada anak

tersebut. Adapun gejala yang timbul bila terjadi keracunan zinc pada anak

adalah berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, diare dan sakit

kepala.25,29

Selain itu toksisitas zink juga dapat menimbulkan defisiensi tembaga

(Cuprum) dan juga penurunan kadar feritin dalam darah. Toksisitas zinc juga

dapat mempengaruhi keseimbangan kolesterol, yaitu dengan meningkatkan

LDL dan menurunkan HDL. Toksisitas juga dapat mengganggu fungsi

pankreas sehingga terjadi peningkatan amilase, lipase, dan alkalin fosfatase.

Toksisitas zinc juga dapat menurunkan kadar mangan (Mn) sehingga

menimbulkan kerentanan terhadap reaksi autoimun.25,29

Universitas Sumatera Utara


32

2.6.6. Terapi Zinc

Suplementasi zinc adalah merupakan satu-satunya strategi intervensi yang

paling efektif untuk mengobati defisiensi zinc dibandingkan dengan alternatif

lain seperti makanan yang difortifikasi, makanan tambahan dan modifikasi

diet. 29,30

Hasil penelitian yang dilakukan di Cili menunjukkan bahwa pemberian

zinc pada anak meningkatkan kecepatan kenaikan berat badan dan tinggi

badan. Penelitian di Iran menunjukkan pemberian 5 mg zinc selama 4 bulan

pada anak berusia 9-18 tahun tanpa defisiensi zinc menunjukkan kecepatan

peningkatan berat badan dan tinggi badan. Penelitian lain di Iran

menunjukkan bahwa pemberian zinc 20 mg selama 4 bulan pada anak usia

11 tahun dengan defisiensi zinc menunjukkan kenaikan dari kadar zinc dalam

darah.30

Penelitian di Vietnam tahun 1999 tentang pengaruh suplementasi zinc

pada pertumbuhan anak menunjukkan efek suplementasi zinc 11 mg setiap

hari selama 3 bulan dapat meningkatkan pertumbuhan anak yang berusia 6-

24 bulan.21

Penelitian yang dilakukan di Mexico pada tahun 2002 menunjukkan

bahwa pada anak yang berusia 6- 15 bulan dengan infeksi Soil Transmitted

Helminth (STH) dan diberikan elemental zinc sebesar 20 mg/hari selama 1

tahun dapat menurunkan gejala dari infeksi cacing tersebut.31

Universitas Sumatera Utara


33

Beberapa rekomendasi pemberian zinc pada anak dengan defisiensi

zinc. Menurut Komite Nutrisi American Academy of Pediatric (AAP) bahwa

pada anak dengan defisiensi zinc diterapi dengan elemental zinc sebesar 0.5

– 1 mg/kgbb/hari. Terapi diberikan selama 3-4 bulan bahkan bila diperlukan

bisa sampai dengan 6 bulan dan dievaluasi sesuai dengan kondisi pasien.

Pasien dengan defisiensi zinc yang berat seperti penyakit acrodermatitis

enterophatica memerlukan elemental zinc 10-45 mg/hari. Journal of

Pediatrics mempublikasi pemberian suplementasi sebesar 4mg/kgbb/hari

pada anak berusia 9 bulan dengan defisiensi zinc menunjukkan

perbaikan.25,32

Berdasarkan rekomendasi dari Food and Drugs Administration (FDA)

dari Amerika mengatakan bahwa untuk anak usia dibawah 5 tahun diberikan

elemental zinc 5 mg/hari, diatas 5 tahun 10 mg/hari. 33

Penelitian di Iran tahun 2005 melaporkan bahwa pemberian elemen

zinc sebesar 10 mg per hari selama 6 bulan pada anak sekolah dasar

menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna.34

Penelitian di Zimbabwe tahun 1997 pada anak usia 11-17 tahun yang

terinfeksi cacing diberikan elemen zinc sebesar 30 mg per hari untuk berat

badan kurang dari 29.5 kg dan elemen zinc sebesar 50 mg per hari untuk

berat badan lebih dari 29.5 kg diberikan selama 12 bulan didapatkan

peningkatan berat badan yang bermakna.35

Universitas Sumatera Utara


34

2.7. Hubungan infeksi STH dengan BB/TB serta pengaruh suplementasi


zinc

Pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pengendalian

STH umumnya berfokus pada pemberian obat massal rutin untuk anak-anak

usia sekolah, yang bertujuan terutama untuk mengurangi prevalensi infeksi

berintensitas tinggi. Meskipun perawatan berbasis sekolah saat ini menjadi

prioritas, anak-anak pra-sekolah juga mengalami morbiditas yang substansial

dan mungkin mendapat efek dari kecacingan. Tantangan lain untuk

pengendalian STH adalah bagaimana menargetkan intervensi mengingat

heterogenitas geografis infeksi di negara, komunitas, dan individu, di mana

berbagai spesies STH sering terjadi. Bimbingan juga diperlukan untuk daerah

kumuh perkotaan, yang menampung hampir sepertiga populasi dunia dan

kurang dipelajari untuk intervensi STH.51

Terbukti infeksi STH kronis terutama terkait dengan kekurangan gizi

dan gangguan pertumbuhan. Misalnya, ada efek yang terbukti dari infeksi

STH pada status zat besi, status vitamin A, anemia, dan pertumbuhan yang

dimediasi melalui berbagai mekanisme, termasuk malabsorpsi, peradangan,

dan mengurangi asupan makanan dari nafsu makan berkurang. Namun,

beberapa penelitian telah mengeksplorasi hubungan STH dan malnutrisi

sambil menghitung beberapa kovariat dan tingkat keparahan infeksi STH.51

Berdasarkan penelitian Oomitola, dkk pada penelitian status nutrisi

pada anak prasekolah sebanyak 190 anak usia prasekolah dilibatkan dalam

Universitas Sumatera Utara


35

penelitian ini, tetapi hanya 97 yang dapat memberikan sampel tinja yang

memadai untuk pemeriksaan mikroskopis. Data demografis yang sesuai

dianalisis dari 97 (100%) anak-anak prasekolah yang disurvei

mengungkapkan bahwa subtotal dari 53 (54,6%) adalah laki-laki dan 44

(45,4%) adalah perempuan. Juga, sebagian besar anak-anak prasekolah 81

(83,5%) berada pada kisaran usia 0–60 bulan sementara 16 (16,5%) di

antaranya berusia di atas 60 bulan.52

Di semua indikator gizi, laki-laki lebih terpengaruh dibandingkan

perempuan dengan stunting (19,6% berbanding 15,1%), kurang berat badan

(30,9% berbanding 21,6%) untuk pria dan wanita. Namun tidak ada

perbedaan yang signifikan (𝑃> 0,05) dalam indeks malnutrisi yang dicatat

berdasarkan kategori jenis kelamin (𝑃 <0,050). Berdasarkan kategori usia,

anak-anak yang lebih muda dari 60 bulan lebih kekurangan gizi dibandingkan

dengan mereka yang lebih tua dari 60 bulan dengan prevalensi stunting

(26,8% berbanding 8,2%), kurang berat badan (42,3% berbanding 10,3%),

kurus (34,0% berbanding 0). 52

Mayoritas anak-anak prasekolah yang kekurangan gizi tidak terinfeksi

dengan Ascaris lumbricoides, dengan prevalensi kekurangan gizi 18,6%

berbanding 16,5% untuk pengerdilan, 27,8% berbanding 24,7% untuk kurus,

dan 23,7% berbanding 10,3% untuk kondisi pemborosan antara anak

prasekolah yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, masing-masing, meskipun

Universitas Sumatera Utara


36

tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) di kedua kategori. Untuk infeksi

cacing tambang, anak-anak prasekolah yang terinfeksi lebih malnutrisi

daripada anak-anak prasekolah yang tidak terinfeksi untuk kondisi kerdil dan

berat badan kurang, masing-masing 26,8% berbanding 8,2% dan 42,3%

berbanding 10,3%, walaupun tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05).52

Pada penelitian O Suraweera dkk, megenai status nutrisi pada anak

yang terinfeksi STH, terdiri dari 2 divisi (divisi Pabrik, dan divisi Barat) dipilih

untuk penelitian ini. 335 anak-anak dan 140 orang tua dimasukkan dalam

penelitian (180 anak-anak dan 77 orang tua dari divisi Pabrik dan 153 anak-

anak dan 63 orang tua dari divisi Barat). Penilaian indikator gizi (HAZ, WAZ,

BAZ, Hb dan serum albumin) dalam populasi penelitian kami. Sebagian besar

status gizi anak-anak berada dalam tingkat yang direkomendasikan WHO.

Namun, 17,6% (n = 41) anak yang terhambat, 19,3% (n = 45) yang berkurang

dan 39,5% (n = 92) anak-anak yang kekurangan berat badan diidentifikasi

dalam penelitian ini. Selain itu, 20,2% (n = 47) anak-anak memiliki kadar

albumin serum rendah dan 15,9% (n = 27) memiliki anemia. 53

Berdasarkan penelitian Sanchez, dkk di Honduras mengenai infeksi

STH pada anak-anak pedalaman, sebanyak 232 dari 320 anak yang diteliti

terinfeksi dengan satu atau lebih cacing usus, untuk prevalensi STH

keseluruhan 72,5% (95% CI = 67,6-77,4). Secara khusus, prevalensi untuk T.

trichiura, A. lumbricoides, dan cacing tambang masing-masing adalah 66,9%,

Universitas Sumatera Utara


37

30,3% dan 15,9%. Anak-anak usia 10 tahun memiliki kemungkinan dua kali

lipat terinfeksi dengan salah satu dari tiga STH daripada anak-anak yang

lebih muda (OR = 2,146, 95% CI = 1,2-4,0, p = 0,016). Perbedaan statistik

tidak diamati dalam hal keseluruhan positif STH dan jenis kelamin anak-anak

(p = 0,708). Namun, melihat lebih dekat pada infeksi oleh spesies

mengungkapkan bahwa anak laki-laki dari segala usia dua kali lebih mungkin

terinfeksi oleh cacing tambang (OR = 2,076, 95% CI = 1,1-3,9, p = 0,022). 54

Pengukuran berat dan tinggi replika menunjukkan keandalan yang

tinggi ketika diuji untuk kesalahan teknis pengukuran antar pengamat.

Koefisien reliabilitas (R) adalah 0,962 untuk berat dan 0,973 untuk tinggi.

Status gizi sebagian besar anak-anak berada dalam parameter sehat tetapi

beberapa kasus stunting (n = 18, 5,6%), kurus (n = 7, 2,2%) dan kekurangan

berat badan (n = 3, 1,3%) diamati. Dari anak-anak yang kerdil, kurus atau

kurang berat badan, anak perempuan masing-masing menyumbang 50%,

43% dan 67% kasus. Tidak ada anak yang memiliki nilai protein total di

bawah kisaran normal dan dari 315 anak yang diperiksa, 7 (57% anak

perempuan) mengalami anemia. Secara keseluruhan, dari 320 anak-anak, 33

(10,3%) memiliki setidaknya bentuk defisit gizi. Lima dari anak-anak ini

(15,2%) negatif untuk setiap STH, sementara 28 (84,8%) terinfeksi dengan

satu atau lebih STH. Di antara yang terakhir, 15 anak monoparasit,

sementara 13 anak poliparasit. 54

Universitas Sumatera Utara


38

Dalam hal prevalensi, penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak

yang lebih tua dari 10 tahun lebih mungkin terinfeksi STH daripada anak-

anak yang lebih muda. Fakta bahwa dalam penelitian kami, anak laki-laki

lebih mungkin daripada anak perempuan untuk terinfeksi infeksi cacing

tambang yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut karena mungkin ada

faktor-faktor terkait gender yang memainkan peran penting dalam paparan

cacing tambang, seperti yang disarankan sebelumnya. Seiring dengan

prevalensi tinggi, kami juga menemukan proporsi tinggi poliparasitisme

dengan hampir setengah dari mereka yang terinfeksi (44%) menyembunyikan

2 atau 3 cacing.Temuan ini konsisten dengan profil epidemiologi negara

endemik dan meskipun sudah diamati di Honduras, belum mendapat

perhatian yang cukup di negara tersebut. Dampak infeksi oleh beberapa

spesies parasit telah menjadi perhatian dalam dekade terakhir dan penelitian

menunjukkan bahwa infeksi bersamaan dapat memiliki efek merusak

tambahan atau sinergis, terutama di masa kanak-kanak. Oleh karena itu,

menangani poliparasitisme dalam rekomendasi WHO di masa mendatang

perlu dipertimbangkan.54

Penelitian yang dilakukan Ahmed dkk dari Malaysia, Sebanyak dua

ratus delapan puluh sembilan siswa (140 laki-laki dan 149 perempuan),

berusia 6 - 13 tahun dengan usia rata-rata 9,7 ± 0,2 tahun berpartisipasi

dalam penelitian ini. Sekitar setengah dari orang tua tidak memiliki

Universitas Sumatera Utara


39

pendidikan formal dan hampir dua pertiga anak-anak milik keluarga dengan

pendapatan bulanan rendah (<RM500.00 / bulan; 1US $ = RM3.00). Hampir

setengah (53%) dari anak-anak itu ≥10 tahun dan sekitar seperlima dari

semua anak-anak milik keluarga besar (> 7 anggota).Sekitar setengah dari

rumah tangga di daerah studi tidak memiliki fasilitas toilet, sungai digunakan

sebagai tempat pembuangan air yang disukai dan juga sumber air untuk

penggunaan rumah tangga. Hanya sekitar seperlima dari rumah tangga di

daerah tersebut yang memiliki akses ke pasokan air pipa. Hasil penelitian

inimenunjukkan bahwa 93,7% dari semua peserta terinfeksi dengan

setidaknya satu spesies STH. 55

Pada awal, kadar hemoglobin rata-rata peserta adalah 12,2 ± 0,14 g /

dL, dan 96 (41,0%) dari subyek ditemukan mengalami anemia. Selain itu,

berat dan tinggi rata-rata dari subjek penelitian adalah 24,2 ± 0,44 kg dan

126,8 ± 0,61 cm, masing-masing. Prevalensi pengerdilan yang signifikan, BB

kurang dan kurus adalah masing-masing 28,0%, 29,2% dan 12,5%.

Karakteristik antropometrik dasar dari anak yang terinfeksi STH sedang

hingga berat dan anak yang terinfeksi negatif terhadap ringan menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (P> 0,05) dalam hal berat dan

tinggi badan di antara mereka. Namun, anak-anak yang memiliki infeksi STH

sedang hingga berat memiliki konsentrasi hemoglobin rata-rata yang secara

signifikan lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki infeksi

Universitas Sumatera Utara


40

negatif hingga ringan (11,9 g / dL dibandingkan dengan 12,6 g / dL; P =

0,005). Meskipun anak-anak yang memiliki infeksi sedang hingga berat lebih

anemic dibandingkan kelompok yang terinfeksi negatif, perbedaannya tidak

signifikan secara statistik (P = 0,099). 55

Tiga bulan setelah pemberian pengobatan anthelminthic untuk semua

anak yang terinfeksi, peningkatan rata-rata dalam Hb dan indeks

antropometrik antara negatif-toligh dan kelompok terinfeksi sedang-berat

dinilai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata dalam

kadar Hb secara signifikan lebih tinggi di antara kelompok yang terinfeksi

sedang-berat dibandingkan dengan kelompok yang terinfeksi negatif hingga

ringan (0,44 g / dL dibandingkan dengan 0,09 g / dL dibandingkan dengan

0,09 g / dL; t = -1,987; P = 0,048). Tindakan berulang ANOVA menunjukkan

bahwa tingkat Hb meningkat secara signifikan (F = 9,243; P = 0,003) di

antara kelompok STH sedang-berat (12,4 g / dL vs 11,9 g / dL) dibandingkan

dengan kelompok negatif hingga ringan yang terinfeksi (12,5 g / dL vs 12,6 g

/ dL). Setelah menyesuaikan dampak usia dan jenis kelamin peserta

(menggunakan ANOVA tindakan berulang), dan tingkat Hb pra-perawatan

(menggunakan ANCOVA), perbedaan kenaikan Hb antara kedua kelompok

tetap signifikan. Di sisi lain, hasil tindakan berulang ANOVA menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan dalam peningkatan rata-rata berat dan

tinggi antara kedua kelompok (P> 0,05).55

Universitas Sumatera Utara


41

Penelitian yang dilakukan di Indonesia tepatnya di Medan oleh

Simarmata dkk, subjek direkrut dari 3 sekolah dasar di Kecamatan

Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo, sekitar 80 kilometer dari

Medan. Dari 475 anak yang awalnya direkrut, 41 anak tidak mengembalikan

spesimen tinja, sehingga 434 anak diperiksa untuk infeksi STH. Dari

pemeriksaan feses, kami menemukan 279 anak yang terinfeksi STH dan 155

anak yang tidak terinfeksi. Subjek diambil secara berurutan, untuk sampel

akhir dari 140 anak yang terinfeksi STH dan 141 anak yang tidak terinfeksi. 56

Prevalensi infeksi STH di Karo adalah 64,2%. Sebagian besar anak-

anak menderita infeksi campuran T. trichiura dan A. Lumbricoides, dengan

prevalensi 74,3%. Prevalensi infeksi tunggal adalah 17,1% untuk T. trichiura

dan 8,6% untuk A. lumbricoides. 56

Prevalensi infeksi STH serupa antara pria dan wanita karena

kebiasaan dan lingkungan hidup yang sama. Mengingat bahwa di komunitas

pedesaan di negara-negara endemik, semua anak mungkin terpapar sama

dan mengalami risiko infeksi yang sebanding, mencari hubungan antara

gender dan infeksi STH mungkin tidak berguna. 56

Penelitian ini menemukan bahwa sedikit lebih banyak perempuan

yang memiliki infeksi STH daripada laki-laki. kami menemukan lebih banyak

anak yang terinfeksi STH secara signifikan dengan malnutrisi ringan hingga

sedang daripada kelompok yang tidak terinfeksi. Pada masing-masing

Universitas Sumatera Utara


42

kelompok infeksi tunggal atau campuran, kami menemukan lebih banyak

anak dengan malnutrisi ringan hingga sedang dalam intensitas infeksi

sedang. Tingkat keparahan infeksi yang lebih tinggi dikaitkan dengan status

gizi yang lebih rendah.56

Penelitian Gier dkk, di Vietnam mencatat bahwa Kekurangan zinc

didefinisikan sebagai zinc plasma <9,9 μmol / L. Konsentrasi zinc plasma

lebih tinggi pada anak-anak dengan infeksi STH daripada pada mereka yang

tidak terinfeksi, tetapi perbedaan ini tidak signifikan. Kekurangan zinc

ditemukan secara signifikan dan negatif terkait dengan infeksi Trichuris (aOR

= 0,39, 95% CI = 0,16, -0,94), meskipun hubungan antara defisiensi zinc

dengan Ascaris dan beberapa infeksi lain juga bermakna pada garis batas

(aOR = 0,46, 95% CI = 0,21, 1,01 dan aOR = 0,49, 95% CI = 0,24, 1,01,

masing-masing).57

Prevalensi infeksi STH tinggi (80,2%) pada populasi penelitian ini.

Ascaris lumbricoides adalah spesies STH yang paling umum (64,1%), diikuti

oleh T. trichiura (53,7%) dan cacing tambang (5,3%). Intensitas infeksi

Trichuris dan cacing tambang umumnya ringan, sedangkan sebagian besar

infeksi Ascaris memiliki intensitas sedang. Dalam populasi penelitian ini,

anak-anak paling sering ditemukan terinfeksi oleh Ascaris dan Trichuris (N =

197, 38,6%).57

Universitas Sumatera Utara


43

Hubungan positif yang diamati antara infeksi zinc dan STH

mengejutkan. Seperti vitamin A, zinc diserap di jejunum. Karena Trichuris

ditemukan lebih rendah di saluran pencernaan, spesies ini mungkin tidak

mengganggu penyerapan zinc. Namun demikian, ini tidak menjelaskan

konsentrasi zinc yang lebih tinggi pada anak yang terinfeksi. Konsentrasi zinc

juga dipengaruhi oleh peradangan, dengan konsentrasi zinc yang lebih

rendah selama respons fase akut. Mungkin cacing telah menimbulkan

respons anti-inflamasi, yang mengarah pada konsentrasi zinc yang lebih

tinggi pada anak yang terinfeksi. Seperti halnya ferritin kami hasil, kami tidak

dapat sepenuhnya menyesuaikan untuk peradangan karena data alpha-1

acid glycoprotein (AGP) tidak tersedia.57

Penelitian oleh Gier dkk di kuba dan kamboja mencatat perbandingan

tinggibadan dan defesiensi zinc pada anak yang menderita STH. Di Kamboja,

zinc diukur dalam plasma. Protein C-reaktif (CRP) dan asam glikoprotein alfa-

1 diukur bersama zinc plasma, untuk menyesuaikan efek peradangan pada

konsentrasi zinc plasma. Zinc plasma dan CRP dan AGP diukur dalam 5 mL

darah vena, diperoleh dari partisipan dengan venapuncture. Konsentrasi zinc

plasma diukur dengan spektrofotometri serapan atom nyala dan diverifikasi

terhadap bahan referensi di National Institute for Nutrition di Hanoi, Vietnam.

Defisiensi didefinisikan sebagai zinc plasma di bawah 9,9 μmol L − 1 untuk

anak-anak di bawah usia 10 tahun, di bawah 10,1 μmol L for 1 untuk anak

Universitas Sumatera Utara


44

perempuan usia 10 tahun ke atas dan zinc plasma di bawah 10,7 μmol L − 1

untuk anak laki-laki berusia 10 tahun ke atas.58

Tabel 2.7.1 Zinc dan tinggi badan untuk usia pada anak-anak yang terinfeksi

dan tidak terinfeksi STH

Di Kuba, zinc diukur pada rambut. Dua bulan sebelum pengukuran,

orang tua atau wali dari anak-anak yang berpartisipasi diminta untuk tidak

memotong rambut anak-anak mereka. Sekitar 200-500 mg rambut

dikumpulkan dengan menggunakan gunting stainless steel di tengkuk atau

daerah oksipital kepala yang lebih rendah sekitar 1,5 cm dari kulit kepala.

Ujung distal rambut dipotong dari sampel, meninggalkan spesimen dengan

panjang sekitar 2 cm. Sampel disimpan dalam kantong plastik pada suhu -

20°C sampai penentuan kadar zinc. Di laboratorium, sampel dianalisis

kandungan zinc dengan spektrometri. Untuk memastikan kualitas

pengukuran zinc yang diambil, sampel terlebih dahulu menjalani prosedur

pencucian, untuk menghilangkan zinc eksogen tanpa menghilangkan zinc

endogen. Reagen ultra-murni dan botol pretest digunakan. Analisis zinc

dilakukan sesuai dengan protokol D'Haese et al. Nilai batas 70 μg g-1 berat

Universitas Sumatera Utara


45

basah digunakan untuk mendefinisikan defisiensi zinc. Karena pembatasan

dana, zinc rambut diukur dalam subset dari 230 anak-anak Kuba. 58,59

Tabel 2.7.2 Model regresi linier tinggi untuk usia berdasarkan infeksi STH dan

zinc

Tabel 2.7.3 Model regresi linear zinc oleh infeksi STH

Tinggi rata-rata untuk usia skor-z (0,06) dari anak-anak Kuba secara

signifikan lebih tinggi daripada median populasi referensi (skor z = 0) (p =

0,03). Hanya 21 (1,6%) anak-anak Kuba yang mengalami stunting. Pada

anak-anak Kamboja, tinggi rata-rata untuk usia z-skor secara signifikan lebih

rendah dari 0 (p <0,001) dan stunting adalah umum (42,9%). Kekurangan

zinc sangat lazim di Kamboja (92,8%), sedangkan kekurangan zinc hanya

ditemukan pada 12,2% anak-anak Kuba. Prevalensi infeksi STH adalah

masing-masing 8,4% dan 16,8% untuk Kuba dan Kamboja. Dalam studi

Universitas Sumatera Utara


46

Kuba, infeksi STH yang paling umum adalah A. lumbricoides (61,4%) dan T.

trichiura (36,8%), sedangkan cacing tambang (97,0%) adalah infeksi STH

dominan di Kamboja. Pada kedua populasi, sebagian besar infeksi STH

memiliki intensitas ringan. 58,59

STH yang terinfeksi Anak-anak Kuba memiliki tinggi rata-rata yang

lebih rendah untuk usia dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak

terinfeksi (Tabel 2.7.1), dan analisis regresi menunjukkan hubungan negatif

yang signifikan antara infeksi STH dan tinggi untuk usia (Tabel 2.7.2).

Hubungan antara zinc rambut dan tinggi badan untuk usia tidak signifikan

tetapi menunjukkan tren positif. Di Kamboja, zinc plasma, tetapi bukan infeksi

STH, secara bermakna dikaitkan dengan tinggi badan untuk usia (Tabel

2.7.2). Di kedua populasi, istilah interaksi STH x zinc tidak signifikan secara

statistik. Namun, ketika stratifikasi untuk infeksi STH, pada anak-anak Kuba

yang tidak terinfeksi, hubungan positif dan signifikan (aB-0,471, p = 0,033)

ditemukan antara zinc rambut dan tinggi badan untuk usia. 58,59

Dalam studi Kuba, konsentrasi zinc rambut rata-rata sedikit lebih tinggi

pada STH yang terinfeksi daripada pada anak yang tidak terinfeksi (Tabel

2.7.1), tetapi hasil analisis regresi tidak signifikan secara statistik (Tabel

2.7.3). Sebaliknya, anak-anak yang terinfeksi STH dalam penelitian di

Kamboja rata-rata memiliki konsentrasi zinc plasma yang lebih rendah

Universitas Sumatera Utara


47

daripada rekan-rekan mereka yang tidak terinfeksi (Tabel 2.7.1). Asosiasi ini

adalah signifikansi batas (Tabel 2.7.3). 58,59

Kedua populasi sangat berbeda dalam tinggi rata-rata usia. Anak-anak

sekolah Kuba rata-rata lebih tinggi daripada populasi rujukan dan pengerdilan

jarang terjadi. Karakteristik ini umumnya menunjukkan status zinc yang

memadai pada tingkat populasi dan ini dikonfirmasi oleh nilai-nilai zinc

rambut yang diamati. Infeksi STH tampaknya memiliki efek yang lebih kuat

daripada zinc pada tinggi badan untuk usia pada anak-anak Kuba. Karena

pengerdilan jarang terjadi pada populasi penelitian Kuba, asosiasi terjadi

pada anak-anak dengan ketinggian normal. Anak-anak sekolah Kamboja

yang termasuk dalam penelitian ini memiliki tinggi rata-rata yang rendah

untuk usia dibandingkan dengan populasi referensi dan stunting adalah

umum. Stunting yang diamati menunjukkan populasi yang kekurangan zinc,

yang memang dikuatkan oleh nilai-nilai zinc plasma yang diamati. Pada anak-

anak ini, infeksi STH tidak dikaitkan dengan tinggi badan berdasarkan usia.
58,59

Studi ini juga meneliti hubungan antara zinc dan infeksi STH.

Konsentrasi zinc plasma lebih rendah pada anak-anak Kamboja yang

terinfeksi STH dibandingkan pada teman sebayanya yang tidak terinfeksi.

Asosiasi ini sangat penting. Beberapa penelitian lain telah membahas

hubungan antara zinc dan infeksi STH. Pada tahun 2009, Rosado et al.

Universitas Sumatera Utara


48

menemukan bahwa sementara suplementasi zinc meningkatkan tinggi badan

untuk usia pada bayi Meksiko, efek ini berkurang oleh infeksi Ascaris.

Kongsbak et al. menemukan T. trichiura menjadi prediktor signifikan serum

zinc pada populasi Bangladesh di mana stunting adalah umum. Dalam studi

ini, T. trichiura memiliki efek yang lebih besar pada zinc serum daripada A.

lumbricoides, menunjukkan perbedaan spesies. Osei et al. tidak menemukan

perbedaan yang signifikan pada serum zinc anak-anak India yang terinfeksi

STH dan yang tidak terinfeksi. Dua meta-analisis baru-baru ini tidak

menemukan efek signifikan suplementasi zinc pada tingkat infeksi STH.

Penelitian ini tidak membedakan antara efek dari spesies STH yang berbeda.

Dalam penelitian kami di Kamboja, anak-anak membawa infeksi cacing

tambang hampir secara eksklusif. Oleh karena itu, efek spesifik spesies STH

pada zinc tidak dapat ditentukan dalam populasi ini. Demikian juga,

perbandingan antara kekurangan zinc dan anak-anak yang cukup zinc pada

infeksi STH tidak mungkin, karena hampir semua anak-anak Kamboja

kekurangan zinc. 58,59

Hubungan antara zinc dan cacing juga dapat diartikan dengan

berbagai cara. Infeksi STH dapat merusak atau memblokir mukosa usus,

sehingga mengurangi penyerapan nutrisi. Selain itu, STH mungkin bersaing

dengan host untuk elemen-elemen penting. Peradangan akibat infeksi juga

dapat menyebabkan penurunan tingkat mikronutrien dalam plasma, yang

Universitas Sumatera Utara


49

disebabkan oleh respons fase akut. Untuk alasan ini, peradangan

diperhitungkan dalam analisis ini. Di sisi lain, status zinc dapat

mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi oleh efeknya pada fungsi

kekebalan tubuh. Sementara pentingnya menilai kadar zinc telah diakui

selama bertahun-tahun, metode yang andal dan representatif untuk

mengukur zinc tetap menjadi tantangan. Serum atau zinc plasma dianggap

sebagai biomarker defisiensi zinc terbaik yang tersedia dalam populasi. Telah

ditunjukkan bahwa zinc plasma mencerminkan asupan zinc makanan dan

merespon secara konsisten terhadap suplementasi zinc. Namun, waktu

pengumpulan darah dan status puasa memengaruhi konsentrasi zinc yang

diukur dalam plasma. Selain itu, zinc dianggap sebagai nutrisi 'tipe-II', yang

berarti bahwa tidak ada tempat penyimpanan nyata, dan bahwa pertumbuhan

yang terganggu adalah salah satu fitur kunci dari defisiensi. Hubungan antara

konsentrasi zinc yang rendah pada rambut dan pertumbuhan yang buruk

telah didokumentasikan. Zinc rambut telah terbukti meningkat setelah

suplementasi. Namun, telah diperdebatkan bahwa zinc pada rambut

mencerminkan periode paparan yang lebih panjang daripada zinc plasma.

Tidak dapat dikesampingkan bahwa perbedaan yang diamati dalam

penelitian ini mungkin (sebagian) karena penggunaan metode pengukuran

zinc yang berbeda. Saat ini, tidak ada data yang dapat dipercaya tentang

korelasi antara nilai zinc rambut dan nilai plasma atau serum zinc. Selain itu,

Universitas Sumatera Utara


50

meskipun efek dari respon fase akut pada kadar zinc plasma diakui secara

luas, saat ini tidak ada metode standar untuk hal ini pada anak usia sekolah.
58,59

Gambar 2.8 Kerangka kerja konseptual. Panah hitam menunjukkan


kesenjangan penelitian dalam pemahaman interaksi antara infeksi cacing
yang ditularkan melalui tanah dan kurang gizi

Zinc mungkin memiliki efek negatif pada tingkat infeksi ulang

A.lumbricoides karena satu penelitian (707 peserta, bukti kualitas tinggi)

menunjukkan peningkatan prevalensi parasit ini pada anak-anak yang

menggunakan tablet zinc dan penelitian lain (130 peserta, sangat rendah

bukti kualitas)juga menemukan bahwa anak-anak yang disuplementasi zinc

bernasib lebih buruk daripada rekan-rekan plasebo mereka dalam hal infeksi

Universitas Sumatera Utara


51

ulang cacing yang ditransmisikan ulang (A. lumbricoides dan T. trichiura

dirawat secara kolektif dan tidak ada stratifikasi hasil yang tersedia dalam

artikel yang diterbitkan; Gambar 3D).Tidak ada penelitian lain yang

menyelidiki dampak zinc terhadap infeksi T. trichiura dan infeksi cacing

tambang. 60

Pada catatan yang lebih mendasar, saat ini tidak jelas berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk sumber nutrisi yang dapat diandalkan untuk

dimanfaatkan untuk membangun pertahanan kekebalan tubuh dan bukan

untuk mengejar pertumbuhan yang terhambat. Banyak populasi dari studi

yang dikaji di sini menderita kekurangan gizi kronis dan tingginya prevalensi

cacing yang ditularkan melalui tanah dan penyakit menular lainnya, dan

karenanya, perawatan, suplementasi nutrisi yang diberikan dan periode

pengamatan mungkin tidak memadai atau tidak cukup bagi tubuh untuk pulih

dari retardasi pertumbuhan yang terakumulasi, untuk menghapus infeksi dan

memperkuat sistem kekebalan tubuh pada saat yang sama. Karena itu, lebih

banyak kemoterapi yang ketat, seperti rejimen tiga dosis atau terapi

kombinasi yang diulang dalam jangka waktu yang lama serta suplementasi

nutrisi terus menerus atau suplai makanan yang sangat ditingkatkan baik

dalam hal kualitas dan kuantitas mungkin diperlukan. Situasi seperti itu

mungkin lebih cocok untuk uji yang akurat dari dampak suplementasi nutrisi

pada infeksi (kembali) dengan cacing yang ditularkan melalui tanah. 60

Universitas Sumatera Utara


52

2.8. Kerangka Teori

Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH)

- Gangguan absorpsi dinding usus halus


- Penurunan nafsu makan
- Menurunnya imunitas
- Gangguan peningkatan status gizi
(berat badan dan tinggi badan)

Deworming + Pemberian zinc

Peningkatan Status Gizi (Berat Badan dan Tinggi Badan)

Gambar 2.9 :Kerangka Konsep

Peningkatan Berat Badan, Tinggi

Universitas Sumatera Utara


53

2.9. Kerangka Konsep

Anak pasca infeksi STH


dengan kriteria inklusi dan
eksklusi

Pengukuran status gizi


(BB dan TB) awal
intervensi

Intervensi diberikan zinc Kontrol tanpa diberikan


sulfat zinc sulfat
iN Intervensi

3 bulan

Pengukuran status gizi


(BB dan TB) akhir
sebvhsintervensi

Gambar 2.10 :Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan uji klinis acak (randomized controlled trial) tidak

tersamar yang dilakukan untuk menilai efek suplementasi zinc terhadap

perbedaan berat badan dan tinggi badan pada anak sekolah dasar pasca

terinfeksi Soil Transmitted Helminth (STH).

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sikapas, Kecamatan Muara Batang Gadis,

Kabupaten Mandailing Natal. Waktu penelitian adalah pada bulan Februari-

May, tahun 2017.

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi target adalah anak yang sudah sembuh dari infeksi soil transmitted

helminthes (STH). Populasi terjangkau adalah populasi target di SD Sikapas,

Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Madina, Sumatera Utara.

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.

54
Universitas Sumatera Utara
55

3.4. Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel pada penelitian ini adalah secara randomisasi dengan

menggunakan metode pengacakan sederhana.

3.5. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan perhitungan

dengan rumus perhitungan jumlah sampel untuk uji hipotesis terhadap rerata

satu populasi, yaitu:36

n1 = n2 = 2 [(Zα + Zβ) S] 2= 13

(X1 – X2)2

n = 2 [(1.96+1.282) 0.95 ]2

(1.2)2

Keterangan :

S : simpang baku 0.9544

X1 – X2 : perbedaan yang diinginkan 1.2

Zα : tingkat kemaknaan 1.64

Zβ : tingkat kuasa/kekuatan yang diinginkan 1.28

Besar sampel minimal yang harus diambil adalah 13 orang setiap kelompok.

Universitas Sumatera Utara


56

3.6. Metode Pengumpulan Data

Data demografi subjek penelitian dikumpulkan melalui wawancara langsung

dengan subjek menggunakan alat bantu daftar isian mengenai data pribadi,

data orang tua pencatatan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) subjek

dan orangtua (ayah dan ibu kandung), status gizi subjek.

3.7. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Anak sekolah dasar usia 6-12 tahun

2. Anak pasca infeksi STH dan sudah deworming dan hasil pemeriksaan

telur cacing setelah deworming negatif.

3. Tinggal di desa Sikapas, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten

Mandailing Natal.

3.7.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak yang terinfeksi STH setelah diobati masih dijumpai telur cacing

2. Adanya penyakit sistemik kronis (Tuberkulosis, HIV, dll).

3. Penggunaan suplemen makanan dalam jangka waktu 3 bulan sebelum

penelitian.

4. Gizi Buruk

Universitas Sumatera Utara


57

3.8. Izin Penelitian

Penelitian dilakukan dengan persetujuan kepala sekolah, camat, dinas

kesehatan setempat dan wali atau persetujuan orang tua sebelumnya.

3.9. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed consent)

Semua sampel penelitian akan diminta persetujuannya setelah dilakukan

penjelasan terlebih dahulu tujuan dari penelitian ini. Formulir Persetujuan

Setelah Penjelasan (PSP) dan naskah penjelasan terlampir dalam usulan

penelitian ini.

3.10. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik

Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


58

3.11. Alur Penelitian

Populasi yang memenuhi syarat

Pemberian inform consent terhadap sampel yang


terpilih
Pemberian inform consent terhadap sampel yang terpilih

Wawancara personal terhadap sampel

Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

Pemantauan selama 3 bulan

Pengukuran ulang Berat Badan dan Tinggi Badan

Analisis Data

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian

3.12. Cara Kerja

1. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

2. Setiap sampel yang terpilih akan dimintai persetujuan untuk mengikuti penelitian

setelah diberikan penjelasan dan menandatangani lembar persetujuan setelah

penjelasan.

3. Dilakukan wawancara terhadap orang tua subjek mengenai data

demografis.

Universitas Sumatera Utara


59

4. Dilakukan pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan siswa.

5. Pembagian 2 kelompok dilakukan secara acak sederhana menggunakan

kertas yang diberi tanda untuk membedakan kelompok intervensi dan

kontrol. Pada kelompok intervensi, dilakukan suplementasi zinc elemental

(Zinkid® sirup) dengan dosis 10 mg diberikan setiap hari selama 3 bulan.

Pemberian zinc dilakukan bekerja sama dengan pihak sekolah dan

diberikan oleh dua enumerator yaitu guru di SD Negeri Sikapas yang

sebelumnya sudah diedukasi oleh peneliti. Anak dapat melaporkan

kejadian efek samping kepada enumerator tersebut setiap hari karena

tempat tinggal anak yang diberikan suplementasi zinc tidak jauh dari

rumah enumerator. Pemberian zinc pada hari libur diberikan oleh

enumerator dengan mendatangi rumah subjek yang mendapatkan

suplementasi zinc. Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberikan

elemen zinc dimana dilakukan pemeriksaan berat badan dan 
tinggi badan

awal setelah deworming dan 3 bulan berikutnya.

6. Dilakukan pemantauan selama 3 bulan, adanya efek samping seperti;

mual, muntah, nyeri pada perut ataupun gatal pada kulit.

7. Pada akhir bulan ketiga, dilakukan pengukuran kembali berat badan. Berat

badan ditimbang dengan timbangan injak merek OMRON dengan cara:

anak diminta mengeluarkan semua benda yang ada di saku pakaian,

melepas alas kaki, kemudian berdiri di atas timbangan dengan kedua

Universitas Sumatera Utara


60

tangan rapat di samping badan, pandangan lurus ke depan. Berat badan

dicatat dengan ketepatan 0.1 kg. Setelah itu pengukuran Tinggi Badan

menggunakan alat microtoise, dicatat dengan ketepatan 0.1 cm.

Memastikan anak berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan, kedua

tangan berada di samping badan, posisi lutut tegak dan telapak tangan

menghadap ke paha. Setelah itu pastikan kepala, punggung, bokong, betis

dan tumit menempel pada bidang vertikal atau tembok serta anak dalam

keadaan relaks. Kemudian microtoise diturunkan hingga menyentuh

puncak kepala (verteks).

8. Data dimasukkan dalam tabel, kemudian dianalisis lebih lanjut terhadap

hasil penelitian dan dilakukan penyusunan serta penggandaan laporan

hasil penelitian.

3.13 Identifikasi Variabel

Variabel yang diukur:

Variabel bebas Skala

Zinc Kategori

Variabel Tergantung Skala

Berat Badan Numerik

Tinggi Badan Numerik

Universitas Sumatera Utara


61

3.14. Definisi Operasional

1. Pasca infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) adalah pasien yang

sebelumnya dijumpai telur cacing pada pemeriksaan feses

menggunakan metode kato-katz dan seteleh dilakukan deworming,

dilakukan pemeriksaan kato-katz ulang sudah tidak lagi dijumpai telur

cacing pada fesesnya.

2. Berat badan adalah suatu pengukuran antopometri yang mengukur

massa tubuh meliputi otot, tulang, lemak, cairan tubuh, organ, dan lain-

lain yang diukur menggunakan timbangan digital omron dengan

ketelitian 0,01 kg.

3. Tinggi badan adalah suatu pengukuran antopometri yang mengukur

ruas- ruas tulang tubuh, tulang panggul, tulang belakang, tulang leher,

dan kepala diukur dengan stadiometer merk GEA yang distandarisasi

dengan ketelitian 0,1 cm.

4. Pemberian Zinc adalah suplementasi zinc sulfat sebesar 10 mg setiap

hari selama 3 bulan. 


3.15. Pengolahan dan Analisis Data

Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian

diolah menggunakan perangkat lunak komputer program SPSS 16.0 for

windows. Dilakukan uji Shapiro-Wilk untuk menilai normalitas data. Untuk

Universitas Sumatera Utara


62

mengetahui perbedaan karakteristik sampel pada kelompok control dan

intervensi dilakukan uji Chi Square pada data dengan variabel kategorik.

Untuk data numeric yang berdistribusi normal, dilakukan analisis

menggunakan independent t test, sedangkan data yang berdistribusi tidak

normal menggunakan uji Mann- Whitney. Untuk mengetahui perbedaan

rerata berat badan dan tinggi badan pada masing-masing kelompok

intervensi dan control digunakan uji dependent t test. Sedangkan untuk

mengetahui perbedaan rerata pertambahan berat badan dan tinggi badan di

antara kelompok dengan suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc

digunakan uji independent t test. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk

tekstular dan tabular.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi dan Karakteristik Demografi

Penelitian dilakukan di SD Negeri 384 Sikapas, Mandailing Natal, Sumatera

Utara sejak bulan April sampai dengan Agustus 2017. Siswa sekolah dasar

dari kelas I (satu) sampai kelas VI (enam) diperiksa fesesnya untuk dilihat

apakah siswa atau siswi terinfeksi Soil Transmitted Helminth (STH). Jumlah

seluruh siswa sekolah dasar di SD Negeri 384 Sikapas adalah 280 siswa.

Dari 280 siswa terdapat 200 siswa yang bersedia untuk dilakukan

pemeriksaan telur cacing pada fesesnya, 54 siswa tidak bersedia

berpartisipasi dan 26 siswa tidak hadir. Dari 200 siswa, 13 siswa yang tidak

membawa pot feses dan 7 siswa tidak hadir. Seratus delapan puluh siswa

yang dilakukan pemeriksaan feses dijumpai seluruhnya telur cacing pada

fesesnya. Setelah dilakukan deworming menggunakan albendazole 400 mg,

1 minggu kemudian dilakukan pemeriksaan telur cacing kembali pada

fesesnya. Jumlah siswa yang mengembalikan pot yang berisi feses 153

siswa, dimana 27 siswa tidak mengembalikan pot feses. Dari 153 yang

dilakukan pemeriksaan feses didapatkan 123 siswa yang tidak dijumpai telur

cacing dalam fesesnya. Dari 123 siswa, didapatkan sebanyak 76 siswa yang

memenuhi kriteria inklusi penelitian ini, dimana 30 siswa tidak tinggal di desa

63
Universitas Sumatera Utara
64

Sikapas, 12 anak memiliki klinis infeksi sistemik dan 5 siswa mengkonsumsi

suplemen tambahan sebelumnya. Setelah itu dari 76 siswa, dilakukan

persetujuan penelitian dan wawancara dan didapatkan 39 sampel yang

bersedia dan sisanya tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Tiga puluh

sembilan sampel yang bersedia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok

intervensi dan kelompok kontrol dengan metode randomisasi acak sederhana

menggunakan kertas yang sudah diberi tanda sebelumnya. Kemudian

dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan pada masing masing

kelompok. Pada kelompok intervensi diberikan suplementasi zinc sirup

sebesar 10 mg selama 3 bulan dan kemudian dilakukan penilaian ulang berat

badan dan tinggi badan 3 bulan kemudian. Sedangkan pada kelompok

kontrol setelah dilakukan deworming, kemudian dilakukan pengukuran ulang

berat badan dan tinggi badan setelah 3 bulan (gambar 4.1).

Universitas Sumatera Utara


65

Jumlah Siswa (n=280) 80 siswa :


- 54 siswa tidak bersedia
- 26 siswa tidak hadir

Bersedia ikut penelitian ( n=200) 20 siswa:


- 13 siswa tidak bawa pot
- 7 siswa tidak hadir
180 siswa terinfeksi STH
diberikan albendazole 400 mg
27 siswa tidak membawa
pot
77 siswa :
- 30 siswa (+) telur cacing
153 siswa periksa feses 1 minggu - 30 siswa tinggal diluar
kemudian sikapas
- 12 siswa memiliki
infeksi sistemik
76 siswa memenuhi kriteria inklusi dan - 5 siswa konsumsi
ekslusi suplemen

39 siswa dilakukan pengukuran berat badan 37 tidak bersedia


dan tinggi badan

19 siswa 20 siswa
(intervensi) (kontrol)

Follow up 3
bulan

Pengukuran berat badan dan tinggi


badan

Gambar 4.1. Diagram Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara


66

Pada penelitian ini menunjukkan karakteristik demografi antara

kelompok kontrol dan intervensi. Jumlah anak laki-laki lebih sedikit pada

kelompok intervensi dari pada kelompok kontrol. Dan jumlah perempuan

lebih banyak pada kelompok intervensi dari pada kelompok kontrol. Rerata

usia, berat bada, dan tinggi badan tidak terlalu jauh berbeda di antara 2

kelompok ini. Status gizi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

dominan berada pada status gizi baik. Karakteristik demografi pendidikan

orang tua (ayah dan ibu) pada kedua kelompok sama-sama terbanyak

tamatan sekolah dasar (SD). Pekerjaan ayah pada kedua kelompok yang

terbanyak merupakan karyawan swasta. Sedangkan pada ibu, pada

kelompok kontrol paling banyak tidak bekerja dan pada kelompok intervensi

wiraswasta. Penghasilan keluarga pada kelompok kontrol lebih dominan

memiliki penghasilan Rp. 1.000.000-3.000.000 dibandingkan pada kelompok

intervensi. Data karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel 4.

Universitas Sumatera Utara


67

Tabel 4.1. Karakteristik demografi subjek penelitian


Kelompok
Variabel Intervensi Kontrol P
(n=19) (n=20)
Usia, tahun, rerata (SB) 8.3(2.05) 9.2(1.99) 0.111**
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-Laki 4 (21.1) 10 (50.0) 0.121*
Perempuan 15 (78.9) 10 (50.0)
Berat Badan, kg, rerata (SB) 25.3 (5.64) 23.2(4.41) 0.164**
Tinggi Badan, cm, rerata (SB) 125.3(10.90) 123.0(10.80) 0.368**
Status Gizi, n (%)
Gizi Kurang 2 (10.5) 5 (25.0) 0.498*
Gizi Baik 16 (84.2) 14 (70.0)
Gizi Lebih 1 (5.3) 1 (5.0)
Pendidikan ayah, n (%)
SD 15(78.9) 18(90.0) 0.218*
SMP 4(21.1) 1(5.0)
SMA 0(0) 1(5.0)
Pendidikan ibu, n (%)
SD 18(94.7) 20(100.0) 0.487*
SMP 1(5.3) 0(0)
SMA 0(0) 0(0)
Pekerjaan ayah, n (%)
Karyawan swasta 10(52.6) 17(85.0) 0.043*
Wiraswasta 7(36.8) 1(5.0)
Petani/nelayan 2(10.6) 2(10.0)
Tidak bekerja 0(0) 0(0)
Pekerjaan ibu, n (%)
Karyawan swasta 2(10.5) 17(85.0) 0.008*
Wiraswasta 9(47.4) 1(5.0)
Petani/nelayan 0(0) 2(10.0)
Tidak bekerja 8(43.1) 0(0)
Penghasilan orang tua, n (%)
<Rp.500.000 1(5.3) 1(5.0) 0.021*
Rp.500.000- Rp.1.000.000 8(42.1) 1(5.0)
Rp.1.000.000-Rp.3.000.000 10(52.6) 18(90.0)

*uji Chi Square, **uji t tidak berpasangan

Universitas Sumatera Utara


68

4.2. Perbedaan berat badan dan tinggi badan pada masing-masing


kelompok suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc

Berdasarkan hasil uji statistik, dijumpai perbedaan yang signifikan pada

rerata berat badan dan tinggi badan pada awal dan akhir penelitian pada

masing-masing kelompok. Penejelasan dapat dilihat di tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbedaan berat badan dan tinggi badan pada kelompok
suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc

Awal Akhir
Variabel P IK 95%
Rerata SB Rerata SB
Berat badan kontrol 23.26 4.41 23.71 4.70 0.010* -0.77,-0.12
Berat badan 25.33 5.64 26.25 5.72 0.000* -1.23, -0.59
intervensi
Tinggi badan kontrol 123.07 10.8 123.33 10.7 0.003* -0.41,-0.09
Tinggi badan 125.39 10.9 126.08 10.8 0.000* -0.85,-0.52
intervensi
*Uji t berpasangan

4.3. Selisih pertambahan berat badan dan tinggi badan pada kelompok
dengan suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc

Berdasarkan hasil uji statistik, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna

terkait pertambahan berat badan pada kelompok yang mendapatkan

suplementasi zink dan yang tidak mendapatkan suplementasi zink.

Sedangkan pertambahan tinggi badan dijumpai perbedaan yang bermakna

pada kelompok yang mendapatkan suplementasi zinc. Penjelasan dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Universitas Sumatera Utara


69

Tabel 4.3. Selisih pertambahan berat badan dan tinggi badan pada
kelompok dengan suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc

Kontrol Intervensi
Variabel P IK 95%
Rerata(SB) Rerata(SB)
Selisih berat 0.50(0.66) 0.91(11.15) 0.058* -0.01-0.84
badan
Selisih tinggi 0.20(0.30) 0.60(6.19) 0.001** -
badan
*Uji t tidak berpasangan, **Uji Mann-Whitney

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Infeksi STH umumnya mengganggu penyerapan makanan dan menyebabkan

kurang nafsu makan, berkurangnya zat gizi mikro dan anemia. Ascariasis

menyebabkan kehilangan karbohidrat 0,8 gram dan kehilangan protein 0,035

gram per hari. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah 0,2 cc,

sedangkan infeksi Trichuris trichiura menyebabkan kehilangan darah 0,005

cc per hari.61

Penelitian menunjukkan bahwa 59 juta dari 1,2 miliar orang yang

terinfeksi parasit usus (51 juta adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15

tahun) berada pada risiko yang sangat tinggi untuk menderita masalah

pertumbuhan karena kekurangan gizi dan berkurangnya aktivitas fisik. Infeksi

Ascariasis menyebabkan malabsorpsi nutrisi, karena cacing menghalangi

area penyerapan dalam lumen usus. bentuk kronis dari kondisi ini

menyebabkan asupan nutrisi yang tidak memadai dan menyebabkan

kekurangan gizi, suatu kondisi yang ditandai dengan status kekurangan berat

badan. 61

Kehilangan darah akibat infeksi T. trichiura dapat menyebabkan

disentri kronis, defisiensi besi, anemia defisiensi besi dan gangguan

pertumbuhan. Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan laserasi mekanik

dan kerusakan enzimatik pada mukosa usus halus dengan menyebabkan

70

Universitas Sumatera Utara


71

perdarahan sekitar 0,05 ml / hari oleh Necator americanus dewasa dan 0,25

ml / hari oleh Ancylostoma duodenale. Ini menyebabkan gangguan

pertumbuhan kronis.61

Pada penelitian ini jumlah anak laki-laki lebih sedikit pada kelompok

intervensi dari pada kelompok kontrol yaitu 4 orang (21.1%) dan 10 orang

(50.0%), dan jumlah perempuan lebih banyak pada kelompok intervensi dari

pada kelompok kontrol yaitu 15 orang (78.9%) dan 10 (50.0%). Rerata usia

yaitu 8.3 tahun dan 9.2 tahun masing masing pada kelompok intervensi dan

kontrol. Berat badan, dan tinggi badan tidak terlalu jauh berbeda di antara 2

kelompok ini yakni 25.3 kg (SB=5.64) dan 23.2 kg(SB=4.41) serta 125.3 cm

(SB=10.90) dan 123.0 cm (SB=10.80) masing-masing pada kelompok

intervensi dan kontrol.

Status gizi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dominan

berada pada status gizi baik yakni 16 orang (84.2%) dan 14 (70.0%).

Karakteristik demografi pendidikan orang tua (ayah dan ibu) pada kedua

kelompok sama-sama terbanyak tamatan sekolah dasar (SD) sebanyak 15

orang (78.9%) dan 18 orang (90.0%) masing-masing pada kelompok

intervensi dan kontrol. Pekerjaan ayah pada kedua kelompok yang terbanyak

merupakan karyawan swasta. Sedangkan pada ibu, pada kelompok kontrol

paling banyak tidak bekerja dan pada kelompok intervensi wiraswasta.

Penghasilan keluarga pada kelompok kontrol lebih dominan memiliki

Universitas Sumatera Utara


72

penghasilan Rp. 1.000.000-3.000.000 dibandingkan pada kelompok

intervensi.

Penelitian yang dilakukan Ahmed dkk dari Malaysia, Sebanyak dua

ratus delapan puluh sembilan siswa (140 laki-laki dan 149 perempuan),

berusia 6 - 13 tahun dengan usia rata-rata 9,7 ± 0,2 tahun berpartisipasi

dalam penelitian ini. Sekitar setengah dari orang tua tidak memiliki pendidikan

formal dan hampir dua pertiga anak-anak milik keluarga dengan pendapatan

bulanan rendah (<RM500.00 / bulan; 1US $ = RM3.00). Hampir setengah

(53%) dari anak-anak itu ≥10 tahun dan sekitar seperlima dari semua anak-

anak milik keluarga besar (> 7 anggota).Sekitar setengah dari rumah tangga

di daerah studi tidak memiliki fasilitas toilet, sungai digunakan sebagai tempat

pembuangan air yang disukai dan juga sumber air untuk penggunaan rumah

tangga. Hanya sekitar seperlima dari rumah tangga di daerah tersebut yang

memiliki akses ke pasokan air pipa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

93,7% dari semua peserta terinfeksi dengan setidaknya satu spesies STH. 60

Berdasarkan penelitian ini dijumpai perbedaan yang signifikan pada

rerata berat badan dan tinggi badan pada awal dan akhir penelitian pada

masing-masing kelompok suplementasi zinc dan tanpa suplementasi zinc.

Dengan menggunakan uji T berpasangan (dependen) didapatkan nilai BB

kontrol awal 23.26 kg (SB=4.41) dan BB kontrol akhir pasca 3 bulan 23.71 kg

(SB=4.70) (P=0.010; IK 95%= -0.77, -0.12) serta BB intervensi awal 25.33 kg

(SB=5.64) dan BB intervensi akhir pasca 3 bulan intervensi adalah 26.25 kg

Universitas Sumatera Utara


73

(SB=5.72) (P=0.000; IK 95%= -1.23, -0.59). Penelitian ini menggambarkan

perubahan signifikan beratbadan pada anak sekolah dasar pasca pemberian

zinc dibandingkan data kontrol.

Dengan menggunakan uji T berpasangan juga didapatkan nilai TB

kontrol awal adalah 123.07 cm (SB=10.8) dan TB kontrol akhir pasca 3 bulan

adalah 123.33 cm (SB=10.7) (P=0.003; IK 95%= -0.41, -0.09) serta TB

intervensi awal 125.39 cm (SB=10.9) dan TB intervensi akhir pasca 3 bulan

intervensi adalah 126.08 (SB=10.8) (P=0.000; IK 95%= -0.85, -0.52).

Penelitian ini menunjukkan perubahan tinggi badan yang signifikan pasca

pemberian zinc pada anak sekolah dasar dibandingan data kontrol.

Pada tahun 2009, Rosado et al. menemukan bahwa suplementasi zinc

meningkatkan tinggi badan untuk usia pada bayi Meksiko, efek ini berkurang

oleh infeksi Ascaris. Kongsbak et al. menemukan T. trichiura menjadi

prediktor signifikan serum zinc pada populasi Bangladesh di mana stunting

adalah umum. Dalam studi ini, T. trichiura memiliki efek yang lebih besar

pada serum zinc daripada A. lumbricoides. Osei et al. tidak menemukan

perbedaan yang signifikan pada serum zinc anak-anak India yang terinfeksi

STH dan yang tidak terinfeksi. Dua meta-analisis baru-baru ini tidak

menemukan efek signifikan suplementasi zinc pada tingkat infeksi STH.

Penelitian ini tidak membedakan antara efek dari spesies STH yang berbeda.

Dalam penelitian kami di Kamboja, anak-anak membawa infeksi cacing

Universitas Sumatera Utara


74

tambang hampir secara eksklusif. Oleh karena itu, efek spesifik spesies STH

pada zinc tidak dapat ditentukan dalam populasi ini.

Berdasarkan hasil uji statistik T tidak berpasangan (independen) dan uji

Mann-Whitney, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna terkait

pertambahan berat badan pada kelompok yang mendapatkan suplementasi

zink dan yang tidak mendapatkan suplementasi zink (P>0.05). Sedangkan

pertambahan tinggi badan dijumpai perbedaan yang bermakna pada

kelompok yang mendapatkan suplementasi zinc (P<0.05).

Berdasarkan penelitian Hendrayati Intervensi melalui suplementasi

zinc untuk anak-anak dengan pengerdilan memberikan hasil pengukuran

antropometrik yang mencakup berat dan tinggi badan dan berfungsi sebagai

indikator status gizi, yaitu berat untuk usia, tinggi untuk usia, dan berat untuk

tinggi. T-test menunjukkan tidak ada perbedaan status gizi pada semua

kelompok sebelum dan sesudah intervensi. Setiap perubahan pengukuran

antropometrik, khususnya pertumbuhan linier seperti yang dilaporkan oleh

Supariasa bahwa pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua jenis;

pertumbuhan linear dan pertumbuhan massa jaringan. Pertumbuhan linear

dikaitkan dengan status gizi di masa lalu dan pertumbuhan massa jaringan

dikaitkan dengan status gizi pada saat ini atau pada saat pengukuran. 62

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Soil Transmitted Helminth (STH) adalah infeksi cacing yang penularannya

melalui tanah yang disebabkan oleh lima jenis cacing yaitu Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostama duodenale, Necator

americanus dan Strongyloides stercoralis. Laporan hasil survei prevalensi

infeksi cacing pada 10 provinsi tahun 2004, Sumatera Utara menduduki

peringkat ke-3 (60.4%) dalam penyakit kecacingan.

Penelitian meta analisis menyatakan bahwa deworming saja tidak

dapat mengobati defisit nutrisi yang mendasarinya yang disebabkan atau

diperparah oleh infeksi cacing, sehingga diperlukan energi tambahan seperti

makronutrien dan mikronutrien. Salah satu mikronutrien yang dapat diberikan

adalah zinc.

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui efek suplementasi zinc

terhadap berat badan dan tinggi badan pada anak sekolah dasar pasca

terinfeksi Soil Transmitted Helminth (STH).

Berdasarkan uji T berpasangan pada 39 siswa yang berpartisipasi

hingga tahap akhir penelitian ini, menunjukkan perubahan tinggi badan dan

Berat badan yang signifikan pasca pemberian zinc sulfat sebesar 10 mg

75

Universitas Sumatera Utara


76

setiap hari selama 3 bulan pada anak sekolah dasar dibandingan data

kontrol.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, kami merekomendasikan bahwa infeksi STH

dan status zinc pada tingkat populasi harus dipertimbangkan ketika menilai

faktor-faktor potensial yang berkontribusi terhadap stunting. Sangat penting

untuk mendefinisikan metode standar dan dapat diandalkan untuk mengukur

zink dan menghitung efek peradangan untuk lebih menjelaskan hubungan

antara zinc, infeksi STH dan pertumbuhan. Pada populasi yang tinggal di

daerah endemis STH, hubungan yang mungkin antara zinc dan STH harus

dipertimbangkan. Ini akan meningkatkan (dasar bukti untuk) intervensi pada

pertumbuhan anak, misalnya dengan mengabungkan suplementasi zinc

dengan strategi kontrol cacing.

Universitas Sumatera Utara


BAB 7

RINGKASAN

Prevalensi STH di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi yaitu

sebesar 60%, terutama pada golongan penduduk kurang mampu yang

memiliki risiko tinggi terjangkit penyakit ini. Infeksi cacing memiliki dampak

merugikan baik secara langsung atau tidak langsung terhadap pertumbuhan

baik berat badan dan tinggi badan anak dengan mengganggu asupan gizi

pada saluran cerna.

Salah satu mikronutrien yang dapat diberikan adalah zinc, dimana zinc

secara langsung dapat mempengaruhi transport ion epitel usus dan menjaga

tight junction sel epitel usus, yang mana pada keadaan infeksi cacing dapat

terjadi reaksi inflamasi pada mukosa usus. Hasil penelitian di Malawi Selatan

menyatakan bahwa pengobatan dengan zinc atau albendazole dapat

memperbaiki keadaan saluran cerna pada anak yang terinfeksi parasit

sebelumnya.

Pada penelitian ini anak-anak sekolah dasar diberikan pengobatan

albendazole sebanyak 400 mg untuk mengeradikasi infeksi STH yang 1

minggu kemudian dijadikan sampel penelitian ini untuk melihat efektifitas

zinc terhadap peningkatan berat badan dan tinggi badan.

77

Universitas Sumatera Utara


78

Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa pemberian suplementasi

zinc pasca terinfeksi STH pada murid sekolah dasar berdampak positif dan

signifikan terhadap peningkatan berat badan dan tinggi badan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Buana R, dkk. Albendazole therapy reduces serum zinc in elementary


school children with Ascaris lumbricoides infections. Univ Med
2016;35:206-12
2. Suriptiastuti. Infeksi Soil Transmitted Helminth: ascariasis, trichuriasis
dan cacing tambang. Univ-Med. 2006; 25:84-93.
3. Renanti R, Rusdji SR, Elmatris. Hubungan Infeksi Soil Transmitted
Helminth dengan Status Gizi pada Murid SDN 29 Purus Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4:2.
4. WHO: Soil Transmitted helminth Infection (internet). Google. 2019
(Cited 19 March 2019). Available from: https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/soil-transmitted-helminth-infections
5. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal PP dan PL. 
Pedoman
Pengendalian Kecacingan. Jakarta: Kementerian 
Kesehatan RI;2012.
6. Hadju V, Stephenson L, Mohammed HO, Bowman DD, Parker RS.
Improvement of growth, appetite, and physical activity in helminth
infected schoolboys 6 months after single dose of Albendazole. Asia
Pasific Jclin Nutr. 1988; 7:170-6.
7. Hall A, Hewitt G, Tuffrey V, Silva N. A review and meta-analysis of the
impact of intestinal worms on child growth and nutrition. Matern Child
Nutr. 2008; 4:118-236.
8. Stephenson LS, Latham MC, Adams EJ, Kinoti SN, Pertet A. Weight
Gain of Kenyan School Children Infected with Hookworm, Trichuris
trichiura and Ascaris lumbricoides is improved following once or twice
yearly treatment with Albendazole. J Nutr. 1993;4:656-65.
9. Joseph SA, Casapia M, Montresor A, Rahme E, Ward BJ, Marquis GS,
et all. The Effect of Deworming on Growth in One- Year-Old Children
Living in a Soil-Transmitted Helminth-Endemic Area of Peru: A
Randomized Controlled Trial. PLoS Negl Trop Dis. 2015; 10:9(10).
10. Alderman H, Lule JK, Sebuliba I, Bundy D, Hall A. Effect on weight
gain of routinely giving albendazole to preschool children during child
health days in Uganda: cluster randomised controlled trial. BMJ. 2006;
7:122.
11. Ryan KN, Stephenson KB, Trehan I, Shulman RJ, Thakwalakwa C,
Murray E, et all. Zinc or albendazole attenuates the progression of
environmental enteropathy: a randomized controlled trial. Clin
Gastroenterol Hepatol. 2014; 91507-13.
12. Brown KH, Peerson JM, Rivera J, Allen LH. Effect of supplementasi
zinc on the growth and serum zinc concentration of prepubertal

79
Universitas Sumatera Utara
80

children: a meta-analysis of randomized controlled trials. Am J Clin


Nutr.2002;75:1062-71.
13. Ryan KN, Stephenson KB, Trehan I, Shulman RJ, Thakwalakwa C,
Murray E, et all. Zinc or albendazole attenuates the progression of
environmental enteropathy: a randomized controlled trial. Clin
Gastroenterol Hepatol. 2014; 91507-13.
14. De Gier B, Mpabanzi L, Vereecken K, Van der Werff SD, D’Haese PC,
Fiorentino M, et al. Height, zinc and soil transmitted helminth infections
in schoolchildren: A study in Cuba and Cambodia. Nutrients. 2015;
7:3000-10.
15. Zainuddin AA, Oendri A, Putri A, Pamungkas A, Natsir B, Hartono D,
et al. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia. 2014.
16. Ihsan AM, Rusdji SR, Nurhajjah S. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian ascariasis pada murid sekolah dasar. MKA. 2015;
38:80-8.
17. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D,
et al. Soil- transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and
hookworm. Lancet. 2006; 1521-32.
18. Lubis CP, Pasaribu S. Askariasis. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SRS, penyunting: Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi
dan penyakit tropis. Edisi pertama.Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2002:407-12.
19. Brunton L. Goodman & Gilman’s the pharmacological basis of
therapeutics: chemotherapy of protozoal infection. 11 thed. McGraw-Hill
Prrofessional;2006.
20. Katzung B. Basic & clinical pharmacology: introduction to antiparasitic
chemotherapy. 1sted. New York: Lange Medical Books/McGraw-
Hill;2007.
21. Singhai, Seth R, Bhatia V, Lodha R, Bagga A, Kabra SK et al.
Essential pediatrics;helminthic infestations.7thed,India.2010.
22. Bundy DAP, Desilva N. Intestinal nematodes that migrate through
lungs (ascariasis). Dalam: Hunter’s tropical medicine. Edisi ke 8
Philadelphia: Saunders Co. 2000;726-30.
23. Sofiana L. Hubungan perilaku dengan infeksi Soil Transmitted
Helminths pada anak sekolah dasar MI Asas Islami Kalibening,
Salatiga.Kes Mas.2010; 4:76-143.
24. Siregar CD. Pengaruh infeksi cacing usus yang ditularkan melalui
tanah pada pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar.Sari
Pediatri.2006;8:112-17.
25. Supariasa. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta;2001.

Universitas Sumatera Utara


81

26. Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar
nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Edisi ke-2 dengan revisi.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
27. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta. 2001.
28. Gentile ME, King IL (2018) Blood and guts: The intestinal vasculature
during health and helminth infection. PLoS Pathog 14(7): e1007045.
29. De Benois B, Damton-Hill I, Davidson L, Fontaino O, Hotz C.
Conclusion of the Join WHO/UNICEF/IAEA/IZiNCG Interagency
Meeting on Zinc Status Indicators. Food Nutr Bull. 2007;28: 480-84.
30. Skrovanek S, DiGuilio K, Bailey R, Huntington W, Urbas R,
Mayilvaganan B, et al. Zinc and gastrointestinal
disease.WJGP.2014;5:496-513.
31. Robinson CH, Lawler MR, Chenoweth wl, Garwick AE. Normal and
therapeutic nutrition. Edisi ke-17. New York;Macmillan Publishing
Company.1986;129-30.
32. Hambidge M. Trace element deficiencies in childhood. Dalam: Suskind
RM, Suskind LL, penyunting. Textbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2.
New York.1993;115-21.
33. Shankar AH, Prasad AS. Zinc and immune function: the biological
basis of altered resistance to infection. Am J Clin Nutr. 1998;68-447-
63.
34. Wanpir RA. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract.
J Nutr. 2000;130:1388-92.
35. Khademian M, Farhangpajouh N, Shahsanee A, Bahreynian M,
Mirshami M, Kelishadi R. Effects of zinc supplementation on subscales
of anorexia in children: A randomized controlled trial.Pak J Med
Sci.2014;30:1213-17.
36. Cario E, Jung S, D’Hareuse JH, Schulte C, Sturm A, Wiedenmann B,
et al. Effects of exogenous zinc supplementation on intestinal epithelial
repair in vitro. Eur J Clin Invest. 2003; 30:419-28.
37. Rocha ED, de Brito NJ, Dantas MM, Silva Ade A, Almeida Md,
Brandao-Neto J. Effect of zinc supplementation on GH, IGF1, IGFBP3,
OCN, and ALP in non-zinc-deficient children. J Am Coll Nutr.
2015;34(4):290-9.
38. Wiloughby JL, Bowen CN. Zinc deficiency and toxicity in pediatric
practice. Curr Opin Pediatr. 2014; 26:579-84.
39. Hidayat A. Seng(Zinc): Essensial bagi kesehatan. J Kedoktr Trisakti.
1999; 18:19-26.
40. Newton B, Sekar K, Dhas BB, Bhat V. Zinc supplementation in
pediatric practice. Journal of Pediatric Science. 2015; 7:e240.

Universitas Sumatera Utara


82

41. Yanagisawa H. Zinc deficiency and clinical practice. JMAJ. 2004;


47:359-64.
42. Nriagu J. Zinc toxicity in humans. Elsevier BV. 2007:1-7.
43. Kaseb F, Fallah R. Efficacy of zinc supplementation on improvement of
weight and height growth of healthy 9-18 year children. WAJS. 2013;
26:189-93.
44. Long KZ, Rosado JL, Montoya Y, Solano MDL, Hertzmark E, Dupont
HL, et al. Effect of vitamin A and zinc supplementation on
gastrointestinal parasitic infections among Mexican children.
Pediatrics. 2006; 120:e846-55.
45. Barness LA, Mauer AM, Anderson AS, Dallman PR, Forbes GB,
Nichols BL, et al. Zinc. Pediatrics. 1978:408-11.
46. Salgueiro MJ, Zubillaga MB, Lysionek AE, Caro RA, Eng RW, Boccio
JR. The role of zinc in the growth and development of children.
Nutrition. 2002; 18:510-9.
47. Vakili R, Bakhsh MY, Vahedian M, Mahmoudi M, Saedi M, Vakili S.
The effect of zinc supplementation on linear growth and growth factors
in primary schoolchildren in the suburbs Massad, Iran. Int J Pediatr.
2015; 3:1-7.
48. Friis H, Mduluza T, Kaoendera K, Sandstrom B, Michaelsen KF,
Vennerald BJ, et al. The impact of zinc supplementation on growth and
body composition : A randomized, controlled trial among rural
Zimbabwean schoolchildren. EJCN. 1997; 51: 38-45.
49. Madiyono B, Mz SM, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.
Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S,
penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4.
Jakarta: Sagung Seto, 2011. h.348-82.
50. Muller O, Garenne M, Reitmeier P, Zweeden A, Kouyate B, Becher H.
Effect of zinc supplementation on growth in West African children: a
randomized double-blind placebo controlled trial in rural Burkina Faso.
Int J Epidemiol. 2003 Dec;32(6):1098-102.
51. Suchdev et al. Soil-Transmitted Helminth Infection and Nutritional
Status Among Urban Slum Children in Kenya. Am. J. Trop. Med. Hyg.,
90(2), 2014, pp. 299–305
52. Omitola et al. Geohelminth Infections and Nutritional Status of
Preschool Aged Children in a Periurban Settlement of Ogun Stat.
Hindawi Publishing Corporation 2016
53. Suraweera et al. Soil-transmitted helminth infections, associated
factors and nutritional status in an estate community in Sri Lanka. Sri
Lankan Journal of Infectious Diseases 2018 Vol.8 (2)100-114
54. Sanchez AL, Gabrie JA, Usuanlele M-T, Rueda MM, Canales M, et al.
(2013) Soil-Transmitted Helminth Infections and Nutritional Status in

Universitas Sumatera Utara


83

School-age Children from Rural Communities in Honduras. PLoS Negl


Trop Dis 7(8): e2378. doi:10.1371/journal.pntd.0002378
55. Ahmed et al.: The nutritional impacts of soiltransmitted helminths
infections among Orang Asli schoolchildren in rural Malaysia.
Parasites & Vectors 2012 5:119.
56. Nelly Simarmata et al: Nutritional status of soil-transmitted
helminthiasis-infected and uninfected children. Pediarica Indonesiana.
2015
57. Gier et al. Species-Specific Associations between Soil-Transmitted
Helminths and Micronutrients in Vietnamese Schoolchildren. Am. J.
Trop. Med. Hyg., 95(1), 2016, pp. 77–82
58. gier et al. Height, Zinc and Soil-Transmitted Helminth Infections in
Schoolchildren: A Study in Cuba and Cambodia. Nutrients 2015, 7,
3000-3010
59. Akinwande et al. Anthropometric Indices and Serum Micronutrient
Status of Helminth – Infected School Children from Semi-Urban
Communities in Southwestern Nigeria. Niger. J. Physiol. Sci.
32(December 2017) 195-200
60. Yap et al.: Influence of nutrition on infection and re-infection with soil-
transmitted helminths: a systematic review. Parasites & Vectors 2014
7:229.
61. Darlan DM, Alexandra TS, Tala ZZ. Soil Transmitted Helminth
Infections in Medan: a cross-sectional study of the correlation between
the infection and nutritional status among elementary school children.
Fam Med Prim Care Rev 2017; 19(2): 98–103.
62. Hendrayati (2015) Nutritional Intake, Biochemical Status and
Anthropometric Values of Stunting Children after Added Zinc on
Vitamin A Supplementation. Biochem Physiol S5.008.

Universitas Sumatera Utara


84

LAMPIRAN 1
1. Personil Penelitian
1.1 Ketua Penelitian
Nama : dr. Efrina M.R. Harahap
Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak
FK-USU/RSHAM
1.2. Anggota Penelitian

1. Prof.dr.H. Munar Lubis, Sp.A(K)


2. Prof.dr. Darwin Dalimunthe, PhD.
3. dr. M. Arif Boediman
4. dr. M. Arif Boediman
5. dr. Irwienny Tria Pudjiastuti
6. Aswirman (Enumerator)
7. Nora Gianti Lubis (Enumerator)

2. Biaya Penelitian
1. Bahan / Perlengkapan : Rp 5.000.000,00

2. Transportasi / Akomodasi : Rp 2.000.000,00

3. Penyusunan / Penggandaan : Rp 1.000.000,00

4. Seminar hasil penelitian : Rp 5.000.000,00

Jumlah : Rp 13.000.000,00

Universitas Sumatera Utara


85

3. Jadwal Penelitian

WAKTU Februari Maret - May Juni-Agustus


2017 2017 2017

KEGIATAN
Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan
laporan

Pengiriman
Laporan

Universitas Sumatera Utara


86

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua


Kepada Yth Bapak / Ibu ................................................

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Efrina M.R.
Harahap bertugas di Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU / RSUP Haji
Adam Malik Medan.

Bersama ini, kami ingin menyampaikan kepada Bapak / Ibu bahwa


Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU - RSHAM Medan, bermaksud
mengadakan penelitian mengenai “Efikasi Suplementasi Zinc Terhadap
Perbedaan bBerat bdan dan Tinggi Badan pada Anak Sekolah Dasar yang
sebelumnya terinfeksi STH”, dan bermaksud untuk mengajak anak Anda
untuk menjadi salah satu peserta dalam penelitian ini.

Infeksi cacing masih banyak dijumpai di Indonesia. Infeksi cacing ini dapat
menimbulkan kekurangan Seng (Zn). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui efek pemberian suplemen Seng (Zn) terhadap peningkatan berat
badan dan tinggi badan anak yang sebelumnya terinfeksi cacing.

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan suplemen Seng (Zn) berupa


sirup yang diminum satu kali sehari, satu sendok makan, selama 3 bulan.
Pada awal penelitian akan dilakukan pengisian identitas, pengukuran tinggi
dan berat badan, yang akan diulang setelah tiga bulan setelah pemberian
Seng (Zn).

Seng (Zn) yang akan diberikan pada penelitian ini adalah Zinckid yang
diproduksi oleh perusahaan Indofarma yang sudah pernah diteliti sebelumnya
untuk meningkatkan pertumbuhan anak. Pemberian Seng (Zn) dapat
menimbulkan efek samping yaitu muntah atau iritasi saluran cerna. Bila efek
samping tersebut muncul, Bapak / Ibu dapat melaporkan kepada pihak
peneliti.

Universitas Sumatera Utara


87

Keikutsertaan anak Anda adalah suka rela. Anda dapat memilih untuk
berpartisipasi atau tidak. Anda dapat berhenti untuk berpartisipasi bila
berubah pikiran nantinya.

Jika Bapak / Ibu bersedia untuk mengikuti penelitian ini, maka kami
mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah
Penjelasan (PSP). Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian
dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Dr. Efrina M.R. Harahap


082162478666

Universitas Sumatera Utara


88

5. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ......................................... Umur : .... tahun L/P
Pekerjaan : ..................................................................
Alamat : ..................................................................
Orang tua dari : ..................................................................

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter
mengenai penelitian “Efikasi suplementasi zinc terhadap perbedaan berat
badan dan tinggi badan anak sekolah dasar pasca terinfeksi STH”.

Saya telah dijelaskan dan mengerti akan efek samping yang mungkin timbul
akibat pemberian zinc yaitu mual atau muntah dan bila efek samping tersebut
terjadi, saya akan segera memberitahukan kepada pihak peneliti.

Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia keluarga/anak saya


menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2016

Saksi

Universitas Sumatera Utara


89

6. Kuisioner Penelitian
Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan

KUISIONER PENELITIAN

Tanggal :
1. Nama Anak : BB : kg; TB : cm; BB/U : %
2. Tanggal Lahir : Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Urutan Anak dalam Keluarga :
5. Jumlah Saudara : orang
6. Alamat / Telp :

7. Nama Sekolah :
8. Kelas :
9. Orang tua : Ayah
Ibu
Nama :
Umur :
Agama :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Penghasilan / bulan :
10. Penyakit kronis yang diderita anak sebelumnya :
11. Konsumsi Vitamin 3 bulan ini :

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai