2019
Agustina, Arinda
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26315
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
ARINDA AGUSTINA
NIM. 141000193
SKRIPSI
Oleh
ARINDA AGUSTINA
NIM. 141000193
ii
iii
Abstrak
iv
Abstract
v
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah
RSUD H. Abdul Manan Kisaran Kabupaten Asahan Tahun 2018”. Skripsi ini
adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana
Utara.
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada
kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Utara.
4. dr. Fauzi, S.K.M., selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah meluangkan
pembuatan skripsi.
vi
5. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji II
skripsi.
Sumatera Utara.
8. dr. Hari Sapna, selaku Direktur yang telah memberikan izin meneliti dan
kakak dan abang saya, Novi Ariyanti dan Sofian yang senantiasa memberikan
kasih sayang, semangat, perhatian, motivasi serta doa yang tiada henti kepada
penulis.
Chairunnisa, Mustika Wenny dan orang yang special bagi penulis Rizky Dwi,
11. Teman-teman seperjuangan KKN Batubara Pematang Kuing, PBL Deli Muda
Hulu, dan LKP Puskesmas Medan Labuhan yang telah memberikan masukan
vii
viii
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Istilah xiii
Riwayat Hidup xiv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 8
Tinjauan Pustaka 9
Infeksi Nosokomial 9
Pengertian infeksi nosokomial 9
Penyebab infeksi nosokomial 9
Cara penularan infeksi nosokomial 10
Jenis-jenis infeksi nosokomial 11
Dampak infeksi nosokomial 11
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit 12
Gambaran pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
dirumah sakit 12
Pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial 13
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi 13
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 15
Dukungan Manajemen 17
Pendidikan dan Pelatihan 19
Struktur Organisasi 21
Uraian Tugas 23
Fasilitas Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 30
Cuci Tangan 31
ix
Program kerja 33
Kerangka Berpikir 35
Metode Penelitian 38
Jenis Penelitian 38
Lokasi dan Waktu Penelitian 38
Populasi dan Sampel 38
Definisi Konsep 38
Metode Pengumpulan Data 39
Metode Analisis Data 40
Daftar Pustaka 83
Lampiran 86
x
Daftar Tabel
No Judul Halaman
3 Karakteristik informan 47
xi
Daftar Gambar
No Judul Halaman
2 Kewaspadaan standar 14
6 Program PPI 34
xii
Daftar Lampiran
1 Panduan Wawancara 83
2 Dokumentasi 91
xiii
Daftar Istilah
xiv
Riwayat Hidup
Manis pada tanggal 12 Agustus 1996. Penulis beragama Islam, anak kedua dari
2001. Pendidikan sekolah dasar di SDN 013828 Manis Tahun 2002-2008, sekolah
Arinda Agustina
xv
Pendahuluan
Latar Belakang
infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah
pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga
Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak
ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional sebuah rumah sakit bisa
dicabut karena tingginya infeksi nosokomial. Bahkan pihak ansuransi tidak mau
membayar biaya yang ditimbulkan oleh infeksi ini. Hampir dipastikan semua
rumah sakit besar di Indonesia telah membentuk dan memiliki panitia medik
penderita, tetapi juga merugikan pihak rumah sakit serta perusahaan atau
Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health
menjadi agenda yang di bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs (Healthcare
Associated Infections) menjadi salah satu tolak ukur akreditasi rumah sakit di
1
2
mutu pelayanan rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan
rumah sakit yaitu rendahnya angka infeksi nosokomial (HAIs) di rumah sakit.
Mutu asuhan pelayanan rumah sakit dapat dikaji dengan tingkat pemanfaatan
sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi rumah
infeksi yang harus dilakukan yaitu ada anggota komite PPI yang terlatih sebanyak
yaitu ILO (Infeksi Luka Operasi), Infeksi Aliran Darah (IAD) / Phlebitis,
fasilitas lainnya merupakan salah satu tujuan untuk mewujudkan sasaran ke-5
(PPI) merupakan salah satu upaya dalam keselamatan pasien. Poin ke-9 solusi
2015).
menunjukkan tingkat infeksi Rumah Sakit yang tinggi (5-19%) dan rata-rata
Data infeksi nosokomial di Indonesia dapat dilihat dari hasil survey point
prevalensi dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya
dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun
2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)
18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain
Dapat dilihat pada RSUP H. Adam Malik pada tahun 2015 dari RSUP H.
Adam Malik bahwa angka infeksi nosokomial sebesar 0,0765% sudah mengikuti
4
dapat dikatakan bahwa sudah infeksi nosokomial di rumah sakit tersebut sudah
19,15%; Infeksi Saluran Kemih (ISK) sebesar 0% (tidak ada), Infeksi Daerah
Operasi (IDO) sebesar 0.3%. Angka tersebut melebihi dari standar pelayanan
Berdasarkan hasil survey awal yang telah dilakukan peneliti pada bulan
Mei 2018 tingginya angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD H. Abdul Manan
lapangan yaitu perawat yang belum mempunyai kesadaran untuk mencuci tangan
menggunakan air tetapi tidak sesuai dengan SPO ( Standar Prosedur Operasi)
keperawatan. Alasan perawat tidak mencuci tangan dengan baik yaitu malas,
ketersediaan sarana dan prasarana di setiap unit rumah sakit belum mendukung,
seperti beberapa wastafel yang ada di ruangan dan kamar mandi tidak disediakan
5
sabun dan terbatasnya antiseptik membuat perawat tidak mencuci tangan sesuai
Selain itu poster cara mencuci tangan dengan benar sudah ada di tempel di
dinding tetapi ada beberapa yang sudah lepas dan warnanya mulai pudar.
adalah dengan pendidikan dan pelatihan PPI. Kegiatan pendidikan dan pelatihan
Kegiatan ini seharusnya diikuti oleh perawat minimal tiga kali dalam setahun,
kesekretariatan / ruang komite PPI yang belum ada, prasarana pendukung lainnya
juga belum tersedia seperti komputer, printer, alat tulis kantor belum tersedia
ataupun memegang pasien, penggunaan APD juga belum patuh seperti masker, jas
khusus, alas kaki dan sarungh tangan bagi pengunjung untuk masuk ruangan
khusus seperti ICU masih kurang, pembatasan pengunjung dan jam besuk yang
kinerja tim PPI di RSUD Dr. Iskak Tulungagung karena kurangnya sosialisasi
program kepada tim PPI ( IPCN dan IPCLN) sebagai pelaksana surveilans infeksi
direktur namun sebagian besar belum tahu tugas dan tanggungjawabnya. Hal ini
infeksi nosokomial.
Kisaran.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
komite, IPCN, IPCLN dan tim PPI dalam program pencegahan dan
Manfaat Penelitian
1. Bagi rumah sakit yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
3. Bagi peneliti lain hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi dalam
Infeksi Nosokomial
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya
penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk
merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang
2. Infeksi eksogen. Bakteri yang ditularkan dari penderita lain ditularkan melalui:
1) Sentuhan langsung antar penderita melalui tangan, percikan air liur atau
2) Terhirup melalui titik ludah atau debu yang tercemar bakteri penderita.
9
10
penularan. Apabila suatu rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat
meninggalkan reservoir.
5. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat agen infeksi menuju host.
6. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah
sebagai berikut :
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang pada saat pasien masuk
rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu
Infeksi daerah operasi adalah infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam
waktu 30 hari atau sampai satu tahun pasca bedah meliputi jaringan lunak yang
tinggi.
12
rumah sakit. Untuk mencegah penularan infeksi nosokomial di rumah sakit harus
dilakukan berbagai upaya. Pada prinsipnya harus selalu dijaga higiene perorangan,
Penularan infeksi dari orang ke orang harus dicegah dengan selalu melakukan
yang aman, misalnya pada waktu melakukan penyuntikan dan pemasangan kateter
atau respirator. Karena lingkungan di dalam rumah sakit dapat menjadi sumber
RI, 2001).
terjadi pada suatu populasi tertentu. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk
sakit.
2. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah
ditetapkan.
sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Diterapkan rutin
dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit baik terdiagnosis infeksi,
berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya serta mengurangi resiko
penularan patogen yang berada dalam bahan yang berasal dari tubuh pasien
penularan).
Menurut Depkes RI (2004) pada semua kasus secara sendiri atau bersama-
perlindungan pernafasan dengan efisiensi penyaringan sama atau lebih dari 95%)
dan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak (sarung tangan, gaun dan
1. Kebersihan Tangan
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa
memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas
1) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu
16
darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti
2) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya
1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
infeksius.
dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
petugas.
4. Pengendalian Lingkungan
pengunjung.
5. Penatalaksanaan Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
Dukungan Manajemen
yaitu :
sumber daya manusia dan sumber daya yang dimiliki institusi untuk
3. Pengarahan (directing)
4. Pengendalian (controlling)
Pengendalian adalah kegiatan menilai hasil kerja secara periodik yang ada
Manajemen sebagai pengelola rumah sakit memilih ketua komite dan tim
rutin.
melakukan pekerjaan atau tugas yang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menggunakan sumber daya yang maksimal untuk mencapai hasil yang diingkan
program PPI dibutuhkan pendidikan dan pelatihan baik kepada seluruh petugas
dan pelatihan PPI terdiri dari komunikasi, informasi, edukasi dan pelatihan PPI.
di bidang PPI. Pendidikan dan pelatihan bagi komite atau tim PPI dengan
tentang PPI terkait penyakit yang dapat menular (Permenkes No. 27 Tahun
2017).
Struktur Organisasi
terdiri dari dua orang atau lebih dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif
1. Struktur
implementasi
Organisasi PPI disusun agar dapat mencapai visi, misi dan tujuan dari
organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan
DIREKTUR
UTAMA
KOMITE PPI
DIREKTUR
KA. KOMITE
PPI/IPCO
SEKRETARIS (IPCN)
ANGGOTA KOMITE
PPI
IPCLN
nosokomial bervariasi dan sangat bergantun pada situasi dan kondisi rumah sakit.
Prinsipnya ada dua tingkatan organisasi yaitu tingkat penentu atau penyusun
infeksi nosokomial. Direktur dan komite PPI merupakan tingkat penentu atau
Uraian Tugas
kontribusi tiap pemegang jabatan kepada organisasi. Kata kunci dari pengetian ini
adalah kontribusi. Ini berarti bahwa uraian tugas haruslah memuat hal-hal apa saja
yang merupakan kontribusi dari sebuah jabatan. Adapun uraian tugas Komite
1. Direktur
nosokomial.
nosokomial.
24
Komite PPIRS.
2. Komite PPI
tersebut.
25
11) Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada
resistensi antibiotika.
PPI.
a. Kriteria IPCO :
b. Tugas IPCO :
surveilans
resistensi antibiotika.
pasien.
a. Kriteria IPCN :
infeksi.
PPI.
lainnya.
tilik.
rasional.
PPI.
14) Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan
prinsip PPI.
29
tentang PPIRS.
a. Kriteria IPCLN :
infeksi.
b. Tugas IPCLN :
sarana dan prasarana ini akan menunjang kegiatan program pencegahan dan
2. Alat tulis kantor, komputer, printer dan internet, telepon dan faksimili.
kerja yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi, seperti sarana dan
alat-alat kesehatan, dan untuk mengelola limbah padat yang ada di ruang rawat
inap. Menurut Kemenkes RI (2011) bahan dan alat untuk pelaksanaan pencegahan
infeksi yaitu :
2. Alat pelindung : sarung tangan bersih, sarung tangan steril, sarung tangan
rumah tangga, masker sekali pakai, masker cuci ulang (bahan linen), gaun
pelindung, visor.
31
kuning.
penting sekali antara lain : kamar mandi dan WC penderita, kamar mandi dan WC
bersih.
Cuci Tangan
membunuh mikroorganisme pada kulit. Langkah pertama pada proses ini adalah
bagaimana melakukan langkah cuci tangan, dan menggosok tangan dengan benar.
Untuk mendorong cuci tangan, pengelola program harus melakukan segala upaya
dengan menyediakan sabun dan suplai air bersih terus menerus, baik dari kran
Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu,
tanpa memakai perhiasan cincin. Kebersihan tangan dilakukan pada saat sebelum
32
kontak pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak darah dan cairan tubuh,
setelah kontak pasien dan dan setekah dengan lingkungan sekitar pasien
1. Cara mencuci tangan dengan sabun dan air menurut WHO (2009)
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.
7) Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan
pakai.
12) Sekarang tangan sudah bersih, lama waktu yang dibutuhkan selama
33
40-60 detik.
(2009).
Hasil yang dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak
terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke
Program Kerja
upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit (Depkes RI,
34
2008). Prosedur baku perlu dibuat untuk setiap tindakan-tindakan yang berkaitan
Kerangka Berpikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini :
Dukungan Manajemen
1. Memberikan SK
kepada anggota PPI
2. Menyediakan dana
Kerangka pikir dalam penelitian ini mengacu pada format desain grounded
research (GR), dimana format ini dipengaruhi oleh pandangan bahwa penelitian
dengan baik diperlukan adanya dukungan manajemen yaitu peran serta dari
dan pelatihan dasar oleh komite PPI dan petugas kesehatan dan lanjutan oleh tim
kebijakan, IPCO mempunyai tugas yaitu membuat pedoman dan kebijakan SPO
PPI, memberikan sosialisasi mengenai kebijakan PPI, uraian tugas sebagai IPCN
laporan data kejadian infeksi nosokomial, melihat dan menilai kepatuhan petugas
infeksi, uraian tugas sebagai IPCLN yaitu mencatat laporan surveilans infeksi,
Fasilitas yaitu sarana dan prasarana yang disediakan rumah sakit untuk
menyediakan ruang komite PPI, komputer dan printer, masker, handscoon, tisu
infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan kototran dan debu
Jenis Penelitian
Alasan dipilih lokasi ini didasarkan atas pertimbangan belum pernah dilakukan
penelitian yang sama dan dijumpai petugas yang belum patuh menggunakan APD.
di rumah sakit dapat dilaksanakan dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
Informan Penelitian
5. Tim PPI
Definisi Konsep
38
39
Simatupang Kisaran.
4. Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang diberikan pimpinan rumah sakit
mikroorganisme pada kulit dari siku sampai ke ujung jari atau dari
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung
dari sumbernya dan dicatat untuk pertama kalinya. Teknik pengumpulan data
primer dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam yang dilakukan oleh
digunakan pada saat wawancara adalah tape recorder, HP, buku catatan dan
pengumpulannya oleh peneliti. Data untuk penelitian ini berasal dari laporan-
H. Abdul Manan Simatupang Kisaran dilihat dari sistem sesuai dengan kerangka
matriks data dikelompokkan untuk kelompok yang sama. Setelah itu data
dievaluasi, untuk melihat adanya kesesuaian dengan kerangka konsep yang telah
merupakan pusat rujukan untuk Kabupaten Asahan. Rumah Sakit ini terletak di Jl.
Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, terletak diatas tanah seluas ±
2,82 Ha, dengan tahap awal dibangun gedung induk yang berfungsi untuk
pelayanan pasien rawat jalan dan P3K beserta 2 (dua) unit bangunan rawat inap
pasien umum untuk laki-laki dan perempuan, dan beroperasi secara definitif pada
memberikan pelayanan rawat jalan dan juga pelayanan rawat inap. Didukung
dokter spesialis serta dilengkapi fasilitas pelayanan lainnya relatif cukup baik.
Sebagai salah satu institusi pemerintah di bidang kesehatan, Rumah Sakit Umum
Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kisaran terus proaktif dalam mengelola dan
direktur :
41
42
Tabel 1
ruang rapat, ruang administrasi, selain itu dibangun juga untuk unit linen laundry,
unit gizi, dan gudang logistik. Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan
golongan yaitu PNS (pegawai negeri sipil), honor, dan kontrak yang dapat dilihat
Tabel 2
Tabel 2
adalah pelayanan rawat jalan (poliklinik), rawat inap, pelayanan bedah, pelayanan
gawat darurat, pelayanan bersalin, pelayanan medik gigi dan mulut, pelayanan
klinik dan non klinik. Fasilitas penunjang klinik yaitu unit pemeriksaan radiologi,
pelayanan insentif ICU , unit pemeriksaan EKG, EEG dan TCD, unit pelayanan
rehabilitasi medik, unit anestesiologi, unit farmasi, unit gizi, unit patologi klinik,
unit laboratorium, unit transfusi darah rumah sakit (UTDRS). Adapun fasilitas
penunjang non klinik adalah unit pelayanan rekam medik, unit loundry, unit
dokter, unit parkiran roda dua dan roda empat, dan unit security.
Kisaran juga telah melaksanakan program pendidikan dan pelatihan (diklat) baik
44
internal maupun eksternal secara berkala kepada tenaga medis dan non medis.
Adapun tujuan dari program diklat itu adalah bertujuan untuk pengembangan
rumah sakit yaitu telah terlaksananya akreditasi versi 2012 pada bulan November
2017 dengan predikat lulus tingkat perdana sesuai dengan Sertifikat Akreditasi
Sakit.
ditetapkan Visi Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang
tepat, profesional dan memuaskan. Visi dijabarkan lebih lanjut ke dalam misi
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Tekhnis Daerah Kabupaten
sebagai berikut:
46
DIREKTUR
dr. HARI SAPNA
NIP.198401282009031009
KABAG TU
MHD. ARSAD,S.Sos
NIP.196210301989031001
INSTALASI
KSB UMUM & KSB REKAM MEDIS & KSB KEUANGAN &
KEPEGWAIAN HUKUM PROGRAM
YASHANARA DALEL MARIANI, SH
NIP.196906251988031002 NIP. 19601225 198307 1 NIP. 19690311 200212 2
001 001
Komite Medis Komite Komite Tenaga Komite PPI Komite K3RS Satuan Pengawas Kelompok Satuan
Keperawatan Kesehatan Lain Internal Medis
Laboratorium IPSRS Rehab Medis Hygiene Sanitasi KBU KBK Kamar Jenazah
Karakteristik Informan
Tabel 3
Hasil Wawancara
sendiri tahun semalam lah tahun 2017 , dukungan dari rumah sakit
sudah mendukunglah terutama dari direktur lama, semenjak
pergantian direkturkan sepertinya masih didukung udah gitu apalagi
mau masuk akreditasi ya. Kami diundang rapat waktu itu terus kami
yang datang di kasih SK oleh direktur untuk bergabung dalam PPI.”
(informan 4)
rencana kerja anggaran kegiatan pada komite PPI dan diantaranya ada beberapa
informan yang tidak mengetahui gambaran anggaran dana untuk Komite PPI yang
mereka tahu hanya kegiatannya saja seperti yang disampaikan oleh beberapa
“untuk anggarannya gak tau lah kakak, itukan cuma IPCN yang tau.
Kalo rencana kegiatannya adalah beberapa yang kakak taunya dek
kayak 5 momen cuci tangan sama 6 langkah cuci tangan.”
(Informan 7)
perencanaan program PPI, mengadakan dan menghadiri rapat rutin dan menerima
laporan dari komite PPI. Adapun beberapa informan yang menyatakan mengenai
pula jabatan direktur lama, jadi direktur yang baru hanya ikut
memantau perkembangan program PPI saja dan karena kesibukan
beliau banyak jadi tidak terlalu sering mengikuti rapat selain itu
juga pokja yang dibahas sewaktu rapat bukan pokja PPI aja.”
(Informan 6)
sepenuhnya oleh tim PPI. Tetapi dalam pelaksanaanya dilapangan direktur jarang
Operasional (SOP) yang telah ditetapkan. Dari dokumen kegiatan rapat dapat
dilihat bahwa rapat yang dilakukan direktur kepada seluruh petugas adalah
komite dan tim PPI yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengendalian
memberikan surat keputusan yang sah kepada komite dan tim yang sudah terpilih.
Kisaran menyatakan bahwa direktur sudah menyusun pengurus komite PPI RSUD
(Perdalin, 2011).
Komite PPIRS membuat program kerja setiap tahun. Ini sesuai dengan
perencanaan rinci dalam strategi dan langkah yang memerlukan koordinasi dari
banyak pihak, baik individu, bagian ataupun unit-unit pelayanan di rumah sakit.
yang dipersyaratkan oleh Panitia Akreditasi Rumah Sakit dan juga ketentuan
rumah sakit tersebut menyerahkan perencanaan program PPI kepada komite PPI.
organisasi dan mempertahankan penilaian akreditasi untuk di uji lagi yang akan
program PPIRS juga dipakai pada penelitian Wilma (2013) tentang faktor-faktor
perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar diperoleh hasil
penelitian menggunakan uji Fisher's Exact Test didapatkan nilai p = 0.000, maka
perawat pelaksana.
53
Pendidikan dan Pelatihan PPI. Salah satu upaya untuk dapat melakukan
pelatihan ini dilaksanakan didalam dan diluar rumah sakit. Berdasarkan hasil
“pernah ada juga program diklat ini dibuatnya disini di rumah sakit
ini, ya kami dipanggil dilatih dikasih apa namanya seperti modul
gitu yaa, suruh praktek langsung kayak praktek cuci tangan gitu,
kalau yang dibuat di luar rumah sakit ada juga tapi dari kami belum
ada yang dikirim untuk diklat keluar.” (Informan 5)
“program diklatnya sudah ada, di dalam rumah sakit pun sudah ada
kalo diklat IPCN nya dilakukan diluar terus IPCN yang memberikan
pengarahan sama kami di dalam rumah sakit setelah mereka
pelatihan. Untuk pelatihan di dalam rumah sakit ya semua kepala
ruangan ikut. Nah untuk materi yang dikasih itu tentang kepatuhan
cuci tangan, udah gitu hmm pemilahan sampah selanjutnya
pengisian formulir. Terus yang sering ngasih materi itu ya IPCN nya
54
lah kalo ketua komitenya hanya pada saat diruang rapat saja.”
(Informan 5)
Kegiatan pendidikan dan pelatihan ini memiliki dampak yang bagus untuk
pegawai rumah sakit karena bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan
rumah sakit, direktur juga harus membuat perencanaan pendidikan dan pelatihan
kepada Komite PPI dan anggotanya agar memiliki sertifikat tentang PPI dasar dan
rumah sakit baik pegawai medis dan non medis, pasien, keluarga pasien maupun
pengunjung di rumah sakit. Komite dan tim PPI belum semua pernah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan di luar rumah sakit. Hal ini berdasarkan
“kalau diklat di luar belum pernah ikut saya, cuma IPCN lah yang
baru keluar terus sama dokter (ketua komite) lah yang uda bolak
balik pelatihan diluar. Semalam ada yang mau dilatih keluar cuma
gak jadi batal karena gak ada yang mau waktunya juga mendadak
karena mau di latih di bogor udah gitu waktunya Cuma 2 hari jadi
dalam 2 hari mencarikan orang itu payah juga.” (Informan 5)
“kalau saya pribadi belum pernah ikut diklat diluar dek tapi kalo
yang di dalam saya sering ikut kalo gak di ruang rapat ya di
ruangan saya sendiri dek.” (Informan 7)
“saya belum pernah ikut untuk diklat yang diluar karna yang ikut itu
baru IPCN nya saja, IPCN yang dilatih keluar barulah nanti kami
dikasih ilmunya terus dia terapkan di rumah sakit ini.” (Informan 8)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa tim PPI dan
luar rumah sakit tentang PPI dasar maupun lanjutan. Pendidikan dan pelatihan
yang sudah dilakukan di luar hanya kepada ketua komite yaitu tentang PPI dan
berhubungan dengan jabatan dia sebagai IPCO sekaligus ketua komite. Sedangkan
kepada tim yang lain hanya mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari dalam
rumah sakit saja. Hal ini disampaikan juga oleh informan 1 sebagai berikut :
“sekarang ini komite PPI dan tim PPI yang sudah mengikuti
pendidikan dan pelatihan diluar yaitu ketua komitenya sama IPCN
nya saja, kemarin ada juga yang mau di berangkatkan pendidikan
dan pelatihan diluar cuma pada gak bisa karna waktunya
56
terbatas untuk melakukan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit. Untuk
Tabel 4
Komite PPI yang Sudah Pernah Mengikuti Program Pendidkan dan Pelatihan
Diluar Rumah Sakit serta Memiliki Sertifikat PPI
Dari data diatas dapat dilihat bahwa informan yang belum pernah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit serta belum memiliki
sertifikat PPI sebanyak 6 orang (75%) dan 2 orang (25%) informan yang sudah
dan pengendalian infeksi yaitu adanya anggaran atau dana untuk kegiatan
mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut PPI, memiliki sertifikat PPI
Pendidikan dan pelatihan kepada tim PPI harus dilakukan terlebih dahulu
dengan tujuan untuk menambah pengetahuan serta keterampilan tim agar dapat
melaksanakan salah satu program pendidikan dan pelatihan PPIRS kepada seluruh
petugas di rumah sakit. Pendidikan dan pelatihan dilakukan didalam rumah sakit
tentang SPM mencantumkan bahwa ada anggota tim PPI yang terlatih yaitu
sebesar 75% dari keseluruhan anggota, ini menjadi indikator penilaian dalam
akreditasi. Pada penelitian ini tim PPI yang sudah menerima pendidikan dan
pelatihan adalah ketua komite dan IPCN. Sehingga SPM untuk anggota tim PPI
Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari pembina dan literatur yang memuat
pedoman dari Depkes, komite PPI RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran
pencegahan infeksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Mustariningrum, dkk (2015)
58
IPCLN.
Uraian tugas. Uraian tugas merupakan uraian tertulis tentang apa yang
menjadi konstribusi tiap pemegang jabatan kepada organisasi yang harus memuat
hal-hal apa saja yang merupakan konstribusi dari komite PPI. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan para informan didapatkan hasil tentang uraian
tugas.
informan sudah dijalankan dan laksanakan sesuai dengan uraian tugas yang
memonitor kepatuhan petugas kesehatan dengan niat sendiri karena itu sudah
tersebut.
infeksi serta membuat laporan akhir yang ditujukan kepada ketua komite dan
direktur.
60
pengetahuan yang baik tentang uraian tugasnya. Demikian juga yang disampaikan
“ uraian tugas saya ya disini sebagai ketua komite PPI dan biasa
juga saya disebut IPCD disini ya, ya kalau tugas saya sendiri itu ya
bekerjasama dengan tim dan anggota komite dalam menyusun
pedoman penulisan surveilans, udah itu memberikan sosialisasi
kebijakan PPI Rumah Sakit kepada petugas kesehatan,
mengkoordinasikan pelatihan kewaspadaan universal ini sama juga
ke seluruh petugas kesehatan, teeus ada juga tugas saya itu
mengevaluasi program PPI, berkoordinasi juga dengan uni-unit
terkait PPI tentang kebijakan SPO, saya juga menerima laporan
dari anggota komite PPI terkadang saya juga menerima laporan
dari IPCN dan membuat laporan kepada Direktur setelah itu kami
mengevaluasi lagi mana yang akan dirubah dan ditingkatkan lagi
kinerja PPI. adapun tugas saya selain di PPI ya saya sebagai ketua
komite farmasi, lalu saya di rumah sakit ini juga sebagai ketua unit
DOTS, kemudian saya koordinator CST/VCT itu program HIV di
rumah sakit. Dengan tugas sebanyak itu ya itu mengganggu-
mengganggu sedikit lah.” (Informan 2)
mampu menjelaskan uraian tugas sebagai ketua komite atau IPCO yaitu membuat
PPI, menerima laporan dari anggota komite dan IPCN, kemudian melaporkan
kepada direktur untuk disahkan agar bisa di sosialisasikan kebijakan SPO PPI
IPCLN untuk melaksanakan program pencegahan dan pengedalian infeksi hal ini
“ ..formulir surveilans harian infeksi itu diisi sama kami lah sebagai
IPCLN, formulir itu kami isi dari pasien yang dirawat inap
61
diruangan masing-masing dan itu disinya setiap hari lah dek, kalau
misalnya ada kejadian infeksi kami harus lapor ke IPCN nya, setelah
itu formulir dikumpulkan lagi ke IPCN.” (Informan 8)
“ kami bantu IPCN dek ngerjain formulir surveilans ini dek, nanti
IPCN nya yang mengumpulkan semua data dari setiap ruangan baru
itu dia buat laporan untuk ditujukan sama dr (ketua komite).”
(Informan 6)
bahwa laporan yang dilakukan oleh IPCN mengenai kasus infeksi karena di dalam
formulir itu laporan mengenai surveilans infeksi rumah sakit. Ada pun hambatan
yang dihadapi adalah tidak semua IPCLN dapat melaksanakan tugasnya karena
“tugas ibu itu mengumpulkan data HAIs harian,terus ada juga data
kejadian infeksi pasien yang lagi dirawat. Ya kadang-kadang ibu
sendiri lah mengumpulkan data infeksi harian sekalian ibu
memantau secara langsung seperti keadaan pasien di setiap
ruangan rawat inap, terkadang juga ya ibu dibantu jugalah sama
IPCLN nya tetapi lebih sering ibu yang mendatangi orang itu untuk
ngambil datanya nanti ada juga itu ruangan mana gitukan jarang
ngumpulkan formulirnya nanti ibu minta adalah alasan orang itu
lupa mengerjakan, iya nanti diantarkan sendiri lah, ada lah macem-
macem alasan orang itu lama mengumpulkan tugasnya, uda gitu
karena orang itu masih masuk shift malam jadi mereka libur ga bisa
membantu kadang juga kalau masuk shift pagi banyak pasien juga
keteter kerjaannya jadi belum sempat ngerjain formulir ini, tapi ada
juga kok IPCLN yang lain yang mengerjakan tepat waktu.”
(Informan 3)
“ iya tugas kami itu ada ngerjain laporan infeksi itu lah kayak
formulir harian gitu, iya kami yang mengisi nanti kalo ada infeksi
kami lapor lah ke IPCN nya, terkadang karena kesibukan saya juga
sebagai kepala ruangan, petugas program TB, TB HIV, TB MDR
jadi terkadang saya agak kewalahan juga tapi untungnya dibantu
sama Ka Tim kalau tidak ada Ka Tim mungkin yaa bakalan repot
haha, ya tapi kayak manapun juga ya harus dikerjakan ya pokoknya
sambil-sambil dikerjakan semuanya, kadang-kadang juga disuruh
juga mantau petugas di ruangan untuk ngasih teguran ke petugas
cuma ya kadang di bilang kadang juga enggak, ya itu semua kan
kesadaran masing-masing lah terkadang pun awak tak cuci tangan
62
hahaha.”( Informan 5)
adalah perawat yang berasal dari unit rawat inap yang masih terikat shift. Selain
itu juga IPCLN bertugas merawat pasien sehingga tugas memantau kepatuhan
petugas masih belum terlaksana baik. Serta masih dijumpai banyak petugas
lebih memfokuskan pada kegiatan surveilans karena IPCN bila datang ke ruangan
konstribusi tiap pemegang jabatan kepada organisasi. Kata kunci dari pengertian
ini adalah kontribusi. Ini berarti bahwa uraian tugas haruslah memuat hal-hal apa
saja yang merupakan konstribusi dari sebuah jabatan dalam tugas Komite PPIRS
Uraian tugas harus ditetapkan secara jelas untuk setiap jabatan, agar
pejabat tersebut bertanggungjawab atas tugas yang dilakukan. Uraian tugas harus
dapat memberikan ketegasan dan standar tugas yang harus dicapai oleh seorang
63
pejabat yang memengang jabatan tersebut. Uraian tugas ini menjadi dasar untuk
sebagaian besar anggota komite yang menjadi informan mengetahui dengan baik
inap belum terlaksana baik. Selain itu IPCLN juga harus melaksanakan tupoksi
perawatan kepada pasien hal ini mengakibatkan perawat IPCN tidak dapat
dapat memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanan kepatuhan PPI pada
Hal ini sesuai yang dilakukan penelitan oleh Ulfa dan Adhyaksafitri
dikatakan belum maksimal karena hanya 80% perawat yang patuh mengunakan
SOP pada saat melakukan tindakan dikarenakan banyaknya pekerjaan yang harus
di lakukan.
64
hal ini dilakukan apabila terkena shift pagi dan bisa berkoordinasi dengan IPCN.
petugas setiap ruangan rumah sakit di buat brosur, leaflet tentang cuci tangan,
etika batuk serta menyediakan sampah medis dan non medis. Upaya ini juga
pengunjung rumah sakit untuk menghindari infeksi di rumah sakit salah satunya
infeksi nosokomial.
sanksi tegas bagi petugas yang melanggar atau tidak melaksanakan kebijakan
Hal ini perlu menjadi perhatian komite PPI karena baik buruknya
patuhan petugas dapat menjadi dampak kepada kejadian infeksi di rumah sakit.
65
melaksanakan kegiatan surveilans dan membuat laporan kepada tim PPI. Laporan
surveilans infeksi sudah dibuat dalam bentuk triwulan. Hambatan yang sering
mengumpulkan data di lapangan IPCN sering tidak dibantu IPCLN, IPCLN hanya
melakukan pengumpulan data pada saat shift dinas saja sehingga IPCN harus
bekerja sendiri. Petugas IPCN harus memeriksa setiap ruangan rumah sakit,
merupakan hal penting dalam pelaksanaan PPI tujuannya yaitu untuk menciptakan
lingkungan yang bersih, aman dan nyaman sehingga dapat meminimalkan dan
IPCN melakukan pengolahan data infeksi. Data infeksi harus diolah dan
diinterpretasikan dengan baik dan jujur sehingga bisa menjadi acuan dalam
melaksanakan program PPI lainnya. Serta keteraturan dalam pelaporan juga harus
berjalan baik.
“fasilitas sudah tersedia kok, contohnya uda ada tempat cuci tangan
kayak wastafelnya uda ada dari lama terus ada handsoap, hand rub
66
tong sampah juga ada, itu ada tong sampah medis non medis juga
uda ada.” (Informan 8)
“sudah tersedia, fasilitas nya itu fasilitas cuci tangannya uda ada
kayak wastafel tiap ruangan juga sudah ada, handsoap hand rub
masker hands scoon tempat sampah medis dan medis.” (Informan 7)
“ya udah tersedia lah disini, wastafel untuk cuci tangan uda ada di
setiap ruangan ya, terus untuk handsoap handrub juga uda tersedia
ya walaupun terbatas ya, gak terpenuhi seutuhnya, terus ada masker
juga, ada hands scoon tissu juga ada tapi ya kadang abang taruh di
kantor karena kalo taruh diruangan pasien tissu nya cepat abis
diambil sama pengunjung, terus ada juga tempat sampah medis non
medis ada safety box nya.” (informan 4)
untuk mencuci tangan sudah ada. Fasilitas yang selalu disediakan di RSUD H.
seperti handsoap dan handrub. Dari hasil pengamatan tampak sudah tersedianya
handrub pada setiap pintu ruangan di rumah sakit dan di dalam setiap ruangan
rawat inap. Namun penyediaan handsoap hanya terdapat pada wastafel saja dan
tidak semua kamar mandi dilengkapi dengan wastafel dan sabun. Demikian juga
“tempat sampah udah ada cuma gitulah kurang standart tempatnya kan
tengok aja diluar udah ancur-ancur gitu, kalo sekarang udah ada
barangnya cuma belum di bagi-bagikan, kalo yang itu gak standartnya
itu kecil-kecil kali kan masa tempat sampahnya disini seperti itu kan
udah gak layak.” (Informan 5)
ruangan yang belum mendapatkan tempat sampah yang layak seperti ruangan-
ruangan lainnya yang sudah mendapatkan tempat sampah medis dan non medis.
Tempat sampah yang tidak memenuhi standart dapat menggangu kenyamanan dan
67
estetika sehingga menjadi kurang sedap di pandang selain itu dapat menjadi
tempat perkembangbiakan bagi vektor penyakit seperti lalat dan tikus yang bisa
ruangan khusus untuk komite PPI, peralatan elektronik yang belum mencukupi.
“kalau untuk ruangan khusus PPI sendiri belum ada, selama ini
kami bekerja dan rapat itu diruangan lain, untuk media
elektroniknya kayak printer komputer itu juga gak ada, belum ada di
sediakan dari rumah sakit untuk PPI ini. Itu semua punya ibu dan
dokter (ketua komite) sehabis rapat ataupun bekerja kami langsung
bawa pulang masing-masing komputer sama printernya. Fasilitas
yang disediakan rumah sakit untuk mendukung program PPI bisa
dibilang sudah tersedia tapi belum lengkap mungkin karena
menyangkut dana juga, kan dananya terbatas jugakan, tapi katanya
mau diusahakan untuk membuat ruangan komite PPI. Selain itu juga
perlu disediakan alat pemeriksaan kultur untuk pemeriksaan infeksi
dan resistensi agar dapat diuji kultur untuk kasus ISK” (Informan 3)
menjadi prioritas rumah sakit dan masih terbatasnya anggaran dana, diperkuat
dan printer untuk kerja juga bakal kita usahain. Saat ini anggaran
dana rumah sakit masih diutamakan untuk pengadaan peralatan
rumah sakit dan penambahan infrastruktur untuk bangunan baru
karena itu pengadaan fasilitas PPI belum menjadi prioritas rumah
sakit tapi akan kita adakan semua itu sesuai dengan kebutuhan.”
(Informan1)
Masih ada dijumpai petugas yang tidak memakai APD seperti petugas
yang tidak menggunakan masker saat memasuki unit isolasi. Selain itu petugas
juga tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan tindakan memasang infus
beberapa unit yang sudah dilengkapi tetapi masih saja petugas belum
sarana dan prasarana ini akan menunjang kegiatan program pencegahan dan
suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
ketersediaan sarana mencuci tangan menjadi salah satu kendala responden dalam
mewujudkan sikap positif yang mereka miliki menjadi perilaku yang patuh
terhadap prosedur mencuci tangan antara lain sebelum dan setelah melakukan
prosedur invasif.
Abdul Manan Simatupang Kisaran terlihat sudah ada disediakan handrub disetiap
pada wastafel saja. Kendala yang dihadapi penyediaan handsoap hanya terdapat
pada wastafel saja dan tidak semua kamar mandi dilengkapi dengan wastafel dan
tidak ada sama sekali wastafel di dalam nya serta tidak adanya handsoap dan tidak
adanya penerangan seperti lampu di dalam kamar mandi tersebut dan membuat
ruangan disitu tampak sesak tanpa adanya cahaya didalamnya dan tidak ada sabun
cuci tangan di kamar mandi tersebut. Pelaksanaan mencuci tangan yang baik
diharapkan bukan hanya kepada petugas saja melainkan harus dilakukan pasien,
70
yaitu adanya ketersediaan fasilitas sanitasi penting sekali, antara lain : kamar
limbah, air bersih dan gudang. Pemisahan kamar mandi antara petugas, pasien dan
keluarga perlu menjadi perhatian agar penggunaan kamar mandi tidak bercampur
antara penderita dan yang sehat sehingga dapat menjadi pemutus transmisi
organisme.
Penyediaan fasilitas perlu menjadi perhatian komite PPI, hal ini dapat
Keberadaan sarana dan prasaran ini akan menunjang kegiatan program PPI di
belum ada dan masih bergabung dengan ruangan kerja lainnya, penyediaan
peralatan komputer dan printer juga belum ada, serta fasilitas internet dan telepon
fasilitas bahan dan peralatan sebagai pelaksanaan program PPI di RSUD H. Abdul
penyediaan fasilitas penunjang untuk kerja komite dan tim PPI juga masih kurang
disebabkan belum ada ruangan khusus tersendiri untuk ruang sekretaris, selain itu
perlu penambahan peralatan komputer, printer, alat tulis kantor dan telepon.
Adapun kendala yang dihadapi rumah sakit yaitu belum menyediakan fasilitas
yang lengkap disemua unit dan penyediaan fasilitas tersebut belum menjadi
prioritas rumah sakit, dan saat ini anggaran rumah sakit diprioritaskan kepada
perbaikan gedung, ruangan rawat inap dan pengadaan peralatan medis. Sebaiknya
Hasil penelitian oleh Duerink dkk (2006) di salah satu rumah sakit
fasilitas APD yang paling utama yaitu sarung tangan. Sarung tangan merupakan
penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah infeksi. Sarung tangan
harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk
infus selain itu petugas juga masih malas dan lupa untuk menggunakan sarung
tangan. Hal ini mempunyai dampak terhadap tingginya angka kejadian phlebitis di
APD harus tersedia dimana pasien dirawat atau diutamakan pada ruangan yang
dilengkapi fasilitas APD yang lengkap seperti sarung tangan, masker, gaun
pelindung dimana pada ruangan tidak tersedia fasilitas khusus tersebut, ruangan
tindakan tidak menggunakan APD. Antiseptik untuk alkohol dan bethadine sudah
belum bertutup dan tidak berkantong plastik serta sudah hancur. Pengolahan
limbah memerlukan alat, bahan dan wadah serta ruangan khusus untuk
menghindari perlukaan atau tertusuk jarum, mencegah bau busuk, serta mencegah
tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena
tidak tampak kotor. Setiap hari ketika apel pagi di RSUD H. Abdul Manan
petugas kesehatan sudah mengetahui 6 langkah cuci tangan dan 5 moment cuci
tangan sesuai rekomendasi WHO. Enam langkah cuci tangan dilakukan dengan
membersihkan area telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari, diikuti dengan
gerakan mengunci dan membersihkan ibu jari serta ujung-ujung jari yang
dilakukan pada saat 5 waktu yaitu : sebelum kontak dengan pasien, sebelum
tindakan aseptik, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan
Tabel 5
Persentase
Jumlah Tempat Jumlah Petugas
Ruangan Pelaksanaan Cuci
Tidur Kesehatan
Tangan (%)
Anak Kelas III 10
11 45
VIP 6
Kelas I 12
15 40
Kelas II 16
Kelas III 18 16 37.5
Total 60 42 40,4
rawat inap RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran dalam hal pelaksanaan
cuci tangan dengan air, sabun atau handrub, ternyata hanya 17 dar 42 petugas
kesehatan yang melakukan cuci tangan dengan prosedur yang benar. Walaupun
74
hasil fari observasi dokumen terlihat bahwa pedoman dan SPO terkait kebersihan
tangan sebenarnya telah tersedia di setiap unit, termasuk gambar cuci tangan
sesuai WHO telah ditempelkan di setiap tempat mencuci tangan. pelaksanaan cuci
tangan paling rendah yaitu di ruang rawat inap kelas III, penyebabnya yaitu
Hasil dari wawancara dari kedua informan dapat dinyatakan masih ada
dan masih ada juga petugas yang memakai cincin pada saat kerja dan memeriksa
“..kalau enam langkah cuci tangan itu udah bisa lah kami
kerjakan cuma ya kadang-kadang juga kakak buru-buru karna ada
pasien banyak yang datang jadi cuci tangannya ya sekedarnya aja
gak lengkap lah enam langkah itu..” (Informan7)
“enam langkah cuci tangan 5 momen cuci tangan itu juga
iya uda kami kerjakan, tapi ya gitu kadang-kadang pun saya gak
mengerjakannya juga karena males pernah terus rame pasien jadi
75
selain itu perilaku petugas yang kurang baik yaitu masih adanya sifat malas untuk
kesadaran diri dalam hand hygiene. Disamping itu hambatan lain yang dihadapi
mencuci tangan.
Kisaran petugas kesehatan paling sering tidak mencuci tangan sebelum kontak
dengan pasien.
tangan sesuai dengan SOP dan masih ada petugas kesehatan yang tidak patuh
Pelaksanaan cuci tangan dengan enam langkah cuci tangan masih ada
petugas yang tidak melakukan dengan baik dan benar, karena dalam melakukan
cuci tangan masih ada petugas yang tidak melepaskan perhiasan seperti masih
punggung dan sela-sela jari tangan kanan dan sebaliknya, menggosok kedua
telapak tangan dan sela-sela jari, menggosok jari-jari sisi dalam kedua tangan
saling mengunci tidak dilaksanakan baik. cincin yang ada pada petugas kesehatan
juga harus didukung oleh kesadaran perwat itu sendiri dalam melindungi diri dan
pasien dari bahan infeksius serta kesadaran dalam menjalankan SPO yang benar.
nosokomial.
melakukan cuci tangan perlu dilakukan sistem reward dan punishment yang
memiliki indikator jelas dan tertulis. Reward berupa insentif kepada para petugas
reward itu dapat diberikan kepada petugas kesehatan yang benar-benar selalu
melakukan cuci tangan dengan lima waktu dan enam langkah cuci tangan.
Punishment atau hukuman dapat berupa teguran atau tambahan pekerjaan yang
Kesimpulan
komite PPI. Dukungan dana dan anggaran sudah baik karena kebutuhan
4. Uraian tugas pengawasan oleh IPCLN dan IPCN belum optimal akibat
5. Fasilitas yang disediakan rumah sakit sudah tersedia tetapi belum lengkap
78
79
mendukung kerja komite PPI seperti ruangan khusus PPI serta media
Saran
kebutuhan cuci tangan dan sarana penunjang kerja komite seperti ruangan
petugas.
agar :
2. Sebaiknya IPCLN dapat membagi tugas pokok dan tugas PPI dengan Ka
Duerink, O., Farida, H., Nagelkerke, N., Wahyono, H., Keuter, M., Lestari, E.S.,
Hadi, U., Broek, P. V. D. (2006). Preventing nosocomial infections :
improving compliance with standard precautions in an Indonesian
Teaching Hospital. Journal of Hospital Infection,64(1), 36-43.
83
84
Mustariningrum, D. L. T., Koeswo, M., & Ahsan. (2015). Kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit : peran pelatihan,
motivasi kerja dan supervisi. Jurnal Aplikasi Manajemen,13(4), 643-652.
Robbins., & Judge. (2007). Perilaku organisasi (Edisi ke-2). Jakarta: Salemba.
Tietjen, L., Bossemeyer, D., & Mclntosh, N. (2004). Panduan pencegahan infeksi
untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Ulfa, M., & Adhyaksafitri, F., (2015). Analisis kepatuhan perawat dalam
melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan ventilator di
rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Berkala Ilmiah
Kedokteran dan Kesehatan,1(2): 117-126.
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk Direktur)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
b. Struktur Organisasi
c. Uraian Tugas
86
87
anda PPI?
PPI ?
d. Fasilitas
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
e. Cuci tangan
tangan?
88
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk Ketua Komite PPI)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
mengikutinya?
b. Struktur Organisasi
c. Uraian Tugas
tersebut?
d. Fasilitas
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
e. Cuci tangan
tangan?
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk IPCN)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
program PPI?
program PPI?
b. Struktur Organisasi
3. Dalam membahas laporan tim PPI apakah semua komite PPIRS hadir
di dalam rapat/pertemuan?
c. Uraian Tugas
hambatan? Dan laporan apa saja yang dilaporkan kepada Komite PPI?
d. Fasilitas
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
e. Cuci tangan
tangan?
PANDUAN WAWANCARA
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSUD H. ABDUL MANAN SIMATUPANG
KISARAN TAHUN 2018
(untuk IPCLN)
I. Data Umum informan
Informan :
Jabatan Informan :
Kode Informasi :
Pendidikan Terakhir :
Usia :
Tanggal Wawancara :
II. Pertanyaan
a. Dukungan Manajemen
program PPI?
b. Struktur Organisasi
3. Dalam membahas laporan tim PPI apakah semua komite PPIRS hadir
93
di dalam rapat/pertemuan?
c. Uraian Tugas
tersebut?
hambatan? Dan laporan apa saja yang dilaporkan kepada Komite PPI?
d. Fasilitas
rumah sakit?
2. Apakah sarana dan prasrana pada komite PPI sudah sesuai dengan
e. Cuci tangan
tangan?