Anda di halaman 1dari 104

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN

PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI PUSKESMAS KABUPATEN AGAM

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai

Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

AMINAH CITRASARI

1610312040

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020

i
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar dan bukan merupakan plagiat.

Nama : Aminah Citrasari


NIM : 1610312040

Tanda tangan :...................................


Tanggal : 3 Januari 2020

i
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini telah disahkan dan disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.Sc, PhD, Sp.GK dr. Roza Mulyana, SpPD-KGer
NIP. 196305071990012001 NIP.197310062002122003

Mengetahui:
Wakil Dekan I,
Fakultas Kedokteran UNAND

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iii


Dr. dr. Rika Susanti, Sp.F
NIP. 197607312002122002

PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi ini telah diuji dan dinilai oleh tim penguji


Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unand

Padang, 3 Januari 2020

Tim Penguji

Nama Jabatan Tanda Tangan


dr. Nice Rachmawati Masnadi, Sp.A
(K) Ketua Penguji

dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K) Sekretaris

dr. Zelly Dia Rofinda, Sp.PK (K) Anggota 1

Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.Sc,


Anggota 2
PhD, Sp.GK

dr. Roza Mulyana, SpPD-KGer


Anggota 3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iv


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim walhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat


Allah Subhaanahu wa Ta’aala, tuhan semesta alam, pemilik langit dan bumi beserta isinya.
Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa sallam. Berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan asupan mikronutrien dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester I
di Puskesmas Kabupaten Agam” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Keberhasilan dalam
penyusunan skripsi ini telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Wirsma Arif H, Sp.B(K)-Onk selaku Dekan beserta Wakil Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
2. Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.Sc, PhD, Sp.GK dan dr. Roza Mulyana, SpPD-KGer
selaku dosen Pembimbing I dan II yang telah sabar dan meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, saran, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. dr. Nice Rachmawati Masnadi, Sp.A (K), dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K) dan dr. Zelly
Dia Rofinda, Sp.PK (K) selaku tim penguji yang telah memberikan masukan dan saran
demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh dosen staf pengajar FK Unand yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis.
5. Orang tua dan saudara yang memberi saran, semangat dan mendoakan penulis.
6. Berbagai pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga Allah Ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pelayanan rumah sakit, dunia pendidikan, instansi terkait dan masyarakat
luas. Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu,
segala saran dan masukan akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan
skripsi ini.
Padang, Desember 2019

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas v


ABSTRACT
CORRELATION OF MICRONUTRIENT INTAKE TO
HEMOGLOBIN LEVELS IN THE FIRST TRIMESTERS
PREGNANT WOMEN IN PUSKESMAS KABUPATEN AGAM

By
Aminah Citrasari

Globally micronutrient deficiencies are common among pregnant women. Pregnant


women are vulnerable to micronutrient deficiencies. Vitamins and minerals deficiency is
considered the main cause of nutritional anemia; changes in micronutrient status are also
associated with the formation and hemoglobin levels. Hemoglobin level <11g/dl in first
trimester of pregnant women indicate that they are anemic. The effect of anemia can be
observed from the increasing of maternal and fetal mortality and morbidity. This study
aims to determine the relation of micronutrient intake and hemoglobin level in first
trimester pregnant women.
This cross-sectional analytical study was conducted in Kabupaten Agam on
January-November 2019 to 58 respondents. Respondents were obtained using consecutive
sampling method Data was analyzed by Pearson correlation test.
The study showed the correlation of micronutrient intake and hemoglobin levels,
iron intake (r=-0,024), zinc intake (r=-0,089), folic acid (r=0,467) vitamin A (r=-0.060),
vitamin C (r= 0,096).
This study concludes that there were no correlations between iron, zinc, folic acid,
vitamin A, vitamin C intake with hemoglobin level.

Keywords: micronutrient intake, hemoglobin levels, anemia, first trimesters


pregnant women.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas vi


ABSTRAK
HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN KADAR
HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI PUSKESMAS
KABUPATEN AGAM

Oleh

Aminah Citrasari

Secara global, defisiensi mikronutrien pada ibu hamil terjadi hampir di


seluruh negara. Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan terhadap defisiensi
mikronutrien. Defisiensi vitamin dan mineral dapat menyebabkan anemia gizi
karena mikronutrien berperan dalam produksi hemoglobin. Dampak anemia dapat
diamati dari besarnya angka mortalitas dan morbiditas ibu serta janin. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan mikronutrien dengan kadar
hemoglobin ibu hamil trimester I.
Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Agam pada bulan Januari 2019 hingga
November 2019 dengan 58 responden yang diambil dengan metode consecutive
sampling. Uji analisis yang digunakan adalah uji korelasi Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak signifikan
antara asupan zat besi (r=-0,24), zink (r=-0,089), asam folat (r=0,467) vitamin A
(r=-0.060), vitamin C (r=-0,096) dan kadar hemoglobin.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan asupan zat
besi, zink, asam folat, vitamin A, vitamin C dengan kadar hemoglobin ibu hamil
trimester I di Puskesmas Kabupaten Agam.
.
Kata kunci : asupan mikronutrien, kadar hemoglobin, anemia, ibu hamil trimester
I

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN i
SAMPUL DALAM ii
PERSETUJUAN PROPOSAL iii
PENGESAHAN PENGUJI iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRACT vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR ISTILAH xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Mikronutrien pada masa kehamilan 5
2.1.1 Zat Besi 7
2.1.2 Zink 8
2.1.3 Asam Folat 9
2.1.4 Vitamin A 10
2.1.5 Vitamin C 10
2.2 Anemia 11
2.2.1 Epidemiologi 12
2.2.2 Etiologi 12
2.2.3 Patofisiologi anemia 12
2.2.4 Manifestasi Klinis 13
2.2.5 Diagnosis 13
2.2.6 Tatalaksana dan Prognosis 13
2.2.7 Komplikasi 14
2.2.8 Diagnosis Diferensial 14
2.3 Anemia pada Kehamilan Trimester I 14
2.4 Metode Pengukuran Hemoglobin dan Konsumsi Makanan 15
2.4.1 Metode Pengukuran Hemoglobin 15
2.4.2 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan 16
2.5 Hubungan Asupan Mikronutrien dan Anemia 17
2.5.1 Besi dan Anemia 17
2.5.2 Zink dan Anemia 18
2.5.3 Folat dan Anemia 20
2.5.4 Vitamin A dan Anemia 20
2.5.5 Vitamin C dan Anemia 22

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas viii


2.6 Kerangka Teori 23
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 24
PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 24
3.2 Hipotesis Penelitian 25
BAB 4. METODE PENELITIAN 26
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 26
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 26
4.3 Populasi, sampel, besar sampel, dan teknik pengambilan
sampel 26
4.3.1 Populasi penelitian 26
4.3.2 Sampel penelitian 26
4.3.2.1 Kriteria inklusi 26
4.3.2.2 Kriteria eksklusi 27
4.3.3 Besar sampel 27
4.3.4 Teknik pengambilan sampel 27
4.4 Variabel penelitian 28
4.4.1 Klasifikasi variabel 28
4.4.2 Definisi operasional 28
4.5 Instrumen Penelitian 29
4.6 Teknik Pengumpulan Data 30
4.7 Pengolahan dan Analisis Data 30
4.7.1 Pengolahan Data 30
4.7.2 Analisis Data 30
BAB 5. HASIL PENELITIAN 32
5.1 Karakteristik Responden Penelitian 32
5.2 Hasil Analisis Penelitian 33
BAB 6. PEMBAHASAN 39
6.1. Keterbatasan Penelitian 39
6.2. Karakteristik Responden 39
6.3. Distribusi Asupan Mikronutrien 40
6.3.1 Asupan Zat Besi 40
6.3.2 Asupan Zink 41
6.3.3 Asupan Asam Folat 42
6.3.4 Asupan Vitamin A 44
6.3.5 Asupan Vitamin C 44
6.4. Kadar Hemoglobin 45
6.5. Hubungan Asupan Mikronutrien dengan Kadar Hemoglobin 47
6.5.1 Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin 47
6.5.2 Hubungan Asupan Zink dengan Kadar Hemoglobin 50
6.5.3 Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kadar
Hemoglobin 51
6.5.4 Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kadar
Hemoglobin 52
6.5.5 Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kadar
Hemoglobin 53
BAB 7. PENUTUP 56
7.1. Kesimpulan 56

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ix


7.2. Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 68

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas x


DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Kebutuhan beberapa mikronutrien pada saat kehamilan 6
Tabel 2.2 : Batas nilai hemoglobin berdasarkan kelompok umur 11
Tabel 5.1 : Karakteristik responden 32
Tabel 5.2 : Rata-rata asupan zat besi, zink, asam folat, vitamin A
vitamin C dan kadar hemoglobin responden penelitian 33
Tabel 5.3 : Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan tingkat
kecukupan asupan mikronutrien. 33
Tabel 5.4 : Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan tingkat
kecukupan asupan mikronutrien. 34

Tabel 5.5 : Gambaran uji normalitas data variabel dengan Kolmogorov


smirnov test 34

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xi


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian 23
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Penelitian 24
Gambar 5.1 : Korelasi asupan zat besi dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam 35
Gambar 5.2 : Korelasi asupan zink dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam 35
Gambar 5.3 : Korelasi asupan asam folat dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam 36
Gambar 5.4 : Korelasi asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam 37
Gambar 5.5 : Korelasi asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam 37

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xii


DAFTAR SINGKATAN

AKG : Angka Kecukupan Gizi


BBLR : Berat Badan Bayi Lahir Rendah
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
CRABP : Cellular Retinoic Acid-Binding Protein
CYP26 : Cytochrome P26
DHF : Dihidrofolat
EAR : Estimated Average Requirement
EDTA : Ethylenediaminetetraacetic Acid
FFQ : Food Frequency Questioner
GFi-1B : Growth Factor Independent 1B Transcriptional Repressor
Hb : Hemoglobin
HCl : Hidrogen Klorida
KH₂PO4 : Kalium Dihidrogen Fosfat
MCV : Mean Corpuscular Volume
MTHFR : Metilen Tetra Hidrofolat Reduktase
STfR : Soluble Transferrin Receptor
THF : Tetrahidrofolat
TIBC : Total Iron-Binding Capacity
ZIP : ZRT, IRT-like Protein (Zinc Regulatory Transporter, Iron
Regulatory Transporter-like Protein)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xiii


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan 68
Lampiran 2 : Rincian Biaya 69
Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian 70
Lampiran 4 : Keterangan Lolos Kaji Etik 75
Lampiran 5 : Formulir Persetujuan 76
Lampiran 5 : Kuisioner FFQ 77
Lampiran 6 : Master Tabel 77
Lampiran 7 : Perhitungan Statistik 83

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xiv


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara global, defisiensi mikronutrien pada ibu hamil terjadi hampir di
seluruh negara. Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan terhadap defisiensi
mikronutrien. Kehamilan merupakan periode dimana kebutuhan tubuh terhadap
mikronutrien dan makronutrien meningkat dalam upaya pemenuhan kebutuhan
ibu, pertumbuhan serta perkembangan janin dan plasenta.1 Mikronutrien terdiri
dari vitamin dan mineral esensial yang dibutuhkan dalam jumlah kecil yang
berperan penting pada proses metabolisme tubuh seperti regulasi pertumbuhan,
fungsi, dan homeostasis.2 Defisiensi mikronutrien pada ibu hamil terjadi akibat
peningkatan kebutuhan yang tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, absorpsi
nutrisi yang tidak adekuat, dan bioavaibilitas zat gizi yang tidak baik karena
adanya interaksi, penghambat, dan atau adanya infeksi.3
Sebuah penelitian berbasis populasi di Asia Tenggara (India, Bangladesh
dan Nepal) melaporkan sekitar 15-74% ibu hamil mengalami defisiensi zink,
vitamin B12 (19-74%), vitamin E (50-70%), dan folat (0-26%).2 Defisiensi vitamin
dan mineral dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada ibu hamil dan bayi.
Sekitar 20 juta bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram, sebanyak 15 juta
lahir prematur, hal ini tentu akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas
pada anak.4 Defisiensi mikronutrien dapat berdampak pada sintesis hemoglobin.
Kadar hemoglobin yang kurang dari 11 g/dl pada ibu hamil trimester I
mengindikasikan bahwa ibu hamil menderita anemia. Anemia merupakan
penurunan jumlah sel darah merah yang merah yang membawa oksigen untuk
mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh. Berdasarkan data WHO, sekitar 800 juta
jiwa mengalami anemia dan 38.2% diantaranya adalah ibu hamil. Sekitar 56% ibu
hamil di negara pendapatan menengah kebawah mengalami anemia.5 Prevalensi
anemia pada ibu hamil tertinggi terdapat di Sub-Sahara Afrika (57%), kemudian
ibu hamil di Asia Tenggara (48%), dan prevalensi terendah ditemukan pada
wanita hamil di Amerika Selatan.6 Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


pada tahun 2013 prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 37,1% dan meningkat
menjadi 48,1% pada tahun 2018.7 Sedangkan di Sumatera Barat pada tahun 2016
sekitar 18% ibu hamil yang mengalami anemia.8 Sedangkan di Kabupaten Agam
pada tahun 2017 sekitar 1.249 ibu hamil mengalami anemia.9
Prevalensi anemia yang masih tinggi dipengaruhi oleh masih banyaknya
ibu hamil yang mengalami defisiensi mikronutrien. Sekitar 50% anemia pada ibu
hamil disebabkan karena defisiensi zat besi dan selebihnya disebabkan karena
defisiensi mikronutrien lain.4 Menurut Sifakis, sekitar 75% kasus anemia yang
didiagnosis saat kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi.10 Hal ini disebabkan
karena salah satu komponen penting molekul hemoglobin adalah besi. Defisiensi
besi bisa disebabkan karena kurangnnya asupan besi, kurangnya absorpsi atau
perdarahan.11 Keberadaan mikronutrien dalam tubuh saling memengaruhi proses
sintesis heme, transportasi zat besi dan proses hematopoiesis.
Dampak anemia defisiensi besi dapat diamati dari besarnya angka
mortalitas dan morbiditas ibu serta janin. Anemia defisiensi besi pada ibu hamil
dapat menyebabkan letih dan lemah, penurunan daya ingat jangka pendek,
peningkatan beban kardiovaskular, penurunan saturasi oksigen dan
ketidakmampuan menoleransi kehilangan darah selama persalinan. Selain itu,
defisiensi besi juga berdampak pada kurangnya kadar hemoglobin dan hantaran
oksigen menuju plasenta dan janin, hal ini menyebabkan kelahiran prematur,
berat bayi lahir rendah, penurunan kadar zat besi secara signifikan pada janin
sehingga berdampak pada kognitif dan perilaku janin ketika dewasa, bahkan dapat
menyebabkan kematian.12 Trimester I adalah periode kritis karena selama 14
minggu pertama terjadi konsepsi, implantasi dan organogenesis. Oleh karena itu
perlu mendeteksi kadar hemoglobin ibu hamil sejak dini sebelum kehamilan
maupun dalam trimester pertama untuk mencegah komplikasi anemia.
Sebuah studi longitudinal pada 380 ibu hamil di Switzerland menunjukkan
bahwa supelementasi besi menurunkan risiko terjadinya anemia defisiensi ringan
dan deplesi penyimpan zat besi.13 Menurut Sanghyi, suplementasi zat besi asam
folat pada wanita hamil meningkatkan hemoglobin 1.17 g/dL pada negara maju
dan 1.13 g/dL pada negara berkembang.14 Suplementasi harian dengan ferrous
sulfat secara oral efektif dalam mencegah anemia pada ibu dan selama kehamilan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


sehingga dapat mengurangi risiko bayi lahir rendah.15 Berdasarkan hasil penelitian
Fadlina (2017) terdapat hubungan yang bermakna antara suplementasi tablet Fe
dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III (p<0,05).16 Suplementasi
zat besi harian pada wanita hamil secara signifikan mengurangi insiden anemia
pada wanita hamil dan BBLR pada janin.17
Di Indonesia, pemberian zat besi sebanyak 90 tablet (Fe3+) telah rutin
dilakukan pada ibu hamil yang berkunjung ke puskesmas atau posyandu. Namun
di sisi lain, prevalensi anemia pada ibu hamil justru meningkat dari 37,1% pada
tahun 2013 menjadi 48,1% pada tahun 2018. Hal ini terjadi karena terdapat peran
mikronutrien lain yang mempengaruhi kadar zat besi dan proses hematopoiesis.
Menurut Saaka 2012, asupan zink juga mempengaruhi kadar hemoglobin
ibu hamil. Suplementasi besi dan zink efektif dalam meningkatkan kadar
hemoglobin dan serum ferritin pada wanita yang mengalami defisiensi zat besi
pada awal kehamilan, namun tidak berpengaruh pada wanita yang memiliki kadar
besi yang cukup. Kadar hemoglobin meningkat 0.6 g/dl pada ibu hamil yang
menerima suplementasi besi-zink dibandingkan ibu yang hanya menerima
suplementasi zat besi saja.18
Selain zat besi dan zink, anemia juga dipengaruhi oleh kadar vitamin A, D,
C, E, asam folat, dan riboflavin. Vitamin A dapat meningkatkan efikasi
suplementasi zat besi, asam folat dan vitamin B12 dapat mengobati dan mencegah
terjadinya anemia megaloblastik. Riboflavin, vitamin A, vitamin C membantu
penyerapan zat besi di usus. Vitamin B6 efektif dalam mencegah terjadinya
anemia sideroblastik. Suplementasi multivitamin meningkatkan konsentrasi
hemoglobin namun hal ini dipengaruhi oleh usia, populasi, kombinasi dan dosis
vitamin.19 World Health Organization (WHO) merekomendasikan suplementasi
multivitamin dan mineral pada ibu hamil terutama pada populasi dengan
prevalensi tinggi kasus defisiensi zat nutrisi.
Pada penelitian Fadhilah, dkk menunjukkan bahwa hanya terdapat
hubungan antara vitamin C dengan kejadian anemia ibu hamil (p=0.03) namun
tidak terdapat hubungan antara asupan Fe, zink, asam folat, vitamin A dan vitamin
B12 dengan kejadian anemia ibu hamil.20

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Asupan Mikronutrien dengan Kadar
Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester I di Puskesmas Kabupaten Agam”.
Penelitian ini merupakan penelitian bagian dari penelitian bersama antara
Universitas Sheffield United Kingdom dan Universitas Andalas yang diketuai
oleh Prof.dr.Nur Indrawaty Lipoeto, Msc, PhD, SpGK.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat hubungan asupan mikronutrien terhadap kadar
hemoglobin pada ibu hamil trimester I di Puskesmas Kabupaten Agam?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan mikronutrien
dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di Puskesmas Kabupaten
Agam.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui karakteristik umum subjek penelitian.
2. Mengetahui distribusi rata-rata asupan mikronutrien (asupan zat besi, zink,
folat, vitamin A dan vitamin C) ibu hamil trimester I di Puskesmas
Kabupaten Agam.
3. Mengetahui distribusi rata-rata dan frekuensi kadar hemoglobin ibu hamil
trimester I di Puskesmas Kabupaten Agam.
4. Mengetahui hubungan asupan mikronutrien dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
1. Dapat menjadi sarana penerapan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari di
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


2. Dapat menambah pengalaman, wawasan dan pengetahuan mengenai
hubungan asupan mikronutrien dan kadar hemoglobin pada ibu hamil
trimester I.

1.4.2 Bagi Klinisi


Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai bahan evaluasi
serta meningkatkan pengetahuan mengenai asupan mikronutrien ibu hamil agar
tidak terjadi anemia.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil mengenai
hubungan asupan mikronutrien dengan kadar hemoglobin serta dampak kadar
hemoglobin yang rendah bagi ibu hamil trimester I.

1.4.4 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk mengembangkan
penelitian selanjutnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikronutrien pada masa kehamilan


Mikronutrien adalah vitamin dan mineral esensial yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit namun memiliki peran penting dalam aktivitas metabolik termasuk
persinyalan sel, proliferasi, diferensiasi, apoptosis yang meregulasi pertumbuhan,
fungsi dan homeostasis jaringan.2 Kehamilan merupakan masa terjadi
peningkatan kebutuhan asupan mikronutrien dan makronutrien untuk
perkembangan janin yang optimal, metabolisme tubuh ibu dan pembentukan
plasenta1. Selama kehamilan, kebutuhan mikronutrien meningkat dibandingkan
dengan kebutuhan makronutrien.21 Peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi
dengan pemenuhan nutrisi dalam diet yang seimbang dan bervariasi serta
penggunaan suplemen vitamin dan mineral yang dibutuhkan, kebutuhan
mikronutrien dapat dilihat pada Tabel 2.1. Penggunaan suplemen vitamin dan
mineral diperlukan karena berapa mikronutrien berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan janin.
Tabel 2.1 Kebutuhan beberapa mikronutrien pada saat kehamilan22
Kebutuhan
Tak Hamil Hamil Hamil
Zat Gizi Sumber Makanan
Trimester I Trimester 2
&3
Zat Besi Sayuran hijau, kacang- 26 +0 +9
(mg) kacangan, daging sapi, daging
ayam, dan ikan
Zink Daging merah, ayam, kacang- 10 +2 +4
(mg) kacangan, serelia, dan hasil
laut.
Asam folat Hati, gandum, roti, sayuran 400 +200 +200
(µg) hijau
Vitamin A Sayuran hijau, buah berwarna 500 +300 +350
(RE) oranye dan merah, mentega

Vitamin C Jambu biji, jeruk, mangga, 75 +10 +10


(mg) pepaya dan buah-buahan.

Asupan mikronutrien mempengaruhi kemampuan ibu dari proses


kehamilan sampai kelahiran. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan namun

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


tidak diiringi dengan asupan mikronutrien yang adekuat dapat menyebabkan
defisiensi mikronutrien. Faktor-faktor yang membuat wanita hamil berisiko
kekurangan mikronutrien adalah diet yang restriksi energi, diet yang
menghilangkan satu atau lebih makanan utama, kerawanan pangan, intoleransi
makanan, alergi atau penolakan terhadap makanan.
Defisiensi mikronutrien asam folat, vitamin B6 dan B12, dapat
menyebabkan gangguan dalam gametogenesis, pembuahan, dan perkembangan
embrio sebelum implantasi, yang telah dikaitkan dengan peningkatan homosistein
sistemik dan folikel. Defisiensi mikronutrien ini juga dapat mempengaruhi DNA
dan metilasi histon dari oosit dalam jangka panjang.2

2.1.1 Zat Besi


Besi merupakan unsur utama molekul hemoglobin, mioglobin dan
berbagai jenis enzim yang berperan penting dalam mensuplai oksigen ke jaringan.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia.23 Sumber makanan utama zat
besi adalah daging, ikan, sayuran hijau dan kacang polong. Penyerapan zat besi
nonheme dihambat oleh pitat dan polifenol. Selama kehamilan, kebutuhan zat besi
meningkat hingga bulan ke tiga bersamaan dengan akumulasi zat besi di jaringan
janin. Zat besi maternal yang disimpan dalam hepar ibu dalam bentuk feritin,
disalurkan ke janin melalui sirkulasi plasenta dalam bentuk Fe2+ kemudian
dioksidasi menjadi Fe3+, dan diedarkan menuju sirkulasi janin berikatan dengan
transferin atau disimpan kembali dalam bentuk ferritin.24
Asupan yang tidak adekuat selama kehamilan dimana terjadi peningkatan
kebutuhan membuat ibu hamil memiliki risiko yang lebih besar mengalami
defisiensi zat besi. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
janin dan meningkatkan risiko kelahiran prematur, BBLR dan perdarahan paska
persalinan.25,26 Asupan zat besi yang tidak adekuat juga meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular pada janin saat dewasa.27 Oleh karena itu, suplementasi
zat besi direkomendasikan saat kehamilan.24,26 Di lain sisi asupan zat besi yang
berlebihan juga menyebabkan rentannya ibu hamil terhadap stres oksidatif,
peroksidasi lemak, gangguan metabolisme glukosa serta hipertensi gestasional.28

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Asupan zat besi bagi ibu hamil yang direkomendasikan CDC adalah
sekitar 27 mg perhari. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam
Permenkes Nomor 75 Tahun 2013, sebelum kehamilan kebutuhan zat besi wanita
per hari adalah 26 mg, ketika masa kehamilan trimester I belum membutuhkan
tambahan zat besi namun pada trimester 2 dan 3 tambahan kebutuhan besi ibu
hamil meningkat menjadi 9 mg dan 13 mg perhari.22 Suplementasi zat besi tanpa
diikuti suplemen mineral lain tidak memenuhi kebutuhan yang meningkat pada
saat kehamilan, hal ini dikarenakan zat besi memiliki bioavailabilitas yang rendah.

2.1.2 Zink
Zink merupakan mikronutrien esensial untuk tubuh manusia terutama
berperan dalam metabolisme besi, integritas epitel, kesehatan mental dan
imunitas.29 Berdasarkan AKG, tambahan kebutuhan zink ibu hamil adalah 2 mg
untuk ibu hamil trimester pertama sedangkan sebelum hamil wanita membutuhkan
10 mg zink.27 Ini menunjukkan kebutuhan zink per hari ibu hamil sekitar 18% -
36% lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Zink merupakan
komponen penting dalam transduksi sinyal untuk mengeliminasi patogen,
berperan dalam menginduksi sel-sel imunitas, modulator dalam respon pro-
inflamasi dan mengontrol berbagai reaksi stress oksidatif.30
Sebagian besar asupan zink berasal dari sereal dan daging juga ditemukan
dalam kacang-kacangan dan lentil. Defisiensi zink ringan sering terutama di
negara-negara berkembang karena konsumsi makanan rendah zink dan
mengandung tinggi fitat, yang menghambat absorpsi zink.31 Zink diserap terutama
di duodenum dan yeyunum dan pada tingkat yang lebih rendah di ileum dan usus
besar.
Defisiensi zink dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap infeksi
bakteri dan sepsis. Sehingga jika terjadi defisiensi zink pada ibu hamil, ibu akan
rentan terhadap infeksi selama kehamilan yang merupakan faktor risiko terjadinya
kelahiran prematur dan BBLR. Kelahiran prematur dan BBLR meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bayi.32 Zink juga berperan dalam perkembangan janin.
Defisiensi zink pada ibu hamil selama masa kehamilan akan berdampak pada
suplai zink ke janin menurun sehingga juga dapat menganggu perkembangan
janin.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


2.1.3 Asam Folat
Asam folat termasuk golongan vitamin B yang larut dalam air. Folat
memiliki peranan penting dalam metabolisme biosintesis DNA dan RNA, asam
amino dan metilasi homosistein menjadi metionin. Folat merupakan kofaktor yang
berperan dalam sintesis DNA yang dibutuhkan dalam proses pembelahan dan
pertumbuhan sel.33
Folat atau vitamin B9 merupakan vitamin esensial yang tidak bisa
disintesis sendiri oleh tubuh, namun harus didapatkan dari diet atau suplementasi.
Folat banyak terdapat di berbagai jenis makanan seperti sayuran hijau, polong-
polongan, kuning telur, hati, dan sitrus juga terdapat folat sintetis sebagai
suplemen. Folat banyak terdapat di sayuran hijau, buah-buahan, dan sereal.34
Ketersediaan folat dalam makanan bergantung pada makanan yang dapat
menghambat absorpsi folat.21 Folat dan asam folat bukan merupakan metabolit
aktif, keduanya harus direduksi agar dapat berperan dalam metabolisme seluler.
L-metilfolat merupakan bentuk umum dari folat yang bersirkulasi dalam plasma
dan berperan dalam proses biologis.34 Untuk menjadi metabolit aktif, asam folat
harus dikonversi menjadi dihidrofolat (DHF) terlebih dahulu kemudian menjadi
THF (tetrahidrofolat) melalui proses reduksi enzimatis yang dikatalis oleh enzim
DHF reduktase. THF kemudian dikonversi menjadi L-metilfolat yang merupakan
bentuk aktif dari folat dengan bantuan enzim metilentetrahidrofolat reduktase
(MTHFR). L-metilfolat berperan penting dalam reaksi transfer karbon yang
diperlukan dalam proses sintesis DNA dan RNA serta untuk mengatur
metabolisme homosistein.35,36
Asupan folat yang tidak adekuat dapat menyebabkan anemia, leukopenia,
serta trombositopenia.33 Defisiensi folat terjadi karena kurangnya asupan
(penyalahgunaan alkohol atau malnutrisi), peningkatan kebutuhan (hemolisis atau
kehamilan), malabsorpsi (familial, bypass lambung, atau obat-obatan seperti
kolestiramin atau metformin).
Kebutuhan folat meningkat secara progresif pada periode kehamilan yang
digunakan dalam perkembangan sel dan jaringan janin. Suplementasi folat
direkomendasikan untuk seluruh wanita usia subur untuk mengurangi risiko
terjadinya defek tabung neural pada janin.37

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Sebagai upaya pencegahan defek tabung neural direkomendasikan
suplementasi asam folat 400-800 mikrogram pada semua wanita usia subur sejak
dua bulan sebelum hingga tiga bulan setelah konsepsi.38 Suplementasi lanjutan
merupakan rekomendasi tambahan dalam mencegah terjadinya anemia.39

2.1.4 Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut dalam lemak dan berperan penting
dalam fungsi penglihatan, reproduksi dan sistem imun. Asupan vitamin A pada
mamalia terdiri dari tiga bentuk yaitu retinal, retinol, dan asam retinoat. Asupan
vitamin A dapat diperoleh dari produk nabati (provitamin A atau β-karoten),
produk hewani, makanan terfortifikasi, dan suplemen.40 Retinol berperan dalam
perkembangan, diferensiasi, dan maturasi organ embrio.41 Vitamin A (β-karoten)
merupakan antioksidan pada manusia yang mengurangi stress oksidatif dan risiko
terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Defisiensi vitamin A (kadar serum
retinol <20 µg/dL) dapat disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin A dan
prekursornya.42
Defisiensi vitamin A (serum retinol <0,7 μmol / L) merupakan salah satu
defisiensi nutrisi yang paling umum di seluruh dunia, memberikan dampak pada
sebagian besar wanita hamil dan menyusui, dan anak-anak pra-sekolah.43 Pada
negara berkembang, sekitar 10-20% ibu hamil berkembang menjadi defisiensi
vitamin A.50 Defisiensi vitamin A selama kehamilan meningkatkan risiko buta
senja, anemia dan bahkan dapat menyebabkan kelainan kongenital.40

2.1.5 Vitamin C
Vitamin C merupakan mikronutrien esensial yang dibutuhkan dalam reaksi
hidroksilasi termasuk sintesis prokolagen.45 Gangguan sintesis kolagen
menyebabkan kerapuhan pada pembuluh darah yang memunculkan manifestasi
pada kulit seperti hiperkeratosis, perdarahan parafolikular, ptekie, dan ekimosis.
Selain itu gangguan sintesis kolagen dapat menyebabkan gingivitis hiperplastik
ulserativa dan periodontitis. Gangguan dalam sintesis ikatan disulfida
menyebabkan kerontokan pada rambut. Adapun manifestasi lain dari defisiensi
vitamin C seperti kelemahan otot, myalgia, edema tungkai, dispnea, hipertensi
pulmonal, leukopenia, dan hipotensi.46

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Berdasarkan AKG, sebelum kehamilan kebutuhan vitamin C wanita per
hari adalah 75 mg, ketika masa kehamilan kebutuhan meningkat 10 mg.22
Suplementasi vitamin C secara oral menyebabkan perbaikan bertahap anemia
hemolitik. Dengan meningkatkan kadar vitamin C menjadi normal, kadar
hemoglobin membaik menjadi 15 g/dl dalam empat minggu.47

2.2 Anemia
Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin atau hematokrit atau
hitung jumlah eritrosit. Menurut British Committee fo Standards in Haematology
2011. Anemia ditandai dengan kadar hemoglobin yang kurang dibawah 2 standar
deviasi dari nilai rata-rata populasi yang sehat. Anemia merupakan klinis yang
menunjukkan suatu penyakit. Kadar hemoglobin normal berbeda tiap orang
berdasarkan jenis kelamin. Tabel 2.2 menunjukkan batas nilai hemoglobin
berdasarkan kelompok umur.
Tabel 2.2 Batas nilai hemoglobin berdasarkan kelompok umur.48
Kelompok Umur Batas Nilai Hemoglobin (g/dl)
Anak-anak 11-16
Laki-laki Dewasa 13.5-18
Wanita Dewasa 12-15
Ibu Hamil Trimester I 11
Ibu Hamil Trimester II 10.5
Ibu Hamil Trimester III 10.5

Berdasarkan data dari WHO, bahwa sekitar dua miliar orang lebih dari
30% dari total populasi dunia menderita anemia, meskipun tingkat prevalensi tiap
daerah bervariasi karena perbedaan dalam kondisi sosial ekonomi, gaya hidup,
kebiasaan makanan, dan tingkat penyakit menular dan tidak menular.49 Sel darah
merah di produksi di sum-sum tulang dan berumur 120 hari. Pembentukan sel
darah merah juga membutuhkan zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Jika salah
satu zat tersebut tidak mencukupi atau terjadi kehilangan sel darah merah maka
akan terjadi anemia.50

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


2.2.1 Epidemiologi
Secara umum, anemia defisiensi besi sering terjadi pada wanita usia subur
akibat asupan zat besi yang kurang dan menstruasi tiap bulan. Anemia juga terjadi
pada pada pasien lansia karena nutrisi yang tidak mencukupi. Kelompok lain yang
rentan terhadap anemia adalah pemakai alkohol, pasien tindak kekerasan.48

2.2.2 Etiologi
Terdapat berbagai macam keadaan yang menyebabkan anemia. Anemia
akut disebabkan karena kehilangan darah, radioterapi, infeksi dan hemolisis.
Anemia kronis disebabkan oleh kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama
seperti menoragia dan perdarahan saluran cerna, makanan yang rendah besi, folat,
dan vitamin B12 atau anemia akibat penyakit kronis. Anemia juga dapat
disebabkan oleh kelainan pada ginjal yang menyebabkan penurunan produksi
hormon eritropoietin. Pengobatan tertentu, alkohol dan kanker yang mengenai
sum-sum tulang dapat menekan sum-sum tulang sehingga produksi sel darah
merah terganggu. Penyakit non-hematologi dapat menyebabkan anemia, seperti
penyakit inflamasi Bowel yang berdampak pada ileum terminal (seperti penyakit
Crohn) disebabkan karena absorpsi vitamin B12 yang terganggu.48
2.2.3 Patofisiologi anemia
Patofisiologi terjadinya anemia tergantung oleh penyebab yang
mendasarinya. Diantara mekanisme terjadinya anemia adalah peningkatan
destruksi sel darah merah, penurunan produksi sel darah merah dan kehilangan
darah. Peningkatan destruksi sel darah merah disebabkan oleh anemia hemolitik
akan terjadi pemecahan sel darah merah sebelum waktunya sedangkan penurunan
produksi sel darah merah disebabkan oleh eritropoesis yang tidak efektif,
malnutrisi, malabsorpsi, penyakit pada sum-sum tulang serta ketidakseimbangan
hormon. Kehilangan darah melalui proses operasi, trauma, perdarahan saluran
cerna, menstruasi juga dapat menyebabkan anemia.48
Pada anemia akut disebabkan oleh perdarahan, restorasi darah setelah
perdarahan meningkatkan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang
menyebabkan penurunan kadar sel darah merah. Pada anemia defisiensi besi, besi
yang dibutuhkan untuk produksi hemoglobin menjadi lebih sedikit. Pada anemia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


penyakit kronis, inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan perubahan pada
metabolisme besi intraseluler yang mengurangi kadar besi di peredaran darah. Hal
ini disebabkan karena kandungan besi dalam pembuluh darah baik untuk
pertumbuhan bakteri dan infeksi, sehingga pengurangan besi dalam darah dapat
membantu penyebaran infeksi menjadi berkurang. Namun pada penyakit kronis
akan terjadi defisiensi besi yang berkepanjangan.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Gejala anemia yang paling sering terjadi setelah kelemahan adalah gejala
kardiovaskular seperti takipnea (26.7%), takikardi (23.3%), dan palpitasi (10%).47
Pada anemia, kapasitas oksigen yang diangkut pada pembuluh darah yang
berkurang dapat menyebabkan peningkatan kerja jantung sehingga dapat
menurunkan perfusi ke miokardium dan memunculkan gejala nyeri dada.48 Gejala
epitelial pada anemia defisiensi zat besi diperberat oleh defisiensi zink, sekitar
30% dan 40% pasien anemia defisiensi zat besi mengalami gejala dermatitis dan
glositis secara berurutan.47

2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis meliputi
1. Hitung jumlah darah lengkap meliputi diferensial untuk membedakan
antara anemia mikrositik dan makrositik serta anemia hipokromik dan
anemia normokromik.
2. Pemeriksaan zat besi meliputi serum besi, kapasitas pengikatan zat besi,
serum feritin, dan kadar transferrin.
3. Kadar vitamin B12 dan asam folat serta kadar TSH.
4. Pemeriksaan feses dan darah samar.

2.2.6 Tatalaksana dan Prognosis


Anemia ditatalaksana berdasarkan penyebab dasarnya. Jika anemia
disebabkan karena defisiensi maka diberikan pengganti zat yang kurang dan
dilanjutkan selama 6 bulan sampai kadar zat besi kembali ke normal. Jika terjadi
anemia berat dan harus segera diatasi maka penggantian zat yang kurang dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


diberikan secara intravena. Jika terjadi menoragia maka diberikan asam
mafenamat dan asam traneksamat untuk mengurangi kehilangan darah.
Suplementasi zat besi, vitamin B12 dan asam folat membantu meregenerasi sel
darah merah.48
Prognosis anemia cukup baik. Pasien yang memerlukan transfusi harus
juga diperhatikan penggantian zat besi, vitamin B12 dan asam folat nya. Pemberian
zat besi harus selalu di kontrol agar tidak terjadi toksisitas zat besi.

2.2.7 Komplikasi
Anemia yang tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksana dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan kegagalan multiorgan dan dapat menyebabkan
kematian. Ibu hamil dengan anemia dapat menyebabkan kelahiran prematur dan
BBLR.48 Bayi yang lahir dari ibu hamil biasanya juga kecil dari masa kehamilan
sehingga meningkatkan risiko kematian bayi.50
2.2.8 Diagnosis Diferensial
Selain pada anemia, hemodilusi juga terjadi pada pasien yang menderita
sepsis akibat resusitasi yang berlebihan. Pada anemia yang terjadi secara akut
seperti trauma, anemia mungkin tidak bisa didiagnosis segera dengan pemeriksaan
darah.48
2.3 Anemia pada Kehamilan Trimester I
Trimester I adalah periode kritis karena selama 14 minggu pertama terjadi
konsepsi, implantasi dan organogenesis. Status nutrisi yang tidak optimal akan
menyebabkan keguguran, pertumbuhan janin terhambat, preeklampsia, infeksi,
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan anemia
Pada sebuah studi populasi yang dilakukan Zhang Q di China, risiko
kelahiran prematur meningkat pada ibu hamil trimester pertama dengan kadar
hemoglobin yang rendah. Oleh karena itu perlu mendeteksi kadar hemoglobin ibu
hamil sejak dini.55
Selama masa kehamilan, terjadi perubahan fisiologi pada ibu hamil. Pada
ibu hamil akan terjadi peningkatan volume darah atau hemodilusi untuk
memenuhi kebutuhan ibu, plasenta, dan janin. Hemodilusi pada kehamilan
dimulai pada saat minggu ke-8 dan berlanjut hingga minggu ke 32 dan 34
kehamilan.58 Sel darah merah berperan membawa oksigen dari paru ke jaringan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


tubuh dan membawa karbon dioksida hasil metabolisme dari jaringan ke paru,
oksigen dan karbon dioksida diikat oleh hemoglobin suatu protein tetramer yang
berada pada sel darah merah.
Penurunan konsentrasi hemoglobin pada kehamilan disebabkan karena
peningkatan volume plasma sebagai perubahan fisiologis. Peningkatan volume
plasma disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang di aktivasi oleh renin
angiotensin aldosteron.56 Selama kehamilan, angiotensinogen meningkatkan
produksi estrogen, diikuti dengan peningkatan vasopresin yang menyebabkan
terjadinya retensi air dan garam. meskipun tidak mengikuti peningkatan volume
plasma, massa sel darah merah juga mengalami peningkatan selama kehamilan hal
ini disebabkan oleh hormon progesteron dan laktogen yang meningkatkan proses
hematopoiesis.56,57
Selama kehamilan, terjadi peningkatan masa sel darah merah dan volume
plasma untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan plasenta dan janin. Namun
peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan sel darah
merah (hemodilusi) sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin meskipun
terjadi peningkatan masa sel darah merah. Penurunan kadar hemoglobin ini
membuat viskositas darah menjadi rendah sehingga meningkatkan perfusi ke
plasenta yang menyuplai kebutuhan ibu dan janin. Selain itu juga terjadi
penurunan hematokrit, hal ini sering terjadi pada trimester kedua.56
Hemodilusi yang terjadi secara fisiologis selama kehamilan sebaiknya
diberikan suplementasi zat besi agar tidak berkembang menjadi anemia. Seorang
wanita dewasa memiliki sekitar 2.000 mg zat besi yang tersimpan dalam tubuh,
sekitar 60-70% di antaranya terdapat dalam eritrosit, dan sisanya disimpan di hati,
limpa, dan sumsum tulang. Ketika seorang wanita hamil, kebutuhan akan zat besi
akan meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan tambahan 50% dari jumlah zat besi
sebelum hamil pada saat kehamilan.50
2.4 Metode Pengukuran Hemoglobin dan Konsumsi Makanan
2.4.1 Metode Pengukuran Hemoglobin
Anemia ditentukan dengan mengukur kadar hemoglobin. Pemeriksaan
kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu metode Sahli,
metode sianmethemoglobin.51

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Metode pemeriksaan hemoglobin paling sederhana adalah metode Sahli,
pada metode Sahli hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi asam hematin
yang berwarna coklat, warna yang terbentuk dibandingkan dengan warna standar.
Perubahan warna asam hematin dibuat dengan cara pengenceran, sehingga warna
sama dengan warna standar. Kelemahan metode ini adalah tidak semua
hemoglobin dapat diubah menjadi asam hematin misalnya karboksihemoglobin,
methemoglobin dan sulfahemoglobin. Hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh faktor
subjektivitas, warna standar pudar, penyinaran, faktor kesalahan mencapai 5%-
10%.52
International Committee for Standarization in Hematology (ICSH)
merekomendasikan metode sianmethemoglobin karena selain mudah dilakukan
juga mempunyai standar yang stabil dan hampir semua jenis hemoglobin terukur
kecuali sulfahemoglobin.53 Metode sianmethemoglobin lebih akurat daripada
metode Sahli, faktor kesalahan ±2%.64 Prinsip dari pemeriksaan
sianmethemoglobin adalah heme (ferro) dioksidasi oleh larutan drabskinkalium
ferrisianida menjadi (ferri) methemoglobin kemudian methemoglobin bereaksi
dengan ion sianida membentuk sianmethemoglobin yang berwarna coklat,
absorban diukur dengan kolorimeter atau spektrofotometer pada λ 540 nm.
Pemeriksaan kadar hemoglobin metode sianmethemoglobin menggunakan
larutan drabkins dengan komposisi kalium ferrisianida yang mengikat heme
(ferro) menjadi (ferri) methemoglobin, ion sianida yang mengubah
methemoglobin menjadi sianmethemoglobin, KH₂PO4 mengatur pH larutan (7.0-
7.4) dan non ionic detergent berfungsi untuk mempercepat lisisnya eritrosit.

2.4.2 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan


Food Frequency Questionnaire (FFQ) adalah salah satu metode penilaian
konsumsi pangan. Metode FFQ mampu menilai konsumsi pangan dengan
berdasarkan kepada kekerapan konsumsi pangan untuk menilai besarnya risiko
salah gizi. Skor konsumsi pangan dihitung berdasarkan kelompok bahan
makanan. Kelompok bahan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran,
dan buah.59

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Prinsip pengukuran metode FFQ adalah pengukuran dalam jangka waktu
yang lama dapat harian, mingguan dan bulanan. Periode pengukuran waktu yang
berjangka lama dimaksudkan untuk mendeskripsikan peluang perbedaan
konsumsi antar hari dan minggu. Salah satu penyempurnaan metode ini adalah
dengan menambahkan informasi tambahan berupa porsi makan untuk makanan
yang diketahui paling sering dikonsumsi. Makanan dan minuman yang diketahui
memiliki skor tertinggi dalam deretan nama makanan teratas ditelusuri jumlahnya
saat dimakan. Jadi informasi ini dapat digunakan untuk menghitung kandungan
zat gizinya. Pendekatan ini kemudian disebut sebagai metode semi-FFQ.
Kelebihan metode FFQ.59,60
a. Pada umumnya metode FFQ digunakan dengan wawancara langsung, maka
dapat dilakukan pada kelompok atau individu dengan status rendah literasi.
b. Pernyataan tertutup, hanya makanan yang ada dalam daftar yang akan
diinvestigasi kepada subjek.
c. Penilaian asupan makanan yang dilakukan secara lebih singkat. Sifatnya
yang dapat menggambarkan asupan makanan dalam periode yang lebih
lama.
d. Pelaksanaan sangat sederhana dibanding metode lain pada aspek
penggunaan alat bantu.
Kelemahan Metode FFQ59,60:
a. Membutuhkan studi pendahuluan untuk menentukan daftar makanan.
b. Tidak menggambarkan konsumsi aktual.
c. Tidak dapat mengukur asupan zat gizi.
2.5 Hubungan Asupan Mikronutrien dan Anemia
2.5.1 Besi dan Anemia
Besi merupakan komponen esensial yang membentuk hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Penyebab defisiensi
zat besi yang paling umum adalah asupan zat besi yang tidak mencukupi dan
penurunan absorpsi. Pada kehamilan, kebutuhan sistemik yang meningkat yang
tidak diiringi dengan asupan zat besi yang cukup menyebabkan anemia defisiensi
besi. Selain itu, anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan karena penurunan
absorpsi zat besi seperti pada penyakit inflamasi usus. Di negara-negara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


berkembang infeksi parasit juga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi juga dapat terjadi akibat perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi. Dewasa usia lebih dari 50 tahun yang mengalami anemia defisiensi
besi dan perdarahan saluran cerna dapat diduga terdapat keganasan.11
Zat besi penting dalam proses produksi hemoglobin. Deplesi simpanan zat
besi dapat disebabkan oleh penyebab-penyebab diatas akan menyebabkan
penurunan produksi hemoglobin. Adapun tahap-tahap deplesi zat besi:11

1. Deplesi zat besi, tahap ini terjadi penurunan simpanan zat besi tanpa
terjadi perubahan pada kadar hematokrit dan serum zat besi sehingga zat
besi untuk proses hematopoiesis tidak terganggu.
2. Eritropoiesis defisiensi zat besi, terjadi ketika simpanan zat besi
sepenuhnya mengalami deplesi. Kadar serum besi menurun dan TIBC atau
kapasitas pengikatan zat besi meningkat tanpa diikuti oleh perubahan pada
hematokrit. Eritropoiesis mulai terbatas karena kurangnya zat besi yang
tersedia dan kadar STfR meningkat.
3. Anemia defisiensi besi, pada tahap ini akan terjadi defisiensi besi dalam
jangka panjang. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut
sebagai anemia defisiensi. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja lainnya.
Berdasarkan International Nutritional Anemia Consultative Group, dosis
suplementasi zat besi juga disesuaikan dengan prevalensi anemia pada ibu hamil
di daerah tersebut. Oleh karena itu, di negara-negara berkembang yang memiliki
angka prevalensi anemia pada kehamilan sekitar 40% direkomendasikan
suplementasi oral zat besi ferrous sebanyak 60 mg perhari pada semua ibu
hamil.58
2.5.2 Zink dan Anemia
Zink adalah kofaktor dari beberapa enzim dan berperan dalam
metabolisme zat besi, sehingga defisiensi zink dikaitkan dengan anemia defisiensi
zat besi. Zink ditemukan dalam struktur metaloprotein dan dalam bentuk yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


lain. Zink juga memainkan peranan penting dalam stabilisasi membran sel,
sintesis protein, pertumbuhan jaringan normal, dan metabolisme asam nukleat.
Besi dan zink merupakan elemen-elemen anorganik yang diperlukan dalam proses
pertumbuhan normal dan aktivitas biologis. Zink berfungsi sebagai katalis dalam
metabolisme besi dalam aktivitas enzim dehidratase asam alfa-aminolevulinik.
Zink intraseluler membantu proses penyerapan zat besi melalui regulasi pada
beberapa protein seperti ZIP14 dan hepsidin yang terlibat langsung dalam
modulasi kadar zat besi. Anemia dapat terjadi karena gangguan mobilisasi zat besi
yang terkandung di makanan dan penyimpanan yang menunjukkan peran penting
zink pada transporter besi.61
Zink juga merupakan komponen dalam struktur zink GFi-1B finger print,
yang bertindak sebagai regulator utama dalam pertumbuhan sel eritroid dengan
memodulasi ekspresi gen khusus untuk seri eritroid, melakukan regulasi
transkripsi selama eritropoiesis, mendukung proliferasi eritroblas yang bersifat
imatur, dan menyokong proses eritropoiesis yang normal dengan mengambil
peran potensial dalam pengembangan serial sel-sel induk hematopoietik dan
megakariosit.
Sumber makanan zink yang utama adalah daging dan ayam, tetapi juga
ditemukan dalam kacang-kacangan dan lentil. Kekurangan zink ringan tampaknya
umum, terutama di negara-negara berkembang. Orang-orang di negara
berkembang berisiko kekurangan zink karena konsumsi makanan rendah zink dan
mengandung banyak fitat, yang mengurangi penyerapan zink. Zink diserap
terutama di duodenum dan yeyunum dan pada tingkat yang lebih rendah di ileum
dan usus besar. Bersama besi dan tembaga bersaing dalam proses absorpsi.
Metabolisme besi dan zink memiliki beberapa jalur yang sama, dan
dengan demikian, kedua elemen ini saling mempengaruhi King et al.
menyarankan bahwa pada defisiensi zink, prekursor eritroid sumsum tulang
menurun dan tingkat eritropoetin juga menurun. Sebagai kesimpulan, pasien
anemia biasanya juga memilki kadar zink yang rendah.62

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


2.5.3 Folat dan anemia
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada saat kehamilan, peningkatan
volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan sel darah merah sehingga
kadar hemoglobin dan hematokrit menurun selama kehamilan. Eritropoiesis
merupakan proses produksi sel darah merah yang terjadi pada jaringan
hematopoetik di sum-sum tulang. Dalam proses eritropoiesis membutuhkan suplai
yang adekuat dari beberapa mikronutrien termasuk besi, asam folat dan kobalamin
atau vitamin B12. Pada proses eritropoiesis membutuhkan folat dan kobalamin
untuk memindahkan gugus metil dari L-metilfolat ke homosistein melalui
metilkobalamin dalam meregenerasi metionin.63
Defisiensi asam folat dan vitamin B12 akan menyebabkan gangguan
sintesis DNA sehingga terjadi anemia megaloblastik. Folat dan vitamin B12
diperlukan untuk sintesis DNA atau asam nukleat sel darah merah. Tanpa asam
nukleat (DNA atau RNA), proses pembentukan sel darah merah tidak berjalan
efektif sehingga menghasilkan prekursor sel darah merah yang lebih besar dengan
nukleus yang abnormal (misalnya hipersegmentasi). Anemia disertai dengan
makrositosis (sel darah merah yang besar) dan neutrofil hipersegmentasi dikenal
sebagai anemia megaloblastik ditandai dengan membran sel darah yang abnormal,
peningkatan volume sel atau toksisitas pada sel darah merah.64
Anemia makrositik diobati dengan folat dan vitamin B12 dan
menatalaksana penyebab. Asam folat diberikan secara oral 1 mg- 5 mg per hari
dan memenuhi asupan nutrisi kaya folat (sereal terfortifikasi, sayuran).64
Dari beberapa studi retrospektif pada anemia saat kehamilan yang
dilakukan oleh Bentley dkk, wanita hamil yang diberikan makanan yang
mengandung 1,13 mg L-metilfolat ditambah dengan 0,4 mg asam folat dan 500-
1000 g vitamin B12 (folat dan vitamin B12 dosis tinggi) dibandingkan dengan
wanita hamil yang diberikan vitamin prenatal standar yang hanya mengandung 0,8
hingga 1,0 mg asam folat dan 0 hingga 12 g vitamin B12 (folat dan vitamin B12
dosis rendah).65
2.5.4 Vitamin A dan Anemia
Mekanisme vitamin A dalam mempengaruhi konsentrasi hemoglobin
masih belum sepenuhnya jelas, namun hipotesis yang ada menyatakan bahwa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


vitamin A berperan dalam metabolisme zat besi, mobilisasi mineral dari
penyimpanan di hati, modulasi eritropoiesis, dan membantu proses absorpsi zat
besi pada saluran cerna.vitamin A juga mengurangi proses inflamasi sehingga
juga menurunkan risiko anemia.66
Persinyalan asam retinoat pada janin penting dalam perkembangan
hematopoiesis, meregulasi keseimbangan pembuluh darah plasenta, dan
merangsang eritropoiesis pada hati janin dengan mengaktivasi ekspresi dari
eritropoietin. Adapun peran provitamin A dalam proses haematopoiesis manusia
dewasa, persinyalan asam retinoat meregulasi diferensiasi granulosit dan
merangsang eritropoiesis. Retinol atau provitamin A dimakan dan diabsorpsi
melalui usus, ditranspor dengan protein pengikat retinol dan disimpan di hati.
Retinol diubah menjadi asam retinoat dengan menggunakan alkohol dan aldehida
dehidrogenase. Asam retinoat diikat oleh CRABP dan didegradasi oleh CYP26.
Di di dalam inti sel, vitamin A akan berikatan dan mengaktivasi RARs (retinoid
acid receptors). Dengan mekanisme ini asam retinoat meregulasi perkembangan
hematopoiesis.40
Vitamin A dapat mempengaruhi beberapa tahap metabolisme zat besi
mulai dari eritropoiesis dan pelepasan zat besi dari penyimpanan ferritin. Anemia
defisiensi zat besi diidentifikasi dengan penurunan kadar Fe serum, peningkatan
total kapasitas pengikatan besi (TIBC) dan reseptor transferin, saturasi transferin
rendah, ferritin serum berkurang, volume corpuskuler rata-rata rendah (MCV) dan
hemoglobin korpuskular rata-rata rendah. Sebaliknya, anemia akibat defisiensi
vitamin A dikaitkan dengan penurunan serum Fe, TIBC rendah, saturasi
transferrin rendah, dan peningkatan konsentrasi feritin serum, karena mobilisasi
simpanan Fe yang lebih rendah, dengan peningkatan pengendapan Fe di hati dan
limpa. Selama tahun-tahun berikutnya, beberapa penelitian telah menunjukkan
hubungan antara defisiensi vitamin A dengan perubahan sel hematopoietik yang
diikuti oleh anemia defisiensi besi, meskipun ada beberapa kontradiksi.
Selain itu, vitamin A juga berperan dalam modulasi eritropoiesis sehingga
suplementasi vitamin A dan zat besi lebih efektif dalam pencegahan anemia
dibandingkan hanya menggunakan satu jenis mikronutrien tersebut.67

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


Vitamin A berperan dalam metabolisme zat besi melalui mekanisme
regulasi IRP2 (iron-regulatory protein).68 pensinyalan RA dapat mendukung
mobilisasi dan transportasi zat besi dari sel-sel usus dengan menginduksi ekspresi
ferroportin-1 dalam sel Caco-2.69 Pada sebuah studi, mencit yang diberi diet
rendah vitamin A menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap serum besi,
saturasi reseptor transferrin dan ekspresi eritropoietin.68 Kadar zat besi meningkat
di limpa, hal ini menandakan proses eritropoiesis yang tidak efektif. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa defisiensi vitamin A memperburuk kondisi
tikus yang telah mengalami defisiensi besi sebelumnya.
Pada sebuah studi di China bahwa pemberian biskuit-fortifikasi vitamin A
dapat menurunkan kejadian defisiensi besi dan anemia pada anak prasekolah.70
Pemberian vitamin A juga meningkatkan kadar hemoglobin selama kehamilan
dengan meningkatkan IGF-1 (insulin-like growth factor-1) yang berfungsi dalam
proses eritropoiesis. Pemberian vitamin A dapat diberikan dalam bentuk
diversifikasi makanan (pemberian makanan yang beragam dan banyak), fortifikasi
makanan, biofortifikasi dan modifikasi genetik. Mempromosikan dan
mengedukasi ibu untuk dapat melakukan diversifikasi makanan merupakan
strategi yang berkelanjutan dan dapat memenuhi defisiensi mikronutrien pada ibu
hamil. Suplementasi zat besi dan vitamin A secara simultan lebih efektif dalam
mencegah anemia defisiensi besi dibandingkan dengan suplementasi salah satu
mikronutrien saja.40
2.5.5 Vitamin C and Anemia
Anemia pada defisiensi vitamin C terjadi pada 80% pasien. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme seperti perdarahan gastrointestinal, proses
eritropoiesis yang terganggu, defisiensi asam folat, hemolisis intravaskular dan
ektravaskular. Kerapuhan serat kolagen pada dinding pembuluh darah dapat
menyebabkan perdarahn pada jaringan seperti kulit dan sendi. Jika berat dapat
menyebabkan perdarahan serebral dan hemoperikardium. Sebagai tambahan,
defisiensi vitamin C dapat mengurangi daya tahan hidup sel darah merah.
Dengan suplementasi vitamin C kadar hemoglobin kembali normal dalam
beberapa minggu pengobatan. Ruam dan anemia hemolitik membaik dengan cepat
setelah asupan vitamin C yang adekuat.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


2.6 Kerangka Teori

Kehamilan

Peningkatan
kebutuhan

Mikronutrien Hemodilusi Anemia

Zat Besi Zink Vitamin A Folat Vitamin C

Sintesis DNA
Absorpsi zat eritrosit
besi -Infeksi
-Perdarahan
-Produksi
Metabolisme
zat besi

Produksi Eritropoiesis
Hemoglobin Meningkatkan
daya tahan
eritrosit

Kadar hemoglobin

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Trimester 1

Trimester 2
Kehamilan
Asupan Mikronutrien Trimester 3
Mikronutrien

Peningkatan
Makronutrien Nutrisi
kebutuhan

Hemodilusi
Asupan Asupan Asupan Asupan Asupan
Zat Besi Zink Folat Vitamin A Vitamin C

Kadar Hb turun

Kadar -Infeksi
Anemia -Perdarahan
Hemoglobin
-Produksi

Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Kerangka konsep di atas menjelaskan bahwa kadar hemoglobin pada ibu
hamil trimester I merupakan variabel tergantung atau dependen pada penelitian
ini. Asupan mikronutrien yang terdiri dari asupan zat besi, zink, asam folat dan
vitamin merupakan variabel bebas atau independen pada penelitian ini.

3.2 Hipotesis
H0 : Tidak terdapat hubungan antara asupan mikronutrien dengan kadar
hemoglobin pada ibu hamil trimester I.
H1 : Terdapat hubungan antara asupan mikronutrien dengan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini merupakan penelitian
bersama antara Universitas Andalas dan Universitas Sheffield Hallam di Inggris
diketuai oleh Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.Sc, PhD, SpGK dengan judul
“Pengaruh Pemberian Dadih terhadap Antropometri Bayi Baru Lahir di
Kabupaten Agam”. Berdasarkan penelitian ini, peneliti mengambil judul
“Hubungan Asupan Mikronutrien Ibu Hamil dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu
Hamil Trimester I di Puskesmas di Kabupaten Agam.”

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Baso, Puskesmas Biaro,
Puskesmas Pakan Kamih, Puskesmas Padang Tarok, Puskesmas Kapau dan
Puskesmas Magek, Kabupaten Agam. Penelitian dilakukan dari Januari-
November 2019.

4.3 Populasi, sampel, besar sampel, dan teknik pengambilan sampel


4.3.1 Populasi penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah wanita hamil trimester I yang
melakukan kunjungan pertama kali pada petugas kesehatan pada masa
kehamilannya.
4.3.2 Sampel penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah semua populasi dengan kriteria sampel
sebagai berikut :
4.3.2.1 Kriteria inklusi
- Bersedia menjadi sampel penelitian.
- Wanita hamil trimester pertama

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


4.3.2.2 Kriteria eksklusi
- Wanita dengan penyakit kronis seperti penyakit ginjal kronis,
keganasan, lupus eritematosus, dll
- Wanita hamil yang mengalami infeksi seperti tuberkulosis
- Wanita hamil dengan penurunan hemoglobin akibat penyebab lain
seperti anemia aplasia, anemia hemolitik, anemia akibat perdarahan.

4.3.3 Besar sampel


Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan rumus besar sampel
𝑍2𝛼 𝑝 𝑞 𝑍 2 𝛼 𝑝 (1 − 𝑝)
𝑥= =
𝑑2 𝑑2
1.642 𝑥0.714𝑥0.286
𝑥= = 51.3
0.12
Dari perhitungan tersebt didapatkan sampel sampel yang akan dipakai
minimal adalah 52 orang. Untuk mencegah terjadinya drop out maka
sampel ditambah 10% dari jumlah sampel dengan perhitungan 52 +
(10% x 52 ) = 57.2, maka sampel menjadi 58 responden.
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
Zα= derajat kepercayaan
p = proporsi ibu hamil yang mendapat asupan Fe yang tidak adekuat
dengan kadar Hb tidak normal16
q = 1-p
d = limit dari error atau presisi absolut
Jika ditetapkan =0,1 atau Z1- /2 = 1,64

4.3.4 Teknik pengambilan sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
nonprobability sampling dengan cara consecutive sampling dimana
semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan
sebagai sampel penelitian sampai sampel terpenuhi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


4.4 Variabel penelitian
4.4.1 Klasifikasi variabel
1. Variabel independen dalam penelitian ini adalah asupan mikronutrien
ibu hamil trimester I.
2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar hemoglobin.
4.4.2 Definisi operasional
1. Kadar Hemoglobin
Definisi Operasional : Indikator biokimia untuk mengetahui status
gizi ibu hamil.
Cara Ukur : Observasi data
Alat Ukur : Data pengukuran dari puskesmas
Hasil Ukur : g/dl
Skala Ukur : Rasio
2. Asupan zat besi
Definisi Operasional : Banyaknya konsumsi zat besi yang biasa
dikonsumsi dalam makanan sehari-hari saat ibu hamil trimester
pertama dengan rujukan AKG
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : FFQ
Hasil Ukur : Nilai jumlah asupan dalam miligram
Skala Ukur : Rasio
3. Asupan zink
Definisi Operasional : Banyaknya konsumsi zink yang biasa
dikonsumsi dalam makanan sehari-hari saat
ibu hamil trimester pertama dengan rujukan
AKG
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : FFQ
Hasil Ukur : Nilai jumlah asupan dalam miligram
Skala Ukur : Rasio
4. Asupan asam folat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


Definisi Operasional : Banyaknya konsumsi folat yang biasa
dikonsumsi dalam makanan sehari-hari saat
ibu hamil trimester pertama dengan rujukan
AKG
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : FFQ
Hasil Ukur : Nilai jumlah asupan dalam mikrogram
Skala Ukur : Rasio
5. Asupan vitamin A
Definisi Operasional : Banyaknya konsumsi vitamin A yang biasa
dikonsumsi dalam makanan sehari-hari saat
ibu hamil trimester pertama dengan rujukan
AKG
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : FFQ
Hasil Ukur : Nilai jumlah asupan dalam retinol ekivalen
Skala Ukur : Rasio
6. Asupan vitamin C
Definisi Operasional : Banyaknya konsumsi vitamin C yang biasa
dikonsumsi dalam makanan sehari-hari saat
ibu hamil trimester pertama dengan rujukan
AKG
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : FFQ
Hasil Ukur : Nilai jumlah asupan dalam miligram
Skala Ukur : Rasio

4.5 Instrumen Penelitian


1. Instrumen Prepenelitian
- Lembar informed consent
2. Data pengukuran kadar hemoglobin :
3. Instrumen untuk Penilaian Asupan Mikronutrien

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


Kuisioner konsumsi makanan yaitu Food Frequency Questioner (FFQ)
untuk menghitung asupan mikronutrien.

4.6 Teknik pengumpulan data


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data
yang telah dikumpulkan adalah data asupan mikronutrien dan data hasil
pengukuran hemoglobin. Data asupan mikronutrien didapatkan dari hasil
wawancara dengan menggunakan kuisioner FFQ yang menggali kebiasaan
konsumsi ibu selama 6 bulan sebelum kehamilan. Pertanyaan-pertanyaan dalam
kuisioner disusun mencakup variabel-variabel yang berkaitan dengan penelitian.
Data kadar hemoglobin ibu hamil didapatkan dari Puskesmas Baso, Biaro,
Padang Tarok, Kapau, Magek, dan Pakan Kamis.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data


4.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

Editing Coding Processing Cleaning

1. Editing : Pada tahap ini kelengkapan dan kejelasan data responden ditinjau
kembali. Data kemudian diolah dengan program nutrisurvey.
2. Coding : Setelah data diedit, dilakukan pemberian kode pada semua data yang
telah terkumpul, untuk mempermudah analisis data dan mempercepat proses
entry data.
3. Processing : Data diproses dengan cara meng- entry data ke dalam komputer
dengan menggunakan program pengolahan data.
4. Cleaning : Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk
melihat kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi.

4.7.2 Analisis Data


Setelah dilakukan pengolahan data akan dilanjutkan dengan analisis data
dengan sistem komputerisasi agar data memiliki makna yang dapat digunakan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


untuk memecahkan masalah penelitian. Hipotesis penelitian diterima jika nilai
kemaknaan (p) <0.05.
1. Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif
mengenai distribusi, frekuensi, dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti,
baik variabel bebas maupun variabel terikat dalam bentuk persentase. Data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Data terdiri dari karakteristik
ibu hamil, asupan mikronutrien, dan kadar hemoglobin ibu hamil.
2. Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang berhubungan. Dalam penelitian ini, analisis bivariatnya didapatkan untuk
hubungan variabel dependen dan independen, uji yang dilakukan adalah korelasi
Pearson.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


BAB 5
HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik responden penelitian


Penelitian yang berjudul hubungan asupan mikronutrien dengan kadar
hemoglobin pada ibu hamil dilakukan di Kabupaten Agam, yaitu di Puskesmas
Baso, Biaro, Padang Tarok, Kapau, Magek, dan Pakan Kamis. Penelitian ini mulai
dilakukan pada tanggal Januari-November 2019 dengan responden 58 orang
setelah dilakukan penyaringan data melalui kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden
No Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Usia
<20 - 0
20-35 51 87.9
>35 7 12.1
Total 58 100
2 Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD - -
Tamat SD/Sederajat 8 13.8
Tamat SMP/Sederajat 12 20.7
Tamat SMA/Sederajat 25 43.1
Tamat PT/Sederajat 13 22.4
Total 58 100
3 Pekerjaan
Bekerja 6 10.3
Tidak Bekerja 52 89.7
Total 58 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 58 responden ibu hamil, sebagian


besar berada pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 51 orang (87.9%). Rata-rata
usia responden adalah 29 tahun dengan standar deviasi 4.78. Semua responden
menempuh jenjang pendidikan formal dan sebagian besar menempuh pendidikan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


terakhir hingga jenjang SMA sebanyak 25 orang (43.1%). SD merupakan tingkat
pendidikan yang paling rendah yaitu sebanyak 8 orang (13.8%). Kategori
pekerjaan terbanyak adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 52 orang (89.7%).

4.2 Hasil analisis penelitian


Tabel 5.2 Rata-rata Asupan Zat Besi, Zink, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C
dan Kadar Hemoglobin Responden Penelitian
Asupan
Rata-rata ± SD Minimal Maksimal
Mikronutrien
Zat Besi (Fe) (mg) 27.27±12.90 8.06 64.15
Zink (mg) 6.29±3.11 2.44 18.18
Folat (µg/) 81.0±0.22 0.00 1.20
Vitamin A (RE) 1121.31±524.81 143.35 2706.09
Vitamin C (mg) 85.72±105.37 6.19 767.94
Kadar Hemoglobin 11.5±80.85 10.00 14.10
(g/dl)

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata asupan zat besi ibu hamil adalah
27.27 mg/hari, zink adalah 6.29 mg/hari, folat 0.08 mg/hari,vitamin A 1113.08
RE/hari, dan vitamin C adalah 85.72 mg/hari. Sedangkan rata-rata kadar
hemoglobin ibu hamil adalah 11.58 ± 0.85 g/dl.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Kecukupan
Asupan Mikronutrien.
Asupan Tingkat Frekuensi (n) Persentase (%)
Mikronutrien kecukupan
Cukup 27 46.6
Zat Besi (Fe) (mg)
Tidak cukup 31 53.4
Cukup 5 8.6
Zink (mg)
Tidak cukup 53 91.4
Cukup 3 5.2
Folat (mg)
Tidak cukup 55 94.8
Cukup 39 67.2
Vitamin A (RE)
Tidak cukup 19 32.8
Cukup 17 29.3
Vitamin C (mg)
Tidak cukup 41 70.7

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


Asupan mikronutrien dikategorikan menjadi cukup (>AKG) dan tidak
cukup (<AKG). Sebagian besar ibu hamil memiliki asupan zat besi (53.4%), zink
(91.4%) dan folat (94.8%) dan vitamin C (29.3%) yang tidak cukup. Sebanyak
67.2% ibu hamil memiliki asupan vitamin A cukup.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Kadar Hemoglobin
Ibu Hamil Trimester I
Frekuensi (n) Persentase %
Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin
7 12.1
<11g/dl
Kadar hemoglobin
51 87.9
≥11g/dl
Total 58 100
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 58 ibu hamil terdapat 7
ibu hamil (12.1%) yang memiliki kadar hemoglobin <11g/dl atau anemia,
sedangkan sebanyak 51 ibu hamil (87.9%) dengan kadar hemoglobin normal atau
tidak anemia.
Analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan
kolmogorov smirnov test, dimana data terdistribusi normal jika P>0,05. Hasil
pengujian setelah data ditransformasi ditampilkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Gambaran uji normalitas data variabel dengan Kolmogorov smirnov test
Variabel p-value
Asupan zat besi (Fe) 0.200
Asupan zink 0.135
Asupan folat 0.200
Asupan vitamin A 0.200
Asupan vitamin C 0.200
Kadar hemoglobin 0.181

Berdasarkan hasil data pada Tabel 5.5, nilai asymptotic significance atau
nilai p dari variabel asupan zat besi, zink, folat, vitamin A, vitamin C, dan kadar
hemoglobin, lebih besar dari 0.05, maka data terdistribusi normal.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


Untuk melihat hubungan asupan mikronutrien dengan kadar hemoglobin
dilakukan analisis dengan uji Korelasi Pearson.

Gambar 5.1 Korelasi asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil
trimester I di Kabupaten Agam

Pada penelitian ini terdapat korelasi negatif yang tidak bermakna secara
statistik antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di
Kabupaten Agam (r=-0.024 p=0.857).

Gambar 5.2 Korelasi asupan zink dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil
trimester I di Kabupaten Agam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


Pada penelitian ini terdapat korelasi negatif yang tidak bermakna secara
statistik antara asupan zink dan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di
Kabupaten Agam (r=-0.089 p=0.505).

Gambar 5.3 Korelasi asupan asam folat dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil
trimester I di Kabupaten Agam
Pada gambar dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif yang sedang
antara asupan asam folat dengan kadar hemoglobin ibu hamil trimester I di
Kabupaten Agam. Hal ini menunjukkan terdapat kecenderungan bahwa semakin
tinggi asupan folat, semakin tinggi kadar hemoglobin. Namun korelasi ini tidak
bermakna signifikan secara statistik. (r=0.467 p=0.205)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


Gambar 5.4 Korelasi asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil
trimester I di Kabupaten Agam

Pada gambar dapat dilihat bahwa terdapat korelasi negatif yang tidak
bermakna secara statistik antara asupan vitamin A dan kadar hemoglobin pada ibu
hamil trimester I di Kabupaten Agam (r=-0.060 p=0.654)

Gambar 5.5 Korelasi asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil
trimester I di Kabupaten Agam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


Pada gambar dapat dilihat bahwa terdapat korelasi negatif yang tidak
bermakna secara statistik antara asupan vitamin C dan kadar hemoglobin pada ibu
hamil trimester I di Kabupaten Agam (r=-0.096 p=0.475).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, yang terdiri
dari beberapa variabel yaitu asupan mikronutrien yang terdiri dari zat besi, zink,
folat, vitamin A, vitamin C, dan kadar hemoglobin. Data asupan mikronutrien
diperoleh dari hasil wawancara terstruktur menggunakan FFQ, data yang
diperoleh lebih banyak menghandalkan daya ingat responden terhadap kebiasaan
makan sehari-hari, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Sedangkan data
kadar hemoglobin ibu hamil trimester I diperoleh dari data sekunder yaitu data
Puskesmas Baso, Biaro, Padang Tarok, Kapau, Magek, dan Pakan Kamis di
Kabupaten Agam.

6.2 Karakteristik Responden


Usia subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok yaitu pada usia kurang
dari 20 tahun, 20-35 tahun, dan lebih dari 35 tahun. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa karakteristik berdasarkan umur kategori
yang paling dominan adalah usia 20-35 dengan nilai sebesar 87.9% atau 51 orang
dari total 58 responden. Rata-rata responden berusia 29 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata usia responden berada dalam kategori usia reproduksi sehat
yaitu antara 20-35 tahun. Hasil penelitian Fadlina (2017) juga menunjukkan
sebagian besar responden ibu hamil berada pada rentang usia reproduksi sehat
yaitu 20-35 tahun (87.9%).16 Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo dkk (2017)
menunjukkan hasil 40.6% % ibu hamil berumur 26–30 tahun.71
Pada penelitian ini sebanyak 12.1% ibu hamil berusia diatas 35 tahun. Ibu
hamil yang berusia di atas 35 tahun terutama pada kehamilan pertama memiliki
resiko dari segi medis dan sosial. Dari segi medis, wanita diatas 35 tahun
berhubungan dengan penuaan sistem reproduksi dan sistem tubuh lainnya.
Sedangkan dari segi sosial dan psikologis ketika usia lebih dari 35 tahun dianggap
wanita harus memiliki anak-anak.72 Sebagian besar insiden penyakit kronis,
multiparitas, plasentasi abnormal dan riwayat operasi cesar lebih tinggi pada ibu
hamil usia lanjut, sehingga kehamilan pada wanita diatas 35 tahun berkaitan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


dengan berbagai komplikasi bagi janin dan ibu.72,73 Adapun komplikasi yang
dapat terjadi adalah seperti aborsi, kehamilan ektopik, kelahiran prematur,
perdarahan pasca persalinan dan histerektomi.74 Pada wanita usia lanjut juga
terjadi penurunan fungsi fertilitas disebabkan oleh penurunan kuantitas dan
kualitas oosit dalam folikel di korteks ovarium secara bertahap. Oosit manusia
sangat rentan terhadap aneuploidi yang berasal dari kromosom yang gagal
memisah pada meiosis sehingga terjadi peningkatan resiko kelainan kromosom
dan struktur janin. Kelahiran bayi sindrom Down meningkat secara eksponensial
pada umur diatas 36 tahun. 73
Berdasarkan aspek sosial ekonomi yang dinilai berdasarkan tingkat
pendidikan dan pekerjaan ibu. Kategori pendidikan yang paling dominan adalah
yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA berjumlah 25 orang (43.1%).
Kategori yang paling rendah tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) yaitu 8 orang
atau 13.8%. Hal ini serupa dengan penelitian Wibowo yang mendapatkan sekitar
90.6% ibu hamil telah tamat dari SMA.72 Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Patimah bahwa sebagian besar ibu hamil hanya tamat sekolah
menengah pertama (SMP) ke bawah (62%).75 Perbedaan pendidikan terakhir
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti motivasi individu, kondisi sosial,
ekonomi, motivasi orang tua, budaya dan aksesibilitas. Menurut Nurmasari
(2019), pendidikan yang baik akan mempermudah dalam penerimaan informasi
atau pengetahuan baru terkait kesehatan ibu selama kehamilan. Penanganan gizi
dan kesehatan dalam keluarga akan terbatas apabila ibu hamil memiliki tingkat
pendidikan yang rendah.76
Pada penelitian ini didapatkan sebagian ibu hamil tidak bekerja (89.7%).
Hal ini sejalan dengan penelitian Patimah (2011) yang mendapatkan lebih dari
50% ibu hamil tidak bekerja atau berprofesi sebagai ibu rumah tangga.75 Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2017) yang mendapatkan 57.7 %
ibu hamil bekerja.71

6.3 Distribusi Asupan Mikronutrien


6.3.1 Asupan Zat Besi
Rata-rata asupan zat besi pada penelitian ini adalah 27.27 mg dengan
standar deviasi 12.90. Asupan zat besi yang baik untuk kesehatan ibu hamil

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40


trimester I sesuai anjuran Angka Kecukupan Gizi adalah 26 mg per hari. Rata-rata
asupan zat besi responden pada penelitian ini masih dalam batas baik bagi
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua subjek dapat memenuhi
kecukupan zat besi yang seharusnya dari konsumsi pangan harian.
Berbeda dengan penelitian Judistiani, dkk (2018) yang menunjukkan
bahwa mayoritas ibu hamil trimester I di wilayah kerja RSUD Al Mulk dan
RSUD Waled Jawa Barat memiliki rata-rata asupan zat besi sebesar sebesar 9,8
mg/hari yang masih jauh dari angka kecukupan gizi, didapatkan 91,3% ibu hamil
masih memiliki asupan zat besi yang kurang.77 Penelitian Wibowo, dkk (2017)
mendapatkan rata-rata asupan zat besi ibu hamil trimester I di Jakarta adalah 11.4
mg/hari.71
Perbedaan yang didapatkan disebabkan karena perbedaan metode
pengukuran asupan makanan. Metode yang dilakukan oleh Wibowo adalah
metode food records yang mengharuskan responden untuk mengisi lembar food
diary setiap mengkonsumsi makanan dan minuman, metode ini cukup
membebani responden.59 Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metode
FFQ yang mengandalkan daya ingat responden namun lebih melihat kebiasaan
konsumsi. Judistiani menjelaskan dalam penelitiannya bahwa terdapat berbagai
faktor yang mempengaruhi asupan adalah faktor usia, tingkat pendidikan, status
ekonomi, dan budaya makan setempat. Secara umum ibu hamil dengan usia,
pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki
kecenderungan memilih makanan yang lebih sehat.77

6.3.2 Asupan Zink


Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (91.4%) ibu hamil
memiliki asupan zink tidak memenuhi AKG. Rata-rata asupan zink yang didapat
dari penelitian ini adalah sebesar 6.29 mg dengan standar deviasi 3.11. Rata-rata
asupan zink responden pada penelitian ini masih dibawah asupan yang dianjurkan
oleh Permenkes dalam Angka Kecukupan Gizi untuk ibu hamil trimester I yaitu
sebesar 12 mg per hari. Namun hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk (2019) pada 176 ibu hamil trimester
I di Jawa Barat dimana rata-rata asupan zink adalah 5,1 mg/hari dan sebanyak
96% responden asupan zink tidak terpenuhi.78

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 41


Penelitian Wibowo dkk (2017) juga mendapatkan sebanyak 94.9% ibu
hamil trimester I memiliki asupan zink <11 mg dengan rata-rata 3.2 mg.71 Apabila
dibandingkan dengan penelitian bagian yang dilakukan oleh Wibowo, sumber
data penelitian yang digunakan yaitu data sekunder dari food diary. Metode yang
dilakukan adalah metode food records yang mengharuskan responden untuk
mengisi lembar food diary setiap mengkonsumsi makanan dan minuman. Metode
food records dapat menghasilkan data yang cukup detail dan akurat namun
metode records harus memperhatikan kondisi responden karena metode ini cocok
digunakan untuk responden dengan latar belakang pendidikan yang cukup
tinggi.59
Pada penelitian Bardosono juga didapatkan bahwa sebanyak 95% dari
responden memiliki asupan zink yang tidak adekuat.79 Salah satu faktor yang
menyebabkan kurangnya asupan zink adalah faktor sosial ekonomi. Zink banyak
terdapat pada daging, ayam, susu, sereal, kacang-kacangan, ikan. Bardosono
menjelaskan bahwa sumber makanan untuk zat besi dan zink utamanya
didapatkan pada hewan yang cenderung mahal dan tidak terjangkau oleh seluruh
wanita hamil sehingga dibutuhkan program suplementasi lebih lanjut. Selain itu
faktor asupan gizi yang kurang selama kehamilan disebabkan adanya kepercayaan
di masyarakat terkait praktik tabu makanan.80

6.3.3 Asupan Folat


Menurut Permenkes tahun 2013 mengenai Angka Kecukupan Gizi,
kebutuhan asam folat pada ibu hamil trimester I yaitu 600 µg/hari. Berdasarkan
hasil penelitian yang tertera pada Tabel 5.2, rata-rata asupan asam folat
pada responden yaitu sebesar 81.0 µg/hari, menunjukkan asupan ibu hamil pada
penelitian ini masih dibawah asupan yang dianjurkan. Sebanyak 94.1% ibu hamil
tidak memenuhi kecukupan asam folat.
Apabila dibandingkan dengan penelitian bagian yang dilakukan oleh
Rahayu, dkk (2019) pada 176 ibu hamil trimester I di Jawa Barat didapatkan
sebagian besar responden (97,2%) asupan asam folatnya tidak terpenuhi dengan
rata-rata asupan asam folat 163 mg/hari maka rata-rata asupan asam folat pada
penelitian ini jauh lebih rendah.78

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 42


Pada penelitian Wibowo dkk (2017) juga menunjukkan sebanyak 74.8%
ibu hamil trimester I di Jakarta memiliki asupan asam folat <400 μg.71 Menurut
penelitian Astriningrum (2017) mengenai asupan asam folat, vitamin B12 dan
vitamin C pada ibu hamil di Indonesia didapatkan asupan folat sebesar 152,4±98,7
μg/hari hasil ini kurang dari standar kebutuhan EAR (Estimated Average
Requirement).81 Perbedaan hasil yang didapatkan disebabkan karena perbedaan
metode pengukuran asupan yang digunakan, penelitian ini menggunakan metode
FFQ sedangkan pada penelitian Astriningrum data konsumsi diperoleh dengan
metode food recall 24 jam dan Rahayu menggunakan metode food records.
Metode FFQ melihat kebiasaan makan ibu hamil pada bulan terakhir. Metode
recall hanya menilai makanan yang dikonsumsi pada 24 jam lalu. Sedangkan
metode food records dapat menghasilkan data yang cukup detail dan akurat
namun metode records harus memperhatikan kondisi responden karena metode ini
cocok digunakan untuk responden dengan latar belakang pendidikan yang cukup
tinggi.59
Sumber makanan asam folat adalah sayuran hijau seperti asparagus,
brokoli, bayam dan selada. Asam folat juga ditemukan dalam buah, seperti lemon,
jeruk, pisang dan melon, dan dalam sereal, biji-bijian, kacang-kacangan, kacang-
kacangan, daging sapi, ikan, hati dan ginjal.82 Populasi dengan status sosial
ekonomi rendah memiliki akses yang terbatas untuk memenuhi makanan yang
mengandung tinggi folat.83 Folat yang secara alami ada dalam makanan bersifat
labil dan rentan untuk kehilangan aktivitas biologis selama penyimpanan
makanan, pemrosesan dan pengolahan makanan dapat diperkirakan selama
pemrosesan makanan sekitar 30% folat berkurang.84 Sayuran hijau dan kacang-
kacangan hijau mengalami kehilangan 50-89% folat setelah dimasak
dibandingkan dengan asam folat sintetis yang sangat stabil.85 Folat yang
terkandung dalam makanan alami sekitar 50% lebih rendah bioavailabilitasnya
dibandingkan asam folat sintetis yang digunakan dalam suplemen dan fortifikasi.
Penurunan bioavailabilitas ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sifat matriks
makanan, folat yang tersisa terikat dan tidak tersedia dalam bahan tanaman.85

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 43


6.3.4 Asupan Vitamin A
Rata-rata asupan vitamin A pada penelitian ini adalah 1121.31±524.81 RE.
Asupan vitamin A yang baik untuk kesehatan ibu hamil trimester I sesuai anjuran
Angka Kecukupan Gizi adalah 900 μg per hari. Rata-rata asupan vitamin A
responden pada penelitian ini di atas AKG. Sekitar 67.2% ibu hamil memiliki
asupan vitamin A yang cukup.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Wibowo, dkk (2017) asupan vitamin A
ibu hamil trimester I di Jakarta memiliki rata-rata 1,470.6 μg.71 Berbeda dengan
penelitian Rif’ani (2017) yang mendapatkan tingkat kecukupan karotenoid pada
sebagian ibu hamil Wilayah Puskesmas Pringsurat Kabupaten Temanggung tidak
cukup.86
Perbedaan yang didapatkan disebabkan karena perbedaan bentuk senyawa
vitamin A yang diukur. Angka kecukupan gizi untuk vitamin A biasanya
dinyatakan dalam satuan retinol ekivalen (RE).87 Pada penelitian ini yang
digunakan adalah RE. Sedangkan pada penelitian Rif’ani menggunakan bentuk
provitamin A yaitu karotenoid.
Absorpsi karoten yang relatif rendah dan metabolisme yang tidak
sempurna untuk menghasilkan retinol maka 1 RE setara dengan 1 mikrogram
retinol atau 6 mikrogram beta karoten atau 12 mikrogram beta karoten
campuran.87 Vitamin A umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali, namun
mempunyai sifat yang mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila
dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah tengik.88

6.3.5 Asupan Vitamin C


Hasil analisis univariat pada Tabel 5.2 menunjukkan rata-rata asupan
vitamin C adalah 85.72 mg dengan standar deviasi 105.37. Persentase asupan
vitamin C sesuai anjuran Angka Kecukupan Gizi untuk ibu hamil trimester I
adalah 85 mg per hari. Rata-rata asupan vitamin C responden pada penelitian ini
memenuhi asupan yang dianjurkan. Namun hanya 17 ibu hamil (29.3%) memiliki
asupan vitamin C yang cukup.
Penelitian yang dilakukan oleh Caesaria yang mendapatkan rata-rata
konsumsi vitamin C ibu hamil 129,17 ± 39 mg.89 Caesaria menjelaskan bahwa
tingginya persentase asupan vitamin C pada subjek penelitian disebabkan karena

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 44


sumber bahan makanan vitamin C seperti mangga dan jeruk sering dikonsumsi
ibu hamil bahkan hampir setiap hari dikonsumsi, hal ini diduga karena buah ini
sedang musimnya di daerah tersebut. Berbeda dengan hasil penelitian
Astriningrum, dkk (2017) yang mendapatkan asupan vitamin C ibu hamil di
Indonesia sebesar 62,3±72,7 mg/hari hasil ini kurang dari standar kebutuhan
EAR.81 Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan alat untuk mengukur
konsumsi ibu hamil pada penelitian ini digunakan metode FFQ sedangkan
Astriningrum dalam penelitiannya menggunakan metode food recall 24 jam.
Vitamin C banyak terdapat pada makanan nabati, khususnya di dalam
buah-buahan seperti jeruk, jambu biji, tomat, stroberi, dan kismis hitam dan
sebagian besar sayuran, terutama sayuran berdaun hijau. Konsumsi vitamin C
dipengaruhi oleh faktor ekonomi serta kesediaan pangan di daerah tersebut.
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air dan labil sensitif terhadap suhu,
sehingga mudah terdegradasi selama memasak, dan suhu tinggi dan waktu
memasak lama menyebabkan kehilangan vitamin C yang banyak. Dalam
penelitian Lee, perebusan menghilangkan vitamin C di hampir semua sampel,
dengan retensi nutrisi mulai dari 0 hingga 73,86%.90

6.4. Kadar Hemoglobin


Kadar hemoglobin kurang dari 11g/dl mengindikasikan bahwa ibu hamil
trimester I mengalami anemia. Pada penelitian ini sebanyak 51 ibu hamil (87.9%)
memiliki kadar hemoglobin yang normal atau tidak mengalami anemia dan hanya
12.1% yang mengalami anemia. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat juga menunjukkan prevalensi kejadian anemia di Kabupaten Agam pada
tahun 2019 cukup rendah yaitu 9%.91
Pada penelitian ini didapatkan rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah
11.5±80.85 g/dl dengan kadar hemoglobin terendah adalah 10.0 g/dl, Rata-rata ini
lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Wang, dkk (2018) pada
ibu hamil trimester I China berusia 29.8 ± 3.9 yang mendapatkan rata-rata
hemoglobin 12.9 g/dL dan hanya 2,7% responden menderita anemia.92 Penelitian
Wibowo juga mendapatkan rata-rata hemoglobin yang lebih tinggi yaitu 12.3
g/dl.71

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 45


Perbedaan ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi anemia
selama kehamilan adalah multifaktorial, kontribusi relatif dari masing-masing
faktor ini terhadap anemia selama kehamilan sangat bervariasi menurut lokasi
geografis, musim, dan praktik diet.93 Faktor-faktor tersebut seperti kekurangan
nutrisi zat besi, folat, dan vitamin B12 dan juga penyakit parasit, seperti malaria
dan infeksi parasit usus. Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin
ibu adalah pola makan ibu hamil. Pola makan yang tidak memadai selama
kehamilan dapat menyebabkan berbagai kekurangan gizi seperti anemia.94
Kualitas makanan yang buruk dan bioavailabilitas mikronutrien yang rendah
merupakan faktor yang berkontribusi pada anemia gizi.
Pola makan ibu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Tinggi rendahnya
tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi banyak sedikitnya informasi yang
diterima dari luar, sehingga informasi yang didapatkan ini akan meningkatkan
pengetahuan yang dimiliki oleh ibu.95
Pada penelitian Sunuwar, pemberian pendidikan gizi secara signifikan
terkait dengan peningkatan skor pengetahuan gizi dan peningkatan asupan
makanan, Sunuwar juga mendapatkan bahwa pendidikan gizi dan rencana diet
berbasis makanan kaya zat besi selama kehamilan menyebabkan peningkatan
kadar hemoglobin. Pendidikan gizi yang diberikan menekankan pada kualitas diet
ibu dengan meningkatkan keragaman diet, penyebab anemia, konsekuensi anemia
pada kehamilan, makanan kaya zat besi, penambah dan penghambat penyerapan
zat besi dan rencana diet berbasis makanan kaya zat besi.94
Dari hasil penelitian Nurmasari (2019), keteraturan kunjungan
pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (ANC) juga berpengaruh terhadap
kejadian anemia hal ini dikarenakan ANC ibu hamil akan mendapatkan
pemeriksaan anemia secara dini, mendapatkan konseling gizi yang tepat dan
mendapatkan suplemen besi dan asam folat yang lengkap serta pendidikan
kesehatan yang memadai, sehingga faktor risiko anemia dapat ditekan.76
Selain itu faktor sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap pola makan ibu
yang juga akan berpengaruh terhadap kadar hemoglobin ibu. Setyaningsih
menjelaskan jika pendapatan keluarga dalam kategori memadai maka keluarga
dapat mengkonsumsi makanan dengan kualitas dan kuantitas gizi lebih baik,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 46


sehingga risiko kejadian anemia menjadi lebih rendah.80 Peningkatan pendapatan
rumah tangga dikaitkan dengan asupan zat besi heme yang lebih tinggi dari
daging, ikan dan unggas dan dari semua sumber hewani. Tingginya harga produk
hewani, yang mengurangi asupan besi heme. harga sayuran dan buah-buahan
segar yang merupakan sumber zat besi nonheme menunjukkan fluktuasi musiman
yang besar membuat lebih terjangkau dari segi ekonomi.96
Kadar hemoglobin juga dipengaruhi oleh kepatuhan minum tablet besi ibu
hamil. Dari hasil penelitian Nurmasari (2019) didapatkan bahwa kepatuhan ibu
dalam konsumsi tablet besi secara signifikan menurunkan kejadian anemia
(p=0,001).76

6.5 Hubungan Asupan Mikronutrien dengan Kadar Hemoglobin


6.5.1 Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin
Zat besi dalam tubuh berperan penting sebagai bahan utama dalam sintesis
hemoglobin, ketika cadangan besi dalam tubuh berkurang maka akan berdampak
pada sintesis heme yang terganggu. Pada penelitian ini terdapat korelasi negatif
yang tidak bermakna secara statistik antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin
pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam (r=-0.024 p=0.857).
Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi
dengan penurunan kadar hemoglobin. Pada penelitian ini, sebagian besar ibu
hamil tidak mengalami anemia. Anemia atau penurunan kadar hemoglobin
merupakan manifestasi akhir dari defisiensi zat besi. Menurut Breymann, sebagian
besar ibu hamil memiliki kadar hemoglobin yang normal meskipun telah
mengalami defisiensi besi dini.97 Sebanyak 75% ibu hamil yang pada awal
kehamilan trimester pertama memiliki kadar hemoglobin yang normal, pada
trimester kedua mengalami defisiensi zat besi.98
Hal ini dijelaskan karena didalam tubuh masih memiliki simpanan zat besi
yang cukup untuk eritropoiesis yang normal. Defisiensi zat besi terjadi dalam 3
tahap.99 Tahap pertama adalah keseimbangan zat besi negatif, di mana kebutuhan
akan zat besi melebihi kapasitas tubuh untuk menyerap zat besi. Seperti
mekanisme fisiologis pada masa kehamilan. Selama periode ini, simpanan zat besi
tubuh kadar feritin serum atau kadar besi sumsum tulang, TIBC, dan kadar

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 47


protoporfirin sel darah merah akan tetap dalam kisaran normal. Pada tahap ini,
morfologi dan indeks sel darah merah masih normal.
Ketika simpanan zat besi tubuh habis, kadar zat besi serum mulai turun.
TIBC dan kadar protoporfirin sel darah merah secara bertahap meningkat.
Penyimpanan zat besi sumsum tulang sudah habis ketika kadar feritin serum turun
di bawah <15 μg/l. Pada saat ini sintesis hemoglobin tidak terpengaruh, dan serum
besi tetap berada dalam kisaran normal meskipun telah terjadi deplesi simpanan
zat besi tubuh. Sintesis hemoglobin akan terganggu ketika saturasi transferrin
turun di bawah 15-20%, pada tahap ini eritropoiesis akan terganggu.
Perkembangan anemia defisiensi besi dan kecepatan terjadinya anemia akan
tergantung pada penyimpanan besi basal tubuh. Hal ini dipengaruhi pada usia
individu, jenis kelamin, tingkat pertumbuhan, dan keseimbangan penyerapan dan
kehilangan zat besi.
Defisiensi besi harus ditata laksana dimulai dari diet tinggi zat besi seperti
daging merah, kacang merah dan sayuran hijau. Namun, pemenuhan dari diet saja
tidak dapat mengembalikan cadangan zat besi dan hemoglobin ke tingkat normal
karena perlu diperhatikan bioavailabilas zat besi pada makanan dan interaksinya
dengan zat penghambat. Ketika telah terjadi penurunan kadar hemoglobin yang
signifikan, terapi suplemen zat besi harus segera diberikan untuk menormalkan
kadar hemoglobin dan indeks Wintrobe serta mengisi kembali cadangan zat besi.99
Penelitian yang dilakukan oleh Saaka (2012) menunjukkan bahwa
suplementasi zat besi dan zink efektif meningkatkan kadar hemoglobin dan serum
feritin hanya pada ibu hamil trimester pertama yang mengalami defisiensi zat besi
namun tidak meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan kadar zat
besi yang cukup. Pengaruh asupan zat besi bergantung pada status zat besi.
Peningkatan rata-rata kadar hemoglobin hanya terjadi pada ibu hamil defisiensi
zat besi dan anemia, sementara pada wanita tidak anemia suplementasi zat besi
dan zink malah memiliki respon negatif atau menurunkan kadar hemoglobin. 18
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa asupan
zat besi berhubungan dengan peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil. Pada
penelitian Besuni (2013) menunjukkan terdapat hubungan antara asupan zat besi
dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil di kabupaten Gowa (r=0.000).100

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 48


Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih di Kabupaten Jember yaitu tingkat
kecukupan zat besi secara statistik bermakna menurunkan risiko terjadinya anemia
pada ibu hamil.80 Pada penelitian Bauw (2017), terdapat hubungan bermakna
antara asupan besi dengan kadar hemoglobin.101
Besi merupakan unsur yang sangat esensial untuk pembentukan
hemoglobin. Defisiensi zat besi dalam jangka panjang akan mempengaruhi
eritropoiesis sehingga kadar hemoglobin menurun sehingga terjadilah anemia
defisiensi besi. Zat besi dalam makanan terdiri dari besi heme dan nonheme. Zat
besi heme banyak terdapat pada sumber makanan hewani dan memiliki
bioavaibilitas yang tinggi seperti daging, unggas, makanan laut, dan ikan.102
Sedangkan besi nonheme banyak terdapat pada sumber nabati seperti biji-bijian,
kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan.
Sebagaimana diketahui bahwa besi heme lebih mudah diserap oleh tubuh
daripada besi nonheme. Sedangkan penyerapan zat besi nonheme dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti zat yang terkandung dalam sayuran, teh dan kopi yaitu
fitat, polifenol, tanin dan kalsium. Kandungan tanin dalam teh diketahui
membentuk ikatan larut dengan molekul besi nonheme sehingga mencegah
penyerapan besi nonheme dalam tubuh.103 Adapun polifenol banyak terdapat di
sayuran, buah-buahan, beberapa sereal dan kacang-kacangan, teh, kopi, dan
anggur. Sereal dan kacang-kacangan selain mengandung polifenol juga
mengandung fitat yang menambah efek penghambatan absorpsi. Berbeda dari
inhibitor lain yang hanya mempengaruhi penyerapan zat besi nonheme, kalsium
juga memiliki efek negatif pada penyerapan zat besi nonheme dan heme, diduga
bahwa penghambatan berlangsung selama pengambilan awal ke dalam
enterosit.104
Pratiwi menjelaskan bahwa terhambatnya penyerapan zat besi
meningkatkan risiko anemia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi
menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi sumber pangan inhibitor zat besi
berkontribusi terhadap kejadian anemia pada ibu hamil trimester ketiga,
didapatkan bahwa penyerapan zat besi dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi
sumber pangan enhancer dan mengurangi asupan sumber pangan inhibitor. 105

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 49


Adapun zat yang membantu penyerapan zat besi nonheme adalah vitamin
C, daging, ikan dan unggas.103 Vitamin C atau asam askorbat akan mengatasi efek
negatif pada penyerapan zat besi dari semua inhibitor, yang meliputi fitat,
polifenol, dan kalsium dan protein dalam produk susu, dan akan meningkatkan
penyerapan besi dan fortifikasi. Dalam buah dan sayuran, efek peningkatan asam
askorbat sering dihambat oleh efek penghambat polifenol.
Ibu hamil yang belum mengonsumsi sumber besi heme yang cukup dalam
pangan hariannya berkorelasi dengan bioavailabilitas besi yang rendah.102
Sehingga walaupun rata-rata asupan zat besi cukup tidak selalu berpengaruh
terhadap kadar hemoglobin. Keterbatasan dalam penelitian ini tidak membedakan
besi heme dan nonheme.

6.5.2 Hubungan Asupan Zink dengan Kadar Hemoglobin


Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
asupan zink dengan kadar hemoglobin ibu hamil. Hasil uji menunjukkan terdapat
negatif yang tidak bermakna secara statistik antara asupan zink dan kadar
hemoglobin pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam. Hal ini sejalan dengan
penelitian Rif’ani (2017) yang mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat kecukupan zink (p=0,127) dengan kadar hemoglobin ibu
hamil.86 Dari hasil penelitian Bauw (2017) menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara asupan zink dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil di wilayah
Puskesmas Halmahera Semarang (p=0,357).101
Menurut Saaka (2012), asupan zink mempengaruhi kadar hemoglobin ibu
hamil. Suplementasi besi dan zink efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin
dan serum ferritin pada wanita yang mengalami defisiensi zat besi pada awal
kehamilan, namun tidak berpengaruh pada wanita yang memiliki kadar besi yang
cukup. Pada wanita yang tidak anemia suplementasi zat besi dan zink malah
memiliki respon negatif atau menurunkan kadar hemoglobin.18
Asupan zink yang tidak mencukupi berkorelasi dengan rendahnya kadar
zink dalam darah. Selain itu, zink dalam serum akan diikat protein albumin oleh
karena itu rendahnya asupan protein juga menurunkan kadar zink.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 50


Kadar plasma zink dan hemoglobin berkorelasi negatif pada awal
kehamilan disebabkan oleh beberapa faktor. Rendahnya kadar plasma zink
disebabkan karena inadekuatnya ekspansi volum plasma akibat defisiensi zink.
Nutrisi yang tidak baik menyebabkan penurunan jumlah plasma. Penurunan
jumlah plasma secara relatif akan meningkatkan kadar hemoglobin ibu hamil
trimester I. Selain itu pada trimester I, eritropoiesis janin akan meningkat sehingga
membutuhkan IGF-1 yang sintesisnya membutuhkan zink. Eritropoiesis pada
janin juga membutuhkan tambahan hormon eritropoietin, zink dan oksigen.18
Suplai oksigen yang mencukupi untuk proses eritropoiesis akan meningkatkan
eritropoiesis ibu. Eritropoiesis ibu yang meningkat akan meningkatkan kadar
hemoglobin.
Sedangkan kadar zink yang tinggi namun memiliki kadar hemoglobin
yang rendah disebabkan karena kurangnya oksigen sehingga tidak dapat
merangsang eritropoiesis ibu. Selain itu tidak semua makanan zink yang
dikonsumsi dapat terserap sempurna. Penyerapan zink dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Fitat yang terkandung dalam makanan pokok seperti sereal, jagung, dan
beras memiliki efek negatif terhadap penyerapan zink yang berasal dari daging.
Pengurangan fitat dengan menggunakan enzim fitat dapat meningkatkan
penyerapan zink.106 Pencemaran cadmium pada bahan pangan yang banyak
terdapat di lingkungan seperti dari penggunaan pestisida dan pembuangan limbah
industri juga menghambat penyerapan zink.106

6.5.3 Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kadar Hemoglobin


Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
asupan asam folat dengan kadar hemoglobin ibu hamil. Hasil uji menunjukkan
terdapat korelasi positif yang tidak bermakna secara statistik antara asupan folat
dan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di Kabupaten Agam. Hal ini
sejalan dengan penelitian Rif’ani (2017) yang mendapatkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan asam folat (p=0,543) dengan
kadar hemoglobin ibu hamil.86 Patimah dkk (2011) mendapatkan bahwa rata-rata
asupan asam folat tidak berbeda antara kelompok ibu hamil anemia dan tidak
anemia (p >0.05).75

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 51


Namun pada penelitian ini menjelaskan terdapat kecenderungan bahwa
konsumsi asam folat akan meningkatkan kadar hemoglobin. (r=0.467 p=0.205).
Pada penelitian Belay E (2019) setelah pemberian suplementasi besi asam folat
pada ibu hamil yang anemia di Ethiopia rata-rata hemoglobin meningkat 10.6%
(10.4-11.5 g/dL) dan hanya 8.7% (11.5-12.5) pada yang tidak mengalami
anemia.107
Anemia lebih sering terjadi pada defisiensi beberapa mikronutrien.
Interaksi vitamin dan mineral dalam respon hematologis cukup kompleks,
suplementasi multivitamin meningkatkan konsentrasi hemoglobin namun hal ini
dipengaruhi oleh usia, populasi, kombinasi dan dosis vitamin.19
Berbeda dengan hasil penelitian Besuni (2013) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara asupan folat dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil di
kabupaten Gowa (P=0.02).107 Folat dan vitamin B12 diperlukan untuk sintesis
asam nukleat sel darah merah. Tanpa asam nukleat (DNA atau RNA), proses
pembentukan sel darah merah tidak berjalan efektif sehingga menghasilkan
prekursor sel darah merah yang lebih besar dengan nukleus yang abnormal
(misalnya hipersegmentasi).63
Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan metode pengukuran konsumsi
makanan. Besuni dalam penelitiannya menggunakan formulir food recall 24 jam
sedangkan pada penelitian ini menggunakan FFQ yang lebih menggambarkan
kebiasaan makan. Metode food recall hanya menilai makanan yang dikonsumsi
pada 24 jam lalu, sedangkan anemia terjadi dalam waktu yang lama sehingga
metode food recall 24 jam tidak menggambarkan anemia.

6.5.4 Hubungan Vitamin A dengan Kadar Hemoglobin


Pada penelitian ini terdapat korelasi negatif yang tidak bermakna secara
statistik antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di
Kabupaten Agam (r=-0.142 p=0.291) yang artinya tidak terdapat hubungan antara
asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin ibu hamil.
Hal ini sejalan dengan penelitian Rif’ani (2017) yang mendapatkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan karotenoid
(p=0,074) dengan kadar hemoglobin ibu hamil.86 Tidak adanya hubungan antara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 52


asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin dapat disebabkan karena beberapa
faktor salah satunya faktor penyerapan vitamin A. Penyerapan vitamin A
tergantung tingkat konsumsi protein, karena vitamin A diangkut oleh RBP
sehingga apabila protein rendah maka penyerapan vitamin A pun berkurang
walaupun asupan vitamin A dalam jumlah yang cukup (Briawan, 2014).108
Almatsier (dalam Sahana, 2015) menjelaskan salah satu faktor yang bisa
menyebabkan kondisi anemia meskipun rata-rata konsumsi vitamin A responden
tergolong cukup adalah konsumsi lemak yang cukup. Vitamin A adalah salah satu
vitamin larut lemak yang diabsorpsi tubuh bersama dengan lipida yang lain
sehingga absorpsinya tidak akan maksimal ketika konsumsi lemak kurang.109 Pada
penelitian Wibowo menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang antara
asupan nutrisi ibu dan status gizi dalam darah. Sebagian besar wanita hamil
trimester pertama di Jakarta memiliki tingkat asupan vitamin A yang tinggi
(70,5%), namun sebagian besar subyek memiliki serum vitamin A yang rendah
(69,7%).71
Terdapat dua sumber utama vitamin A: sumber hewani dan sumber nabati.
Semua sumber vitamin A membutuhkan lemak dalam makanan untuk membantu
penyerapan. Dalam sumber hewani, vitamin A ditemukan sebagai retinol, bentuk
'aktif' vitamin A. Sumber hewani adalah hati, kuning telur dan produk susu seperti
susu (termasuk ASI), keju dan mentega. 110
Sumber tanaman mengandung vitamin A dalam bentuk karoten yang harus
diubah selama pencernaan menjadi retinol sebelum tubuh dapat menggunakannya.
Karotenoid adalah pigmen yang memberi tanaman warna hijau dan beberapa buah
dan sayuran berwarna merah atau jingga. Vitamin A dari sumber nabati
didapatkan dari: mangga, pepaya, banyak labu, wortel, ubi dan jagung. Sumber
vitamin A lain yang baik adalah minyak sawit merah dan minyak kelapa biruti.110
Keterbatasan dalam penelitian ini tidak membedakan sumber vitamin A hewani
dan nabati.

6.5.5 Hubungan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin


Pada penelitian ini terdapat korelasi negatif yang tidak bermakna secara
statistik antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 53


Kabupaten Agam (r=-.096 p=0.472) yang artinya tidak terdapat hubungan antara
asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin ibu hamil.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sahana (2015),
jumlah konsumsi vitamin C tidak berkorelasi signifikan dengan kadar
hemoglobin.109 Dari hasil penelitian Besuni (2013) menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada ibu
hamil di kabupaten Gowa P>0.05.100 Dari hasil penelitian Bauw (2017)
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan
kadar hemoglobin pada ibu hamil di ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah
Puskesmas Halmahera Semarang (p=0.357).101 Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun asupan vitamin C baik pada responden yang anemia tidak akan
meningkatkan kadar hemoglobin karena mikronutrien di dalam tubuh saling
berinteraksi. Vitamin C berfungsi sebagai zat yang membantu penyerapan zat
besi, fungsi vitamin C ini menjadi tidak mempengaruhi apabila tidak disertai
dengan konsumsi pangan sumber besi yang tinggi. Asam askorbat adalah satu-
satunya zat dalam makanan nabati yang membantu penyerapan zat besi. Namun
proses pengolahan makanan, industri, dan penyimpanan dapat menurunkan
kandungan asam askorbat dan menghilangkan efeknya pada penyerapan zat
besi.104
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2015) didapatkan
tingkat kecukupan vitamin C secara statistik bermakna menurunkan risiko
terjadinya anemia pada ibu hamil pada analisis bivariat vitamin C (OR=0,03;
95%CI: 0,01-0,17), namun pada analisis multivariat didapatkan secara statistik
tidak bermakna.80
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Patimah dkk (2011)
menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C yang rendah berhubungan dengan status
hemoglobin ibu hamil (p = 0,004).81 Perbedaan disebabkan karena perbedaan
pengukuran data konsumsi ibu hamil. Patimah dkk (2011) dalam penelitiannya
menggunakan formulir food recall 24 jam (selama 2 hari berturut-turut) dan
kuesioner frekuensi makanan (food frequency questioner) sedangkan pada
penelitian ini hanya menggunakan FFQ. Selain itu disebabkan juga karena

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 54


perbedaan software pengolahan data asupan makanan, pada penelitian ini
menggunakan nutrisurvey sedangkan Patimah menggunakan Wfood2-I.
Anemia lebih sering terjadi pada defisiensi beberapa mikronutrien.
Interaksi vitamin dan mineral dalam respon hematologis cukup kompleks,
suplementasi multivitamin meningkatkan konsentrasi hemoglobin namun hal ini
dipengaruhi oleh usia, populasi, kombinasi dan dosis vitamin.19 Anemia juga
dipengaruhi oleh kadar zat besi, zink, vitamin A, D, C, E, asam folat, dan
riboflavin. Vitamin A dapat meningkatkan efikasi suplementasi zat besi, asam
folat dan vitamin B12 dapat mengobati dan mencegah terjadinya anemia
megaloblastik. Riboflavin, vitamin A, vitamin C membantu penyerapan zat besi di
usus. Vitamin B6 efektif dalam mencegah terjadinya anemia sideroblastik.19
Pada penelitian Lindstrom, hanya 2% ibu hamil anemia yang mengalami
defisiensi besi, 16% defisiensi zink, 15% defisiensi vitamin B12, 6% defisiensi
folat. Defisiensi mikronutrien sering terjadi bersamaan, sekitar 26% ibu hamil
mengalami defisiensi zink sekaligus vitamin B12, 4% pada ibu yang mengalami
defisiensi zink dan zat besi, 11% memiliki defisiensi folat dan vitamin B12.111

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 55


BAB 7
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan asupan mikronutrien dengan
kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester I di Puskesmas Kabupaten Agam
dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Karakteristik responden terbanyak adalah usia 20-35 tahun (87.9%),
pendidikan terakhir SMA (43.1%) dan bekerja (89.7%).
2. Rata-rata asupan zat besi, vitamin A, dan vitamin C responden dalam batas
normal sesuai anjuran gizi seimbang yaitu 27.27±12.90 mg per hari,
1113.08±538.64 RE per hari dan 85.72±105.37 mg per hari. Rata-rata
asupan zink dan folat lebih rendah dari anjuran gizi seimbang yaitu
6.29±3.11 mg per hari dan 0.08±0.22 mg per hari.
3. Rata-rata kadar hemoglobin responden adalah 11.5±80.85 g/dl. Sebagian
besar responden (87.9%) memiliki kadar hemoglobin ≥11g/dl atau tidak
mengalami anemia dan hanya 12.1% responden memiliki kadar
hemoglobin <11g/dl atau mengalami anemia
4. Tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi, zink, asam folat, vitamin A
dan vitamin C dengan kadar hemoglobin.

7.2 Saran
1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektivitas
masing-masing vitamin dan mineral atau kombinasi vitamin dan mineral
untuk melihat interaksi atau peningkatan efek terhadap kadar hemoglobin
2. Bagi petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan tentang gizi
seimbang, interaksi antar zat gizi pada ibu hamil serta dampak defisiensi
mikronutrien dan penurunan kadar hemoglobin saat hamil. Sehingga ibu
hamil sadar dan mengetahui pentingnya asupan mikronutrien saat
kehamilan.
3. Pengambilan data asupan mikronutrien akan lebih baik jika juga
melakukan penilaian laboratorium terhadap status zat gizi dalam darah.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 56


DAFTAR PUSTAKA
1. Darnton-Hill I dan Mkparu UC. Micronutrients in pregnancy in low- and
middle-income countries. Nutrients. 2015; 7: 1744-1768
2. Gernand AD, Schulze KJ, Stewart CP, West Jr KP, Christian Parul.
Micronutrient deficiencies in pregnancy worldwide: health effects and
prevention. Nat Rev Endocrinol. 2016 May; 12(5): 274–289
3. Ramakrishnan U. Prevalence of micronutrient malnutrition worldwide.
Nutr Rev. May 2002; (II): S46–S52
4. World Health Organization and Centers for Disease Control and
Prevention. The global prevalence of anaemia in 2011 [internet]. 2015
(diakses Juli 2019). Tersedia dari
http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/global_prevale
nce_anaemia_2011/en/
5. E. McLean, I. Egli, M. Cogswell, B. de Benoist, dan D. WWojdyl. 2007.
Worldwide prevalence of anemia in preschool aged children, pregnant
women and non-pregnant women of reproductive age. Dalam Basel, J.
Badham, M. B. Zimmermann, and K. Kraemer (Ed), Nutritional Anemia.
Switzerland: Sight and Life Press.
6. S.-R. Pasricha and H. Drakesmith. Iron deficiency anemia: problems in
diagnosis and prevention at the population level. Hematology/Oncology
Clinics of North America. 2016;30(2):309–25.
7. Kementrian Kesehatan RI. Hasil utama Riskesdas 2018. Jakarta:
Kemenkes RI; 2018.
8. Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Data pembangunan Provinsi Sumbar.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat.
http://sdp2d.sumbarprov.go.id/data_profil/html2print/244/0/2/2012-2016
-Diakses 2 Oktober 2019
9. BPS Kabupaten Agam. Kabupaten Agam dalam Angka; 2018
10. Sifakis S, Pharmakides G. Anemia in pregnancy. Ann N Y Acad
Sci. 2000;900:125-36.
11. Matthew J. Warner, Muhammad T. Kamran. Anemia, Iron Deficiency:
StatPearls Publishing; 2019

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 57


12. Harvey T, Zkik A, Auges M, and Clavel T. Assessment of iron
deficiency and anemia in pregnant women: an observational french
study. Womens Health (Lond). 2016 Jan; 12(1): 95–102.
13. Bencaiova G, Breymann C. Mild anemia and pregnancy outcome in a
Swiss collective. J. Pregnancy. 2014;1-8
14. Sanghyi TG, Harvey PW, Wainwright E. Maternal iron-folic acid
supplementation programs: evidence of impact and implementation.
Food Nutr. 2010; 31(Suppl. 2):100–107
15. Peña-Rosas JP, De-Regil LM, Garcia-Casal MN, Dowswell T. Daily oral
iron supplementation during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev.
2015 Jul 22;(7)
16. Rizki Fadlina, Lipoeto Nur Indrawati, Ali Hirowati. Hubungan
suplementasi tablet fe dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester
III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Jurnal FK Unand.
2017;6(3):502-6
17. Imdad A, Bhutta ZA. Routine iron/folate supplementation during
pregnancy: effect on maternal anaemia and birth outcomes. Paediatr
Perinat Epidemiol. 2012;26:168–177
18. Saaka, Mahama. Combined iron and zinc supplementation improves
haematologic status of pregnant women in upper west region of Ghana.
Ghana Med J. 2012; 46(4):225-233
19. Fishman SM, Christian P, West Jr KP. The role of vitamins in the
prevention and control of anaemia. Public Health Nutrition. 2000;
3(2):125-150
20. Hamdy AM, Aleem Muhammad A, El-Shazly AA. Maternal vitamin A
deficiency during pregnancy and its relation with maternal and neonatal
hemoglobin concentrations among poor Egyptian families. ISRN Pediatr.
2013; 2013: 1-6
21. Marangoni F, Cetin I, Verduci E, Canzone G, Giovannini M, Scollo P,
Corsello G, Poli A. Maternal diet and nutrient requirements in pregnancy
and breastfeeding. An Italian Consensus Document. Nutrients. 14
Oktober 2016;8(10):1-17.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 58


22. L.M, Paciorek C, Flaxman S, Branca F, ET Peña-Rosasegional. Global,
regional, and national trends in total and severe anaemia prevalence in
children and pregnant and non pregnant women. Lancet Glob Health
2013; 1: 16-25
23. Cetin I, Berti C, Mandò C, Parisi, F. Placental iron transport and maternal
absorption. Ann. Nutr. Metab. 2011;59(1):55-8
24. Allen, L.H. Anemia and iron deficiency: Effects on pregnancy outcome.
Am J. Clin Nutr. 2000 May;71(5):1280-4
25. Khambalia AZ, Collins CE, Roberts CL, Morris JM, Powell KL,Tasevski
V, Nassar N. Iron deficiency in early pregnancy using serum ferritin and
soluble transferrin receptor concentrations are associated with pregnancy
and birth outcomes. Eur J Clin Nutr. 2016 Mar;70(3):358-63
26. Alwan NA, Cade JE, McArdle HJ, Greenwood DC, Hayes HE, Simpson
NA. Maternal iron status in early pregnancy and birth outcomes: insights
from the baby’s vascular health and iron in pregnancy study. Br J Nutr.
2015 Jun 28;113(12):1985-92
27. Krebs, NF, Domellöf M, Ziegler E. Balancing benefits and risks of iron
fortification in resource-rich countries. J Pediatr. 2015 Oct;167(4):S20-5.
28. Kelkitli Engin, et al. Serum zinc levels in patients with iron deficiency
anemia and its association with symptoms of iron deficiency anemia.
Ann Hematol. 2016; 95(5).
29. Gammoh NZ, Rink L, zinc in infection and inflammation. Nutrients.
2017; 9 (6):624.
30. Chaffee BW, King JC. Effect of zinc supplementation on pregnancy and
infant outcomes: a systematic review. Paediatric and Perinatal
Epidemiology. 2012; 26 (Suppl. 1):118–137.
31. Ian Darnton Hill. Zinc supplementation during pregnancy. e-Library of
Evidence for Nutrition Actions (eLENA) WHO. 2013. Tersedia di
https://www.who.int/elena/titles/bbc/zinc_pregnancy/en/ -Diakses Juli
2019

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 59


32. Hoey L, McNulty H, Duffy ME, Hughes CF, Strain JJ. EURRECA-
Estimating folate requirements for deriving dietary reference values. Crit.
Rev. Food Sci. Nutr. 2013; 53: 1041–1050.
33. Pietrzik K, Bailey L, Shane B. Folic acid and L-5-
methyltetrahydrofolate: comparison of clinical pharmacokinetics and
pharmacodynamics. ClinClin Pharmacokinet. 2010; 48:535-548.
34. Bodnar LM, Himes KP, Venkataramanan R, et al. Maternal serum folate
species in early pregnancy and risk of preterm birth. Am J Clin Nutr.
2010;92:864-871.
35. Suh JR, Herbig AK, Stover PJ. New perspectives on folate catabolism.
Annu Rev Nutr. 2001; 21:255-282.
36. Cawley S, Mullaney L, McKeating A, Farren M, McCartney D, Turner
MJ, A review of European guidelines on periconceptional folic acid
supplementation. Eur. J. Clin. Nutr. 2016; 70: 143–154.
37. Bibbins-Domingo K, Grossman DC, Curry SJ, et al. Folic acid
supplementation for the prevention of neural tube defects: US preventive
services task force recommendation statement. JAMA 2017; 317: 183–
189.
38. Viswanathan M, Treiman KA, Kish-Doto J, et al. Folic acid
supplementation for the prevention of neural tube defects: an updated
evidence report and systematic review for the US preventive services
task force. JAMA 2017; 317: 190–203.
39. Cañete A, Cano E, Muñoz-Chápuli R, Carmona R. Role of Vitamin
A/Retinoic Acid in Regulation of Embryonic and Adult Hematopoiesis.
Nutr. 2017;9(159):1-18
40. Checkley W, West KP, Wise RA. Maternal vitamin A supplementation
and lung function in offspring. N Engl J Med. 2010; 362:1784–1794
41. Akhtar S, Ahmed A, Randhawa MA, Atukorala S, Arlappa N, Ismail T,
Ali Z. Prevalence of vitamin A deficiency in South Asia: Causes,
outcomes, and possible remedies. J. Health Popul. Nutr. 2013; 31: 413–
423.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 60


42. World Health Organization. Global prevalence of vitamin A deficiency
in populations at risk. WHO. 2009. Tersedia di http://www.who.int/
vmnis /vitam ina/preva lence /en/.
43. Bailey RL, West K.P., Jr.; Black, R.E. The epidemiology of global
micronutrient deficiencies. Ann. Nutr. Metab. 2015; 66:22–33.
44. Smith A, Di Primio G, Humphrey-Murto S. Scurvy in the developed
world. Cmaj. 2011;183(11):752-5.
45. Lau H, Massasso D, Joshua F. Skin, muscle and joint disease from the
17th century: scurvy. Int J Rheum Dis. 2009;12(4):361–5.
46. Skrovanek S, DiGuilio K, Bailey R. Zinc and gastrointestinal disease.
World J Gastrointest Pathophysiol. 2014; 5:496-513.
47. Turner J, Badireddy M. Anemia. StatPearls Publishing; 2019
48. WHO. Micronutrient deficiencies. Iron deficiency anaemia. 2011.
Tersedia di www.who.int.www.who.int/nutrition/topics/
ida/en/index.html. Diakses Agustus 2019
49. Prakash, Satyavan Yadav, Khushbu. Maternal anemia in pregnancy: an
overview. Ijppr.Human, 2015; Vol. 4 (3): 164-179.
50. Wirawan R. Pemeriksaan laboratorium hematologi. Jakarta: FKUI; 2012
51. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat; 2007:8-
19.
52. McPherson RA, Pincus, MR. Henry's clinical diagnosis and management
by laboratory methods (22 ed.). Philadelphia: Saunder Elsevier;2011
53. Randox Laboratories Limited, Hemoglobin (Hb) colorimetric method
manual. United Kingdom; 2008
54. Kumar KJ, Asha N, Murthy DS, Sujatha MS, Manjunath VG. Maternal
anemia in various trimesters and its effect on newborn weight and
maturity: an observational study. Int J Prev Med. 2013 Feb; 4(2): 193–
199.
55. Blackburn S. Chapter 8. Hematologic and hemostatic systems. Dalam
Maternal, Fetal, & Neonatal Physiology. 4th ed. London, United
Kingdom: Elsevier; 2013:216–246.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 61


56. Sanghavi M, Rutherford JD. Cardiovascular physiology of pregnancy.
Circulation. 2014;130:1003–1008.
57. F Parisi, I di Bartolo, VM Savasi dan I Cetin. Micronutrient
supplementation in pregnancy: who, what and how much?. Obst Med.
2018; 0(0):1–9
58. Sirajuddin, Sumita, Astuti T. Survey Konsumsi Pangan. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan;2018.
59. Charlebois, S. Food recalls, systemic causal factors and managerial
implications the case of premiere quality foods. 2011; 113(5):625–636.
60. Knez M, Graham RD, Welch RM, Stangoulis JC. New perspectives on
the regulation of iron absorption via cellular zinc concentrations in
humans. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 2017; 57 (10):2128–2143.
61. Milman N. Iron and pregnancy—a delicate balance. AnnHematol.
2006;85:559–565
62. Koury MJ, Ponka P. New insights into erythropoiesis: the role of folate,
vitamin B12 and iron. Annu Rev Nutr. 2004;24:105-131.
63. Moore CA, Adil A. Macrocytic anemia. StatPearls [Internet]; 2019.
64. Bentley S, Hermes A, Phillips D. Comparative effectiveness of a prenatal
medical food to prenatal vitamins on hemoglobin levels and adverse
outcomes: a retrospective analysis. Clin Therapeut. 2011;33:204-210.
65. Neves PAR, Castro MC, Oliveira CVR. Effect of vitamin a status during
pregnancy on maternal anemia and newborn birth weight: results from a
cohort study in the Western Brazilian Amazon. Eur J Nutr. 2018:1-12
66. Michelazzo FB, Oliveira JM, Stefanello J, Luzia LA, Rondó PHC. The
influence of vitamin a supplementation on iron status. Nutrients. 2013; 5:
4399-4413
67. Da Cunha MS, Siqueira EM, Trindade LS, Arruda SF. Vitamin A
deficiency modulates iron metabolism via ineffective erythropoiesis. J.
Nutr. Biochem. 2014; 25: 1035–1044.
68. Citelli M, Bittencourt L, Da Silva S, Pierucci A, Pedrosa C. Vitamin a
modulates the expression of genes involved in iron bioavailability. Biol.
Trace Element Res. 2012; 149: 64–70.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 62


69. Zhang X, Chen K, Qu P, Liu YX, Li TY. Effect of biscuits fortified with
different doses of vitamin A on indices of vitamin A status, hemoglobin
and physical growth levels of pre-school children in Chongqing.Public
Health Nutr. 2010; 13: 1462–1471.
70. Wibowo N, Bardosono S, Irwinda R, Syafitri I, Putri AS, Prameswari N.
Assessment of the nutrient intake and micronutrient status in the first
trimester of pregnant women in Jakarta. Med J Indones. 2017;26:109–15.
71. Lampinen R, Vehviläinen-Julkunen K, Kankkunen Päivi. A review of
pregnancy in women over 35 years of age. The Open Nursing Journal.
2009;3:33-38.
72. Bellieni C. The best age for pregnancy and undue pressures. J Family
Reprod Health. 2016 Sep; 10(3): 104–107.
73. Balascha Juan dan Eduard G. Delayed childbearing: effects on fertility
and the outcome of pregnancy. Curr Opin Obstet Gynecol. 2012:24;187–
193.
74. Patimah S, Hadju V, Bahar B, Abdullah Z. Pola konsumsi dan kadar
hemoglobin pada ibu hamil di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Makara, Kesehatan. 2011;15(1): 31-36.
75. Nurmasari V, Sumarmi S. Hubungan keteraturan kunjungan antenatal
care dan kepatuhan konsumsi tablet fe dengan kejadian anemia pada ibu
hamil trimester iii di Kecamatan Maron Probolinggo. Amerta Nutr. 2019.
46-51
76. Judistiani RTD, Wibowo MA, Sugianli AK, Prihatni D. Kecukupan
asupan zat besi dan protein pada ibu hamil trimester I : masihkah
berkaitan dengan kadar ferritin serum ?. Jurnal PKM Unpad. 2018;
2(9):1-8

77. Rahayu S, Gumilang L. Astuti S, Nirmala SA. Judistiani TD. Survei


asupan asam folat dan seng pada ibu hamil di Jawa Barat. Jurnal
Kesehatan Vokasionalb. 2019;4(3):1-8.
78. Bardosono, Saptawati. Maternal micronutrient deficiency during the first
trimester among indonesian pregnant women living in Jakarta. Jurnal UI.
2016; 4(2):76-81

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 63


79. Setyaningsih W, Ani LS, Utami NWA. Iron folate consumption, energy
and iron adequacy level associated with prevalence of anaemia among
pregnant women in Jember. Public Health and Preventive Medicine
Archive (PHPMA). 2015; 3(1): 3-10.

80. Astriningrum EP, Hardinsyah, Nurdin NM. Asupan asam folat, vitamin
b12 dan vitamin c pada ibu hamil di Indonesia berdasarkan studi diet
total. J. Gizi Pangan. Maret 2017; 12(1):31-40
81. Greenberg JA,1 Stacey JB, Guan Y, Yan-hong Yu. Folic acid
supplementation and pregnancy: more than just neural tube defect
prevention. Reviews In Obstetrics & Gynecolog. 2011: 4(2);52-59
82. Veronica E. Ohrvik dan Witthoft CM. Human folate bioavailability.
nutrients. 2011 Apr; 3(4): 475–490.
83. Zekovic M, Djekic-Ivankovic M, dan Glibetic M. Validity of the food
frequency questionnaire assessing the folate intake in women of
reproductive age living in a country without food fortification:
application of the method of triads. Nutrients. 2017 Feb; 9(2): 128.
84. Shelke N Keith L. Folic acid supplementation for women of childbearing
age versus supplementation for the general population: a review of the
known advantages and risks. Int J Family Med. 2011; 1-4
85. Rif’ani Rifa. Hubungan tingkat kecukupan karotenoid, flavonoid, zink
dan asam folat dengan kadar hemoglobin ibu hamil di wilayah
puskesmas pringsurat kabupaten Temanggung (Tesis). Semarang;
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2017:1-65
86. Sukarno, Slamet. Pengembangan dan validasi metode analisis penetapan
kadar vitamin a dalam minyak goreng sawit secara kromatografi cair
kinerja tinggi (Tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor: 2011.
87. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.
88. Caesaria DC. Hubungan asupan zat besi dan vitamin c dengan kadar
hemoglobin pada ibu hamil di Klinik Usodo Colomadu Karanganyar
(Tesis). Surakarta; Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2015.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 64


89. Lee S, Choi Y, Sung J. Effect of different cooking methods on the
content of vitamins and true retention in selected vegetables. Food Sci
Biotechnol. 2018 Apr; 27(2): 333–3
90. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.Profil Dinas Kesehatan
Sumatera Barat 2019. Padang: Dinkes Provinsi Sumatera Barat.
91. Wang C, Lin Li, Su Rina,Zhu W, Wei Y, Yan Jie, et al. Hemoglobin
levels during the first trimester of pregnancy are associated with the risk
of gestational diabetes mellitus, pre-eclampsia and preterm birth in
Chinese women: a retrospective study. BMC Pregnancy and Childbirth.
2018;18(263):1-11
92. Asrie F. Prevalence of anemia and its associated factors among pregnant
women receiving antenatal care at Aymiba Health Center, northwest
Ethiopia. Journal of blood medicine. 2017:8;35-40
93. Sunuwar DR, Sangroula RK, Shakya NS, Yadav R, Chaudhary NK,
Pradhan PMS. Effect of nutrition education on hemoglobin level in
pregnant women: A quasi-experimental study. PLoS One. 2019; 14(3): 1-
12
94. Natalia S, Sumarmi S, Nadhiroh SR. Cakupan anc dan cakupan tablet fe
hubungannya dengan prevalensi anemia di Jawa Timur. Media Gizi
Indonesia. 2017;11(70):70-76
95. Bhargava A, Scrimshaw NS, Bouis HE. Dietary intakes and
socioeconomic factors are associated with the hemoglobin concentration
of Bangladeshi women. Journal of Nutrition. April 2001; 131(3):758-
764 ·
96. Breymann C. Iron deficiency anemia in pregnancy. Semin Hematol. 2015
Oct;52(4):339-47.
97. Loy SL, Lim LM, Chi C. Iron status and risk factors of iron deficiency
among pregnant women in Singapore: a cross-sectional study. BMC
Public Health.2019;19(397):1-10
98. Barragán G, Santoyo IA, Ramos SCO, Peñafiel. Iron deficiency anaemia.
Rev Med Hosp Gen Méx. 2016;79(2):88-97

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 65


99. Besuni A. Jafar N, Indriasari R. Nutrients intake relationship forming
red blood cells with hemoglobin levels in pregnant women in Gowa
regency. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Universitas
Hasanudin. 2013;1-10
100. Bauw NR. Candra A. Hubungan asupan mikronutrien dengan jenis
anemia pada ibu hamil. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2017;6(2):993-
1000
101. Fitri YP, Briawan D, Tanziha I, Madanijah S. Tingkat kecukupan dan
bioavailabilitas asupan zat besi pada ibu hamil di kota Tangerang. Jurnal
MKMI. 2016;12(3): 185-191.
102. Zijp IM, Korver O, Tijburg LB. Effect of tea and other dietary factors on
iron absorption. Crit Rev Food Sci Nutr. 2000 Sep;40(5):371-98
103. Hurrell R, Egli I. Iron bioavailability and dietary reference values. The
American Journal of Clinical Nutrition. 2010: 91(5);1461–467
104. Pratiwi R, Widari D. Hubungan konsumsi sumber pangan enhancer dan
inhibitor zat besi dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Amerta
Nutr.2018: 0(0);283-291.
105. Lönnerdal B. Dietary factors influencing zinc absorption. J Nutr. 2000
May;130(5S Suppl):1378-83.
106. Belay E, Endrias A, Alem B, Endris K. Hematological responses to iron-
folate supplementation and its determinants in pregnant women attending
antenatal cares in Mekelle City, Ethiopia. PLoS One. 2019 February 22;
14(2):1-12.
107. Briawan, D. 2014. Anemia masalah gizi pada remaja wanita. Jakarta:
EGC
108. Sahana ON, Sumarmi S. Hubungan asupan mikronutrien dengan kadar
hemoglobin pada wanita usia subur (wus). Media Gizi Indonesia.
2015;10(2):184–191.
109. Gilbert C. What is vitamin A and why do we need it?. Community Eye
Health. 2013; 26(84): 65.
110. Lindstrom E, Hossain B Mohammad, Lonnerdal Bo, Raqib R, El Arifeen
S Dan Ekstrom Ec. Prevalence of anemia and micronutrient deficiencies

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 66


in early pregnancy in rural Bangladesh, the MINIMat trial. Acta Obstet
Gynecol Scand. 2011 Jan;90(1):47-56.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 67


Lampiran 1

Jadwal Kegiatan

BULAN
NO KEGIATAN
5 6 7 8 9 10 11 12 1
PENGESAHAN
1 JUDUL OLEH TIM
SKRIPSI
PEMBUATAN
2
PROPOSAL
3 UJIAN PROPOSAL
REVISI
PROPOSAL,
4
PENELITIAN DAN
ANALISIS DATA
5 UJIAN SKRIPSI
REVISI DAN
6 MEMPERBANYAK
SKRIPSI

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 68


Lampiran 2. Rincian Biaya

No. Kegiatan Biaya (Rp)


1. Bahan ujian Proposal 150.000
2. Bahan ujian skripsi 250.000
3. Transportasi 200.000
Total 600.000

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 69


Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Surat Izin Pengambilan Data Puskesmas Pakan Kamis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 70


Surat Izin Pengambilan Data Puskesmas Kapau

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 71


Surat Izin Pengambilan Data Puskesmas Baso

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 72


Surat Izin Pengambilan Data Puskesmas Biaro

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 73


Surat Izin Pengambilan Data Puskesmas Magek

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 74


Lampiran 4 Keterangan Lolos Kaji Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 75


Lampiran 5 Formulir Persetujuan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 76


Lampiran 6 Kuisioner Food Frequency Quality

Nama Bahan DAY WEEK MONTH AMOUNT KET


Makanan
IKAN LAUT
Balado
Goreng
Gulai/santan
Rebus/asampadeh
Bakar
Kaleng
Lain-lain
Ikan laut lain
Balado
Goreng
Gulai/santan
Lain-lain
IKAN ASIN
Tumis
Balado
Gulai
Palai
Lain-lain
UDANG
Tumis
Balado
Gulai/santan
Lain-lain/bakar
TELUR
Balado
Dadar/matasapi
Rebus
Santan
Teh telur
Telur puyuh sop
Tumis t. puyuh
Lain-lain
TAHU
Goreng
Balado
Tumis
Santan
Asam padeh

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 77


Lain-lain
TEMPE
Goreng
Balado
Tumis
Santan
Asam padeh
Lain-lain
KACANG TANAH
Goreng
Balado
Tumis
Kacang Bogor
Rebus
Bakar
Selei kacang
Lain-lain
KACANG HIJAU
Rebus
Kolak/santan
Lain-lain
KACANG LAIN
Rebus
Goreng
Santan/rendang
Lain-lain
AYAM/BURUNG
Goreng biasa
Balado
Gulai
Rebus/sop
Soto
Sate/bakar
Semur
Rendang
Lain-lain
SAPI
Goreng
Balado
gulai
Sup sayuran
Soto
Sate/bakar

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 78


Semur
Rendang
Kornet
Lain-lain
HATI
Goreng
Balado
Gulai/santan
Sup sayuran
Soto
Sate/bakar
Semur
Rendang
Lain-lain
OTAK
Gulai/santan
Lain-lain
JEROHAN
Gulai/santan
Rendang
Lain-lain
MAK. SIAP SAJI
Hamburger
Ayam Kentucky
Kentang Kentucky
SUSU
Susu biasa
Rendah lemak
Susu kental manis
Susu segar
Yoghurt biasa
Lain-lain
KEJU
Keju biasa
SAYURAN HIJAU
Kangkung
Tumis
Rebus
Santan
Pecel
Bayam
Tumis
Rebus

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 79


Daun Ubi
Rebus
Santan
Palai
SAYURAN LAIN
Kol
Wortel
Bunga kol
Terong
Ketimun
Tomat
Slada
Labu siam
Sawi
Tauge
Kacang panjang
KENTANG
Sup
Rebus
Goreng
Pergedel
Lain-lain
BUAH-BUAHAN
Pisang
Pepaya
Jeruk
Mangga
Nanas
Rambutan
Duku
Durian
Apel
Anggur
Alpokat
Pir
Melon
Semangka
Salak
Jambu air
Jambu bol
Markisa
Sawo
Nangka

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 80


Buah kering
Buah kaleng
Lain-lain
SUMBER
KARBOHIDRAT
Nasi biasa
Nasi goreng
Jagung rebus
Jagung goreng
Jagung bakar
Mi rebus
Mi goreng
Roti + mentega
Roti + selei
Roti+sele+mentega
Singkong rebus
Singkong goreng
Ubi rebus
Ubi goreng
sagu
Permen
Coklat
MINUMAN
Teh dengan gula
Kopi dengan gula
Kopi susu manis
Coklat+susu+gula
Orange juice
Juice buah lain
Sirup
M. berenergi
Jamu
Cocacola/sprite
Alkohol
Es Krim
Lain-lain
M. RINGAN
Lontong
Pulut rebus
N. Kuning
Pulut + kelapa
Lemper
Lemang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 81


Tape
Kerupuk Ubi
Kue ubi
Tape ubi
Nagasari
Goreng pisang
Bakwan
Biskuit
Gado-gado
Mie Bakso
Martabak
Rempeyek
Kue Bolu
Kue bolu coklat
Pecal
Siomay
ANTI OKSIDAN
Gambir
Teh Hijau

risoles
bakso tusuk
bakso bakar
mpek mpek
sandwich
batagor
pangsit
kolak pisang
chitato
lays
pop ice
roti bakar
roti + mises
roti + SKM
sagu lapek
sagu lompong
ps batu kolak
ps batu lapek
ps batu rebus
teh gelas
teh pucuk
sate

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 82


Lampiran 6 Master Tabel

Inisial Asupan Asupan Asupan Asupan Asupan Kadar


NO Kode Umur Pendidikan Pekerjaan
Resp Zat Besi Zink Folat Vitamin A Vitamin C Hemoglobin
1 PK01 DM 27 SMA Tidak Bekerja 46.86 6.93 0.00 1652.00 56.84 12
2 PK03 YA 27 SMA Tidak Bekerja 32.29 4.85 0.00 1117.90 24.78 12
3 PK04 RP 27 SMA Tidak Bekerja 35.19 5.02 0.80 1377.34 31.95 12.2
4 PK05 HW 21 SD Tidak Bekerja 18.93 3.37 0.00 882.55 42.78 13
5 PK06 PS 25 SMA Tidak Bekerja 27.99 2.99 0.00 1179.68 12.81 11
6 PK07 MS 34 S1 Bekerja 33.76 6.50 0.00 1232.69 83.28 11.6
7 PK08 T 29 SD Tidak Bekerja 29.35 8.28 0.00 1300.28 82.52 12.4
8 PK09 H 25 SMA Tidak Bekerja 40.23 8.17 0.80 1618.13 43.22 13
9 PK10 L 39 SD Tidak Bekerja 19.78 2.88 0.00 684.23 46.49 12
10 K02 UKD 30 S1 Tidak Bekerja 57.36 7.64 0.00 2576.04 299.42 11
11 K03 YA 24 SMA Tidak Bekerja 11.35 2.92 0.00 442.45 9.92 11
12 K04 RS 27 SMA Tidak Bekerja 26.24 5.62 0.40 913.21 20.60 12.2
13 K05 A 31 SMP Tidak Bekerja 33.94 6.41 0.00 1036.71 17.63 10.5
14 PT01 SAH 30 S1 Tidak Bekerja 21.00 3.72 0.00 939.44 77.98 11
15 PT03 NY 25 SMA Tidak Bekerja 33.72 7.68 0.00 1268.66 40.59 11
16 PT04 PD 31 S1 Bekerja 18.42 6.01 0.00 956.92 39.02 11
17 PT05 YE 32 SMA Tidak Bekerja 15.26 4.75 0.00 680.09 93.60 11
18 PT06 CF 27 SMP Tidak Bekerja 12.43 3.06 0.00 525.40 61.98 11.4
19 PT07 DA 25 SMP Tidak Bekerja 37.72 8.05 0.00 1992.64 183.48 10.4
20 PT08 GN 31 SMP Tidak Bekerja 20.56 13.36 0.00 1157.74 110.85 10.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 83


21 PT09 NA 31 SMA Tidak Bekerja 21.09 4.77 0.00 1025.23 77.72 11
22 PT10 YFY 24 SMA Tidak Bekerja 42.23 5.91 0.14 1523.52 60.91 11
23 PT11 AD 34 SMP Tidak Bekerja 23.67 5.59 0.00 1325.00 142.65 10.2
24 BA01 RM 38 S1 Tidak Bekerja 23.25 8.31 0.00 959.31 51.95 11
25 BA03 MS 37 SMA Tidak Bekerja 8.06 5.17 0.00 476.95 66.76 13
26 BA04 DS 28 SMP Tidak Bekerja 25.15 6.05 0.40 1808.00 96.86 11.7
27 BA05 AM 31 SD Tidak Bekerja 32.07 8.39 0.00 1191.14 78.98 12.7
28 PT14 ER 28 SMA Tidak Bekerja 21.22 5.91 0.00 822.91 82.15 11
29 BI01 SS 26 SD Tidak Bekerja 32.53 12.74 0.00 1403.33 228.67 12.3
30 BI02 WR 27 SMA Tidak Bekerja 14.14 2.44 0.00 428.48 6.19 12
31 BI03 NV 29 SMA 2 23.22 6.95 0.00 776.99 146.90 10.9
32 BI05 M 29 SMA Tidak Bekerja 17.59 6.92 0.00 1094.81 80.88 10.7
33 BI06 R 28 S1 Bekerja 35.34 7.07 1.20 1168.52 73.33 11.8
34 BI07 FR 26 SMA Tidak Bekerja 11.29 2.60 0.00 743.09 28.21 12.4
35 BI10 RY 29 SMP Tidak Bekerja 48.91 12.08 0.00 1922.88 68.94 11.6
36 BI11 NI 24 SD Tidak Bekerja 14.46 4.20 0.00 476.36 23.76 11.9
37 BI12 YY 41 SMA Tidak Bekerja 43.57 10.84 0.00 1688.43 82.22 12
38 BI13 MP 27 SD Tidak Bekerja 18.12 4.75 0.00 762.53 12.60 11.1
39 BI17 LA 23 SMA Tidak Bekerja 30.55 6.00 0.00 1232.07 70.06 11
40 BI18 FY 32 SMP Tidak Bekerja 30.05 6.87 0.00 1290.73 28.01 13.7
41 BI19 SH 37 SMA Tidak Bekerja 22.27 4.83 0.00 900.99 31.04 11.4
42 BI20 ES 31 SMP Tidak Bekerja 11.68 6.04 0.00 555.73 71.50 11
43 BI21 NU 22 SMA Tidak Bekerja 29.68 5.42 0.37 1113.22 110.41 12.1
44 BI22 KP 33 S1 Bekerja 33.80 7.54 0.40 1251.96 86.37 14.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 84


45 BI23 WL 32 S1 Tidak Bekerja 12.91 2.80 0.00 383.49 48.56 12.8
46 BI24 VFZ 31 S1 Tidak Bekerja 25.62 4.46 0.00 1226.68 106.45 11.4
47 M01 SA 22 SD Tidak Bekerja 42.71 6.89 0.00 1193.55 36.03 12
48 M02 GN 25 SMA Tidak Bekerja 64.15 18.18 0.19 3050.98 66.63 11
49 M03 EDB 39 SMA Tidak Bekerja 22.28 7.15 0.00 910.51 107.05 11
50 M04 RN 26 S1 Tidak Bekerja 62.56 14.62 0.00 1928.27 767.94 11.6
51 M05 HA 25 S1 Tidak Bekerja 21.49 3.51 0.00 686.17 53.98 11
52 M06 NL 30 SMA Tidak Bekerja 17.24 5.23 0.00 927.99 103.96 12.8
53 B25 FR 29 SMP Tidak Bekerja 9.81 3.10 0.00 370.08 150.48 11
54 M07 RH 24 S1 Tidak Bekerja 8.11 2.55 0.00 455.73 120.48 11.8
55 M08 AIS 20 SMP Tidak Bekerja 19.66 5.21 0.00 686.65 44.67 11
56 M09 RN 38 SMP Tidak Bekerja 39.34 7.54 0.00 1488.53 51.66 10
57 M10 MH 31 SMA Tidak Bekerja 28.76 3.93 0.00 1495.17 95.70 12
58 M11 D 32 S1 Bekerja 21.00 4.11 0.00 756.02 31.54 11

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 85


Lampiran 7 Perhitungan Statistik

1. Frekuensi Statistik

Statistics

UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN

N Valid 58 58 58

Missing 0 0 0

2. Karakteristik Responden
Statistics
UMUR

N Valid 58

Missing 0
Mean 29.07
Std. Deviation 4.783
Minimum 20
Maximum 41

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


86
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 2.00 51 87.9 87.9 87.9

3.00 7 12.1 12.1 100.0

Total 58 100.0 100.0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 8 13.8 13.8 13.8

SMP 12 20.7 20.7 34.5

SMA 25 43.1 43.1 77.6

S1 13 22.4 22.4 100.0

Total 58 100.0 100.0

PEKERJAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Va Tidak Bekerja 52 89.7 89.7 89.7


lid Bekerja 6 10.3 10.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 87


3. Distribusi rata-rata asupan mikronutrien dan kadar hemoglobin
Statistics

BESI ZINK FOLAT VitAeq VITC HB

N Valid 58 58 58 58 58 58

Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 27.2749 6.2910 .0810 1121.3120 85.7232 11.5862
Std.
12.90678 3.11871 .22991 524.81280 105.37639 .85869
Deviation
Minimum 8.06 2.44 .00 .00 6.19 10.00
Maximum 64.15 18.18 1.20 3050.98 767.94 14.10

4. Distribusi frekuensi kadar hemoglobin


HB1

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Val Anemia 7 12.1 12.1 12.1


id Tidak anemia 51 87.9 87.9 100.0

Total
58 100.0 100.0

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 88


5. T Normalitas
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Trans_folat .205 9 .200* .934 9 .520


Trans_HB .231 9 .181 .923 9 .417
Trans_besi .173 9 .200* .925 9 .439
Trans_zink .242 9 .135 .769 9 .009
Trans_vitc .198 9 .200* .931 9 .491
Trans_Vitaeq .152 9 .200* .931 9 .486

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 89

Anda mungkin juga menyukai