Anda di halaman 1dari 253

FAKTOR DETERMINAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN

PRODUKSI DI PT INDOGRAVURE TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)

Disusun Oleh:

SATRIO BUDI PRAKOSA RACHMAN

1113101000075

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
LEMBAR PERNYATAAN

1. Skripsi ini adalah hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Januari 2018

Satrio Budi Prakosa Rachman

i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2018

Satrio Budi Prakosa Rachman, NIM : 1113101000075


FAKTOR DETERMINAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA
BAGIAN PRODUKSI DI PT INDOGRAVURE TAHUN 2017
(xxiii + 174 halaman, 48 tabel, 2 bagan, 2 lampiran)
ABSTRAK

Stres kerja merupakan gangguan fisik serta emosional pekerja yang


diakibatkan ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan,
serta sumber daya pekerja. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada pekerja
produksi di PT. Indogravure menunjukkan bahwa 14 dari 30 pekerja (46,7%)
mengalami stres kerja. Stres kerja yang tidak ditanggulangi dengan baik, maka akan
menimbulkan dampak negatif baik bagi pekerja, maupun perusahaan. Tujuan
dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada pekerja produksi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Pengambilan data dilakukan pada September – Oktober 2017 dengan
jumlah sampel sebanyak 76 sampel pekerja produksi. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan analisis bivariat dengan Uji Chi-Square dan uji Mann-
Whitney.
Proporsi stres kerja pada pekerja produksi sebesar 51,3%. Terdapat empat
faktor yang secara statistik berhubungan dengan stres kerja, yaitu konflik
interpersonal (p-value = 0,039), ketidakpastian pekerjaan (p-value = 0,022), variasi
beban kerja (p-value = 0,040), dan aktivitas di luar pekerjaan (p-value = 0,032).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap stres kerja. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan agar melakukan langkah pengendalian seperti,
melakukan komunikasi efekif dengan pekerja untuk mengendalikan konflik peran,
pendistribusian beban kerja yang sama antar pekerja, menerapkan strategi
penyelesaian konflik untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar pekerja,
menetapkan kebijakan yang jelas mengenai kepastian pekerjaan agar rasa khawatir
terhadap ketidakpastian pekerjaan dapat berkurang, serta meningkatkan
keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan terkait kondisi pekerjaan.

Kata Kunci : Stres Kerja, Pekerja Produksi, NIOSH Generic Job Stress
Questionnaire
Daftar Bacaan : 182 bacaan (1964 – 2017)

ii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, January 2018

Satrio Budi Prakosa Rachman, NIM : 1113101000075


DETERMINANT FACTORS OF JOB STRESS AMONG PRODUCTION
WORKERS AT PT. INDOGRAVURE IN 2017
(xxiii + 174 pages, 48 tables, 2 charts, 2 attachments)

ABSTRACT

Job stress is a physical and emotional disturbances as a result of mismatch


between the demands of the job and the ability, as well as the worker’s. resources.
Based on preliminary research on production workers in PT. Indogravure,
suggested that there were 14 of the 30 workers (46,7%) who had experienced the
job stress. Job stress that is not addressed properly, it will cause negative impact for
both workers and companies. The purpose of this research is to know the factors
related to job stress on production workers.
This research is a quantitative research with cross sectional study design.
The data was collected from September until October 2017 with 76 samples of
production workers. The data analysis used with Chi-Square Test and Mann-
Whitney Test.
Prevalence of job stress among production workers is 51,3%. There are four
factors that are statistically related to job stress such as interpersonal conflict (p-
value = 0,039), job future ambiguity (p-value = 0,022), variance in workload (p-
value = 0,040), and activity outside of work (p-value = 0,032).
There are several factors that affected the work stress. Therefore, the
researcher suggested to perform the control measures by, do effective
communication with workers to control role conflict, distributing the same
workload among the workers, implementing conflict resolution strategies to resolve
conflicts that occured between workers, establishing clear policy regarding to job
security so that the fear of job uncertainty can be reduced, and increased the
involvement of workers in making decisions related to work conditions.
Keyword : Job Stress, Production Workers, NIOSH Generic Job Stress
Questionnaire
Reading List : 182 references (1964 – 2017)

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERNYATAAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

FAKTOR DETERMINAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA


BAGIAN PRODUKSI DI PT INDOGRAVURE TAHUN 2017

Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Januari 2018

Oleh:
SATRIO BUDI PRAKOSA RACHMAN
NIM. 1113101000075

Mengetahui,

Pembimbing

Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM., M.KKK

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018

iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUI
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Januari 2018

Ketua Sidang,

Dr. M. Farid Hamzens, M.Si


NIP. 19630621 199403 1 001

Anggota Penguji Sidang I,

Catur Rosidati, S.KM, M.KM


NIP. 19750210 200801 2 018

Anggota Penguji Sidang II,

Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Satrio Budi Prakosa Rachman
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal : Tangerang, 25 Agustus 1995
Lahir
Agama : Islam
Alamat : Jln. AMD. Babakan Pocis RT:002/RW:02, Kec. Setu,
Tangerang Selatan, 15315
No. Telepon : +(62) 822-2026-6806
Email : satrio.budiprakosa@gmail.com
satrio.budi13@mhs.uinjkt.ac.id

RIWAYAT PENDIDIKAN
1999 – 2001 : RA/TKA Al-Amanah
Serpong, Tangerang Selatan
2001 – 2007 : SD Negeri Pamulang 1
Pamulang, Tangerang Selatan
2007 – 2010 : SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan
Pamulang, Tangerang Selatan
2010 – 2013 : SMA Negeri 6 Kota Tangerang Selatan
Pamulang, Tangerang Selatan
2013 - Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

RIWAYAT ORGANISASI
2007 – 2008 : Anggota Ekstrakulikuler Teater
 Teater SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan
2014 – 2015 : Staff Ahli Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia

vi
 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta
2015 – 2016 : Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Organisasi, Departemen Pengembangan Organisasi
 Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta
2015 – 2016 : Sekretaris Departemen Finance
 Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta
2016 – 2017 : Sekretaris – Bendahara
 Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta
2016 – 2017 : Bendahara Umum (Treasurer)
 Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta

PENGALAMAN PRAKTIK BELAJAR DAN KERJA


2016 : Praktik Belajar Lapangan (PBL) I di Puskesmas Cisoka,
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang pada 11 Januari – 22
Januari 2016
2016 : Praktik Belajar Lapangan (PBL) II di Puskesmas Cisoka,
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang pada 8 Februari – 26
Februari 2016
2017 : Magang di Komite K3 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
Jakarta pada 23 Januari – 28 Februari 2017

PENGALAMAN TRAINING DAN WORKSHOP


2015 : Pelatihan Manajemen dan Analisa Data Kesehatan oleh HMPS
Kesehatan Masyarakat
2015 : Workshop “Safety In The Process Industries” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
2015 : Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja” oleh PJK3 Fairuz Artha
Sejahtera

vii
2016 : Fasilitator Pelatihan Manajemen dan Analisa Data Kesehatan oleh
HMPS Kesehatan Masyarakat
2016 : Pelatihan Manajemen Organisasi Kemahasiswaan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2016 : Legislative Training oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2016 : Workshop “Risk Management and Loss Control” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
2016 : Workshop “Fire Management and Explosion” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera

SEMINAR
2014 : Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
“Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana Perlintasan Kereta
Api Demi Stabilitas Transportasi Nasional”
2014 : Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya Menghadapi
Tantangan Kesehatan Masyarakat Indonesia post MDGs: Healthy
People – Healthy Environment” oleh Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta
2015 : Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
“Peduli Keselamatan Berkendara: Aku dan Ojek Online Tertib
Berlalu Lintas”
2016 : Seminar Kajian Ilmu K3 Bersama “Pengenalan Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001: 2015 dan Contoh Implementasinya” oleh
Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta

PENGALAMAN KARIR DAN PRESTASI


2004 : Peserta Pelatihan Dokter Kecil SD Negeri Pamulang 1
2005 : Peserta English Story Telling Competition Tingkat Kecamatan
Pamulang
2006 : Peserta Lomba Pidato Bahasa Indonesia Tingkat Kecamatan
Pamulang

viii
2007 : Anggota Saka Bakti Husada SMP Negeri 4 Tangerang Selatan
2011 : Peserta Lomba Cerdas Cermat Undang Undang Dasar 1945 dan
TAP MPR RI Tingkat Kota Tangerang Selatan
2012 : Peserta Lomba Cerdas Cermat Undang Undang Dasar 1945 dan
TAP MPR RI Tingkat Kota Tangerang Selatan
2012 : Partisipasi Olimpiade Siswa Nasional bidang Kimia Tingkat Kota
Tangerang Selatan
2014 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK)
Angkatan 2014 oleh BEM FKIK
2015 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan
(OPAK) Angkatan 2015 oleh DEMA FKIK
2015 : Panitia Milad FKIK Ke-11 Winning Eleven
2016 : Pengawas Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK)
Angkatan 2016
2016 : Pimpinan Sidang Pembentukan Organisasi Peminatan dan
Keilmuan (OPK) oleh Senat Mahasiswa FKIK
2016 : Tim Acara (EO) dalam Seminar Profesi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
2016 : Pimpinan Sidang Pemilihan Ketua Umum Senat Mahasiswa FKIK
Periode 2017
2017 : Penginput Data Tekanan Darah pada Bulan Hipertensi Nasional
oleh Indonesian Society of Hipertension

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor Determinan

Terhadap Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Indogravure Tahun

2017”. Shalawat beserta salam yang teriring doa semoga selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW yang senantiasa atas izin Allah SWT mengajarkan umatnya

untuk terus memperoleh ilmu pengetahuan yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses

memperoleh gelar sarjana. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis

mendapatkan bantuan serta dukungan baik berupa ilmu, moril, do’a serta bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas segala nikmat, kasih sayang serta karunia-Nya yang telah

diberikan;

2. Orang tua dan kakak penulis yang selalu mendukung baik secara moril maupun

materil;

3. Prof Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM., M.Kes., Ph.D dan Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes.,

Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta;

x
5. Ibu Fase Badriah, M.Kes., Ph.D selaku pembimbing akademik dan Wakil

Dekan III yang selalu memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis baik

secara langsung maupun tidak langsung.

6. Ibu Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, M.KKK selaku dosen pembimbing yang

selalu menyediakan waktu untuk memberikan nasihat serta motivasi dan

bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi;

7. Ibu Catur Rosidati, M.KM, Bapak Dr. M. Farid Hamzens dan Bapak Ir.

Rulyenzi Rasyid, M.KKK selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran

serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi agar skripsi

ini bisa menjadi lebih baik lagi;

8. Bapak Mahmud Gandin selaku Manajer Keuangan PT. Indogravure, sekaligus

teman ayah dalam bantuannya memberikan kesempatan untuk dapat

melakukan penelitian di Indogravure;

9. Bapak Cahya selaku Pembimbing Lapangan dan Staff HRD-GA dalam

memberikan kesempatan untuk dapat melakukan penelitian dan memberikan

bimbingan selama pelaksaan proses turun lapangan;

10. Bapak Fandi Sanjaya selaku kepala shift bagian produksi PT. Indogravure serta

rekan-rekan produksi yang telah menerima dan membantu penulis dalam

melaksanakan penelitian di PT.Indogravure;

11. Bapak, Ibu staff HRD-GA yang telah membantu penulis selama proses

pelaksanaan penelitian skripsi;

12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat khususnya K3 angkatan 2013 atas

dukungan dan semangat serta saran yang diberikan;

xi
13. Muhammad Luthfi dan Muhamad Febriansyah, terima kasih atas dukungan

moriil yang telah diberikan diberikan;

14. Kak Nur Najmi Laila, M.KKK, selaku senior yang mau direpotkan dalam

diskusi dan selalu memberikan saran serta nasihat kepada penulis agar skripsi

ini menjadi lebih baik lagi;

15. Rekan-rekan satu perjuangan dan seperbimbingan Ibu Rahmah (Aqil, Widya,

Nanda, Mega, Sanni, Dhanty, Iis) terima kasih selalu memberikan semangat

kepada penulis agar skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya;

16. Teman-teman Super Happy Family dan SEMA Tempo Dulu 2016 atas

dukungan, semangat serta do’a yang diberikan;

17. Teman-teman DEMA FKIK Periode 2015 dan Tim Solid BEM FKIK 2014

terima kasih atas dukungan yang diberikan selama ini baik materil maupun

moriil serta kenangan dan pengalaman yang diberikan selama penulis menjadi

anggota di dalamnya.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat kekurangan

serta jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

dalam perkembangan ilmu Kesehatan Masyarakat khusunya Keselamatan dan

Kesehatan Kerja serta bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, November 2017


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Satrio Budi Prakosa Rachman

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUI .................................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xxiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................8
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................9
1.4 Tujuan Penelitian .....................................................................................10
1.4.1 Tujuan Umum ..............................................................................10
1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................11
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................12
1.5.1 Bagi Institusi Fakultas ..................................................................12
1.5.2 Bagi Perusahaan ...........................................................................12
1.5.3 Bagi Pekerja .................................................................................12
1.5.4 Bagi Peneliti .................................................................................13
1.6 Ruang Lingkup.........................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................14
2.1 Definisi Stres ............................................................................................14
2.2 Mekanisme Stres ......................................................................................15
2.3 Stres Kerja ................................................................................................16
2.4 Gejala Stres Kerja ....................................................................................18
2.5 Dampak Stres Kerja .................................................................................19
2.6 Determinan Stres Kerja ............................................................................21

xiii
2.6.1 Faktor Pekerjaan...........................................................................21
2.6.2 Faktor Individual ..........................................................................35
2.6.3 Faktor Di Luar Pekerjaan .............................................................44
2.6.4 Faktor Pendukung ........................................................................45
2.7 Pengukuran Stres Kerja............................................................................46
2.8 Instrumen Penelitian ................................................................................47
2.9 Pencegahan dan Pengendalian Stres ........................................................50
2.10 Kerangka Teori ........................................................................................53
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .............55
3.1 Kerangka Konsep .....................................................................................55
3.2 Definisi Operasional ................................................................................57
3.3 Hipotesis ..................................................................................................61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................62
4.1 Desain Penelitian .....................................................................................62
4.2 Lokasi dan Waktu ....................................................................................62
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................62
4.3.1 Populasi ........................................................................................62
4.3.2 Sampel ..........................................................................................63
4.4 Pengumpulan Data ...................................................................................64
4.4.1 Data Primer ..................................................................................64
4.4.2 Data Sekunder ..............................................................................65
4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................65
4.6 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ........................................................81
4.6.1 Validitas .......................................................................................81
4.6.2 Reliabilitas ...................................................................................82
4.7 Manajemen Data ......................................................................................83
4.7.1 Data Coding (Mengkode Data) ....................................................83
4.7.2 Data Editing (Menyunting Data) ..................................................84
4.7.3 Data Entry (Memasukkan Data)...................................................84
4.7.4 Data Cleaning (Membersihkan Data) ..........................................84
4.8 Analisa Data .............................................................................................85
4.8.1 Analisa Univariat .........................................................................85
4.8.2 Analisa Bivariat ............................................................................86
BAB V HASIL .....................................................................................................88
xiv
5.1 Gambaran Umum PT. Indogravure..........................................................88
5.1.1 Profil PT. Indogravure .................................................................88
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan .............................................................89
5.2 Analisis Univariat ....................................................................................90
5.2.1 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ..............................................................90
5.2.2 Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ..............................................................90
5.2.2.1 Distribusi Lingkungan Fisik .........................................................90
5.2.2.2 Distribusi Konflik Peran ...............................................................91
5.2.2.3 Distribusi Ketaksaan Peran...........................................................91
5.2.2.4 Distribusi Konflik Interpersonal ...................................................92
5.2.2.5 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan.............................................93
5.2.2.6 Distribusi Kontrol Kerja ...............................................................93
5.2.2.7 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja ...........................................94
5.2.2.8 Distribusi Jumlah Beban Kerja .....................................................94
5.2.2.9 Distribusi Variasi Beban Kerja.....................................................95
5.2.2.10 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain .....................95
5.2.2.11 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan ...........................96
5.2.2.12 Distribusi Tuntutan Mental ..........................................................96
5.2.2.13 Distribusi Shift Kerja ....................................................................97
5.2.3 Gambaran Faktor Individual pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ..............................................................97
5.2.3.1 Distribusi Umur Pekerja ...............................................................97
5.2.3.2 Distribusi Masa Kerja ...................................................................98
5.2.3.3 Distribusi Kepribadian Tipe A .....................................................98
5.2.3.4 Distribusi Penilaian Diri ...............................................................99
5.2.3.5 Distribusi Jenis Kelamin ..............................................................99
5.2.3.6 Distribusi Status Pernikahan ......................................................100
5.2.4 Gambaran Faktor di Luar Pekerjaan pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ..................................100
5.2.4.1 Distribusi Aktivitas di Luar Pekerjaan .......................................100
5.2.5 Gambaran Faktor Pendukung pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 .....................................................101
5.2.5.1 Distribusi Dukungan Sosial ........................................................101

xv
5.3 Analisa Bivariat .....................................................................................101
5.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........101
5.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................102
5.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........103
5.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........104
5.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 104
5.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................105
5.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja dengan Stres
Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun
2017 ............................................................................................106
5.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........107
5.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........107
5.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ............................................................108
5.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan dengan
Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017 ................................................................................109
5.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........110
5.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................110
5.3.14 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ..................................111
5.3.15 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................112
5.3.16 Hubungan Antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........113
5.3.17 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........113

xvi
5.3.18 Hubungan Antara Penilaian Diri dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................114
5.3.19 Hubungan Antara Aktivitas di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 115
5.3.20 Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .........116
BAB VI PEMBAHASAN..................................................................................117
6.1 Keterbatasan Penelitian ..........................................................................117
6.2 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017 ............................................................................................117
6.3 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Stres Kerja ......................121
6.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik Dengan Stres Kerja .........121
6.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran Dengan Stres Kerja ...............124
6.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran Dengan Stres Kerja ...........127
6.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal Dengan Stres Kerja ...130
6.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan Dengan Stres
Kerja ...........................................................................................133
6.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja Dengan Stres Kerja................135
6.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja Dengan Stres
Kerja ...........................................................................................137
6.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja Dengan Stres Kerja .....139
6.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja Dengan Stres Kerja .....142
6.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Dengan Stres Kerja ....................................................................144
6.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan Dengan
Stres Kerja ..................................................................................146
6.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental Dengan Stres Kerja ...........148
6.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Stres Kerja ....................149
6.4 Hubungan Antara Faktor Individu Dengan Stres Kerja .........................152
6.4.1 Hubungan Antara Umur Dengan Stres Kerja.............................152
6.4.2 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Stres Kerja ...................153
6.4.3 Hubungan Antara Status Pernikahan Dengan Stres Kerja .........155
6.4.4 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A Dengan Stres Kerja ......156
6.4.5 Hubungan Antara Penilaian Diri Dengan Stres Kerja................158
6.5 Hubungan Antara Faktor di Luar Pekerjaan Dengan Stres Kerja ..........159
6.6 Hubungan Antara Faktor Pendukung Dengan Stres Kerja ....................161
xvii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................165
7.1 Simpulan ................................................................................................165
7.2 Saran ......................................................................................................170
7.2.1 Bagi Perusahaan .........................................................................170
7.2.2 Bagi Pekerja ...............................................................................173
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ...........................................................174
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja ....................................................... 48

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen ............................................. 57

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Independen ........................................... 57

Tabel 4.1 Skoring Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire ............ 81

Tabel 4.2 Daftar Kode Variabel ............................................................................ 83

Tabel 4.3 Jenis Uji Variabel pada Analisa Univariat ............................................ 85

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 90

Tabel 5.2 Distribusi Lingkungan Fisik di Bagian Produksi PT. Indogravure Tahun
2017 ....................................................................................................................... 90

Tabel 5.3 Distribusi Konflik Peran Pada Pekerja Bagian Produksi ...................... 91

Tabel 5.4 Distribusi Ketaksaan Peran Pada Pekerja Bagian Produksi .................. 92

Tabel 5.5 Distribusi Konflik Interpersonal Pada Pekerja Bagian Produksi .......... 92

Tabel 5.6 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di


PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................................................ 93

Tabel 5.7 Distribusi Kontrol Kerja pada Pekerja Bagian Produksi ...................... 93

Tabel 5.8 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................................................ 94

Tabel 5.9 Distribusi Jumlah Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 94

Tabel 5.10 Distribusi Variasi Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 95

xix
Tabel 5.11 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................. 95

Tabel 5.12 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................................. 96

Tabel 5.13 Distribusi Tuntutan Mental pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 96

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Shift Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 97

Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Umur pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 97

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 98

Tabel 5.17 Distribusi Kepribadian Tipe A pada Pekerja Bagian Produksi ........... 98

Tabel 5.18 Distribusi Penilaian Diri pada Pekerja Bagian Produksi .................... 99

Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................................................ 99

Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017 .......................................................................... 100

Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Aktivitas di Luar Pekerjaan ............................. 100

Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017 .......................................................................... 101

Tabel 5.23 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Lingkungan Fisik pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 102

Tabel 5.24 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik Peran pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 102
xx
Tabel 5.25 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketaksaan Peran pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 103

Tabel 5.26 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik Interpersonal pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 104

Tabel 5.27 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketidakpastian Pekerjaan pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .................................. 105

Tabel 5.28 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kontrol Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 105

Tabel 5.29 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kurangnya Kesempatan Kerja


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................... 106

Tabel 5.30 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Jumlah Beban Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 107

Tabel 5.31 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Variasi Beban Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 108

Tabel 5.32 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
Lain pada Pekerja Bagian Produksi .................................................................... 108

Tabel 5.33 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kemampuan yang Tidak


Digunakan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017...... 109

Tabel 5.34 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tuntutan Mental pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 110

Tabel 5.35 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Shift Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 111

Tabel 5.36 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Umur pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 111

xxi
Tabel 5.37 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 112

Tabel 5.38 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Status Pernikahan pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .............................................. 113

Tabel 5.39 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kepribadian Tipe A pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 114

Tabel 5.40 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Penilaian Diri pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 114

Tabel 5.41 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Aktivitas di Luar Pekerjaan pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .................................. 115

Tabel 5.42 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Dukungan Sosial pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 116

xxii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 54

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 56

xxiii
1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman industrialisasi saat ini, setiap industri dituntut untuk

memiliki produktivitas kerja yang tinggi. Hal ini selain dapat memberikan sisi

positif namun dapat pula memberikan sisi negatif, salah satunya dengan

munculnya penyakit akibat kerja yang dapat berpengaruh terhadap

produktivitas tenaga kerja dan dapat memberikan dampak negatif bagi

keselamatan dan kesehatan bagi para tenaga kerja (Nugrahani, 2008).

Berdasarkan data dari Organisasi Buruh Internasional (International

Labour Organization) tahun 2013, sebanyak 160 pekerja mengalami sakit

akibat kerja. Sedangkan pada tahun sebelumnya, ILO melaporkan bahwa

angka kematian akibat kecelakaan serta penyakit akibat kerja terdapat 2 juta

kasus per tahun (Kementerian Kesehatan, 2014). Salah satu penyakit yang

diakibatkan terkait pekerjaan adalah stres kerja.

Stres kerja didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman

yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia yang suatu saat

dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Murni, 2012).

Sedangkan stres kerja menurut Leka (2003) adalah respon seseorang yang

mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan

pengetahuan serta kemampuan dan tantangan bagi mereka untuk melaluinya.

Stres kerja menjadi hal yang berisiko bagi kesehatan dan keselamatan pekerja

ketika pekerjaan yang dilakukan melebihi kapasitas, sumber daya, serta

kemampuan pekerja yang dilakukan secara berkepanjangan (ILO, 2016).

1
Dalam suatu organisasi, masalah stres kerja menjadi gejala yang

penting untuk diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam

pekerjaan karena stres kerja dapat menjadi pemicu terjadinya kecelakaan

kerja (Daniawati, 2013). Ada beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya

stres kerja pada pekerja, diantaranya terdiri dari faktor pekerjaan, faktor

individu, faktor di luar pekerjaan serta faktor pendukung (Hurrel & McLaney,

1988). Faktor pekerjaan adalah faktor yang bersumber dari situasi serta

kondisi yang berhubungan dengan pekerja di lingkungan kerja. Faktor-faktor

pekerjaan yang disebutkan oleh Hurrel & McLaney (1988) adalah lingkungan

fisik, konflik peran, ambiguitas (ketaksaan) peran, konflik interpersonal,

ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kesempatan kerja, jumlah beban

kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan

yang tidak digunakan, tuntutan mental serta shift kerja. Hasil ini telah

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Amalina, dkk (2016) dimana

dalam hasil studinya menyebutkan bahwa kejadian stres kerja erat dengan

beberapa faktor pekerjaan seperti beban kerja dan tanggung jawab. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Jalagat (2017), menjelaskan bahwa kemampuan

yang tidak digunakan serta beban kerja yang terlalu banyak merupakan

determinan dari stres kerja serta berpengaruh signifikan terhadap performa

pekerja.

Faktor individual adalah faktor yang timbul dari dalam diri manusia.

Hurrel & McLaney menyebutkan beberapa faktor individual seperti umur,

jenis kelamin, masa kerja, status pernikahan, kepribadian tipe A, dan

penilaian diri. Dalam beberapa penelitian, disebutkan bahwa faktor individual

2
berpotensi dalam menyebabkan stres kerja. Penelitian Lady, dkk (2017)

menjelaskan bahwa faktor individual seperti kepribadian tipe A serta

penilaian diri berpotensi dalam menyebabkan terjadinya stres kerja.

Penelitian lain olehAntoniou, dkk (2006) serta penelitian Kiecolt-Glaser

(2003) dalam Ogden (2012) menjelaskan bahwa stres kerja lebih tinggi

dialami oleh wanita, dikarenakan kelelahan secara emosional. Selain itu,

pernikahan yang tidak bahagia serta individu yang bercerai akan memiliki

tingkat stres yang sama tingginya dibanding dengan individu yang memiliki

pernikahan yang bahagia.

Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan

di luar pekerjaan dimana dapat mempengaruhi stres kerja pada seseorang.

(Hurrel & McLaney, 1988). Hurrell (1990) menjelaskan bahwa dalam semua

model stres kerja, aktivitas di luar pekerjaan diakui sebagai salah satu sumber

stres bagi pekerja. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa aktivitas di luar

pekerjaan berpengaruh dalam kejadian stres kerja. Penelitian yang dilakukan

oleh Musangadah (2015), menjelaskan bahwa tuntutan yang berasal dari luar

pekerjaan berpengaruh positif terhadap stres kerja. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Ariyanto, dkk (2015), dimana aktivitas di luar pekerjaan

memiliki hubungan dengan stres kerja.

Adapun faktor pendukung merupakan kemampuan dan semua sumber

yang diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu, dimana

terdiri dari dukungan dari rekan kerja, atasan, teman serta keluarga

(Hurrell & McLaney, 1988). Beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh

Almasitoh 2011), Setyaningrum (2014) serta Suryaningrum (2015)

3
menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial yang diberikan

dengan stres kerja yang terjadi pada pekerja. Koradecka (2010) menjelaskan

dukungan sosial yang baik dapat mencegah timbulnya faktor yang dapat

menyebabkan stres.

Stres kerja merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi dan sering

dikeluhakan oleh pekerja di berbagai Negara. Di Amerika, stres kerja

merupakan masalah yang umum terjadi dan merugikan bagi pekerja (NIOSH,

1999b). Menurut data WHO tahun 2014, di banyak Negara sekitar 8%

penyakit yang ditimbulkan akibat pekerjaan adalah depresi. Dalam sebuah

survei yang dilakukan oleh Princeton Survey Research Associates, diketahui

bahwa tiga dari empat orang di Amerika mengatakan bahwa pekerja pada saat

ini memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan

generasi beberapa tahun sebelumnya (NIOSH, 1999a). Sementara hasil

penelitian Labour Force Survey tahun 2014, menemukan bahwa terdapat

440.000 kasus stres akibat kerja di Inggris dengan angka kejadian sebanyak

1.380 kasus per 100.000 pekerja yang mengalami stres akibat kerja (Sari,

2016). Sementara Komisi Kesehatan Mental Kanada (Mental Health

Commission of Canada) tahun 2016, mencatat bahwa setidaknya terdapat 1

dari 5 orang Kanada yang mengalami masalah kesehatan psikologis pada

tahun tertentu serta terdapat 47% pekerja Kanada menganggap bahwa

pekerjaan mereka merupakan bagian yang paling menyebabkan stres dalam

kehidupan sehari-hari.

NIOSH (2000) mencatat bahwa sejak tahun 90-an dari seluruh biaya

kompensasi kesehatan tenaga kerja, 80% dikeluarkan untuk penyakit stres

4
akibat kerja. Di Negara Inggris sekitar 71% manajer mengalami gangguan

kesehatan fisik maupun mental akibat stres kerja. Penelitian yang dilakukan

oleh AIS (2013), stres kerja menjadi penyebab terjadinya kecelakaan,

absenteisme, turnover pekerja, serta kompensasi asuransi yang menyebabkan

kerugian lebih dari US 300 miliar di Amerika Serikat pada setiap tahunnya.

Di Indonesia, stres kerja juga menjadi salah satu masalah dengan angka

yang cukup tinggi. Meskipun belum terdapat data resmi, namun sudah

dilakukan beberapa penelitian terkait stres kerja. Hasil penelitian stres pada

kelompok kerja lebih tinggi dibanding populasi umum, dimana contohnya

adalah di Jakarta pada eksekutif muda kejadian stres mencapai 25% (Kamso

dkk, 2011). Penelitian lain yang dilakukan oleh Besral dan Widiantini pada

tahun 2013 pada pegawai Kementerian Kesehatan diketahui bahwa 79%

pegawai mengalami stres dimana parameter terbesar yang berkaitan dengan

stres adalah pola makan tidak teratur (85%) dan cepat lelah (78%).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Mariyam dan Pertiwi (2015) pada

karyawan Universitas Negeri Yogyakarta menyatakan bahwa 95% responden

penelitian mengalami stres kerja meskipun masuk kedalam stres kerja yang

tergolong ringan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan

Sofiana (2013) pada pekerja produksi PT. Chanindo Pratama Piyungan

mencatat bahwa 86,2% pekerja mengalami stres kerja sedang dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi lebih banyak persentase buruk dibanding

persentase baik. Hasil penelitian lain pada pekerja Factory PT. Maruki

Internasional Indonesia Tahun 2016 diketahui bahwa 34,4% pekerja

mengalami stres kerja berat (Ibrahim dkk, 2016).

5
Menurut Hawari (2006) dalam Munandar (2008), stres kerja ditandai

dengan adanya keluhan. Adapun keluhan yang dialami dibedakan menjadi

tiga yaitu: fisiologis, psikologis, dan perilaku. Keluhan fisiologis seperti sakit

kepala/pusing, sakit punggung, gangguan seksual, asma/sesak nafas, gugup,

nafsu makan menghilang, badan terasa lemah, letih/lesu. Sedangkan keluhan

psikologis seperti mudah marah, mudah tersinggung, perasaan tertekan,

merasa cemas/gelisah, mudah putus asa. Sementara keluhan perilaku seperti

kurang konsenterasi, cepat merasa lupa, menunda-nunda pekerjaan, serta

dapat melampiaskan dengan kebiasaan merokok, serta konsumsi alkohol

secara berlebih.

Stres yang tinggi dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda pada

setiap orang. Perubahan yang timbul akibat stres dapat berupa perubahan

perilaku dan mempengaruhi kesehatan mental dan fisik (Gibson, 1997). Stres

yang berkepanjangan dapat menyebabkan masalah psikologis yang mengarah

ke psikiatri penyalahgunaan obat, minum alkohol dan kemudian tidak datang

untuk bekerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah

terserang infeksi (Depkes RI, 2006).

Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan berbagai profesi mulai

dari dokter, mekanik, ilmuwan, businessman, salesman, pekerja bidang

konstruksi bangunan dan lainnya, mengungkapkan bahwa 18% pekerja

mengalami stres kerja di tempat kerja. Pekerja yang bekerja di bidang

keuangan, memakai shift, sering melakukan dinas berkaitan dengan pekerjaan

atau mendapat tanggung jawab yang besar lebih rentan mengalami stres

(Harrianto, 2005). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa stres kerja dapat

6
dialami oleh siapa saja dan pekerja di semua bidang, termasuk karyawan di

PT Indogravure.

PT. Indogravure merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

produksi kemasan fleksibel (flexible packaging), dimana perusahaan ini telah

berdiri sejak tahun 1971. Perusahaan ini terletak di daerah Rempoa,

Tangerang Selatan. Perusahaan ini merupakan perusahaan pembuat kemasan

fleksibel yang cukup besar di Indonesia. Sebagai perusahaan yang bergerak

di bidang pembuatan kemasan yang akan dikirim ke pelanggan (perusahaan)

yang bergerak di bidang farmasi, makanan, pupuk, kosmetik, serta obat

hewan, menjadikan PT. Indogravure harus terus meningkatkan kualitas dari

hasil produksi yang ada, terlebih apabila permintaan produksi sedang tinggi

dan juga diharuskan terus menerus melakukan perbaikan dengan tujuan untuk

meningkatkan kepuasan pelanggan.

Dalam kegiatan proses produksi, PT. Indogravure memiliki lebih dari

100 pekerja yang terbagi dalam beberapa unit salah satunya adalah unit

produksi. Unit produksi memiliki peran dalam pembuatan hasil produksi

berupa kemasan fleksibel yang akan dikirimkan kepada pelanggan. Dalam

pekerjaannya, pekerja produksi dituntut untuk dapat memenuhi target

produksi perusahaan. Selain itu, pekerja produksi harus memastikan semua

hasil produksi dalam keadaan baik dan tidak cacat, dimana pekerja produksi

dituntut untuk terus fokus dalam mengawasi mesin yang berjalan dan melihat

serta memeriksa hasil produksi selama proses kerja. Tuntutan pekerjaan

seperti beban kerja untuk pemenuhan target produksi perusahaan serta

tuntutan mental untuk terus fokus dalam memeriksa hasil produksi dan

7
mengawasi mesin yang berjalan, merupakan beberapa faktor dalam pekerjaan

yang dapat menimbulkan stres kerja bagi pekerja. Dua faktor tersebut dapat

menimbulkan risiko terjadinya stres kerja pada pekerja.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di bagian produksi PT.

Indogravure, didapatkan bahwa dari responden 30 studi awal, diketahui

bahwa total rata-rata skor yang didapatkan adalah sebesar 1,22. Responden

yang memiliki rata-rata skor diatas 1,22 sebesar 14 orang (46,7%) yang

dianggap memiliki atau mengalami stres kerja. Sedangkan 16 orang (53,3%)

memiliki rata-rata skor dibawah 1,22 yang dianggap tidak memiliki atau

mengalami stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat

permasalahan stres kerja yang dirasakan oleh pekerja bagian produksi di

perusahaan tersebut

Upaya pencegahan serta pengendalian stres kerja perlu dilakukan untuk

menghindari pekerja dari dampak negatif yang ditimbulkan. Upaya yang

dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pengukuran stres kerja serta

faktor yang berhubungan dan mempengaruhinya. Berdasarkan penjelasan

serta data-data yang telah didapat, penulis merasa perlu untuk mengangkat

penelitian dengan judul faktor determinan terhadap stres kerja pada pekerja

bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

PT. Indogravure merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

produksi kemasan fleksibel. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang

pembuatan kemasan yang akan dikirim ke pelanggan menjadikan PT.

Indogravure harus terus meningkatkan kualitas dari hasil produksi yang ada.

8
Dalam proses produksi, perusahaan ini memiliki lebih dari 100 pekerja yang

terbagi dalam beberapa unit salah satunya pekerja bagian produksi

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, didapatkan bahwa dari

30 pekerja produksi 14 pekerja (46.7%) diantaranya dianggap mengalami

stres kerja. Sedangkan 16 pekerja (53.3%) dianggap tidak mengalami stres

kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan stres kerja

yang dirasakan oleh pekerja bagian produksi di perusahaan tersebut.

Stres kerja yang tidak ditanggulangi dengan baik dapat menimbulkan

efek negatif baik bagi pekerja, maupun perusahaan. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang berhubungan

terhadap stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT. Indogravure tahun

2017.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT

Indogravure tahun 2017?

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran,

ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kontrol

kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi beban

kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan yang tidak

digunakan, tuntutan mental) pada pekerja bagian produksi di PT

Indogravure tahun 2017?

3. Bagaimana gambaran faktor individual (usia, status pernikahan, masa

kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) pada pekerja bagian

produksi di PT Indogravure tahun 2017?

9
4. Bagaimana gambaran faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar

pekerjaan) pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017?

5. Bagaimana gambaran faktor pendukung (dukungan sosial) pada pekerja

bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017?

6. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik

peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,

kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi

beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan yang

tidak digunakan, tuntutan mental) dengan stres kerja pada pekerja bagian

produksi di PT Indogravure tahun 2017?

7. Apakah ada hubungan antara faktor individual (usia, status pernikahan,

masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) dengan stres kerja

pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017?

8. Apakah ada hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar

pekerjaan) dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT

Indogravure tahun 2017?

9. Apakah ada hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial)

dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun

2017?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor determinan (faktor-faktor yang mempengaruhi)

terhadap stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure

tahun 2017.

10
1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran stres kerja pada pekerja bagian produksi di

PT Indogravure tahun 2017.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik

peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian

pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban

kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain,

kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, shift kerja) pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.

3. Diketahuinya gambaran faktor individual (usia, status pernikahan,

masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) pada pekerja

bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.

4. Diketahuinya gambaran faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar

pekerjaan) pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun

2017.

5. Diketahuinya gambaran faktor pendukung (dukungan sosial) pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.

6. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik,

konflik peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian

pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban

kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain,

kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, shift kerja)

dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure

tahun 2017.

11
7. Diketahuinya hubungan antara faktor individual (usia, status

pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri)

dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure

tahun 2017.

8. Diketahuinya hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di

luar pekerjaan) dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di

PT Indogravure tahun 2017.

9. Diketahuinya hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial)

dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure

tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Institusi Fakultas

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi terkait stres

kerja khusunya stres kerja pada pekerja produksi, untuk peneliti lainnya

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan.

1.5.2 Bagi Perusahaan

Sebagai masukan pada instansi tempat penelitian tentang faktor yang

berhubungan dengan stres kerja agar dapat dilakukan pencegahan serta

dapat dikendalikan secara dini.

1.5.3 Bagi Pekerja

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta

pemahaman terhadap stres kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor.

12
Sehingga pekerja dapat mengatasi secara dini agar produktivitas pekerja

tidak menurun.

1.5.4 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengalaman serta pengetahuan peneliti

mengenai stres kerja dan faktor yang mempengaruhinya pada pekerja.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini membahas tentang faktor yang berhubungan dengan stres

kerja pada pekerja bagian produksi di PT. Indogravure. Penelitian ini

dilaksanakan pada tahun 2017 oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tahun 2013.

Penelitian ini bersifat analitik kuantitatif dengan menggunakan desain studi

cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan simple random

sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga Oktober

2017. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 76 sampel.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

primer dengan cara pengisian kuesioner. Sedangkan sumber data sekunder

berupa profil instansi tempat penelitian, jumlah pekerja dan data lingkungan

fisik. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis univariat

berupa analisa deskriptif serta analisis bivariat berupa uji Chi Square dan uji

Mann Whitney..

13
2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stres

Stres merupakan suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang

mengarah ke timbulnya penyakit fisik ataupun mental atau mengarah ke

perilaku yang tidak wajar (Munandar, 2008). Menurut Siagian (2009), stres

merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan

pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik

biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi

secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan

maupun di luarnya. National Safety Council (2003), menjelaskan bahwa stres

merupakan ketidakmampuan mental, fisik, emosional serta spiritual

seseorang dalam mengatasi ancaman yang pada suatu waktu dapat

mempengaruhi kesehatan orang tersebut.

Hartono (2007) menjelaskan bahwa stres merupakan reaksi nonspesifik

manusia terhadap rangsangan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu

reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang

belum tentu dapat menyebabkan stres bagi orang lain. Perbedaan reaksi

terhadap suatu rangsangan, dikarenakan stres merupakan persepsi individu

terhadap kondisi di dalam lingkungannya (National Safety Council, 2003).

Reaksi stres juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir,

tingkat pendidikan, serta kemampuan adaptasi seseorang terhadap kondisi

lingkungannya (Hartono, 2007).

14
2.2 Mekanisme Stres

Rangsangan-rangsangan yang muncul baik secara fisik, kimiawi

maupun psikologis yang merupakan ancaman gangguan pada sistem

homeostasis tubuh dapat memicu respon atau terjadinya stres. Jika tubuh

bertemu dengan stresor, tubuh akan mengaktifkan respon saraf dan hormon

untuk melaksanakan tindakan pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat.

Respon tersebut dikendalikan oleh hipotalamus (Shrewood, 1996) dalam

(Kadir, 2017).

Hipotalamus menerima masukan mengenai stresor yang diterima baik

fisik maupun psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari banyak

reseptor di tubuh. Sebagai respon, hipotalamus akan mengaktifkan sistem

saraf simpatis, mengeluarkan hormon CRH untuk merangsang sekresi

hormon ACTH serta kortisol serta memicu pengeluaran vasopresin. Stimulasi

simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinephrine, dimana hal ini

memiliki efek sekresi terhadap insulin serta glukagon oleh pankreas. Selain

itu terjadi vasokonstriksi arteriol di ginjal oleh katekolamin yang secara tidak

langsung memicu sekresi renin dengan menurunkan aliran darah ke ginjal.

Renin kemudian mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.

Dengan kata lain, selama stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai

respon baik dari sistem saraf simpatis maupun endokrin (Hole, 1981) dalam

(Kadir, 2017).

15
2.3 Stres Kerja

Menurut NIOSH (National Institute for Occupational Safety and

Health) mendifinisikan stres kerja sebagai keadaan psikologis yang mewakili

ketidakseimbangan persepsi seseorang mengenai tuntutan pekerjaan yang

tidak sesuai dengan kemampuan pekerja dalam mengatasi tuntutan tersebut.

Stres terjadi ketika persyaratan atau tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan

kemampuan, sumber daya serta kebutuhan pekerja (NIOSH, 1999b)

Greenberg (2002) mendifinisikan stres kerja sebagai kombinasi antara

sumber-sumber stres yang berhubungan dalam pekerjaan, karakteristik

individu, dan stresor di luar organisasi. Sementara World Health

Organization (2003) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan stres yang

berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang yang mungkin timbul saat

tuntutan dan beban kerja tidak seimbang atau sebanding dengan pengetahuan

dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu

menanggulanginya. Pekerjaan yang sehat seharusnya mampu menyesuailan

antara tekanan kerja dengan kemampuan serta sumber daya yang dimiliki

individu, kemampuan mengontrol pekerjaan dan adanya dukungan dari orang

sekitar.

Stres di tempat kerja bukanlah merupakan fenomena baru. Penyebab

dasar dari terjadinya stres di tempat kerja dipicu oleh beberapa alasan.

Terjadinya perubahan ekonomi dan kemajuan teknologi yang pesat justru

semakin menambah tekanan para pekerja untuk menghasilkan lebih banyak

produk dalam waktu yang relatif lebih singkat. Sebanyak dua dari tiga pekerja

di suatu perusahaan mengaku mengalami stres kerja. Terdapat juga prakiraan

16
klaim yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebesar US 200 milyar per

tahun yang diakibatkan oleh stres kerja berupa masalah absen, keterlambatan,

kejenuhan, produktivitas yang semakin rendah, angka keluar-masuk tinggi,

kompensasi pekerja, serta peningkatan biaya asuransi kesehatan (National

Safety Council, 2003).

Pada dasarnya stres dipandang dalam dua cara yaitu sebagai stres baik

(eustress) dan stres buruk (distress). Eustress merupakan stres yang bersifat

positif dimana stres ini memacu dan mendorong individu untuk memenuhi

ambisi-ambisinya, karena sebagian orang akan tergerak dengan adanya

dorongan atau rangsangan. Distress merupakan stres yang bersifat negatif,

dimana awalnya stres ini merupakan sebuah tantangan namun bergerak

berlawanan arah menjadi ancaman, sehingga menghilangkan kemampuan

individu dalam memelihara serta mempertahankan diri terhadap stimulus atau

rangsangan yang datang dan bahkan hal tersebut dapat menyebabkan

kematian (Munandar, 2008).

Berdasarkan hasil riset d1an pengalaman, National Institute of

Occupational Safety and Health melihat bahwa working condition memiliki

peran utama dalam menimbulkan stres kerja. Akan tetapi, peranan dari faktor

individu tidak dapat diabaikan. Menurut pandangan NIOSH pemaparan

dengan working condition dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan

kerja secara langsung. Akan tetapi, faktor individu dan situasi lainnya dapat

memperkuat atau memperlemah pengaruh ini (Pramudya, 2008).

17
2.4 Gejala Stres Kerja

NIOSH membagi stres, terutama stres akut dalam tiga gejala yaitu

gejala psikologis, fisiologis, dan gejala perilaku. APA (2016) menyatakan

bahwa gejala tersebut masih dapat diatasi apabila dikontrol dengan baik.

Adapun gejala tersebut diantaranya:

a. Gejala psikologis

Adapun gejala psikologis yang sering ditemui mengenai stres akut, antara

lain: nafsu makan menurun, sedih berkepanjangan, sulit berkonsenterasi,

merasa tertekan, pesimis, merasa selalu gagal, selalu merasa ketakutan,

gelisah ketika tidur, merasa kesepian, mudah menangis, merasa orang-

orang tidak ramah, tidak dapat menikmati hidup, berbicara lebih sedikit,

serta merasa tidak disukai orang-orang.

b. Gejala fisiologis

Gejala-gejala fisiologis dari stres akut adalah: wajah terasa panas, sakit

kepala, nyeri dada, mulut kering, napas pendek, tekanan darah tinggi,

nyeri otot, sembelit atau diare, kelelahan, insomnia, mudah sakit,

gangguan pencernaan, jantung berdebar cepat, rahang kaku, berkeringat

banyak, nafsu makan menurun/bertambah, tangan gemetar.

c. Gejala perilaku

Gejala-gejala perilaku dari stres akut diantaranya: tidak sabar, suka

berdebat, menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, penggunaan

alkohol/obat-obatan, merokok, serta mengabaikan tanggung jawab.

Gejala stres kerja terutama stres akut apabila tidak ditanggulangi secara

dini dan terus menerus berlangsung maka akan berkembang menjadi suatu

18
penyakit yang berkaitan dengan stres. Hal ini akan menyebabkan atau

menjadikan stres akut berkembang menjadi stres kronis. Perubahan stres akut

menjadi kronis dapat disebabkan karena tuntutan serta tekanan yang terjadi

secara terus menerus, serta sulit untuk diatasi (APA, 2016). NIOSH,

mengemukakan beberapa penyakit yang berkaitan dengan stres kronis, seperti

diabetes, hernia, tuberkulosis, asma, penyakit jantung, rematik, epilepsi,

glaukoma, paralysis, gangguan ginjal, gangguan pernapasan, stroke, anemia,

gangguan hati atau pankreas, gangguan kelenjar tiroid, insomnia, gastritis,

colitis, ulkus lambung, sakit punggung, serta alergi.

2.5 Dampak Stres Kerja

Stres kerja dapat merugikan diri sendiri, pekerjaan, perusahaan serta

masyarakat dimana stres kerja yang berlebihan akan menurunkan

produktivitas seseorang dalam bekerja. Apabila banyak pekerja yang

mengalami stres kerja, maka produktivitas tempat kerja juga akan menurun.

Kerugian pada pekerja tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja saja

namun dapat meluas pada aktivitas diluar pekerjaan, seperti sulit tidur,

konsterasi menurun, selera makan berkurang (Wantoro, 1999). Robbins

(1998) dalam Daniawati (2013) menjelaskan konsekuensi bagi organisasi

secara tidak langsung yaitu meningkatnya absensi, menurunnya tingkat

produktifitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi,

memicu perasaan teralienasi hingga turnover.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005)

mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan

produktivitas pekerja wanita. Selain itu, penelitian lain dari Tunjungsari

19
(2011) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres

kerja dengan kepuasan kerja. Sedangkan penelitian Suroso dan Siahaan

(2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja

pekerja, yang artinya semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka

semakin rendah kinerja yang dihasilkan.

Sedangkan menurut Lubis (2006), stres kerja dapat mengakibatkan hal-

hal sebagai berikut:

1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penyakit jantung

koroner, hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan menstruasi, dan

lain-lain.

2. Kecelakaan kerja, terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang

tinggi, serta bekerja secara bergilir.

3. Absensi kerja.

4. Lesu kerja, pegawai tidak termotivasi atau kehilangan motivasi kerja.

5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan seperti gugup, tegang,

marah-marah, apatis, dan kurang konsenterasi sampai ketidakmampuan

yang berat seperti depresi dan cemas yang berlebihan.

Lain halnya yang dijelaskan oleh Cox (2002). Menurut Cox (2002) efek

stres yang mungkin muncul dikategorikan meliputi:

1. Dampak Subjektif

Kekhawatiran/kegelisahan, kelesuan, kebosanan, depresi,

keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan terkucil dan

merasa kesepian.

2. Dampak Perilaku

20
Stres yang dialami pekerja akan berdampak pada perilaku dari

pekerja itu sendiri dalam bekerja diantaranya peledakan emosi dan

perilaku impulsif, makan berlebihan, merokok berlebihan.

3. Dampak Kognitif

Ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, daya

konsterasi menurun, kurang perhatian, sangat peka terhadap kritik,

dan hambatan mental.

4. Dampak Fisiologis

Tekanan darah meninggi, denyut jantung dan tekanan darah

meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, dan tubuh

panas dingin.

5. Dampak Organisasi

Produktivitas menurun, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan

kerja, menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap instansi.

Kelima jenis dampak tersebut tidak mencakup seluruhnya, dan hanya

mewakili beberapa dampak potensial yang sering dikaitkan dengan stres.

2.6 Determinan Stres Kerja

2.6.1 Faktor Pekerjaan

Faktor pekerjaan adalah penyebab stres yang bersumber dari situasi

serta kondisi yang berhubungan dengan pekerja di lingkungan kerja.

Hurrel & McLaney (1988) menyebutkan bahwa faktor pekerjaan yang

dapat menyebabkan stres kerja antara lain lingkungan fisik, konflik

peran, ketaksaan peran (ambiguitas peran), konflik interpersonal,

ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja,


21
jumlah beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja

lain, kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental serta shift kerja.

a. Lingkungan Fisik

Kondisi fisik kerja memiliki pengaruh terhadap kondisi faal

serta psikologis tenaga kerja dimana kondisi tersebut dapat

berdampak pada kesehatan mental serta keselamatan kerja tenaga

kerja (Munandar, 2008). Kondisi seperti bising, vibrasi maupun

hygiene lingkungan kerja dapat menjadi stresor bagi tenaga kerja.

Menurut penelitian Susilo (2007), lingkungan fisik secara parsial

berpengaruh negatif signfikan terhadap stres kerja pada karyawan,

yang artinya semakin baik lingkungan fisik maka stres kerja akan

menurun.

Hal ini didukung oleh penelitian Arisona (2008), dimana

terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi

terhadap kondisi lingkungan kerja dengan tingkat stres kerja pada

karyawan bagian tebang angkut. Selain itu, penelitian Soep (2012)

menyatakan bahwa ada hubungan antara lingkungan kerja dan stres

kerja dengan P = 0,010. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh

Ningsih dan Fitri (2016), dimana dalam peneilitannya pada pekerja

industri bengkel las di Pekanbaru mendapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan antara lingkungan fisik dengan terjadinya stres

kerja

b. Konflik Peran

22
Konflik peran biasanya terjadi pada individu ketika tingginya

harapan persuahaan terhadap diri tenaga kerja. Tetapi, tingginya

harapan tersebut mempersulit pencapaian tugas yang diberikan.

Gibson (1997) menyatakan bahwa konflik peran dapat menjadi

stresor yang penting bagi sebagaian orang. Konflik peran biasanya

muncul ketika pekerja diharuskan berperilaku dengan cara yang

bertentangan dengan diri mereka (Munandar, 2008).

Kahn dkk (1964) menyatakan bahwa tekanan dalam

pekerjaan muncul karena adanya dua kondisi yang sering dihadapi,

yaitu konflik peran dan ambiguitas peran. Konflik peran terjadi

ketika seseorang dengan tuntutan yang bertentangan melakukan

peran yang berbeda. Indikator dari konflik peran yang

dikembangkan oleh Rizzo, House dan Lirtzman dalam Mas”ud

(2004) adalah sebagai berikut:

1. Melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang berbeda-beda

dan menerima penugasan tanpa sumber daya manusia yang

cukup untuk menyelesaikannya.

2. Mengesampingkan aturan agar dapat menyelesaikan tugas

dan menerima permintaan dua pihak atau lebih yang tidak

sesuai satu sama lain.

3. Melakukan pekerjaan yang cenderung diterima oleh satu

pihak tetapi tidak diterima oleh pihak lain dan melakukan

kegiatan yang sbenarnya tidak perlu.

23
4. Bekerja di bawah arahan yang tidak pasti serta perintah yang

tidak jelas.

Penelitian Almasitoh (2011) pada perawat di rumah sakit

Yogyakarta menyatakan bahwa konflik peran ganda memiliki

hubungan terhadap terjadinya stres kerja dengan p = 0,000. Selain

itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Jumilah (2015) bahwa

konflik peran ganda yang dialami oleh pekerja wanita di PT. Pelita

Tomangmas Karanganyar memiliki hubungan yang sangat

signifikan dengan terjadinya stres kerja dengan p = 0,000.

Hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja juga

ditunjukkan pada penelitian Karima (2014) dengan P = 0,007.

Konflik peran yang terjadi di perusahaan akan berdampak pada

tingginya angka absenteisme dan turnover pekerja (Karima, 2014).

c. Ketaksaan Peran

Ketaksaan peran berhubungan dengan ketidakjelasan dalam

memberikan tugas kepada pekerja, sehingga hal ini dapat

menimbulkan terjadinya frustasi serta sulitnya bagi pekerja untuk

mencapai kepuasan dalam bekerja. Ketaksaan peran atau

ambiguitas peran dapat muncul disebabkan kurangnya informasi

atau karena tidak adanya indormasi sama sekali atau informasinya

tidak disampaikan kepada individu mengenai pekerjaannya

(Yasa, 2017). Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja

tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan

tugasnya, atau tidak mengerti harapan yang berkaitan dengan peran

24
tertentu (Munandar, 2008). Ketidakpahaman pekerja terhadap

peran yang harus dijalankan akan menimbulkan stres kerja di

tempat kerja (Hubbard, 1998). Semakin tidak jelas peran seseorang

maka semakin rendah pemanfaatan keahlian intelektual,

pengetahuan, dan keahlian kepemimpinan orang tersebut (Gibson,

1997).

Hasil survei yang dilakukan Kahn, dkk (1964) menunjukkan

bahwa 35 persen pekerja merasa bahwa tanggung jawab yang

diberikan kepada mereka tidak jelas sehingga mereka tidak

mengetahui apa yang harus dilakukan (Cardwell dan Flanagan,

2005). Penelitian yang dilakukan oleh Kariam (2014), menyatakan

bahwa ada hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja

dengan P = 0,043.

d. Konflik Interpersonal

Setiap pekerjaan pasti mengharuskan pekerjanya untuk

berinteraksi dengan orang lain, misal dengan rekan kerja. Dalam

beberapa pekerjaan, interaksi sosial merupakan sumber kepuasan

kerja. Akan tetapi, di sisi lain, interaksi sosial berpotensi

menimbulkan konflik yang daat menimbulkan stres. Penyebab

muncul konflik interpersonal sringkali disebabkan kompetisi antar

pekerja. Di beberapa perusahaan, pekerja diwajibkan mencapai

target untuk bisa mendapat penghargaan atau reward.

Menurut Jex dan Britt (2008) bentuk konflik interpersonal

dapat terjadi dalam bentuk aktif maupun pasif. Konflik

25
interpersonal secara aktif dapat terjadi ketika seseorang

berargumen dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang lain.

Sedangkan konflik interpersonal pasif dapat terjadi misal ketika

seseorang lupa mengundang rekan untuk menghadiri sebuah

pertemuan yang penting. Sehingga dapat dikatakan bahwa konflik

interpersonal merupakan salah satu variabel penting yang dapat

berdampak kompleks bagi pekerja yang mengalaminya.

Hasil penelitian yang dilakukan Tsuno, dkk (2009)

menunjukkan bahwa konflik interpersonal baik pada laki-laki

maupun perempuan berpengaruh terhadap stres secara psikologis.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Karima (2014), konflik

interpersonal memiliki hubungan positif dengan stres kerja dengan

P = 0,01. Adapun penelitian Dewi dan Wibawa (2016) pada Kantor

Sekretariat Daerah Kota Denpasar menyatakan bahwa konflik

interpersonal berpengaruh positif terhadap stres kerja, dimana hal

ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara pegawai dalam

melaksanakan tugas yang diberikan yang diberikan dan adanya

perbedaan pendapat karena unsur pemikiran dan budaya yang

berbeda antara pegawai.

e. Ketidakpastian Pekerjaan

Ketidakpastian pekerjaan berkaitan dengan ancaman

kehilangan pekerjaan di masa mendatang. Ketidakpastian

pekerjaan merupakan salah satu sumber stres yang dapat

mengakibatkan menurunnya performa kerja dan menyebabkan

26
pekerja mencoba mencari pekerjaan di tempat lain (Stellman,

1998). Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang

potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan (Siringoringo,

2013).

Ketidakpastian pekerjaan dapat direspon berbeda oleh tiap

pekerja. Di satu sisi, pekerja akan semakin meningkatkan

performanya agar mereka dapat tetap bekerja. Akan tetapi, di satu

sisi lain secara tidak langsung dapat menimbulkan kondisi stres

yang dapat berdampak pada menurunnya produktivitas kerja

(Karima, 2014). Ketidakpastian dalam organisasi dapat

mengganggu kinerja karyawan dan dapat menimbulkan stres kerja

(Indrawan, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Karima (2014)

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara ketidakpastian

pekerjaan dengan stres kerja dengan P = 0,004.

f. Kontrol Kerja

Stres dapat terjadi ketika adanya permintaan dari lingkungan

yang tidak sesuai dengan kemampuan individu dalam

mengatasinya. Ketika permintaan dari lingkungan tersebut tidak

mampu dipenuhi maka individu tersebut akan merasa sulit

melakukan kontrol terhadap dirinya sendiri. Kurangnya kontrol

terhadap diri sendiri dapat menimbulkan stres yang disebabkan

ketidakmampuan individu dalam mengatur dirinya sendiri

(Cardwell & Flanagan, 2005).

27
Kontrol dalam lingkungan kerja merupakan kombinasi

antara tuntutan dalam pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam

menggunakan kemampuan yang dimiliki. Kombinasi tuntutan

pekerjaan yang tinggi dengan rendahnya kontrol kerja dapat

menimbulkan tekanan yang tinggi dan menyebabkan berbagai

masalah kesehatan (Landy, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Lady, dkk (2017)

menyatakan bahwa ada hubungan antara kurangnya kontrol

dengan stres kerja dengan p-value = 0,001. Sementara penelitian

Marmot, dkk (1997) menunjukkan pekerja yang memiliki

kemampuan kontrol kerja kecil lebih memiliki risiko empat kali

lebih besar terkena serangan jantung dibanding pekerja memiliki

kontrol lebih besar terhadap pekerjaan (O’Rourke & Collins,

2009).

g. Kurangnya Kesempatan Kerja

Kurangnya kesempatan kerja yang tersedia dapat menjadi

suatu masalah besar bagi individu terhadap kemungkinan

kehilangan pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan kembali

sehingga dapat memicu terjadinya stres (Bizymoms, 2013).

Kekhawatiran yang terjadi terus menerus dapat menimbulkan

gangguan kesehatan bagi individu yang merasakannya. Penelitian

Nurazizah (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

kurangnya kesempatan kerja dengan stres kerja dengan P = 0,006.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lady, dkk (2017) memberikan

28
hasil adanya hubunagn antara kurangnya kesempatan kerja dengan

stres kerja dengan p-value = 0,031.

h. Jumlah Beban Kerja

Gibson (1997) menyatakan bahwa beban kerja yang terlalu

banyak atau berlebih serta beban kerja yang sedikit merupakan

pembangkit stres atau stresor. Beban kerja dapat dikategorikan

lebih lanjut kedalam beban kerja berlebih/sedikit kuantitatif, yang

timbul akibat dari tugas yang diberikan kepada tenaga kerja untuk

diselesaikan dalam waktu tertentu dalam jumlah yang sedikit atau

berlebih. Beban kerja baik secara mental atau fisik berpotensi

sebagai stresor di tempat kerja. Bekerja di bawah tekanan waktu

untuk mencapai target merupakan sumber stres yang sering

terdapat dalam tempat kerja. Pada buku yang ditulis oleh Molloy

(2010), tuntutan dan beban kerja yang berlebih dapat memicu

adanya stres di tempat kerja.

Pada beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa tingginya

tuntutan kognitif dapat mempengaruhi kondisi seseorang sehingga

dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit, kecelakaan kerja,

serta masalah kesehatan mental. Selain itu dengan tuntutan emosi

yang tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang rendah, diperoleh

beberapa risiko kesehatan berupa kelelahan, burnout serta tekanan

psikologis (Eurofound, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Nishitani, dkk (2013)

menyatakan bahwa jumlah beban kerja secara signifikan berkaitan

29
dengan munculnya gejala stres seperti mudah marah, kelelahan,

gelisah, dan depresi. Penelitian yang diakukan oleh Oktaviana

(2010) mengatakan bahwa tuntutan pekerjaan diketahui

berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan pada pekerja. Selain

itu penelitian yang dilakukan oleh Karima (2014) menyatakan

bahwa beban kerja memiliki hubungan positif dengan stres kerja

dimana P=0,001 yang berarti beban kerja yang meningkat akan

meningkatkan stres kerja. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Samosir dan Syahfitri (2008), pada pustakawan Universitas

Sumatera Utara menyatakan bahwa tuntutan pekerjaan yang

dialami oleh pustakawan terkadang sangat banyak yang

memungkinkan dapat menimbulkan stres kerja. Rivai (2014) pada

penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara beban kerja

dengan stres kerja dengan P = 0,011.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amalina (2016)

menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan

antara beban kerja yang dimiliki pekerja dengan stres kerja dimana

p-value = 0,000, dimana beban kerja merupakan determinan dari

stres kerja pada penelitian tersebut. Adapun studi yang dilakukan

pada responden praktisi umum dengan menggunakan data

sekunder tahun 2003-2006 di Belanda juga menjelaskan bahwa

terdadapt hubungan yang signifikan antara beban kerja denagn

stres kerja (Hombergh, 2009).

i. Variasi Beban Kerja

30
Variasi beban kerja berkaitan dengan berbagai jenis

pekerjaan yang diberikan kepada pekerja dengan tuntutan

kemampuan yang berbeda-beda. Beban kerja yang beragam dapat

menimbulkan stres bagi pekerja dikarenakan pekerja merasa tidak

mampu melaksanakan tugas yang diberikan, dimana

ketidakmampuan pekerja dalam melaksanakan tugas yang

diberikan tersebut dapat mempengaruhi penilaian diri seseorang

terhadap dirinya (Gibson, 1997). Soegiono (2008) menyatakan

bahwa tuntutan tugas yang beragam dan tidak sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki pekerja akan berdampak pada stres.

Penelitian yang dilakukan oleh Afrianti, dkk (2011) pada

petugas pemadam kebakaran, menunjukkan variasi beban kerja

yang tinggi berhubungan dengan munculnya gejala stres. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Lady, dkk (menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara variasi beban kerja dengan stres kerja

dengan p-value = 0,000. Selain itu, penelitian Lady, dkk (2017)

menunjukkan antara variasi beban kerja dengan stres kerja

memiliki derajat hubungan yang kuat serta berpola positif yang

artinya semakin tinggi variasi beban kerja yang diberikan serta

dimiliki oleh pekerja maka akan meningkatkan stres kerja pada

pekerja tersebut. Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh

Saiko, dkk (2007) pada pekerja pemadam kebakaran di Jepang

menunjukkan hasil bahwa ada hubungan variasi dalam beban kerja

dengan gejala depresi pada pekerja tersebut.

31
j. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain

Tanggung jawab merupakan sumber stres yang berasal dari

peranan dalam organisasi, dimana terbagi menjadi dua yaitu

tanggung jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap

orang lain. Wardwell, dkk (1964) dalam Karima (2014)

menyatakan bahwa memegang tanggung jawab terhadap orang lain

lebih berat dibanding dengan tanggung jawab terhadap benda yang

secara signifikan dapat memicu terjadinya penyakit jantung

koroner. Penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah (2017)

menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

tanggung jawab dengan terjadinya stre kerja dengan P = 0,000.

k. Kemampuan yang Tidak Digunakan

Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat

menimbulkan stres bagi pekerja tesebut. Kondisi ini seringkali

terjadi pada pekerja yang memiliki kemampuan banyak untuk

melakukan pekerjaan, namun kemampuan tersebut tidak dapat

digunakan karena sudah menggunakan alat bantu atau adanya

pekerja lain yang melakukan tugas tersebut. Kondisi seperti ini

dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan

bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan stres (Ross & Altmaier,

2000).

Penelitian Nurazizah (2017) menyatakan bahwa ada

hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres

kerja dengan P = 0,001. Sementara penelitian Lady, dkk (2017)

32
memberikan hasil bahwa antara kemampuan yang tidak digunakan

dengan stres kerja memiliki derajat hubungan yang sangat kuat

dengan pola hubungan yang positif dengan stres kerja dimana p-

value penelitian tersebut adalah 0,000. Hal ini menunjukkan

semakin tinggi kemampuan yang tidak digunakan oleh pekerja

maka akan meningkatkan stres kerja pada pekerja tersebut. Selain

itu penelitian lain yang dilakukan Jamal dan Ahmed (2009)

menunjukkan bahwa kemampuan yang tidak digunakan

berhubungan signifikan terhadap kejadian stres kerja baik pada

level manager maupun pada pekerja buruh.

l. Tuntutan Mental

Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan

terutama pada pekerjaan yang menuntut interaksi dengan klien,

khususnya perusahaan pada sektor jasa. Koradecka (2010),

menyatakan bahwa pekerjaan yang menuntut kondisi emosional

yang baik sangat berhubungan dengan rendahnya tingkat

kesejahteraan pekerja secara mental. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lady, dkk 92017) menunjukkan hasil bahwa

terdapat hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja

dengan p-value = 0,000, dan juga adanya derajat hubungan yang

sangat kuat antara kedua variabel tersebut serta berpola positif.

Artinya semakin tinggi tuntutan mental yang dimiliki pekerja maka

akan mengakibatkan stres kerja menjadi meningkat pada pekerja

tersebut.

33
m. Shift Kerja

Pada umumnya, waktu kerja telah diatur oleh Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi dalam keputusan menteri nomor

KEP.102/MEN/VI/2004, dimana waktu kerja normal untuk hari

kerja yaitu 7 jam/hari (hari ke 1-5), 5 jam/hari (hari ke-6) atau 40

jam/minggu. Sedangkan, untuk 5 hari kerja yaitu 8 jam/hari atau

40 jam/minggu. Apabila waktu kerja lebih dari waktu yang telah

ditetapkan tersebut, ama dihitung sebagai waktu kerja lembur.

Agar dapat beroperasi secara masimal selama 24 jam, maka

perusahaan menerapkan sistem shift kerja dalam proses

produksinya.

Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja sebagai

pengganti kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan,

dimana biasanya dibagi atas kerja pagi, sore, dan malam (Strank,

2005). Adapun definisi lain dari shift kerja adalah suatu cara

mengorganisir waktu kerja harian pada orang lain atau tim yang

berbeda secara berturut-turut untuk waktu kerja yang biasanya 8

jam, dan meliputi waktu keseluruhan 24 jam (Agustin, 2012). Pada

umumnya, shift kerja terdiri atas tiga jenis yaitu, shift pagi, siang,

dan malam. Durasi kerja pada tiap perusahaan dapat berbeda

tergantung jenis serta kebutuhan perusahaan, dimana penerapan

shift dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.

Akan tetapi, hal tersebut juga dapat memberikan dampak yang

negatif bagi tubuh pekerja.

34
Shift kerja yang bertentangan dengan pola tidur akan berisiko

menimbulkan gangguan baik secara fisik, psikologis maupun

perilaku. Gangguan yang dialami dapat berupa gangguan

pernapasan, detak jantung, tekanan darah, ekskresi urin, mitosis

sel, produksi hormon, dan gangguan irama sirkardian. Shift kerja

terutama pada malam hari akan menyebabkan perubahan kerja,

dimana para pekerja pada malam hari diharuskan lebih aktif pada

waktu malam (Karima, 2014). Penelitian Marchelia (2014)

menyatakan bahwa ada hubungan antara shift kerja dengan stres

kerja dengan P = 0,000.

2.6.2 Faktor Individual

Tiap-tiap individu memiliki ambang stres yang berbeda-beda,

tergantung dari karakteristik individu itu sendiri. Karakteristik seorang

individu akan mempengaruhi kadar stres yang dialaminya. Evayanti

(2003) dikutip dalam Setyani (2013), menyatakan bahwa tidak semua

orang dapat menghadapi sumber stres yang sama akan mengalami stres

kerja karena adanya perbedaan karakteristik individu. Hal ini juga

sejalan dengan pernyataan NIOSH dimana karakteristik individu

merupakan suatu hal yang penting untuk memprediksi apakah

pekerjaan tertentu akan mengakibatkan stres, yang mana dengan kata

lain satu hal yang menyebabkan stres bagi satu orang mungkin tidak

menjadi masalah bagi orang lain (NIOSH, 1999a). Menurut Hurrel &

McLaney (1988), faktor individual terdiri dari umur, jenis kelamin,

masa kerja, status pernikahan, kepribadian tipe A, dan penilaian diri.

35
a. Umur

Umur diartikan sebagai lamanya keberadaan seseorang

yang diukur dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik,

individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan

anatomis, dan fisiologik sama (Nuswantari (1998) dalam

Daniawati 2013). Sedangkan menurut Hoetomo (2005) dalam

Kamus Bahasa Indonesia menyatakan bahwa umur merupakan

lama waktu hidup sejak dilahirkan.

Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan

dengan hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Namun

tidak selamanya umur dengan stres kerja dihubungkan dengan

masa kerja. Terdapat beberapa jenis pekerjaan yang sangat

berpengaruh dengan umur, terutama yang berhubungan dengan

sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki

umur lebih muda memiliki pengelihatan dan pendengaran yang

lebih tajam, serta gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh

yang lebih kuat. Namun, untuk beberapa jenis pekerjaan lain,

faktor umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan

pemahaman bekerja lebih banyak. Sehingga pada jenis pekerjaan

tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu

terjadinya stres (Munandar, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University

(2000) yang dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor

demografi yang mempengaruhi timbulnya stres kerja,

36
disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya

stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori,

yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun, 41-50 tahun, dan diatas usia

51 tahun. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usia 41-

50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena stres tingkat

tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori umur yang memiliki

persentase terbesar dalam mengalami stres tingkat rendah adalah

usia 18-32 tahun dan usia diatas 51 tahun (83%). Hal ini

disebabkan pada usia awal perkembangan, keadaan emosi

seseorang masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut, biasanya

daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehingga

sangat berpotensi untuk terkena stres.

Menurut European Commision for Employment and Social

Affair (1999) dalam Hidayat (2013), pada usia 20-29 tahun

individu berusaha menempatkan diri pada lingkungan sosial yang

berubah dengan cepat, adanya konflik, kebimbangan, dan nilai

sosial. Individu pada usia tersebut juga mulai memasuki masa

bekerja secara formal dan barang tentu mereka memiliki harapan-

harapan yang besar di dalam karirnya, namun apabila dirasakan

ketidaksesuaian dengan kondisi pekerjaan yang dimiliki saat ini,

maka individu tersebut akan merasa tidak puas dan cenderung

mengalami stres.

Menurut Minner (1992) dalam Lutfiyah (2011) pekerja

mungkin menjadi kurang kompeten setelah usai menginjak 40

37
tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang

menekankan kecepatan, misalnya kecepatan respon otot atau

persepsi visual. Berhubungan dengan kematanga seseorang

secara psikologis maupun fisik. Pekerja yang umumnya lebih tua

sering gagal untuk mempelajari keahlian baru secara besar karena

mereka tidak percaya pengetahuan diperlukan, daripada karena

kurangnya kemampuan mereka.

Menurut Hidayat (2013) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,008 yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan stres

kerja. Selain itu, menurut penelitian Aulya (2013) diketahui

bahwa ada hubungan antara umur dengan stres kerja dengan p

=0,012. Sedangkan berdasarkan penelitian Airmayanti (2009)

diketahui bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan stres

kerja.

Adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan stres

kerja termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat

disebabkan oleh faktor umur yang lebih muda, biasanya

disebabkan karena pekerja berusia muda biasanya belum

memiliki pengalaman dan pemahaman yang banyak dalam

bekerja, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu usia menjadi

pemicu terjadinya stres (Suprapto, 2008).

b. Jenis Kelamin

38
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan stres di tempat kerja. Menurut ILO (2001),

perempuan lebih berisiko dalam mengalami stres yang dapat

menimbulkan penyakit akibat stres serta tingginya keinginan

untuk meninggalkan pekerjaannya. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan perempuan rentan dalam mengalami stres kerja,

yaitu:

a. Perempuan memiliki peran dominan dalam merawat

keluarga sehingga total beban kerja perempuan lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki.

b. Tingkatan untuk mengontrol pekerjaan cenderung rendah

karena sebagian besar perempuan menempati jabatan di

bawah laki-laki.

c. Semakin banyaknya perempuan yang menduduki jabatan

pentung.

d. Semakin banyaknya perempuan yang bekerja pada tingkat

stres kerja yang tinggi.

e. Terjadinya ketidakadilan dan diskriminasi dari posisi yang

lebih senior.

Selain itu, respon perempuan dan laki-laki dalam

menghadapi stres cenderung berbeda. Penelitian yang dilakukan

Wichert (2002) menjelaskan bahwa laki-laki cenderung untuk

mengatasi stres yang dialami dengan melakukan perubahan

perilaku seperti merokok, minum alkohol, serta obat-obatan.

39
Sedangkan perempuan cenderung mengatasi stres yang dihadapi

dengan melakukan perubahan secara emosional. Sehingga laki-

laki cenderung mengalami penurunan kualitas kesehatan secara

fisik ketika mengalami stres, sementara wanita mengalami

penurunan kualitas kesehatan secara psikologis.

Penelitian yang dilakukan oleh Antoniou, dkk (2006)

menyatakan bahwa pekerja perempuan mengalami stres kerja

yang lebih tinggi dikarenakan beban kerja dan kelelahan secara

emosional. Penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina, dkk (2006)

diketahui bahwa perempuan lebih cenderung mengalami stres

kerja dibandingkan dengan laki-laki dengan persentase 44,1%

untuk stres kerja tinggi. Sedangkan dalam penelitian lain, yang

dilakukan pada perawat tidak ditemukan hubungan antara stres

kerja dengan jenis kelamin (Sukmono, 2013).

c. Status Pernikahan

Status pernikahan dapat pula berpengaruh terhadap

pekerjaan. Individu yang menikah biasanya memiliki tingkat stres

yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang tidak

menikah. Hal ini dikarenakan apabila pekerja mendapat

dukungan dalam karir dari pasangannya maka stres kerja yang

dialaminya akan cenderung berkurang karena adanya dukungan

dari pasangan (Fink, 2010). Namun, pengaruh status pernikahan

terhadap stres akan berpengaruh positif apabila pernikahan

berjalan dengan baik (Karima, 2014).

40
Evayanti (2003) menyatakan bahwa pekerja yang berstatus

menikah, keadaan keluarga dapat menjadi penghambat,

mempercepat, atau menjadi penangkal proses terjadinya stres.

Apabila seseorang memiliki masalah gawat di rumah, maka

kecenderungan untuk mendapatkan stres di tempat kerja akan

lebih besar, begitu pula sebaliknya.

Pernikahan yang tidak bahagia akan lebih mungkin

menimbulkan stres dibandingkan dengan individu yang tidak

menikah. Hasil penelitian Kiecolt-Glaser, dkk (2003)

membuktikan bahwa individu yang bercerai serta individu yang

menikah namun tidak bahagia akan memiliki tingkat stres yang

sama tingginya dibandingkan dengan individu yang memiliki

pernikahan yang bahagia (Ogden, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009)

menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status perkawinan

dengan stres kerja dengan p = 0,031. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sukmono (2013) pada perawat

dimana terdapat hubungan antara status perkawinan dengan stres

kerja. Penelitian Vierdelina (2008) dimana dalam penelitiannya

menyatakan bahwa responden yang berstatus telah menikah

mengalami stres kerja sedang sebanyak 55,8%.

d. Masa Kerja

Masa kerja memiliki potensial untuk terjadinya stres kerja.

Baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu

41
terjadinya stres kerja serta diperberat dengan adanya beban kerja

yang besar (Munandar, 2008). Selain itu, masa jabatan yang

berhubungan dengan stres kerja sangat berkaitan dengan

kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang bekerja diatas 5 tahun

biasanya memilki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada

pekerja yang baru bekerja, sehingga dengan adanya tingkat

kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres kerja.

Menurut Wantoro (1999) yang dikutip oleh Rivai (2014)

mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja lebih lama, lebih

memiliki pengalaman yang luas, kematangan berpikir, dan

bersikap sehingga dapat bertindak lebih bijaksana. Semakin lama

masa kerja seseorang maka semakin tinggi pengalamannya di

tempat kerja sehingga semakin tinggi pula kepuasan kerjanya dan

memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai situasi pekerjaan

serta lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan di

sekitarnya.

Budiono (2003) mengatakan bahwa masa kerja dapat

berpengaruh secara positif ataupun negatif. Pengaruh positif

dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin

berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan akan

memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja

maka akan menimbulkan kebosanan dan kelelahan.

Hasil penelitian Gautama (2008) diketahui bahwa ada

hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dengan p = 0,000.

42
Sejalan dengan penelitian Setyani (2013) dimana menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan stres kerja

dengan p = 0,034.

e. Kepribadian Tipe A

Kepdibadian adalah keseluruhan cara dimana seorang

individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Salah

satu kepribadian yang ada dalam diri individu adalah kepribadian

tipe A. Individu dengan kepribadian tipe A cenderung memiliki

sifat kompetitif ambisius, tidak sabar, agresif dan sangat kritis.

Selain itu, individu dengan kepribadian tipe ini cenderung lebih

mudah marah sehingga cenderung mengalami permusuhan

dengan lingkungan di sekitarnya (McLeod, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto, dkk (2007)

menyatakan bahwa kepribadian tipe A merupakan salah satu

faktor yang dapat menyebabkan stres pada indvidu. Selain itu

penelitian Karima (2014) menyatakan kepribadian tipe A

memiliki korelasi positif dengan stres kerja yang artinya semakin

tinggi kepribadian tipe A seseorang maka semakin tinggi tingkat

stres.

f. Penilaian Diri

Penilaian diri merupakan persepsi individu terhadap

kemampuan, keberhasilan dan kelayakan dirinya. Seseorang yang

memiliki konsep diri positif, maka dirinya memiliki penilaian diri

yang tinggi sehingga dapat mengembangkan diri dalam

43
mengahadapi kondisi, situasi, atau peristiwa yang mengganggu

atau mengancam dirinya. Hal ini menyebabkan dirinya terhindar

dalam mengalami stres kerja (Munandar, 2008). Penilitan yang

dilakukan oleh Karima (2014) menyatakan bahwa ada hubungan

antara penilaian diri dengan stres kerja dengan P = 0,007 dan

memiliki korelasi negatif dengan stres kerja dimana ketika

penilaian diri seseorang rendah maka akan meningkatkan

terjadinya stres kerja.

2.6.3 Faktor Di Luar Pekerjaan

Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan

dengan di luar pekerjaan dimana dapat mempengaruhi stres kerja pada

seseorang (Hurrel & McLaney, 1988). Aktivitas di luar pekerjaan dapat

berpengaruh dalam menimbulkan kondisi stres kerja, dimana pada

semua model stres kerja, aktivitas di luar pekerjaan diakui sebagai salah

satu sumber stres bagi pekerja (Hurrell, 1990). Isu-isu tentang keluarga,

krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan pribadi, dan organisasi

yang bertentangan, konflik antara tuntutan kelurga serta tuntutan

perusahaan, dapat merupakan tekanan pada individu dalam

pekerjaannya, sebagaimana dalam pekerjaan memiliki dampak yang

negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi (Munandar, 2008). Oleh

karena itu, menghilangkan sumber dari aktivitas di luar pekerjaan

sebaiknya dilakukan agar dapat mencegah menurunnya kepuasan kerja

seseorang serta menghambat perkembangan reaksi stres dari sumber

yang didapat ketika bekerja (Hurrell, 1990).

44
Penelitian Musangadah (2015), menunjukkan bahwa tuntutan

luar pekerjaan berpengaruh positif terhdap stres kerja. Penelitian

Murtiningrum (2005), diketahui bahwa konflik pekerjaan-keluarga

berpengaruh positif terhadap terjadinya stres kerja dengan nilai korelasi

0,533 dimana semakin besar konflik pekerjaan-keluarga maka akan

semakin meningkatkan stres kerja.

2.6.4 Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah kemampuan dan semua sumber yang

diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu.

Dukungan sosial merupakan faktor pendukung yang dapat

mempengaruhi stres kerja seseorang (Hurrel & McLaney, 1988).

Menurut Gibson (1997), dukungan sosial merupakan kesenangan,

bantuan, atau keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan,

baik formal, & informal dengan orang lain atau kelompok. Dukungan

sosial yang baik dapat berdampak positif bagi kesehatan pekerja. Hal

ini karena lingkungan yang baik dapat mencegah timbulnya faktor yang

dapat menyebabkan stres. Selain itu, apabila dalam lingkungan kerja

banyak terdapat sumber stres, dukungan sosial dapat menjadi penahan

dampak negatif sumber stres di lingkungan tersebut (Koradecka, 2010).

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dukungan sosial

yang rendah dapat meningkatkan risiko kesehatan seperti stres,

penyakit kardiovaskuler, gangguan mental umum, depresi (Eurofound,

2012). Penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah (2017) menyatakan

bahwa ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja dengan

45
korelasi negatif dimana semakin rendah dukungan sosial maka akan

semakin tinggi stres kerja pada pekerja. Penelitian Setiawan & Sofiana

(2013) di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogyakarta diketahui bahwa

dukungan sosial memiliki peranan terhadap stres kerja dengan p =

0,048. Sementara penelitian Almasitoh (2011) menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja dengan P=

0,000 pada perawat di rumah sakit Yogyakarta.

2.7 Pengukuran Stres Kerja

Cox, Griffith, dan Eusebio (2000) mengemukakan beberapa teknik

pengukuran stres yang banyak digunakan dalam studi Amerika Serikat, yang

digolongkan sebagai berikut:

1. Self Report Measure

Cara pengukuran ini merupakan yang paling sering digunakan

dalam penelitian, dimana pengukuran dilakukan dengan menanyakan

intensitas pengalaman baik fisiologis, psikologis maupun perilaku.

Adapun pengukuran ini dengan cara menggunakan kuesioner.

Pengukuran ini terlihat masuk akal untuk menemukan sejauh mana

tingkat stres yang dialami oleh seseorang dengan menanyakan secara

langsung. Selain itu, cara pengukuran ini dapat digunakan dengan mudah

dan cepat.

2. Physiological Measure

Pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik akibat

stres, seperti ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak. Cara ini

46
dianggap paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si

pengukur dan pada alat yang digunakan pada saat pengukuran.

3. Biochemical Measure

Teknik pengukuran ini melihat stres melalui respon biokimia pada

individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid

setelah pemberian stimulus. Reabilitas cara ini tergolong paling tinggi

namun hasil pengukurannya dapat berubah apabila subjek penelitiannya

adalah perokok, peminum alkohol, dan kopi. Hal ini dikarenakan rokok,

kopi, dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut

dalam tubuh.

2.8 Instrumen Penelitian

Saat ini penelitian mengenai stres kerja telah banyak dilakukan, dimana

penelitian yang dilakukan tersebut menggunakan berbagai jenis instrumen

penelitian. Berbagai macam instrumen penelitian sudah banyak dibuat yang

telah teruji baik validitas maupun reliabilitasnya. Adapun beberapa macam

isntrumen pengukuran stres kerja akan ditampilkan pada Tabel 2.1 berikut:

47
Tabel 2.1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja

Nama Instrumen Penyusun Kelebihan Kekurangan


Quality of worklife NIOSH and a. Digunakan untuk menilai faktor a. Hanya mengukur efek stres pada
Questionnaire Institute for Social yang berhubungan dengan stres kesehatan fisik
Research at the kerja dan kepuasan kerja
University of b. Digunakan untuk mengetahui
Michigan karakteristik organisasi yang
dikelompokkan dalam tingkat
pekerjaan, budaya/iklim, dampak
kesehatan, dampak lain, dan jam
kerja
Job Stress Survey (JSS) Spielberger (1994) a. Digunakan untuk menilai tingkat a. Faktor penilaian hanya pada
keparahan dan frekuensi faktor lingkungan kerja dan dampaknya
lingkungan kerja yang berdampak terhadap perubahan psikologis
pada keadaan psikologis pekerja b. Validitas dan reliabilitas diragukan
Job Content Karasek (1985) a. Dapat digunakan untuk mengukur a. Hanya terfokus pada penilaian
Questionnaire risiko kerja yang berhubungan situasi psikologi dan sosial di
dengan penyakit jantung lingkungan kerja.
b. Validitas dan reliabilitas kuesioner
telah teruji
Life Stressor Checklist- Wolfe dan a. Dapat digunakan untuk a. Validitas dan reliabilitas kuesioner
Revised (LSC-R) Kimerling (1997) mengidentifikasi area yang diragukan
membutuhkan intervensi
The Workplace Stress American Institute a. Dapat digunakan untuk mengukur a. Hanya dapat digunakan untuk
Scale of Stress (AIS) tingkat stres kerja dengan mengukur sumber stres yang
interpretasi skor yang jelas terdapat di lingkungan kerja

48
b. Sumber stres yang diukur berasal
dari dalam lingkungan kerja
HSE Indicator Tool Health and Safety a. Dapat digunakan untuk a. Hanya dapat digunakan untuk
(HSE) Executive menanggulangi faktor risiko stres mengukur sumber stres yang
yang berhubungan dengan terdapat di lingkungan kerja
pekerjaan b. Hasil temuan dalam instrumen ini
b. Dapat digunakan sebagai instrumen didiskusikan kembali dengan pekerja
tunggal atau digabungkan dengan serta dilengkapi dengan data
instrumen lainnya pendukung lainnya.
NIOSH Generic Job Hurrell and a. Dapat digunakan untuk mengukur a. Pertanyaan yang ada dalam
Stress Questionnaire McLaney (1988) sumber stres yang berasal dari instrumen terlalu banyak
lingkungan kerja, di luar
lingkungan kerja, serta faktor
pendukung lainnya
b. Dapat digunakan untuk
mengevaluasi stres pada kondisi
akut dan kronis
c. Validitas dan reliabilitas kuesioner
telah teruji
d. Tersedia dalam berbagai bahasa

Sumber: APA (2012) dan HSE (2001)

49
Berdasarkan Tabel 2.1 terdapat berbagai instrumen yang dapat

digunakan untuk melakukan pengukuran stres kerja pada pekerja. Namun,

pada penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan NIOSH Generic Job

Stress Questionnaire. Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire

dipilih dikarenakan instrumen ini dapat mengukur sumber stres kerja dari

berbagai faktor seperti lingkungan kerja, di luar lingkungan kerja, serta faktor

pendukung lainnya. Sementara, instrumen penelitian lainnya hanya

mengukur sumber stres kerja yang berasal dari lingkungan pekerjaan. Selain

itu, instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire dipilih karena

memiliki validitas dan reliabilitas yang sudah teruji.

2.9 Pencegahan dan Pengendalian Stres

Menurut Levi (1984) dalam Aulya (2013) upaya pencegahan terhadap

stres kerja dapat dilakukan dengan cara, yaitu:

1. Adanya peraturan tentang identifikasi bahaya kerja di lingkungan kerja

perusahaan, termasuk identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja.

2. Program Healthy Life Style antara lain tidak minum minuman beralkohol,

tidak merokok, diet sehat, olahraga, rekreasi, dan lain-lain.

3. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memikirkan dan

menentukan cara dan peralatan kerjanya, mempunyai wewenang untuk

menghentikan pekerjaan bila berbahaya.

4. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan

keterampilannya.

5. Desain kerja yang memungkinkan berlangsungnya interaksi sosial

dengan baik, memberi kesempatan kepada pekerja untuk menentukan

50
variasi tempat kerja, seperti dekorasi ruang kerja, adanya musik, dan lain-

lain untuk menghindari kejenuhan.

6. Pendidikan dan pelatihan bagi pekerja.

7. Sistem penggajian tetap dan tidak menggunakan sistem upah harian.

Selain itu, menurut Mangkunegara (2002) upaya yang dapat dilakukan

untuk mencegah timbulnya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan adalah salah

satunya dengan pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengelola waktu

dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan.

Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan

tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.

Sementara menurut Munandar (2008), dalam manajemen stres dapat

dilakukan beberapa hal seperti kerekayasaan organisasi, kerekayasaan

kepribadian, teknik penenangan pikiran, maupun teknik penenangan melalui

aktifitas fisik.

a. Kerekayasaan organisasi

Teknik ini dilakukan untuk mengubah lingkungan kerja menjadi

lingkungan kerja yang tidak penuh stres. Lingkungan kerja secara fisik

yang menurut para pekerja dirasakan sebagai pembangkit stres dapat

diatur kembali dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja.

b. Kerekayasaan kepribadian

Strategi yang digunakan dalam teknik ini adalah mengupayakan

timbulnya perubahan-perubahan dalam kepribadian individu sehingga

timbulnya stres kerja dapat dicegah dan agar ambang stres dapat menjadi

lebih baik lagi. Apabila pekerja telah mengalami stres yang menimbulkan

51
gangguan terhadap kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat

diberikan agar kesehatan mental dapat berfungsi kembali secara optimal.

c. Teknik penenangan pikiran

Teknik penenangan pikiran bertujuan untuk mengurangi kegiatan

pikiran, membuat perasaan cemas dan khawatir berkurang, sehingga

pikiran menjadi tenang dan stres akan berkurang.

Teknik ini dilakukan dengan meditasi, pelatihan relaksasi

autogenic maupun pelatihan relaksasi neuromuscular. Pelatihan

relaksasi autogenic fokus pada gambaran perasaan tertentu yang dihayati

bersama dengan terjadinya peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat

dalam ingatan, sehingga timbulnya kenangan tentang peristiwa akan

menimbulkan penghayatan dari gambaran perasaan yang sama. Pelatihan

ini berusaha mengaitkan penghayatan yang menenangkan dengan

kejadian yang menimbulkan dengan kejadian yang menimbulkan

ketegangan, sehingga tubuh terkondisi untuk memberikan penghayatan

yang tetap menenangkan walaupun mengalami kejadian yang

sebelumnya menimbulkan ketegangan.

Sementara, pelatihan relaksasi neuromuscular terdiri dari latihan

sistematis terhadap otot dan komponen-komponen sistem syaraf yang

mengendalikan aktifitas otot, untuk mengurangi ketegangan dalam otot

sehingga dapat mengurangi ketegangan yang nyata dari tubuh.

d. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik

Teknik ini bertujuan untuk menggunakan hasil-hasil stres yang

diproduksi oleh ketakutan maupun ancaman, atau mengubah sistem

52
hormon dan syaraf tubuh ke dalam sikap mempertahankan. Selain itu,

tujuan lainnya adalah menurunkan reaktivitas tubuh terhadap stres di

masa mendatang dengan cara mengkodisikan relaksasi. Dan juga

perasaan sehat, tenang, dan ringan yang timbul setelah melakukan

aktifitas fisik.

Aktifitas fisik dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadinya

stres. Aktifitas dapat dilakukan dengan senam kesegaran badan, jogging,

berjalan santai di pagi hari, dan sebagainya, apabila aktifitas fisik

dilakukan secara teratur, dapat membantu kita untuk menjadi lebih tahan

terhadap stres.

2.10 Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam kerangka teori ini mengacu kepada

instrumen NIOSH Generic Job Questionnaire yang diekmbangkan oleh

Hurrel & McLaney (1988) dimana stres kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang telah di jelaskan sebelumnya. Adapun kerangka teori tersebut

digambarkan dalam bagan 2.1 berikut:

53
Faktor Pekerjaan
a. Lingkungan Fisik
b. Konflik Peran
c. Ketaksaan Peran
d. Konflik Interpersonal
e. Ketidakpastian Pekerjaan
f. Kontrol Kerja
g. Kurangnya Kesempatan
Kerja
h. Jumlah Beban Kerja
i. Variasi beban Kerja
j. Tanggung Jawab Terhadap
Pekerja Lain
k. Kemampuan yang Tidak
Digunakan
l. Tuntutan Mental
m. Shift Kerja

Faktor Individual
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status Pernikahan Stres Kerja
d. Masa Kerja
e. Kepribadian Tipe A
f. Penilaian Diri

Faktor di Luar Pekerjaan


a. Aktivitas di Luar Pekerjaan

Faktor Pendukung
a. Dukungan Sosial

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Hurrel dan McLaney (1988)

54
3 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini, mengacu pada variabel yang akan

diteliti. Adapun variabel independen yang akan diteliti terdiri dari faktor

pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran, ketaksaan peran, konflik

interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan

kerja, jumlah beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap

pekerja lain, kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental), faktor di

luar pekerjaan, faktor individual (umur, status pernikahan, masa kerja,

kepribadian tipe A, penilaian diri) dan faktor pendukung (dukungan sosial).

Adapun variabel dependen yang akan diteliti adalah stres kerja.

Adapun variabel seperti jenis kelamin, tidak diteliti hubungan dengan

variabel dependen dikarenakan hasilnya adalah homogen sehingga hanya

dilakukan uji distribusi frekuensi untuk variabel tersebut. Variabel penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan 3.1:

55
Faktor Pekerjaan
a. Lingkungan Fisik
b. Konflik Peran
c. Ketaksaan Peran
d. Konflik Interpersonal
e. Ketidakpastian Pekerjaan
f. Kontrol Kerja
g. Kurangnya Kesempatan
Kerja
h. Jumlah Beban Kerja
i. Variasi beban Kerja
j. Tanggung Jawab
Terhadap Pekerja Lain
k. Kemampuan yang Tidak
Digunakan
l. Tuntutan Mental
m. Shift Kerja

Faktor Individual
a. Umur Stres Kerja
b. Status Pernikahan
c. Masa Kerja
d. Kepribadian Tipe A
e. Penilaian Diri

Faktor di Luar Pekerjaan


a. Aktivitas di Luar Pekerjaan

Faktor Pendukung
a. Dukungan Sosial

a. Jenis Kelamin

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:
= Tidak diteliti hubungan

56
3.2 Definisi Operasional

1. Faktor Dependen

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen


No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Stres Kerja Keluhan stres yang dialami pekerja berdasarkan NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Stres (≥ Median atau Ordinal
perubahan secara fisiologis, psikologis, maupun Job Stress Pengisian 1,21)
perilaku. Questionnaire Kuesioner 1. Tidak Stres (<
Median atau 1,21)

2. Faktor Independen
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Independen
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Umur Lamanya waktu hidup responden dihitung NIOSH Generic Penyebaran dan Umur saat ini Rasio
mulai dari tanggal lahir sampai dilakukannya Job Stress Pengisisan (dalam tahun)
penelitian Questionnaire Kuesioner
2 Jenis Kelamin Perbedaan laki-laki dan perempuan secara NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Perempuan Ordinal
biologis, dan fisiologis dari sejak lahir Job Stress Pengisian 1. Laki-laki
Questionnaire Kuesioner
3 Masa Kerja Lamanya seseorang telah bekerja dihitung NIOSH Generic Penyebaran dan Lama kerja Rasio
mulai dari pertama kali bekerja hingga Job Stress Pengisisan (dalam bulan)
dilakukannya penelitian Questionnaire Kuesioner
4 Status Keterangan yang menunjukkan riwayat NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tidak Menikah Ordinal
Pernikahan pernikahan responden yang sesuai dengan Job Stress Pengisian 1. Menikah
kartu identitas responden Questionnaire Kuesioner

57
5 Kepribadian Kepribadian individu yang cenderung NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Tipe A bersifat kompetitif, ambisius, tidak sabar, Job Stress Pengisian atau 3,25)
agresif, dan sangat kritis Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 3,25)
6 Penilaian Diri Persepsi individu terhadap kemampuan, NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Buruk (≥ Mean atau Ordinal
keberhasilan, serta kelayakan dirinya yang Job Stress Pengisian 3,57)
dapat mempengaruhi perilaku individu Questionnaire Kuesioner 1. Baik (< Mean atau
tersebut. 3,57)
7 Lingkungan Persepsi responden tentang kebisingan, NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Buruk (≥ Median Ordinal
Fisik pencahayaan, suhu, kelembaban, sirkulasi Job Stress Pengisian atau 1,30)
udara, polusi udara, pemajanan bahan Questionnaire Kuesioner 1. Baik (< Median atau
berbahaya di lingkungan kerja. 1,30)
8 Konflik Peran Tuntutan perusahaan terhadap responden NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
untuk mampu mengerjakan banyak tugas Job Stress Pengisian atau 3,19)
secara bersamaan dan diluar ketentuan yang Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
berlaku. atau 3,19)
9 Ketaksaan Kurangnya informasi mengenai pekerjaan NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Peran yang harus dilakukan sehingga menimbulkan Job Stress Pengisian atau 2,42)
ketidakpahaman mengenai pekerjaan yang Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
harus dilakukan. atau 2,42)
10 Konflik Permasalahan yang dihadapi antara NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Mean atau Ordinal
Interpersonal responden dengan orang lain seperti rekan Job Stress Pengisian 2,10
kerja atau atasan akibat interaksi sosial yang Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Mean
tidak terjalin dengan baik. atau 2,10)
11 Ketidakpastian Ketakutan responden terhadap akan NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Pekerjaan hilangnya pekerjaan dan ancaman bahwa Job Stress Pengisian atau 2,40)
pekerjaannya tidak diperlukan lagi. Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 2,40)
12 Kontrol Kerja Kurangnya otoritas responden untuk NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Rendah (< Median Ordinal
melakukan kontrol terhadap pekerjaan yang Job Stress Pengisian atau 3,00)
Questionnaire Kuesioner
58
dilakukan maupun hal-hal yang terkait 1. Tinggi (≥ Median
dengan pekerjaannya atau 3,00)
13 Kurangnya Rendahnya kesempatan pekerjaan yang NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Kesempatan tersedia di perusahaan lain Job Stress Pengisian atau 4,00)
Kerja Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 4,00)
14 Jumlah Beban Banyaknya jumlah pekerjaan atau tugas- NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Kerja tugas yang harus dilakukan dan diselesaikan Job Stress Pengisian atau 3,27)
oleh responden Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 3,27)
15 Variasi beban Beragam jenis pekerjaan yang diberikan NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Mean atau Ordinal
Kerja kepada responden dengan tuntutan Job Stress Pengisian 3,52)
kemampuan yang berbda-beda. Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Mean
atau 3,52)
16 Tanggung Tanggung jawab yang harus dilakukan NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Jawab responden terhadap keamanan dan Job Stress Pengisian atau 2,75)
Terhadap keselamatan orang lain. Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
Pekerja Lain atau 2,75)
17 Kemampuan Kemampuan yang dimiliki responden yang NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
yang Tidak tidak digunakan dalam melakukan kegiatan Job Stress Pengisian atau 2,67)
Digunakan pekerjaan. Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 2,67)
18 Tuntutan Tuntutan pekerjaan yang berkaitan dengan NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Mental kondisi mental seperti emosi. Job Stress Pengisian atau 3,25)
Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 3,25)
19 Shift Kerja Pola pengaturan jam kerja sebagai pengganti NIOSH Generic Penyebaran dan 1. Shift Malam Ordinal
atau tambahan kerja siang hari sebagaimana Job Stress Pengisian 2. Shift Sore
yang biasa dilakukan. Questionnaire Kuesioner 3. Shift Pagi

59
20 Aktivitas di Kegiatan yang dilakukan di luar jam kerja NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Median Ordinal
Luar Pekerjaan yang berkaitan dengan keluarga, pendidikan, Job Stress Pengisian atau 2,00)
maupun kegiatan di dalam masyarakat Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Median
atau 2,00)
21 Dukungan Hubungan sosial responden yang terjalin NIOSH Generic Penyebaran dan 0. Tinggi (≥ Mean atau Ordinal
Sosial dengan orang lain seperti atasan, rekan kerja Job Stress Pengisian 4,14)
ataupun kerabat. Questionnaire Kuesioner 1. Rendah (< Mean
atau 4,14)

60
3.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik

peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,

kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi

beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan yang

tidak digunakan, tuntutan mental, shift kerja) dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.

2. Terdapat hubungan antara faktor individual (usia, status pernikahan,

masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) dengan stres kerja

pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.

3. Terdapat hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar

pekerjaan) dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT

Indogravure tahun 2017.

4. Terdapat hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial) dengan

stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.

61
4 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik kuantitatif yaitu

penelitian yang dilakukan untuk menguji kausal atau determinan suatu

fenomena. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap

variabel yang diteliti. Desain studi cross sectional digunakan untuk melihat

serta menganalisis hubungan antara faktor risiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data pada satu waktu atau dalam

waktu yang bersamaan (Notoadmodjo, 2010).

4.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - Oktober 2017 dimulai

dari perizinan tempat penelitian, pengambilan data, analisa data, dan

penulisan laporan skripsi. Lokasi penelitian di lakukan pada PT. Indogravure

yang berlokasi di Tangerang Selatan.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan kumpulan individu dimana hasil suatu

penelitian akan dilakukan generalisasi (Ariawan, 1998). Sementara

Sugiyono (2013) menyatakan bahwa populasi merupakan wilayah

generalisasi berupa objek/subjek yang memiliki kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Sabri dan Hastono (2006),

62
populasi merupakan keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang

peneliti lakukan. Populasi pada penelitian ini adalah pekerja bagian

produksi di PT Indogravure yang berjumlah 132 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau

karakteristiknya diukur dan kemudian dipakai oleh peneliti untuk

menduga karakteristik dari populasi (Sabri dan Hastono, 2006). Adapun

teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah dengan simple

random sampling yaitu setiap anggota dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Adapun cara menghitung

besar sampel menggunakan rumus uji hipotesis 2 proporsi sebagai

berikut:

Keterangan:

n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

𝑍𝛼 : Kesalahan Tipe I ditetapkan sebesar 5 % = 1,96

𝑍𝛽 : Kesalahan Tipe II ditetapkan sebesar 80% = 0,84

P1 : Proporsi kejadian stres kerja pada kelompok berisiko (0,455)

P2 : Proporsi kejadian stres kerja pada kelompok tidak berisiko (0,143)

P : (P1 + P2)/2 (0,299)

Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan perhitungan

besar sampel menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil penelitian

63
sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya menggunakan penelitian

Setyani (2013). Sehingga sampel yang didapatkan adalah sebagai

berikut:

{1,96 √2 𝑥 0,299(1 − 0,299) + 0,84 √0,455(1 − 0,455) + 0,143(1 − 0,143)}2


(0,455 − 0,143)2

n masing-masing kelompok = 33

n total = 33 x 2 = 66 orang

Berdasarkan perhitungan besar sampel diperoleh sampel

minimum sebanyak 66 orang dan kemudian ditambahkan dengan sampel

cadangan sebesar 10% sehingga menjadi 73 sampel. Selanjutnya dalam

penyebaran kuesioner di lapangan ditambahkan kembali kuesioner

sehingga berjumlah 93 kuesioner. Namun, setelah dilakukan penyebaran

kuesioner di lapangan, jumlah kuesioner yang berhasil terkumpul dan

dianalisis yaitu sebanyak 76 kuesioner.

4.4 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan data primer dan sekunder.

4.4.1 Data Primer

Data primer dilakukan dengan cara pengukuran langsung yaitu

dengan penyebaran kuesioner yang telah disusun sebelumnya. Kuesioner

merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadarkan daftar

pertanyaan berupa formulir-formulir untuk diisi oleh responden (Malik,

2016).

64
4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang diperoleh dari instansi tempat penelitian seperti profil perusahaan

PT. Indogravure, data pekerja (jumlah pekerja), serta data terkait

lingkungan fisik pada unit produksi PT. Indogravure.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data penelitian, berupa kuesioner, formulir observasi, dan

formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya

(Notoadmodjo, 2010). Instrumen penelitian yang digunakan adalah NIOSH

Generic Job Questionnaire yang memuat 21 variabel penyebab stres kerja

dan tiga indikator stres berupa gejala perubahan psikologis, fisiologis, dan

perilaku. Adapun penjelasan dari masing-masing variabel yang akan diteliti

adalah sebagai berikut:

1. Stres Kerja

Variabel stres kerja terdiri dari pertanyaan-pertanyaan berupa

perubahan yang terjadi pada responden seperti perubahan fisiologis,

psikologis dan juga perubahan perilaku. Pertanyaan terkait perubahan

pada fisiologis, psikologis dan juga perilaku terdapat pada kuesioner

bagian P hingga R, dimana pertanyaan terkait perubahan fisiologis

terdapat pada kuesioner bagian P1-P17. Adapun pertanyaan terkait

perubahan psikologis dan perilaku terdapat pada kuesioner bagian Q1-

Q20 dan R1-R4.

65
Skoring pada pertanyaan perubahan fisiologis (item pertanyaan

P1-P17) terdiri dari 1 jika tidak pernah, 2 jika jarang, 3 jika kadang-

kadang, 4 jika sering dan 5 jika sangat sering. Selanjutnya skoring

pertanyaan berupa perubahan psikologis (item pertanyaan Q1-Q20)

terdiri dari 0 jika hampir tidak pernah (kurang dari 1 hari), 1 jika jarang

terjadi (sekitar 1-2 hari), 2 jika kadang-kadang terjadi (sekitar 3-4 hari),

dan 3 jika hampir terjadi setiap waktu (sekitar 5-7 hari). Skoring pada

pertanyaan perubahan perilaku (item pertanyaan R1-R4) terdiri dari 2

jika ya dan 1 jika tidak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada

responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden

dengan jumlah pernyataan terkait gejala fisiologis, psikologis, dan

perilaku. Begitu seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya dilakukan uji normalitas data apakah stres kerja

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa stres kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian, stres kerja akan

dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi penelitian yaitu

stres (≥ median atau 1,21) dan tidak stres (< median atau 1,21).

2. Lingkungan Fisik

Variabel pertanyaan lingkungan fisik terdiri dari 10 pernyataan

yang terdapat pada bagian C1-C10 pada kuesioner. Skoring yang

dilakukan untuk variabel ini terdiri dari dua yaitu 1 jika benar dan 2 jika

salah. Dari 10 pernyataan, terdapat beberapa pernyataan yang memiliki

skor berkebalikan yaitu pernyataan pada C1, C2, C5, C9 dan C10.

Sehingga skoring yang dilakukan untuk pernyataan pada C1, C2, C5,

66
C9, dan C10 menjadi skor 2 jika benar dan skor 1 jika salah. Kemudian

dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan membagi total

skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan terkait lingkungan

fisik. Contoh perhitungannya adalah misal pada responden A menjawab

pertanyaan C1 benar, C2 benar, C3 benar, C4 salah, C5 salah, C6 benar,

C7 salah, C8 benar, C9 salah, C10 benar. Maka skor yang didapatkan

adalah untuk C1= 2, C2= 2, C3= 1, C4= 2, C5= 1, C6= 1, C7= 2, C8=

1, C9= 1, C10= 2, sehingga total yang didapatkan adalah 15 skor.

Kemudian dibagi dengan 10 karena terdapat 10 pertanyaan sehingga

didapatkan rata-rata skor adalah 1,5. Begitu seterusnya untuk responden

lainnya.

Selanjutnya dilakukan uji normalitas data apakah lingkungan

fisik berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa lingkungan fisik tidak berdistribusi normal. Kemudian,

lingkungan fisik akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median

populasi penelitian yaitu buruk (≥ median atau 1,30) dan tidak stres (<

median atau 1,30).

3. Konflik Peran

Variabel konflik peran terdiri dari 8 pernyataan yang terdapat

pada bagian D3, D5, D7, D8, D10, D11, D12, dan D14 dalam

kuesioner. Skoring yang dilakukan untuk variabel ini adalah skor 1 jika

sangat tidak tepat sekali, skor 2 jika sangat tidak tepat, skor 3 jika

kurang tepat, skor 4 jika tidak tepat, skor 5 jika tepat, skor 6 jika sangat

tepat, skor 7 jika sangat tepat sekali. Kemudian dihitung rata-rata skor

67
pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban

responden dengan jumlah pernyataan terkait konflik peran. Contoh

perhitungannya adalah misal pada responden A memiliki skor untuk

D3= 3, D5= 5, D7= 4, D8= 2, D10= 4, D11= 3, D12= 3, D14= 6,

sehingga total skor yang didapatkan oleh responden A adalah 30.

Kemudian dibagi dengan 8 dikarenakan terdapat 8 pernyataan sehingga

rata-rata skor yang didapatkan oleh responden A untuk variabel konflik

peran adalah 3,75. Begitu seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah konflik peran

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa konflik peran tidak berdistribusi normal. Kemudian, konflik

peran akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi

penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,19) dan rendah (< median atau

3,19).

4. Ketaksaan Peran

Pertanyaan pada variabel ketaksaan peran terdiri dari 6

pernyataan yang terdapat pada bagian D1, D2, D4, D6, D9, dan D13

pada kuesioner. Seluruh pernyataan pada variabel ini memiliki skoring

yang berkebalikan dengan item pernyataan pada variabel konflik peran,

sehingga skoring yang dilakukan adalah skor 7 jika sangat tidak tepat

sekali, skor 6 jika sangat tidak tepat, skor 5 jika kurang tepat, skor 4

jika tidak tepat, skor 3 jika tepat, skor 2 jika sangat tepat, dan skor 1

jika sangat tepat sekali. Kemudian dihitung rata-rata skor pada

68
responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden

dengan jumlah pernyataan terkait ketaksaan peran. Contoh

perhitungannya adalah misal pada responden A memiliki skor untuk

pernyataan D1= 3, D2= 6, D4= 4, D6= 5, D9= 7, D13= 4, sehingga

total skor yang didapatkan adalah 29. Kemudian dibagi dengan 6

dikarenakan terdapat 6 pernyataan sehingga rata-rata skor yang dimiliki

responden A untuk variabel ketaksaan peran adalah 4,83. Begitu

seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah ketaksaan peran

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa ketaksaan peran tidak berdistribusi normal. Kemudian,

ketaksaan peran akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median

populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 2,42) dan rendah (<

median atau 2,42).

5. Konflik Interpersonal

Variabel konflik interpersonal terdiri dari 16 pernyataan yang

terdapat pada bagian E1-E16 pada kuesioner. Dari ke-16 item

pernyataan terdapat pernyataan dengan skor yang terbalik yaitu

pernyataan E1, E5, E7, E8, E10, E12, dan E14. Skoring pada item

pernyataan E1, E5, E7, E8, E10, E12, dan E14 adalah skor 5 jika sangat

tidak setuju, skor 4 jika tidak setuju, skor 3 jika netral, skor 2 jika setuju,

dan skor 1 jika sangat setuju. Sementara skoring pada item pernyataan

E2, E3, E4, E6, E9, E11, E13, E15, dan E16 adalah skor 1 jika sangat

69
tidak setuju, skor 2 jika tidak setuju, skor 3 jika netral, skor 4 jika setuju,

dan skor 5 jika sangat setuju.

Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden penelitian

dengan membagi total skor jawaban responden dengan jumlah

pernyataan terkait konflik interpersonal. Contoh perhitungannya adalah

misal pada responden A memiliki skor E1= 5, E2= 4, E3= 5, E4= 4,

E5= 2, E6= 3, E7= 2, E8= 3, E9= 4, E10= 5, E11= 2, E12= 1, E13= 3,

E14= 2, E15= 4, E16= 2 sehingga total yang didapatkan adalah 51,

kemudian dibagi 16 karena terdapat 16 pernyataan sehingga rata-rata

skor yang didapatkan adalah 3,19. Begitu seterusnya untuk responden

lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah konflik interpersonal

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa konflik interpersonal berdistribusi normal. Kemudian, konflik

interpersonal akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi

penelitian yaitu tinggi (≥ mean atau 2,10) dan rendah (< mean atau

2,10).

6. Ketidakpastian Pekerjaan

Variabel ketidakpastian pekerjaan terdiri dari lima pertanyaan

yang terdapat pada bagian F1-F5 pada kuesioner. Seluruh pernyataan

dalam variabel ini memiliki skoring yang berkebalikan sehingga

skoring yang dilakukan pada variabel ini adalah skor 5 jika sangat tidak

yakin, skor 4 jika tidak yakin, skor 3 jika cukup yakin, skor 2 jika yakin

70
dan skor 1 jika sangat yakin. Kemudian dihitung rata-rata skor pada

responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden

dengan jumlah pernyataan terkait ketidakpastian pekerjaan. Begitu

seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah ketidakpastian

pekerjaan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas

menunjukkan bahwa ketidakpastian pekerjaan tidak berdistribusi

normal. Kemudian, ketidakpastian pekerjaan akan dibagi menjadi 2

dengan cut off point median populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median

atau 2,40) dan rendah (< median atau 2,40).

7. Kontrol Kerja

Variabel kontrol kerja terdiri dari 16 pertanyaan yang terdapat

pada bagian G1-G16 pada kuesioner. Skoring yang dilakukan adalah

skor 1 jika sangat kecil, skor 2 jika kecil, skor 3 jika cukup besar, skor

4 jika besar dan skor 5 jika sangat besar. Kemudian dihitung rata-rata

skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban

responden dengan jumlah pernyataan terkait kontrol kerja. Begitu

seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah kontrol kerja

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa kontrol kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian, kontrol

kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi

71
penelitian yaitu rendah (< median atau 3,00) dan tinggi (≥ median atau

3,00).

8. Kurangnya Kesempatan Kerja

Variabel kurangnya kesempatan kerja terdiri dari empat

pertanyaan yang terdapat pada bagian H1-H4 pada kuesioner. Skoring

yang dilakukan adalah skor 1 jika sangat mudah, skor 2 jika mudah,

skor 3 jika cukup mudah, skor 4 jika sulit, dan skor 5 jika sangat sulit.

Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan

membagi total skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan

terkait kurangnya kesempatan kerja kerja. Begitu seterusnya untuk

responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah kurang kesempatan

kerja berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa kurang kesempatan kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian,

kurang kesempatan kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point

median populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 4,00) dan rendah

(< median atau 4,00).

9. Jumlah Beban Kerja

Variabel jumlah beban kerja terdiri dari 11 pertanyaan yang

terdapat pada bagian I1-I4 dan J1-J7 pada kuesioner. Skoring yang

dilakukan adalah skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika tidak terlalu banyak,

skor 3 jika agak banyak, skor 4 jika banyak dan skor 5 jika sangat

banyak. Namun, terdapat beberapa item pertanyaan yang memiliki skor

72
yang berkebalikan, yaitu item pertanyaan J1, J2, J5 dan J7, sehingga

skoring yang dilakukan adalah skor 5 jika tidak ada, skor 4 jika tidak

terlalu banyak, skor 3 jika agak banyak, skor 2 jika banyak, dan skor 1

jika sangat banyak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden

penelitian dengan membagi total skor jawaban responden dengan

jumlah pernyataan terkait jumlah beban kerja. Adapun contoh

perhitungan yang dilakukan adalah misal pada responden A memilki

skor I1= 2, I2= 3, I3= 5, I4= 4, J1= 2, J2= 3, J3= 4, J4=4, J5= 5, J6= 2,

J7= 1 sehingga total skor yang didapatkan adalah 35. Selanjutnya dibagi

dengan 11 dikarenakan terdapat 11 pernyataan sehingga rata-rata skor

yang didapatkan responden A adalah 3,18. Begitu seterusnya untuk

responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah jumlah beban kerja

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa jumlah beban kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian,

jumlah beban kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median

populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,27) dan rendah (<

median atau 3,27).

10. Variasi Beban Kerja

Variabel variasi beban kerja terdiri dari tujuh pertanyaan yang

terdapat pada bagian I1-I7 pada kuesioner. Skoring yang dilakukan

adalah skor 1 jika tidak pernah, skor 2 jika jarang, skor 3 jika kadang-

kadang, skor 4 jika sering, dan skor 5 jika sangat sering. Kemudian

73
dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan membagi total

skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan terkait variasi beban

kerja. Begitu seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah variasi beban kerja

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa variasi beban kerja berdistribusi normal. Kemudian, variasi

beban kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi

penelitian yaitu tinggi (≥ mean atau 3,52) dan rendah (< mean atau

3,52).

11. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain

Variabel tanggung jawab terhadap pekerja lain terdiri dari empat

pertanyaan yang terdapat pada bagian J8-J11 pada kuesioner. Skoring

yang dilakukan adalah skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika tidak terlalu

banyak, skor 3 jika agak banyak, skor 4 jika banyak dan skor 5 jika

sangat banyak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden

penelitian dengan membagi total skor jawaban responden dengan

jumlah pernyataan terkait tanggung jawab terhadap pekerja lain. Begitu

seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah tanggung jawab

terhadap pekerja lain berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji

normalitas menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap pekerja lain

tidak berdistribusi normal. Kemudian, tanggung jawab terhadap pekerja

74
lain akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi

penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 2,75) dan rendah (< median atau

2,75).

12. Kemampuan yang Tidak Digunakan

Variabel kemampuan yang tidak digunakan terdiri dari tiga

pertanyaan yang terdapat pada bagian I8-I10 dalam kuesioner. Variabel

ini memiliki skoring yang berkebalikan, sehingga skoring yang

dilakukan adalah skor 5 jika tidak pernah, skor 4 jika jarang, skor 3 jika

kadang-kadang, skor 2 jika sering, dan skor 1 jika sangat sering.

Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan

membagi total skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan

terkait kemampuan yang tidak digunakan. Begitu seterusnya untuk

responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah kemampuan yang

tidak digunakan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas

menunjukkan bahwa kemampuan yang tidak digunakan tidak

berdistribusi normal. Kemudian, kemampuan yang tidak digunakan

akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi penelitian

yaitu tinggi (≥ median atau 2,67) dan rendah (< median atau 2,67).

13. Tuntutan Mental

Variabel tuntutan mental terdiri dari lima pertanyaan yang

terdapat pada bagian K1-K5 dalam kuesioner. Skoring yang dilakukan

adalah skor 1 jika sangat setuju, skor 2 jika agak setuju, skor 3 jika agak

75
tidak setuju, skor 4 jika sangat tidak setuju. Terdapat item pertanyaan

yang memilki skor yang berkebalikan yaitu K1, K2, dan K3 sehingga

skoring yang dilakukan adalah skor 4 jika sangat setuju, skor 3 jika agak

setuju, skor 2 jika agak tidak setuju, dan skor 1 jika sangat tidak setuju.

Setelah itu, dihitung rata-rata skor pada responden penelitian

dengan membagi total skor jawaban responden dengan jumlah

pernyataan terkait tuntutan mental. Adapun contoh perhitungan yang

dilakukan adalah misal pada responden A memilki skor K1= 2, K2= 3,

K3= 4, K4= 2, K5=5, sehingga total skor yang dihasilkan adalah 16.

Kemudian dibagi dengan 5 dikarenakan terdapat 5 pernyataan sehingga

rata-rata skor yang didapatkan oleh responden A adalah 3,2. Begitu

seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah tuntutan mental

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa tuntutan mental tidak berdistribusi normal. Kemudian, tuntutan

mental akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi

penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,25) dan rendah (< median atau

3,25).

14. Shift Kerja

Variabel shift kerja terdiri dari dua pertanyaan yang terdapat pada

bagian B2 dan B3 dalam kuesioner. Adapun hasil ukur variabel shift

kerja adalah:

1. Shift Malam

76
2. Shift Siang

3. Shift Pagi

15. Umur

Variabel umur diukur dari responden lahir hingga waktu

dilakukannya penelitian (ulang tahun terakhir). Hasil ukur pada

variabel umur adalah umur responden (dalam tahun).

16. Jenis Kelamin

Variabel jenis kelamin dilihat dari perbedaan secara biologis dan

fisiologis pada laki-laki dan perempuan. Adapun hasil ukur variabel

jenis kelamin adalah:

1. Perempuan

2. Laki-laki

17. Masa Kerja

Variabel masa kerja dilihat dari berapa lama waktu yang telah

dilalui pekerja sejak bekerja di PT. Indogravure. Hasil ukur variabel ini

adalah lama masa kerja responden dalam bulan.

18. Status Pernikahan

Variabel status pernikahan merupakan keterangan yang

menunjukkan riwayat pernikahan pada responden sesuai dengan yang

tertera pada kartu identitas responden. Hasil ukur pada variabel ini

adalah:

1. Tidak menikah

2. Menikah

77
19. Kepribadian Tipe A

Variabel kepribadian tipe A terdiri dari 20 pernyataan dimana

terdapat pada bagian O1-O20 pada kuesioner. Skoring yang dilakukan

adalah skor 1 jika sangat tidak tepat, skor 2 jika tidak tepat, skor 3 jika

tidak tahu, skor 4 jika tepat dan skor 5 jika sangat tepat.

Dari 20 pernyataan tersebut, terdapat beberapa pernyataan yang

memiliki skor berkebalikan, yaitu pada O3, O6, O8, O9, O11, O12,

O14, O15, O16, O18, sehingga skoring yang dilakukan adalah skor 5

jika sangat tidak tepat, skor 4 jika tidak tepat, skor 3 jika tidak tahu,

skor 2 jika tepat, skor 1 jika sangat tepat. Kemudian dihitung rata-rata

skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban

responden dengan jumlah pernyataan terkait kepribadian tipe A. Begitu

setersunya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah kepribadian tipe A

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa kepribadian tipe A tidak berdistribusi normal. Kemudian,

kepribadian tipe A akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median

populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,25) dan rendah (<

median atau 3,25).

20. Penilaian Diri

Variabel penilaian diri terdiri dari 10 pernyataan yang terdapat

pada bagian L1-L10 dalam kuesioner. Skoring yang dilakukan adalah

skor 1 jika sangat tidak setuju, skor 2 jika tidak setuju, skor 3 jika netral,

78
skor 4 jika setuju, dan skor 5 jika sangat setuju. Dari 10 pernyataan,

terdapat beberapa pernyataan dengan skor berkebalikan yaitu pada pada

L2, L3, L6, L7, dan L9 ssehingga skor yang dilakukan adalah 5 jika

sangat tidak setuju, skor 4 jika tidak setuju, skor 3 jika netral, skor 2

jika setuju, dan skor 1 jika sangat setuju. Kemudian dihitung rata-rata

skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban

responden dengan jumlah pernyataan terkait penilaian diri. Begitu

seterusnya untuk responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah penilaian diri

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa penilaian diri berdistribusi normal. Kemudian, penilaian diri

akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi penelitian

yaitu buruk (≥ mean atau 3,57) dan baik (< mean atau 3,57).

21. Aktivitas di Luar Pekerjaan

Variabel aktivitas di luar pekerjaan terdiri dari 7 pertanyaan yang

terdapat pada bagian M1-M7 dalam kuesioner. Skoring yang dilakukan

adalah skor 1 jika ya dan skor 0 jika tidak. Kemudian dihitung rata-rata

total skor pada responden penelitian dengan menjumlahkan skor

jawaban responden sejumlah pertanyaan yang ada kemudian dibagi

dengan jumlah responden penelitian. Begitu seterusnya untuk

responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah aktivitas di luar

79
pekerjaan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas

menunjukkan bahwa aktivitas di luar pekerjaan tidak berdistribusi

normal. Kemudian, aktivitas di luar pekerjaan akan dibagi menjadi 2

dengan cut off point median populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median

atau 2,00) dan rendah (< median atau 2,00).

22. Dukungan Sosial

Variabel dukungan sosial terdiri dari 12 pertanyaan dimana

terdapat pada bagiam N1-N12 dalam kuesioner. Skoring yang

dilakukan adalah 1 jika tidak pernah bercerita masalah pribadi, skor 2

jika tidak membantu, skor 3 jika jarang membantu, skor 4 jika kadang

membantu, dan skor 5 jika sangat membantu. Kemudian dihitung rata-

rata skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban

responden dengan jumlah pernyataan terkait dukungan sosial. Begitu

seterusnya pada responden lainnya.

Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap

responden, dilakukan uji normalitas data apakah dukungan sosial

berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa dukungan sosial berdistribusi normal. Kemudian, dukungan

sosial akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi

penelitian yaitu tinggi (≥ mean atau 4,14) dan rendah (< mean atau

4,14).

Setiap item pertanyaan dalam kuesioner ini menggunakan poin skala

likert yang berbeda-beda, dimana terdapat item dengan skala empat poin

skala likert, lima poin skala likert, dan tujuh poin skala likert. Berikut

80
merupakan contoh pemberian skoring untuk pertanyaan dengan 5 poin skala

likert seperti dalam Tabel 4.1:

Tabel 4.1 Skoring Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire


Sangat Tidak Netral Setuju Sangat
tidak setuju setuju
setuju
Skor item 1 2 3 4 5
positif
Skor item 5 4 3 2 1
negatif

Contoh skoring yang akan dilakukan yaitu pada variabel ketidakpastian

pekerjaan yang memiliki 5 pertanyaan. Untuk variabel tersebut hitung rata-

rata nilai yang didapatkan pada satu orang, yaitu:

F1 + F2 + F3 + F4 + F5/5

Hitung rata-rata setiap responden pada tiap variabel penelitian. Selanjutnya

dilakukan uji normalitas data untuk melihat kenormalan data pada masing-

masing variabel. Kemudian tiap variabel diketagorikan menjadi dua dengan

cut off point mean atau median populasi penelitian. Apabila data berdistribusi

normal maka cut off point adalah mean populasi penelitian, sementara apabila

data tidak berdistribusi normal maka cut off point adalah median populasi

penelitian.

4.6 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

4.6.1 Validitas

Validitas merupakan indeks yang digunakan untuk menunjukkan

alat ukur dapat mengukur objek secara tepat atau tidak. Pengujian

validitas kuesioner dilakukan untuk mengetahui item kuesioner yang

valid maupun yang tidak valid. Item kuesioner yang tidak valid tidak

81
dapat digunakan untuk dilakukan pengukuran dan pengujian dalam

penelitian. Pengujian validitas dapat menggunakan rumus statistik

koefisien korelasi product moment. Hasil analisis yang didapatkan lalu

dibandingkan dengan tabel r. Item pertanyaan dapat dianggap valid

apabila hasil perhitungan statistik > r tabel dan begitu juga sebaliknya

(Notoadmodjo, 2010).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner baku yang dikembangkan oleh NIOSH, dimana kuesioner ini

diadaptasi dari berbagai skala yang memiliki validitas serta realibilitas

yang dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk mengukur stres

kerja pada berbagai jenis pekerjaan (HSE, 2001).

4.6.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan kekonsistensian kuesioner dalam

menghasilkan informasi yang sama ketika digunakan berkali-kali untuk

mengukur variabel yang sama (Lapau, 2013). Pengujian reliabilitas salah

satunya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus statistik Alpha

Cronbach. Hasil analisa reliabilitas selanjutnya akan dibandingkan

dengan tabel r Product Moment. Apabila hasil perhitungan statistik >

nilai tabel r Product Moment maka alat ukur yang digunakan dinyatakan

reliabel begitupun sebaliknya (Notoadmodjo, 2010). Sedangkan menurut

Budiharto (2008), instrumen dikatakan reliabel jika diperoleh nilai Alpha

Cronbach minimal 0,6.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan

kuesioner NIOSH Generic Job menunjukkan hasil reliabilitas sebesar

82
lebih dari 0,7 (Kazronian dkk, 2013), 0,84 (Karima, 2014), dan 0,775

(Nurazizah, 2017). Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner yang telah

dilakukan, adalah 0,649.

4.7 Manajemen Data


Seluruh data primer yang telah terkumpul akan dilakukan pengolahan

data, dimana akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak untuk

menganalisis data statistik yang meliputi proses kegiatan data coding, editing,

entry, dan cleaning.

4.7.1 Data Coding (Mengkode Data)

Merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan

kode atau merubah bentuk kode dari bentuk kata menjadi angka, angka

menjadi kata, atau merubah angka menjadi bentuk angka yang lain untuk

masing-masing kelas atau kategori sesuai dengan tujuan

dikumpulkannya data agar memudahkan dalam proses entry data dan

pengolahan data. Kegiatan ini sudah dilakukan pada saat membuat

instrumen penelitian yaitu kuesioner. Adapun kode variabel pada

kuesioner penelitian akan ditampilkan pada Tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.2 Daftar Kode Variabel

No Variabel Kode
1 Informasi Pribadi A1 – A3
2 Informasi Pekerjaan Umum B1 – B4
3 Lingkungan Fisik C1 – C10
4 Konflik Peran D3, D5, D7, D8, D10,
D11, D12, D14
5 Ketaksaan Peran D1, D2, D4, D6, D9,
D13
6 Konflik Interpersonal E1 – E16
7 Ketidakpastian Pekerjaan F1 – F5
8 Kontrol Kerja G1 – G16
9 Kesempatan Kerja H1 – H4

83
10 Jumlah Beban Kerja I1 – I4; J1 -J7
11 Variasi Beban Kerja I1 – I7
12 Kemampuan yang Tidak Digunakan I8 – I10
13 Tanggung Jawab J8 – J11
14 Tuntutan Mental K1 – K5
15 Penilaian Diri L1 – L10
16 Aktivitas di Luar Pekerjaan M1 – M8
17 Dukungan Sosial N1 – N12
18 Kepribadian Tipe A O1 – O20
19 Stres Kerja (Perubahan Fisiologis, P1 – P17;
Psikologis, dan Perilaku) Q1 – Q20;
R1 – R4

4.7.2 Data Editing (Menyunting Data)

Merupakan proses penyuntingan yang dilakukan sebelum proses

pemasukan data. Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan

ketepatan dalam pengisian lembar kuesioner. Pemeriksaan akan

dilakukan dilapangan apabila masih terdapat pertanyaan yang kosong,

maka peneliti akan menanyakan kembali kepada responden terkait.

4.7.3 Data Entry (Memasukkan Data)

Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner telah diisi oleh

responden, langkah selanjutnya adalah melakukan proses entry data atau

proses memasukkan data menggunakan perangkat lunak (software) pada

komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan agar data

dapat dianalisis.

4.7.4 Data Cleaning (Membersihkan Data)

Kegiatan pengecekkan data setelah data di masukkan atau di entry

yang bertujuan untuk mengecek kembali apakah terdapat data yang

belum di masukkan atau sudah namun salah. Proses cleaning terdiri dari

mengetahui missing data, variasi data, dan konsistensi data

84
4.8 Analisa Data

Analisa data yang dilakukan dengan menggunakan program aplikasi

(software) statistik. Adapun analisa data yang dilakukan adalah analisa

univariat, analisa bivariat.

4.8.1 Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi

variabel dari masing-masing variabel yaitu variabel dependen (stres

kerja) serta variabel variabel independen (faktor lingkungan, faktor

individual, faktor di luar pekerjaan, faktor pendukung) pada penelitian

ini.

Pada variabel numerik, sebelum analisa lanjut dilakukan maka

harus dilakukan pengujian normalitas data (Sugiyono, 2013). Untuk

mengetahui kenormalan data dilakukan tes (uji) normalitas dengan

ketentuan jika probabilitas atau asymp. Sig (2-tailed) atau nilai

signifikansi > 0,05 maka distribusi data adalah normal (Sujianto, 2007).

Adapun jenis uji yang akan dilakukan pada analisa univariat akan

ditampilkan pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.3 Jenis Uji Variabel pada Analisa Univariat


Variabel Jenis Data Jenis Uji
 Stres Kerja Kategorik Uji Proporsi

 Faktor Pekerjaan
Lingkungan Fisik Kategorik Uji Proporsi
Konflik Peran Kategorik Uji Proporsi
Ketaksaan Peran Kategorik Uji Proporsi
Konflik Interpersonal Kategorik Uji Proporsi
Ketidakpastian Pekerjaan Kategorik Uji Proporsi
Kontrol Kerja Kategorik Uji Proporsi

85
Variabel Jenis Data Jenis Uji
Kurangnya Kesempatan Kategorik Uji Proporsi
Kerja
Jumlah Beban Kerja Kategorik Uji Proporsi
Variasi beban Kerja Kategorik Uji Proporsi
Tanggung Jawab Terhadap Kategorik Uji Proporsi
Pekerja Lain
Kemampuan yang Tidak Kategorik Uji Proporsi
Digunakan
Tuntutan Mental Kategorik Uji Proporsi
Shift Kerja Kategorik Uji Proporsi

Faktor Individual
Umur Numerik Perhitungan Rata-Rata
Masa Kerja Numerik Perhitungan Rata-Rata
Jenis Kelamin Kategorik Uji Proporsi
Status Pernikahan Kategorik Uji Proporsi
Kepribadian tipe A Kategorik Uji Proporsi
Penilaian Diri Kategorik Uji Proporsi

 Faktor Di Luar Pekerjaan


Aktivitas di Luar Pekerjaan Kategorik Uji Proporsi

 Faktor Pendukung
Dukungan Sosial Kategorik Uji Proporsi

4.8.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk memperoleh gambaran antara

variabel-variabel yang berhubungan dengan stres kerja. Adapun uji

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dan

uji Mann Whitney.

Untuk mencari hubungan antara variabel 2 kategorik (stres kerja)

dengan variabel numerik (umur dan masa kerja) dalam penelitian ini akan

dilakukan uji Mann-Whitney, dengan derajat kemaknaan 5% untuk

melihat hubungannya. Uji Mann Whitney digunakan karena data numerik

86
yaitu umur dan masa kerja tidak berdistribusi normal. Sementara untuk

mencari hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik

maka akan dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.

Untuk mengetahui hubungan antara tiap variabel independen

dengan variabel dependen, maka dilihat p-value. Apabila p-value ≤ 0,05

maka dua variabel tersebut dikatakan berhubungan dan apabila p-value

> 0,05 maka dua variabel tersebut dikatakan tidak berhubungan.

87
5 BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum PT. Indogravure

5.1.1 Profil PT. Indogravure

PT. Indogravure adalah perusahaan yang bergerak di bidang

industri kemasan plastik. Dalam proses produksi, PT. Indogravure

menggunakan berbagai jenis mesin produksi Rotogravure untuk

menunjang hasil cetakan yang optimal.

PT. Indogravure merupakan perusahaan yang didirikan pada

dengan Akte Pendirian No. 21 Tanggal 2 November 1971 dan

berkedudukan di Desa Rempoa, Ciputat. Perusahaan ini diprakarsai oleh

Bapak Sunarto Prawirosujanto. PT. Indgravure memproduksi produk

kemasan fleksibel (Flexible Packaging) dan meruoakan perusahaan

pertama di Indonesia yang memproduksi Laminated Aluminium Foil,

Polycellonium, Polycello, Polypanium Foil berikut percetakannya serta

merupakan perusahaan percetakan pertama yang menggunakan mesin

cetak Rotogravure.

Pada saat awal berdiri, perusahaan ini telah mampu memproduksi

beraneka ragam bentuk kemasan, diantaranya bahan dasar aluminium

foil dan cellophane. Dalam hal pelayanan kepada pelanggan, PT.

Indogravure dapat membantu pelanggan dalam merancang bentuk

kemasannya, selain itu dalam membuat kemasan, PT. Indogravure

mernggunakan bahan dasar terbaik dengan menggunakan mesin

teknologi terbaru.

88
Adapun dalam kegiatannya, PT. Indogravure berbatasan dengan

beberapa wilayah. Adapun wilayah yang berbatasan dengan perusahaan

PT. Indogravure adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Pemukiman Warga

Sebelah Timur : Kantor Kelurahan Rempoa

Sebelah Selatan : Jalan Pahlawan

Sebelah Barat : Pemukiman warga

5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

PT. Indogravure selalu melakukan peningkatan usahanya agar

tetap menjadi yang terbaik. Untuk mencapai komitmen ini, semua

karyawan berpedoman akan prinsip. Adapun visi dan misi dari

perusahaan PT. Indogravure adalah sebagai berikut:

1. Visi

Menjadi produsen flexible packaging terkemuka yang

kompetitif dan berwawasan lingkungan serta memberikan

kesejahteraan dan nilai tambah bagi semua stakeholders.

2. Misi

1. Memproduksi flexible packaging yang bermutu secara efektif dan

efisien.

2. Selalu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia sesuai

dengan perkembangan IPTEK, khusunya dalam bidang Flexible

Packaging.

3. Melaksanakan proses produksi dengan memperhatikan K3 dan

kelestarian lingkungan.

89
5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017

Gambaran mengenai stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Bagian


Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja Jumlah (n) Persentase


(%)
Stres 39 51,3
Tidak Stres 37 48,7
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja sedikit lebih banyak dibandingkan dengan

responden yang tidak mengalami stres kerja.

5.2.2 Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT.


Indogravure Tahun 2017

5.2.2.1 Distribusi Lingkungan Fisik

Distribusi lingkungan fisik berdasarkan persepsi responden dapat

dilihat pada Tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Lingkungan Fisik di Bagian Produksi PT.


Indogravure Tahun 2017

Lingkungan Jumlah (n) Persentase


Fisik (%)
Buruk 48 63,2
Baik 28 36,8
Jumlah 76 100

90
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden

menganggap area kerja di Bagian Produksi PT. Indogravure tergolong

buruk dengan persentase 63,2%.

5.2.2.2 Distribusi Konflik Peran

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi konflik peran yang

dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Konflik Peran Pada Pekerja Bagian Produksi


di PT. Indogravure Tahun 2017

Konflik Jumlah (n) Persentase


Peran (%)
Tinggi 38 50,0
Rendah 38 50,0
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang

menganggap bahwa konflik peran yang dialami tinggi sama dengan

responden yang menganggap bahwa konflik peran yang dialami rendah

dengan persentase 50%.

5.2.2.3 Distribusi Ketaksaan Peran

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi ketaksaan peran yang

dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.4.

91
Tabel 5.4 Distribusi Ketaksaan Peran Pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017

Ketaksaan Jumlah (n) Persentase


Peran (%)
Tinggi 38 50,0
Rendah 38 50,0
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa responden yang

menganggap bahwa ketaksaan peran yang dialami tinggi sama dengan

responden yang menganggap bahwa konflik peran yang dialami rendah

dengan persentase 50%.

5.2.2.4 Distribusi Konflik Interpersonal

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi konflik interpersonal yang

dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Konflik Interpersonal Pada Pekerja Bagian Produksi


di PT. Indogravure Tahun 2017

Konflik Jumlah (n) Persentase


Interpersonal (%)
Tinggi 39 51,3
Rendah 37 48,7
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa responden yang memiliki

konflik interpersonal yang tinggi sedikit lebih banyak dibandingkan

dengan responden yang memiliki konflik interpersonal yang rendah

dengan persentase 51,3%.

92
5.2.2.5 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi ketidakpastian pekerjaan

yang dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat

pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan pada Pekerja Bagian


Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Ketidakpastian Jumlah (n) Persentase


Pekerjaan (%)
Tinggi 40 52,6
Rendah 36 47,4
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa sebagian besar responden

menganggap ketidakpastian pekerjaan yang dimiliki atau dirasakannya

tinggi dengan persentase sebesar 52,6%.

5.2.2.6 Distribusi Kontrol Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kontrol kerja yang

dirasakan dan dimiliki pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat

dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Distribusi Kontrol Kerja pada Pekerja Bagian Produksi


di PT. Indogravure Tahun 2017

Kontrol Kerja Jumlah (n) Persentase


(%)
Rendah 38 50,0
Tinggi 38 50,0
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki

kontrol kerja rendah sama dengan responden yang memiliki kontrol kerja

tinggi dengan persentase sebesar 50%.

93
5.2.2.7 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kurang kesempatan kerja

yang dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat

pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja pada Pekerja Bagian


Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Kurang Jumlah (n) Persentase (%)


Kesempatan Kerja
Tinggi 40 52,6
Rendah 36 47,4
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa sebagian besar responden

merasakan kurang kesempatan kerja yang tinggi dengan persentase

sebesar 52,6%.

5.2.2.8 Distribusi Jumlah Beban Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi jumlah beban kerja yang

dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi Jumlah Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017

Jumlah Beban Jumlah (n) Persentase (%)


Kerja
Tinggi 49 64,5
Rendah 27 35,5
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui bahwa sebagian besar responden

merasakan jumlah beban kerja yang diterima tinggi dengan persentase

sebesar 64,5%.

94
5.2.2.9 Distribusi Variasi Beban Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi variasi beban kerja yang

dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Distribusi Variasi Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017

Variasi Beban Jumlah (n) Persentase (%)


Kerja
Tinggi 41 53,9
Rendah 35 46,1
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa sebagian besar responden

merasakan dan memiliki variasi beban kerja yang tinggi dengan

persentase sebesar 53,9%.

5.2.2.10 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi tanggung jawab yang

dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Tanggung Jawab Jumlah (n) Persentase (%)


Terhadap Pekerja
Lain
Tinggi 43 56,6
Rendah 33 43,4
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.11 diketahui bahwa sebagian besar responden

merasakan tanggung jawab terhadap pekerja lain yang dimilikinya tinggi

dengan persentase sebesar 56,6%.

95
5.2.2.11 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kemampuan yang tidak

digunakan yang dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure

dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan pada Pekerja


Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Kemampuan yang Jumlah (n) Persentase (%)


Tidak Digunakan
Tinggi 37 48,7
Rendah 39 51,3
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.12 diketahui bahwa responden yang

merasakan kemampuan yang tidak digunakannya tinggi cenderung

sedikit dengan persentase 48,7%.

5.2.2.12 Distribusi Tuntutan Mental

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi tuntutan mental yang

dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Distribusi Tuntutan Mental pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017

Tuntutan Mental Jumlah (n) Persentase (%)


Tinggi 42 55,3
Rendah 34 44,7
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.13 diketahui bahwa responden yang

merasakan tuntutan mental yang diterimanya tinggi cenderung lebih

banyak dibandingkan dengan responden yang merasakan tuntutan mental

yang diterimanya rendah dengan persentase 55,3%.

96
5.2.2.13 Distribusi Shift Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi shift kerja pada pekerja

Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Shift Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017

Variabel Kategori Jumlah Persentase


(n) (%)
Shift Malam 14 18,4%
Shift Kerja Shift Sore 29 38,2%
Shift Pagi 33 43,4%

Berdasarkan Tabel 5.14, diketahui bahwa 14 (18,4%) pekerja

produksi memiliki shift kerja malam, 29 (38,2%) shift kerja siang, dan 33

(43,4%) shift kerja pagi.

5.2.3 Gambaran Faktor Individual pada Pekerja Bagian Produksi di PT.


Indogravure Tahun 2017

5.2.3.1 Distribusi Umur Pekerja

Distribusi umur responden berdasarkan hasil penelitian dapat

dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Umur pada Pekerja Bagian Produksi di


PT. Indogravure Tahun 2017

Variabel n Mean SD Min-Max 95% CI


Umur 76 32,36 8,20 19 – 51 30,48 – 34,23

Berdasarkan Tabel 5.15, diketahui bahwa rata-rata umur pekerja

produksi PT. Indogravure adalah 32,36 tahun dengan Standar Deviasi

8,20 dan pada rentang 95% CI berada pada 40,48 – 34,23. Umur termuda

adalah 19 tahun dan umur tertua adalah 51 tahun.

97
5.2.3.2 Distribusi Masa Kerja

Distribusi masa kerja responden berdasarkan hasil penelitian dapat

dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017

Variabel n Mean SD Min-Max 95% CI


Masa Kerja 76 93,71 79,72 3 – 325 75,49 – 111,93

Berdasarkan Tabel 5.16, diketahui bahwa rata-rata masa kerja

pekerja produksi PT. Indogravure adalah 93,71 bulan (± 8 tahun) dengan

Standar Deviasi 79,72 dan pada rentang 95% CI berada pada 75,49 –

111,93. Masa kerja terkecil adalah 3 bulan dan masa kerja terbesar adalah

325 bulan.

5.2.3.3 Distribusi Kepribadian Tipe A

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kepribadian tipe A yang

dimiliki pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada

Tabel 5.17.

Tabel 5.17 Distribusi Kepribadian Tipe A pada Pekerja Bagian Produksi


di PT. Indogravure Tahun 2017

Kepribadian Tipe A Jumlah (n) Persentase (%)


Tinggi 41 53,9
Rendah 35 46,1
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.17 diketahui bahwa cukup banyak responden

yang memiliki kepribadian tipe A yang tinggi dengan persentase 53,9%.

98
5.2.3.4 Distribusi Penilaian Diri

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi penilaian diri

yang dimiliki pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat

pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Distribusi Penilaian Diri pada Pekerja Bagian Produksi


di PT. Indogravure Tahun 2017

Penilaian Diri Jumlah (n) Persentase (%)


Buruk 35 46,1
Baik 41 53,9
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.18, diketahui bahwa responden yang

memiliki penilaian diri yang buruk lebih sedikit dibanding dengan

responden yang memiliki penilaian diri yang baik dengan persentase

46,1%.

5.2.3.5 Distribusi Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi jenis kelamin

pada pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada Tabel

5.19.

Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Pekerja Bagian


Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)


Perempuan 0 0
Laki-Laki 76 100
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.19, diketahui bahwa seluruh responden

berjenis kelamin laki-laki (100%).

99
5.2.3.6 Distribusi Status Pernikahan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi status pernikahan

pada pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada Tabel

5.20.

Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan pada Pekerja Bagian


Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Status Jumlah Persentase


Pernikahan (n) (%)
Tidak Menikah 27 35,5 %
Menikah 49 64,5 %

Berdasarkan Tabel 5.20 diketahui bahwa sebagian besar responden

berstatus menikah dengan persentase 64,5%.

5.2.4 Gambaran Faktor di Luar Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi


di PT. Indogravure Tahun 2017

5.2.4.1 Distribusi Aktivitas di Luar Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi aktivitas di luar

pekerjaan pada pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat

pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Aktivitas di Luar Pekerjaan


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Aktivitas di Luar Jumlah (n) Persentase (%)


Pekerjaan
Tinggi 53 69,7
Rendah 23 30,3
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.21 diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi dengan persentase 69,7%

100
5.2.5 Gambaran Faktor Pendukung pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017

5.2.5.1 Distribusi Dukungan Sosial

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi dukungan sosial

yang diterima pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat

pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial pada Pekerja Bagian


Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Dukungan Sosial Jumlah (n) Persentase (%)


Tinggi 40 52,6
Rendah 36 47,4
Jumlah 76 100

Berdasarkan Tabel 5.22 diketahui bahwa sebagian responden

mendapatkan dukungan sosial yang tinggi dibandingkan dengan yang

rendah dengan persentase 52,6%.

5.3 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara

variabel dependen dengan independen. Pada penelitian ini, uji yang

digunakan adalah uji chi square untuk data kategorik, dan uji Mann Whitney

untuk data numerik dan kategorik sama dengan 2.

5.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.23.

101
Tabel 5.23 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Lingkungan Fisik
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Lingkungan Tidak Total
Stres P-value
Fisik Stres
n % n % n %
Buruk 29 60,4 19 39,6 48 100
0,066
Baik 10 35,7 18 64,3 28 100

Berdasarkan Tabel 5.23 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan lingkungan fisik area kerjanya buruk. Berdasarkan hasil uji

chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu

0,066. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

pada α = 5% antara lingkungan fisik dengan stres kerja pada pekerja

produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara konflik peran dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.24.

Tabel 5.24 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik Peran


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Konflik Tidak Total
Stres P-value
Peran Stres
n % n % n %
Tinggi 22 57,9 16 42,1 38 100
0,359
Rendah 17 44,7 21 55,3 38 100

Berdasarkan Tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

102
merasakan konflik peran yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi square

diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,359. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara konflik peran dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

5.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.25.

Tabel 5.25 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketaksaan Peran


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Ketaksaan Total
Stres Tidak Stres P-value
Peran
n % n % n %
Tinggi 19 50,0 19 50,0 38 100
1,000
Rendah 20 52,6 18 47,4 38 100

Berdasarkan Tabel 5.25 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan ketaksaan peran yang rendah. Berdasarkan hasil uji chi square

diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 1,000. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara ketaksaan peran dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

103
5.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara konflik interpersonal dengan stres

kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat

pada Tabel 5.26.

Tabel 5.26 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik


Interpersonal pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017

Stres Kerja
Konflik Total
Stres Tidak Stres P-value
Interpersonal
n % n % n %
Tinggi 25 64,1 14 35,9 39 100
0,039
Rendah 14 37,8 23 62,2 37 100

Berdasarkan Tabel 5.26 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan konflik interpersonal yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi

square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil dari α = 5%, yaitu 0,039.

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara konflik interpersonal dengan stres kerja pada pekerja produksi di

PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara ketidakpastian pekerjaan dengan

stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat

dilihat pada Tabel 5.27.

104
Tabel 5.27 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketidakpastian
Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017

Stres Kerja
Ketidakpastian Tidak Total P-
Stres
Pekerjaan Stres value
n % n % n %
Tinggi 26 65,0 14 35,0 40 100
0,022
Rendah 13 36,1 23 63,9 36 100

Berdasarkan Tabel 5.27 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan ketidakpastian pekerjaan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji

chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil dari α = 5%, yaitu

0,022. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada

α = 5% antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja pada pekerja

produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara kontrol kerja dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.28.

Tabel 5.28 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kontrol Kerja pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Tidak Total P-
Kontrol Kerja Stres
Stres value
n % n % n %
Rendah 21 55,3 17 44,7 38 100
0,646
Tinggi 18 47,4 20 52,6 38 100

Berdasarkan Tabel 5.28 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

105
memiliki kontrol kerja yang rendah. Berdasarkan hasil uji chi square

diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,646. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara kontrol kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

5.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja dengan Stres


Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun
2017

Hasil analisis hubungan antara kurangnya kesempatan kerja

dengan stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017

dapat dilihat pada Tabel 5.29.

Tabel 5.29 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kurangnya


Kesempatan Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017

Stres Kerja
Kurangnya
Tidak Total P-
Kesempatan Stres
Stres value
Kerja
n % n % n %
Tinggi 22 55,0 18 45,0 40 100
0,654
Rendah 17 47,2 19 52,8 36 100

Berdasarkan Tabel 5.29 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan kurangnya kesempatan kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil

uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu

0,654. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

pada α = 5% antara kurangnya kesempatan kerja dengan stres kerja pada

pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

106
5.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara jumlah beban kerja dengan stres

kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat

pada Tabel 5.30.

Tabel 5.30 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Jumlah Beban Kerja


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Jumlah Beban Tidak Total P-
Stres
Kerja Stres value
n % n % n %
Tinggi 26 53,1 23 46,9 49 100
0,865
Rendah 13 48,1 14 51,9 27 100

Berdasarkan Tabel 5.30 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan jumlah beban kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi

square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,865.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α

= 5% antara jumlah beban kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi

di PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara variasi beban kerja dengan stres

kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat

pada Tabel 5.31.

107
Tabel 5.31 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Variasi Beban Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Variasi Beban Tidak Total
Stres P-value
Kerja Stres
n % n % n %
Tinggi 26 63,4 15 36,6 41 100
0,040
Rendah 13 37,1 22 62,9 35 100

Berdasarkan Tabel 5.31 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan variasi beban kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi

square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil dari α = 5%, yaitu 0,040.

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara variasi beban kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

5.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain dengan


Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara tanggung jawab terhadap pekerja

lain dengan stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017

dapat dilihat pada Tabel 5.32.

Tabel 5.32 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tanggung Jawab


Terhadap Pekerja Lain pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017

Tanggung Stres Kerja


Total
Jawab Stres Tidak Stres
P-value
Terhadap
n % n % n %
Pekerja Lain
Tinggi 24 55,8 19 44,2 43 100
0,507
Rendah 15 45,5 18 54,5 33 100

Berdasarkan Tabel 5.32 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang


108
merasakan tanggung jawab terhadap pekerja lain yang tinggi.

Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih

besar dari α = 5%, yaitu 0,507. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan pada α = 5% antara tanggung jawab terhadap

pekerja lain dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure

Tahun 2017.

5.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan dengan


Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan

dengan stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017

dapat dilihat pada Tabel 5.33.

Tabel 5.33 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kemampuan yang Tidak


Digunakan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Stres Kerja
Kemampuan
Tidak Total
yang Tidak Stres P-value
Stres
Digunakan
n % n % n %
Tinggi 18 48,6 19 51,4 37 100
0,823
Rendah 21 53,8 18 46,2 39 100

Berdasarkan Tabel 5.33 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan kemampuan yang tidak digunakan rendah. Berdasarkan hasil

uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu

0,823. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

pada α = 5% antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja

pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

109
5.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.34.

Tabel 5.34 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tuntutan Mental pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Tuntutan Tidak Total
Stres P-value
Mental Stres
n % n % n %
Tinggi 25 59,5 17 40,5 42 100
0,174
Rendah 14 41,2 20 58,8 34 100

Berdasarkan Tabel 5.34 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

merasakan tuntutan mental yang tinggi dibandingkan dengan pekerja

yang merasakan tuntutan mental yang rendah. Berdasarkan hasil uji chi

square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,174.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α

= 5% antara tuntutan mental dengan stres kerja pada pekerja produksi di

PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada

pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel

5.35.

110
Tabel 5.35 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Shift Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Total
Shift Kerja Stres Tidak Stres P-value
n % n % n %
Malam 6 42,9 8 57,1 14 100
Sore 17 58,6 12 41,4 29 100 0,569
Pagi 16 48,5 17 51,5 33 100

Berdasarkan Tabel 5.35 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

bekerja pada shift kerja sore. Berdasarkan hasil uji chi square diketahui

bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,569. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara shift kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

5.3.14 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara umur dengan stres kerja pada

pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel

5.36.

Tabel 5.36 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Umur pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Variabel n Mean SD P-Value


Stres 39 33,08 8,17
0,330
Tidak Stres 37 31,59 8,27

Berdasarkan Tabel 5.36 diketahui bahwa rata-rata umur pada

pekerja produksi PT. Indgravure yang mengalami stres kerja adalah

33,08 tahun dengan standar deviasi sebesar 8,17 pada 39 pekerja

sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami stres kerja memiliki rata-
111
rata umur adalah 31,59 pada 37 pekerja. Hasil analisis menggunkan uji

statistik Mann-Whitney diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α

= 5%, yaitu 0,330. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan pada α = 5% antara umur dengan stres kerja pada pekerja

produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.15 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada

pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel

5.37.

Tabel 5.37 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Masa Kerja pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Variabel n Mean SD P-Value


Stres 39 103,33 77,65
0,119
Tidak Stres 37 83,57 81,67

Berdasarkan Tabel 5.37 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada

pekerja produksi PT. Indgravure yang mengalami stres kerja adalah

103,33 bulan dengan standar deviasi sebesar 77,65 pada 39 pekerja

sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami stres kerja memiliki rata-

rata masa kerja sebesar 83,57 pada 37 pekerja. Hasil analisis

menggunkan uji statistik Mann-Whitney diketahui bahwa nilai p-value

lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,119. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan pada α = 5% antara masa kerja dengan

stres kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

112
5.3.16 Hubungan Antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.38.

Tabel 5.38 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Status Pernikahan


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017

Stres Kerja
Status Tidak Total
Stres P-value
Pernikahan Stres
n % n % n %
Tidak Menikah 16 59,3 11 40,7 27 100
0,430
Menikah 23 46,9 26 53,1 49 100

Berdasarkan Tabel 5.38 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

memiliki status tidak menikah dibanding dengan pekerja yang memiliki

status menikah dengan persentase 59,3%. Akan tetapi jumlahnya lebih

banyak pada pekerja yang berstatus menikah. Berdasarkan hasil uji chi

square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,430.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α

= 5% antara status pernikahan dengan stres kerja pada pekerja produksi

di PT. Indogravure Tahun 2017.

5.3.17 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres

kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat

pada Tabel 5.39.

113
Tabel 5.39 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kepribadian Tipe A
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Kepribadian Total
Stres Tidak Stres P-value
Tipe A
n % n % n %
Tinggi 23 56,1 18 43,9 41 100
0,501
Rendah 16 45,7 19 54,3 35 100

Berdasarkan Tabel 5.39 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

memiliki kepribadian tipe A tinggi dibanding dengan pekerja yang

memiliki kepribadian tipe A rendah. Berdasarkan hasil uji chi square

diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,501. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara kepribadian tipe A dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

5.3.18 Hubungan Antara Penilaian Diri dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara penilaian diri dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada

Tabel 5.40.

Tabel 5.40 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Penilaian Diri pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Total
Penilaian Diri Stres Tidak Stres P-value
n % n % n %
Buruk 17 48,6 18 51,4 35 100
0,832
Baik 22 53,7 19 46,3 41 100

Berdasarkan Tabel 5.40 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

memiliki penilaian diri baik dibanding dengan pekerja yang memiliki

114
penilaian diri buruk. Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa

nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,832. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5% antara penilaian

diri dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun

2017.

5.3.19 Hubungan Antara Aktivitas di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja


pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan

stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat

dilihat pada Tabel 5.41.

Tabel 5.41 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Aktivitas di Luar


Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Aktivitas di Stres Kerja


Total
Luar Stres Tidak Stres P-value
Pekerjaan n % n % n %
Tinggi 32 60,4 21 39,6 53 100
0,032
Rendah 7 30,4 16 69,6 23 100
Berdasarkan Tabel 5.41 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

memiliki aktivitas di luar pekerjaan tinggi atau banyak dibanding dengan

pekerja yang memiliki aktivitas di luar pekerjaan rendah atau sedikit.

Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil

dari α = 5%, yaitu 0,032. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan pada α = 5% antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres

kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.

115
5.3.20 Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Hasil analisis hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan

stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat

dilihat pada Tabel 5.42.

Tabel 5.42 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Dukungan Sosial pada


Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017

Stres Kerja
Dukungan Total
Stres Tidak Stres P-value
Sosial
n % n % n %
Rendah 21 52,5 19 47,5 40 100
1,000
Tinggi 18 50,0 18 50,0 36 100

Berdasarkan Tabel 5.42 diketahui bahwa responden yang

mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang

memiliki dukungan sosial rendah dibanding dengan pekerja yang

memiliki dukungan sosial tinggi. Berdasarkan hasil uji chi square

diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 1,000. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%

antara dukungan sosial dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017.

116
6 BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan terlalu banyak yang dapat

menimbulkan rasa bosan dan kejenuhan pada responden sehingga tidak

fokus dalam pengerjaan kuesioner. Akan tetapi, validitas dan reliabilitas

pertanyaan dalam kuesioner telah teruji mampu untuk mengukur stres

kerja beserta faktor-faktornya.

2. Instrumen yang digunakan berupa tipe self-report measurement sehingga

memungkinkan responden untuk tidak mengisinya sesuai dengan kondisi

yang sesungguhnya.

3. Distribusi kuesioner tidak dilakukan dengan tatap muka langsung antara

peneliti dengan responden penelitian, akan tetapi dilakukan dengan

menitipkan kuesioner kepada kepala shift bagian produksi sehingga

kurang tersampaikannya maksud dan tujuan dari penelitian ini serta tidak

dapat memantau langsung proses pengerjaan kuesioner yang dilakukan

oleh responden.

6.2 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.

Indogravure Tahun 2017

Stres kerja merupakan keadaan psikologis yang mewakili

ketidakseimbangan persepsi seseorang mengenai tuntutan pekerjaan yang

tidak sesuai dengan kemampuan pekerja dalam mengatasi tuntutan tersebut.

Stres kerja dapat terjadi ketika tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan

kemampuan, sumber daya serta kebutuhan pekerja (NIOSH,1999b).

117
Berdasarkan World Health Organization (2003) stres kerja tidak hanya

berkaitan dengan tekanan pekerjaan yang melebihi kemampuan, namun juga

berkaitan dengan kemampuan dan pengetahuan individu yang tidak

digunakan sehingga memicu timbulnya masalah bagi mereka.

Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan, dan tanggapan dari

setaip individu dalam menghadapinya yang berbeda. Akibat adanya stres

kerja tersebut, orang akan menjadi nervous, merasakan kecemasan yang

kronis, peningkatan pada emosi, mengalami perubahan dala proses berfikir

serta terjadi perubahan pada kondisi fisik individu. Sebagai hasil dari adanya

stres kerja, pekerja mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengganggu

pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah, serta agresif, emosi tidak

stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mau terlibat serta

kesulitan tidur (Agungpia, 2008) dalam Setyani (2013).

Dalam penelitian ini, stres kerja dapat diketahui dengan melihat

hubungan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya stres kerja

baik berupa faktor pekerjaan, faktor individual, faktor di luar pekerjaan,

maupun faktor pendukung. Pengukuran faktor tersebut dilakukan dengan

mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pengalaman yang

dirasakan oleh responden terhadap berbagai faktor yang dihadapi selama

bekerja.

Secara umum, gejala stres kerja yang dialami oleh seseorang dapat

dilihat dari perubahan psikologis, fisiologis, dan perilaku (NIOSH, 1999b).

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi stres kerja yang dialami responden di

PT. Indogravure yang disajikan pada Tabel 5.1, diketahui bahwa pekerja

118
produksi PT. Indogravure yang menjadi responden dalam penelitia ini yang

mengalami stres kerja yaitu 39 orang (51,3%). Hasil ini hampir mendekati

seimbang dengan responden yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebesar

37 orang (48,7%). Hal ini kemungkinan dikarenakan bahwa masih adanya

pekerja yang sudah terbiasa dengan stressor yang ada di tempat kerja.

Sehingga rangsangan stres yang berpotensi mengalami stres tidak

menyebabkan masalah bagi mereka. Meskipun jumlah antara pekerja yang

mengalami stres kerja dengan yang tidak mengalami stres kerja hampir sama,

namun keadaan ini tetap harus dikendalikan oleh perusahaan untuk mencegah

terjadinya peningkatan kejadian stres kerja di masa mendatang yang

diakibatkan stressor yang ada di tempat kerja.

Stres kerja yang dialami oleh pekerja dapat berdampak panjang dengan

munculnya berbagai dampak kesehatan apabila tidak diatasi dengan baik

(Perlmutter & Villoldo, 2011). Wantoro (1999) menyatakan bahwa dampak

yang terjadi akibat stres kerja tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja

namun dapat meluas pada aktivitas diluar pekerjaan seperti sulit tidur,

konsenterasi menurun serta selera makan berkurang. Stres berkepanjangan

dapat menyebabkan masalah psikologis yang mengarah pada penyalahgunaan

obat, minum alkohol, serta kemudian tidak datang untuk bekerja serta dapat

menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserabf infeksi (Depkes,

2006).

Stres kerja yang terjadi pada pekerja tidak hanya dapat menimbulkan

gangguan kesehatan, namun juga dapat menimbulkan dampak lain yang dapat

berpengaruh bagi perusahaan maupun individu itu sendiri. Penelitian

119
Tunjungsari (2011) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Sementara penelitian

Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif

terhadap kinerja pekerja, yang artinya semakin tinggi tingkat stres yang

dimiliki oleh pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan.

Sementara Robbins (1998) dalam Daniawati (2013) menjelaskan bahwa

konsekuensi bagi perusahaan akibat stres stres kerja terjadi secara tidak

langsung yaitu dengan meningkatnya absensi, menurunnya tingkat

produktivitas, hingga turnover pekerja. Penelitian lain yang dilakukan pada

pekerja sektor swasta di Yunani, ditemukan bahwa peningkatan stres kerja

yang dialami pekerja berdampak secara signifikan terhadap penurunan

produktivitas perusahaan. Dimana dalam kejadian ini dapat terjadi ketika

pekerjaan yang dimiliki sudah mulai mengganggu kehidupan pribadi pekerja,

maka hal ini akan berdampak negatif terhadap produktivitas perusahaan

(Halkos & Bousinakis, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa

faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya stres kerja secara statistik

terbukti berhubungan dengan stres kerja. Adapun faktor yang dapat menjadi

pemicu terjadinya stres kerja pada pekerja produksi dimana secara statistik

berhubungan dengan stres kerja, diantaranya adalah lingkungan fisik, konflik

interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, variasi beban kerja, tanggung jawab,

tuntutan mental dan aktivitas di luar pekerjaan. Hal ini dapat menjadi salah

satu pertimbangan bagi pihak manajemen perusahaan untuk melakukan

120
langkah pencegahan serta pengendalian untuk mengurangi tingkat stres kerja

yang dialami pekerja produksi di perusahaan tersebut.

6.3 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Stres Kerja

6.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik Dengan Stres Kerja

Kondisi fisik kerja memiliki pengaruh terhadap kondisi faal serta

psikologis tenaga kerja dimana kondisi tersebut dapat berdampak pada

kesehatan mental serta keselamatan kerja tenaga kerja (Munandar, 2008).

Kondisi iklim kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab katyawan

mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsenterasi serta menurunnya

produktivitas kerja. Apabila ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi

udara buruk, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih,

berisik berpengaruh besar dalam kenyamanan kerja karyawan (Prabowo,

2010).

Lingkungan fisik area kerja dalam penelitian ini didapatkan dari hasil

analisa kuesioner yang telah diberikan. Berdasarkan hasil penelitian yang

disajikan pada Tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden

menganggap bahwa lingkungan fisik di area kerja mereka buruk dengan

persentase 63,2%. Sementara berdasarkan hasil tabel silang pada Tabel 5.23,

diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja sebagian besar

menganggap bahwa lingkungan fisik area kerja mereka buruk. Hasil ini sesuai

dengan pernyataan Cary Cooper dalam Arisona (2008), dimana kondisi kerja

yang buruk berpotensi dalam menyebabkan pekerja mudah sakit, stres, sulit

berkonsenterasi dalam pekerjaannya, serta menurunnya produktivitas kerja.

Akan tetapi, hasil bivariat yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada

121
hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja dengan p-value 0,066.

Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsan dan

Salami (2015) pada pekerja divisi stamping PT X Indonesia, dimana

diketahui ada hubungan antara bahaya lingkungan fisik yang dalam hal ini

adalah temperatur dan kebisingan dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian ini

juga tidak sejalan dengan penelitian Ningsih dan Fitri (2016) dimana dalam

peneilitannya pada pekerja industri bengkel las di Pekanbaru terdapat

hubungan antara lingkungan fisik dengan terjadinya stres kerja. Namun

penelitian ini sejalan dengan penelitian Amalina, dkk (2016) dimana tidak

ada hubungan antara faktor lingkungan fisik dengan stres kerja pada staf

akademik di Universitias Klang Valley, dan juga penelitian Lady, dkk (2017)

dimana tidak ada hubungan antara lingkungan fisik yang dalam ini adalah

kebisingan, suhu dan ventilasi pada pekerja Kantor BPBD Cilegon.

Kondisi lingkungan kerja meliputi ruang kerja yang tidak nyaman,

panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruang kerja terlalu padat, lingkungan

kerja yang kurang bersih, serta bising. Hasil data lingkungan fisik yang

didapatkan di perusahaan terdapat faktor fisik yang melebihi standar, yaitu

suhu area kerja. Hasil pengukuran suhu di area produksi menunjukkan data

sebesar 44OC untuk shift 1, 46OC untuk shift II, dan 46OC untuk shift III,

dimana data tersebut melebihi standar yang seharusnya (30OC – 32,5OC).

Akan tetapi, untuk kebisingan di area kerja, berdasarkan data lingkungan fisik

diketahui bahwa kebisingan masih di bawah standar yaitu sebesar 72,5 dB

(standar 85dB) (Permenkes, 2016).

122
Hasil analisa kuesioner lanjut menunjukkan bahwa pekerja

menganggap lingkungan fisik di area kerja memiliki kebisingan yang tinggi

(79,5%), pencahayaan yang baik (83,6%), suhu dan kelembaban udara yang

baik (61,6%), serta kualitas udara yang baik (64,4%). Hal ini tidak sejalan

dengan hasil data pengukuran lingkungan fisik di area produksi terutama pada

suhu dan kebisingan, dimana berdasarkan hasil kuesioner dengan data

lingkungan fisik menunjukkan hasil yang berkebalikan. Peneliti berasumsi

bahwa perbedaan tersebut menyebabkan tidak adanya hubungan antara

variabel lingkungan fisik dengan stres kerja. Hal ini disebabkan karena

individu memiliki makna masing-masing terkait situasi yang dihadapi dan

sejauh mana mereka menganggap situasi yang dihadapi merupakan situasi

yang stres atau tidak (Munandar, 2008).

Dampak ketika bekerja dengan kondisi lingkungan fisik yang buruk

membuat pekerja merasa lebih sulit dalam mengatasi stressor lain yang

terdapat di tempat kerja dan dapat menyebabkan menurunnya motivasi kerja.

Adanya hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja menjadikan

manajemen harus melakukan langkah pengendalian untuk mengendalikan

lingkungan fisik. Hal ini untuk mengurangi bahaya dari lingkungan fisik yang

dapat memperberat stres kerja atau menyebabkan stres kerja bagi pekerja.

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya fisik di tempat

kerja adalah mempertahankan kualitas kebisingan agar sesuai dengan standar

yang berlaku, dapat melakukan pengendalian teknis bagi bahaya bising agar

tingkat kebisingan yang dirasakan pekerja dapat berkurang meskipun

kebisingan yang diperoleh masih berada di bawah standar namun hal ini dapat

123
dilakukan untuk menjaga agar kebisingan tetap berada di bawah standar yang

berlaku, selain itu dilakukan pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung

telinga yang diberikan serta memberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak

menggunakan alat pelindung telinga di area kerja. Selanjutnya untuk bahaya

pencahayaan dapat dilakukan pencegahan dengan perbaikan pencahayaan di

tempat kerja agar sesuai (minimal 200 lux) dengan standar yang ada. Untuk

pengendalian kelembaban dan suhu serta udara lingkungan kerja dapat

dilakukan dengan pemberian ventilasi dilusi yang dibantu dengan fan dan

juga dapat dilakukan dengan pemeliharaan pendingin ruangan berupa

pembersihan filter udara secara periodik. Hal ini dapat dilakukan untuk

mengendalikan suhu, kelembaban serta udara di lingkungan kerja agar

terhindar dari bahaya polusi serta debu.

6.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran Dengan Stres Kerja

Konflik peran diartikan sebagai keadaan dimana seorang individu

memiliki peran yang berbeda dalam waktu yang sama (Indrawan, 2009).

Konflik peran biasanya muncul ketika pekerja diharuskan untuk berperilaku

dengan cara yang bertentangan dengan diri mereka. Menurut Gibson (1997)

konflik peran dapat menjadi penekan (stresor) bagi sebagian orang.

Munandar (2008), menyatakan bahwa konflik peran timbul ketika pekerja

mengalami adanya pertentangan tugas yang harus dilakukan dan tanggung

jawab yang dimiliki, tugas yang harus dilakukan yang menurut pekerja bukan

merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan yang bertentangan dari atasan,

rekan, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, serta pertentangan

124
dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas

pekerjaannya.

Berdasakan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 5.3, diketahui

bahwa jumlah responden yang merasakan konflik peran dalam pekerjaannya

tinggi sama dengan responden yang mengganggap konflik peran dalam

pekerjaannya rendah dengan persentase 50,0%. Meskipun jumlah antara

keduanya sama besar, namun secara teoritis variabel ini masih dapat

berpotensi menimbulkan stres. Hal ini diketahui bahwa pekerja produksi

memiliki peran tambahan sebagai bagian dari salah pelaksana program seperti

program 5R di perusahaan. Menjadi bagian dari suatu organisasi di

perusahaan menyebabkan pekerja memiliki lebih dari satu peran dalam waktu

yang sama.

Konflik peran yang dialami pekerja dapat menimbulkan dampak

terutama dalam meningkatkan turnover pekerja dan menurunkan performa

kerja (Barling, 2005) dalam Karima (2014). Sementara Nurqamar (2014)

menyatakan bahwa dengan konflik peran yang tinggi yang dirasakan oleh

pekerja akan mengakibatkan timbulnya perasaan cemas, takut, tegang di

dalam mengambil suatu pekerjaan yang dapat berdampak pada penurunan

tingkat kinerja. Pomaki (2007) dalam Karima (2014) menyatakan bahwa

konflik peran dapat berhubungan dengan kelelahan secara emosional, gejala

depresi, bahkan timbulnya gangguan kesehatan secara fisik. Menurut

Schermerhorn, dkk (2011) stres kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

dimana salah satunya adalah konflik peran yang dirasakan pekerja.

125
Hasil analisa tabulasi silang pada Tabel 5.24, diketahui responden yang

mengalami stres kerja lebih banyak pada responden yang merasakan konflik

peran yang tinggi dengan persentase 57,9%. Namun hasil analisis ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konflik peran dengan stres

kerja dengan p-value 0,359. Tidak adanya perbedaan signifikan antara konflik

peran dengan stres kerja, dikarenakan bahwa responden yang merasakan

konflik peran tinggi dan responden yang merasakan konflik peran rendah

berjumlah sama (50%). Sehingga hasil bivariat dalam penelitian ini

menunjukkan hasil p-value yang tidak berhubungan antara variabel konflik

peran dengan stres kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yasa (2017), dimana tidak

ada hubungan antara konflik peran yang dialami pekerja Dinas Kesehatan

Kota Bali dengan stres kerja. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik

responden, dimana dalam penelitiannya responden berada di umur yang

cukup matang (40-50 tahun). Sehingga tingginya konflik yang dialami oleh

pegawai, maka tidak akan berpengaruh terhadap stres kerja dikarenakan

kematangan pegawai. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Karima

(2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konflik peran

dengan stres kerja. Karima (2014) menyatakan bahwa tidak terdapatnya

hubungan antara kedua variabel ini, dapat terjadi karena dipengaruhi oleh

perbedaan karakteristik sampel yang dapat dipengaruhi oleh budaya kerja

yang diimplementasikan pada suatu negara. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan pada berbagai negara seperti Amerika, Norwegia,

126
Turki yang menunjukkan hasil berbeda pada setiap negara tersebut (Perrewe

& Ganster, 2011).

Dari penelitian ini meskipun diketahui bahwa tidak ada hubungan

antara variabel konflik peran dengan stres kerja, namun hasil tabulasi silang

menyatakan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stres kerja

menganggap bahwa konflik peran yang dirasakannya tinggi. Oleh karena itu,

sebaiknya pihak manajemen berupaya untuk mengurangi konflik peran yang

dirasakan pekerja melalui komunikasi yang efektif. Peningkatan komunikasi

dengan pekerja dapat mengurangi ketidakpastian yang menyebabkan

terjadinya konflik peran dimana semakin banyak informasi yang diberikan

mengenai tuntutan, tantangan serta kesempatan kerja maka dapat mengurangi

konflik peran yang terjadi (Singh, 2009).

6.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran Dengan Stres Kerja

Ketaksaan peran berhubungan dengan ketidakjelasan dalam

memberikan tugas pada pekerja, sehingga hal ini dapat menimbulkan

terjadinya frustasi serta sulitnya pekerja untuk mencapai kepuasan dalam

bekerja. Ketaksaan peran dirasakan jika seorang pekerja tidak memiliki cukup

informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau

merealisasi harapan yang berkaitan dengan peran tertentu (Munandar, 2008).

Informasi yang tidak jelas mengenai harapan yang harus dipenuhi membuat

pekerja harus menjalankan peran yang beragam. Ketidakpahaman pekerja

terhadap peran yang harus dijalankan akan menimbulkan stres di tempat kerja

(Hubbard, 1998).

127
Pada Tabel 5.4, diketahui bahwa responden yang merasakan ketaksaan

peran tinggi sama besar dengan responden yang merasakan ketaksaan peran

rendah dengan persentase 50,0%. Sama halnya dengan konflik peran,

meskipun responden yang merasakan ketaksaan peran tinggi dalam penelitian

ini memiliki jumlah yang sama dengan mereka yang merasakan ketaksaan

peran rendah namun secara teoritis ketaksaan peran dapat menyebabkan

terjadinya stres kerja. Menurut Sutherland & Cooper (2010), rendahnya

ketaksaan peran yang dirasakan oleh pekerja dapat dipengaruhi oleh

dukungan sosial yang baik dari supervisor maupun rekan kerja.

Berdasarkan hasil analisi tabulasi silang pada Tabel 5.25, menunjukkan

bahwa responden yang mengalami stres kerja kerja lebih banyak pada mereka

yang merasakan ketaksaan peran rendah dibanding dengan mereka yang

merasakan ketaksaan peran tinggi dengan persentase 52,6%. Berdasarkan

hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ketaksaan peran tidak berhubungan

dengan stres kerja dengan p-value 1,000. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Yasa (2017) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang

signifikan antara ambiguitas peran dengan stres kerja. Tidak adanya

hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja dapat dilihat dari

karakteristik responden, dimana sebagian besar pegawai sudah cukup lama

bekerja (lebih dari 5 tahun). Yasa (2017) menyatakan bahwa responden yang

telah lama bekerja memiliki pengalaman yang sudah terbiasa dengan tekanan

kerja dan sudah terbiasa dengan pekerjaan sesuai dengan bidang masing-

masing sehingga bagaimanapun tingkat ambiguitas pekerja tidak akan

berpengaruh terhadap stres. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, dimana

128
sebagian besar responden telah bekerja lebih dari 5 tahun. Sementara hanya

sedikit responden yang bekerja di bawah 5 tahun.

Sementara menurut Karima (2014) tidak adanya hubungan antara

ketaksaan peran dengan stres kerja dapat dipengaruhi oleh karakteristik

pekerjaan yang berbeda dengan penelitian lainnya. Selain itu, tidak adanya

hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja pada penelitian ini dapat

dikarenakan prosedur kerja yang sudah jelas yang tersedia pada tempat kerja.

Dimana menurut Munandar (2008) salah satu yang menyebabkan ketaksaan

peran adalah kurangnya informasi yang didapat pekerja untuk dapat

melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian

besar responden menganggap bahwa mereka mengetahui tugas yang harus

dikerjakan/diselesaikan selama bekerja.

Ketaksaan peran memiliki konsekuensi atau dampak yang sama dengan

permasalahan konflik peran dimana beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa konflik peran dan ketaksaan peran berdampak pada timbulnya stres

kerja yang mengakibatkan menurunnya kepuasan kerja dari anggota

organisasi, rendahnya konsenterasi serta rendahnya kemampuan dalam

mengambil keputusan serta berpengaruh tidak langsung terhadap turnover

pekerja (Vanishree, 2014; Anton 2009; Rahim, 2011). Sigh (1998) dalam

Yasa (2017), menyatakan bahwa ketika pekerja mengalami ambiguitas peran

atau ketidakjelasan peran, disanalah mereka tidak mengetahui dengan jelas

bagaimana mereka menjalankan pekerjaan secara efektif maka dalam bekerja

mereka cenderung tidak efisien dan tidak terarah sehingga tingkat kinerja

yang dialami pekerja akan menurun.

129
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketaksaan peran

yang tinggi memiliki persentase yang sama dengan ketaksaan peran yang

rendah, serta tidak memiliki hubungan terhadap stres kerja. Meskipun

variabel ini tidak memiliki hubungan dengan stres kerja, namun dapat

dilakukan pencegahan untuk menghindari terjadinya peningkatan ketaksaan

peran di waktu yang akan datang yang dapat memicu terjadinya stres.

Pencegahan ketaksaan peran dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi

yang efektif (Singh, 2009). Komunikasi efektif dapat dilakukan antara atasan

dan bawahan (manajer dengan pekerja) ketika meeting setiap departemen

dilakukan atau setiap briefing yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan.

Melalui hal tersebut, pekerja dapat menyampaikan hambatan yang dirasakan

mengenai pekerjaan yang mereka lakukan dan atasan dapat menyampaikan

peran dan tanggung jawab pekerja secara jelas sehingga pekerja dapat

mengetahui peran dan tanggung jawabnya serta dapat membantu pekerja

dalam mengatasi hambatan yang dirasakan khususnya ketaksaan peran yang

dirasakan pekerja.

6.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal Dengan Stres Kerja

Setiap pekerjaan mengharuskan pekerjanya untuk berinteraksi dengan

orang lain, misal dengan rekan kerja. Dalam beberapa pekerjaan, interaksi

sosial merupakan sumber kepuasan kerja. Akan tetapi, disisi lain interaksi

sosial berpotensi menimbulkan konflik yang dapat menimbulkan stres.

Konflik di tempat kerja merupakan hal yang biasa terjadi dimana

ketidaksepakatan merupakan kondisi yang tidak terhindarkan yang terjadi di

lingkungan pekerjaan. Beberapa konflik dapat mendorong dalam

130
meningkatkan produktivitas jika pekerja berusaha mencari solusi

permasalahan yang kreatif. Namun, ketika perbedaan dan ketidaksepakatan

memicu terjadinya perasaan sakit hati maka hal ini dapat menimbulkan stres

jangka panjang (Edelmann, 2000).

Hasil penelitian pada Tabel 5.5, menunjukkan bahwa sebgaian besar

responden menganggap bahwa konflik interpersonal yang dirasakannya

tinggi dengan persentase sebesar 51,3%. Secara teori, peningkatan konflik

interpersonal yang terjadi dapat meningkatkan terjadinya gejala stres kerja.

Peningkatan konflik interpersonal memiliki dampak yang sangat nyata

terhadap kejadian stres kerja. Dampak yang paling signifikan yaitu adanya

perasaan gelisah, dimana merupakan emosi yang muncul untuk

mengantisipasi permasalahan dan tantangan di masa depan. Apabila

seseorang pernah mengalami konflik interpersonal maka orang tersebut akan

menghabiskan banyak waktu yang lama untuk merenungkan masalah yang

pernah dialaminya dan lebih merasa khawatir mengenai kemungkinan terjadi

masalah serupa di masa depan (Jex & Britt, 2008).

Hasil analisis tabulasi silang pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa

responden yang mengalami stres kerja sebagian besar memiliki konflik

interpersonal yang tinggi dengan persentase sebesar 64,1%. Semakin tinggi

konflik interpersonal yang dialami oleh pekerja maka akan semakin

meningkatkan terjadinya stres kerja. Penelitian Laelasari (2016),

menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki hubungan interpersonal yang

kurang baik akan cenderung mengalami stres kerja 9,4 kali dibanding yang

memiliki hubungan interpersonal baik.

131
Berdasarkan hasil bivariat pada Tabel 5.26, juga diketahui bahwa antara

konflik interpersonal berhubungan secara signifikan dengan stres kerja

dengan P-value 0,039. Hasil tersebut sejalan dengan Lady, dkk (2017) yang

menyatakan bahwa konflik interpersonal berhubungan secara signifikan

dengan stres kerja. Penelitian lainnya yang dilakukan pada perusahaan

manufaktur baik skala kecil maupun skala sedang di Jepang menunjukkan

bahwa tingginya konflik interpersonal dapat berpengaruh terhadap

meningkatnya gejala depresi (Ikeda dkk, 2009). Selain itu, hasil ini juga

sejalan dengan penelitian Saijo, dkk (2007) dimana hasil yang didapat

menunjukkan bahwa ada hubungan antara konflik interpersonal dengan

gejala depresi pada petugas pemadam kebakaran di Jepang.

Konflik interpersonal yang sering terjadi adalah terdapatnya perbedaan

pendapat di antara anggota departemen, walaupun tidak menutup

kemungkinan adanya konflik yang terjadi pada antar departemen. Jex dan

Britt (2008) menyatakan bahwa bentuk konflik interpersonal dapat terjadi

dalam bentuk aktif maupun pasif. Konflik interpersonal secara aktif dapat

terjadi ketika seseorang berargumen dan mengeluarkan kata-kata kasat

kepada orang lain. Sementara konflik interpersonal pasif dapat terjadi misal

ketika seseorang lupa mengundang rekannya untuk menghadiri pertemuan

yang dianggap penting.

Konflik interpersonal yang tidak dikelola dengan baik dapat

menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas kerja sehingga

diperlukan langkah pengendalian dan pencegahan. Hal yang dapat dilakukan

adalah dengan melakukan penyelesaian konflik interpersonal pada pekerja

132
yang mengalaminya. Langkah pengendalian konflik interpersonal menurut

Wijono (2010), dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi efektif

dengan pekerja yang bertikai. Komunikasi efektif dilakukan dengan

melakukan komunikasi dua arah yang menghasilkan umpan balik. Melalui

komunikasi, maka pihak manajemen dapat menggali informasi mengenai

permasalahan yang dihadapi antar pekerja tersebut. Sementara menurut

Arwani (2006), langkah yang dapat digunakan untuk penyelesaian konflik

adalah dengan memberikan pihak yang terlibat konflik untuk merenungkan

dan memikirkan alternatif penyelesaian masalahnya, melakukan kompromi

untuk mengambil jalan tengah dalam menyelesailkan konflik serta

melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk bekerja sama dalam rangka

penyelesaian konflik. Dalam hal ini, dapat dilakukan pembuatan kegiatan

konseling secara periodik tiap 1 bulan sekali untuk mengetahui masalah yang

terjadi pada pekerja, terutama masalah konflik interpersonal pada pekerja.

6.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan Dengan Stres Kerja

Ketidakpastian pekerjaan berkaitan dengan ancaman kehilangan

pekerjaan di masa mendatang, dimana variabel ini merupakan salah satu

sumber stres yang dapat mengakibatkan menurunnya performa kerja dan

menyebabkan pekerja mencoba mencari pekerjaan di tempat lain (Stellman,

1998). Ketakutan kehilangan pekerjaan dan ancaman bahwa pekerjaannya

dianggap tidak diperlukan lagi merupakan hal biasa yang dapat terjadi dalam

kehidupan kerja. Hal ini dapat terjadi karena adanya reorganisasi untuk

menghadapi perubahan lingkungan seperti penggunaan teknologi baru yang

133
membutuhkan keterampilan kerja yang baru maupun munculnya tenaga kerja

baru (Munandar, 2008).

Berdasarkan Tabel 5.6, diperoleh bahwa 52,6% responden atau

sebagian besar responden merasakan bahwa ketidakpastian terkait pekerjaan

yang dimilikinya tinggi. Ketidakpastian pekerjaan yang dirasakan oleh

pekerja akan berdampak buruk bagi diri pekerja tersebut. Perrewe & Ganster

(2010) menjelaskan bahwa ketidakpastian pekerjaan di masa depan, bagi

pekerja dinilai sebagai ancaman karena hal ini memiliki konsekuensi yang

serius yaitu dapat mengubah kehidupan seseorang secara drastis dan merubah

gaya hidup secara tidak terduga.

Hasil analisis tabulasi silang pada Tabel 5.27, menunjukkan bahwa

sebagian besar responden (65,0%) yang mengalami stres kerja merasakan

bahwa ketidakpastian pekerjaan yang dimilikinya tinggi. Selain itu

berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja yang dialami pekerja

produksi PT. Indogravure dengan p-value 0,022. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Zyl, dkk (2013) yang dalam penelitiannya menyatakan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketidakpastian pekerjaan dengan

stres kerja.

Menurut Indrawan (2009) ketidakpastian pekerjaan dapat berupa

peluang kehilangan pekerjaan, kemungkinan pekerjaan tidak dilakukan lagi,

ketidakjelasan jenjang karir, serta kecilnya peluang promosi dan kenaikan

jabatan. Filipkowski dan Johnson (2008), menyatakan bahwa ketidakpastian

pekerjaan yang dirasakan pekerja dapat menyebabkan rendahnya komitmen

134
pekerja terhadap organisasi dan meningkatkan turnover pekerja (Perrewe &

Ganster, 2011). Robbins (2009) menjelaskan bahwa ketidakpastian pekerjaan

dapat terjadi dikarenakan kemungkinan perubahan pekerjaan serta

kemungkinan keterampilan yang tidak berguna di masa mendatang.

Kekhawatiran mengenai ketidakpastian pekerjaan dapat meningkatkan risiko

terjadinya stres pada individu tersebut yang dapat berdampak pada gangguan

secara psikologis dan fisik apabila stres terjadi dalam jangka waktu yang

panjang. Selain itu, kekhawatiran ini juga dapat memicu terjadinya kelelahan

dalam bekerja.

Terdapatnya sebagian besar responden yang merasakan ketidakpastian

pekerjaan yang tinggi serta adanya hubungan antara variabel ini dengan stres

kerja menjadikan variabel ini harus dilakukan langkah pencegahan dan

pengendalian. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan

mengendalikan ketidakpastian pekerjaan adalah dengan kontrak kerja yang

jelas mengenai status pekerja, masa kontrak dan upah yang diberikan,

menetapkan kebijakan yang jelas mengenai kepastian pekerjaan serta

menghargai hak pekerja (ILO, 2012).

6.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja Dengan Stres Kerja

Kontrol kerja merupakan kombinasi antara tuntutan dalam suatu

pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam menggunakan kemampuan yang

dimiliki. Kombinasi antara tuntutan pekerjaan yang tinggi dengan rendahnya

kontrol kerja dapat menimbulkan tekanan yang tinggi dan menyebabkan

timbulnya berbagai masalah kesehatan (Landy, 2010). Ketika permintaan dari

lingkungan tidak mampu dipenuhi maka individu akan merasa sulit

135
melakukan kontrol terhadap dirinya sendiri. Kurangnya kontrol terhadap diri

sendiri dapat menimbulkan stres yang disebabkan ketidakmampuan individu

dalam mengatur dirinya sendiri (Cardwell & Flanagan, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 5.7 menunjukkan

hasil yang sama besar antara responden yang merasakan kontrol kerja rendah

dengan responden yang merasakan kontrol kerja tinggi dengan persentase

50,0%. Selain itu, berdasarkan hasil analisa tabulasi silang pada Tabel 5.28,

menunjukkan bahwa 55,3% responden yang mengalami stres kerja

merupakan responden yang merasakan kontrol kerja yang rendah. Akan

tetapi, hasil bivarat penelitian ini yang terdapat pada Tabel 5.28,

menunjukkan bahwa kontrol kerja tidak berhubungan dengan stres kerja

dengan p-value 0,646.

Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi/rendahnya kesempatan pekerja

mengontrol pekerjaan yang dimiliki tidak dapat mempengaruhi stres kerja

yang dialami. Hasil ini sejalan dengan penelitian Karima (2014) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kurangnya kontrol dengan

stres kerja. Menurut Byrne dan Rosenman (1990), hal tersebut dapat terjadi

karena lebih tingginya faktor pekerjaan lain seperti lebih tingginya jumlah

beban kerja yang membebani pekerja sehingga kesempatan pekerja untuk

mengontrol pekerjaan mereka masih belum mampu membantu dalam

mengurangi perasaan stres yang dialami.

Kurangnya kesempatan pekerja untuk mengontrol pekerjaan yang

dimiliki merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap munculnya

stres serta gangguan kesehatan yang dialami oleh pekerja (Karwowski, 2006).

136
Penelitian yang dilakukan oleh Marmot, dkk (1997) menunjukkan bahwa

pekerja yang memiliki kemampuan kontrol kerja rendah memiliki risiko

empat kali lebih besar terkena serangan jantung dibandingkan dengan pekerja

yang memiliki kontrol lebih besar terhadap pekerjaan (O’Rourke & Collins,

2009). Menurut Newton dan Jimmieson (2008) dalam Lewin, dkk (2011),

pemberian kesempatan kepada pekerja untuk mengontrol pekerjaan yang

dilakukan maka akan membantu mengurangi stres yang berkaitan dengan

pekerjaanya, dimana kesempatan yang diberikan kepada para pekerja dapat

meningkatkan kemudahan bagi para pekerja dalam menyelesaikan

pekerjaannya. Hal ini dapat mengurangi perasaan frustasi dan stres di tempat

kerja.

Langkah pengendalian dibutuhkan oleh pihak manajemen untuk

mengendalikan kontrol kerja kerja pada pekerja. Adapun langkah yang dapat

dilakukan untuk mengendalikan kontrol kerja agar setiap pekerja memiliki

kontrol yang baik terhadap pekerjaan yang dilakukan adalah dengan

melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

kondisi pekerjaan (ILO, 2012).

6.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja Dengan Stres


Kerja

Kurangnya kesempatan kerja yang tersedia dapat menjadi suatu

masalah besar bagi individu yang dapat menyebabkan kekhawatiran terhadap

kemungkinan kehilangan pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan kembali

(Bizymoms, 2013). Akibat dari hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya

stres. Karena perasaan khawatir akibat kurangnya lapangan pekerjaan dapat

137
memicu terjadinya gangguan kesehatan mental, ketidakstabilan emosi, dan

kecemasan.

Berdasarkan Tabel 5.7, diketahui bahwa 52,6% responden merasakan

kurang kesempatan kerja yang tinggi. Sementara 47,4% responden

merasakan kurang kesempatan kerja yang rendah. Hal ini berarti

menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa khawatir terhadap

kehilangan pekerjaan dan kesulitan dalam mencari lapangan kerja.

Kurangnya kesempatan kerja yang dirasakan oleh pekerja disebabkan

karena kekhawatiran pekerja terhadap ketersediaan lowongan pekerjaan

sesuai dengan kemampuan mereka di perusahaan lain dan bukan disebabkan

oleh faktor internal perusahaan. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan

gangguan kesehatan dan menyebabkan terjadinya stres kerja yang berujung

pada terjadinya frustasi pada pekerja (Swain, 2008; Singh, 2006).

Berdasarkan analisa bivariat yang terdapat pada Tabel 5.29, diketahui

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kurangnya kesempatan

kerja dengan stres kerja dengan P-value 0,654. Namun, berdasarkan hasil

tabulasi silang diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami

stres kerja merasakan kurang kesempatan kerja yang tinggi. Hal ini berarti

semakin tinggi rasa khawatir para pekerja mengenai kurangnya kesempatan

kerja maka akan semakin meningkat stres kerja yang dialami. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Eurofond (2010) pada pekerja di

Jerman pada tahun 1997 hingga 2001, dimana hasilnya menyatakan bahwa

pekerja yang tidak tetap yang dalam hal ini akan khawatir terhadap masa

depan pekerjaannya akan berdampak negatif terhadap kesehatan pekerja

138
seperti peningkatan depresi, dan stres. Penelitian Singh (2006) juga

menyatakan bahwa pekerja yang merasa khawatir terhadap kurangnya

kesempatan kerja yang dimiliki yang terjadi secara terus menerus akan

menimbulkan dampak gangguan kesehatan bagi individu.

Selain merugikan pekerja, kekhawatiran yang dialami pekerja juga

dapat berdampak negatif bagi perusahaan. Kekhawatiran yang dirasakan

pekerja dapat menyebabkan menurunnya komitmen pekerja terhadap

perusahaan, hilangnya kepercayaan terhadap manajemen, serta menurunnya

performa kerja (Witte, 2005). Meskipun tidak ada hubungan antara kurang

kesempatan kerja dengan stres kerja, namun hasil tabulasi silang

menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami stres kerja

merasakan kurang kesempatan kerja yang tinggi. Oleh karena itu, pekerja

sebaiknya mengatasi perasaan khawatir mereka dengan melakukan kegiatan

seperti olahraga atau melakukan hobi yang disukai. Selain itu, pekerja dapat

melakukan peningkatan kemampuan diluar keterampilan yang dimiliki saat

ini sehingga tidak merasa khawatir apabila mencari pekerjaan yang tidak

sesuai dengan keterampilan yang dimiliki saat ini sekiranya kesempatan

bekerja di perusahaan saat ini sudah selesai.

6.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja Dengan Stres Kerja

Beban kerja merupakan lama seseorang melakukan aktivitas pekerjaan

sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa

menunjukkan tanda kelelahan (Hariyono dkk, 2009). Sementara menurut

Rahim (2011), jumlah beban kerja merupakan suatu kondisi dimana pekerja

memiliki sejumlah pekerjaan yang banyak yang harus diselesaikan dalam

139
waktu yang terbatas sehingga pekerja memiliki ketidakmampuan untuk

menangani beban kerja yang dihadapinya. Gibson (1997) menyatakan bahwa

beban kerja yang terlalu banyak atau berlebih serta beban kerja yang sedikit

merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat dikategorikan kedalam

beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif, yang timbul akibat dari

tugas yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu

tertentu dalam jumlah yang terlalu sedikit maupun berlebih. Beban kerja yang

berlebih namun tidak disesuai dengan jumlah waktu kerja yang tersedia dapat

menjadi pemicu terjadinya stres kerja (Barkhuizen, 2008). Beban kerja yang

tinggi dan terus menerus sering dianggap sebagai faktor stres yang signifikan.

Beban kerja yang tinggi juga sering dikaitkan dengan jam kerja serta

intensitas kerja yang panjang (Eurofound, 2010). Permasalahan jumlah beban

kerja merupakan masalah umum yang menyebabkan munculnya stres kerja

yang dialami oleh pekerja di berbagai sektor industri (Karwowski, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.9, diketahui

bahwa sebagian besar responden merasakan jumlah beban kerja yang

dimilikinya tinggi dengan persentase sebesar 64,5%. Adanya jumlah beban

kerja yang tinggi yang dirasakan oleh pekerja secara teoritis dapat

mengganggu kesehatan pada pekerja tersebut. Pada buku yang ditulis oleh

Molloy (2010), tuntutan dan beban kerja yang berlebih dapat memicu

munculnya stres di tempat kerja. Menurut Hariyono, Suryani, Wulandari

(2009) beban kerja yang berlebih atau tinggi dapat menyebabkan pekerja

mengalami kelelahan atau kejenuhan. Sementara Claessens, Van Eerdedan

Roe (2004) menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan

140
rendahnya produktivitas kerja akibat sulitnya melakukan pengaturan waktu

dalam menyelesaikan pekerjaan yang dimiliki (Perrewe & Ganster, 2010).

Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 5.30 diketahui bahwa

sebagian besar responden yang mengalami stres kerja merasakan jumlah

beban kerja yang dimilikinya tinggi. Namun, berdasarkan analisis bivariat

pada Tabel 5.30, tidak ada hubungan yang signifikam antara jumlah beban

kerja dengan stres kerja dengan P-value 0,865. Hasil penelitian ini tidak

sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amalina (2016),

Sarwendah (2013), dan Lady (2017) yang menyatakan bahwa adanya

hubungan antara jumlah beban kerja dengan stres kerja pada pekerja. Akan

tetapi penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurazizah (2017).

Tidak adanya hubungan antara dua variabel tersebut, dikarenakan

beban kerja yang rendah maupun tinggi sama-sama dapat menyebabkan stres

kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manuaba (2000), bahwa beban kerja

berlebih maupun rendah sama-sama dapat menimbulkan stres kerja. Beban

kerja yang terlalu berat dapat menyebabkan penyakit akibat kerja pada

pekerja. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit dapat menyebabkan rasa

bosan karena terjadi pengulangan gerak. Sehingga dalam penelitian ini tidak

ditemukan hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.

Peneliti juga berasumsi bahwa tidak adanya hubungan antara jumlah

beban kerja dengan stres kerja pada penelitian ini juga dapat terjadi karena

pekerja telah mampu bekerjasama dalam tim secara efektif. Mawarti (2016)

menjelaskan bahwa kemampuan tim dalam mendistribusikan beban kerja

141
yang berlebih dapat mengakibatkan tim dapat beradaptasi dengan perubahan

yang terjadi di lingkungan kerja.

Beban kerja yang dirasakan pekerja dapat menimbulkan dampak yang

serius bagi diri pekerja tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan dampak

yang cukup serius akibat jumlah beban kerja. Eurofond (2012) menyatakan

bahwa tingginya tuntutan kognitif dapat mempengaruhi kondisi seseorang

sehingga dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit, kecelakaan kerja,

serta masalah kesehatan mental serta dapat menyebabkan tingkat kepuasan

kerja yang rendah. Selain itu Jex & Britt (2008), menyatakan bahwa tingginya

beban kerja berhubungan dengan peningkatan kadar tekanan darah selama

bekerja.

Meskipun tidak adanya hubungan dengan stres kerja, jumlah beban

kerja yang dapat berdampak pada stres kerja tetap harus dilakukan langkah

pengendalian. Adapun langkah pengendalian yang dapat dilakukan dengan

mengatur jumlah beban kerja yang diberikan kepada pekerja serta

menyesuaikannya dengan kemampuan yang dimiliki pekerja (Borkowski,

2011). Pengaturan beban kerja yang adil dan sama antar pekerja menjadikan

pekerja tidak merasa memiliki beban kerja yang berat sendiri.

6.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja Dengan Stres Kerja

Variasi beban kerja berkaitan dengan berbagai jenis pekerjaan yang

diberikan kepada pekerja dengan tuntutan kemampuan yang berbeda-beda.

Beban kerja yang beragam dapat menimbulkan stres bagi pekerja dikarenakan

pekerja merasa tidak mampu melaksanakan tugas yang diberikan, dimana

ketidakmampuan pekerja dalam melaksanakan tugas yang diberikan tersebut

142
dapat mempengaruhi penilaian diri seseorang terhadap dirinya (Rose, 1994).

Soegiono (2008) menyatakan bahwa tuntutan tugas yang beragam dan tidak

sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pekerja akan berdampak pada stres.

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.10, didapatkan

bahwa sebagian bsar responden merasakan variasi beban kerja yang tinggi

dengan persentase sebesar 53,9%. Selain itu, hasil tabulasi silang yang

terdapat pada Tabel 5.31 menjelaskan bahwa sebagian besar responden yang

mengalami stres kerja memiliki variasi beban kerja yang tinggi dibanding

responden yang merasakan variasi beban kerja yang rendah. Selain itu hasil

analisa bivariat pada Tabel 5.31 menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara variasi beban kerja dengan stres kerja.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Lady, dkk (2017) yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara variasi beban kerja dengan stres kerja. Dalam

penelitian lain yang dilakukan Ikeda (2009), pada pekerja manufaktur di

Jepang menunjukkan hal yang sama bahwa variasi beban kerja yang tinggi

berhubungan terhadap peningkatan gejala depresi baik pada pekerja laki-laki

maupun perempuan. Penelitian Hoshino, dkk (2016) juga menyatakan bahwa

ada hubungan antara variasi beban kerja dengan terjadinya depresi pada

pekerja wanita Jepang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Saijo, dkk (2007)

juga menyatakan bahwa variasi beban kerja berhubungan secara signifikan

dalam menyebabkan gejala depresi.

Tingginya variasi beban kerja yang dirasakan oleh pekerja, dapat terjadi

karena pekerja merasa tidak mampu mengerjakan beban kerja yang terlalu

beragam atau bervariasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Soegiono (2008)

143
yang menyatakan bahwa tuntutan tugas yang beragam akan berdampak pada

stres kerja. Secara umum, pekerja produksi memiliki beban kerja antara lain

membuat proses produksi sesuai dengan permintaan customer berdasarkan

jadwal yang telah ditetapkan, membuat ulang hasil produksi apabila

mengalami kesalahan atau tidak sesuai standar, bertanggung jawab terhadap

hasil produksi yang dihasilkan, membuat laporan hasil produksi, serta

memelihara area kerja seperti kebersihan dan kenyamanan (dengan

menerapkan prinsip 5R pada area kerja). Tuntutan pekerjaan yang bervariasi

ini dapat menyebabkan timbulnya keluhan stres kerja pada pekerja. Seperti

hasil penelitian ini yang memberikan hasil bahwa sebagian besar responden

dituntut untuk berpikir cepat dan meningkatkan konsenterasi selama bekerja.

6.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain


Dengan Stres Kerja

Tanggung jawab di dalam pekerjaan terbagi menjadi dua, yaitu

tanggung jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Memegang tanggung jawab terhadap orang lain secara signifikan dapat

memicu terjadinya penyakit jantung koroner dibanding dengan memegang

tanggung jawab terhadap benda. Semakin tua dan tinggi tanggung ajwab

mereka maka akan semakin besar kemungkinan munculnya gejala penyajit

jantung koroner (Cooper, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.11, diketahui bahwa sebagian

besar responden merasakan tanggung jawab terhadap pekerja lain tinggi.

Meskipun pekerja produksi lebih banyak berinteraksi dengan mesin produksi,

namun secara tidak langsung hasil produksi yang dihasilkan akan

berpengaruh terhadap masa depan pekerjaan pekerja lain apabila hasil

144
produksi tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Menurut Karwowski

(2006), tanggung jawab terhadap orang lain dapat berkaitan dengan

kesuksesan dan keselamatan orang tersebut di lingkungan pekerjaan.

Sehingga semakin tinggi tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang

terhadap orang/orang lain, maka akan dapat memicu terjadinya stres kerja.

Berdasarkan hasil analisis bivariat pada Tabel 5.32, diketahui bahwa

sebagian besar responden yang mengalami stres kerja merasakan dan

memiliki tanggung jawab terhadap pekerja lain yang tinggi. Akan tetapi,

berdasarkan hasil analisa bivariat diketahui bahwa variabel tanggung jawab

terhadap pekerja lain tidak berhubungan dengan stres kerja dengan p-value

0,507. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Amalina (2016) dimana

tanggung jawab berhubungan secara signifikan terhadap stres kerja. namun

penelitian ini sejalan dengan penelitian Karima (2014). Aldwin (2007),

menjelaskan bahwa tanggung jawab biasanya beriringan dengan kemampuan

pekerja untuk mengontrol pekerjaannya. Tanggung jawab yang tinggi apabila

disertai dengan kemampuan mengontrol dengan baik, maka akan mampu

menurunkan stres kerja. Pada penelitian ini, terlihat bahwa keduanya telah

berjalan secara bersamaan atau beriringan akan tetapi tingginya beban kerja

yang dimiliki pekerja lebih berpotensi menyebabkan terjadinya stres kerja.

Sehingga sekalipun besarnya tanggung jawab yang dibebankan kepada

seseorang mampu dikontrol dengan baik namun bila jumlah beban kerja tetap

tinggi maka pekerja tetap akan mengalami stres kerja.

Meskipun tidak adanya hubungan antara tanggung jawab terhadap

pekerja lain dengan stres kerja, namun langkah pencegahan tetap dapat

145
dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja apabila terjadi peningkatan

variabel ini di tempat kerja. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan

desain ulang pekerjaan. Desain ulang pekerjaan dilakukan untuk

menyesuaikan antara pekerjaan serta tanggung jawab yang harus dilakukan

pekerja serta disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki pekerja (Karima,

2014). Selain itu dapat pula mendelegasikan tanggung jawab terhadap pekerja

lain yang memiliki pekerjaan lebih sedikit guna mencegah menumpuknya

tanggung jawab pada pekerja tertentu.

6.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan Dengan Stres


Kerja

Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat menimbulkan stres

bagi pekerja tesebut. Kondisi ini seringkali terjadi pada pekerja yang

memiliki kemampuan banyak untuk melakukan pekerjaan, namun

kemampuan tersebut tidak dapat digunakan karena sudah menggunakan alat

bantu atau adanya pekerja lain yang melakukan tugas tersebut. Kondisi

seperti ini dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan

bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan stres (Ross & Altmaier, 2000).

Pada penelitian yang ditampilkan pada Tabel 5.12, diketahui bahwa

sebagian besar responden merasakan kemampuan yang tidak digunakannya

rendah dengan persentase sebesar 51,3%. Hal ini dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden sudah terbiasa menggunakan mesin produksi serta

sebagian besar responden masih dapat menggunakan kemampuan yang

dimiliki semasa sekolah. Penn (1994) menjelaskan bahwa ketika kemampuan

pekerja benar-benar tidak digunakan maka akan menghasilkan ketidakpuasan

bekerja yang dirasakan oleh pekerja.

146
Berdasarkan hasil analisa bivariat pada Tabel 5.33 diketahui bahwa

variabel ini tidak berhubungan secara statistik dengan stres kerja dengan p-

value 0,823. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Lady, dkk (2017)

dimana ada hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres

kerja. Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Elshaer, dkk (2017),

dimana dalam penelitiannya terdapat hubungan antara kemampuan yang

tidak digunakan dengan kelelahan emosional. Akan tetapi, hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Karima (2014), dimana dalam penelitiannya tidak

terdapat hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres

kerja dengan p-value = 0,617. Menurut Karima (2014), tidak adanya

hubungan antara kedua variabel tersebut dikarenakan, kemampuan yang tidak

digunakan bukan merupakan suatu hal yang menyebabkan stres. Akan tetapi,

terdapatnya faktor pekerjaan lain yang dapat menimbulkan stres.

Sementara dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa tidak adanya

hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja dalam

penelitian ini, dapat disebabkan karena pekerja produksi mayoritas berasal

dari sekolah menengah kejuruan yang telah terbiasa dengan penggunaan alat-

alat atau mesin, sehingga kemampuan mereka dalam menggunakan mesin

saat di bangku sekolah dapat dipakai saat bekerja. Hal ini sesuai dengan

analisa jawaban kuesioner dimana sebagian besar responden menjawab

bahwa masih dapat menggunakan kemampuan serta keterampilan yang

dimiliki saat responden masih sekolah.

147
6.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental Dengan Stres Kerja

Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan terutama

pada pekerjaan yang menuntut interaksi dengan klien seperti perusahaan pada

sektor jasa. Pekerjaan yang menuntut kondisi emosional yang baik sangat

berhubungan dengan rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja secara mental

(Koradecka, 2010). Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan stres pada

pekerja.

Berdasarkan hasil penelitian ini yang ditampilkan pada Tabel 5.13,

didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden merasakan tuntutan mental

yang dimiliki tinggi saat responden sedang bekerja. Berdasarkan analisa

tabulasi silang pada Tabel 5.34 diketahui bahwa sebagai besar responden

yang mengalami stres kerja merasakan tuntutan mental yang tinggi dibanding

responden yang merasakan tuntutan mental yang rendah. Akan tetapi,

berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang

signifikan antara tuntutan mental dengan stres kerja dengan p-value sebesar

0,174. Hal ini sejalan dengan penelitian Karima (2014) dimana tidak terdapat

hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja. Hal ini dapat terjadi

dikarenakan pekerja sudah terbiasa dengan tekanan pekerjaan yang

dirasakannya sehingga tidak menganggap tuntutan mental sebagai penyebab

utama terjadinya stres yang dirasakan.

Gryna (2004) menjelaskan bahwa tuntutan mental yang terjadi secara

berlebihan yang melampaui kemampuan serta kompetensi pekerja dapat

menyebabkan terjadinya frustasi, bahkan burnout. Pekerjaan dengan tuntutan

mental yang baik seharusnya berada pada level tuntutan mental yang nyaman

148
bagi pekerja sehingga sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Walaupun demikian, sebagian besar pekerja dalam penelitian ini dapat

menyelesaikan pekerjaan dengan baik serta tetap dapat melakukan pekerjaan

meskipun pikirannya sedang tidak fokus.

Meskipun tidak adanya hubungan antara tuntutan mental dengan stres

kerja, namun tetap mengharuskan adanya langkah pencegahan bagi variabel

ini. Adapun langkah pencegahan yang dapat dilakukan menurut ILO (2012)

adalah dengan pertimbangan ulang terkait jumlah pekerjaan dengan kapasitas

pekerja serta mengembangkan kemampuan serta performa pekerja dalam

bekerja.

6.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Stres Kerja

Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja sebagai pengganti

kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan, dimana biasanya dibagi

atas kerja pagi, sore, dan malam (Strank, 2005). Pada umumnya, shift kerja

terdiri atas tiga jenis yaitu, shift pagi, siang, dan malam. Durasi kerja pada

tiap perusahaan dapat berbeda tergantung jenis serta kebutuhan perusahaan,

dimana penerapan shift dilakukan untuk meningkatkan produktivitas

perusahaan.

Apabila dilihat dari waktunya, sistem shift kerja yang dilaksanakan di

PT. Indogravure merupakan sistem shift biasa yang terdiri dari 3 jenis shift

kerja. jenis shift kerja yang dijalani yaitu shift pagi, siang, dan malam. Shift

pagi dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB, shift siang

dimulai pukul 15.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB, sedangkan shift malam

149
dimulai pukul 23.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB. Pekerja bagian produksi

dipekerjakan pada seluruh jenis shift kerja.

Berdasarakan komunikasi dengan pihak Indogravure diketahui bahwa

PT. Indogravure melaksanakan rotasi kerja setiap satu minggu sekali.

Sedangkan arah rotasi yang diterapkan di PT. Indogravure adalah rotasi

mundur. Pekerja produksi bekerja dimulai dari shift malam, shift siang, dan

kemudian shift pagi. Sementara hari libur yang diterapkan oleh PT.

Indogravure setelah bekerja shift adalah 1 hari. Pekerja bagian printing

bekerja selama 3 hari lalu libur 1 hari, sementara pekerja bagian laminasi dan

finishing bekerja selama 6 hari dan libur 1 hari.

Berdasarkan hasil yang didapatkan dan ditampilkan pada Tabel 5.14

diketahui bahwa pekerja yang melakukan shift malam terdapat 14 orang

(18,4%), shift sore 29 orang (38,2%) serta shift pagi 33 orang (43,4%).

Pekerja yang bekerja shift merupakan subjek yang rentan mengalami stres

kerja, seperti kelelahan, mudah marah, depresi, serta kurang minat bekerja

(Speegle, 2013). Selain itu shift kerja dapat memberikan dampak negatif bagi

fisiologis seseorang dikarenakan irama sirkardian seseorang terganggu. Efek

yang ditimbulkan seperti mudah lelah, menurunnya nafsu makan serta

gangguan pencernaan (Saftarina & Hasanah, 2014).

Berdasarkan hasil bivariat pada Tabel 5.35 diketahui bahwa tidak ada

hubungan antara shift kerja dengan stres kerja dengan p-value 0,569. Hasil ini

tidak sejalan dengan penelitian Marchelia (2014) yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja. akan tetapi, hasil

penelitian ini sejalan dengan Karima (2014) dan Nurazizah (2017) dimana

150
tidak ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja. Sementara penelitian

Dirken (1966), menjelaskan bahwa tidak ditemukan perbedaan gejala berarti

antara pekerja yang bekerja shift maupun tidak shift.

Tidak terdapatnya hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada

penelitian ini dapat terjadi karena pekerja shift sudah beradaptasi dengan baik

dengan jadwal mereka yang harus bergilir. Selain itu, pengaruh pekerjaan

terhadap pekerja produksi tidak berbeda baik pekerja yang bekerja pada shift

malam, siang ataupun pagi sehingga stres yang dialami pekerja tidak

dipengaruhi oleh faktor shift kerja. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara stres kerja pada pekerja produksi

yang bekerja yang bekerja pada shift pagi, siang serta malam.

Walaupun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara shift kerja

dengan stres kerja, namun sebaiknya pihak manajemen melakukan langkah

pengendalian untuk mencegah timbulnya stres kerja akibat pengaruh shift

kerja. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem

shift Amerika yaitu shift pagi dimulai pada pukul 08.00 – 16.00. Shift sore

dimulai pukul 16.00 – 24.00, dan shift malam dimulai pukul 24.00 hingga

08.00 pagi. Hal ini dapat memberikan keuntungan seperti tidur lebih lama

terutama pada shift pagi dan sore serta memberikan kesempatan pekerja untuk

mendapatkan waktu makan bersama dengan keluarga (Kuswadji, 1997).

Selain itu, diupayakan agar pekerja berusia tua tidak bekerja secara shift,

karena pekerja berusia tua lebih berisiko mengalami masalah gangguan

sirkardian dibanding pekerja usia muda (Barling dkk, 2005).

151
6.4 Hubungan Antara Faktor Individu Dengan Stres Kerja

6.4.1 Hubungan Antara Umur Dengan Stres Kerja

Umur diartikan sebagai lamanya keberadaan seseorang yang diukur

dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang

memperlihatkan derajat perkembangan anatomis, dan fisiologik sama

(Nuswantari, 1998) dalam (Daniawati, 2013). Sedangkan menurut Hoetomo

(2005) dalam Kamus Bahasa Indonesia menyetakan bahwa umur merupakan

lama waktu hidup sejak dilahirkan. Menurut Rasasi (2015) umur merupakan

salah satu faktor risiko stres kerja pada seseorang. Namun, penelitian

mengenai pengaruh umur terhadap stres kerja masih menunjukkan hasil yang

seringkali berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Aulya (2013) diketahui

bahwa ada hubungan antara umur dengan stres kerja. Sementara penelitian

yang dilakukan oleh Airmayanti (2009) diketahui tidak ada hubungan antara

umur dengan stres kerja.

Dari penelitian ini yang terdapat pada Tabel 5.15, diketahui rata-rata

umur pekerja produksi dalam penelitian ini adalah 32,36 tahun. Umur pekerja

termuda pada penelitian ini adalah 19 tahun dan umur pekerja tertua adalah

51 tahun. Rauschenbach dan Hertel (2011) dalam Schlick (2013) menjelaskan

bahwa hubungan umur dengan tingkat stres kerja membentuk kura U terbalik

dimana tingkat stres pada pekerja muda ( < 35 tahun) cenderung rendah dan

mulai mengalami peningkatan dan mencapai puncak stres kerja pada usia

menengah (36-50 tahun). Selanjutnya mengalami penurunan pada golongan

usia > 50 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Cardiff University (2000)

dalam Suprapto (2008), dimana usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar

152
dalam terkena stres tingkat tinggi. Sedangkan pada usia 18-32 tahun dan usia

diatas 51 tahun memiliki persentase dalam mengalami stres tingkat rendah.

Perbedaan tingkat stres ini dapat dipengaruhi oleh tuntutan kerja yang

cenderung berbeda pada masing-masing kelompok umur sehingga

menghasilkan tingkat stres yang berbeda-beda.

Berdasarkan hasil bivariat pada Tabel 5.36, berdasarkan signifikansi α

= 5% diketahui bahwa umur tidak berhubungan secara signifikan dengan stres

kerja dengan p-value 0,157. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Lady (2017), Amalina (2016), Saijo (2007), Ibrahim (2016), Prabowo (2010),

dan Hidayat (2013) dimana tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan

stres kerja yang dialami pekerja. Tidak adanya hubungan pada peneilitian ini

dikarenakan faktor pekerjaan seperti beban kerja yang diemban oleh pekerja

tidak dipengaruhi oleh umur. Baik pada pekerja muda maupun pekerja

berumur tua memiliki beban kerja yang tidak berbeda sehingga variabel umur

tidak berpengaruh dengan tingkat stres kerja (Karima, 2014).

6.4.2 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Stres Kerja

Masa kerja memiliki potensial untuk terjadinya stres kerja. Masa kerja

berhubungan dengan pengalaman pekerja dalam menghadapi permasalahan

di tempat kerja. Pekerja yang bekerja lama (diatas 5 tahun) biasanya memiliki

tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja.

Kejenuhan ini kemudian dapat berdampak pada timbulnya stres di tempat

kerja (Munandar, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian ini yang terdapat pada Tabel 5.16,

diketahui bahwa rata-rata masa kerja yang dimiliki pekerja produksi adalah

153
93,71 bulan (± 8 tahun). Menurut Harigopal (1995), pekerja yang memiliki

masa kerja lebih lama biasanya memiliki permasalahan kerja lebih banyak

dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja yang masih sedikit.

Sehingga pekerja yang mempunyai masa kerja lebih lama akan mengalami

stres yang lebih tinggi dibanding pekerja yang bekerja baru atau memiliki

masa kerja sedikit.

Berdasarkan analisa bivariat pada Tabel 5.37 diketahui bahwa antara

masa kerja dengan stres kerja tidak berhubungan secara signifikan

berdasarkan uji Mann Whiney dengan alfa 5% dengan p-value 0,330. Hasil

ini sejalan dengan penelitian Lady (2017), yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan secara signifikan antara umur dengan stres kerja. Penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian Bayuwega (2016) yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Namun hasil penelitian

ini tidak sejalan dengan penelitian Prabowo (2010), yang dalam penelitiannya

terdapat hubungan secara signifikan antara masa kerja dengan stres kerja.

Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja, karena

masa kerja lama maupun baru sama-sama dapat menjadi pemicu terjadinya

stres kerja. Masa kerja yang lama dapat menyebabkan stres kerja karena

timbulnya rasa bosan akibat pekerjaan yang monoton. Sementara masa kerja

baru dapat menyebabkan stres kerja karena pengalaman seseorang dalam

menghadapi suatu pekerjaan (Ismafiaty, 2011; Ibrahim, 2016). Sementara

Karima (2014) menjelaskan bahwa tidak adanya hubungan antara masa kerja

dengan stres kerja dapat dipengaruhi karena besarnya tanggung jawab yang

diberikan kepada pekerja. Pekerja baru maupun lama sama-sama memiliki

154
tanggung jawab dan beban kerja yang sama besar. Sehingga, masa kerja baru

ataupun masa kerja lama yang dimiliki oleh pekerja tidak dapat

mempengaruhi tingkat stres kerja yang dialami pekerja.

6.4.3 Hubungan Antara Status Pernikahan Dengan Stres Kerja

Individu yang menikah biasanya memiliki tingkat stres lebih rendah

dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Hal ini dikarenakan

pekerja yang mendapatkan dukungan karir dari pasangan maka stres akan

cenderung berkurang (Fink, 2010). Akan tetapi, pengaruh status pernikahan

terhadap stres kerja hanya berpengaruh positif apabila pernikahan yang ada

berjalan dengan baik (Karima, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.20, diketahui bahwa sebagian

besar pekerja produksi PT. Indogravure bestatus menikah (64,5%).

Sedangkan sisanya memiliki status tidak menikah (35,5%). Berdasarkan hasil

analisa tabulasi silang pada Tabel 5.38, diketahui bahwa sebagian besar

responden yang mengalami stres kerja, memiliki status tidak menikah dengan

persentase sebsar 59,3%. Akan tetapi berdasarkan hasil analisa bivariat, status

pernikahan tidak berhubungan dengan stres kerja dengan p-value 0,676. Hasil

ini sejalan dengan penelitian Amalina (2016), Ismafiaty (2011), yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status menikah dengan stres

kerja. Tidak adanya perbedaan antara status menikah dengan stres kerja dapat

terjadi karena sama tingginya faktor pekerjaan baik pada pekerja yang

menikah maupun pekerja yang belum menikah sehingga tingkat stres kerja

yang ada tidak terlalu berbeda pada kelompok pekerja yang menikah maupun

yang belum menikah (Karima, 2014).

155
Tidak adanya hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja

juga dapat terjadi akibat status pernikahan yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang baik secara positif maupun negatif tergantung bagaimana

seseorang menilai suatu masalah (Ismafiaty, 2011). Seperti yang

diungkapkan oleh Evayanti (2003), pekerja yang berstatus menikah, keadaan

keluarga dapat menjadi penghambat, mempercepat, atau menjadi penangkal

terjadinya stres. Apabila seseorang memiliki masalah di rumah maka

kecenderungan untuk mendapat stres di tempat kerja akan lebih besar maupun

sebaliknya. Penelitian Kiecolt-Glaser (2003) dalam Ogden (2012),

menyatakan bahwa individu yang bercerai atau individu yang menikah

namun tidak bahagia akan mengalami tingkat stres yang sama tingginya

dibandingkan dengan individu yang memiliki pernikahan yang bahagia.

6.4.4 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A Dengan Stres Kerja

Kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara dimana seorang

individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Salah satu

kepribadian yang ada dalam diri individu adalah kepribadian tipe A

(Robbins, 2008). Individu dengan kepribadian tipe A, cenderung mengalami

tingkat stres yang sedang sampai tinggi. Hal ini karena kepribadian tipe A

memiliki pola perilaku sangat ambisius dan agresif, berlomba dengan waktu

dan terlibat penuh pada tugas-tugas pekerjaannya (Robbins, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 5.17,

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kepribadian tipe A yang

tinggi dengan persentase sebesar 53,9%. Individu dengan jenis kepribadian

ini, antara lain bercirikan sifat kompetitif, ambisius, tidak sabar, agresif dan

156
sangat kritis. Selain itu, individu dengan tipe kepribadian ini cenderung lebih

mudah marah sehingga cenderung mengalami permusuhan dengan

lingkungan di sekitarnya serta cenderung menderita ketegangan lebih besar

dibandingkan dengan kepribadian tipe B yang cenderung santai (McLeod,

2011; Setyawan, 2008).

Berdasarkan hasil tabel silang pada Tabel 5.39, diketahui bahwa

responden yang mengalami stres kerja sebagian besar memiliki kepribadian

tipe A yang tinggi dengan persentase sebesar 56,1%. Meskipun demikian,

akan tetapi variabel kepribadian tipe A tidak berhubungan secara signifikan

dengan stres kerja pada penelitian ini dengan p-value 0,501. Hasil ini tidak

sejalan dengan penelitian Lady (2017), Tejasurya (2010), Wijono (2006)

dimana ada hubungan yang signifikan antara variabel kepribadian tipe A

dengan stres kerja. Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Aghaei, dkk

(2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepribadian tipe A

dengan stres kerja pada pekerja sektor swasta. Namun hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian Karima (2014) serta Nurazizah (2017) dimana

dua penelitian tersebut memberikan hasil tidak adanya hubungan antara

variabel kepribadian tipe A dengan stres kerja.

Salah satu ciri kepribadian tipe A menurut Friedman dan Rosenman

(1974) adalah mudah mengalami stres. Namun dalam penelitian ini tidak

adanya hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres kerja pada

responden bisa terjadi karena pekerja yang memiliki kepribadian tipe A tinggi

maupun pekerja yang memiliki kepribadian tipe A rendah, memiliki tingkat

stres kerja yang hampir sama. Sehingga stres kerja yang dialami bukan

157
dipengaruhi oleh kepribadian tipe A namun dapat dipengaruhi oleh faktor

lain.

6.4.5 Hubungan Antara Penilaian Diri Dengan Stres Kerja

Penilaian diri merupakan persepsi individu terhadap kemampuan,

keberhasilan dan kelayakan dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri

positif, maka dirinya memiliki penilaian diri yang tinggi sehingga dapat

mengembangkan diri dalam mengahadapi kondisi, situasi, atau peristiwa

yang mengganggu atau mengancam dirinya. Hal ini menyebabkan dirinya

terhindar dalam mengalami stres kerja (Munandar, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.18, diketahui

bahwa sebagian besar responden telah memiliki penilaian diri yang baik

dengan persentase sebesar 53,9%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Lady

dkk (2017), dimana dalam penelitiannya penilaian diri sudah memiliki

kecenderungan yang baik atau tinggi. Menurut Lundberg & Cooper (2011),

penilaian diri yang rendah sangat mungkin dalam meningkatkan risiko stres

yang dialami oleh seseorang terutama apabila tuntutan pekerjaan dan konflik

yang dimiliki cukup tinggi.

Berdasarkan hasil analisa bivariat pada Tabel 5.40, diketahui bahwa

penilaian diri dengan stres kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan p-value 0,832. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

Nurazizah (2017) dimana dalam penelitiannya tidak ada hubungan antara

penilaian diri dengan stres kerja denga p-value = 0,536. Menurut Karima

(2014), tidak adanya hubungan antara variabel penilaian diri dengan stres

kerja dikarenakan meskipun seseorang telah menilai bahwa dirinya memiliki

158
kemampuan diri yang baik, namun penilaian diri tersebut tidak mampu dalam

mengurangi perasaan stres yang dialami pekerja dikarenakan faktor pekerjaan

yang tinggi salah satunya adalah beban kerja dan kekhawatiran terhadap masa

depan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana dalam hasil

analisa tabel silang yang dilakukan diketahui bahwa responden yang memiliki

stres kerja lebih banyak pada mereka yang memiliki penilaian diri baik. Hal

ini dapat terjadi, dikarenakan meskipun penilaian diri pekerja sudah

cenderung baik namun tingginya faktor pekerjaan seperti jumlah beban kerja

yang dirasakannya tinggi tidak dapat mengurangi stres yang dirasakannya.

Dalam penelitian ini, diketahui bahwa penilaian diri pekerja produksi

sudah cenderung baik meskipun tidak ada hubungan antara variabel tersebut

denga stres kerja. Oleh karena itu, sebaiknya para pekerja tetap berusaha

dalam mempertahankan penilaian dirinya. Hal ini dapat dilakukan agar tidak

terjadi penurunan dalam penilaian terhadap diri sendiri yang dapat berdampak

terhadap peningkatan stres kerja di masa yang akan datang.

6.5 Hubungan Antara Faktor di Luar Pekerjaan Dengan Stres Kerja

Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan

di luar pekerjaan dimana dapat mempengaruhi stres kerja pada seseorang

(Hurrel & McLaney, 1988). Aktivitas di luar pekerjaan dapat berpengaruh

dalam menimbulkan kondisi stres kerja, dimana pada semua model stres

kerja, aktivitas di luar pekerjaan diakui sebagai salah satu sumber stres bagi

pekerja (Hurrell, 1990).

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.21, diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang

159
tinggi dengan persentase sebesar 69,7%. Stres yang terjadi di tempat kerja

juga dapat dipengaruhi oleh tuntutan di luar pekerjaan. Isu-isu tentang

keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keluarga, keyakinan pribadi, dan

organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan

perusahaan, dapat memberikan tekanan pada individu dalam pekerjaannya

(Munandar, 2008). Sama seperti stres kerja yang dapat mempengaruhi

kehidupan keluarga, maka tuntutan di luar pekerjaan juga dapat

mempengaruhi kehidupan di lingkungan pekerjaan (Nelson & Quick, 2013).

Hasil analisis tabulasi silang pada penelitian ini yang terdapat pada

Tabel 5.41, menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami

stres kerja memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi. Selain itu,

berdasarakn hasil analisa bivariat terdapat hubungan antara aktivitas di luar

pekerjaan dengan stres kerja dengan p-value sebesar 0,032. Hasil ini sejalan

dengan penelitian Ariyanto, dkk (2015) dimana penelitian tersebut

menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan

stres kerja yang dialami oleh masinis daerah operasi II Bandung.

Adanya kecenderungan yang cukup tinggi pada variabel aktivitas di

luar pekerjaan dalam penelitian ini serta adanya hubungan dengan stres kerja

dapat terjadi dikarenakan responden merasa bahwa tanggung jawab diluar

pekerjaan yang dilakukan dapat terbawa pada saat responden bekerja. Hal ini

dapat berpengaruh terhadap kinerja dari responden itu sendiri. Hal ini sesuai

dengan penjelasan Ariyanto, dkk (2015) yang menyatakan bahwa dalam

penelitiannya responden merasa bahwa adanya tanggung jawab yang cukup

besar di luar pekerjaannya, seperti tanggung jawab pada keluarga atau pihak

160
luar lainnya. Sehingga membuat masalah tersebut terbawa pada saat

responden bekerja. Sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari responden itu

sendiri.

Cukup tingginya variabel aktivitas di luar pekerjaan pada penelitian ini

serta adanya hubungan antara variabel ini dengan stres kerja mengharuskan

pekerja untuk mengendalikan faktor tersebut. Langkah pengendalian yang

dapat dilakukan adalah dengan metode penenangan diri baik seperti meditasi,

olahraga, ataupun melakukan hobi yang disukai. Hal ini diharapkan dapat

mengurangi dampak yang ditumbulkan akibat aktivitas di luar pekerjaan yang

dapat memperberat stres kerja akibat pekerjaan.

6.6 Hubungan Antara Faktor Pendukung Dengan Stres Kerja

Faktor pendukung adalah kemampuan dan semua sumber yang

diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu. Dukungan

sosial merupakan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi stres kerja

seseorang (Hurrel & McLaney, 1988). Dukungan sosial yang baik dapat

berdampak positif bagi kesehatan pekerja. Hal ini karena lingkungan yang

baik dapat mencegah timbulnya faktor yang dapat menyebabkan stres. Selain

itu, apabila dalam lingkungan kerja banyak terdapat sumber stres, dukungan

sosial dapat menjadi penahan dampak negatif sumber stres di lingkungan

tersebut (Koradecka, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 5.22,

diketahui bahwa sebagian besar responden telah mendapatkan dukungan

sosial yang tinggi dengan persentase 52,6%. Dukungan sosial yang

didapatkan pekerja dari tempat kerja dapat memberikan kontribusi, terutama

161
dalam produktivitas dan kesejahteraan karyawan (Hodson, 1997). Johnson

(2000) mengemukakan bahwa dukungan sosial secara umum akan

meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan motivasi, dan

kepuasan kerja. Selain itu, dapat pula meningkatkan kesejahteraan psikologi,

serta kesehatan fisik. Dukungan sosial dapat mempengaruhi kesehatan

seseorang dengan melindunginya dari dampak negatif akibat stres kerja yang

tinggi, serta membantu seseorang untuk dapat mengatasi keadaan stres yang

dialami (Rout, 2002). Penelitian Margiati (1999) dalam Nurazizah (2017)

menjelaskan dimana ketika seseorang/pekerja tidak mendapat dukungan dari

rekan kerja (baik atasan maupun bawahan) maka akan cenderung lebih mudah

dalam mengalami stres. Salah satu dukungan sosial menurut Almasitoh

(2011), dapat berasal dari rekan kerja dimana dukungan dari rekan kerja akan

membantu seseorang keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi,

terutama terkait masalah pekerjaan.

Hasil analisis tabulasi silang yang ditampilkan pada Tabel 5.42,

menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stres kerja

memiliki dukungan sosial yang rendah. Namun pada penelitian ini dukungan

sosial tidak berhubungan dengan stres kerja dengan p-value 1,000. Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Kato (2008) yang menyatakan

bahwa beban kerja yang tinggi yang dirasakan oleh pekerja apabila disertai

dengan dukungan sosial yang baik, maka akan mampu mencegah terjadinya

dampak stres yang dialami. Selain itu, penelitian ini juga tidak sejalan dengan

penelitian Almasitoh (2011), Setyaningrum (2014), dan Suryaningrum (2015)

yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial yang

162
diberikan dengan stres kerja yang terjadi pada pekerja yang dalam hal ini

adalah petugas kesehatan. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian

Honda (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja

dengan dukungan sosial yang diberikan oleh atasan dan/atau rekan kerja.

Akan tetapi penelitian ini sejalan dengan penelitian Karima (2014), dimana

tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja.

Tidak terdapatnya hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja

pada pekerja produksi PT Indogravure dapat terjadi dikarenakan dukungan

sosial yang dimiliki oleh para pekerja tidak mampu mengurangi perasaan

stres yang dapat diakibatkan oleh tingginya faktor pekerjaan seperti beban

kerja yang tinggi, serta kurangnya kesempatan kerja yang dirasakan oleh

pekerja. Karima (2014) menjelaskan bahwa dukungan sosial yang baik

sekalipun tidak mampu menurunkan stres kerja yang dialami pekerja yang

dapat berasal dari faktor pekerjaan. Selain itu berdasarkan penelitian

terdahulu diketahui bahwa pengaruh karakteristik pekerjaan dapat

mempengaruhi hasil penelitian, sehingga pada penelitian ini tidak terdapat

hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja (Rossi dkk, 2006).

Banyak kasus yang menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres

kerja adalah pekerja yang tidak mendapat dukungan dari keluarga, teman, dan

semacamnya. Begitu juga ketika pekerja tidak mendapat dukungan dari rekan

kerja akan cenderung lebih mudah mengalami stres (Margiati, 1999).

Menurut Cohen dan Syme (1985), dukungan sosial yang dirasakan akan

berfungsi mengurangi efek-efek negatif dari gangguan dan mengembalikan

individu kedalam kesehatan mental yang baik. Adanya dukungan sosial yang

163
terus-menerus dari lingkungan terdekatnya, baik dari keluarga, rekan kerja,

maupun atasan maka akan membuat seorang karyawan merasa dihargai dan

diperhatikan sehingga konflik yang timbul akan dihadapi dengan tenang.

Dari hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa

dukungan sosial di lingkungan kerja sudah cukup baik, meskipun tidak ada

hubungan antara variabel ini dengan stres kerja. Oleh karena itu, lingkungan

sosial ini sebaiknya tetap terjaga untuk mencegah timbulnya stres kerja di

kemudian hari. Dukungan sosial yang baik dapat berupa hubungan yang

harmonis antara pihak manajemen dan pekerja dan saling memberikan

dukungan terhadap sesama pekerja. Rahmawati (2014) mengemukakan

bahwa dukungan yang diberikan dapat terdiri dari dukungan penghargaan

kepada pekerja yang bertujuan untuk mengembangkan harga diri dan

kepercayaan diri seseorang. Selain itu dapat pula berupa dukungan informatif

seperti pemberian nasihat atau saran, penjelasan dan umpan balik yang

bertujuan untuk memberikan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

164
7 BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pekerja

produksi di PT Indogravure dapat disimpulkan bahwa:

1. Distribusi stres kerja pada pekerja bagian produksi PT. Indogravure sebesar

51,3% dari total responden.

2. Gambaran faktor pekerjaan adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar responden menganggap lingkungan fisik di area kerja

buruk dengan persentase 63,2%.

b. Responden yang memiliki konflik peran tinggi sama dengan responden

yang memiliki konflik peran rendah dengan persentase 50,0%.

c. Responden yang memiliki ketaksaan peran tinggi sama dengan

responden yang memiliki ketaksaan peran rendah dengan persentase

50,0%.

d. Sebagian besar responden memiliki konflik interpersonal yang tinggi

dengan persentase 51,3%.

e. Sebagian besar responden merasakan dan menganggap ketidakpastian

pekerjaan yang dimiliki tinggi dengan persentase 52,6%

f. Responden yang memiliki kontrol kerja rendah sama besar dengan

responden yang memiliki kontrol kerja tinggi dengan persentase

sebesar 50,0%.

165
g. Sebagian besar responden merasakan dan menganggap kurangnya

kesempatan kerja yang tinggi dengan persentase 52,6%.

h. Sebagian besar responden merasakan jumlah beban kerja yang

dimilikinya tinggi dengan persentase 64,5%.

i. Sebagian besar responden merasakan variasi beban kerja yang

dimilikinya tinggi dengan persentase 53,9%.

j. Sebagian besar responden merasakan tanggung jawab terhadap pekerja

lain yang dimilikinya tinggi dengan persentase 56,6%.

k. Responden yang merasakan kemampuan yang tidak digunakannya

tinggi cenderung sedikit dengan persentase 48,7%.

l. Sebagian besar responden merasakan tuntutan mental yang dimilikinya

tinggi dengan persentase 55,3%.

m. Responden yang bekerja pada shift malam sebanyak 18,4%, shift sore

sebanyak 38,2%, dan shift pagi sebanyak 43,4%.

3. Gambaran faktor individual adalah sebagai berikut:

a. Umur responden memiliki rata-rata sebesar 32,36 tahun.

b. Masa kerja responden memiliki rata-rata sebesar 93,71 bulan (± 8

tahun).

c. Sebagian besar responden memiliki kepribadian tipe A yang tinggi

dengan persentase sebesar 53,9%.

d. Sebagian besar responden memiliki penilaian diri yang baik dengan

persentase sebesar 53,9%.

e. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki (100%).

166
f. Sebagian besar responden memiliki status menikah, yaitu sebanyak 49

responden (64,5%).

4. Sebagian besar responden memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi

dengan persentase sebesar 69,7%.

5. Sebagian besar responden mendapatkan dukungan sosial yang tinggi

dengan persentase sebesar 52,6%.

6. Hubungan antara faktor pekerjaan dengan stres kerja adalah sebagai berikut:

a. Tidak ada hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,066.

b. Tidak ada hubungan antara konflik peran dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,359.

c. Tidak ada hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 1,000.

d. Terdapat hubungan antara konflik interpersonal dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,039.

e. Terdapat hubungan antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja

pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-

value sebesar 0,022.

167
f. Tidak ada hubungan antara kontrol kerja dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,646.

g. Tidak ada hubungan antara kurangnya kesempatan kerja dengan stres

kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017

dengan p-value sebesar 0,654.

h. Tidak ada hubungan antara jumlah beban kerja dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,865.

i. Terdapat hubungan antara variasi beban kerja dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,040.

j. Tidak ada hubungan antara tanggung jawab terhadap pekerja lain

dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure

Tahun 2017 dengan p-value sebesar 0,507.

k. Tidak ada hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan

stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017

dengan p-value sebesar 0,823.

l. Tidak terdapat hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,174.

168
m. Tidak ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada pekerja

bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar

0,569.

7. Hubungan antara faktor individual dengan stres kerja adalah sebagai

berikut:

a. Tidak ada hubungan antara umur dengan stres kerja pada pekerja bagian

produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar 0,330.

b. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja

bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar

0,119.

c. Tidak ada hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,430.

d. Tidak ada hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,501.

e. Tidak ada hubungan antara penilaian diri dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,832.

8. Terdapat hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres kerja pada

pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value

sebesar 0,032.

169
9. Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja pada pekerja

bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar

1,000.

7.2 Saran

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi stres kerja perlu adanya pengendalian serta pencegahan untuk

mengurangi konsekuensi terjadinya stres kerja pada pekerja, baik

pengendalian dari pihak manajemen maupun dari pekerja, sebagai berikut:

7.2.1 Bagi Perusahaan

1. Melakukan komunikasi yang efektif dengan pekerja mengenai cara

penyelesaian pekerjaan untuk mengendalikan konflik peran yang

dirasakan pekerja.

2. Melakukan evaluasi terhadap uraian kerja pekerja produksi dan

melakukan komunikasi yang efektif sebelum bekerja. Komunikasi

yang efektif dilakukan untuk menyampaikan peran serta tanggung

jawab pekerja produksi secara jelas serta pekerja dapat

menyampaikan hambatan yang dirasakan selama melakukan

pekerjaan.

3. Pembuatan program kegiatan konseling secara periodik bulanan

untuk mendiskusikan masalah yang terjadi pada pekerja terutama

terkait masalah konflik interpersonal pekerja. Kegiatan tersebut

dapat dilakukan oleh pihak Kepala Bagian Produksi yang bekerja

sama dengan pihak HRD - GA (Human Resources Development –

170
General Affair). Hasil dari konseling tersebut dapat digunakan untuk

mencari strategi penyelesaian konflik. Misalnya dengan

menempatkan pekerja yang sedang terlibat konflik untuk bekerja

dalam 1 grup shift dalam rangka penyelesaian konflik,

4. Pembuatan kegiatan outdoor seperti gathering perusahaan, dimana

kegiatan ini dapat dilakukan untuk membangun hubungan

interpersonal yang baik antara pekerja dengan pekerja atau pekerja

dengan atasan. Selain itu, kegiatan ini dapat dilakukan sebagai

langkah dalam melepas penat dari rutinitas pekerjaan serta langkah

mencegah terjadinya peningkatan stres akibat beban serta rutinitas

pekerjaan.

5. Menciptakan dan mempertahankan kualitas lingkungan fisik agar

tetap sesuai dengan standar yang ditetapkan, seperti melakukan

pengendalian teknis (memasang penghalang atau barrier) untuk

meredam suara bising yang dihasilkan oleh mesin, meningkatkan

pengawasan secara intensif terhadap pemakaian alat pelindung

telinga (ear plug) dan memberikan sanksi bagi yang tidak

menggunakannya, serta pemberian ventilasi dilusi yang dibantu

dengan fan untuk mengendalikan suhu di area kerja.

6. Menetapkan kontrak kerja yang jelas mengenai status kepegawaian

pekerja produksi, serta menerapkan kebijakan yang jelas mengenai

kepastian kerja untuk mengurangi rasa khawatir pekerja terhadap

ketidakpastian pekerjaan yang dirasakan.

171
7. Melakukan pendistribusian beban kerja yang sama antar pekerja,

dengan harapan dapat menjadikan pekerja tidak merasa memiliki

beban kerja yang berat sendiri.

8. Meningkatkan keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan

yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan untuk meningkatkan

kontrol pekerja serta partisipasi pekerja terhadap pekerjaan.

9. Dapat membuat kegiatan senam sehat secara periodik tiap minggu,

dimana diharapkan dalam kegiatan tersebut selain dapat digunakan

untuk langkah mengurangi stres yang dirasakan pekerja dapat pula

untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, baik antara

sesama rekan kerja maupun antara pekerja dengan atasan. Dapat pula

dilakukan pembangunan sarana olahraga jika memungkinkan,

dimana sarana tersebut dapat digunakan pekerja dalam melakukan

kegiatan fisik (olahraga) untuk mengurangi perasaan stres yang

dialami.

10. Penjaringan calon pekerja produksi yang sesuai dengan bidang

keahlian saat calon pekerja masih sekolah. Penjaringan/perekrutan

yang sesuai menjadikan calon pekerja tetap dapat menggunakan

kemampuannya saat masih di bangku sekolah, sehingga perasaan

terkait kemampuan yang tidak digunakan dapat dikurangi. Selain itu

dapat pula dilakukan pemberian pelatihan bagi pekerja baru yang

belum pernah memiliki keahlian dalam bekerja dengan mesin atau

berhadapan dengan mesin.

172
7.2.2 Bagi Pekerja

1. Mengatur waktu dengan baik dalam melakukan atau menyelesaikan

pekerjaan dengan kehidupan pribadi sehingga terjadi keseimbangan

antara pekerjaan yang dilakukan dengan kehidupan pribadi yang

dimiliki.

2. Menambah relasi dengan teman di luar perusahaan saat ini agar

memudahkan mencari lowongan kerja baru apabila kontrak kerja

dengan perusahaan saat ini sudah habis.

3. Mempertahankan dalam penggunaan alat pelindung telinga (ear

plug) yang telah disediakan oleh manajemen perusahaan agar

melindungi dari paparan bising terus menerus yang dapat

mengakibatkan masalah pendengaran, walaupun kebisingan di area

kerja tidak terlalu tinggi.

4. Menjaga serta meningkatkan hubungan interpersonal yang baik

sesama rekan kerja. Serta apabila merasa memiliki konflik dengan

rekan kerja, dapat dibicarakan dengan atasan untuk meminta

pendapat mengenai cara penyelesaian masalah. Selain itu juga dapat

membicarakan masalah konflik tersebut dengan rekan kerja yang

bertikai agar dapat segera menyelesaikan masalah yang terjadi

sehingga tidak berlarut-larut.

173
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Melakukan penyebaran serta pengisian kuesioner secara langsung

kepada responden agar maksud dan tujuan penelitian dapat

tersampaikan dengan jelas.

2. Mendampingi serta melakukan pemantauan terhadap responden

selama melakukan pengisian kuesioner agar tidak terjadi kerjasama

antar responden.

3. Menggunakan instrumen penelitian lain yang lebih objektif

dibandingkan dengan instrumen self-reported measurement.

174
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, R., Widyahening, I,S., Amri, Z., Kusumawardhani, A. 2011. Stressor


Kerja dan Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta Selatan.
Journal Indonesian Medical Association, 61(12).

Aghaei, M., Asadollahi, A., Moezzi, A. D., Beigi, M., Parvinnejad, F., 2013. The
Relation Between Personality Type, Locus of Control, Occupational
Satisfaction and Occupational Exhaustion and Determining the
Effectiveness of Stress Innoculation Trainng (SIT) on Reducing It Among
Staffers of Saipa Company. Journal of Recent Science, 2(12) : 6-11.

Agustin, D., 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur pada Pekejra
Shift di PT. Krakatau Tirta Industri Cilegon. Universitas Indonesia, Depok.

Airmayanti, D., 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi PT. ISM. Bogasari Flour Mills Tbk. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

AIS., 2013. Workplace Stress. Diakses dari http://www.stress.org/workplace-stress/


pada tanggal 5 Mei 2017.

Almasitoh, U, H., 2011. Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan
Dukungan Sosial pada Perawat. Jurnal Psikologi Islam, 8(1): 63-82.

Aldwin, C. M., 2007. Stress, Coping, and Development: An Integrative Perspective.


The Guilford Press, United States of America.

Amalina, N., Huda., Hejar., 2016. Jib Stress and Its Determinants Among Academic
Staff in a University in Klang Valley, Malaysia. Int Journal of Public Helath
and Clinical Sciences, 3(6): 125 -136.

Amran, Y. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

175
Anton., 2009. The Impact of Role Stress on Workers Behavior Through Job
Satisfication and Organizational Commitment. International Journal
Psychology, 44(3): 187-194.

Antoniou, P, F., & Vlachakis, A.N., 2006. Gender and Age Differences in
Occupational Stress and Professional Burnout Between Primary and High-
school Teachers in Greece. Journal of Managerial Psychology, 81, 682-690.

APA., 2012. Measures of Organizational Stressors. Diakses melalui


http://supp.apa.org/books/Preventive-Stress-Management-
Second/organizationalstressors.pdf pada 20 Oktober 2017.

APA., 2016. Stress : The Different Kind of Stress. Diakses melalui


http://www.apa.org/helpcenter/stress-kinds.aspx.

Ariawan, I., 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM
Universitas Indonesia, Depok.

Arisona, A.S. 2008. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi Lingkungan


Kerja dengan Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Bagian Tebang Angkut
di Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.

Ariyanto, A., Ceacilia, S.W., Arie, D., 2015. Analisis Tingkat Stres dan
Performansi Masinis Daerah Operasional II Bandung. J. Online Institut
Teknologi Nasional, 3(1).

Arwani, Z., 2006. Manajemen Bangsal Keperawatan. Anggota IKAPI, Jakarta.

Barkhuizen, N., Rothmann, S., 2008. Occupational Stress of Academic Staff in


South African Higher Education Institutions. South African Journal of
Psychology, 38: 321-336.

Barling, J., Kelloway, E.K., Frone, M.R., 2005. Handbook of Work Stress. Sage
Publications Inc, United States of America.

176
Bayuwega, H. G., Wahyuni, I., Kurniawan, B., 2016. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja pada Anggota Polisi Satuan Reserse
Kriminal Polres Blora. E-Journal Undip, 4(4) : 673-681.

Bickford, M., 2005. Stress in the Workplace: A General Overview of the Causes,
the Effects, and the Solution. Diakses dari
http://www.cmhanl.ca/pdf/Work%20Place%20Stress.pdf pada tanggal 27
April 2017.

Bizymoms. 2013. The Lack of Job Opportunities : Job Employment Opportunities.


Diakses dari http://www.bizymoms.com/job-career/lack-of-
jobopportunities.html pada tanggal 21 Agustus 2017.

Budiharto., 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu


Kesehatan Gigi. EGC, Jakarta.

Budiono, S., 2003. Bunga Rampai Higiene Perusahaan Ergonomi (HIPERKES) dan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.

Byrne, D. G., Rosenman, R. H., 1990. Anxiety and the Heart. Hemisphere
Publishing Corporation, United States of America.

Cardwell, M., Flanagan, C. 2005. Psychology AS.

Cohen, S., Syme, S. L., 1985. Social Support and Health. Academic Press Inc,
Florida.

Cooper, C. L., 2013. From Stress to Wellbeing. Palgrave Macmillan, New York.

Cox., Tom., Amanda., Griffith., dan Eusebio Rial-Gonzales., 2000. Work Related
Stress, Officer for Official Publications of the European Communities.
Luxembourg.

177
Daniawati, 2013. Hubungan Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres
Kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower
(EPC3) Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun
2013. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Depkes RI., 2006. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (K3-IFRS). Depkes RI, Jakarta

Dewi, I.G.A.A.D.A., Wibawa, I. M. A., 2016. Pengaruh Konflik Interpersonal dan


Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Kantor Sekretariat Daerah Kota
Denpasar. E-Jurnal Manajemen Unud, 5 (8) : 4865 – 4891.

Edelmann, R.J., 2000. Interpersonal Conflicts At Work. Universities Press, India.

Elshaer, N. S. M., Moustafa, M. S. A., Aiad, M. W., Ramadan, M. I. E., 2017. Job
Stress and Burnout Syndrome among Critical Care Healthcare Workers.
Alexandria Journal of Medicine.

Emeny. R., 2013. Workplace Stress Poses Risk to Health.

Eurofound., 2010. Work Related Stress. Diakses melalui


https://www.eurofound.europa.eu/observatories/eurwork/comparative-
information/work-related-stress pada tanggal 5 November 2017.

Eurofound., 2012. Health and Well-being at Work: A Report Based on the Fifth
European Working Conditions Survey. Dublin.

Evayanti., 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD
Jakarta Tahun 2002. Universitas Indonesia, Depok.

Fink, G., 2010. Stress Consequences: Mental, Neuropsychological, and


Socioeconomic. Elsevier, United Kingdom.

Friedman, M., Rosenman, R. H., 1974. Type A Behavior and Your Heart. Knopf,
New York.

178
Gautama, D., 2008. Studi Stres Kerja Perawat di RS. X Jakarta. Universitas
Indonesia, Depok.

Gibson, dkk., 1995. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta, Erlangga.

Gibson, J. 1997. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jilid 1. Binarupa Aksara,


Jakarta.

Government of Canada., 2016. Psychological Health in the Workplace. Diakses


dari https://www.canada.ca/en/employment-social-
development/services/health-safety/reports/psychological-
health.html?wbdisable=true pada 4 September 2016.

Greenberg, J.S. 2002., Comprehensive Stress Management. 8th ed. New York,
McGraw-Hill Companies, Inc.

Gryna, F. M., 2004. Work Overload: Redesigning Jobs to Minimize Stress and
Burnout. Quality Press, United States of America.

Halkos, G., Bousinakis, D., 2010. The Effect of Stress and Satisfaction on
Productivity. International Journal of Productivity and Performance
Management, 59(5) : 415 - 431.

Harigopal, K., 1995. Organizational Stress: A Study of Role Conflict.

Hariyono, W., Suryani, D., Wulandari, Y., 2009. Hubungan Antara Beban Kerja,
Stres Kerja, dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah
Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 3(3) : 186-197.

Harrianto, R. 2005. Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran


Trisakti, 145-154.

Hartono., 2007. Stres & Stroke. Kanisius, Yogyakarta.

Hawari, D., 2006., Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. FKM UI, Jakarta

179
Hidayat, F., 2012. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan, dan
Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Pengemudi Mini Bus di
Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2013. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Hodson, R., 1997. Group Relations at Work Splidarity, Conflict, and Relations with
Management Work and Occupation. Journal of Applied Psychology, 24:
426-452.

Hoetomo., 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya, Mitra Pelajar.

Honda, A., Date, Y., Abe, Y., Aoyagi, K., Honda, S., 2014. Work-related Stress,
Caregiver Role, and Depressive Symptoms among Japanese Workers.
Safety and Health Work Journal, 5(7): 7-12.
Hoshino, A., Amano, S., Suzuki, K., 2016. Relationship Between Depression
and Stress Factors in Housework and Paid Work Among Japanese
Women. Hong Kong Journal of Occupational Therapy, 27: 35-41.
HSE, 2001. Baseline Measurements for The Evaluation of Work-related Stress
Campaign. Diakses dari
http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2001/crr01322.pdf pada tanggal 21
Agustus 2017.

HSE., 2001. Baseline Measurements for The Evaluation of Work-related Stress


Campaign. Diakses dari
http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2001/crr01322.pdf pada tanggal
20 Oktober 2017.

HSE., 2014. Stress at Work. Diakses dari


http://www.acas.org.uk/media/pdf/q/c/Stress-atwork-advisory-booklet.pdf
pada tanggal 19 Agustus 2017.

Hubbard, J.R. 1998. Handbook of Stress Medicine: An Organ System Aproach.

180
Hurrell, J. J. 1990. An Overview of Organizational Stress and Health. NIOSH, USA

Hurrel., McLaney. 1988. Exposure to Job Stress – a new psychometric instrument.


Scand J Work Environ Health, 14(1) : 27-28.\

Ibrahim, H., Armansyah, M., Yahya, G. N., 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Stres Kerja pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki International
Indonesia Makassar Tahun 2016. Al-Shihah: Public Health Science Journal,
3(1) : 60-68.

Ihsan, T., Salami, I. R. S., 2015. Hubungan Antara Bahaya Fisik Lingkungan Kerja
dan Beban Kerja dengan Tingkat Kelelahan pada Pekerja di Divisi Stamping
PT. X Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 12 (1) : 10-16.

Ikeda., Nakata., Takahashi., JHojou., Haratani., Nishikido., Kamibeppu., 2009.


Correlates of Depressive Symptomps Among Workers in Samll and Medium
Scale Manufacturing Enterproses in Japan. Occupational Health, 51: 26-
37.

ILO., 2012. Stress Prevention at Work Checkpoints.

ILO., 2016. Psychosocial Risk and Work-related Stress. Diakses dari


http://www.ilo.org/safework/areasofwork/workplace-health-promotionand-
well-being/WCMS_108557/lang--en/index.htm pada tanggal 31 Agustus
2017.

ILO., 2016. Workplace Stress: A Collective Challenge.

Indrawan, R. 2009. Pengaruh Konflik Peran terhadap Stres Kerja dengan


Ketidakpastian dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.

Ismafiaty., 2011. Hubungan Antara Strategi Koping Dan Karakteristik Perawat


Dengan Stress Kerja Di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Dustira
Cimahi. Jurnal Kesehatan Kartika.

181
Ivancevich, J.M., Ganster, D.C., 2014. Job Stress From Theory to Suggestion.
taylor & Francis, USA.

Jalagat, R., 2017. Determinants of Job Stress and Its Relationship on Employee Job
Performance. American Journal of Management Science and Engineering,
2(1) : 1-10.

Jamal, M., Ahmed, S.W., 2009. Job STress, Stress -Prone Type A Behavior, and
Personal and Organizational Consequences. Canadian Journal of
Administrative Science, 2(2): 360-374.

Jex, S.M., Britt, T.W. 2008. Organizational Psychology: A Scientist-Practitioner


Approach. John Wiley & Sons Inc, Canada.

Johnson, D.W., Johnson, F.P., 2000. Joining Together: Group Theory and Group
Skill. 8th Edition. Prentise Hall, New Jersey.

Jumilah, S.M., 2015. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja
Kerja Pada Wanita di PT. Pelita Tomangmas Karanganyar. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Kadir, A.,2017. Perubahan Hormon Terhadap Stress. Diakses melalui


http://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/download/84/84 pada
tanggal 11 Desember 2017.

Kahn, R.L., Wolfe, D.M., Quinn, R.P., Snoek, J.D., Rosenthal, R.A., 1964.
Organizational STress: Studies in Role Conflict and Ambiguity. John Wiley
& Sons, New York.

Kamso, S., dkk. 2011. Prevalensi dan determinan sindrom metabolik pada
kelompok eksekutif di Jakarta dan Sekitarnya. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6(2): 85-90.

Karima, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada


Pekerja di PT X Tahun 2014. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

182
Karwowski, W., 2006. International Encyclopaediaof Ergonomics and Human
Factors. CRC Press, United States of America.

Kazronian, S., Zakerian, S., Saraji, J., Hosseini, M. 2013. Reliability and Validity
Study of the NIOSH Generic Job Questionnaire Among Firefighters in Iran.
Journal Health and Safety of Work, 3(3).

Kementerian Kesehatan., 2014. 1 Orang Pekerja di Dunia Meninggal Setiap 15


Detik karena Kecelakaan Kerja. Diakses dari:
www.depkes.go.id/article/view/201411030005/1-orang-pekerja-di
duniameninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html pada 26
April 2017.

KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Koradecka, D. 2010. Handbook of Occupational Safety and Health. CRC Press,


USA.

Kristanto, A.A., Dewi, K.S., Dewi, E.K. 2007. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
pada Perawat ICU Rumah Sakit Tipe C di Kota Semarang.

Kuswadji, S., 1997. Pengaturan Tidur Pekerja Shift. Cermin Dunia Kedokteran.

Lady, L., Wahyu, S., Ade, M., 2017. Analisis Tingkat Stres Kerja dan Faktor-Faktor
Penyebab Stres Kerja Pada Pegawai BPBD Kota Cilegon. J. Industrial
Servicess, 3(1b): 191-197.

Laelasari, E., Kurniawidjaja, L. M., 2016. Faktor Kondisi Pekerjaan yang


Mempengaruhi Stres Kerja pada Pegawai Negeri Sipil di Badan Litbang
Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, 15(2): 127-
139.

Landy, F. 2010. Work in the 21st Century: An Introduction to Industrial and


Organizational Psychology.

183
Lapau, B., 2013. Metode Penelitian Kesehatan Metode Ilmiah Penulisas Skripsi,
Tesis, dan Disertasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Leka, S ., 2003. "Work Organization and Stress : Systematic Problem Approach for
Empoyers, Managers, and Trade Union Representative. Institute of Work,
Health, and Organisations, United Kingdom.

Lewin, D., Kaufman, B. E., Gollan, P. J., 2011. Advances in Industrial and Labor
Relations. Emerald Group Publishing, United Kingdom.

Lubis, H.S., 2006. Stres Kerja. Modul Kuliah Program Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhusussan Kesehatan Kerja.

Lutfiyah., 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada


Polisi Lalu Lintas. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Lundberg, U., Cooper, C. L., 2011. The Science of Occupational Health: Stress,
Psychobiology, and the New World of Work. Blackwell Publishing, United
Kingdom.

Malik, A.R., 2016. Gambaran Faktor Psikososial di Tempat Kerja pada Pekerja
Tekstil PT. Sandratex Ciputat Tahun 2016. UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.

Mangkunegara, A. P., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT.


Remaja Rosdakarya, Bandung.

Manuaba., 2000. Ergonomi, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja. Guna Widya,


Surabaya.

Marchelia, V. 2014. Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Karyawan. Jurnal
Ilmiah Psikologi, 2 (1).

Margiyati, L., 1999. Stress Kerja: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya.


Masyarakat Kebudayaan dan Politik Th XII, 3: 71-80.

184
Mariyam, Siti., Kartika Ratna Pertiwi., 2015. Faktor Determinan Tingkat Stres Dan
Kelelahan Kerja Karyawan Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Sains
Dasar 2015 Vol 4 (2): 114-121.

Mawarti, F. A., 2016. Studi Deskriptif Mengenai Efektifitas Kerjasama Tim pada
Perawat Multazam dan Arafah II di Rumah Sakit Islam Assyifa Sukabumi.
Universitas Islam Bandung, Bandung.

McLeod, S. 2011. Type A Personality. Diakses dari


http://www.simplypsychology.org/personality-a.html pada tanggal 19
Agustus 2017.

Molloy, Andrea., 2010. Success: Sukses Bukan Mimpi. Raih Asa Sukses, Depok.

Munandar, A.S., 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press, Jakarta.

Murni, 2012. Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Stres Kerja di Bagian


Winding dan Finising PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Murtiningrum, A., 2005. Analisis Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga Terhadap


Stres Kerja dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi.
Universitas Diponegoro, Semarang.

National Safety Council, 2003. Manajemen Stres. EGC, Jakarta.

Nelson, D., Quick, J., 2013. Organizational Behavior: Science, The Real World and
You. Cengange Learning, United States of America.

Ningsih, K. W., Fitri, R. P., 2016. Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Terjadinya
Stres Kerja pada Pekerja Industri Bengkel Las di Kota Pekanbaru. STIKes
Pyung Negeri Pekanbaru, Pekanbaru.

NIOSH., 1999a. Stress at Work. Diakses dari https://www.cdc.gov/niosh/docs/99-


101/ pada 5 Mei 2017.

185
NIOSH, 1999b. Stress At Work. NIOSH, Columbia.

NIOSH, 2000. Occupational Stress Index. Diakses dari www.cdc.gov pada 4


September 2017.

Nishitani, N., Sakakibara, H., Akiyama, I. 2013. Short Sleeping Time and Job Stress
in JapaneseWhite-Collar Workers. The Open Sleep Journal, 6: 104-109.

Notoadmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta,


Jakarta.

Nugrahani, S., 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Operasional PT. Gunze Indonesia. Universitas Indonesia,
Depok.

Nurazizah. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada


Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Nurqamar, F, H., Ria, M., 2014. Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Implikasinya
Terhadap Stres Kerja dan Kinerja Pejabat Struktural Progdi. Jurnal Analisis,
3(1): 24-31.

O’Rourke, J., Collins, S. 2009. Managing Conflict and Workplace Relationship.

Ogden, J., 2012. Health Psychology. McGraw Hill, New York.

Oktaviana, R., 2010. Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Kecemasan dalam
Menghadapi Tuntutan Kerja pada Mahasiswa Perawat Praktek. Jurnal Ilmu
Psikologi, 4 (1), 1-14.

Penn, R., 1994. Skill and Occupational Change. Oxford University Press, United
Kingdom.

Perlmutter, D., Alberto, V., 2011. Power Up Your Brain. Hay House, United States
of America.

186
Permenkes., 2016. Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.

Perrewe, P. L., Ganster, D. C., 2010. New Development in Theoretical and


Conceptual Approaches to Job Stress. Emerald Group Publishing, United
Kingdom.

Perrewe, P. L., Ganster, D.C., 2011. The Role of Individual Differences in


Occupational Stress and Well Being. Emerald Group Publishing Limited,
United Kingdom.

Prabowo, Y. F., 2010. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada
Bagian Produksi Industri Mebel PT. Chia Jiann Indonesia Furniture di
Wedelan Jepara. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Pramudya, F., 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja (Studi Kasus
pada Perawat di RSKO Tahun 2008). Universitas Indonesia, Depok.

Rahim, M. A., 2011. Managing Conflict in Organization. Transaction Publishers,


United States of America.

Rahmawati. O., 2014. Hubungan Dukungan Pemimpin dengan Motivasi Perawat


untuk melanjutkan Pendidikan Keperawatan di Puskesmas Wilayah
Kecamatan Puger Kabupaten Jember. UNMUH Jember, Jember.

Rasasi, Al., 2015. Work-related Stress Among Nurses Working in Dubai, a


Burden for Healthcare Institutions. American Journal of Psychology and
Cognitive Science, 1 (2) : 61-65.

Retnaningtyas, D., 2005. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja
di Bagian Linting Rokok PT Gentong Gotri Semarang. Universitas
Indonesia, Depok.

Rivai, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014. UIN Syarif

187
Hidayatullah, Jakarta.

Riyanto, A., 2009. Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan.


Niftra Media Press, Bandung.

Robbins, S. P., Judge, T. A., 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat, Jakarta.

Robbins, S. P., 2009. Organizational Behaviour in Southern Africa. Pearson


Education, South Africa.

Rose, A.H., 1994. Human Stress and The Environment. Vol 5. Gordon and Breach
Science Publishers, Swiss.

Ross, R.R., Altmaier, E.M. 2000. Intervention in Occupational Stress : A Handbook


of Counselling for Stress at Work. Sage Publication, London.

Rossi, A.M., Perrewe, P. L., Sauter, S. L., 2006. Stress and Quality of Working Life:
Current Perspective in Occupattional in Occupational Health. Information
Age Publishing Inc: United States of America.

Rout, U. R., Rout, J. K., 2002. Stress Management for Primary Health Care
Professional. Kluwer Academic: United States of America.

Sabri, L., Hastono, S.P., 2006. Statistik Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada,
Jakarta.

Saftarina., Hasanah., 2014. Hubungan Shift Kejra dengan Gangguan Pola Tidur
pada Perawat Instalasi Rawat Inap di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung 2013. Medula, 2.

Saijo, Y., Ueno, T., Hashimoto, Y., 2007. Job Stress and Depressive Symptomps
Among Japanese Fire Fighters. American Journal of Industrial Medicine,
50 : 470-480.

188
Samosir, Z.Z., Syahfitri, I., 2008. Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan pada
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. J. Stud Perpus dan Informasi. 4,
60-69.

Sari, B., 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Akibat Kerja pada
Tenaga Kerja Perkebunan PT. Megasawindo Perkasa Kabupaten Bungo
Tahun 2016.

Sarwendah, E., 2013. Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stress Kerja Pad
Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti SOsial Tresna Werdha Budi
Mulia DKI Jakarta 2013. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla,
Jakarta.

Schermerhorn, Jr, J. R., 2011. Introduction to Management 11th Edition. John Wiley
& Sons Inc, Iowa.

Setiawan, D.A., Sofiana, L., 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres
Kerja di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogyakarta. J. Kesehat. 6, 133–
144.

Setyani, T.W., 2013. Analisis Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik
Pekerja, Kondisi Pekerjaan, dan Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Setyaningrum, P., 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Stres Kerja
Pada Tenaga Kerja Kesehatan Non Keperawatan di RS. Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.

Siagian, S. P., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.

Singh, H., 2009. Organizational Behaviour. Neekuni Print Process, India.

Singh, L. B., 2006. The Scourge of Unemployment in India and Psychological

189
Health. Ashok Kumar Mittal, India.

Siringoringo, E., Nontji, W., Hadju, V. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Stres Kerja Perawat di Ruang ICU RS Stella Maris Makasar.
STIKES Mega Rezky, Makasar.

Soegiono, P. 2008. Pengaruh Kepemimpinan, Tuntuan Tugas dan Karier Staknan


terhadap Stres Kerja dan Dampaknya bagi Komitmen Organisasi dan
Organization Citizenship Behavior Karyawan PT. Alfa Retailindo
Surabaya.

Soep. 2012. Stres Kerja Perawat berdasakan Karakteristik Organisasi di Rumah


Sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(1) : 67-74.

Speegle, M., 2013. Safet, Health, and Environmental Concepts for the Process
Industry. Delmar, United States of America.

Stranks, J. 2005. Stress at Work Management and Prevention. Elsevier


Butterworth-Heinemann, Inggris.

Stellman, J.M. 1998. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO,


Geneva.

Sugiyono, 2013. Metodologi Penelitian Manajemen. Alfabeta, Bandung.

Sujianto, A.E., 2007. Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula. Prestasi
Pustaka, Jakarta.

Sukmono, T., 2013. Hubungan Antara Karakteristik Individu Dengan Tingkat Stres
Kerja Perawat Indonesia yang Bekerja di Qatar. Universitas
Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Suprapto, P.H., 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Kawasan Pucak-Cianjur Tahun 2008. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

190
Suroso, Arif Rahman., Rotua Siahaan., 2006. Pengaruh Stres dalam Pekerjaan
Terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus di Perusahaan Agribisnis PT. NIC.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryaningrum, T., 2015. Pengaruh Beban Kerja dan Dukungan Sosial Terhadap
Stres Kerja pada Perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Susilo, T. 2007. Analissi Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Non Fisik
Terhadap Stres Kerja Pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten
Jimbaran, Bali. Jurnal Tekmapro, 2(2).

Sutherland, V. J., Cooper, C.L., 2010. Strategic Stress Management: An


Organizational Approach. Palgrave Macmillan, United Kingdom.

Swain, S., 2008. Applied Psychology: India Specific and Cross-Cultural


Perspectives. New Vishals, India.

Tarwaka, 2013. Ergonomi Industri “Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di


Tempat Kerja.” Harapan Press, Surakarta.

Taware, Efa Novita., Widjajaning Budi., Gartinia Nurcholis., 2011. Hubungan


antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan Mengalami Burn out
pada Perawat di RSUD Serui-Papua. Jurnal INSAN, 13 (2), 74-84.

Tejasurya, M. A., 2010. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Stres Kerja dan
Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pra Purna Karya di Damatex
Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Tsuno, Kawakami, Inoue, Ishizaki, Tabata, Tsuchiya, Shimazu. 2009. Intragroup


and Intergroup Conflict at Work, Psychological Distress, and Work
Engagement in a Sample of Employees in Japan. Industrial Health.

Tunjungsari, Peni., 2011. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja


Karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero). Universitas

191
Komputer Indonesia, Bandung

Utami, Gitalia Budhi., 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Stres Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap B RS. Pelni Petamburan. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Van Den Hombergh, P., Künzi, B., Elwyn, G., Van Doremalen, J., Akkermans, R.,
Grol, R., Wensing, M., 2009. High Workload and Job Stress are Associated
with Lower Practice Performance in General Practice: An Observational
Study in 239 General Practices in the Netherlands. BMC Health Services
Research, 9(118) : 1-8.

Vanishree, P., 2014. Impact of Role Ambiguity, Role Conflict and Role Overload
on Job Stress in Small and Medium Scale Industries. Journal of
Management Sciences, 3(1) : 10-13.

Vierdelina, Nadya., 2008. Gambaran Stres Kerja dan Faktor-Faktor yang


Berhubungan pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat –
Cililitan Jakarta. Universitas Indonesia, Depok.

Wantoro, B., 1999. Stres Kerja. Maj. Hyperkes Dan Keselam. Kerja XXXII.

Wijono, S., 2006. Pengaruh Kepribadian Tipe A dan Peran Terhadap Stres Kerja
Manajer Madya. Jurnal INSAN, 8(3) : 188-197

Wijono, S., 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. Kencana, Jakarta.

Williams, S., 1997. Menjadikan Tekanan Sebagai Pemicu Kinerja Puncak: Suatu
Pendekatan Positif Terhadap Stres. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

World Health Organization., 2003. Work Organization and Stress. WHO, United
Kingdom.

Yasa, I. W. M., 2017. Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap
Kinerja Pegawai Melalui Mediasi Stres Kerja Pada Dinas Kesehatan Kota
Bali. Jurnal Ekonomi & Bisnis, 4(1) : 38-57.

192
Zyl, L. V., Eeden, C. V., Rothmann, S., 2013. Job Insecurity and The Emotional
and Behavioral Consequences. Journal Bussiness Management, 44(1).

193
LAMPIRAN

194
KUESIONER PENELITIAN
NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i Karyawan Produksi PT. Indogravure
di Tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Salam Hormat.

Perkenalkan saya, Satrio Budi Prakosa Rachman mahasiswa program studi Kesehatan
Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), akan mengadakan penelitian
yang berjudul “Faktor Determinan Terhadap Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi
di PT Indogravure Tahun 2017” dengan tujuan mengetahui dan menganalisa faktor risiko
stres kerja pada pekerja produksi PT. Indogravure. Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal
merugikan bagi bapak/ibu sebagai responden. Informasi yang didapatkan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan dalam kepentingan penelitian ini. Oleh karena itu
saya mohon agar Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan ini dengan objektif dan sejujur-
jujurnya sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu. Atas bantuan dan kerja sama yang di berikan, saya
ucapkan terima kasih.

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden
penelitian ini dan saya memahami dan menyadari bahwa penelitian ini bersifat rahasia dan
tidak akan mempengaruhi atau mengakibatkan hal yang merugikan saya. Oleh karena itu,
saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Tangerang Selatan, September 2017

Peneliti Responden

Satrio Budi Prakosa Rachman ( )


NIM. 1113101000075

PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah setiap pertanyaan dan pilihan jawaban dengan seksama
2. Lingkari setiap jawaban yang tersedia untuk tipe pertanyaan Ya-Tidak atau dengan skala Sangat
Tidak Setuju – Sangat Setuju / Sangat Mudah – Sulit / Tidak Pernah – Sangat Sering, dll
Identitas Diri
Nama Lengkap :
No. Telepon :
Bagian Kerja : 1. Printing
2. Laminasi
3. Finishing
Shift Kerja :
Tanggal dan Jam Pengisian :
A. Informasi Pribadi
No Pertanyaan Diisi Peneliti
A1 Jenis Kelamin [ ] A1
0. Perempuan
1. Laki-laki
A2 Tanggal Lahir [ ] A2
.........................................................................................................
A3 Status Pernikahan [ ] A3
0. Tidak Menikah
1. Menikah

B. Informasi Umum Pekerjaan


No Pertanyaan Diisi Peneliti
B1 Sudah berapa lama Anda bekerja di Perusahaan ini? [ ] B1
.............. Tahun ................ Bulan
B2 Pilihlah deskripsi yang sesuai dengan situasi Anda [ ] B2
1. Pekerja Tetap
2. Pekerja Kontrak
3. Pekerja Lepas
B3 Pilihlah keadaan SHIFT kerja Anda [ ] B3
1. Rotasi shift setiap 8 jam kerja
2. Tanpa rotasi shift
B4 Jika Anda bekerja shift, bagaimana pola rotasi shift Anda? [ ] B4
1. Shift 8 jam; Pagi-Sore-Malam
2. Shift 8 jam; Malam-Sore-Pagi
3. Shift 8 jam; tanpa pola

C. Lingkungan Fisik
No Menurut Anda apakah lingkungan tempat Anda bekerja 1. 2. Diisi
memiliki......... Benar Salah peneliti
C1 Tingkat kebisingan di area kerja saya tinggi 1 2 [ ] C1
C2 Tingkat pencahayaan di area kerja saya rendah atau gelap 1 2 [ ] C2
C3 Suhu di area kerja saya selama musim kemarau cenderung nyaman 1 2 [ ] C3
C4 Suhu di area kerja saya selama musim hujan cenderung nyaman 1 2 [ ] C4
C5 Kelembaban area kerja saya terlalu tinggi atau terlalu rendah 1 2 [ ] C5
C6 Sirkulasi udara di area kerja saya baik 1 2 [ ] C6
No Menurut Anda apakah lingkungan tempat Anda bekerja 1. 2. Diisi
memiliki......... Benar Salah peneliti
C7 Udara di area kerja saya bersih dan bebas polusi 1 2 [ ] C7
Saya terlindung dengan baik dari paparan bahan berbahaya yang
C8 1 2 [ ] C8
ada di lingkungan kerja
Secara keseluruhan, kualitas lingkungan fisik di tempat kerja saya
C9 1 2 [ ] C9
adalah buruk
C10 Area kerja saya sangat berantakan 1 2 [ ] C10

D. Konflik Peran dan Ketaksaan Peran


*STTS : Sangat Tidak Tepat Sekali TP : Tidak Tepat STS : Sangat Tepat Sekali
STT : Sangat Tidak Tepat T : Tepat
KT : Kurang Tepat ST : Sangat Tepat

Diisi
No Pernyataan STTS STT KT TP T ST STS
peneliti
Saya mengetahui hak saya sebagai
D1 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D1
pekerja
Saya mengetahui dengan jelas rencana,
D2 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D2
sasaran dan tujuan pekerjaan saya
Saya harus menyelesaikan pekerjaan
D3 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D3
dengan cara yang berbeda atau tidak biasa
Saya membagi waktu dengan baik selama
D4 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D4
bekerja
Saya mendapat tugas tanpa adanya
D5 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D5
bantuan padahal saya membutuhkannya
Saya mengetahui tanggung jawab kerja
D6 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D6
saya
Saya harus melanggar peraturan atau
D7 kebijakan untuk menyelesaikan tugas 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D7
saya
Saya bekerja dengan dua unit atau lebih
D8 yang memiliki cara bekerja berbeda 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D8
dengan unit saya
Saya mengetahui apa yang diharapkan
D9 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D9
perusahaan dari hasil kerja saya
Saya mendapat permintaan kerja yang
D10 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D10
bertentangan dari dua orang atau lebih
Cara saya menyelesaikan pekerjaan tidak
D11 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D11
dapat diterima orang lain
Saya menerima tugas tanpa sumber daya
D12 dan material yang cukup untuk 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D12
menyelesaikannya
Saya mengetahui tugas yang harus saya
D13 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D13
selesaikan selama bekerja
D14 Saya mengerjakan hal yang tidak penting 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D14
E. Konflik Interpersonal
*STS : Sangat Tidak Setuju N : Netral SS : Sangat Setuju
TS : Tidak Setuju S : Setuju

Diisi
No Pernyataan STS TS N S SS
peneliti
E1 Adanya kerukunan antar anggota unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E1
Dalam unit saya, kami sering berselisih mengenai
E2 1 2 3 4 5 [ ] E2
pekerjaan
Adanya perbedaan pendapat di antara anggota unit
E3 1 2 3 4 5 [ ] E3
saya
E4 Adanya perselisihan di unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E4
Setiap anggota unit saya saling mendukung ide anggota
E5 1 2 3 4 5 [ ] E5
lainnya
E6 Adanya perselisihan antar tim kerja di dalam unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E6
E7 Adanya keramahan diantara anggota unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E7
E8 Adanya rasa kebersamaan di dalam unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E8
E9 Adanya perselisihan antara unit saya dengan unt lain 1 2 3 4 5 [ ] E9
Adanya kesepakatan kerja antara unit saya dengan unit
E10 1 2 3 4 5 [ ] E10
lain
Unit lain menyembunyikan informasi penting yang
E11 1 2 3 4 5 [ ] E11
dibutuhkan unit saya
Hubungan antara unit saya dengan unit lain berjalan
E12 1 2 3 4 5 [ ] E12
rukun dalam mencapai tujuan organisasi
Kurangnya rasa tolong menolong antara unit saya
E13 1 2 3 4 5 [ ] E13
dengan unit lain
E14 Adanya kerjasama antara unit saya dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E14
E15 Adanya perselisihan antara unit saya dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E15
E16 Unit lain membuat masalah dengan unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E16

F. Ketidakpastian Pekerjaan
*STY : Sangat Tidak Yakin CY : Cukup Yakin SY : Sangat Yakin
TY : Tidak Yakin Y : Yakin

Diisi
No Pertanyaan STY TY CY Y SY
peneliti
Apakah Anda yakin dengan masa depan pekerjaan
F1 1 2 3 4 5 [ ] F1
Anda?
Seberapa yakin Anda akan mendapat kesempatan
F2 1 2 3 4 5 [ ] F2
kenaikan jabatan beberapa tahun ke depan?
Seberapa yakin keterampilan kerja Anda akan berguna
F3 1 2 3 4 5 [ ] F3
dan bernilai lima tahun mendatang?
Seberapa yakin diri Anda mengenai tanggung jawab
F4 pekerjaan yang akan Anda dapatkan selama enam bulan 1 2 3 4 5 [ ] F4
kedepan?
Jika Anda kehilangan pekerjaan, seberapa yakin Anda
F5 1 2 3 4 5 [ ] F5
dapat mendukung diri Anda sendiri?
G. Skala Otoritas Kerja
*SK : Sangat Kecil CB : Cukup Besar SB : Sangat Besar
K : Kecil B : Besar

Diisi
No Pertanyaan SK K CB B SB
peneliti
G1 Berapa besar hak Anda dalam mengatur pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G1
Berapa besar tugas Anda dalam mengatur ketersediaan
G2 1 2 3 4 5 [ ] G2
pasokan alat di unit Anda?
Berapa besar hak Anda dalam mengatur urutan
G3 1 2 3 4 5 [ ] G3
pekerjaan yang akan dilakukan?
Berapa besar hal Anda dalam menentukan jumlah
G4 1 2 3 4 5 [ ] G4
pekerjaan yang akan Anda lakukan?
Berapa besar hak anda dalam menentukan waktu
G5 1 2 3 4 5 [ ] G5
penyelesaian pekerjaan?
Berapa besar pengaruh Anda terhadap kualitas
G6 1 2 3 4 5 [ ] G6
pekerjaan Anda?
G7 Berapa besar hak anda dalam menata area kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G7
Berapa besar hak anda dalam mengatur pembagian tim
G8 1 2 3 4 5 [ ] G8
kerja?
Berapa besar tugas Anda dalam melakukan
G9 1 2 3 4 5 [ ] G9
pengawasan pekerjaan?
Berapa besar pengaruh Anda dalam pengambilan
G10 1 2 3 4 5 [ ] G10
keputusan di unit Anda?
Berapa besar pengaruh Anda dalam menentukan
G11 1 2 3 4 5 [ ] G11
kebijakan dan prosedur di unit Anda?
Berapa besar tugas Anda dalam memastikan
G12 1 2 3 4 5 [ ] G12
ketersediaan material kerja?
Berapa besar tugas Anda untuk memberikan pelatihan
G13 1 2 3 4 5 [ ] G13
terhadap anggota unit Anda?
Berapa besar hak Anda dalam menentukan penataan
G14 1 2 3 4 5 [ ] G14
peralatan kerja?
Selama bekerja, apakah Anda memiliki waktu untuk
G15 1 2 3 4 5 [ ] G15
beristirahat sejenak?
Berapa besar pengaruh jabatan Anda terhadap
G16 1 2 3 4 5 [ ] G16
pekerjaan di unit Anda?

H. Kesempatan Kerja
*SM : Sangat Mudah CM : Cukup Mudah SS : Sangat Sulit
M : Mudah S : Sulit

Diisi
No Pertanyaan SM M CM S SS
peneliti
Apakah mudah untuk mendapatkan pekerjaan di
H1 1 2 3 4 5 [ ] H1
perusahaan lain?
Apakah mudah untuk menemukan pekerjaan di
H2 1 2 3 4 5 [ ] H2
perusahaan lain sebaik pekerjaan Anda saat ini?
Bagaimana Anda menggambarkan ketersediaan
H3 lowongan kerja di perusahaan lain yang sesuai dengan 1 2 3 4 5 [ ] H3
kemampuan diri Anda?
Berapa besar kemungkinan Anda untuk pindah ke kota
H4 1 2 3 4 5 [ ] H4
lain untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain?

I. Tuntutan Kerja
*TP : Tidak Pernah KK : Kadang-Kadang SS : Sangat Sering
J : Jarang S : Sering

Diisi
No Pertanyaan TP J KK S SS
peneliti
I1 Seberapa sering Anda dituntut bekerja sangat cepat? 1 2 3 4 5 [ ] I1
I2 Seberapa sering Anda dituntut bekerja sangat keras? 1 2 3 4 5 [ ] I2
Seberapa sering pekerjaan Anda sangat menyita waktu
I3 1 2 3 4 5 [ ] I3
Anda?
Seberapa sering Anda diharuskan mengambil
I4 keputusan besar yang berkaitan dengan pekerjaan 1 2 3 4 5 [ ] I4
Anda?
I5 Seberapa sering beban kerja Anda bertambah? 1 2 3 4 5 [ ] I5
Seberapa sering Anda harus meningkatkan
I6 1 2 3 4 5 [ ] I6
konsenterasi selama bekerja?
Seberapa sering Anda diharuskan berpikir dengan
I7 1 2 3 4 5 [ ] I7
cepat selama bekerja?
Seberapa sering Anda menggunakan kemampuan dan
I8 1 2 3 4 5 [ ] I8
pengetahuan yang didapat ketika sekolah?
Seberapa sering Anda diberi kesempatan untuk
I9 melakukan pekerjaan dengan menggunakan 1 2 3 4 5 [ ] I9
kemampuan terbaik Anda?
Seberapa sering Anda menggunakan keterampilan
I10 1 2 3 4 5 [ ] I10
yang didapat pelatihan dalam bekerja?

J. Beban Kerja dan Tanggung Jawab


*TA : Tidak Ada AB : Agak Banyak SB : Sangat Banyak
TTB : Tidak Terlalu Banyak B : Banyak
Diisi
No Pertanyaan TA TTB AB B SB
peneliti
Berapa banyak pengurangan beban kerja yang Anda
J1 1 2 3 4 5 [ ] J1
rasakan?
Selama bekerja, berapa banyak waktu yang Anda
J2 1 2 3 4 5 [ ] J2
gunakan untuk berpikir dan merenung?
J3 Berapa banyak beban kerja Anda? 1 2 3 4 5 [ ] J3
J4 Berapa banyak pekerjaan yang harus Anda selesaikan? 1 2 3 4 5 [ ] J4
Berapa banyak waktu yang Anda punya untuk
J5 1 2 3 4 5 [ ] J5
menyelesaikan seluruh pekerjaan?
J6 Berapa banyak tugas Anda dalam bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] J6
Berapa banyak ketenangan yang Anda rasakan diantara
J7 1 2 3 4 5 [ ] J7
beban kerja yang berat?
Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap masa
J8 1 2 3 4 5 [ ] J8
depan orang lain?
Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap keamanan
J9 1 2 3 4 5 [ ] J9
kerja orang lain?
Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap moral
J10 1 2 3 4 5 [ ] J10
orang lain?
Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap
J11 1 2 3 4 5 [ ] J11
kesejahteraan dan kehidupan orang lain

K. Tuntutan Mental
*SS: Sangat Setuju ATS : Agak Tidak Setuju
AS : Agak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju

Diisi
No Pernyataan SS AS ATS STS
peneliti
K1 Pekerjaan saya membutuhkan konsenterasi tinggi 1 2 3 4 [ ] K1
K2 Pekerjaan saya mengharuskan saya mengingat banyak hal 1 2 3 4 [ ] K2
K3 Saya harus selalu fokus bekerja sepanjang waktu 1 2 3 4 [ ] K3
Saya selalu bekerja dengan santai tetapi pekerjaan saya tetap
K4 1 2 3 4 [ ] K4
selesai dengan baik
Saya tetap dapat bekerja meskipun pikiran saya sedang tidak
K5 1 2 3 4 [ ] K5
fokus

L. Penilaian Diri
*STS : Sangat Tidak Setuju N : Netral SS : Sangat Setuju
TS : Tidak Setuju S : Setuju

Diisi
No Pernyataan STS TS N S SS
peneliti
L1 Secara keseluruhan, Saya merasa puas dengan diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L1
L2 Saya merasa saya tidak cukup untuk dibanggakan 1 2 3 4 5 [ ] L2
L3 Terkadang Saya merasa tidak berguna 1 2 3 4 5 [ ] L3
Saya merasa bahwa saya berharga dan setara dengan
L4 1 2 3 4 5 [ ] L4
orang lain
L5 Saya merasa saya memiliki kualitas diri yang baik 1 2 3 4 5 [ ] L5
L6 Saya cenderung merasa bahwa diri saya gagal 1 2 3 4 5 [ ] L6
L7 Saya berharap bisa lebih peduli terhadap diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L7
Saya bisa melakukan pekerjaan sebaik yang dilakukan
L8 1 2 3 4 5 [ ] L8
orang lain
Terkadang, saya berpikir saya tidak bisa melakukan
L9 1 2 3 4 5 [ ] L9
apa-apa
L10 Saya mengambil sikap positif dari diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L10

M. Aktivitas di Luar Pekerjaan


No Pertanyaan 1. 2. Diisi
Ya Tidak peneliti
M1 Apakah Anda saat ini memiliki pekerjaan di tempat kerja lain? 1 2 [ ] M1
No Pertanyaan 1. 2. Diisi
Ya Tidak peneliti
M2 Apakah Anda memiliki anak di rumah? 1 2 [ ] M2
Apakah Anda memiliki tanggung jawab utama dalam mengurus
M3 1 2 [ ] M3
anak?
Apakah Anda memiliki tanggung jawab utama dalam membersihkan
M4 1 2 [ ] M4
rumah?
Apakah Anda memiliki tanggung jawab dalam merawat orang lanjut
M5 1 2 [ ] M5
usia atau orang cacat secara teratur?
Apakah Anda sedang sekolah dan mengambil kursus untuk
M6 1 2 [ ] M6
mendapat gelar?
Apakah Anda mengikuti organisasi sukarela atau agama dimana
M7 1 2 [ ] M7
Anda menghabiskan setidaknya 5 sampai 10 jam per minggu?

N. Dukungan Sosial
*TP : Tidak Pernah JM : Jarang Membantu SM: Sangat Membantu/
bercerita masalah pribadi Mudah
TM : Tidak Membantu KM : Kadang Membantu

Diisi
No Pernyataan TP TM JM KM SM
peneliti
Apakah keberadaan atasan Anda membuat pekerjaan
N1 1 2 3 4 5 [ ] N1
Anda lebih mudah?
Apakah rekan kerja Anda membuat pekerjaan Anda
N2 1 2 3 4 5 [ ] N2
lebih mudah?
Apakah pasangan, teman dan keluarga membuat
N3 1 2 3 4 5 [ ] N3
pekerjaan anda lebih mudah?
Apakah mudah berdiskusi mengenai pekerjaan
N4 1 2 3 4 5 [ ] N4
dengan atasan anda?
Apakah mudah berdiskusi mengenai pekerjaan
N5 1 2 3 4 5 [ ] N5
dengan rekan kerja anda?
Apakah mudah berdiskusi mengenai pekerjaan
N6 1 2 3 4 5 [ ] N6
dengan pasangan, teman dan keluarga anda?
Apakah atasan anda mau membantu anda ketika
N7 1 2 3 4 5 [ ] N7
terjadi kesulitan saat bekerja?
Apakah rekan kerja anda mau membantu anda ketika
N8 1 2 3 4 5 [ ] N8
terjadi kesulitan saat bekerja?
Apakah pasangan, teman dan keluarga anda mau
N9 1 2 3 4 5 [ ] N9
membantu anda ketika terjadi kesulitan saat bekerja?
Apakah atasan anda mau mendengarkan masalah
N10 1 2 3 4 5 [ ] N10
pribadi anda?
Apakah rekan kerja anda mau mendengarkan
N11 1 2 3 4 5 [ ] N11
masalah pribadi anda?
Apakah pasangan, teman dan keluarga anda mau
N12 1 2 3 4 5 [ ] N12
mendengarkan masalah pribadi anda?
O. Kepribadian Tipe A

Sangat Diisi
Tidak Tidak Sangat
No Pernyataan Tidak Tepat peneliti
Tepat Tahu Tepat
Tepat
O1 Saya sering merasa gelisah 1 2 3 4 5 [ ] O1
O2 Saya bekerja dengan cepat dan energik 1 2 3 4 5 [ ] O2
Saya sangat lambat ketika berbicara di
O3 1 2 3 4 5 [ ] O3
telepon
Saya sering terburu-buru ketika
O4 1 2 3 4 5 [ ] O4
mengerjakan apapun
Saya sering menggerakan tangan dan
O5 1 2 3 4 5 [ ] O5
kepala ketika berbicara
Saya jarang mengebut ketika
O6 1 2 3 4 5 [ ] O6
berkendara
Saya suka pekerjaan yang berpindah-
O7 1 2 3 4 5 [ ] O7
pindah tempat
Orang-orang menganggap saya lebih
O8 1 2 3 4 5 [ ] O8
diam dari biasanya
Gaya berbicara saya lembut
O9 1 2 3 4 5 [ ] O9
dibandingkan orang lain
O10 Saya selalu menulis dengan cepat 1 2 3 4 5 [ ] O10
Saya lambat dan hati-hati dalam
O11 1 2 3 4 5 [ ] O11
bekerja
O12 Cara makan saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O12
Saya senang mengebut ketika
O13 1 2 3 4 5 [ ] O13
berkendara
Saya senang bekerja dengan lambat dan
O14 1 2 3 4 5 [ ] O14
hati-hati
O15 Cara berbicara saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O15
Saya membiarkan masalah selesai
O16 1 2 3 4 5 [ ] O16
dengan sendirinya
O17 Saya senang mempengaruhi orang lain 1 2 3 4 5 [ ] O17
O18 Cara berjalan saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O18
O19 Cara makan saya cepat 1 2 3 4 5 [ ] O19
O20 Saya biasa bekerja dengan cepat 1 2 3 4 5 [ ] O20

P. Perubahan Fisiologis
*TP : Tidak Pernah KK : Kadang-Kadang SS : Sangat Sering
J : Jarang S : Sering

Apakah setelah bekerja, Anda mengalami keluhan berikut Diisi


No TP J KK S SS
ini? peneliti
Wajah terasa panas meskipun tidak bekerja dan cuaca tidak
P1 1 2 3 4 5 [ ] P1
panas
Berkeringat banyak meskipun tidak bekerja dan cuaca tidak
P2 1 2 3 4 5 [ ] P2
panas
P3 Mulut terasa kering 1 2 3 4 5 [ ] P3
P4 Otot terasa kaku dan tegang 1 2 3 4 5 [ ] P4
P5 Anda merasa sakit kepala 1 2 3 4 5 [ ] P5
P6 Anda merasa kram di kepala atau migrain 1 2 3 4 5 [ ] P6
Anda merasa ada gumpalan di tenggorokan atau perasaan
P7 1 2 3 4 5 [ ] P7
tersendat
P8 Tangan anda gemetar tanpa diketahui penyebabnya 1 2 3 4 5 [ ] P8
P9 Sesak napas meskipun sedang tidak bekerja yang berat 1 2 3 4 5 [ ] P9
P10 Anda merasa jantung anda berdetak cepat 1 2 3 4 5 [ ] P10
P11 Tangan Anda berkeringat banyak 1 2 3 4 5 [ ] P11
P12 Anda merasa pusing 1 2 3 4 5 [ ] P12
P13 Anda mengalami sakit perut saat gugup atau bingung 1 2 3 4 5 [ ] P13
P14 Jantung terasa berdebar-debar atau nyeri dada 1 2 3 4 5 [ ] P14
P15 Anda mengalami sakit yang mempengaruhi pekerjaan anda 1 2 3 4 5 [ ] P15
P16 Kehilangan nafsu makan 1 2 3 4 5 [ ] P16
P17 Gangguan tidur pada malam hari 1 2 3 4 5 [ ] P17

Q. Perubahan Psikologis
*0 : Hampir tidak pernah (kurang dari 1 hari)
1: Jarang terjadi (sekitar 1-2 hari)
2: Kadang-kadang terjadi (sekitar 3-4 hari)
3: Hampir terjadi setiap waktu (sekitar 5-7 hari)

Apakah setelah bekerja, Anda mengalami keluhan <1 1-2 3-4 5-7 Diisi
No
berikut ini? Hari Hari Hari Hari peneliti
Saya merasa terganggu dengan hal yang biasanya tidak
Q1 0 1 2 3 [ ] Q1
mengganggu
Q2 Nafsu makan saya menurun 0 1 2 3 [ ] Q2
Saya tidak dapat menghilangkan rasa sedih meskipun telah
Q3 0 1 2 3 [ ] Q3
dibantu teman atau keluarga saya
Q4 Saya merasa diri saya sebaik orang lain 0 1 2 3 [ ] Q4
Q5 Saya sulit berkonsenterasi dalam bekerja 0 1 2 3 [ ] Q5
Q6 Saya merasa tertekan atau depresi 0 1 2 3 [ ] Q6
Q7 Saya merasa semua yang saya lakukan adalah sebuah usaha 0 1 2 3 [ ] Q7
Q8 Saya merasa optimis terhadap masa depan saya 0 1 2 3 [ ] Q8
Q9 Saya merasa hidup saya merupakan sebuah kegagalan 0 1 2 3 [ ] Q9
Q10 Saya merasa ketakutan 0 1 2 3 [ ] Q10
Q11 Saya merasa gelisah ketika tidur 0 1 2 3 [ ] Q11
Q12 Saya merasa senang 0 1 2 3 [ ] Q12
Q13 Saya berbicara lebih sedikit daripada biasanya 0 1 2 3 [ ] Q13
Q14 Saya merasa kesepian 0 1 2 3 [ ] Q14
Q15 Saya merasa orang-orang tidak ramah 0 1 2 3 [ ] Q15
Q16 Saya menikmati hidup saya 0 1 2 3 [ ] Q16
Q17 Saya mudah menangis 0 1 2 3 [ ] Q17
Q18 Saya merasa sedih 0 1 2 3 [ ] Q18
Q19 Saya merasa orang-orang tidak menyukai saya 0 1 2 3 [ ] Q19
Q20 Saya sulit mengalihkan perhatian saya 0 1 2 3 [ ] Q20
R. Perubahan Perilaku
1. 2. Diisi
No Pertanyaan
Ya Tidak peneliti
R1 Apakah Anda seorang perokok? 1 2 [ ] R1
Jika “YA”, apakah anda menjadi seorang perokok sebelum bekerja di
R2 1 2 [ ] R2
Departemen/Unit Produksi PT. Indogravure?
R3 Selama 6 bulan terakhir, apakah anda mengalami kecelakaan kerja? 1 2 [ ] R3
R4 Selama 1 bulan terakhir, apakah anda kehilangan hari kerja karena sakit? 1 2 [ ] R4

Terima Kasih Atas Kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam Menjawab pertanyaan pada


Kuesioner ini dengan lengkap ☺
Mohon Diperiksa Kembali Jawaban Anda dan Pastikan Sudah Terisi Lengkap
Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.649 127

Uji Univariat

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Umur .189 76 .000 .925 76 .000
Masa Kerja .139 76 .001 .898 76 .000
Lingkungan Fisik .168 76 .000 .947 76 .003
Konflik Peran .109 76 .026 .973 76 .105
Ketaksaan Peran .156 76 .000 .954 76 .008
Konflik Interpersonal .098 76 .066 .978 76 .211
Ketidakpastian Pekerjaan .108 76 .028 .970 76 .070
Kontrol Kerja .116 76 .013 .970 76 .070
Kurangnya Kesempatan
Kerja .154 76 .000 .939 76 .001

Jumlah Beban Kerja .111 76 .021 .969 76 .061


Variasi Beban Kerja .099 76 .061 .981 76 .307
Tanggung Jawab Terhadap
Pekerja Lain .128 76 .003 .966 76 .037

Kemampuan Yang Tidak


Digunakan .181 76 .000 .949 76 .004

Tuntutan Mental .172 76 .000 .936 76 .001


Aktivitas di Luar Pekerjaan .178 76 .000 .910 76 .000
Dukungan Sosial .089 76 .200* .977 76 .171
Penilaian Diri .091 76 .187 .983 76 .423
Kepribadian Tipe A .300 76 .000 .783 76 .000
Stres Kerja .229 76 .000 .852 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Descriptives

Statistic Std. Error


Umur Mean 32.36 .940
95% Confidence Interval for Lower Bound 30.48
Mean
Upper Bound 34.23
5% Trimmed Mean 32.06
Median 30.00
Variance 67.219
Std. Deviation 8.199
Minimum 19
Maximum 51
Range 32
Interquartile Range 12
Skewness .635 .276
Kurtosis -.693 .545
Masa Kerja Mean 93.71 9.144
95% Confidence Interval for Lower Bound 75.49
Mean
Upper Bound 111.93
5% Trimmed Mean 87.77
Median 80.00
Variance 6.355E3
Std. Deviation 79.717
Minimum 3
Maximum 325
Range 322
Interquartile Range 118
Skewness .981 .276
Kurtosis .335 .545
Lingkungan Fisik Mean 1.3237 .02183
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.2802
Mean
Upper Bound 1.3672
5% Trimmed Mean 1.3208
Median 1.3000
Variance .036
Std. Deviation .19035
Minimum 1.00
Maximum 1.70
Range .70
Interquartile Range .30
Skewness .329 .276
Kurtosis -.546 .545
Konflik Peran Mean 3.1512 .08404
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.9838
Mean
Upper Bound 3.3186
5% Trimmed Mean 3.1775
Median 3.1875
Variance .537
Std. Deviation .73261
Minimum 1.00
Maximum 4.62
Range 3.62
Interquartile Range 1.12
Skewness -.423 .276
Kurtosis -.088 .545
Ketaksaan Peran Mean 2.4275 .06238
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.3032
Mean
Upper Bound 2.5518
5% Trimmed Mean 2.4473
Median 2.4166
Variance .296
Std. Deviation .54383
Minimum 1.17
Maximum 3.33
Range 2.16
Interquartile Range .83
Skewness -.422 .276
Kurtosis -.480 .545
Konflik Interpersonal Mean 2.1020 .05513
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.9922
Mean
Upper Bound 2.2119
5% Trimmed Mean 2.0979
Median 2.1200
Variance .231
Std. Deviation .48061
Minimum 1.06
Maximum 3.19
Range 2.12
Interquartile Range .61
Skewness .220 .276
Kurtosis .043 .545
Ketidakpastian Pekerjaan Mean 2.4053 .08078
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.2443
Mean
Upper Bound 2.5662
5% Trimmed Mean 2.3947
Median 2.4000
Variance .496
Std. Deviation .70425
Minimum 1.00
Maximum 4.00
Range 3.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .316 .276
Kurtosis -.102 .545
Kontrol Kerja Mean 3.0684 .06538
95% Confidence Interval for Lower Bound 2.9381
Mean
Upper Bound 3.1986
5% Trimmed Mean 3.0628
Median 3.0000
Variance .325
Std. Deviation .56999
Minimum 1.94
Maximum 4.31
Range 2.38
Interquartile Range .75
Skewness .280 .276
Kurtosis -.609 .545
Kurangnya Kesempatan Mean 3.7914 .07329
Kerja 95% Confidence Interval for Lower Bound 3.6454
Mean
Upper Bound 3.9374
5% Trimmed Mean 3.8246
Median 4.0000
Variance .408
Std. Deviation .63893
Minimum 2.00
Maximum 5.00
Range 3.00
Interquartile Range .75
Skewness -.747 .276
Kurtosis .784 .545
Jumlah Beban Kerja Mean 3.2957 .03511
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.2258
Mean
Upper Bound 3.3657
5% Trimmed Mean 3.3043
Median 3.2727
Variance .094
Std. Deviation .30608
Minimum 2.45
Maximum 3.91
Range 1.45
Interquartile Range .46
Skewness -.474 .276
Kurtosis -.066 .545
Variasi Beban Kerja Mean 3.5228 .04887
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.4255
Mean
Upper Bound 3.6202
5% Trimmed Mean 3.5191
Median 3.5700
Variance .182
Std. Deviation .42606
Minimum 2.29
Maximum 4.71
Range 2.43
Interquartile Range .44
Skewness .053 .276
Kurtosis .515 .545
Tanggung Jawab Terhadap Mean 2.7368 .08958
Pekerja Lain 95% Confidence Interval for Lower Bound 2.5584
Mean
Upper Bound 2.9153
5% Trimmed Mean 2.7390
Median 2.7500
Variance .610
Std. Deviation .78091
Minimum 1.00
Maximum 4.25
Range 3.25
Interquartile Range 1.00
Skewness .015 .276
Kurtosis -.623 .545
Mean 2.7102 .07400
Kemampuan Yang Tidak 95% Confidence Interval for Lower Bound 2.5628
Digunakan Mean
Upper Bound 2.8576
5% Trimmed Mean 2.6926
Median 2.6666
Variance .416
Std. Deviation .64509
Minimum 1.33
Maximum 4.33
Range 3.00
Interquartile Range .67
Skewness .444 .276
Kurtosis -.373 .545
Tuntutan Mental Mean 3.1730 .04460
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.0842
Mean
Upper Bound 3.2619
5% Trimmed Mean 3.1841
Median 3.2500
Variance .151
Std. Deviation .38880
Minimum 2.20
Maximum 3.80
Range 1.60
Interquartile Range .60
Skewness -.488 .276
Kurtosis -.569 .545
Aktivitas di Luar Pekerjaan Mean 2.2418 .14154
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.9598
Mean
Upper Bound 2.5237
5% Trimmed Mean 2.2686
Median 2.0000
Variance 1.523
Std. Deviation 1.23395
Minimum .00
Maximum 4.00
Range 4.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.147 .276
Kurtosis -.992 .545
Dukungan Sosial Mean 4.1390 .05855
Lower Bound 4.0224
95% Confidence Interval for Upper Bound
4.2557
Mean
5% Trimmed Mean 4.1537
Median 4.0830
Variance .261
Std. Deviation .51047
Minimum 2.67
Maximum 5.00
Range 2.33
Interquartile Range .73
Skewness -.316 .276
Kurtosis -.127 .545
Penilaian Diri Mean 3.5658 .04128
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.4836
Mean
Upper Bound 3.6480
5% Trimmed Mean 3.5620
Median 3.6000
Variance .129
Std. Deviation .35983
Minimum 2.80
Maximum 4.40
Range 1.60
Interquartile Range .50
Skewness .136 .276
Kurtosis -.272 .545
Kepribadian Tipe A Mean 3.7599 .12551
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.5098
Mean
Upper Bound 4.0099
5% Trimmed Mean 3.6778
Median 3.2500
Variance 1.197
Std. Deviation 1.09417
Minimum 2.45
Maximum 6.40
Range 3.95
Interquartile Range 1.65
Skewness 1.179 .276
Kurtosis -.012 .545
Stres Kerja Mean 1.2105 .05582
Lower Bound 1.0993
95% Confidence Interval for Upper Bound
1.3217
Mean
5% Trimmed Mean 1.1953
Median 1.1200
Variance .237
Std. Deviation .48663
Minimum .52
Maximum 2.20
Range 1.68
Interquartile Range .34
Skewness .816 .276
Kurtosis -.424 .545

1. Stres Kerja
Kategori Stres Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Stres 39 51.3 51.3 51.3
Tidak Stres 37 48.7 48.7 100.0
Total 76 100.0 100.0

2. Lingkungan Fisik

Kategori lingkungan Fisik


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 48 63.2 63.2 63.2
Baik 28 36.8 36.8 100.0
Total 76 100.0 100.0

3. Konflik Peran
Kategori Konflik Peran
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 38 50.0 50.0 50.0
Rendah 38 50.0 50.0 100.0
Total 76 100.0 100.0

4. Ketaksaan Peran
Kategori Ketaksaan Peran
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 38 50.0 50.0 50.0
Rendah 38 50.0 50.0 100.0
Total 76 100.0 100.0
5. Konflik Interpersonal
Kategori Konflik Interpersonal
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 39 51.3 51.3 51.3
Rendah 37 48.7 48.7 100.0
Total 76 100.0 100.0

6. Ketidakpastian Pekerjaan
Kategori Ketidakpastian Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 40 52.6 52.6 52.6
Rendah 36 47.4 47.4 100.0
Total 76 100.0 100.0

7. Kontrol Kerja
Kategori Kontrol Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 38 50.0 50.0 50.0

Tinggi 38 50.0 50.0 100.0

Total 76 100.0 100.0

8. Kurang Kesempatan Kerja


Kategori Kurang Kesempatan kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 40 52.6 52.6 52.6
Rendah 36 47.4 47.4 100.0
Total 76 100.0 100.0

9. Jumlah Beban Kerja


Kategori Jumlah Beban Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 49 64.5 64.5 64.5
Rendah 27 35.5 35.5 100.0
Total 76 100.0 100.0

10. Variasi beban Kerja


Kategori Variasi Beban Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 41 53.9 53.9 53.9
Rendah 35 46.1 46.1 100.0
Total 76 100.0 100.0
11. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 43 56.6 56.6 56.6
Rendah 33 43.4 43.4 100.0
Total 76 100.0 100.0

12. Kemampuan Tidak Digunakan


Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 37 48.7 48.7 48.7
Rendah 39 51.3 51.3 100.0
Total 76 100.0 100.0

13. Tuntutan Mental


Kategori Tunruran Mental
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 42 55.3 55.3 55.3
Rendah 34 44.7 44.7 100.0
Total 76 100.0 100.0

14. Shift Kerja


Shift Kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Malam 14 18.4 18.4 18.4
Sore 29 38.2 38.2 56.6
Pagi 33 43.4 43.4 100.0
Total 76 100.0 100.0

15. Kepribadian Tipe A


Kategori Kepribadian Tipe A
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 41 53.9 53.9 53.9
Rendah 35 46.1 46.1 100.0
Total 76 100.0 100.0

16. Penilaian Diri


Kategori Penilaian Diri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 35 46.1 46.1 46.1
Baik 41 53.9 53.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
17. Status Pernikahan
Status Pernikahan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Tidak Menikah 27 35.5 35.5 35.5
Menikah 49 64.5 64.5 100.0
Total 76 100.0 100.0

18. Aktivitas di Luar Pekerjaan


Kategori Aktivitas Luar pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 53 69.7 69.7 69.7
Rendah 23 30.3 30.3 100.0
Total 76 100.0 100.0

19. Dukungan Sosial


Kategori Dukungan Sosial
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 40 52.6 52.6 52.6
Tinggi 36 47.4 47.4 100.0
Total 76 100.0 100.0

Uji Bivariat
1. Hubungan Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja
Kategori lingkungan Fisik * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori lingkungan Fisik Buruk Count 29 19 48
% within Kategori lingkungan
60.4% 39.6% 100.0%
Fisik
Baik Count 10 18 28
% within Kategori lingkungan
35.7% 64.3% 100.0%
Fisik
Total Count 39 37 76
% within Kategori lingkungan
51.3% 48.7% 100.0%
Fisik
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.319a 1 .038
Continuity Correctionb 3.387 1 .066
Likelihood Ratio 4.364 1 .037
Fisher's Exact Test .057 .033
Linear-by-Linear Association 4.263 1 .039
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,63.
b. Computed only for a 2x2 table

2. Hubungan Konflik Peran dengan Stres Kerja


Kategori Konflik Peran * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Konflik Peran Tinggi Count 22 16 38
% within Kategori Konflik
57.9% 42.1% 100.0%
Peran
Rendah Count 17 21 38
% within Kategori Konflik
44.7% 55.3% 100.0%
Peran
Total Count 39 37 76
% within Kategori Konflik
51.3% 48.7% 100.0%
Peran

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.317a 1 .251
Continuity Correctionb .843 1 .359
Likelihood Ratio 1.321 1 .250
Fisher's Exact Test .359 .179
Linear-by-Linear Association 1.299 1 .254
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table
3. Hubungan Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja
Kategori Ketaksaan Peran * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total

Kategori Ketaksaan Peran Tinggi Count 19 19 38

% within Kategori Ketaksaan


50.0% 50.0% 100.0%
Peran

Rendah Count 20 18 38

% within Kategori Ketaksaan


52.6% 47.4% 100.0%
Peran

Total Count 39 37 76

% within Kategori Ketaksaan


51.3% 48.7% 100.0%
Peran

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .053a 1 .818
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .053 1 .818
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .052 1 .820
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table

4. Hubungan Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja


Kategori Konflik Interpersonal * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Konflik Tinggi Count 25 14 39
Interpersonal
% within Kategori Konflik
64.1% 35.9% 100.0%
Interpersonal
Rendah Count 14 23 37
% within Kategori Konflik
37.8% 62.2% 100.0%
Interpersonal
Total Count 39 37 76
% within Kategori Konflik
51.3% 48.7% 100.0%
Interpersonal
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.243a 1 .022
Continuity Correctionb 4.244 1 .039
Likelihood Ratio 5.304 1 .021
Fisher's Exact Test .038 .019
Linear-by-Linear Association 5.174 1 .023
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,01.
b. Computed only for a 2x2 table

5. Hubungan Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja


Kategori Ketidakpastian Pekerjaan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Ketidakpastian Tinggi Count 26 14 40
Pekerjaan
% within Kategori
65.0% 35.0% 100.0%
Ketidakpastian Pekerjaan
Rendah Count 13 23 36
% within Kategori
36.1% 63.9% 100.0%
Ketidakpastian Pekerjaan
Total Count 39 37 76
% within Kategori
51.3% 48.7% 100.0%
Ketidakpastian Pekerjaan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.330a 1 .012
Continuity Correctionb 5.226 1 .022
Likelihood Ratio 6.418 1 .011
Fisher's Exact Test .021 .011
Linear-by-Linear Association 6.246 1 .012
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,53.
b. Computed only for a 2x2 table
6. Hubungan Kontrol Kerja dengan Stres Kerja
Kategori Kontrol Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Kontrol Kerja Rendah Count 21 17 38
% within Kategori Kontrol
55.3% 44.7% 100.0%
Kerja
Tinggi Count 18 20 38
% within Kategori Kontrol
47.4% 52.6% 100.0%
Kerja
Total Count 39 37 76
% within Kategori Kontrol
51.3% 48.7% 100.0%
Kerja

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .474a 1 .491
Continuity Correctionb .211 1 .646
Likelihood Ratio .475 1 .491
Fisher's Exact Test .647 .323
Linear-by-Linear Association .468 1 .494
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table
7. Hubungan Kurang Kesempatan Kerja dengan Stres Kerja
Kategori Kurang Kesempatan kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Kurang Tinggi Count 22 18 40
Kesempatan kerja
% within Kategori Kurang
55.0% 45.0% 100.0%
Kesempatan kerja
Rendah Count 17 19 36
% within Kategori Kurang
47.2% 52.8% 100.0%
Kesempatan kerja
Total Count 39 37 76
% within Kategori Kurang
51.3% 48.7% 100.0%
Kesempatan kerja
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .459a 1 .498
Continuity Correctionb .200 1 .654
Likelihood Ratio .459 1 .498
Fisher's Exact Test .646 .327
Linear-by-Linear Association .453 1 .501
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,53.
b. Computed only for a 2x2 table

8. Hubungan Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja


Kategori Jumlah Beban Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Jumlah Beban Tinggi Count 26 23 49
Kerja
% within Kategori Jumlah
53.1% 46.9% 100.0%
Beban Kerja
Rendah Count 13 14 27
% within Kategori Jumlah
48.1% 51.9% 100.0%
Beban Kerja
Total Count 39 37 76
% within Kategori Jumlah
51.3% 48.7% 100.0%
Beban Kerja

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .168a 1 .682
Continuity Correctionb .029 1 .865
Likelihood Ratio .168 1 .682
Fisher's Exact Test .811 .432
Linear-by-Linear Association .166 1 .684
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,14.
b. Computed only for a 2x2 table
9. Hubungan Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja
Kategori Variasi Beban Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Variasi Beban Kerja Tinggi Count 26 15 41
% within Kategori Variasi
63.4% 36.6% 100.0%
Beban Kerja
Rendah Count 13 22 35
% within Kategori Variasi
37.1% 62.9% 100.0%
Beban Kerja
Total Count 39 37 76
% within Kategori Variasi
51.3% 48.7% 100.0%
Beban Kerja

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.216a 1 .022
Continuity Correctionb 4.218 1 .040
Likelihood Ratio 5.276 1 .022
Fisher's Exact Test .038 .020
Linear-by-Linear Association 5.148 1 .023
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
10. Hubungan Tanggung Jawab terhadap Pekerja Lain dengan Stres Kerja

Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Tanggung Jawab Tinggi Count 24 19 43
Terhadap Pekerja Lain
% within Kategori Tanggung
Jawab Terhadap Pekerja 55.8% 44.2% 100.0%
Lain
Rendah Count 15 18 33
% within Kategori Tanggung
Jawab Terhadap Pekerja 45.5% 54.5% 100.0%
Lain
Total Count 39 37 76
% within Kategori Tanggung
Jawab Terhadap Pekerja 51.3% 48.7% 100.0%
Lain
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .802a 1 .370
Continuity Correctionb .441 1 .507
Likelihood Ratio .803 1 .370
Fisher's Exact Test .488 .253
Linear-by-Linear Association .791 1 .374
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,07.
b. Computed only for a 2x2 table

11. Hubungan Kemampuan Yang Tidak Digunakan dengan Stres Kerja


Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori kemampuan yang Tinggi Count 18 19 37
Tidak Digunakan
% within Kategori
kemampuan yang Tidak 48.6% 51.4% 100.0%
Digunakan
Rendah Count 21 18 39
% within Kategori
kemampuan yang Tidak 53.8% 46.2% 100.0%
Digunakan
Total Count 39 37 76
% within Kategori
kemampuan yang Tidak 51.3% 48.7% 100.0%
Digunakan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .205a 1 .650
Continuity Correctionb .050 1 .823
Likelihood Ratio .205 1 .650
Fisher's Exact Test .819 .412
Linear-by-Linear Association .203 1 .653
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,01.
b. Computed only for a 2x2 table
12. Hubungan Tuntutan Mental dengan Stres Kerja
Kategori Tunruran Mental * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Tunruran Mental Tinggi Count 25 17 42
% within Kategori Tunruran
59.5% 40.5% 100.0%
Mental
Rendah Count 14 20 34
% within Kategori Tunruran
41.2% 58.8% 100.0%
Mental
Total Count 39 37 76
% within Kategori Tunruran
51.3% 48.7% 100.0%
Mental

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.532a 1 .112
Continuity Correctionb 1.851 1 .174
Likelihood Ratio 2.545 1 .111
Fisher's Exact Test .166 .087
Linear-by-Linear Association 2.498 1 .114
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,55.
b. Computed only for a 2x2 table

13. Hubungan Shift Kerja dengan Stres Kerja


Shift Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Shift Kerja Malam Count 6 8 14
% within Shift Kerja 42.9% 57.1% 100.0%
Sore Count 17 12 29
% within Shift Kerja 58.6% 41.4% 100.0%
Pagi Count 16 17 33
% within Shift Kerja 48.5% 51.5% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Shift Kerja 51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 1.126a 2 .569

Likelihood Ratio 1.131 2 .568

Linear-by-Linear Association .006 1 .939

N of Valid Cases 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 6,82.

14. Hubungan Umur dengan Stres Kerja


Group Statistics
Kategori Stres
Kerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur Stres 39 33.08 8.174 1.309
Tidak Stres 37 31.59 8.268 1.359

Test Statisticsa

Umur
Mann-Whitney U 628.000
Wilcoxon W 1.331E3
Z -.974
Asymp. Sig. (2-tailed) .330
a. Grouping Variable: Kategori Stres
Kerja

15. Hubungan Masa Kerja dengan Stres Kerja


Group Statistics
Kategori Stres
Kerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Masa Kerja Stres 39 103.33 77.647 12.434
Tidak Stres 37 83.57 81.665 13.426

Test Statisticsa

Masa Kerja
Mann-Whitney U 571.500
Wilcoxon W 1274.500
Z -1.559
Asymp. Sig. (2-tailed) .119
a. Grouping Variable: Kategori Stres
Kerja
16. Hubungan Status Pernikahan dengan Stres Kerja
Status Pernikahan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Status Pernikahan Tidak Menikah Count 16 11 27
% within Status Pernikahan 59.3% 40.7% 100.0%
Menikah Count 23 26 49
% within Status Pernikahan 46.9% 53.1% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Status Pernikahan 51.3% 48.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.058a 1 .304
Continuity Correctionb .622 1 .430
Likelihood Ratio 1.062 1 .303
Fisher's Exact Test .345 .215
Linear-by-Linear Association 1.044 1 .307
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,14.
b. Computed only for a 2x2 table

17. Hubungan Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja


Kategori Kepribadian Tipe A * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Kepribadian Tipe A Tinggi Count 23 18 41
% within Kategori
56.1% 43.9% 100.0%
Kepribadian Tipe A
Rendah Count 16 19 35
% within Kategori
45.7% 54.3% 100.0%
Kepribadian Tipe A
Total Count 39 37 76
% within Kategori
51.3% 48.7% 100.0%
Kepribadian Tipe A
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .815a 1 .367
Continuity Correctionb .452 1 .501
Likelihood Ratio .816 1 .366
Fisher's Exact Test .490 .251
Linear-by-Linear Association .804 1 .370
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table

18. Hubungan Penilaian Diri dengan Stres Kerja


Kategori Penilaian Diri * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Penilaian Diri Buruk Count 17 18 35
% within Kategori Penilaian
48.6% 51.4% 100.0%
Diri
Baik Count 22 19 41
% within Kategori Penilaian
53.7% 46.3% 100.0%
Diri
Total Count 39 37 76
% within Kategori Penilaian
51.3% 48.7% 100.0%
Diri

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .196a 1 .658
Continuity Correctionb .045 1 .832
Likelihood Ratio .196 1 .658
Fisher's Exact Test .818 .416
Linear-by-Linear Association .193 1 .660
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
19. Hubungan Aktivitas di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
Kategori Aktivitas Luar pekerjaan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Aktivitas Luar Tinggi Count 32 21 53
pekerjaan
% within Kategori Aktivitas
60.4% 39.6% 100.0%
Luar pekerjaan
Rendah Count 7 16 23
% within Kategori Aktivitas
30.4% 69.6% 100.0%
Luar pekerjaan
Total Count 39 37 76
% within Kategori Aktivitas
51.3% 48.7% 100.0%
Luar pekerjaan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.756a 1 .016
Continuity Correctionb 4.620 1 .032
Likelihood Ratio 5.865 1 .015
Fisher's Exact Test .024 .015
Linear-by-Linear Association 5.680 1 .017
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,20.
b. Computed only for a 2x2 table

20. Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Kerja


Kategori Dukungan Sosial * Kategori Stres Kerja Crosstabulation

Kategori Stres Kerja

Stres Tidak Stres Total


Kategori Dukungan Sosial Rendah Count 21 19 40
% within Kategori Dukungan
52.5% 47.5% 100.0%
Sosial
Tinggi Count 18 18 36
% within Kategori Dukungan
50.0% 50.0% 100.0%
Sosial
Total Count 39 37 76
% within Kategori Dukungan
51.3% 48.7% 100.0%
Sosial
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .047a 1 .828
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .047 1 .828
Fisher's Exact Test 1.000 .505
Linear-by-Linear Association .047 1 .829
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,53.
b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai