Anda di halaman 1dari 221

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES

KERJA PADA WANITA BEKERJA


DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh
Bayu Pradana Herlambang
108101000009

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA WANITA BEKERJA
DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh
Bayu Pradana Herlambang
108101000009

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Bayu Pradana Herlambang
TTL : Jakarta, 19 Agustus 1991
Alamat : Jl.Pinus 14 Blok Ai.3 No.4 Reni Jaya Pamulang, Tangerang Selatan.
Agama : Islam
Gol.Darah :O
No.Telp : 085697501299 / 081298226448
Email : bayu_pradanah@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1996-1998 TK Cahaya Agung, Pamulang – Tangerang Selatan
1998-2003 SDI AL-AZHAR 15 Pamulang – Tangerang Selatan
2003-2006 SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMP Negeri 1 Pamulang)
2006-2008 SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMA Negeri 1 Pamulang)
2008-2013 S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

2008-2009 Ketua Komunitas Kelas Akselerasi SMAN 1 Pamulang, Kota Tangerang


Selatan
2009-2010 Staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010-2011 Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia & Organisasi
(PSDMO) Pengurus Nasional Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI)
2010-2011 Wakil Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2011-2012 Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013 Dewan Syuro Forum Studi Kesehatan & Keselamatan Kerja (FSK3) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
xxii + 160 halaman, 45 tabel, 3 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Peningkatan jumlah wanita yang bekerja di Tangerang Selatan dari tahun 2010
hingga 2011 adalah sebanyak 23,84%. Kecamatan Pamulang adalahKecamatan Terbesar
kedua di Kota Tangerang Selatan. Dalam melaksanakan pekerjaannya wanita bekerja
perlu mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada
berbagai risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan
adalah stres kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan stres kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada pekerja wanita di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun
2013. Di dalamnya akan dibahas mengenai faktor organisasional, faktor individual, dan
faktor lingkungan kerja, serta stres kerja (variabel dependen).
Penelitian ini merupakan penilitian kuantitatif. Adapun populasi pada penelitian ini
adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang Kota
Tangerang Selatan, sedangkan yang menjadi sampel ialah wanita bekerja di wilayah
Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan yang dipilih secara random, dengan
menggunakan metode cluster random sampling sejumlah 248 orang. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Data yang diperoleh kemudian
dilakukan uji statistik dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres kerja lebih
banyak daripada responden yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebesar 53,2% (132
Orang). Dan berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa beban kerja
(Pv=0,000), perkembangan teknologi (Pv=0,031), bertambahnya tanggung jawab tanpa
bertambahnya gaji (Pv=0,007), ketidakpastian ekonomi (Pv=0,003), penghargaan kerja
(Pv=0,003), kejenuhan kerja (Pv=0,000), dan pelecehan seksual (Pv=0,022) memiliki
hubungan bermakna dengan stres kerja.
Untuk meminimalisir terjadinya stres kerja wanita bekerja yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja, disarankan untuk dapat melakukan
beberapa cara seperti mengembangkan keterampilan, memperbanyak jaringan dukungan
sosial, menambah wawasan teknologi, maupun berusaha menghargai hasil kerja diri
sendiri.

iii
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
Skripsi, July 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009
Factors Related with Job Stress on Women Workers in South Tangerang City,
District Pamulang Year 20 13
xxii + 160 pages, 45 tables, 3 images, 3 attachments

ABSTRACT
An increasing number of women workers in South Tangerang from 2010 to 2011
was as much as 23.84%. Pamulang district is the second largest district in South
Tangerang City. In carrying out for doing women worker’s job need to be protected,
because the work they are exposed to various risks that may interfere with the safety and
occupational health. One of the health problems receive less attention from the company
is job stress. Therefore, the need to do research on the factors associated with job stress.
This study aims to determine the factors associated with work stress on women
workers in District Pamulang, South Tangerang City year 2013. It’ll be discussed on
organizational factors, individual factors, and factors of the work environment, and job
stress is the dependent variable.
This research is quantitative research. The population in this study were all
working women who reside in District Pamulang South Tangerang City, while the
sample was female workers in South Tangerang City District Pamulang were selected at
random, using a random sampling method that some 248 people. The research method
used was a cross-sectional approach. Data obtained and performed statistical tests with
chi square formula.
The results showed that workers who have job stress is more than those who did
not experience job stress is equal to 53.2% (132 people). And based on the results of the
bivariate analysis, it is known that the work load (Pv=0.000), technological development
(Pv=0.031), increased responsibility without increased salary (Pv=0.007), economic
uncertainty (Pv=0.003), the award of work (Pv=0.003 ), job burnout (Pv=0.000), and
sexual harrasment (Pv=0.022) had a significant relationship with job stress.
To minimize the job stress on working women caused by factors related to job
stress, it is advisable to be able to perform a number of ways such as developing skills,
expand social support networks, increase knowledge of technology, and try to appreciate
your work.

iv
v
vi
KATA PENGANTAR
‫ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته‬

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala berkah, rahmat, kesempatan dan segala kemudahan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan
Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”.
Penulisan skripsi ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan
serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat
membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, Ayahanda dan Ibunda di Pamulang yang selalu mendo’akan secara

tulus, memberikan semangat, kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun

materil, serta saudara-saudaraku terima kasih untuk semuanya.

2. Bapak Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin Sp And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA selaku

Dosen Pembimbing Skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingannya kepada

penulis.

5. Ibu Iting Shofwati, ST. MKKK, selaku penguji skripsi, dosen pembimbing akademik

dan dosen koordinator K3 yang selalu gigih berjuang dari tiada menjadi ada.

vii
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, dan bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK

selaku penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran serta pendidikan kepada

penulis.

7. Dosen-dosen tenaga pengajar program studi kesehatan masyarakat serta dosen tamu

yang telah memberikan ilmu yang begitu banyak pada penulis.

8. Bapak Kepala Kecamatan dan kepala Kelurahan se-Pamulang yang telah memberikan

izin penulis untuk melakukan penelitian ini.

9. Seluruh wanita bekerja yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penelitian

ini.

10. Sahabat-sahabat K3 2008 yang selalu memberikan semangat. Sukses hari ini

cerminan sukses esok hari.

Serta semua pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi

perkembangan ilmu dan pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),

kalangan akademisi serta pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi khususnya

mengenai stres kerja pada wanita bekerja.

‫و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته‬

Jakarta, Juli 2013

Penulis

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PENELITIAN ....................................................................... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... ii

ABSTRAK ......................................................................................................... iii

ABSTRACT ....................................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. v

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI...................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7

C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 8

D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9

1. Tujuan Umum ............................................................................ 9

2. Tujuan Khusus ........................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10

1. Bagi Penulis ............................................................................... 10

ix
2. Bagi Wanita Bekerja .................................................................. 10

F. Ruang Lingkup ............................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11

A. Definisi Dan Permasalahan Wanita Bekerja ................................... 11

1. Definisi Wanita Bekerja ............................................................. 11

2. Permasalahan Wanita Bekerja ................................................... 12

B. Definisi Stres ................................................................................... 13

C. Definisi Stres Kerja ......................................................................... 14

D. Faktor Penyebab .............................................................................. 15

1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council ..................... 15

a. Faktor Organisasional ............................................................ 16

1) Kurangnya Otonomi Kerja ............................................... 16

2) Beban Kerja ...................................................................... 16

3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ............................................. 18

4) Pelatihan ........................................................................... 20

5) Karir .................................................................................. 22

6) Hubungan dengan Atasan/Majikan................................... 24

7) Perkembangan Teknologi ................................................. 26

8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya

Gaji ................................................................................... 27

9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang

Didapat) ............................................................................ 28

b. Faktor Individual ................................................................... 29

x
1) Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab

Keluarga ........................................................................... 29

2) Ketidakpastian Ekonomi................................................... 30

3) Penghargaan Kerja ............................................................ 32

4) Kejenuhan Kerja ............................................................... 33

5) Perawatan Anak ................................................................ 35

6) Hubungan dengan Rekan Kerja ........................................ 36

c. Faktor Lingkungan................................................................. 37

1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi,

Suhu, dll) .......................................................................... 37

2) Diskriminasi Ras............................................................... 39

3) Pelecehan Seksual ............................................................. 39

4) Kekerasan di Tempat Kerja .............................................. 41

5) Kemacetan ........................................................................ 43

2. Penyebab Stres Menurut Hurrel ................................................ 44

a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan ................................ 44

1) Tuntutan Fisik ................................................................... 44

2) Tuntutan Tugas ................................................................. 45

a) Kerja Shift .................................................................... 45

b) Beban Kerja .................................................................. 45

c) Paparan dari Risiko dan Bahaya ................................... 45

b. Peran individu dalam organisasi ............................................ 46

1) Konflik Peran .................................................................... 46

xi
2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran ......................................... 47

c. Pengembangan Karir ............................................................. 47

1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity) ....................... 47

2) Promosi Berlebih dan kurang ........................................... 48

d. Hubungan Dalam Pekerjaan .................................................. 48

e. Struktur Dan Iklim Organisasi ............................................... 48

f. Tuntutan Dari Luar Organisasi atau Perusahaan .................... 49

g. Karakteristik Individu ............................................................ 49

3. Penyebab Stres Menurut Cooper dan Davidson ....................... 49

4. Penyebab Stres Menurut Greenberg (2002) ............................... 51

a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Pekerjaan ............. 51

1) Sumber Intrinsik pada Pekerjaan ...................................... 51

2) Peran di Dalam Organisasi ............................................... 51

3) Perkembangan Karir ......................................................... 51

4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja ................................... 51

5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja ................................. 51

b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik

Individu ................................................................................. 52

c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi ..... 52

5. Penyebab Stres Menurut Robbins .............................................. 52

a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan ........... 52

b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi ............. 52

c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Individu ................. 53

xii
E. Gejala-Gejala Stres Kerja............................................................... 53

F. Pengukuran Stres ............................................................................ 55

G. Dampak Stres Kerja ....................................................................... 57

H. Manajemen Stres ........................................................................... 58

I. Kerangka Teori............................................................................... 65

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS ...................................................................................... 67

A. Kerangka Konsep .......................................................................... 67

B. Definisi Operasional ...................................................................... 69

C. Hipotesis ........................................................................................ 74

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 76

A. Desain Penelitian ........................................................................... 76

B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 76

C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 76

D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 80

E. Jenis Data ....................................................................................... 84

F. Pengolahan Data ............................................................................. 85

G. Analisa Data .................................................................................. 85

BAB V HASIL ................................................................................................ 87

A. Gambaran Kecamatan Pamulang................................................... 87

B. Gambaran Stres Kerja .................................................................... 89

C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor-

Faktor Penyebab Stres Kerja .......................................................... 89

xiii
1. Faktor Organisasional ................................................................ 89

a. Beban Kerja ........................................................................... 89

b. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan.................................................. 90

c. Pelatihan Kerja....................................................................... 91

d. Karir ....................................................................................... 92

e. Hubungan dengan Atasan/Majikan....................................... 93

f. Perkembangan Teknologi....................................................... 94

g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya

Gaji ....................................................................................... 94

2. Faktor Individual ........................................................................ 95

a. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab

Keluarga ................................................................................ 95

b. Ketidakpastian Ekonomi ....................................................... 95

c. Penghargaan Kerja ................................................................. 96

d. Kejenuhan Kerja .................................................................... 97

e. Perawatan Anak ..................................................................... 97

f. Hubungan dengan Rekan Kerja ............................................. 98

3. Faktor Lingkungan ..................................................................... 99

a. Kondisi Lingkungan Kerja .................................................... 99

b. Pelecehan Seksual ................................................................ 100

c. Kekerasan di Tempat Kerja .................................................. 100

d. Kemacetan ............................................................................ 100

D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ................. 101

xiv
1. Beban Kerja dengan Stres Kerja ............................................... 101

2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja .................................... 102

3. Pelatihan dengan Stres Kerja .................................................... 102

4. Karir dengan Stres Kerja ........................................................... 103

5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja ........... 104

6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja .......................... 104

7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan

Gaji/Pendapatan dengan Stres Kerja ........................................ 105

8. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga

dengan Stres Kerja .................................................................... 106

9.Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja............................. 106

10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja ................................... 107

11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja ...................................... 108

12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja ....................................... 108

13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja ........................... 109

14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja ...................... 110

15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja ................................... 110

16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja ..................... 111

17. Kemacetan dengan Stres Kerja ............................................... 112

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 113

A. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 113

B. Stres Kerja Pada Pekerja Waita di Kecamatan Pamulang ............ 114

C. Beban Kerja .................................................................................. 118

xv
D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ......................................................... 120

E. Pelatihan ........................................................................................ 122

F. Karir .............................................................................................. 124

G. Hubungan dengan Atasan/Majikan .............................................. 126

H. Perkembangan Teknologi ............................................................. 127

I. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ......... 129

J. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga .... 130

K. Ketidakpastian Ekonomi............................................................... 132

L. Penghargaan Kerja ........................................................................ 133

M. Kejenuhan Kerja .......................................................................... 136

N. Perawatan Anak ............................................................................ 137

O. Hubungan Rekan Kerja ................................................................ 138

P. Kondisi Lingkungan Kerja ........................................................... 139

Q. Pelecehan Seksual......................................................................... 140

R. Kekerasan di Tempat Kerja .......................................................... 143

S. Kemacetan ..................................................................................... 144

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 146

A. Simpulan ....................................................................................... 146

B. Saran ............................................................................................. 147

1. Bagi Wanita Bekerja ................................................................. 147

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ...................................................... 148

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 149

LAMPIRAN ...................................................................................................... 160

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden ............................................... 55

Tabel 3.1 Faktor Dependen ............................................................................. 69

Tabel 3.2 Faktor Independen .......................................................................... 69

Tabel 4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu ........................................... 78

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang berdasarkan

Jenis Kelamin dan Tahun .............................................................. 87

Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang

menurut Umu Angkatan Kerja dan Tahun ..................................... 88

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Wanita Bekerja

di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 89

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja Wanita Bekerja

di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 89

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 90

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 91

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Wanita Bekerja di

Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 91

xvii
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Karir Wanita Bekerja

di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 92

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Karir Wanita Bekerja di

Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 92

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Atasan/Majikan Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 93

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Atasan

/Majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Tahun 2013 .................................................................................... 93

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara

Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Wanita Bekerja di

Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 95

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 95

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Penghargaan Kerja Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 96

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 97

xviii
Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 97

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 98

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Rekan

Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun

2013................................................................................................ 98

Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99

Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual Terhadap

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99

Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100

Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan yang Dialami

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100

Tabel 5.25 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dan Stres Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 101

Tabel 5.26 Distribusi Responden Menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres

Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun

2013................................................................................................ 102

Tabel 5.27 Distribusi Responden Menurut Pelatihan dan Stres Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 102

xix
Tabel 5.28 Distribusi Responden Menurut Karir dan Stres Kerja Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 103

Tabel 5.29 Distribusi Responden Menurut Hubungan dengan

Atasan/Majikan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah

Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................................................ 104

Tabel 5.30 Distribusi Responden Menurut Perkembangan Teknologi dan

Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Tahun 2013 .................................................................................... 104

Tabel 5.31 Distribusi Responden Menurut Bertambahnya Tanggung Jawab

Tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 105

Tabel 5.32 Distribusi Responden Menurut Pertentangan antara Pekerjaan

dengan Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita

Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 106

Tabel 5.33 Distribusi Responden Menurut Ketidakpastian Ekonomi dan

Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Tahun 2013 .................................................................................... 106

Tabel 5.34 Distribusi Responden Menurut Penghargaan Kerja dan Stres

Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun

2013................................................................................................ 107

Tabel 5.35 Distribusi Responden Menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108

xx
Tabel 5.36 Distribusi Responden Menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108

Tabel 5.37 Distribusi Responden Menurut Hubungan Rekan Kerja dan

Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Tahun 2013 .................................................................................... 110

Tabel 5.38 Distribusi Responden Menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan

Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Tahun 2013 .................................................................................... 110

Tabel 5.39 Distribusi Responden Menurut Pelecehan Seksual dan Stres

Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun

2013................................................................................................ 110

Tabel 5.40 Distribusi Responden Menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan

Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Tahun 2013 .................................................................................... 111

Tabel 5.41 Distribusi Responden Menurut Kemacetan dan Stres Kerja

Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 112

xxi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Model Stres Kerja menurut Cooper dan Davidson (1987) ............ 50

Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja.................... 66

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Stres Kerja ................................................................................... 68

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ..................................................................... 161

2. Kuesioner Penelitian .................................................................... 163

3. Output SPSS Univariat ................................................................ 175

4. Output SPSS Bivariat ................................................................... 181

xxii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara anggota deklarasi milenium Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tahun 2000 bersama 189

negara lainnya. Dalam konferensi tersebut, Indonesia sepakat untuk mengadopsi

tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) karena

Indonesia meyakini bahwa MDGs memang sejalan dengan tujuan pembangunan

Indonesia (United Nations Development Group, 2003).

Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) terdiri

dari delapan tujuan. Masing-masing tujuan memiliki satu atau lebih target beserta

masing-masing indikatornya. Tujuan ke tiga dalam MDGs adalah mendorong

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Targetnya adalah menghilangkan

ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005 serta semua

jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. Salah satu indikator pencapaiannya

adalah kontribusi wanita dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian (United

Nations Development Group, 2003). Pencapaian tujuan ketiga dalam MDGs

memberikan kesempatan kepada wanita untuk dapat berperan aktif di dalam dunia

kerja. Selain itu, tuntutan beban hidup di zaman sekarang juga memungkinan

banyaknya wanita yang masuk ke dalam dunia kerja. Keadaan ekonomi keluarga

yang kurang, mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi kerja di luar

rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga (Wolfman, 1994

dalam Yuda, 2010).

1
2

Menurut hasil Survey Angakatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat

Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah wanita yang bekerja sebesar

34,94% dan pria yang bekerja sebesar 57,75% dari jumlah angkatan kerja umur

produktif (15-64 tahun). Sedangkan pada hasil SAKERNAS 2011, wanita yang

bekerja adalah sebesar 35,83% dan pria bekerja sebesar 58,35% dari jumlah

angkatan kerja umur produktif (15-64 tahun) (pusdatinaker-KEMENAKERTRANS,

2012). Hal ini menunjukkan bahwa wanita bekerja di indonesia semakin meningkat

setiap tahunnya.

Pekerja wanita sering mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding pekrja

laki-laki. Tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan yang diberikan antara

pegawai wanita dan laki-laki berbeda. Kebanyakan pekerja wanita juga masih

memperoleh gaji yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita

mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan gaji rendah dan kurang terlindungi serta

menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan

tanpa gaji. Dalam perkembangan karir, pada pekerjaan yang formal wanita sering

menghadapi kendala untuk mendapatkan kenaikan pangkat, posisi, maupun jabatan,

karena masih adanya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Permasalahan

lainnya yaitu adanya peran ganda yang dimiliki wanita bekerja. Peran ganda seorang

wanita, selain mempunyai tangggung jawab di rumah sebagai istri maupun seorang

ibu, di luar rumah banyak wanita berperan sebagai pencari nafkah. Jika kedua peran

tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, dapat menimbulkan konflik peran

ganda yang berdampak terhadap kesehatan dan keseimbangan hidupnya.


3

Diharapkan dalam melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja wanita bisa

mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada berbagai

risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

sehinggadapat terhindar dari segala resiko akibat kerja, kecelakaan, atau penyakit

akibat kerja. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

tentang tenaga kerja wanita yang memuat waktu kerja, waktu melahirkan,

perlindungan dari jenis pekerjaan terburuk, dan sebagainya. Disamping itu, tenaga

kerja wanita juga berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya baik

fisik, mental maupun sosial. Untuk itu, tempat dan lingkungan kerja harus

mendukung terciptanya keselamatan dan kesehatan para pekerja.

Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan

adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina, 2008). Stres

dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik terhadap

setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 ; Hawari,2001). Sedangkan stres

yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang yang mungkin timbul saat

tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan pengetahuan dan kemampuan serta

tantangan bagi mereka untuk mampu menanggulanginya (WHO, 2003).

Penyebab terjadinya stres bermacam-macam faktornya. National Safety Council

(2004) menyebutkan bahwa penyebab dari stres kerja terdiri dari faktor

organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional

diantaranya yaitu kurangnya otonomi, kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan,

kurangnya pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan dengan penyelia yang buruk,

selalu mengikuti perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa


4

bertambahnya gaji ,serta pekerja dikorbankan atas penurunan laba yang diperoleh.

Faktor individual diantaranya yaitu pertentangan antara karir dan tanggung jawab

keluarga (double burden), ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan

pengakuan kerja, kejenuhan dan ketidakpuasan kerja, perawatan anak yang tidak

adekuat, serta konflik dengan rekan kerja. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya

yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual,

kemacetan saat berangkat dan pulang kerja.

Dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap

organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dampak stres terhadap

organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam manajemen maupun

operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu, menurunnya tingkat

produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan, terjadinya

kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara

produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan

fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja, ataupun pekerjaan

tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena banyaknya

kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu diantaranya

adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan,

psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002).

Dampak-dampak tersebut diperkuat oleh penelitian Randall Schuller (1980) yang

dikutip oleh Jacinta F. Rini (2002) didapatkan bahwa stres pada pekerja berbanding

lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan

tendensi terjadinya kecelakaan kerja, serta penelitian yang dilakukan oleh


5

Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja

dengan produktivitas pekerja wanita di bagian linting rokok PT Gentong Gotri

Semarang. Menurut Peni Tunjungsari (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan PT. Pos

Indonesia (Persero) Bandung. Pada hasil penelitian Suroso dan Siahaan (2006)

diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya

semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang

dihasilkan.

Kota Tangerang Selatan adalah kota yang resmi memisahkan diri dari Kabupaten

Tangerang tanggal 28 Oktober 2008 merupakan salah satu kota termuda yang

strategis karena dikelilingi oleh daerah-daerah yang memiliki aktifitas perdagangan

yang ramai dan banyaknya peluang pekerjaan yang ada. Dalam statistik daerah Kota

Tangerang Selatan 2011, pada tahun 2010 jumlah wanita yang bekerja sebanyak

34,96% wanita usia kerja sedangkan priayang bekerja sebanyak 74,32% pria usia

kerja. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah wanita yang bekerja sebanyak 45,29%

wanita usia kerja sedangkan pria yang bekerja sebanyak 77,07% laki-laki usia kerja

(BPS Kota Tangerang Selatan, 2011). Peningkatan jumlah wanita yang bekerja dari

tahun 2010 sampai tahun 2011 adalah sebanyak 23,84%. Hal ini menunjukkan

bahwa jumlah wanita di Tangerang Selatan yang bekerja cukup tinggi untuk kota

yang terbilang muda.

Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan.

Kecamatan Pamulang merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat

kedua di Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang berada pada lokasi geografis


6

yang strategis, karena sebelah timur berbatasan dengan kota Jakarta Selatan Provinsi

DKI Jakarta serta sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kota

Depok provinsi Jawa Barat yang memiliki aktifitas perdagangan yang ramai dan

banyaknya peluang pekerjaan yang ada.

Dari hasil studi pendahuluan stress kerja pada pekerja wanita yang dilakukan

kepada 15 responden di kecamatan pamulang, peneliti mendapatkan responden yang

mengalami stres sebesar 53,3%. Dan faktor independent penyebab stres yang

dirasakan responden diantaranya yaitu kuota yang tidak logis 13,3%, relokasi

pekerjaan 40% tidak nyaman, kurangnya pelatihan 26,7%, karir melelahkan 53,3%,

hubungan yang buruk dengan majikan 13,3%, perkembangan teknologi 13,3%,

pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji 53,3%, pertentangan karir-

keluarga 26,7%, ketidakpastian ekonomi 13,3%, kurangnya penghargaan 66,7%,

kejenuhan kerja 66,7%, perawatan anak 46,7%, hubungan yang buruk dengan rekan

kerja 26,7%, kondisi lingkungan kerja buruk 6,7%, pelecehan seksual 46,7%,

kekerasan di tempat kerja 53,3%, kemacetan 60%.

Berdasarkan data yang telah disebutkan diatas, maka penulis tertarik untuk

meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di

wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini belum pernah

diadakan di Kecamatan Pamulang, sehingga relevan untuk diangkat sebagai

permasalahan dalam penelitian ini yang berjudul “faktor-faktor yang berhubungan

dengan stress kerja pada wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang, Kota

Tangerang Selatan.”
7

B. Rumusan Masalah
Seorang wanita yang memiliki kondisi ekonomi lemah maupun karena

kebutuhan ekonomi yang dirasa kurang olehnya membuat dirinya ingin berperan

aktif di dunia kerja. Kecamatan Pamulang sebagai kecamatan dengan penduduk

terpadat kedua di Kota Tangerang Selatan dan berdekatan dengan daerah-daerah

perdagangan yang ramai, memungkinkan wanita yang masuk ke dunia kerja

meningkat.

Wanita yang bekerja memiliki risiko yang dapat menimbulkan gangguan

terhadap kesehatannya, baik dari lingkungan kerjanya maupun dari luar lingkungan

kerja. Selain mempunyai tanggung jawab sebagai wanita yang bekerja, wanita

bekerja yang berstatus menikah juga mempunyai tanggung jawab di rumahnya baik

sebagai istri ataupun seorang ibu. Disamping itu, pekerja wanita sering mendapatkan

perlakuan yang berbeda dibanding laki-laki yang bekerja. Tunjangan yang lebih

sedikit, gaji yang lebih kecil, sulitnya mengembangkan karir di pekerjaan formal,

dan kebanyakan wanita bekerja di sektor informal dengan penghasilan rendah dan

tidak tetap. Sehingga pekerja wanita lebih rentan terhadap stres kerja. Akan tetapi

karena stres merupakan gangguan kesehatan yang sifatnya abstrak, banyak

perusahan kurang memberi perhatian terhadap stres pada pekerjanya.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 15 responden pekerja

wanita, didapatkan bahwa 53,3% responden di kecamatan Pamulang mengalami

stres. Stres akibat kerja dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja yang

mempengaruhi kinerja dan produktifitas kerjanya. Selain itu, stres kerja juga

berdampak pada organisasi atau perusahaan, karena stres kerja dapat mengganggu
8

kenormalan aktivitas kerja, meningkatnya ketidak hadiran pekerja dan menimbulkan

kerugian finansial perusahaan akibat tidak imbangnya antara produktifitas dengan

biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya kepada

pekerja. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada wanita bekerja di

wilayah Kecamatan Pamulang kota Tangerang Selatan tahun 2013.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan

Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?

3. Bagaimana gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?

5. Apakah ada hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?

6. Apakah ada hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita bekerja di

wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?

7. Apakah ada hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja

di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?


9

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan

Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

c. Diketahuinya gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

e. Diketahuinya hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

f. Diketahuinya hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.

g. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.


10

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan akan memperluas wawasan dan menambah

pengetahuan dalam bidang sumber daya manusia khususnya tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja.

2. Bagi Wanita Bekerja


Mendapatkan pengetahuan terkait cara mencegah stres kerja yang

ditimbulkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sehingga

stres pada wanita bekerja dapat mengalami penurunan.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres

kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Pamulang

,Kota Tangerang Selatan, dengan menggunakan desain studi cross sectional.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Mei 2013. Penelitian ini

perlu dilakukan karena berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti

terhadap 15 responden wanita bekerja, didapatkan bahwa 53,3% responden di

kecamatan Pamulang mengalami stres kerja dan banyaknya risiko wanita bekerja

yang dapat menimbulkan stres kerja.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Permasalahan Wanita Bekerja

1. Definisi Wanita Bekerja

Wanita bekerja adalah wanita yang bekerja dan mendapatkan upah (Hoffman

dan Nye, 1984). Menurut Kardamo (1988) wanita bekerja adalah wanita yang

bekerja mengandalkan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan uang agar

dapat memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan wanita bekerja menurut Suranto

dan Subandi (1998) yaitu seorang wanita yang melakukan aktifitas formal atau

nonformal di tempat kerja yang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Chusniah (2010) memaparkan bahwa wanita bekerja

merupakan seorang wanita yang memiliki aktifitas di luar rumah (misalnya guru,

pedagang, buruh pabrik dan lainnya) serta melakukan sebuah kegiatan yang

menguras tenaga dan kemampuannya dalam melakukan suatu hal untuk

mencapai tujuan yang ingin diraihnya. Semua wanita yang bekerja harus

mempersiapkan diri menghadapi konflik, karena dimana pun mereka melakukan

pekerjaannya, memungkinkan munculnya suatu konflik. Konflik berpotensi

terjadi di dalam organisasi, dapat bersifat organisasional maupun individual.

11
12

2. Permasalahan Wanita Bekerja

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja wanita antara lain seperti

upah (gaji) yang tidak sebanding dengan gaji laki-laki. Walaupun besarnya upah

pokok pegawai laki-laki dan wanita sama, akan tetapi tunjangan keluarga dan

tunjangan kesehatan diberikan antara pegawai wanita dan laki-laki berbeda.

Seorang pegawai wanita yang memiliki status menikah ataupun lajang, tetap

dianggap berstatus lajang. Sehingga seorang pegawai wanita yang telah menikah,

hanya mendapat tunjangan untuk dirinya sendiri tanpa mendapatkan tambahan

tunjangan untuk suami atau anaknya (Deka, 2009).

Deka (2009) menambahkan bahwa wanita yang bekerja masih memperoleh

upah yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita mendominasi jenis

pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi serta menjadi mayoritas

pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan tanpa upah.

Permasalahan selanjutnya adalah perkembangan karier wanita dibandingkan

dengan laki-laki pada sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk

melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena

melekatnya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Selain itu peran

ganda seorang wanita masa sekarang, selain mempunyai tangggung jawab di

rumah sebagai istri maupun seorang ibu, juga di luar rumah sebagai wanita karir.

Jika kedua peran tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, maka dapat

memungkinkan terciptanya kehidupan yang tidak harmonis. Pencapaian peran

yang tidak seimbang dapat menimbulkan konflik peran ganda, yang pada
13

akhirnya dapat menjadi pemicu stres kerja pada wanita yang bekerja (Rini,

2002).

B. Definisi Stres
Stres dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik

terhadap setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 dalam Hawari,2001).

Menurut National Safety Council (2004), stres adalah ketidakmampuan mental, fisik,

emosional, dan spiritual seseorang dalam mengatasi ancaman yang pada suatu waktu

dapat mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Richard Lazarus (1983) dalam

Seaward (1994) mendefinisikan stress sebagai keadaan kecemasan yang timbul

ketika peristiwa dan tanggung jawab melebihi kemampuan seseorang dalam

mengatasinya.

Menurut Schuler (1980) dalam Robbins (1998) stres merupakan sebuah

kondisi yang dinamis dalam diri seseorang dihadapi dengan suatu kesempatan,

paksaan, ataupun tuntutan terhadap apa yang seseorang tersebut inginkan serta untuk

suatu hasil yang dirasa tidak menentu dan penting. Dalam hal ini, stres merupakan

kondisi dalam diri seseorang yang tidak menentu terhadap suatu hal yang dihadapai

dengan hasil yang tidak menentu pula.

Stres terdiri dari 3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress.

Eustress merupakan stres yang baik, biasanya ada pada individu yang sedang

mencari motivasi atau inspirasi. Situasi yang biasanya menimbulkan eustress adalah

situasi yang menyenangkan dan tidak dianggap sebagai ancaman tetapi bisa

menambah motivasinya. Neustress menggambarkan rangsangan sensorik yang tidak


14

memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress

dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres (Seaward,1994). Dalam

pandangan saat ini istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah

"tekanan" sering digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University,

2013).

Dari beberapa definisi mengenai stres tersebut dapat disimpulkan bahwa stres

merupakan suatu kondisi yang terjadi dimana tuntutan yang didapatkan seseorang

dirasakan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan seseorang untuk mengatasi

tuntutan tersebut yang pada suatu waktu dapat menimbulkan gangguan kesehatan

maupun dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang tersebut.

C. Definisi Stres Kerja

Stres kerja adalah keadaan psikis yang terjadi sebagai wujud

ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara persepsi seseorang terhadap tuntutan

yang dimilikinya (yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka

dalam mengatasi tuntutan tersebut (Cox,1981; Miller 2000). Hal ini secara tidak

langsung menjelaskan bahwa stres kerja merupakan suatu yang bersifat mendasar

pada individu, mempengaruhi muatan pengalaman yang berhubungan secara

subjektif dalam mempersepsikan stressor (Handy, 1988; Miller,2000).

Greenberg (2002) mendefinisikan stress kerja sebagai kombinasi antara

sumber-sumber stress yang berhubungan dalam pekerjaan, karakteristik individu,

dan stressor di luar organisasi. World Health Organization (2003) menjelaskan

bahwa yang dimaksud stres yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang
15

yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan

pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu

menanggulanginya. Dari beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat

ditarik kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh

tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuannya dalam menaggulangi tuntutan

tersebut.

D. Faktor Penyebab

Setiap aspek di dalam pekerjaan berpotensi menjadi pembangkit stres.

Sumber stres yang dapat menyebabkan seseorang tidak optimal dalam menjalankan

fungsinya atau yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak hanya dari satu

macam pembangkit stres saja tetapi dapat disebabkan dari beberapa pembangkit

stres, sebagian besar diantaranya adalah dari jumlah waktu bekerja individu

tersebut. Tiap tenaga kerja dapat menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi

menjadi situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya di dalam pekerjaan

juga dipengaruhi oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di rumah, di sekolah, di

tempat perkumpulan, dan sebagainya (Munandar, 2006).

1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council

Dalam National Safety Council (2004), penyebab stres kerja

dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: faktor organisasional, faktor

individual, dan faktor lingkungan.


16

a. Faktor Organisasional

1) Kurangnya Otonomi Kerja


Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan

pekerjaan seseorang. Mereka meliputi desain pekerjaan individu

(otonomi, berbagai tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata

letak kerja fisik. Lebih banyak ketergantungan antara tugas-tugas

seseorang dan tugas lainnya, lebih berpotensi terhadap adanya stres. Di

sisi lain, otonomi cenderung dapat mengurangi stres (Robbins, 1998).

Seseorang yang diberikan otonomi dalam pekerjaannya dapat

memungkinkan berkurangnya stres dalam dirinya, hal ini didukung oleh

penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa pekerja yang bekerja

secara mandiri ada 78,4% yang tidak mengalami stres sedangkan yang

tidak bekerja secara mandiri ada 54,5% yang mengalami stres, dan dalam

penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara

otonomi kerja dengan stres kerja.

2) Beban Kerja
Tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja terlalu banyak atau terlalu

sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu akan menimbulkan beban

kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif. Beban kerja berlebih atau

terlalu sedikit kualitatif adalah apabila pekerja merasa tidak mampu untuk

melakukan suatu tugas, ataupun suatu tugas yang tidak disertai

keterampilan dan/atau potensi dari pekerja tersebut (Munandar, 2006).


17

Tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres, akan

cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut

melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan

kepada pekerja tersebut untuk menyelesaikannya (Davis dan

Newstrom,1989 dalam Margiati,1999).

Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban

berlebih kualitatis adalah desakan waktu. Pada saat-saat tertentu dan

dalam hal tertentu, waktu akhir (deadline) dapat meningkatkan motivasi

dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Dan pada pekerjaan yang

menitikberatkan pada pekerjaan otak membuat pekerjaan menjadi

semakin majemuk, semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan

bertambah tingginya tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006).

Sedangkan jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan

kurangnya rangsangan akan menimbulkan semangat dan motivasi yang

rendah untuk bekerja. Pekerja akan merasa dirinya tidak berkembang dan

merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya

(Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006).

Dalam hal ini, penelitian Airmayanti (2010) dan bida (1995)

mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara beban kerja

dengan stres kerja yang dialami oleh responden dalam penelitiannya

masing-masing. Untuk beban kerja kuantitatif, Salafi Nugrahani (2008)

menerangkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif

dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin tinggi beban kerja kuantitatif
18

yang dirasakan pekerja, maka tingkat stres yang dialami akan semakin

berat dan sebaliknya.

Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi pekerja yang

disebabkan oleh beban kerja adalah dengan menambah gaji yang diterima

pekerja maupun dengan memberikan motivasi yang membuat pekerja

tidak merasa beban kerjanya terlalu berat. Karena menurut Sedamayanti

(2009) yang dikutip dalam Airmayanti (2010) kesediaan pegawai untuk

menyesuaikan beban kecepatan kerjanya selama jam kerja adalah dengan

menambah gaji/pendapatan yang diterima pekerja maupun motivasi

lainnya.

3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan

Menurut kamus besar bahasa indonesia, mutasi (relokasi kerja)

adalah pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain. Relokasi

(mutasi) kerja merupakan pemindahan suatu pekerjaan dari tempat kerja

lama menuju tempat kerja baru dengan tanggung jawab sama atau

berubah (Ghufroni, 2010). Menurut Alex S. Nitisemito (1982) yang

dikutip oleh Zaini (2012) pengertian mutasi adalah kegiatan yang

dilakukan atas persetujuan pimpinan perusahaan untuk memindahkan

karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat

atau sejajar. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002) dalam Zaini

(2012) mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan

proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan


19

tenaga kerja ke situasi tertentu diharapkan agar tenaga kerja tersebut

mendapatkan kepuasan kerja dan dapat memberikan prestasi kerja yang

maksimal kepada perusahaan. H. Malayu S.P. Hasibuan (2008) dalam

Zaini (2012) menyatakan bahwa pada dasarnya mutasi termasuk dalam

fungsi pengembangan karyawan, karena bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas kerja perusahaan (institusi) tersebut.

Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan

Hasibuan SP (2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat

memberikan uraian pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang

sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan

efisien dan efektif. Akan tetapi relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai

dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber

dari unit kerja baru ataupun jabatan baru, apabila pada tingkat toleransi

tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi

(mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih, 2008).

Dalam hasil penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa ada

hubungan yang signifikan antara mutasi kerja dengan stres kerja pada

perawat di ruang rawat inap RSUD Porsea. Sehingga seseorang yang

pekerjaannya direlokasi/mutasi, memungkinkan dirinya akan mengalami

stres karena pekerjaannya yang berbeda dari sebelum dia

direlokasikan/dimutasi. Lain lagi dengan hasil penelitian yang didapat

Bida (1995), pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya

cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang
20

tidak. Ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun

kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja

yang dapat menimbulkan stres Davis dan Newstrom (1989) dalam

Margiati (1999).

4) Pelatihan

Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh perusahaan

untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan terkait kompetensi kerja

mencakup pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang penting untuk

kinerja yang sukses (Noe, 2000). Pelatihan atau training adalah salah

satu bentuk pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau

sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar

yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka

(Notoadmodjo, 1989). Menurut Andrew E. Sikula (dalam Notoadmodjo,

1989) training adalah proses pendidikan jangka pendek menggunakan

prosedur sistemik dan terorganisir dimana non-manajerial personil

mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.

Pada bukunya “Manajemen Personalia” yang dikutip dalam Soekidjo

Notoadmojo (1989), Alex S. Nitisemito menyatakan bahwa pelatihan

merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi yang

bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah

laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan atau anggotanya

sesuai dengan keinginan dari perusahaan atau organisasi tersebut. Strauss


21

dan Sayles (dalam Notoadmodjo, 1989) mendefinisikan pelatihan sebagai

kegiatan merubah perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya

menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut lembaga administrasi

Negara (dalam Atmodiwirio, 2002), pelatihan adalah pembelajaran yang

dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat

(kinerjanya). Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,

memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,

produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan

keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau

pekerjaan (UU ketenagakerjaan no.13 tahun2003).

Menurut Soekidjo Notoadmodjo (1989) tujuan pokok dari setiap

training (pelatihan) adalah untuk merubah kemampuan seseorang yang

ditunjukkan di dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan

kebijaksanaan umum suatu pelatihan adalah agar pekerja dapat

melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan efektif, serta menyiapkan

mereka untuk dapat mengembangkan selanjutnya.

Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka

pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja

nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua

bidang dan/atau sector yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.31

tahun 2006 mengenai sistem pelatihan kerja nasional. Karena menurut

Denny (2011), seseorang yang di tempatkan dalam pekerjaan yang tidak

sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit dalam


22

mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat

menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan

kerja dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya

tersebut.

5) Karir

Wanita yang bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan

skala bawah. Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan,

mayoritas berada di tingkat buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor

industri perkotaan lebih banyak terlibat sebagai buruh di industri tekstil,

garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya

wanita yang bekerja terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti

berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang

merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka,

2009).

Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada pekerjaan marginal

tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor pendidikan. Akan tetapi

dari kalangan pengusaha, lebih cenderung mempekerjakan perempuan

pada sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan

lebih rendah daripada laki-laki (Deka, 2009).

Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit,

seringkali memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran.

Banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang


23

bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga

validitasnya belum terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi

menengah kebawah pada kondisi krisis banyak wanita yang menjadi

pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009).

Kecilnya peluang untuk promosi, baik disebabkan oleh keadaan tidak

mengizinkan maupun karena mungkin dilupakan, dapat menjadi

pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya

mendapat promosi. Begitu pula untuk promosi berlebih, dimana tenaga

kerja merasa terlalu dini untuk dipromosikan sedangkan dirinya belum

siap untuk berpengetahuan dan berketrampilan yang tidak sesuai dengan

bakatnya, hal tersebut juga dapat memicu stres kerja (Munandar, 2008).

Kecilnya peluang untuk promosi bagi wanita merupakan fenomena

gless ceiling. Fenomena gless ceiling merupakan persepsi yang ada dalam

masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan,

tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti,

2009).

Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa

pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh

terhadap stres kerja. Berbeda dengan Airmayanti (2010), Pandyi

Soegiono (2008) dalam jurnal aplikasi manajemen memaparkan hasil

penelitiannya yaitu pengaruh faktor tersendatnya karir bersifat positif

akan tetapi tidak signifikan terhadap stress kerja. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat ALLEN, et Al (1998) yang dikutip Koesmono (2007)


24

dalam Soegiono (2008) yang menyatakan bahwa job content plateu

menjadi hal yang biasa di dalam organisasi dan memiliki pengaruh

terhadap stres kerja seseorang baik negatif (distress) maupun positif

(eustress), sehingga orang tersebut lebih mengutamakan tugas dan

imbalan (upah/gaji) yang diperoleh ketika bekerja. Menurut Davis dan

Newstrom (1989) yang dikutip Koesmono (2007) dalam Soegiono (2008)

menyatakan bahwa meningkatnya stress, diiringi dengan prestasi kerja

yang cenderung naik karena stres yang dimiliki membantu pekerja untuk

mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi standar kerjanya.

6) Hubungan Dengan Atasan/Majikan

Menurut hasil penelitian Buck (1972) dikutip oleh Novendra (1994),

bahwa kurangnya perilaku perhatian / pertimbangan dari seorang atasan

akan dapat mendorong kepada perasaan tekanan pekerjaan. Menurut

Munandar (2006) kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan

rasa senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres

pekerjaan dan menjadikan kesehatan lebih baik. Perilaku yang kurang

menenggang rasa dari atasan akan menimbulkan rasa ketegangangan dari

pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai penuh stres.

Salah satu faktor utama yang berpengaruh dari seorang manajer yang

dikutip oleh Novendra (1994) adalah pengawasannya terhadap pekerjaan

orang lain. Ketidakmampuan untuk mendelegasi dapat menjadi suatu

masalah, tetapi sekarang strain baru adalah mempunyai keterampilan


25

interpersonal dari seorang manajer, manajer harus mempelajari bekerja

secara partisipatif. Menurut Gowler dan Legge (1956) dalam Novendra

(1994) diketahui bahwa faktor yang dapat digunakan pada partisipasi

suatu sebab dari keberhasilan, ketidakpastian dan stres para mananjer,

diantaranya adalah ketidaksesuaian dari kekuasaan formal dan kekuasaan

yang sebenarnya, manajer bisa mengalami pengikisan dari kekuasaan dan

peraturan formalnya serta kehilangan dalam memberi penghargaan,

manajer dapat menjadi subyek penekanan yang tidak dapat menjadi satu

antara berpartisipasi dan dalam hal meningkatkan jumlah produksi yang

tinggi serta bawahannya yang mungkin dapat menolak untuk

berpartisipasi.

Menurut Munandar (2006) menyatakan bahwa hubungan yang buruk

dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu

timbulnya stres dan absenteisme dalam bekerja. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Britton (1989) yang dikutip oleh putri (2011)

memaparkan bahwa dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif

terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental para pekerja. Hal tersebut

sejalan dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya

bahwa ada hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres.

Selain itu juga menurut Parasuraman,dkk (1992) yang dikutip oleh putri

(2011), dukungan sosial yang diterima seseorang dari atasannya, teman

sekerja, dan keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk


26

meringankan beban seseorang yang mengalami kelelahan fisik,

emosional maupun mental.

Untuk membangun hubungan atasan-bawahan yang baik, dapat

dengan melakukan langkah dasar (Loh, 2013) seperti: mengerjakan

pekerjaan dengan baik dan patuhi peraturan yang ada d perusahaan,

berusaha memahami cara kerja atasan anda, bekerjalah sebagai bagian

dari perusahaan, apabila ada ketidaksepahaman dengan atasan segera

diselesaikan dengan baik, bersikap yang tidak menimbulkan kesan

"mengancam" posisi atasan anda, serta bersikaplah jujur dan tidak

berjanji secara berlebihan dapat memenuhi deadline tertentu.

7) Perkembangan Teknologi

Ketidakpastian teknologi ditandai dengan perubahan inovasi

teknologi yang sangat pesat. Pesatnya inovasi teknologi membuat

pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu singkat serta

minimnya pengalaman yang dimiliki merupakan faktor pembangkit stres

kerja bagi pekerja (Robbins, 1998). Hal ini juga diperkuat oleh Rina Fiati

dan Nafi Inayati Zahro dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi &

Komunikasi Terapan (Semantik) tahun 2012 yang menyatakan bahwa

hubungan antara teknologi informasi dan tingkat stress pada wanita yang

bekerja adalah positif. Dan menurut hasil penelitian Kagawa (2013)

dalam dalam Syarifuddin (2013), bahwa sebanyak 93% responden


27

Indonesia mengatakan bahwa mereka membawa perangkat pribadinya

untuk bekerja dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan mereka.

8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji

Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang secara khusus dianggap

berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan salah satunya

adalah gaji. Pernyataan yang sama juga dipaparkan oleh Cooper dan

Davidson (1987) dalam Miller (2000) yaitu kepuasan terhadap

pembayaran (dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan

faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sejalan dengan Bida (1995)

yang pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan yang bermakna

antara gaji dan stres kerja.

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Salafi Nugrahani (2008) yang

memaparkan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan terhadap gaji

dengan tingkat stres yang dialami pekerja, yaitu semakin rendah

kepuasan pekerja terhadap gajinya, maka tingkat stres yang dialami akan

semakin berat dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, berbeda dengan

penelitian Airmayanti (2010) yang memaparkan bahwa pengembangan

karier berupa pemberian gaji bukan termasuk faktor yang mempengaruhi

stres kerja.

Menurut Hezberg dalam Munandar (2006) jika seseorang

menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan

sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan


28

merasa puas. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah stres

kerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif

signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Menurut Miller

(2000) salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja

yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri.

9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang Didapat)

Perampingan organisasi merupakan serangkaian kegiatan, yang

dilakukan pada bagian dari manajemen organisasi dan dirancang untuk

meningkatkan efisiensi organisasi, produktivitas, dan /atau daya saing.

Kegiatan tersebut merupakan strategi yang diterapkan oleh manajer yang

berdampak pada jumlah tenaga kerja perusahaan, biaya, dan proses kerja

(Cameron, 1994).

Cameron (1994) mendefinisikan perampingan dalam 4 kriteria. Yang

pertama, perampingan merupakan serangkaian kegiatan yang sengaja

dilakukan oleh anggota organisasi. Kedua, perampingan biasanya

melibatkan pengurangan personel, meskipun tidak terbatas hanya pada

pengurangan personil. Berbagai strategi pengurangan personel yang

berhubungan dengan perampingan seperti pengalihan, memberikan

mutasi, insentif pensiun, paket pembelian, PHK, putus sekolah, dan

sebagainya.Yang ketiga, perampingan yang difokuskan pada peningkatan

efisiensi organisasi. Perampingan terjadi baik secara proaktif atau reaktif

dalam rangka untuk mengendalikan biaya untuk meningkatkan


29

pendapatan, atau untuk meningkatkan daya saing. Artinya, perampingan

dapat diimplementasikan sebagai reaksi defensif penurunan atau sebagai

strategi proaktif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dan terakhir,

Perampingan mempengaruhi proses kerja secara sadar ataupun tidak.

Misalnya pada kontrak tenaga kerja, apabila karyawan yang tersisa lebih

sedikit untuk melakukan jumlah beban kerja yang sama, hal ini

berdampak pada pekerjaan apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal

itu akan dilakukan.

b. Faktor Individual

1) Pertentangan Antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga

Menurut Beutell dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011)

bahwa seseorang dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila

merasakan suatu ketegangan dalam menjalani peran pekerjaan dan

keluarga. Dalam jurnal Lulus Margiati (1999) menunjukkan bahwa

banyak kasus, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka

yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperi

orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Hal ini disebabkan,

ketiadaan dukungan sosial tersebut menyebabkan perasaan yang

menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

Hasil serupa juga didapatkan Almasitoh (2011), bahwa perawat yang

memiliki konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang

tinggi, maka tingkat stres kerja yang dialami rendah.


30

Yang, Chen, Choi, & Zou, (2000) dalam wirkaristama (2011)

mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yaitu:

1. Time-Based Conflict.

Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan

(keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk

menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).

2. Strain-Based Conflict.

Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi

kinerja peran yang lainnya.

3. Behavior-Based Conflict.

Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan

yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

Menurt hasil penelitian Mayasari (2011), konflik pekerjaan

keluarga berpengaruh terhadap stress kerja perawat wanita rumah sakit

balimed Denpasar. Selain itu juga tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Bida (1995) menemukan adanya hubungan yang signifikan

antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja.

2) Ketidakpastian Ekonomi

Saat keadaan ekonomi berubah tak menentu, kekhawatiran orang

mengenai keamanan dalam memenuhi kebutuhannya akan meningkat

(Robbins, 1998). Pada umumnya motivasi kerja kebanyakan tenaga kerja

wanita adalah membantu menghidupi keluarga, akan tetapi mereka juga


31

mempunyai makna khusus karena memungkinkannya memiliki otonomi

keuangan, agar tidak selalu tergantung pada pendapatan suami. Kondisi

tersebut merupakan dorongan penyadaran peran wanita untuk berkiprah

di sektor publik. Pembagian kerja dan perencanaan di dalam keluarga

telah menyebabkan tidak saja beban berlebihan dan jam kerja panjang

bagi perempuan, tapi juga ketergantungan perempuan secara ekonomi.

Oleh karenanya perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor

publik sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu

(Nursyabani, 1999 dalam Fiati dan Zahro 2011).

Menurut Hermann, et al (1990) dalam Kendall, et al (2000) bahwa

ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu faktor yang dapat

menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari sumber daya

pribadi yang tetap konstan. penyesuaian psikologis secara signifikan

berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan (Melamed,

Grosswasser, dan Stern 1992 yang dikutip oleh Kendall, et al 2000).

Menurut hasil penelitian Fiati dan Zahro (2011), motivasi ekonomi

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat stres pada

wanita karir. Naiknya harga barang-barang kebutuhan, serta buruknya

kondisi ekonomi dapat menjadi faktor yang berpotensi menyebabkan

stres pada seseorang (Lianasari, 2009). Selanjutnya, ketidakpastian

ekonomi dapat menimbulkan kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam hal

ekonomi keuangan dianggap dapat membangkitkan stres bagi keluarga

khususnya individu itu sendiri (Belton dan Santos, 2011).


32

3) Penghargaan Kerja

Dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain, setiap

orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang

dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan menghargai suatu

usaha atau pekerjaan seseorang yang bukan untuk kepentingan orang

tersebut adalah suatu keharusan dari segi kemanusiaan. Di sisi lain, orang

yang telah memberikan suatu hasil untuk orang lain atau untuk suatu

kelompok maupun suatu organisasi akan menginginkan hasilnya tersebut

dapat diterima dan dihargai oleh pihak yang berkepentingan. Pada

lingkungan kerja, pegawai memiliki keinginan untuk dihargai oleh

atasannya terhadap hasil kerjanya yang telah dicapai dengan sepenuh hati

dan kemampuannya Moenir (1983).

Penghargaan sering disamakan penyebutannya dengan insentif karena

keduanya memiliki persamaan sifat dan maknanya, tetapi jika dikaji

lebih dalam akan berbeda. Penghargaan diberikan kepada seseorang

untuk menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif

diberikan kepada seseorang agar orang yang bersangkutan dapat

berprestasi ataupun berjasa lebih baik lagi dari sebelumnya (Moenir,

1983).

Menurut moenir (1983), wujud penghargaan dalam lingkungan kerja

adalah penghargaan fisik dan penghargaan non fisik. Penghargaan fisik

adalah penghargaan dalam bentuk benda, dapat berupa uang atau barang.
33

Barang-barang yang bersifat konsumtif (sandang, pangan, dan kebutuhan

pokok lainnya) dan yang bersifat modal (rumah, kendaraan, maupun alat

kerja yang lain sesuai dengan profesi seseorang) termasuk dalam

penghargaan benda berupa barang. Sedangkan penghargaan non fisik

adalah penghargaan yang berhubugan dengan kepuasan rohani seseorang

dari sisi kemanusiaan. Memberikan ucapan terimakasih kepada seorang

bawahan atas hasil kerjanya merupakan wujud penghargaan yang

mendasar namun sederhana.

Dalam penelitian Pratiwi dan Laksmiwati (2012) didapatkan bahwa

dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres

dengan arah hubungan negatif. Hal ini didukung oleh Hezberg dalam

Munandar (2006) yang menyatakan bahwa apabila pekerja menganggap

gajinya terlalu rendah, pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan

sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, tenaga kerja

akan merasa puas dalam bekerja. Dengan mempertimbangkan kepuasan

kerja, pada pekerja dapat mengurangi potensi stres kerja pada pekerja

tersebut (Miller, 2000).

4) Kejenuhan Kerja

Gejala khusus dari kejenuhan kerja dapat berupa kebosanan, depresi,

rasa pesimis, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan,

tidak masuk kerja, dan kesakitan atau sakit. Kejenuhan kerja memiliki

potensi untuk menimbulkan keletihan kerja sehingga pekerja merasa


34

bahwa dirinya hanya memiliki sedikit pengendalian terhadap faktor-

faktor di tempat kerja atau bahkan tidak memiliki pengendalian sama

sekali. Berdasarkan gambaran gambaran tersebut, kejenuhan kerja dapat

menjadi faktor pencetus stres kerja (National Safety Council, 2004).

Rahmawati (2007) dalam penelitiannya memaparkan bahwa pola

sikap yang mencirikan kebosanan kerja diantaranya adalah sering tidak

masuk bekerja tanpa alasan yang jelas, keterlambatan, perubahan kerja

yang banyak, perdebatan dan bahkan kekerasan fisik. Kebosanan dalam

bekerja merupakan manifestasi dari stres kerja yang mengakibatkan

produktivitas kerja menurun, adanya ketidakpuasan kerja, kurang

motivasi, hilangnya gairah kerja (burnout), angka absen yang meningkat

(Prihantini, 2000 dalam Rahmawati, 2007).

Selanjutnya Saragih (2008) dalam penelitiannya mengenai kejenuhan

kerja terhadap stres kerja pada perawat, menyebutkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan

kejadian stres kerja pada responden penelitiannya. Hal ini diperkuat oleh

munandar (2006) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan

berulang atau monoton (majemuk) dapat menimbulkan rasa bosan

maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang semakin tinggi dapat

menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut penelitian yang

dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar (2006)

bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada

operator kran.
35

Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih rendah rasa

kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi rendah

(Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan rendahnya tingkat

kejenuhan kerja (burnout) dapat meningkatkan kepuasan kerja (Mizmir,

2011). Tingginya kepuasan kerja dapat menurunkan tingkat stres kerja

yang dialami pekerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi

negatif signifikan dengan stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga

diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara

untuk mengurangi potensi stres kerja karyawan yaitu dengan

mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan.

5) Perawatan Anak

Menurut Wulanyani dan Sudiajeng (2006) dalam hasil penelitiannya

didapatkan bahwa urutan kedua tertinggi penyebab stres pada wanita

bekerja adalah masalah pengasuhan anak. masalah pengasuhan anak yang

menyebabkan pekerja wanita menjadi stres dialami oleh pekerja wanita

yang memiliki anak kecil. Apabila usia anak semakin kecil, maka

semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Perasaan bersalah yang

dimiliki pekerja wanita yang juga berperan sebagai ibu akibat

meninggalkan anaknya untuk bekerja merupakan persoalan yang sering

dipendam, apalagi tidak ada lagi orang yang dapat diandalkan untuk

mengasuh anaknya tersebut.


36

Menurut Freudiger (1983) dalam Wulanyani dan Sudiajeng (2006)

perasaan bersalah tersebut menimbulkan rasa ketidaknyamanan ibu dalam

menjalankan perannya di dunia kerja. Hal ini diperkuat oleh Ihromi

(1990) dalam Rahmah (2011), bahwa rasa cemas akibat dari efek negatif

terhadap keluarga seperti berkurangnya kesempatan atau kemampuan

dalam membina perkembangan anak dapat menimbulkan stres.

6) Hubungan Dengan Rekan Kerja

Menurut Selye (1956) yang dikutip oleh Munandar (2006) bahwa

hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang

penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja

dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi.

Dalam penelitian yang dilakukan Salafi Nugrahani (2008) didapatkan

adanya hubungan yang bersifat searah antara hubungan dengan rekan

kerja terhadap stres kerja yang dialami pekerja. Artinya semakin kurang

rasa kepuasan hubungan/dukungan sosial yang didapatkan dari rekan

kerjanya, maka tingkat stress yang dialami akan semakin berat dan

sebaliknya.

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) bahwa

tidak adanya hubungan yang bermakna antara hubungan sesama rekan

kerja dengan stres yang dialami pekerja. Menurutnya hal tersebut

disebabkan karena pada satu tingakatan karir yang sama membuat pekerja

tersebut tidak perlu mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada


37

teman sekerja dan juga dimungkinkan karena budaya gotong royong yang

tercipta di lingkungan kerjanya.

c. Faktor Lingkungan

1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi, Kebersihan, dll)

Kondisi lingkungan fisik dapat berupa suhu yang telalu panas, terlalu

dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, lingkungan kerja kotor atau

kebersihannya kurang, dan lain sebagainya. Ruangan yang terlalu panas

(sirkulasi tidak baik) menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam

menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin.

Selain itu, adanya kebisingan juga memberikan pengaruh yang cukup

besar terhadap munculnya stres kerja karena beberapa orang sangat

sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Irawan,

2010). Hal ini didukung oleh Nugrahani (2008) yang mendapatkan bahwa

terdapat hubungan antara buruknya lingkungan kerja yang meliputi

adanya hubungan temperatur (tempat kerja terlalu panas) dan kebisingan

dengan tingkat stres kerja yang dialami para pekerja.

Dalam penelitian Airmayanti (2010) didapatkan bahwa kebisingan

berpengaruh terhadap stres kerja. Menurut Airmayanti (2010) keadaan

bising dapat mengganggu pendengaran, terjadinya kecelakaan kerja,

menimbulkan terjadinya gangguan atau pengaruh psikologis dari pekerja

dalam bentuk gangguan emosi, temperamen dan lain-lain.


38

Selain kebisingan, temperatur juga dapat menimbulkan stres. Menurut

Nugrahani (2008), temperatur memiliki hubungan dengan tingkat stres

pekerja. Dalam kondisi terpajan panas (heat stress), tubuh mengabsorbsi

lebih banyak panas dibandingkan dengan yang mampu dikeluarkannya,

hal tersebut dapat menimbulkan peningkatan temperatur tubuh yang pada

akhirnya dapat mengakibatkan gangguan mental, sakit atau kematian

(Sulsky&Smith, 2005 dalam Nugrahani, 2008).

Menurut hasil penelitian Susilo (2007), lingkungan kerja fisik secara

parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap stress kerja pada

karyawan, artinya semakin baik lingkungan fisik maka stress kerja akan

menurun. Hal ini didukung oleh penelitian Arisona (2008) yang

mendapatkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara

persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja dengan tingkat stres kerja pada

karyawan bagian tebang angkut. Dalam penelitiannya, Harrianto (2007)

memaparkan bahwa kondisi fisik lingkungan yang dapat mempengaruhi

timbulnya stres kerja diantaranya yaitu tempat kerja yang sunyi atau

terpencil dimana pekerja tidak memiliki kesempatan berkomunikasi

dengan orang lain saat menjalani tugasnya, tempat kerja yang jauh atau

sulit dijangkau, dan adanya paparan fisik maupun zat kimiawi.

Agar stres kerja yang dialami responden tidak semakin tinggi dapat

dilakukan dengan menerapkan teknik kerekayasaan organisasi.

Kerekayasaan organisasi merupakan usaha untuk mengubah lingkungan


39

kerja menjadi lingkungan kerja yang tidak penuh stres dengan

menganalisa kondisi lingkungan kerja terlebih dahulu (Munandar, 2006).

2) Diskriminasi Ras

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2008, yang

dimaksud dengan tindakan diskriminasi ras dan etnis adalah perbuatan

yang berkaitan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian,

pembatasan, atau pemilihan berdasarkan ras dan etnis, yang

mengakibatkan pencabutan atau mengurangi pengakuan, perolehan, atau

pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu

kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

3) Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang

berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan

oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa

malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi

korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai

kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi

pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis

kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang

lebih banyak, dsb. Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi:

main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno,
40

cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan

tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan

rayuan atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai

perkosaan. Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang

berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan

pelecehan gender (Annisa, 2012).

Dalam Seventh International Conference on Work, Stress, and Health,

yang dikutip dari Noorika (2012), Hershcovis menjelaskan bahwa pekerja

yang mengalami pelecehan seksual, hasil kerjanya jauh lebih buruk

dibandingkan pekerja yang mengalami tindakan kekerasan, karena

pelecehan seksual membuat moral pekerja merasa begitu direndahkan.

Menurt Margiati (1999) bahwa pelecehan seksual merupakan salah satu

peyebab timbulnya stres kerja. Selain itu, menurut womens health (2013)

yang memaparkan bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual

mungkin akan beresiko menderita masalah emosional, seperti depresi,

kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (Post Trauma Stress

Dissorder /PTSD).

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan

yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa

traumatis. Sebuah peristiwa traumatis adalah peristiwa yang mengancam

jiwa seperti pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris,

kecelakaan yang serius, atau penyerangan fisik atau seksual pada orang

dewasa atau anak-anak (Mental Health America, 2013). Tingkatan


41

gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah

kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban

(Wardhani &Lestari, 2007).

Selama ini, faktor rasa takut, rasa malu, tidak tahu harus kemana

mengadu, dan lain-lain mempengaruhi tidak adanya catatan khusus

mengenai pelecehan seksual di tempat kerja (KEMENAKERTRANS,

2011). Dari banyaknya kasus pelecehan seksual, yang sering

menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik

dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud

hanya karena memiliki jenis kelamin wanita. Stres akibat pelecehan

seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran masyarakatnya

(khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi,

namun tidak ada undang-undang yang melindunginya (Baron and

Greenberg dalam Irawan, 2010).

4) Kekerasan Di Tempat Kerja

Dalam lembar fakta catatan tahunan Komnas Perempuan (2013), Ada

216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan

ditangani selama tahun 2012. Dari kasus yang tercatat, lingkupnya sekitar

65 persen merupakan kasus kekerasan di tingkat personal terutama

kekerasan domestik (KDRT), disusul 34 persen kekerasan di ranah

komunitas, dan satu persen negara. Namun menurut Desti Murdijana,

gambaran jumlah kasus kekerasan perempuan harus disikapi sebagai


42

fenomena gunung es, karena data yang ada (tercatat) belum seluruhnya

atau hanya di permukaan, belum sebanding dengan besarannya (National

Geographic Indonesia, 2013). Menurut Yoan dan Ning (2009), adanya

keengganan wanita korban kekerasan untuk berbicara, berasal dari situasi

sosial yang tidak mendukung posisi wanita tersebut ketika berusaha

mendapatkan keadilan pasca diperlakukan sewenang-wenang.

Peneliti dari Universitas Manitoba Sandy Hershcovis dan peneliti

Universitas Queen Julian Barling menyatakan, dari Kingston, Ontario,

Kanada, kekerasan yang diterima para pekerja menimbulkan dampak

yang lebih berbahaya dibandingkan pelecehan seksual. Akan tetapi,

kedua hal tersebut harus dihindari karena membuat pekerja tertekan dan

merusak suasana di tempat kerja (dalam Noorika,2012).

Berdasarkan Quebec Labour Standards Act, yang dikeluarkan Juni

2004 (dalam Noorika,2012), kategori tindakan kekerasan dalam

pekerjaan, antara lain mencaci maki setiap saat, mengeluarkan kata-kata

kasar dan menunjukkan sikap tubuh menyerang, serta menekan psikologi

seseorang. Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety

(2012), yang termasuk dalam kekerasan di tempat kerja diantaranya

adalah perilaku yang mengancam (menggebrak, menghancurkan barang

atau melempar benda), ancaman secara lisan ataupun tertulis, pelecehan,

perkataan yang mencaci maki, serta kekerasan fisik (dipukul, disikut,

didorong, atau ditendang).


43

Health safety Executive (2006), memaparkan bahwa kekerasan dapat

menyebabkan distress. Selain kekerasan dengan fisik, pelecehan maupun

ancaman verbal secara serius ataupun berulang juga dapat merusak

kesehatan karyawan melalui kecemasan atau stres.

5) Kemacetan
Kemacetan identik dengan kepadatan, yang didefinisikan sebagai

jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang jalan tertentu dari lajur

atau jalan, dirata-rata terhadap waktu (Sari, 2011). Kemacetan lalulintas

pada ruas jalan raya terjadi ketika arus kendaraan lalulintas meningkat

seiring bertambahnya permintaan perjalanan pada suatu periode tertentu

serta jumlah pengguna jalan melebihi dari kapasitas yang ada (Meyer et

al, 1984 dalam Sari, 2011). Menurut Menteri Perindustrian, MS. Hidayat

dalam Koran Kota (2012) yang menyatakan bahwa keterbatasan

infrastruktur jalan di dalam negeri dan kendala pembebasan lahan

menunda sejumlah proyek pembangunan jalan menjadi penyebab utama

kemacetan.

Berdasarkan hasil penelitian Sapta (2009), kemacetan mengakibatkan

pengguna jalan merasa waktunya terbuang, mengurangi jam belajar atau

jam kerja, pemborosan bensin, hilangnya pendapatan dan stres. Menurut

hasil penelitian David Moxxon yang dikutip oleh Bararah (2011),

seseorang yang mengalami Traffic Stress Syndrom (TSS) akan mulai

muncul gejala stres dalam rentang waktu 3-5 menit, sedangkan orang
44

yang tidak memiliki TSS, gejala stres akan muncul apabila sudah

mengalami kemacetan sekitar 13-14 menit. Berbeda dengan hal tersebut,

Vierdelina (2008) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa belum

terbukti ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap

kemacetan dan stres kerja.

Untuk menghindari stres pada individu ketika berada pada situsasi

kemacetan, men health Indonesia (2013) memaparkan beberapa cara

yang diantaranya dapat dilakukan dengan berangkat lebih awal,

menyediakan cemilan untuk dapat mengembalikan energy dan mood,

menyediakan aroma terapi di mobil, dan merubah rute rutin perjalanan.

2. Penyebab Stress Menurut Hurrel


Hurrel, dkk (1988) mengelompokkan faktor-faktor dalam pekerjaan yang

dapat menimbulkan stres menjadi lima kategori besar (Munandar, 2006), yaitu:

a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan


Termasuk dalam kategori faktor intrinsik ini adalah tuntutan fisik dan

tuntutan tugas.

1) Tuntutan Fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menciptakan prestasi kerja yang optimal.

Selain berdampak pada prestasi kerja, kondisi fisik kerja juga memiliki

dampak terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja seorang tenaga

kerja. Kondisi fisik kerja berpengaruh terhadap kondisi fa’al dan

psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat menjadi salah
45

satu pembangkit stres (stressor). Tuntutan fisik/ kondisi fisik meliputi

bising, getaran, hygiene.

2) Tuntutan Tugas

a) Kerja Shift
Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para

pekerja pabrik (Monk & Tepas, 1985 dalam Munandar, 2006). Para

pekerja shift lebih sering merasakan keluhan mengenai kelelahan dan

gangguan perut dibandingkan para pekerja di pagi atau siang hari dan

dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin

menyebabkan gangguan perut (Munandar, 2006).

b) Beban Kerja

Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit baik secara

kuantitatif maupun kualitatif merupakan pembangkit stres. Beban kerja

berlebih/terlalu sedikit kuantitatif yang timbul sebagai akibat dari tugas-

tugas yang terlalu banyak/sedikit yang diberikan kepada tenaga kerja

untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Beban kerja berlebih/terlalu

sedikit kualitatif jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu

tugas, atau suatu tugas tidak menggunakan keterampilan dan/atau potensi

dari tenaga kerja (Munandar, 2006).

c) Paparan dari Risiko dan Bahaya

Risiko dan bahaya terkait dengan jabatan tertentu dapat menjadi

sumber dari stres. Risiko dan bahaya yang berhubungan dengan banyak
46

jabatan yang tidak dapat diubah, akan tetapi persepsi tenaga kerja

terhadap risiko bisa berkurang dengan pelatihan dan pendidikan. Para

pekerja yang cemas, yang memiliki obsesi, takut, kurang bermotivasi

untuk bekerja mempunyai semangat rendah dan lebih mudah

menimbulkan kecelakaan, dan dalam jangka panjang dapat mengalami

dampak dari penyakit yang berkaitan dengan stres, termasuk sakit jantung

dan gangguan perut.

b. Peran Indivdu dalam Organisasi

Setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan

sesuai dengan aturan- aturan yang ada dan sesuai yang diharapkan atasannya.

Peran yang tidak berfungsi dengan baik merupakan pembangkit stres yang

disebabkan oleh adanya: (Munandar, 2006)

1) Konflik Peran

Konflik peran timbul apabila seseorang tenaga kerja mengalami adanya:

1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara

tanggung jawab yang dimilikinya

2. Tugas-tugas yang harus dilakukan yang menurut pandangannya

bukan merupakan bagian dari pekerjaannya

3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan kerja,

bawahan, atau orang lain yang penting baginya

4. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu

melaksanakan tugas dalam pekerjaannya


47

2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran

Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja tidak memiliki

cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti

atau merealisasikan harapan-harapan yang berkaitan dengan peran

tertentu (Munandar, 2006). Dalam hal ini Kahn, dkk. (1964) mengatakan

bahwa stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya

mengarah kepada ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan

diri, rasa diri tidak berguna, menurunnya rasa harga diri, depresi, motivasi

untuk bekerja rendah, tekanan darah dan tekanan nadi tidak normal, dan

kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan (Munandar, 2006).

c. Pengembangan Karir

Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang

mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang

kurang.

1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity)

Ketakutan kehilangan pekerjaan, ancaman bahwa pekerjaan seseorang

dianggap tidak dibutuhkan lagi merupakan hal yang wajar dalam

kehidupan kerja. Dari sana timbul kegiatan reorganisasi yang bertujuan

untuk tetap berjalannya usaha. Setiap reorganisasi inilah dapat

menimbulkan ketidakpastian pekerjaan yang merupakan sumber stres

yang potensial (Munandar, 2006).


48

2) Promosi Berlebih dan Kurang

Promosi dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut

dirasakan sebagai perubahan yang mendadak secara drastis. Dalam hal

ini, Everly dan Girdano dalam Munandar (2008) menyebutkan adanya

tiga faktor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai stres:

1. Perubahan-perubahan dari fungsi pekerjaan;

2. Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi, dan uang;

3. Perubahan dalam peran sosial yang menemani promosinya, misalnya

menjadi ketua dalam berbagai macam panitia.

d. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan dalam pekerjaan yang mengacu pada timbulnya stres adalah

lebih pada hubungan yang tidak baik dalam pekerjaan. Hubungan yang tidak

baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf

pemberian support yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan

masalah di organisasi (Munandar, 2006).

e. Struktur dan Iklim Organisasi

Menurut Munandar (2006) kurangnya peran serta atau partisipasi dalam

pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang

negatif, misalnya menjadi perokok berat yang diharapkan meningkatkan taraf

kesehatan mental dan fisik. Dari hal tersebut, faktor stres yang dikenali

terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan

pada support sosial.


49

f. Tuntutan Dari Luar Organisasi Atau Perusahaan

Stressor ini mencakup berbagai unsur kehidupan seseorang yang

berhubungan dengan interaksi kejadian-kejadian dalam kehidupan dan

pekerjaannya, sehingga individu tersebut mendapatkan tekanan yang dapat

membuat individu tersebut stres. Kejadian dalam kehidupan pribadi selain

dapat memberikan tekanan yang menimbulkan stres, ada juga yang dapat

meringankan dampak yang ditimbulkan dari stressor organisasi seperti

support sosial. Sebaliknya, kejadian dalam kehidupan individu seperti

kepuasan kerja yang dimiliki individu dapat membantu meringankan individu

dalam mengahadapi kehidupan pribadinya yang penuh stres (munandar,

2006).

g. Karakteristik Individu

1) Kepribadian

2) Kecakapan

3) Nilai dan kebutuhan

3. Penyebab Stress Menurut Cooper Dan Davidson

Cooper dan Davidson (1987) membagi model penyebab stress ke dalam

empat arena atau lingkup; lingkup kerja, rumah atau keluarga, sosial, dan

lingkup individu. Stress kerja dapat timbul ketika stressor-stressor tersebut

saling terkait dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala

yang bisa diamati lewat perubahan fisik, emosi, dan perilaku yang disajikan

pada gambar model stress kerja berikut, bagan 2.1.


50
Bagan 2.1
Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987)
Arena Kerja
Lama masa kerja, jabatan, kewajiban, penugasan, tanggung jawab terhadap pengawasan
1. Faktor intrinsik pekerjaan meliputi kecocokan perorangan/lingkungan dan kepuasan kerja,
peralatan, pelatihan, shift kerja, beban kerja berlebih, beban kerja kurang, bahaya fisik, dan
kepercayaan diri terhadap pekerjaan.
2. Peran dalam organisasi meliputi peran ambigu, konflik peran, tanggung jawab terhadap orang
banyak, batasan-batasan organisasi
3. Pengembangan karier meliputi berlebihan/kurangnya promosi, kurangnya keamanan kerja,
ketidakpastian status pekerjaan, kepuasan gaji
4. Relasi/dukungan sosial meliputi kolega, atasan, dan bawahan
5. Iklim dan struktur organisasi meliputi politik, konsultasi/komunikasi, keikutsertaan dalam
pengambilan keputusan, perilaku terbatas, kekakuan dalam bidang politik, hal-hal lain yang
berpengaruh

Arena Rumah Arena Sosial


Dinamika keluarga, status perkawinan, Alienasi dan anomi, iklim, diet, dan
dukungan dari pasangan atau teman lain-lain, frekuensi perpindahan,
dekat, hubungan dengan anak, perhatian berkendaraan, kehidupan urban vs
keluarga terhadap keselamatan, rural, latihan, olah raga, hobi,
lingkungan tempat tinggal, masalah aktivitas dan kontak sosial
keuangan, bentuk pengembangan

Arena Individu
Genetik, riwayat hidup, demografi (misalnya umur, pendidikan, agama, kebangsaan atau ras),
kemampuan menghadapi stress, kepribadian tipe A, extraversi vs intervensi, neurosis, peristiwa
kehidupan, dan lain-lain

Arena Manifestasi= Outcome Stres


Ketidakpuasan kerja, kepercayaan diri terhadap pekerjaan, konsumsi alkohol, merokok,
kepuasan dalam hubungan perkawinan, perceraian, penggunaan narkoba, obesitas dan diet,
penyakit jantung koroner, hipertensi, migren, asma, sakit fisik dan mental, kecelakaan,
pengukuran psikologi
51

4. Penyebab Stress Menurut Greenberg (2002)

a. Faktor Stres Kerja Yang Bersumber Pada Pekerjaan

1) Sumber Intrinsik Pada Pekerjaan,

Diantaranya meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan

aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang membuat

tertekan, risiko/bahaya secara fisik

2) Peran di Dalam Organisasi,

Diantaranya meliputi peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab

kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi baik secara internal

maupun eksternal.

3) Perkembangan Karir,

Diantaranya meliputi promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau

penurunan tingkat jenjang, kurangnya tingkat keamanan kerja, terhambatnya

ambisis perkembangan karier.

4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja,

Diantaranya meliputi kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan

sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan

tanggung jawab.

5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja,

Diantaranya meliputi terlalu sedikitnya atau bahkan tidak ada

keikutsertaan dalam pembuata keputusan, hambatan dalam perilaku, politik

di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi.


52

b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik Individu

Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, meliputi

tingkat kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap hal yang

tidak jelas, dan pola tingkah laku tipe A

c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi,

Faktor stres kerja yang bersumber dari luar organisasi, meliputi masalah-

masalah dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, dan kesulitan

secara finansial.

5. Penyebab Stress Menurut Robbins

Terdapat tiga sumber potensial pencetus stres kerja menurut Robbins

(1998), yakni sumber dari lingkungan, organisasi, dan individu.

a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktural organisasi dan

juga dapat mempengaruhi level stres diantara para pekerja dalam organisasi

tersebut. Faktor lingkungan sebagai pemicu stres kerja tersebut berupa

ketidakpastian ekonomi, politik, dan ketidakpastian teknologi.

b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi

Faktor organisasi ini meliputi tuntutan pekerjaan (misalkan bentuk

pekerjaan, kondisi bekerja, dan tempat kerja), tuntutan peran (meliputi konflik

peran, peran berlebihan, dan peran ambigu), tuntutan interpersonal

merupakan suatu bentuk tekanan dari pekerja lain (misalnya hilangnya

dukungan sosial dan buruknya hubungan interpersonal), struktur


53

organisasional yang membedakan jabatan organisasi, derajat peraturan, dan

pembuatan keputusan, kepemimpinan organisasi, dan taraf kehidupan

organisasi (misalkan taraf pendirian organisasi dan kemunduran merupakan

hal yang stressfull).

c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Individu

Faktor individu meliputi permasalahan keluarga, masalah ekonomi

pribadi, dan karakteristik kepribadian. Permasalahan dalam keluarga seperti

hubungan tidak baik dengan anak dan pasangan, serta perceraian dapat

mempengaruhi stres seseorang dalam pekerjaannya. Kemudian permasalahan

ekonomi seseorang seperti banyaknya kebutuhan dibandingkan dengan

pendapatan yang diperoleh. Adapun karakteristik kepribadian seperti ekspresi

gejala stres kerja.

E. Gejala-Gejala Stress Kerja

Everly dan Giordano (1980) dalam munandar (2006) memaparkan bahwa stres

akan berpengaruh pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskletal) dan

organ-organ dalam badan (visceral). Tanda-tandanya diantara lain adalah:

1. Suasana Hati (Mood)


 Menjadi overexcited
 Cemas
 Merasa tidak pasti
 Sulit tidur pada malam hari
 Menjadi mudah bingung dan lupa
 Menjadi tidak nyaman dan gelisah
 Menjadi gugup
54

2. Otot Kerangka (Musculoskeletal)


 Jari-jari tangan gemetar

 Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat

 Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)

 Mulai sakit kepala

 Otot terasa menjadi tegang atau kaku

 Bicara jadi gagap

 Leher menjadi kaku

3. Organ-Organ Dalam Badan (Vescel)


 Timbul gangguan perut

 Jantung terasa berdebar kencang

 Lebih banyak mengeluarkan keringat

 Tangan berkeringat

 Kepala terasa ringan atau terasa akan pingsan

 Mengalami kedinginan

 Wajah menjadi panas

 Mulut menjadi kering

 Kuping berdenging

 Terasa akan tenggelam dalam perut

Arden (2006) membagi gejala yang berhubungan dengan stres menjadi 3

kategori, yaitu: gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala perilaku.


55

Tabel 2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden

No. Gejala Fisik Gejala Psikologis Gejala Perilaku


 Sakit Kepala  Pesimisme  Keresahan
 Sakit Punggung  Mudah lupa  Mudah marah
 Diare  Mudah bosan  Rentan mengalami
 Insomnia  Menjadi tidak tegas kecelakaan
 Kehilangan nafsu  Menjadi tidak sabar  Sifat suka
makan  Pikiran yang kaku memerintah
 Bahu menjadi  Depresi  Isolasi sosial
tegang  Kecemasan  Lebih agresif
 Kelelahan  Tidak logis  Membela diri
 Sering menderita  Apatis  Sering curiga
flu  Kesepian  Higiene yang buruk
 Gangguan  Merasa tidak  Tidak memiliki rasa humor
pencernaan berdaya  Mudah bingung
 Napas pendek  Ingin melarikan diri  Produktifitas kerja buruk
 Makan berlebihan  Mangkir kerja

F. Pengukuran Stres

Menurut Karoley (1985 dalam Airmayanti, 2010) teknik pengukuran stres dapat

digolongkan dalam empat cara, yaitu:

1. Self Report Measure

Cara ini menggunakan kuesioner untuk mengukur stres yaitu dengan

menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang

dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Cara ini juga dikenal sebagai “Life

Event Scale” yang berisi beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam

menentukan stres kerja.


56

Berdasarkan pertanyaan pada daftar pertanyaan metode Life Event Scale

setiap pertanyaan bernilai 0-2. Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja,

dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Pertanyaan yang digunakan

tidak bersifat mutlak, artinya pertanyaan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi saat itu. Sehingga penilaian dan pengelompokannya juga dapat

disesuaikan (Karoley,1985 dalam Airmayanti,2010).

2. Performance Measure

Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-

perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan

prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa dan

menjadi lamban dalam bereaksi.

3. Psysiological Measure

Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik akibat stres,

seperti ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak. Cara ini sering dianggap

paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur dan pada alat

yang digunakan.

4. Biochemical Measure

Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa perubahan

kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian stimulus.

Reabilitas dari cara ini tergolong tinggi namun hasil pengukurannya dapat

berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum alkohol dan kopi.
57

Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon

tersebut dalam tubuh.

Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres

adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang

relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.

G. Dampak Stres Kerja

Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat

berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri.

Dampak stres terhadap organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam

manajemen maupun operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu,

menurunnya tingkat produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan

perusahaan, terjadinya kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak

imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar

gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja,

ataupun pekerjaan tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena

banyaknya kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu

diantaranya adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan

kesehatan, psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005) mengungkapkan

bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita.

Lain lagi dengan Tunjungsari (2011), hasil penelitiannya menyebutkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja.
58

Sedangkan dari penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja

berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres

yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan. Dan menurut

Randall Schuller (1980) yang dikutip oleh Rini (2002) diketahui bahwa stress pada

pekerja berbanding lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan

ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja.

H. Manajemen Stres

Memanajemeni stres merupakan usaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan

ambang stres dan menampung akibat fisiologikal stres. Memanajemeni stres

mempunyai tujuan mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres

jangka panjang atau stres yang bersifat kronis (Munandar, 2006). Ada berbagai cara

manajemen stres untuk mencegah ataupun mengendalikan stres. Dalam jurnal Lulus

Margiyati (1999) strategi manajemen stres kerja menurut Baron dan Greenberg

(1990) yaitu dengan strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual,

yaitu:

1. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya jika

seorang merasa dirinya merasa ketegangannya meningkat, para karyawan tersebut

seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini dapat dilakukan dengan

istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja; ke ruang istirahat (jika

menyediakan); pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka dengan air

dingin atau berwudhu bagi orang Islam; mendengarkan musik; menonton televisi

sejenak; bercanda ringan dengan teman sekerja dan sebagainya.


59

2. Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa

dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan

relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman.

3. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah

mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak,

memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan

sayursayuran, dan semacamnya serta banyak melakukan olah raga seperti lari

secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya.

Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (1990) yang

dikutip dalam Prihatini (2008), diantaranya:

1. Beban kerja fisik ataupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan

kapasitas kerja dengan menghindari adanya beban kerja yang berlebih maupun

yang terlalu ringan.

2. Jam kerja harus disesuaikan terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di

luar pekerjaan

3. Diberikannya kesempatan mengembangkan karir, mendapatkan promosi, dan

kemampuan keahlian kepada pekerja.

4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, baik diantara pekerja maupun antara

atasan dengan bawahan.

5. Mendesain tugas-tugas kerja yang dapat menstimulasi dan memberikan

kesempatan kepada pekerja menggunakan keterampilannya.


60

Menurut Veithzal Rivai (2004) yang dikutip oleh Tunjungsari (2011),

pengendalian stress kerja dapat dilakukan dengan pendekatan individu maupun

pendekatan perusahaan,

Pendekatan individu meliputi :


1. Meningkatkan keimanan
2. Melakukan meditasi dan pernapasan
3. Melakukan kegiatan olahraga
4. Melakukan relaksasi
5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga
6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan

Pendekatan perusahaan meliputi:


1. Melakukan perbaikan iklim organisasi
2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik
3. Menyediakan sarana olahraga
4. Melakukan analisis dan kejelasan tugas
5. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan
6. Melakukan restrukturasi tugas
7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran

Teknik-teknik manajemen stres dapat juga dilakukan dengan kerekayasaan

organisasi, kerekayasaan kepribadian, teknik penenangan pikiran, maupun teknik

penenangan melalui aktifitas fisik (Munandar, 2006).

1. Kerekayasaan organisasi

Teknik ini dilakukan untuk mengubah lingkungan kerja menjadi

lingkungan kerja yang tidak penuh stres. Lingkungan kerja secara fisik yang

menurut para pekerja dirasakan sebagai pembangkit stres diantaranya bising,


61

vibrasi, tempratur panas ataupun terlalu dingin, serta paparan risiko dan bahaya

lainnya dapat diatur kembali dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja.

2. Kerekayasaan kepribadian

Strategi yang digunakan dalam teknik ini adalah mengupayakan timbulnya

perubahan-perubahan dalam kepribadian individu sehingga timbulnya stres dapat

dicegah dan agar ambang stres dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

Perubahan-perubahan yang dituju adalah perubahan yang terkait dengan

pengetahuan, kecakapan, keterampilan, serta nilai yang mempengaruhi persepsi

dan sikap pekerja terhadap pekerjaannya.

Program pelatihan merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan

keterampilan maupun mencegah timbulnya stres akibat adanya perbedaan antara

nilai-nilai organisasi dengan nilai pribadi. Program pelatihan yang efektif akan

mencegah timbulnya stres maupun meningkatkan ambang individu terhadap stres

dalam menghadapi beban kerja berlebihan, promosi, dan job insecurity yang dapat

membakitkan stres kerja.

Apabila pekerja telah mengalami stres yag menimbulkan ganguan

terhadap kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat diberikan agar kesehatan

mentalnya dapat berfungsi optimal kembali.

3. Teknik penenangan pikiran

Teknik ini bertujuan untuk mengurangi kegiatan pikiran, membuat

perasaan cemas dan khawatir berkurang, kesigapan umum (general arousal)

berkurang, sehingga pikiran menjadi tenang dan stres akan berkurang.


62

Teknik ini dapat dilakukan dengan meditasi, pelatihan relaksasi autogenic

maupun pelatihan relaksasi neuromuscular. Pelatihan relaksasi autogenic fokus

pada gambaran perasaan tertentu yang dihayati bersama dengan terjadinya

peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat dalam ingatan, sehingga timbulnya

kenangan tentang peristiwa akan menimbulkan penghayatan dari gambaran

perasaan yang sama. Pelatihan relaksasi autogenic berusaha mengaitkan

penghayatan yang menenangkan dengan kejadian yang menimbulkan ketegangan,

sehingga tubuh kita terkondisi untuk memberikan penghayatan yang tetap

menenangkan walaupun mengalami kejadian yang sebelumnya menimbulkan

ketegangan.

Sedangkan pelatihan relaksasi neuromuscular terdiri dari latihan sitematis

terhadap otot dan komponen-komponen system syaraf yang mengendalikan

aktifitas otot, untuk mengurangi ketegangan dalam otot sehingga dapat

mengurangi ketegangan yang nyata dari tubuh kita..

4. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik

Teknik ini berfungsi untuk menggunakan sampai habis hasil-hasil sres

yang diproduksi oleh katekutan maupun ancaman, atau mengubah sistem hormon

dan syaraf kita ke dalam sikap mempertahankan. Dan dapat juga menurunkan

reaktifitas kita terhadap stres di masa mendatang dengan mengondisikan relaksasi.

Selain itu juga perasaan sehat, tenang ,dan ringan (transcendence) yang timbul

setelah melakukan aktifitas fisik.


63

Aktifitas fisik dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadinya stres.

Aktifitas dapat dilakukan dengan senam kesegeran badan, jogging, berjalan santai

di pagi hari, dan sebagainya. Apabila aktifitas fisik dilakukan secara teratur, dapat

membantu kita menjadi lebih tahan terhadap stres.

Selain cara pencegahan dan pengendalian stres yang telah disebutkan, ada lagi

cara pencegahan dan pengendalian stres lainnya yaitu dengan melakukan manajemen

diri. Menurut Prijosaksono dan Mardiyanto (2003) yang dikutip dalam

Yudhaningrum (2009), manajemen diri merupakan suatu mekanisme untuk dapat

mengendalikan risiko dari dampak stres kerja, membuat individu dapat menghadapi

dan mengendalikan realita kehidupan dan keberadaan diri yang terdiri atas tubuh

fisik, emosi, mental, maupun pikirannya.

Manajemen diri adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk

mengendalikan hal-hal yang berlebihan dalam pengambilan keputusan maupun

perilakunya, yang dapat digambarkan sebagai seperangkat strategi kognitif dan

perilaku yang membantu individu dalam mendesain lingkungannya, membentuk

motivasi diri, dan membentuk perilaku yang tepat khususnya dalam mengantisipasi

dan mengelola dengan baik tekanan-tekanan yang dapat menimbulkan stres di

tempat kerja (Yudhaningrum, 2009). Hal ini didukung oleh hasil penelitian

Yudhaningrum (2009) yang mendapatkan bahwa pekerja yang telah mendapatkan

pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja mengalami penurunan.

Teknik manajemen diri ada berbagai macam caranya. Menurut Manz (1986)

yang dikutip dalam Yudhaningrum (2009), teknik manajemen diri diantaranya yaitu:
64

1. Standard-setting, menentukan sasaran, target tingkah laku atau prestasi yang

hendak dicapai. Bila tujuan telah ditetapkan, seseorang akan lebih fokus pada

bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai, misalnya seorang wanita karir yang

memiliki rencana dan tujuan yang mantap akan dapat mencapai kesuksesan

dalam pekerjaannya.

2. Self monitoring, dapat dilakukan dengan cara mencatat atau membuat grafik

sehingga perubahan data dapat dilihat individu yang bersangkutan dan

berfungsi sebagai insentif atau penguat (reinforcer), contohnya seorang

karyawan memiliki sebuah catatan khusus yang digunakan untuk memantau

perkembangan pekerjaannya, biasanya orang tersebut akan lebih cepat

berkembang di bidangnya.

3. Self evaluation, dalam tahap ini, individu yang bersangkutan mengevaluasi

kembali perkembangan rencana kerjanya, misalnya seorang karyawan

mengevaluasi hasil kerjanya apakah sudah memenuhi target atau belum,

karena bila belum, maka dia dapat memperbaiki diri agar targetnya dapat

terpenuhi, misalnya urusan pengambilan keputusan menghambat pencapaian

target pekerjaan, maka karyawan tersebut dapat berusaha menyesuaikan dan

memperbaiki diri, seperti mencari cara yang menyelesaikan pekerjaan tepat

pada waktunya tanpa terganggu pengambilan keputusannya.

4. Self reinforcement, teknik menghargai diri sendiri secara positif, seperti

member penilaian atau penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan,

misalnya seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara
65

pengambilan keputusannya, bila targetnya terpenuhi, maka dirinya dapat

menghadiahi diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan.

I. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini mengacu pada teori menurut National Safety

Council (2004) bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor

organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri

dari otonomi kerja, kuota (beban) yang tidak logis, relokasi pekerjaan, pelatihan,

karir yang melelahkan, hubungan buruk dengan majikan, perkembangan teknologi,

bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan

(penurunan laba yang didapat). Faktor individual terdiri dari pertentangan antara

karir dan keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan, kejenuhan

kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor

lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual,

kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan.


66

Bagan 2.2
Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

 Faktor Organisasi
 kurangnya otonomi kerja
 beban kerja
 relokasi pekerjaan
 pelatihan
 karir yang melelahkan
 hubungan dengan majikan
 perkembangan teknologi
 bertambahnya tanggung jawab
tanpa bertambahnya gaji
 pekerja dikorbankan
(penurunan laba yang didapat)

 Faktor Individu
 pertentangan karir-keluarga
 ketidakpastian ekonomi
 kurangnya penghargaan
Stres Kerja
 kejenuhan kerja
 perawatan anak yang tidak
adekuat
 hubungan dengan rekan kerja

 Faktor Lingkungan
 kondisi lingkungan kerja
 diskriminasi ras
 pelecehan seksual
 kekerasan di tempat kerja
 kemacetan

Sumber: National Safety Council (2004)


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu pada kerangka teori menurut National Safety

Council (2004) bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor

organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri

dari otonomi kerja, beban yang kerja, relokasi pekerjaan, pelatihan, karir yang

melelahkan, hubungan dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya

tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan (penurunan laba

yang didapat). Faktor individual terdiri dari pertentangan antara pekerjaan dan

keluarga, ketidakpastian ekonomi, penghargaan, kejenuhan kerja, dan perawatan

anak. Faktor lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras,

pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan.

Namun ada beberapa variabel yang tidak dimasukkan ke dalam konsep penelitian

ini. Variabel otonomi kerja tidak dimasukkan karena dari studi pendahuluan peneliti,

variabel otonomi kerja datanya tidak bervariasi (bersifat homogen). Variabel pekerja

dikorbankan (penurunan laba yang didapat) tidak di masukkan karena penelitian ini

dilakukan di lingkungan masyarakat yang jenis dan tempat kerjanya berbeda-beda

antara satu responden dengan responden lainnya. Selain itu, peneliti merasa kesulitan

untuk mengetahui kebenaran responden menjadi korban akibat penurunan laba

67
68

perusahaan karena terbatasnya waktu penelitian. Variabel diskriminasi ras tidak

dimasukkan karena salah satu tujuan pembangunan pembangunan nasional di

Indonesia adalah penghapusan diskriminasi ras, yang saat ini keberhasilan

pencapaiannya mulai dirasakan masyarakat di Indonesia.

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
 Faktor Organisasional
 Beban kerja
 Kondisi relokasi pekerjaan
 Pelatihan Kerja
 Karir
 Hubungan dengan atasan/majikan
 Perkembangan teknologi
 Bertambahnya tanggung jawab
tanpa bertambahnya gaji

 Faktor Individual
 Pertentangan pekerjaan-keluarga
 Ketidakpastian ekonomi
 Penghargaan kerja Stres Kerja
 Kejenuhan kerja
 Perawatan anak
 Hubungan dengan rekan kerja

 Faktor Lingkungan
 Kondisi lingkungan kerja
 Pelecehan seksual
 Kekerasan di tempat kerja
 Kemacetan
69

B. Definisi Operasional

1. Faktor Dependen

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen


No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Stres Kerja Respon responden Wawancara Kuesioner 0. ≥ 16 (stres) Ordinal
berdasarkan (Karoley,
1985 dalam 1. 0-15
kuesioner gejala Airmayanti, (Tidak Stres)
stres yang terdiri 2010).
dari fisiologis,
psikologis dan
perilaku.

1. Faktor Independen

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen


No. Definisi Alat Skala
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
Faktor Organisasional
1. Beban Kerja Persepsi yang dirasakan Wawancara Kuesioner 0. Berat Ordinal
responden terhadap beban (total skor < 3)
kerja dibandingkan dengan
1. Ringan
kemampuan yang dimiliki,
(total skor ≥ 3)
yang terbagi dalam: (Every
dan Giordano, 1980 dalam
Munandar, 2008)
1. Beban kerja berlebih
kuantitatif: beban kerja
yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu
2. Beban kerja berlebih
kualitatif: beban kerja
dimana pekerja sulit
dalam menyelesaikannya
70

No. Definisi Alat Skala


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
2. Kondisi Persepsi kesesuaian Wawancara Kuesioner 0. Tidak Sesuai Ordinal
relokasi responden terhadap 1. Sesuai
(mutasi) pemindahan kerjanya dari
tempat kerja lama menuju
pekerjaan
tempat kerja baru dengan
tanggung jawab yang sama
ataupun berubah.
3. Pelatihan Kerja Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Kurang Ordinal
terhadap kegiatan (responden tidak
pembelajaran teori maupun pernah
praktek yang mendapatkan
didapatkannya untuk bisa pelatihan atau
memudahkan responden responden pernah
melakukan pekerjaannya. mendapatkan
pelatihan dan
masih merasa
sulit dalam
mengerjakan
pekerjaannya),
1. Cukup
(responden
pernah
mendapatkan
pelatihan dan
merasa mudah
dalam
mengerjakan
pekerjaannya),
4. Karir Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Tidak Ordinal
terhadap peluang yang Meningkat
(total skor < 4)
kecil untuk mendapatkan
promosi maupun promosi 1. Meningkat
lebih: (Munandar, 2008) (total skor ≥ 4)
1. Promosi kurang: keadaan
71

No. Definisi Alat Skala


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
tidak mengijinkan maupun
karena mungkin dilupakan
2. Promosi lebih: merasa
terlalu dini untuk
dipromosikan

5. Hubungan Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Buruk Ordinal


dengan atasan terhadap dukungan terkait 1. Baik
atau majikan pekerjaan dari
atasan/majikan terhadap
dirinya.
6. Perkembangan Persepsi kemampuan yang Wawancara Kuesioner 0. Tidak mampu Ordinal
dirasakan oleh responden mengikuti
teknologi
untuk menguasai inovasi 1. Mampu
teknologi termasuk mengikuti
perlatan dan cara kerja
baru.
7. Bertambahnya Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Ya Ordinal
1. Tidak
tanggung jawab mengenai ketidaksesuaian
tanpa hasil yang diterima
responden berupa uang
pertambahan
atau kemudahan fasilitas
gaji
yang diberikan oleh pihak
perusahaan atau organisasi
atau majikan sebagai
kompensasi terhadap
pertambahan tanggung
jawab kerja atau usaha
yang telah dilakukannya.
Faktor Individu
8. Pertentangan Persepsi responden yang Wawancara Kuesioner 0. Terganggu Ordinal
antara dirasa mengganggu akibat (total skor < 3)
pekerjaan tuntutan peran pekerjaan 1. Tidak
dengann dengan dukungan dari terganggu
keluarga yang tidak dapat
keluarga (total skor ≥ 3)
berjalan secara harmonis.
9. Ketidakpastian Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Terganggu Ordinal
ekonomi mengenai keadaan (penghasilan
72

No. Definisi Alat Skala


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
ekonomi yang kurang responden tidak
tetap tiap
maupun sulit untuk
bulannya atau
memenuhi kebutuhan jika responden
berpenghasilan
hidupnya.
tetap tapi dirasa
tidak dapat
memenuhi
kebutuhan tiap
bulannya)
1. Tidak
terganggu
(Responden
berpenghasilan
tetap dan dapat
mencukupi
kebutuhan/bulan
nya)
10. Penghargaan Persepsi dan pengalaman Wawancara Kuesioner 0. Kurang Ordinal
kerja responden dalam 1. Sepadan
mendapatkan pemberian
yang dimaksudkan untuk
menghargai jasa atau
prestasi responden
11. Kejenuhan Pengalaman responden Wawancara Kuesioner 0. Ya Ordinal
kerja terhadap suatu keadaan 1. Tidak
yang dirasa membosankan
/tidak disukai dengan
pekerjaan yang selalu sama
maupun terlalu sering
sepanjang tahun. (NSC
(2004) dan Saragih (2008))
12. Perawatan anak Persepsi kemampuan Wawancara Kuesioner 0. Tidak Adekuat Ordinal
responden dalam (perawatan
anak belum
mengasuh anaknya dengan baik akibat
baik pekerjaan)
1. Adekuat
(perawatan
anak sudah
baik)
73

No. Definisi Alat Skala


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
13. Hubungan Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Buruk Ordinal
dengan rekan terhadap hubungan yang 1. Baik
kerja
tidak baik dialami
responden dengan satu atau
lebih kelompok kerja yang
masih ada hubungannya
dengan pekerjaan
responden.

Faktor Lingkungan
14. Kondisi Persepsi responden Wawancara Kuesioner 0. Buruk Ordinal
lingkungan mengenai kondisi fisik (total skor <3)
kerja
lingkungan kerja baik 1. Baik
berupa keramaian maupun (total skor ≥ 3)
kondisi sirkulasi tempat
kerja yang mengganggu
kenyamanan responden
dalam bekerja.
15. Pelecehan Pengalaman responden Wawancara Kuesioner 0. Pernah Ordinal
seksual berupa kontak atau Mengalami
(terdapat ≥ 1
komunikasi yang jawaban yang
berhubungan dengan seks menunjukkan
yang dilakukan secara pernah
dialami)
sepihak dan tidak
diharapkan oleh responden 1. Tidak Pernah
Mengalami
hingga menimbulkan
reaksi negatif seperti rasa
malu, marah, tersinggung
dan sebagainya pada diri
responden
74

No. Definisi Alat Skala


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
16. Kekerasan di Pengalaman terhadap Wawancara Kuesioner 0. Pernah Ordinal
tempat kerja tindakan yang tidak Mengalami
(terdapat ≥ 1
mengenakkan dalam jawaban yang
pekerjaan meliputi omelan, menunjukkan
kata-kata kasar, pernah
dialami)
penyerangan fisik, dan
penekanan psikologi yang 1. Tidak pernah
mengalami
menggaggu responden
17. Kemacetan Persepsi responden yang Wawancara Kuesioner 0. Terganggu Ordinal
dirasa mengganggu 1. Tidak
perjalanannya saat berada Terganggu
pada situasi
kepadatan jumlah
kendaraan yang membuat
kendaraan yang
digunakannya terhambat.

C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang tahun 2013.

2. Ada hubungan antara kondisi relokasi pekerjaan dengan stres kerja wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

3. Ada hubungan antara pelatihan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di

wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

4. Ada hubungan antara karir dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang tahun 2013.

5. Ada hubungan antara hubungan dengan atasan/majikan dengan stres kerja wanita

bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.


75

6. Ada hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja wanita bekerja

di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

7. Ada hubungan antara bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji

dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

8. Ada hubungan antara pertentangan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga

dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

9. Ada hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja wanita bekerja

di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

10. Ada hubungan antara penghargaan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di

wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

11. Ada hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di

wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

12. Ada hubungan antara perawatan anak dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
13. Ada hubungan antara hubungan dengan rekan kerja dengan stres kerja wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
14. Ada hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja wanita bekerja

di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.

15. Ada hubungan antara pelecehan seksual dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
16. Ada hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja wanita bekerja
di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
17. Ada hubungan antara kemacetan dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang tahun 2013.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

desain potong lintang (cross sectional), karena penelitian ini dilakukan dengan

menganalisis dan melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan

dependen pada sampel dari suatu populasi yang diamati pada waktu yang sama.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga bulan Mei 2013

bertempat di wilayah kecamatan Pamulang, kota Tangerang Selatan.

C. Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat

tinggal di wilayah kecamatan Pamulang ,Tangerang Selatan. Pemilihan sampel

dipilih, dengan menggunakan metode cluster random sampling. Dari 8 kelurahan

yang ada di kecamatan Pamulang, masing-masing kelurahan dipilih rukun warga

(RW) secara cluster dengan metode random secara proporsional. Dari masing-

masing RW, responden dipilih secara random berdasarkan kerangka sampel yang

ada secara proporsional menurut kebutuhan.

76
77

Teknik random yang digunakan dalam pemilihan rukun warga (RW) yaitu

dengan cara menggulung setiap kertas yang memiliki luas permukaan, berat, jenis

dan kualitas kertas yang sama antara satu kertas dengan kertas lainnya serta setiap

kertas sudah dituliskan nomor RW sesuai dengan nomor RW yang ada sebenarnya,

kemudian setiap gulungan kertas tersebut dimasukkan ke dalam wadah gelas yang

tertutup dan hanya memiliki lubang kecil di tutupnya sebagai tempat keluarnya

gulungan kertas tersebut secara acak. Selain pemilihan rukun warga (RW), teknik

pemilihan sampel juga menggunakan cara yang sama. Hanya berbeda saat mengisi

setiap gulungan kertas, kertas diisi dengan nama-nama wanita bekerja yang ada di

setiap RW yang terpilih.

Jumlah sampel yang dibutuhkan berdasarkan dengan asumsi dari penelitian

sebelumnya yaitu bahwa proporsi pada populasi yang memiliki stress kerja akibat

tidak mendapat dukungan keluarga (P1) adalah 51,7% dan proporsi yang memiliki

kejadian stres kerja akibat mendapat dukungan keluarga (P2) adalah 26,8%. Pada

penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat kepercayaan sebesar 95%, derajat

kemaknaan 5 % dan kekuatan uji 90%.

Rumus perhitungan sampel untuk uji hipotesis beda 2 proporsi

n = [ Z1-/2  2 P (1-P) + Z1-  P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2

(P1-P2)2
Keterangan :
n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2 : Derajat kepercayaan, CI 95% = 1,96, α = 5% (two tail)
Z1-β : kekuatan uji 90%
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
78

P1 : Proporsi pada populasi yang memiliki stress kerja akibat tidak mendapat
dukungan keluarga (P1) adalah 51,7%.
P2 : Proporsi yang memiliki kejadian stress kerja akibat mendapat dukungan
keluarga (P2) adalah 26,8%.
Tabel 4.1
Populasi Sampel Penelitian Terdahulu
Hubungan
No Indikator Pv P1 P2 Α β Hasil
Variabel
1. Beban kerja  Berat 10 26
5 80 34
dg stres  Ringan
0,006 0,513 0,194 1 50
(Saragih, 10 36
2008) 5 90 45
1 63
2. Mutasi dg  Mutasi tidak 10 20
stres sesuai
5 80 26
(Saragih,  Mutasi sesuai
1 39
2008) 0,002 0,559 0,194
10 28
5 90 35
1 49
3. Karir  Tidak 10 13
perawat dg meningkat 5 80 16
stres  Meningkat 1 25
0,000 0,633 0,175
(Saragih, 10 17
2008) 5 90 22
1 31
4. Dukungan  Tidak 10 46
keluarga mendapat 5 80 59
perawat dukungan
1 87
0,034 0,517 0,268
dg stres  Mendapat
10 63
(Saragih, dukungan
5 90 78
2008)
1 111
5. Kejenuhan  Jenuh 10 29
perawat dg  Tidak jenuh 5 80 37
0,008 0,529 0,222
stres 1 56
10 90 40
79

Hubungan
No Indikator Pv P1 P2 Α β Hasil
Variabel
(Saragih, 5 50
2008) 1 70
6. Kepuasan  Baik 10 202
terhadap gaji  Buruk 5 80 257
1 379
dg stres 0,018 0,714 0,597
10 279
(Nugrahani, 5 344
90
2008) 1 484
7. Rutinitas  Tidak 10 55
5 80 70
kerja dg stres membosankan
0,026 0,320 0,552 1 104
(Airmayanti,  Membosankan 10 76
2010) 5 90 93
1 132
8. Dukungan  Baik 10 59
sosial dari  Buruk 5 80 76
rekan kerja
0,000 0,745 0,528 1 112
dg stres
10 82
(Nugrahani, 90
5 101
2008)
1 142
9. Dukungan  Baik 10 395
sosial dari  Buruk 5 80 504
supervisor dg 1 744
0,017 0,673 0,588
stres 10 548
(Nugrahani, 5 90 675
2008) 1 984
10. Promosi  Buruk 10 11
5 80 14
kerja dengan  Baik
1 27
stres kerja 1,00 0,75 0,25 10 15
(Yunus, 5 90 19
2011) 1 27
11. Kepuasan  Buruk 10 90
5 80 117
gaji dengan  Baik
0,451 0,583 0,417 1 179
stres kerja 10 116
5 90 147
1 216
Sumber: Hasil Perhitungan Sampel Berdasarkan Rumus Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi, Ariawan (2009) terhadap
Hasil Analisis bivariat penelitian Nugrahani (2008), Saragih (2008), Airmayanti (2010), dan Yunus (2011)
80

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi

diatas, diperoleh besar sampel sebesar 78 orang. Dari hasil tersebut di hitung

kembali berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Harlen Saragih

(2008) didapatkan responden yang tidak mengalami stres sebesar 62,9%. Maka

perhitungan sampelnya sebagai berikut:

78 = 62,9/100x N
N = 78X 100/62,9
N = 124

Berdasarkan hasil penghitungan tersebut maka sampel yang akan diambil

dalam penelitian ini yaitu sebesar 124 sampel pada wanita bekerja. Karena

penggunaan metode sampling dalam penelitian ini berupa cluster random sampling,

mengakibatkan sampel dikalikan dua menjadi 248 sampel.

D. Instrumen Penelitian

1. Uji Coba

Questioner dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan dalam

penelitian. Dari hasil uji coba, questioner tersebut dilakukan perbaikan.

Pertanyaan-pertanyaan pada setiap variabel dalam questioner yang telah diisi

dilakukan uji validitas dan uji realibitas. Uji coba questioner dilakukan kepada

sampel yang memiliki karakteristik serupa dengan wanita bekerja di wilayah

kecamatan Pamulang, kota Tangerang Selatan.


81

2. Questioner

Isi questioner memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

variabel independen, meliputi penyebab organisasional (beban kerja, relokasi

pekerjaan, pelatihan kerja, karir, hubungan dengan majikan, perkembangan

teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji), penyebab

Individual (pertentangan pekerjaan-keluarga, ketidakpastian ekonomi,

penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, hubungan dengan rekan

kerja), penyebab Lingkungan (kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual,

kekerasan di tempat kerja, kemacetan) serta pertanyaan yang berisi indikator

dalam menentukan stres kerja.

3. Scoring

a) Variabel stres kerja


Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah

ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement yang dapat untuk

mengukur tingkat stres. Metode self report measurement menggunakan

sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis,

psikologi dan perilaku yang dapat dijawab dengan jawaban tidak pernah

(skor 0), kadang-kadang diberi (skor 1) dan sering diberi (skor 2). Dimana

perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang digunakan berdasarkan

pendekatan yang dilakukan oleh Karoley (1985) (dalam Airmayanti, 2010).

Hasil skornya adalah total skor seluruh jawaban responden kemudian

dikategorikan menjadi 2, yaitu stres ( ≥16) dan tidak stres (<16).


82

b) Variabel penyebab stres kerja

1) Beban Kerja

Semakin tinggi skor, maka beban kerja yang didapat semakin terasa

ringan dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka beban wanita

bekerja semakin berat.

Berat : skor < 3

Ringan : skor ≥ 3

2) Pelatihan Kerja

Jika responden tidak pernah mendapatkan pelatihan atau responden

pernah mendapatkan pelatihan dan masih merasa sulit dalam mengerjakan

pekerjaannya, maka responden merasa kurang mendapatkan pelatihan

untuk pekerjaannya. Sedangkan jika responden pernah mendapatkan

pelatihan dan merasa mudah dalam mengerjakan pekerjaannya maka

responden merasa telah mendapatkan pelatihan yang cukup untuk

pekerjaannya.

3) Karir

Semakin tinggi skor, maka karir yang didapat semakin terasa tidak

melelahkan dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka karir wanita

bekerja semakin melelahkan.

Tidak Meningkat : skor < 4


Meningkat : skor ≥ 4
83

4) Pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga

Semakin tinggi skor, maka pekerjaan responden semakin terasa tidak

terganggu terhadap tanggung jawab keluarga dan sebalikya apabila

semakin rendah skor maka tanggung jawab keluarga semakin terasa

mengganggu pekerjaannya.

Terganggu : skor < 3


Tidak terganggu : skor ≥ 3

5) Ketidakpastian Ekonomi

Jika penghasilan responden tidak tetap setiap bulannya atau jika

responden berpenghasilan tetap tetapi dirasa tidak dapat memenuhi

kebutuhan setiap bulannya, maka ketidakpastian ekonomi semakin terasa

mengganggu. Dan jika responden berpenghasilan tetap dan dapat

mencukupi kebutuhan tiap bulannya, maka ketidakpastian ekonomi

semakin terasa tidak mengganggu.

6) Kondisi Lingkungan Kerja

Semakin tinggi skor, maka kondisi lingkungan kerja responden semakin

baik dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka kondisi lingkungan

kerja responden semakin buruk.

Buruk : skor < 3

Baik : skor ≥ 3
84

7) Pelecehan seksual

Apabila ada salah satu /lebih jawaban “0.Ya” yang diisi oleh

responden, maka responden pernah menngalami pelecehan seksual dari

rekan ataupun atasan kerja. Apabila semua jawaban diisi “1.Tidak”, maka

responden tidak pernah mengalami pelecehan seksual dari rekan ataupun

atasan kerja.

8) Kekerasan di tempat kerja

Apabila ada salah satu /lebih jawaban “0. Ya” yang diisi oleh

responden, maka responden pernah mendapatkan tindakan kekerasan dari

rekan ataupun atasan kerja di tempat kerjanya. Apabila diisi jawaban “1.

Tidak” semuanya, maka responden tidak pernah mendapatkan tindakan

kekerasan dari rekan ataupun atasan kerja di tempat kerjanya.

E. Jenis Data

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Data primer

diperoleh secara langsung dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh

responden, mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja.

2. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan diperoleh dari data yang sudah diolah oleh

Badan Pusat Statistik (BPS), kelurahan se-kecamatan Pamulang dan pemerintah

Kota Tangerang Selatan.


85

F. Pengolahan Data
Seluruh data primer yang terkumpul akan diolah untuk dapat mengahsilkan

informasi yang benar melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar

kuesioner. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan.

2. Coding

Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah pada saat menganalisis

data dan mempercepat kegiatan entry data. Coding pada penelitian ini dilakukan

pada saat pengisian kuesioner dan pada saat memasukan data ke komputer.

3. Entry data

Meng-entry data dari kuesioner dengan menggunakan program komputer.

4. Cleaning data
Memeriksa kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

G. Analisa Data
1. Analisis univariat

Teknik analisis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi besarnya proporsi dari variabel dependen dan variabel independen

yang disajikan secara deskriptif.

2. Analisis Bivariat

Bertujuan untuk memperoleh gambaran hubungan antara variabel-variabel yang

berhubungan dengan stress kerja dengan kejadian stress kerja pada pekerja

wanita di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2012. Pada


86

analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Metode ini digunakan

untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Uji chi-square hanya untuk

mendapatkan gambaran ada/tidak perbedaan proporsi antara kelompok atau

hubungan 2 variabel kategorik. Dengan derajat kemaknaan 5%, jika Pvalue >

0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang

bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho

ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara

kedua variabel tersebut.


BAB V
HASIL

A. Gambaran Kecamatan Pamulang

Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan.

Kecamatan Pamulang memiliki luas wilayah terluas kedua di Tangerang Selatan

yaitu sebesar 26,82 km2 dan merupakan kecamatan yang memiliki penduduk

terpadat kedua di Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang terdiri dari 8 kelurahan

yang keseluruhannya berjumlah 152 RW, penduduk perempuan di kecamatan

Pamulang dari tahun 2010-2011 mengalami mengalami peningkatan sebanyak 6.608

jiwa, sedangkan penduduk perempuan usia 15-64 tahun pada tahun 2010-2011

mengalami peningkatan sebanyak 5.403 jiwa.

Tabel 5.1
Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang
berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun
Tahun
Jenis kelamin
2010 2011
Laki-Laki 144.898 151.104
Perempuan 141.372 147.980
Total 286.270 286.607
Sumber: BPS Tangsel

87
88

Tabel 5.2
Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang menurut
Umur Angkatan Kerja dan Tahun
Tahun
Umur
2010 2011
15-64 100.733 106.136
Sumber: BPS Tangsel

Batas wilayah Kecamatan Pamulang:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok

Provinsi Jawa Barat

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serpong

Letak geografis Kecamatan Pamulang yang berbatasan dengan kota Jakarta

Selatan provinsi DKI Jakarta di sebelah timur dan berbatasan dengan kabupaten

Bogor dan kota Depok provinsi Jawa Barat di sebelah selatan menjadi salah satu

wilayah penyangga dan penghubung antara provinsi DKI Jakarta dengan provinsi

Banten dan Jawa Barat memberi banyak peluang pekerjaan bagi penduduknya.

.
89

B. Gambaran Stres Kerja

Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan menggunakan sejumlah

pertanyaan yang intensitas perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang dialami

seseorang. Hasil total skor seluruh jawaban responden dikategorikan menjadi 2,

yaitu jika diperoleh total skor jawaban ≥16 dapat dikategorikan sebagai stres dan jika

diperoleh total skor jawaban 1-15 dapat dikategorikan sebagai tidak stres.

Tabel 5.3
Distribusi Responden berdasarkan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja Jumlah Persentase
(n) (%)
Stres 132 53,2
Tidak Stres 116 46,8
Jumlah 248 100
Distribusi responden berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam tabel

5.3, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami stres. Sebagian besar

responden mengalami stres, sisanya responden tidak mengalami stres.

C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor


Penyebab Stres Kerja

1. Faktor Organisasional
a. Beban Kerja
Tabel 5.4
Distribusi Responden berdasarkan Beban Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Beban Kerja
(n) (%)
Berat 84 33,9
Ringan 164 66,1
Jumlah 248 100
90

Variabel beban kerja diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan beban kerja yang dirasakan dalam pekerjaan responden.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki beban kerja yang ringan. Terkait beban kerja responden, paling

banyak dirasakan adalah dirinya dituntut untuk bekerja dengan cepat dan

tepat. Selain itu pekerjaan di luar tugas pokoknya dirasa terlalu berat bagi

responden juga banyak dirasakan oleh responden.

b. Relokasi Pekerjaan

Tabel 5.5
Distribusi Responden berdasarkan Relokasi Pekerjaan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013

Jumlah Persentase
Relokasi Pekerjaan
(n) (%)
Pernah 175 70,6
Tidak Pernah 73 29,4
Total 248 100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua responden pernah

mendapat relokasi pekerjaan, yaitu dari total 248 responden ada 73 orang

atau 29,4% yang tidak pernah mengalami relokasi dalam pekerjaannya.


91

Tabel 5.6
Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Kondisi Relokasi Pekerjaan
(n) (%)

Tidak Sesuai 63 36
Sesuai 112 64
Total 175 100

Responden yang merasa sesuai dengan pekerjaannya setelah dirinya

mendapat relokasi pekerjaan lebih banyak dibandingkan dengan responden

yang merasa tidak sesuai setelah dirinya mendapat relokasi pekerjaan.

c. Pelatihan Kerja

Tabel 5.7
Distribusi Responden berdasarkan Pelatihan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Pelatihan Kerja
(n) (%)
Kurang 92 37,1
Cukup 156 62,9

Total 248 100

Dari hasil jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang

menyatakan bagaimana kecukupan pelatihan kerja responden dalam

pekerjaannya, diketahui bahwa responden yang sudah mendapatkan pelatihan

kerja yang cukup ada lebih banyak jumlahnya daripada responden yang

kurang dalam mendapatkan pelatihan kerja untuk memudahkan dirinya

dalam menjalankan pekerjaanya.


92

d. Karir
Tabel 5.8
Distribusi Responden berdasarkan Jenjang Karir
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Jenjang Karir
(n) (%)
Ada 170 68,5
Tidak Ada 78 31,5

Total 248 100


Tidak semua responden memiliki jenjang karir dalam pekerjaannya, dari

248 responden ada sebanyak 78 orang atau 31,5% yang tidak memiliki

jenjang karir dalam pekerjaannya.

Tabel 5.9
Distribusi Responden berdasarkan Karir
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Karir
(n) (%)
Tidak Meningkat 116 68,2
Meningkat 54 31,8

Total 170 100


.
Berdasarkan hasil penelitian variabel karir melalui pertanyaan-pertanyaan

yang berkaitan dengan kepuasan jenjang karir responden dalam

pekerjaannya, didapatkan bahwa sebagian besar responden merasa karirnya

tidak meningkat.

.
93

e. Hubungan dengan Atasan/ Majikan

Tabel 5.10
Distribusi Responden berdasarkan Atasan/majikan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Atasan/majikan
(n) (%)
Memiliki Atasan/Majikan 219 88,3
Tidak Memiliki Atasan/majikan 29 11,7

Total 248 100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penelitian ini tidak semua

responden memiliki atasan/majikan, dari total 248 responden ada 29 orang

atau 11,7% yang tidak memiliki atasan/majikan.

Tabel 5.11
Distribusi Responden berdasarkan Hubungan dengan Atasan/Majikan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Hubungan dengan Jumlah Persentase
Atasan/majikan (n) (%)
Buruk 8 3,7
Baik 211 96,3

Total 219 100

Responden yang merasa memiliki hubungan yang buruk dengan

atasan/majikannya lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan responden

yang merasa memiliki hubungan yang baik dengan atasan/majikannya.


94

f. Perkembangan Teknologi

Tabel 5.12
Distribusi Responden berdasarkan Kemampuan Mengikuti Perkembangan
Teknologi Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Perkembangan Teknologi
(n) (%)

Tidak Mampu Mengikuti 45 18,1

Mampu Mengikuti 203 81,9

Total 248 100


Berdasarkan hasil pada tabel 5.12, diketahui bahwa sebagian besar

responden merasa mampu mengikuti perkembangan teknologi yaitu sebanyak

203 orang atau 81,9%.

g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/ Pendapatan

Tabel 5.13
Distribusi Responden berdasarkan Perkembangan Pertambahan
Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pertambahan Tanggung Jawab tanpa Jumlah Persentase
Pertambahan Gaji/Pendapatan (n) (%)
Ya 80 32,3
Tidak 168 67,7

Total 248 100


Responden yang merasa gaji/pendapatannya sesuai dengan bertambahnya

tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam pekerjaannya lebih banyak

responden yang merasa gaji/pendapatannya tidak sesuai dengan

bertambahnya tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam pekerjaannya ,

seperti yang tercantum pada tabel 5.13.


95

2. Faktor Individual
a. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggungjawab Keluarga
Tabel 5.14
Distribusi Responden berdasarkan Pertentangan antara Pekerjaan dan
Tanggungjawab Keluarga Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pertentangan Pekerjaan dengan Jumlah Persentase
Tanggungjawab Keluarga (n) (%)
Terganggu 101 40,7
Tidak Terganggu 147 59,3

Total 248 100


Variabel pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga

diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

pertentangan antara Pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Berdasarkan

hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan tidak terganggu

adanya pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga sebanyak

147 orang atau 59,3% dari 248 responden.

b. Ketidakpastian Ekonomi

Tabel 5.15
Distribusi Responden berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013

Ketidakpastian Jumlah Persentase


Ekonomi (n) (%)
Terganggu 145 58,5
Tidak Terganggu 103 41,5

Total 248 100


96

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.15, responden sebagian besar

menyatakan terganggu dengan ketidakpastian ekonominya. Variabel

ketidakpastian ekonomi diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan pendapatan ekonomi responden dalam memenuhi

kebutuhan hidup. Yang paling banyak dirasakan oleh responden terkait

ketidakpastian ekonomi adalah penghasilan yang didapatkan responden tidak

tetap setiap bulannya.

c. Penghargaan Kerja

Tabel 5.16
Distribusi Responden berdasarkan Penghargaan Kerja yang Didapat
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Penghargaan Kerja
(n) (%)
Kurang 75 30,2
Sepadan 173 69,8

Total 248 100

Dari hasil penelitian pada tabel 5.16 diketahui bahwa sebagian besar

responden merasa penghargaan yang diterimanya sepadan dengan

pekerjaannya yaitu sebanyak 173 responden atau 69,8% dari 248 responden.
97

d. Kejenuhan Kerja

Tabel 5.17
Distribusi Responden berdasarkan Kejenuhan Kerja
Wanita Bekerja di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kejenuhan Jumlah Persentase
Kerja (n) (%)
Ada 58 23,4
Tidak Ada 190 76,6

Total 248 100

Responden sebagian besar tidak merasa jenuh dalam pekerjaannya. Yaitu

ada sebanyak 190 orang atau 76,6%, seperti yang tercantum dalam pada tabel

5.17.

e. Perawatan Anak

Tabel 5.18
Distribusi Responden berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Anak (n) (%)
Memiliki anak 186 75
Tidak/Belum Memiliki Anak 62 25

Total 248 100


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua responden

memiliki anak, yaitu sebanyak 62 orang atau 25% reponden.


98

Tabel 5.19
Distribusi Responden berdasarkan Perawatan Anak
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Perawatan Anak (n) (%)
Tidak Adekuat 24 12,9
Adekuat 162 87,1

Total 186 100

Responden yang menyatakan adekuat dalam merawat anaknya lebih

banyak jumlahnya dibandingkan responden yang tidak adekuat dalam

merawat anaknya.

f. Hubungan dengan Rekan Kerja

Tabel 5.20
Distribusi Responden berdasarkan Hubungan dengan Rekan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Hubungan dengan Jumlah Persentase
Rekan Kerja (n) (%)

Buruk 8 3,2
Baik 240 96,8

Total 248 100

Dari hasil penelitian pada tabel 5.20 diketahui bahwa sebagian besar

responden merasa memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya.

Sebaliknya, hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa dirinya

memiliki hubungan yang buruk dengan rekan kerjanya.


99

3. Faktor Lingkungan

a. Kondisi Lingkungan Kerja

Tabel 5.21
Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Kondisi Lingkungan Kerja
(n) (%)
Buruk 69 27,8
Baik 179 72,2
Total 248 100

Variabel kondisi lingkungan kerja diukur menggunakan pertanyaan-

pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja responden.

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi lingkungan kerja responden sebagian

besar adalah baik. Yang paling banyak dirasakan tidak nyaman oleh

responden adalah kondisi keramaian tempat kerjanya, diikuti suhu

lingkungan/sirkulasi udara tempat kerja, dan kondisi house keeping

lingkungan kerja.

b. Pelecehan Seksual
Tabel 5.22
Distribusi Responden berdasarkan Pelecehan Seksual terhadap
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Pelecehan Seksual
(n) (%)
Pernah Mengalami 65 26,2
Tidak Pernah Mengalami 183 73,8

Total 248 100


100

Dari hasil penelitian pada tabel 5.22 diketahui bahwa sebagian responden

yang menyatakan tidak pernah mendapatkan perilaku pelecehan seksual dari

rekan kerja maupun atasan/ majikannya.

c. Kekerasan di Tempat Kerja


Tabel 5.23
Distribusi Responden berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Kekerasan di Tempat Kerja
(n) (%)
Pernah Mengalami 32 12,9
Tidak Pernah Mengalami 216 87,1
Total 248 100
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan tidak pernah

mendapatkan kekerasan di tempat kerja dari rekan kerja maupun

atasan/majikan, seperti yang tercantum pada tabel 5.23.

d. Kemacetan

Tabel 5.24
Distribusi Responden berdasarkan Kemacetan yang dialami Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jumlah Persentase
Kemacetan
(n) (%)

Terganggu 160 64,5

Tidak Terganggu 88 35,5


Total 248 100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang

merasa terganggu akibat kemacetan lebih banyak dibandingkan dengan

responden yang merasa tidak terganggu akibat kemacetan.


101

D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square dengan tingkat

kemaknaan 5%. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa beban kerja,

perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan

gaji/pendapatan, ketidakpastian ekonomi, penghargaan kerja, kejenuhan kerja, dan

pelecehan seksual secara statistik memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja.

Sedangkan relokasi kerja, pelatihan kerja, karir, hubungan dengan atasan/majikan,

pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga, perawatan anak,

hubungan dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja, kekerasan di tempat kerja

dan kemacetan tidak memiliki hubungan secara statistik dengan stres kerja.

1. Beban Kerja dengan Stres Kerja


Tabel 5.25
Distribusi Responden menurut Beban Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Beban
Stres Tidak Stres Total Pvalue
Kerja
n % n % n %
Berat 64 76,2 20 23,8 84 100
0,000
Ringan 68 41,5 96 58,5 164 100
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Responden yang menyatakan beban kerja berat lebih banyak mengalami

stres, sedangkan responden yang menyatakan beban kerja ringan lebih banyak

tidak mengalami stres. Dari hasil uji chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,000,

dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara beban

kerja dengan stres kerja yang dialami responden.


102

2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja

Tabel 5.26
Distribusi Responden menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Relokasi
Stres Tidak Stres Total Pvalue
Pekerjaan
n % N % n %
Tidak Sesuai 36 57,1 27 42,9 63 100
0,766
Sesuai 60 53,6 52 46,4 112 100
Total 37 21,1 138 78,9 175 100
Untuk variabel relokasi pekerjaan ini, analisis bivariat hanya dilakukan

kepada responden yang pernah mengalami relokasi pekerjaan. Jumlah responden

yang menyatakan sesuai dengan relokasi pekerjaan yang dialaminya maupun

responden yang menyatakan tidak sesuai dengan relokasi pekerjaan yang

dialaminya sebagian besar sama-sama mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi

square diperoleh Pvalue sebesar 0,766, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan

bahwa kondisi relokasi pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan stres yang

dialami responden.

3. Pelatihan Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 5.27
Distribusi Responden menurut Pelatihan Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Pelatihan
Stres Tidak Stres Total Pvalue
Kerja
n % n % n %
Kurang 53 57,6 39 42,4 92 100
0,352
Cukup 79 50,6 77 49,4 156 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100


103

Berdasarkan tabel 5.27 diketahui responden yang menyatakan kurang

dalam mendapatkan pelatihan kerja maupun responden yang menyatakan cukup

mendapat pelatihan kerja sebagian besarnya mengalami stres. Dari hasil uji

statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,352, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa pelatihan kerja tidak memiliki hubungan dengan stres yang

dialami responden.

4. Karir dengan Stres Kerja

Tabel 5.28
Distribusi Responden menurut Karir dan Stres Kerja Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Karir Stres Tidak Stres Total Pvalue
N % n % n %
Tidak Meningkat 65 56,0 51 44,0 116 100
0,091
Meningkat 22 40,7 32 59,3 54 100
Total 87 51,2 83 48,8 170 100

Pada variabel karir ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada

responden yang memiliki jenjang karir di tempat bekerjanya. Dari tabel 5.28

diketahui responden yang menyatakan karirnya tidak meningkat lebih banyak

mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan karirnya meningkat

lebih banyak tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh

Pvalue sebesar 0,091, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karir tidak

memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.


104

5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja

Tabel 5.29
Distribusi Responden menurut Hubungan dengan Atasan/Majikan dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja Pvalue
Hubungan
Stres Tidak Stres Total
Atasan/Majikan
n % n % n %
Buruk 5 62,5 3 37,5 8 100
0,727
Baik 112 53,1 99 46,9 211 100
Total 117 53,4 102 46,6 219 100

Untuk variabel ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada responden

yang memiliki atasan/majikan pada pekerjaannya. Berdasarkan tabel 5.29

diketahui jumlah responden yang menyatakan memiliki hubungan baik dengan

atasan/majikan dan responden yang menyatakan memiliki hubungan buruk

dengan atasan/majikannya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji

statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,727, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan dengan atasan/majikan tidak memiliki hubungan

bermakna dengan stres yang dialami responden.

6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja

Tabel 5.30
Distribusi Responden menurut Perkembangan Teknologi dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Perkembangan Teknologi Stres Tidak Stres Total Pvalue
n % n % n %
Tidak Mampu Mengikuti 31 68,9 14 31,1 45 100
0,031
Mampu Mengikuti 101 49,8 102 50,2 203 100
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
105

Responden yang menyatakan tidak mampu mengikuti perkembangan

teknologi lebih banyak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan

mampu mengikuti perkembangan teknologi cenderung tidak mengalami stres.

Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,031, dimana Pvalue <

0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memiliki hubungan

bermakna dengan stres yang dialami responden.

7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/ Pendapatan


dengan Stres Kerja
Tabel 5.31
Distribusi Responden menurut Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa
Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Bertambahnya Tanggung Stres Kerja Pvalue
Jawab tanpa Pertambahan Stres Tidak Stres Total
Gaji/Pendapatan n % n % n %
Ya 53 66,2 27 33,8 80 100
0,007
Tidak 79 47,0 89 53,0 168 100
Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Berdasarkan tabel 5.31 diketahui responden yang menyatakan

bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji/pendapatan sebagian

besarnya mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan bertambahnya

tanggung jawab diiringi bertambahnya gaji/pendapatan cenderung tidak

mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,007,

dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya tanggung jawab

tanpa bertambahnya gaji memiliki hubungan bermakna dengan stres yang

dialami responden.
106

8. Pertentangan antara Pekerjaan dengan Tanggung Jawab Keluarga dan


Stres Kerja
Tabel 5.32
Distribusi Responden menurut Pertentangan antara Pekerjaan dan
Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pertentangan antara Stres Kerja
Pekerjaan dan Tanggung Stres Tidak Stres Total Pvalue
Jawab Keluarga n % n % n %
Terganggu 54 53,5 47 46,5 101 100
1,000
Tidak Terganggu 78 53,1 69 46,9 147 100
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Baik responden yang menyatakan terganggu maupun yang tidak

terganggu akibat pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga,

keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji chi square diperoleh

Pvalue sebesar 1,000,. Hal ini menunjukkan bahwa pertentangan antara pekerjaan

dengan tanggung jawab keluarga tidak memiliki hubungan bermakna dengan

stres yang dialami responden.

9. Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja

Tabel 5.33
Distribusi Responden menurut Ketidakpastian Ekonomi dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja Pvalue
Ketidakpastian Ekonomi Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Terganggu 89 61,4 56 38,6 145 100
0,003
Tidak Terganggu 43 41,7 60 58,3 103 100
Total 132 21 116 46,8 248 100
Berdasarkan tabel 5.33 diketahui responden yang menyatakan terganggu

akibat ketidakpastian ekonomi sebagian besar mengalami stres, sedangkan

responden yang menyatakan tidak terganggu akibat ketidakpastian ekonomi

sebagian besarnya tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square
107

diperoleh Pvalue sebesar 0,003, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

ketidakpastian ekonomi memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami

responden.

10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 5.34
Distribusi Responden menurut Penghargaan Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja Pvalue
Penghargaan Kerja Stres Tidak Stres Total
n % n % n %

Kurang 51 68,0 24 32,0 75 100


0,003
Sepadan 81 46,8 92 53,2 173 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Responden yang menyatakan kurang mendapat penghargaan kerja

sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan

penghargaan kerja yang didapat sudah sepadan lebih banyak yang tidak

mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,003,

dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara

penghargaan kerja dengan stres yang dialami responden.


108

11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 5.35
Distribusi Responden menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja Pvalue
Kejenuhan Kerja Stres Tidak Stres Total
n % n % n %

Ada 45 77,6 13 22,4 58 100


0,000
Tidak Ada 35 45,8 103 54,2 190 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Berdasarkan tabel 5.35 diketahui responden yang menyatakan jenuh

terhadap pekerjaannya sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden

yang menyatakan tidak jenuh terhadap pekerjaannya cenderung tidak mengalami

stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,000, dimana

Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan kerja memiliki hubungan

bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.

12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja

Tabel 5.36
Distribusi Responden menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Perawatan Anak Stres Tidak Stres Total Pvalue
n % n % n %
Tidak Adekuat 16 66,7 8 33,3 24 100
0,173
Adekuat 80 49,4 82 50,6 162 100
Total 96 51,6 90 48,4 186 100
109

Untuk variabel perawatan anak, analisis bivariat hanya dilakukan kepada

responden yang sudah memiliki anak. Dari hasil penelitian pada tabel 5.36

diketahui responden yang menyatakan adekuat dalam merawat anaknya sebagian

besar tidak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak

adekuat dalam merawat anaknya cenderung mengalami stres. Dari hasil uji

statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,173, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa perawatan anak tidak memiliki hubungan bermakna dengan

stres yang dialami responden.

13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 5.37
Distribusi Responden menurut Hubungan Rekan Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Hubungan Rekan Kerja Stres Tidak Stres Total Pvalue
n % n % n %
Buruk 4 50,0 4 50,0 8 100
1,000
Baik 128 53,3 112 46,7 240 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Baik responden yang menyatakan memiliki hubungan buruk maupun

yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya, keduanya sama-sama lebih

banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue

sebesar 1,000, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan

dengan rekan kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang

dialami responden.
110

14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 5.38
Distribusi Responden menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Kondisi
Stres Tidak Stres Total Pvalue
Lingkungan Kerja
n % n % n %

Buruk 43 62,3 26 37,7 69 100


0,101
Baik 89 49,7 90 50,3 179 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Berdasarkan tabel 5.38 diketahui responden yang menyatakan kondisi

lingkungan kerjanya buruk sebagian besar mengalami stres, sedangkan

responden yang menyatakan kondisi lingkungan kerjanya baik cenderung tidak

mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,101,

dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan kondisi lingkungan kerja tidak

memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.

15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja

Tabel 5.39
Distribusi Responden menurut Pelecehan Seksual dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Pelecehan Seksual Stres Stres Kerja Total Pvalue
n % n % N %

Pernah Mengalami 43 66,2 22 33,8 65 100


0,022
Tidak Pernah Mengalami 89 48,6 94 51,4 183 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100


111

Responden yang menyatakan pernah mengalami perilaku pelecehan

seksual sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan

tidak pernah mengalami perilaku pelecehan seksual cenderung tidak mengalami

stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,022, dimana

Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual memiliki hubungan

bermakna dengan stres yang dialami responden.

16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 5.40
Distribusi Responden menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Kekerasan
Stres Tidak Stres Total Pvalue
di Tempat Kerja
n % n % n %
Pernah Mengalami 22 68,8 10 31,3 32 100
0,090
Tidak Pernah Mengalami 110 50,9 105 49,1 216 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Berdasarkan tabel 5.40 diketahui responden yang menyatakan pernah

mengalami dan yang menyatakan tidak pernah mengalami perilaku kekerasan di

tempat kerja sebagian besar mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square

diperoleh Pvalue sebesar 0,090, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

kekerasan di tempat kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang

dialami responden.
112

17. Kemacetan dengan Stres Kerja

Tabel 5.41
Distribusi Responden menurut Kemacetan dan Stres Kerja Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Kemacetan Stres Tidak Stres Total Pvalue
n % n % n %
Terganggu 89 55,6 71 44,4 160 100
0,375
Tidak Terganggu 43 48,9 45 51,1 88 100

Total 132 53,2 116 46,8 248 100

Responden yang menyatakan terganggu akibat kemacetan sebagian besar mengalami

stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak terganggu akibat kemacetan

cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue

sebesar 0,375, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kemacetan tidak

memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.


BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan maupun kelemahan

yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan maupun kelemahan

tersebut diantaranya yaitu:

1. Desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional yang mempunyai

karakteristik melakukan pengamatan secara bersamaan, sehingga lemah

dalam mengetahui adanya hubungan sebab akibat.

2. Karena keterbatasan waktu dan biaya, pengukuran pada variabel independen

dan variabel dependen dalam penelitian ini lebih bersifat subyektif

berdasarkan persepsi dan pengalaman responden, menurut pengetahuan serta

informasi yang dimiliki responden.

3. Dalam melakukan random pemilihan sampel, dalam peneltian ini adalah

dengan mengacak gulungan kertas yang dimasukkan ke dalam sebuah wadah

dengan tutup yang terbuka kecil yang hanya muat untuk keluarnya gulungan

kertas. Sehingga peneliti menyadari mungkin adanya ketidaksamaan berat

gulungan kertas yang mungkin mempengaruhi sampel gulungan kertas yang

keluar.

113
114

B. Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang

Menurut World Health Organization (2003) respon seseorang yang

mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan

pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu

menanggulanginya merupakan stres yang berhubungan dengan kerja. Setiap

aspek yang ada dalam pekerjaan memiliki kemungkinan berpotensi menjadi

pembangkit stres. Karena penyebab stres bisa saja dari faktor individu,

lingkungan tempat bekerja ataupun lingkungan keluarga seseorang.

Stres yang tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menimbulkan efek

yang merugikan bagi seseorang. Seaward (1994) mengkategorikan stres menjadi

3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress. Eustress merupakan

stres yang dapat menjadi motivasi atau inspirasi bagi seseorang karena dianggap

menyenangkan dan bukan dianggap sebagai ancaman bagi orang yang

mengalaminya. Neustress menggambarkan rangsangan sensorik yang tidak

memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress

dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres. Dalam pandangan saat ini

istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah "tekanan" sering

digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University, 2013).

Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat

berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa

terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita. Lain

lagi dengan Tunjungsari (2011), hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat


115

hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Sedangkan

dari penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja

berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres

yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan.

Dalam penelitian ini pengukuran stres kerja menggunakan indikator

sesuai dengan metode self report measurement yang terdiri dari beberapa

pertanyaan yang berdasarkan pada perubahan fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Hasil dari penelitian terhadap 248 responden diketahui bahwa sebagian besar

wanita bekerja yang tinggal di kecamatan Pamulang mengalami stres yaitu

sebesar 53,2%.

Hal ini kemungkinan dikarenakan tempat dan jenis pekerjaan responden

dalam penelitian ini berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga beban

kerja, tuntutan, masalah, dan tekanan yang berpotensi mempengaruhi stres di

antara satu responden dengan yang lainnya. Selain faktor-faktor yang

berhubungan dengan stres yang diteliti dalam penelitian ini, ada kemungkinan

hasil tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak terukur dalam penelitian

ini seperti pengaruh pasangan hidup, pendidikan, kepribadian seseorang, dan

faktor lainnya yang turut mempengaruhi hasil pengukuran. Menurut Gustafsson

(2002) dalam Maurits dan Widodo (2008) menyatakan bahwa berkurangnya

kualitas tidur pada pekerja wanita berpengaruh terhadap stres, mudah terinfeksi,

ada perubahan mood dan somatic disstress. Karena faktor kualitas tidur tidak

diteliti dalam penelitian ini, kemungkinan faktor kualitas tidur responden juga

cukup mempengaruhi hasil penelitian ini.


116

Banyaknya jumlah wanita bekerja yang mengalami stres, jika tidak

ditangani dengan baik dan serius maka dapat menimbulkan kerugian bagi

responden maupun perusahaan. Seperti yang dinyatakan Randall Schuller (1980)

yang dikutip oleh Rini (2002) diketahui bahwa stres pada pekerja berbanding

lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan

tendensi terjadinya kecelakaan kerja.

Pencegahan dengan manajemen stres memerlukan suatu pendekatan yang

menyeluruh dari fisik, psikologik, psikososial, dan psikoreligius (Hawari, 2001).

Ada beberapa cara pencegahan maupun pengendalian stres yang dapat dilakukan.

Menurut Veithzal Rivai (2004) yang dikutip oleh Tunjungsari (2011),

pengendalian stress kerja melalui pendekatan individu dapat dilakukan dengan

cara meningkatkan keimanan, melakukan meditasi dan pernapasan, berolahraga,

relaksasi, menjalin dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga, maupun

menghindari kebiasaan rutin yang membosankan. Sedangkan menurut Hawari

(2001), ada beberapa metode manajemen stres yang dapat dilakukan, diantaranya

yaitu:

1. Cukup istirahat

Tugas dan beban yang berat dalam pekerjaan menuntut seseorang

menghabiskan waktu yang lama untuk bekerja, sehingga orang tersebut tidak

memiliki banyak waktu beristirahat dan tidur yang cukup. Tidur dapat

diartikan sebagai “obat” alamiah yang dapat memulihkan segala kelelahan

fisik maupun mental (Hawari, 2001).


117

2. Perbanyak pergaulan sosial serta memperluas tali silaturahim

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga

seseorang tidak akan dapat hidup sendiri. Seseorang hendaknya banyak

bergaul, mencari teman dan menjalin silaturahim agar dapat meningkatkan

daya tahan dan kekebalan terhadap stres, Karena seseorang yang memiliki

banyak teman mempunyai lawan bicara yang dipercaya untuk saling bertukar

pikiran dan membantu mengurangi beban pikirannya.

3. Taat beribadah dan mendekatkan diri dengan Tuhan

Manusia adalah makhluk yang fitrah, sehingga memerlukan

pemenuhan kebutuhan dasar spiritual (basic spiritual needs), oleh sebab itu

agama adalah salah satu kebutuhan dasar yang dapat mencegah seseorang

dari kejadian stres. Bagi responden yang beragama islam apabila mengalami

stres selain berobat pada ahlinya, dianjurkan berdoa dan berzikir (mengingat

ALLAH SWT) sehingga dapat menenangkan jiwa yang bersangkutan.

Seperti yang dianjurkan oleh ALLAH SWT dalam firmannya yang artinya

“(yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram

dengan mengingat ALLAH. Ingatlah, dengan mengingat ALLAH-lah hati

menjadi tenteram” (Q.S Ar-Ra’d:28).

4. Mencari waktu luang untuk berwisata dan berekreasi

Rekreasi/wisata merupakan sarana untuk mengurangi stres, sebab

dengan berekreasi/ berwisata maka seseorang dapat melupakan segala

permasalahan dan rutinitas yang membuat seseorang mejadi stres.


118

C. Beban Kerja

Variabel beban kerja diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan beban kerja yang dirasakan dalam pekerjaan responden. Terkait

beban kerja, yang paling banyak dirasakan responden adalah tuntutan untuk

bekerja dengan cepat dan tepat. Selain itu pekerjaan di luar tugas pokok yang

berat juga banyak dirasakan oleh responden.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden

menyatakan beban kerja mereka ringan. Hasil ini mungkin karena beban

pekerjaan yang dijalani responden diimbangi dengan waktu kerja yang cukup.

Hal ini didukung oleh Munandar (2006) yang menyatakan bahwa unsur yang

menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban berlebih kualitatis adalah

desakan waktu. Selain itu, banyaknya beban kerja responden yang dirasa ringan

mungkin karena pekerjaan responden yang monoton/tidak majemuk telah

membuat responden menjadi terampil mengerjakan tugasnya sehari-hari

sehingga tidak terasa terlalu memeras otak. Karena pekerjaan yang

menitikberatkan pada pekerjaan otak, pekerjaan menjadi semakin majemuk,

semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan bertambah tingginya

tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006).

Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan

beban kerja mereka ringan lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan

responden yang menyatakan beban kerja mereka berat lebih banyak yang

mengalami stres. Hal ini mungkin karena responden yang memiliki beban kerja
119

berat memiliki batas waktu kerja yang terbatas untuk menyeleseikan tuntutan

beban kerjanya.

Hasil statistik uji chi-square dalam penelitian ini menunjukkan beban

kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil ini selaras

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2008) didapatkan bahwa

terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif dengan stres kerja. Selain itu

juga sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2010) dan Bida (1995) yang

mendapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan

stres kerja.

Beban kerja dapat menimbulkan stres negatif yang sering diartikan

sebagai stres, maupun stres yang bersifat positif yang dalam kata lain disebut

sebagai tekanan yang membangun prestasi. Menurut Davis dan Newstrom (1989)

dalam Margiati (1999) tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres,

akan cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut

melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan kepada

pekerja tersebut untuk menyelesaikannya. Desakan waktu yang dapat

menimbulkan beban kerja belebih kuantitatif maupun kualitatif, pada saat

tertentu dan dalam hal tertentu waktu akhir (deadline) dapat membuat motivasi

meningkat dan menghasilkan prestasi yang baik (Munandar, 2006). Sedangkan

jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan kurangnya rangsangan

akan menimbulkan semangat dan motivasi yang rendah untuk bekerja. Pekerja

akan merasa dirinya tidak berkembang dan merasa tidak berdaya untuk
120

memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland dan Cooper, 1998 dalam

Munandar, 2006).

Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi responden yang

disebabkan oleh beban kerja, disarankan kepada tiap individu responden untuk

lebih mengembangkan keahlian melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan

pekerjaannya baik yang diselenggarakan oleh perusahaan maupun pihak lainnya,

dan kepada pihak yang mempekerjakan responden disaranakan untuk lebih

mempertimbangkan kembali beban kerja yang diberikan kepeada pekerjanya dan

juga terhadap jam kerja normal. Apabila pihak pemberi kerja ingin menambah

waktu kerja pekerjanya melebihi jam kerja normal (>8jam) untuk menyesuaikan

dengan beban kerja yang diberikan, disarankan untuk memberikan upah lembur

yang sesuai. Karena menurut Sedamayanti (2009) yang dikutip dalam

Airmayanti (2010) memaparkan bahwa kesediaan pegawai untuk menyesuaikan

kecepatan kerjanya selama jam kerja dipengaruhi oleh banyaknya

gaji/pendapatan yang diterima maupun motivasi lainnya.

D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden pernah

mengalami relokasi (mutasi kerja). Responden lebih banyak yang merasa sesuai

dengan relokasi (mutasi) pekerjaan pekerjaannya dibandingkan dengan yang

merasa tidak sesuai dengan relokasi (mutasi) pekerjaan yang didapatkannya.

Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh kenaikan jabatan

(golongan) yang sesuai dengan keterampilannya dan faktor lingkungan tempat


121

kerja baru yang tidak jauh dengan lokasi tempat tinggalnya ataupun tidak dalam

daerah yang memiliki keterbatasan hubungan dengan dunia luar/ daerah

terpencil. Karena pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya

cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang tidak

(Bida, 1995).

Baik responden yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan relokasi

pekerjaan yang didapatkan, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Hasil

statistik uji chi-square menunjukkan relokasi (mutasi) pekerjaan tidak memiliki

hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan

dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa

relokasi pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan

terjadinya stres kerja. Selain itu hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian

Saragih (2008) yang mendapatkan bahwa mutasi kerja memiliki hubungan

bermakna dengan kejadian stres pada perawat.

Tidak adanya hubungan bermakna antara relokasi (mutasi) pekerjaan

mungkin dikarenakan para responden yang pernah mengalami relokasi (mutasi)

pekerjaan sudah merasa sesuai dengan keahlian maupun jenjang karir responden,

serta kemampuan yang dimiliki responden untuk dapat beradaptasi dengan baik

terhadap tugas, lingkungan kerja ataupun rekan kerjanya yang baru. Hal ini

diperkuat oleh Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) yang

menyatakan bahwa ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun

kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja yang

dapat menimbulkan stres.


122

Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan Hasibuan SP

(2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat memberikan uraian

pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang sesuai untuk orang yang

bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan efisien dan efektif. Akan tetapi

relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan tekanan kejiwaan

maupun perasaan yang bersumber dari unit kerja baru ataupun jabatan baru,

apabila pada tingkat toleransi tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang

mengalami relokasi (mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih,

2008). Oleh karena itu disarankan untuk para responden agar tidak menganggap

relokasi (mutasi) pekerjaan sebagai ketegangan, tetapi menjadikannya sebuah

tantangan baru yang harus dihadapi dengan baik. Sehingga diharapkan dapat

termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak menimbulkan stres yang

dapat menggangu kinerja.

E. Pelatihan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden

menyatakan cukup mendapatkan pelatihan kerja yang terkait dengan

pekerjaannya. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis pekerjaan responden. Untuk

pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus pada pekerjaan

formal biasanya sudah dibuat sistem pelatihan bagi pekerja yang akan

ditempatkan dalam pekerjaan dengan keterampilan khusus tersebut, seperti yang

dianjurkan dalam Peraturan Pemerintah no.31 tahun 2006. Sedangkan pada


123

pekerjaan non-formal, keterampilan untuk bekerja dapat diperoleh dengan

belajar sendiri maupun dari orang lain.

Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan

cukup mendapatkan pelatihan kerja dan responden yang menyatakan kurang

mendapat pelatihan kerja, keduanya lebih banyak jumlah yang mengalami stres.

Hasil statistik uji chi-square menunjukkan bahwa pelatihan kerja tidak memiliki

hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan

dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa

pelatihan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres

kerja.

Tidak adanya hubungan antara pelatihan dengan stres kerja mungkin

karena responden sudah mendapatkan pelatihan kerja sejak awal masuk kerja di

tempat responden bekerja, sehingga saat penelitian ini berlangsung para

responden sudah memiliki pengalaman dan keterampilannya masing-masing

dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Pada pekerjaan-pekerjaan

tertentu ada yang tidak memerlukan pelatihan untuk dapat bekerja dengan baik.

Seperti pedagang ataupun pembantu rumah tangga, mereka dapat melakukan

pekerjaannya dengan baik meskipun tidak pernah mengikuti pelatihan yang

diadakan secara formal. Karena pengetahuan dan keterampilan yang mereka

butuhkan dapat diperoleh baik dengan cara belajar sendiri, belajar dari teman,

maupun belajar dari pengalaman diri sendiri ataupun orang lain.

Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan tidak

memiliki hubungan dengan stres kerja, tetapi dari distribusi frekuensi antara
124

responden yang cukup mendapat pelatihan dengan tingkat stres kerja selaras

dengan yang diyatakan Denny (2011) bahwa seseorang yang di tempatkan dalam

pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit

dalam mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat

menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan kerja

dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya tersebut. Sehingga

dapat diasumsikan bahwa semakin banyak mendapatkan pelatihan yang dapat

mempermudah pekerjannya, maka semakin kecil tingkat stres kerja yang dialami

orang tersebut.

F. Karir

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

jenjang karir dalam pekerjaannya. Responden dalam penelitian ini lebih banyak

yang merasa karirnya tidak meningkat dibandingkan dengan yang merasa

karirnya meningkat. Hasil ini mungkin disebabkan karena masih adanya

fenomena gless ceiling di Indonesia. fenomena gless ceiling merupakan persepsi

yang ada dalam masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan

perusahaan, tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti,

2009).

Responden yang merasa karirnya tidak meningkat maupun yang merasa

karirnya meningkat, keduanya sama-sama lebih banyak yang mengalami stres.

Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara

karir dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh
125

National Safety Council (2004) bahwa karir yang melelahkan merupakan salah

satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Akan tetapi hasil ini

sejalan dengan Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa

pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh terhadap

stres kerja.

Tidak adanya hubungan antara karir dengan stres kerja mungkin

dipengaruhi oleh adanya persepsi di masyarakat bahwa wanita bekerja hanya

untuk membantu suami mencari tambahan penghasilan diri sendiri maupun

keluarganya. Dan juga, pekerjaan wanita banyak berada pada skala bawah yang

tidak sesuai dengan harapan namun tetap bertahan pada pekerjaannya karena

tuntutan ekonomi serta tingkat pendidikan rendah yang menimbulkan sulitnya

mendapatkan pekerjaan dengan jabatan (karir) yang lebih baik. Meskipun

banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang bekerja

pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga validitasnya belum

terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi menengah kebawah pada kondisi

krisis banyak wanita yang menjadi pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009).

Wanita bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan skala bawah.

Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan, mayoritas berada di tingkat

buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor industri perkotaan lebih banyak terlibat

sebagai buruh di industri tekstil, garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor

perdagangan, pada umumnya wanita bekerja terlibat dalam perdagangan usaha

kecil seperti berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang

merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka, 2009).


126

Untuk meningkatkan daya saing kerja yang tinggi, disarankan wanita

bekerja untuk lebih menunjukkan kompetensi dalam bekerja dengan

menciptakan kualitas maupun prestasi kerja yanga tinggi, meningkatkan keahlian

maupun keterampilan untuk dapat menyelesaikan tanggung jawab kerja dengan

baik, serta melakukan inovasi dalam setiap tindakan dalam pekerjaan.

G. Hubungan dengan Atasan/Majikan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

atasan/majikan. Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan

dirinya memiliki hubungan yang baik dengan atasan/majikan. Hal ini mungkin

dikarenakan adanya perilaku tenggang rasa atasan ataupun majikan yang

menghargai hasil kerja keras pekerja yang dipimpinnya. Karena menurut

Munandar (2006) perilaku yang kurang menenggang rasa dari atasan akan

menimbulkan rasa ketegangangan dari pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai

stres.

Responden yang memiliki hubungan baik maupun yang memiliki

hubungan buruk dengan atasan /majikan, keduanya lebih banyak yang

mengalami stres. Hasil statistik uji chi-square menunjukkan bahwa hubungan

dengan atasan/majikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres

kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety

Council (2004) bahwa hubungan dengan atasan merupakan salah satu faktor

yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Hasil ini juga tidak sejalan
127

dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya bahwa ada

hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres.

Tidak adanya hubungan dalam hasil penelitian ini mungkin karena

adanya sikap partisipatif atasan/majikan responden dalam melakukan pekerjaan

bersama dengan bawahan/pekerjanya dan tenggang rasa terhadap konflik yang

terjadi di dalam pekerjaan. Hal ini diperkuat oleh Munandar (2006) yang

menyatakan bahwa kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan rasa

senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres pekerjaan dan

menjadikan kesehatan lebih baik. Selain itu juga adanya komunikasi yang

berjalan baik antara atasan/majikan dan bawahan/pekerjanya terkait pekerjaan

yang mungkin meyebabkan tidak adanya hubungan bermakna antara hubungan

dengan atasan/majikan dengan stres kerja. Artinya selama bawahan (pekerja)

dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh

atasan/majikannya, maka atasan/majikan akan senang dan bangga kepada

bawahan (pekerja) sehingga menimbulkan hubungan baik diantara keduanya.

Seperti yang dinyatakan Loh (2013) bahwa salah satu langkah dasar dalam

mengelola hubungan dengan atasan adalah mengerjakan dan menyelesaikan

pekerjaan dengan baik.

H. Perkembangan Teknologi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mampu

mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini mungkin karena teknologi yang

digunakan oleh responden dalam pekerjaannya tidak terlalu canggih dan rumit.
128

Karena berdasarkan penelitian, diketahui bahwa pekerjaan yang mendominasi

responden adalah karyawan swasta. Teknologi yang dibutuhkan karyawan swasta

biasanya adalah komputer, untuk dapat melaksanakan kerja dengan baik

menggunakan teknologi komputer bisa dengan belajar secara otodidak maupun

belajar dari teman, karena komputer merupakan teknologi yang banyak

digunakan dan sudah tidak asing lagi pada kondisi moderen saat ini.

Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan

mampu mengikuti perkembangan teknologi lebih banyak yang tidak mengalami

stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak mampu mengikuti

perkembangan teknologi sebagian besar mengalami stres. Hasil statistik uji chi-

square menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memiliki hubungan yang

bermakna dengan stres kerja. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rina

Fiati dan Nafi Inayati Zahro yang dinyatakan dalam Seminar Nasional Teknologi

Informasi & Komunikasi Terapan (Semantik) tahun 2012 bahwa terdapat

hubungan antara teknologi informasi dan stres pada wanita yang bekerja.

Adanya hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja

dalam penelitian ini mungkin dikarenakan pada zaman moderen saat ini

teknologi yang mendukung pekerja dalam menunjang pekerjaannya banyak yang

berubah ke peralatan dengan nuansa digital. Sehingga pesatnya inovasi

teknologi membuat pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu

singkat serta minimnya pengalaman yang dimiliki dapat menjadi pembangkit

stres kerja bagi pekerja, seperti yang dikemukakan Robbins (1998).


129

I. Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan

Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan tidak merasa

tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai pertambahan gaji/pendapatan. Hal

ini mungkin dikarenakan berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar sistem

kerja yang berlaku dalam pekerjaan responden bersifat tetap. Dimana tanggung

jawab pekerjaan yang dilakukan setiap harinya sesuai dengan jabatan dan

bersifat monoton. Sementara gaji yang didapat setiap bulannya selalu sama

sesuai dengan kebijakan di tempat kerja masing-masing.

Responden yang tidak merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa

disertai pertambahan gaji/pendapatan sebagian besar tidak mengalami stres,

sedangkan responden yang merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai

pertambahan gaji/pendapatan, lebih banyak yang mengalami stres. Hasil uji chi-

square dalam penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara

bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji/pendapatan dengan stres

kerja. Hasil ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Cooper dan

Davidson (1987) dalam Miller (2000) bahwa kepuasan terhadap pembayaran

(dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan faktor yang

berhubungan dengan stres kerja. Hasil ini juga sejalan dengan Bida (1995) yang

mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara gaji dan stres kerja. Dan

juga dalam penelitian Nugrahani (2008) yang memaparkan bahwa terdapat

hubungan antara kepuasan terhadap gaji dengan tingkat stres yang dialami

pekerja.
130

Adanya hubungan bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya

gaji dengan stres kerja mungkin dikarenakan adanya sistem pemberian gaji dan

pembagian tugas yang tetap sesuai dengan kebijakan yang berlaku di masing-

masing tempat kerja responden, akan tetapi tugas yang diberikan semakin

bertambah banyak dan tidak diiringi dengan penambahan gaji di setiap tambahan

tugas kerjanya.

Menurut Hezberg dalam Munandar (2006) jika seseorang menganggap

gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila

seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan merasa puas. Semakin

rendah kepuasan kerja maka semakin tinggi stres kerja, karena kepuasan kerja

memiliki hubungan korelasi negatif signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan

Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa

salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja yaitu dengan

mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri. Oleh karena hal-hal

tersebut, peneliti berasumsi bahwa kemungkinan stres kerja terjadi karena faktor

lainnya yang tidak ada dalam penelitian ini.

J. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga

Dari hasil penelitian, yang menyatakan tidak terganggu karena adanya

pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga lebih banyak

dibandingkan dengan yang menyatakan terganggu karena adanya pertentangan

antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga. Hal ini mungkin karena

adanya sikap profesionalitas yang terbentuk dalam diri responden. Dimana


131

apabila dirinya berada dalam situasi pekerjaan, maka dia akan fokus kepada

pekerjaannya dan juga sebaliknya di rumah.

Responden yang terganggu karena adanya pertentangan antara pekerjaan

dengan tanggung jawab keluarga maupun responden yang tidak terganggu karena

adanya pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga,

keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Persentase yang terganggu dengan

yang tidak terganggu hanya sedikit perbandingannya, dan keduanya didominasi

oleh responden yang mengalami stres. Hal ini mungkin karena 3 hal, yaitu waktu

yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau

pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya

(pekerjaan atau keluarga), terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran

mempengaruhi kinerja peran yang lainnya, ataupun ketidaksesuaian antara pola

perilaku dengan yang diinginkan oleh pekerjaan maupun keluarga (Chen, Choi,

& Zou, 2000 dalam Wirakristama, 2011).

Hasil uji chi-square didapatkan bahwa pertentangan antara pekerjaan

dengan tanggung jawab keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Mayasari (2011)

yang mendapatkan bahwa konflik pekerjaan keluarga berpengaruh terhadap

stress kerja perawat wanita rumah sakit balimed Denpasar. Selain itu juga tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bida (1995) menemukan adanya

hubungan yang signifikan antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja.

Tidak adanya hubungan pertentangan antara pekerjaan dan tanggung

jawab keluarga dengan stres kerja mungkin karena responden dalam penelitian
132

merasa mendapatkan dukungan yang baik dari keluarganya sehingga

menimbulkan kenyamanan responden dalam pekerjaannya. Hal ini didukung oleh

penelitian Almasitoh (2011) yang mendapatkan bahwa perawat yang memiliki

konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang tinggi, maka tingkat

stres kerja yang dialami rendah. Ditambah lagi dengan yag dinyatakan Beutell

dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011) bahwa seseorang dikatakan

mengalami konflik peran ganda apabila merasakan suatu ketegangan dalam

menjalani peran pekerjaan dan keluarga. Hal ini juga diperkuat Margiati (1999)

dalam penelitiannya yang mendapatkan bahwa banyak kasus para pekerja yang

mengalami stres kerja adalah pekerja yang tidak mendapat dukungan (khususnya

moril) dari keluarga, seperi orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya,

karena tidak adanya dukungan sosial dapat menimbulkan perasaan yang

menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

K. Ketidakpastian Ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan

terganggu karena ketidakpastian ekonomi. Salah satu sifat manusia yang tidak

pernah cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya yang mungkin

menyebabkan banyaknya responden yang terganggu dengan ketidakpastian

ekonomi.

Responden yang menyatakan terganggu karena ketidakpastian ekonomi

sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak

terganggu karena ketidakpastian ekonomi lebih banyak yang tidak mengalami


133

stres. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ketidakpastian ekonomi memiliki

hubungan yang bermakna terhadap stres kerja yang dialami responden. Hasil ini

sejalan dengan Melamed, Grosswasser, and Stern (1992) yang dikutip oleh

Kendall, et al (2000) bahwa penyesuaian psikologis secara signifikan

berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan.

Adanya hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja

mungkin disebabkan adanya rasa cemas dan tegang dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya yang tidak didukung oleh keuangan yang tidak dikendalikan dengan

baik dalam penggunaannya. Karena menurut Hermann, et al (1990) dalam

Kendall, et al (2000) bahwa ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu

faktor yang dapat menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari

sumber daya pribadi yang tetap konstan. Hal ini didukung oleh Belton dan santos

(2011) ketidakpastian ekonomi dapat mengancam timbulnya kemiskinan,

sehingga kemiskinan dalam hal ekonomi keuangan dianggap membuat stres bagi

keluarga khusunya individu itu sendiri.

L. Penghargaan Kerja

Dalam penelitian ini, sebagian besar responden merasa penghargaan kerja

yang didapat sepadan dengan jerih payahnya dalam bekerja. Hal ini merupakan

perwujudan dari sikap saling menghormati atas jerih payah seseorang atas

pekerjaannya. Karena dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain,

setiap orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang

dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan (Moenir, 1983). Sama seperti


134

seorang pekerja yang ingin hasil kerjanya diakui dan dihargai oleh pihak pemberi

kerja. Baik berupa ucapan terimakasih, kata sanjungan maupun berupa insentif.

Responden yang merasa penghargaan kerja yang didapat sepadan dengan

jerih payahnya sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang

merasa kurang mendapat penghargaan kerja sama-sama lebih banyak yang tidak

mengalami stres. Dan dari uji chi-square didapatkan hasil bahwa penghargaan

kerja memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja pada wanita bekerja yang

tinggal di Kecamatan Pamulang tahun 2013.

Hasil ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety

Council (2004) bahwa penghargaan kerja merupakan salah satu faktor yang

dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian

Pratiwi dan Laksmiwati (2012) yang mendapatkan bahwa dukungan

penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres dengan arah

hubungan negatif. Berarti apabila dukungan penghargaan meningkat, maka stres

mengalami penurunan.

Pemberian insentif sering disebut sebagai penghargaan dalam bentuk

uang, padahal antara insentif dan penghargaan itu dua hal yang berbeda. Menurut

Moenir (1983) penghargaan diberikan kepada seseorang bertujuan untuk

menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif diberikan kepada

seseorang agar orang yang bersangkutan dapat berprestasi ataupun berjasa lebih

baik lagi dari sebelumnya.

Adanya hubungan dalam hasil penelitian ini diperkuat oleh Hezberg

dalam Munandar (2006) apabila pekerja menganggap gajinya terlalu rendah,


135

pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila seseorang

menganggap gajinya cukup, tenaga kerja akan merasa puas dalam bekerja.

Dengan mempertimbangkan kepuasan kerja, pada pekerja dapat mengurangi

potensi stres kerja pada pekerja tersebut (Miller, 2000). Oleh karena itu,

diharapkan kepada pihak pemberi kerja selain mempertimbangkan insentif (gaji)

juga menghargai hasil jerih payah pekerjanya walaupun hanya dengan ucapan

terimakasih tetapi dapat membuat psikologis pekerja menjadi puas dengan hasil

kerjanya yang telah dihargai.

Untuk mencegah terjadinya peningkatan stres yang dialami responden

haruslah mengelola diri dengan baik, yaitu dapat dengan cara memanajemenisasi

dirinya sendiri. Dengan manajemen diri, diharapkan responden dapat

mengendalikan stres kerja meskipun responden tidak mendapatkan penghargaan

atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan. hal ini diperkuat oleh hasil penelitian

Yudhaningrum (2009) yang mendapatkan bahwa pekerja yang telah

mendapatkan pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja

mengalami penurunan.

Dari beberapa teknik manajemen diri Manz (1986) yang dikutip oleh

Yudhaningrum (2009), salah satu teknik manajemen diri yang sesuai untuk

mencegah terjadinya stres akibat kurangnya penghargaan atas hasil pekerjaan

yang telah dilakukan adalah dengan cara Self reinforcement, yaitu teknik

menghargai diri sendiri secara positif seperti memberi penilaian atau

penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan. Contohnya yaitu apabila

seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara pengambilan
136

keputusannya, jika dapat memenuhi targetnya, maka dirinya dapat menghadiahi

diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan. Sehingga stres yang

dialami responden dapat meningkatkan ambang stres menjadi lebih baik.

M. Kejenuhan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian sebagian responden merasa tidak jenuh

dengan pekerjaannya. Hal ini mungkin karena sulitnya mendapatkan pekerjaan

baru menjadikan responden telah beradaptasi dengan baik terhadap pekerjaan

yang ditekuninya saat ini, sehingga tidak merasakan kejenuhan melakukan

pekerjaan yang berulang setiap harinya.

Responden yang tidak merasa jenuh dengan pekerjannya lebih banyak

yang tidak mengalami stres, sedangkan responden yang merasa jenuh dengan

pekerjannya sebagian besar mengalami stres, dan dari hasil analisis chi square

didapatkan bahwa kejenuhan kerja memiliki hubungan dengan stres kerja. Hasil

ini sejalan dengan Saragih (2008) yang dalam penelitiannya mendapatkan bahwa

ada hubungan bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan stres pada

perawat. Hasil ini juga sejalan dengan teorinya munandar (2006) yang

menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan berulang atau monoton (majemuk)

dapat menimbulkan rasa bosan maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang

semakin tinggi dapat menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut

penelitian yang dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar

(2006) bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada

operator kran.
137

Adanya hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja mungkin

dikarenakan kurangnya tingkat motivasi kerja dan juga kepuasan kerja masing-

masing responden. Karena seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih

rendah rasa kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi

rendah (Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan tingginya tingkat

kejenuhan kerja (burnout) dapat menurunkan kepuasan kerja (Mizmir, 2011).

Rendahnya kepuasan kerja dapat menjadikan pekerja mengalami stres, karena

kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif signifikan dengan stres kerja

(Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang

menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja

karyawan yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan.

N. Perawatan Anak

Dalam variabel ini, pembahasan dilakukan kepada responden yang

memiliki anak saja. Sebagian besar responden menyatakan bahwa dirinya sudah

baik (adekuat) dalam merawat anaknya. Hal ini mungkin karena adanya sikap

mandiri yang telah tertanam dengan baik pada anak. Karena berdasarkan

wawancara, anak yang dimiliki oleh responden rata-rata sudah bukan anak kecil

yang belum bisa mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang tuanya.

Responden yang adekuat dalam merawat anaknya sebagian besar tidak

mengalami stres kerja, sedangkan responden yang tidak adekuat dalam merawat

anaknya lebih banyak yang mengalami stres kerja. Dan berdasarkan hasil uji chi-

square diketahui bahwa perawatan anak tidak memiliki hubungan yang


138

bermakna dengan stres yang dialami pekerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori

yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa perawatan anak

merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja.

Tidak sejalannya hasil penelitian dengan teori yang dinyatakan oleh

National Safety Council (2004) mungkin dikarenakan sebagian besar anak yang

dimiliki responden sudah tumbuh menjadi dewasa dan remaja, karena anak yang

usianya kecil biasanya masih memerlukan perawatan orang lain dalam hidupnya,

dapat dikatakan bahwa anak kecil belum bisa mandiri. Selain itu pada responden

yang masih memiliki anak kecil, mungkin karena adanya orang lain (misalnya

suami, nenek, kakek, pembantu, maupun pengasuh) yang dipercaya membantu

responden dalam merawat anaknya. Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Wulanyani dan Sudiajeng (2006) yang menyatakan bahwa rasa

bersalah ketika meninggalkan anak untuk bekerja merupakan masalah yang

sering dipendam oleh wanita bekerja yang memiliki anak kecil, apalagi jika tidak

ada bantuan dari orang lain yang dapat diandalkan dalam merawat anak saat

ditinggal bekerja.

O. Hubungan Rekan Kerja

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden merasa

hubungan dengan rekan kerjanya baik. Responden yang memiliki hubungan

dengan rekan kerja baik maupun responden yang memiliki hubungan dengan

rekan kerja buruk keduanya lebih banyak mengalami stres.


139

Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan bahwa hubungan rekan kerja

tidak memiliki hubungan dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) bahwa tidak adanya hubungan yang

bermakna antara hubungan sesama rekan kerja dengan stres yang dialami

pekerja.

Hal ini mungkin disebabkan karena wanita biasanya menyampaikan

keluh kesahnya dengan bertukar pikiran kepada orang dekat yang nyaman

baginya, untuk hal pekerjaan yang menjadi orang terdekat biasanya adalah rekan

sekerjanya karena mereka sama-sama berada dalam satu tingkatan maupun satu

lini kerja yang sama. Sehingga secara tidak langsung menimbulkan kenyamanan

hubungan dengan rekan kerja. Selain itu, tidak adanya hubungan antara

hubungan rekan kerja dengan stres pekerja mungkin disebabkan karena merasa

pada satu tingakatan karir yang sama membuat pekerja tersebut tidak perlu

mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada teman sekerja dan juga

dimungkinkan karena budaya gotong royong yang tercipta di lingkungan

kerjanya, seperti yang dikemukakan Bida (1995).

P. Kondisi Lingkungan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan

kondisi lingkungan kerjanya baik. Responden yang menyatakan kondisi

lingkungan kerjanya baik lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan

responden yang memiliki kondisi lingkungan buruk sebagian besar mengalami

stres. Kondisi lingkungan kerja responden yang paling banyak dirasakan tidak
140

nyaman adalah kondisi keramaian tempat kerjanya, diikuti suhu

lingkungan/sirkulasi udara tempat kerja, dan terakhir kondisi house keeping

lingkungan kerja.

Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan

bermakna antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja. Hal ini tidak

sejalan dengan teori yang diungkapkan National Safety Council (2004) bahwa

kondisi lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan

stres kerja. Hal ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Susilo (2007) yang

mendapatkan bahwa lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh negatif

signifikan terhadap stres kerja pada karyawan, artinya semakin baik lingkungan

fisik maka stres kerja akan menurun.

Tidak adanya hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres

kerja mungkin karena responden telah beradaptasi dengan baik pada kondisi

lingkungan tempat kerjanya dan juga mungkin karena sebagian besar responden

adalah wanita bekerja di sektor formal, biasanya telah tersedia fasilitas yang

cukup untuk menjaga kebersihan tempat kerja. Sehingga peneliti menyimpulkan

bahwa stres kerja yang dialami respoden dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Q. Pelecehan Seksual

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden

menyatakan tidak pernah mengalami pelecehan seksual. Responden yang tidak

pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerjanya lebih banyak yang tidak
141

mengalami stres, sedangkan responden yang pernah mengalami pelecehan

seksual di tempat kerjanya sebagian besar mengalami stres.

Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa ada hubungan antara

pelecehan seksual dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan teori yang

dikemukakan Margiati (1999) bahwa pelecehan seksual dapat menyebabkan stres

kerja. Hal ini juga didukung oleh womens health (2013) yang memaparkan

bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual mungkin akan beresiko

menderita masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres

pasca-trauma (Post Trauma Stress Dissorder /PTSD).

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan

yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa traumatis.

Sebuah peristiwa traumatis adalah peristiwa yang mengancam jiwa seperti

pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan yang serius, atau

penyerangan fisik atau seksual pada orang dewasa atau anak-anak (Riggs, 2013).

Tingkatan gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah

kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban (Wardhani

&Lestari, 2007).

Untuk mengobati gangguan stres pasca trauma (PTSD) bisa dengan

psikoterapi, medis kedokteran, ataupun dengan dukungan kelompok. Untuk

psikoterapi walaupun mungkin tampak menyakitkan untuk menghadapi trauma,

melakukan psikoterapi dengan bantuan seorang profesional kesehatan mental

dapat membantu untuk jadi lebih baik. Cara pengobatan dengan medis

kedokteran untuk mengobati gejala PTSD, dapat menggunakan selective


142

serotonin reuptake inhibitor atau SSRI. SSRI dapat menurunkan kecemasan dan

depresi dan membantu dengan gejala lainnya. Selain itu, obat penenang dan obat

anti-kecemasan juga dapat membantu dengan masalah tidur.

Sedangkan pengobatan PTSD dengan cara dukungan kelompok

merupakan bentuk terapi yang dipimpin oleh seorang profesional kesehatan

mental, melibatkan kelompok beranggotakan 4 sampai 12 orang dengan masalah

yang sama untuk dibicarakan. Berbicara kepada korban trauma lainnya dapat

menjadi langkah membantu dalam pemulihan PTSD. Penderita PTSD dapat

berbagi pikiran untuk membantu mengatasi perasaan, selain itu juga

menimbulkan rasa kepercayaan dalam menghadapi kenangan dan gejala, serta

menemukan kenyamanan dalam mengetahui bahwa penderita PTSD tidak

sendirian.

Menurut Mackinnon (1979) dalam Dharma (2012) sering terjadinya

pelecehan seksual dapat disebabkan karena adanya daya tarik seksual atau

rangsanggan yang alami diantara dua jenis kelamin yang berbeda, ditambah lagi

wanita yang menjadi korban tidak berani menolak perlakuan karena takut

kehilangan pekerjaan. Karena bidang pekerjaan bagi perempuan umumnya

terbatas menyebabkan wanita menjadi susah untuk menghindari tindak pelecehan

yang diterimanya.

Menurut Papu (2005) dalam Dharma (2012), penyebab terjadinya

pelecehan seksual pada wanita karena didasari oleh wanita itu sendiri, secara

disadari atau tidak disadari wanita telah mengundang lawan jenisnya untuk

melakukan pelecehan seksual, karena penggunaan baju yang menampilkan atau


143

menonjolkan lekuk tubuh, memakai pakaian yang minim (seksi), menggunakan

parfum yang menarik lawan jenis, cara bicara yang mendesah dan sebagainya.

Oleh karena itu saat keluar rumah untuk melakukan aktivitas kerja,

wanita bekerja sebaiknya menghindari penggunaan pakaian yang terbuka, ketat,

pendek, maupun tembus pandang. Selain itu juga sebaiknya menghindari

pemakaian parfum secara berlebihan, serta diharapkan untuk mencari sumber

informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat terhindar dari

pelecehan seksual di tempat kerja.

R. Kekerasan di Tempat Kerja

Responden dalam penelitian ini sebagian besar tidak pernah mengalami

kekerasan di tempat kerjanya. Responden yang tidak pernah mengalami

kekerasan di tempat kerja maupun responden yang pernah mengalami kekerasan

di tempat kerja, keduanya lebih banyak yang mengalami stres.

Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara

kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja. Hal ini tidak sejalan dengan teori

yang dinyatakan National Safety Council (2004) bahwa kekerasan di tempat

kerja merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja. Hasil ini juga tidak

sejalan dengan teori yang dinyatakan Health safety Executive (2006) bahwa

kekerasan dapat menyebabkan distress. Selain kekerasan dengan fisik, pelecehan

maupun ancaman verbal secara serius ataupun berulang juga dapat merusak

kesehatan karyawan melalui kecemasan atau stres


144

Tidak adanya hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres

kerja mungkin dikarenakan pertanyaan pada kuesioner dalam penelitian ini

bersifat subyektif sehingga responden memilih jawaban sesuai dengan keinginan

hatinya ditambah lagi dengan perasaan takut dalam dirinya apabila orang lain

mengetahui. Hal ini diperkuat oleh Yoan dan Ning (2009) yang menyatakan

bahwa adanya keengganan wanita korban kekerasan untuk berbicara, berasal dari

situasi sosial yang tidak mendukung posisi wanita tersebut ketika berusaha

mendapatkan keadilan setelah diperlakukan sewenang-wenang.

S. Kemacetan

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan

terganggu dengan kemacetan yang ada saat berangkat kerja maupun pulang

kerja. Hal ini ,mungkin karena kemacetan akan menghambat waktu tempuh

responden ke tempat kerjanya menjadi lebih lama.

Responden yang merasa terganggu karena kemacetan sebagian besar

mengalami stres, sedangkan responden yang tidak merasa terganggu karena

kemacetan lebih banyak yang tidak mengalami stres. Dan dari hasil uji chi-

square didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kemacetan

dengan stres kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah

Kecamatan Pamulang. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang Vierdelina

(2008) yang mendapatkan bahwa belum terbukti ada hubungan yang signifikan

antara persepsi terhadap kemacetan dan stres kerja.


145

Tidak adanya hubungan antara kemacetan dengan stres kerja mungkin

karena saat pergi dan pulang kerja responden sudah terbiasa menghindari

kemacetan dengan cara berangkat lebih awal namun tidak menggangu jam kerja

dan bagi yang naik kendaraan pribadi sudah terbiasa melalui jalur alternatif

untuk dapat menghidari kemacetan. Hal ini didukung oleh men health Indonesia

(2013) bahwa berangkat lebih awal dan merubah rute perjalanan merupakan

salah satu cara untuk menghindari stres.


BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa

simpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden mengalami,


a. Stres kerja,
b. Beban kerja ringan,
c. Kondisi relokasi pekerjaan yang sesuai,
d. Cukup mendapat pelatihan kerja,
e. Karir yang tidak meningkat,
f. Hubungan dengan atasan baik,
g. Mampu mengikuti perkembangan teknologi,
h. Pertambahan tanggung jawab disertai pertambahan gaji/pendapatan,
i. Pertentangan pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga yang tidak
mengganggu,
j. Ketidakpastian ekonomi mengganggu,
k. Penghargaan kerja sepadan,
l. Tidak jenuh dalam bekerja,
m. Perawatan anak adekuat,
n. Hubungan dengan rekan kerja baik,
o. Kondisi lingkungan kerja baik,
p. Tidak pernah mengalami pelecehan seksual,
q. Tidak pernah mengalami kekerasan di tempat kerja,
r. Kemacetan mengganggu.

2. Berdasarkan dari analisis bivariat, diketahui bahwa variabel yang

berhubungan dengan stres kerja diantaranya:

146
147

a. Pada faktor organisasional adalah variabel beban kerja , perkembangan

teknologi, dan pertambahan tanggung jawab disertai pertambahan

gaji/pendapatan.

b. Pada faktor individual adalah variabel ketidakpastian ekonomi,

penghargaan kerja, dan kejenuhan kerja.

c. Pada faktor lingkungan adalah pelecehan seksual.

B. Saran
1. Bagi Wanita Bekerja
a. Kembangkan ketrampilan dan perilaku yang tepat untuk memungkinkan

mengerjakan pekerjaan secara maksimal sesuai kemampuan.

b. Memperbanyak jaringan pendukung sosial yang baik, di tempat kerja

maupun dengan keluarga dan teman sehingga dapat membantu

meringankan beban psikologis akibat beban kerja yang berat.

c. Memperkaya wawasan teknologi dengan membaca buku, mencari

informasi di internet, maupun bertanya pada keluarga atau teman tentang

suatu teknologi yang menunjang pekerjaan.

d. Membentuk strategi yang baik untuk mengantisipasi dampak dari

ketidakpastian ekonominya, misalnya dengan membeli sesuatu sesuai

kebutuhan pokok saja.

e. Memberi penilaian maupun penghargaan dengan mengadiahi diri sendiri

sebagai usaha yang telah dilakukannya, sehingga dapat memperoleh rasa

puas dan bangga terhadap setiap hasil kerjanya.


148

f. Untuk menghindari kejenuhan, diharapkan dapat mengasah dan

mengembangkan keterampilan di luar pekerjaan dalam rangka

memposisikan diri di suatu pekerjaan atau jabatan yang baru. Misalnya

dengan mengambil kursus tententu untuk memperbaharui keterampilan,

atau banyak baca buku untuk meningkatkan pengetahuan (terkait bidang

yang ditekuni).

g. Saat keluar rumah untuk melakukan aktivitas kerja, sebaiknya

menghindari penggunaan pakaian yang terbuka, ketat, pendek, maupun

tembus pandang. Selain itu juga sebaiknya menghindari pemakaian

parfum secara berlebihan, serta diharapkan untuk mencari sumber

informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat

terhindar dari pelecehan seksual di tempat kerja.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya


a. Diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang diduga berhubungan

dengan stres kerja dan tidak diteliti dalam penelitian ini.

b. Diharapkan menggunakan teknik random sampling yang lebih baik lagi.

c. Diharapkan untuk menggunakan metode pengukuran stres kerja yang

lain, sehingga ada perbandingan antara penggunaan metode pengukuran

stres kerja pada penelitian ini dengan penelitian selanjutnya.

d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan uji kualitatif pada

variabel-variabel yang berubungan dengan stres kerja.


DAFTAR PUSTAKA

Airmayanti, Diah. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara
Tahun 2009”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN: Jakarta

Almasitoh, Ummu Hany. 2011. “Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan
Dukungan Sosial pada Perawat”. PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI)
volume. 8 no. 1 halaman 63-82. lembaga penelitian pengembangan dan keislaman
(LP3K).

Arden, J.B. 2006. “Bekerja Tanpa Stress”. Terjemahan: Tanto Hendy. PT. Bhuana Ilmu
Populer: Jakarta

Arisona, Andan Sagita. 2008. “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi


Lingkungan Kerja Dengan Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Tebang
Angkut di Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun”. Skripsi Universitas
Muhamadiyah Surakarta: Surakarta.

Atmodiwirio, Soebagio. 2002. “Manajemen Pelatihan”. PT. Ardadizya Jaya: Jakarta

Belton Suzanne dan Santos C. dos. 2011. “Peningkatan Kemampuan Profesional


Kesehatan dan Pengacara untuk Memahami dan Menerapkan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dengan Menggunakan Kerangka Hak Asasi Manusia”.
JSMP Charles Darwin University

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. “Kecamatan Pamulang Dalam
Angka. 2011”. Tangerang Selatan.

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. “Kecamatan Pamulang Dalam
Angka. 2012”. Tangerang Selatan.

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. “Kota Tangerang Selatan Dalam
Angka. 2011”. http://tangselkota.bps.go.id/images/tda 2011/ .diakses tanggal 24
september 2012 pukul 21.17 WIB

149
150

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. “Kota Tangerang Selatan Dalam
Angka. 2012”. http://tangselkota.bps.go.id/images/dda 2012/index.htm diakses
tanggal 24 september 2012 pukul 21.17 WIB

Bararah,Vera Farah. 2011. “Sakit Akibat Stres Karena Macet Mengancam Penduduk
Kota”. Tersedia dalam
http://health.detik.com/read/2011/05/09/073619/1635136/763/ diakses pada 3
April 2013 pukul 10.32 WIB.

Better Work Indonesia. 2012. “Pelecehan”.


http://betterwork.org/indonesia/?page_id=2506&lang=id diakses tanggal 7 Mei
2013 pukul 10.25

Bida, Putu. 1995. “Hubungan Faktor Instrinsik Pekerjaan, Faktor Ekstrinsik Pekerjaan,
dan Faktor Rumah Tangga Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Conoco dan
Kontraktor di Block-B Kepulauan Natuna”. Tesis Universitas Indonesia: Depok

Cameron, Kim.S. 1994, “Strategies for successful organizational downsizing'', Human


Resource Management, Vol. 33 No. 2, Halaman. 189-211.

Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2013. “Violence in the
Workplace”. Tersedia dalam
http://www.ccohs.ca/oshanswers/psychosocial/violence.html diakses tanggal 8
Januari 2013 Pukul 08.57 WIB

Chusniah. 2010. “Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Dikalangan Wanita
Bekerja di Dusun Kesiman Lecari Sukorejo Pasuruan”. Skripsi S1 PAI Fakultas
Tarbiyah. UIN Maulana Malik Ibrahim: Malang

Deakin University. 2013. “Work Related Stress: A Short Guide for Staff”. Australia.
tersedia dalam http://www.deakin.edu.au/hr/ohs/work-stress/staff-guide-
workstress.php diakses tanggal 22 April 2013 pukul 20.25 WIB
151

Deka, Daan. 2009. “Perempuan Bekerja, Dilema tak Berujung”. Tersedia dalam
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:f
okus-edisi-12-perempuan-bekerja-dilema-tak-berujung&catid=32:fokus-suara-
rahima&Itemid=47 diakses tanggal 20 maret 2013 pukul 15.02 WIB.

Denny, Richard. 2011. “Membuka Kunci Potensi Kesuksesan dan Kebahagiaan Anda”.
Success for yourself eidsi III. Gramedia: Jakarta.

Fiati, Rina., Zahro, Nafi’ Inayati. 2011. “Pengaruh Teknologi Informasi, Kecerdasan
Intelektual, Emosional dan Motivasi Ekonomi Terhadap Stress Pada Wanita
Karir”. ISSN : 1979-6870. Universitas Muria Kudus: Kudus

Fiati, Rina. Zahro, Nafi’ Inayati. 2012. “Stres Kerja Pengaruhnya Terhadap Teknologi
Informasi, Kecerdasan Intelektual, Emosional Intelligent Dan Motivasi Ekonomi
Pada Wanita Karir”. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi
Terapan (Semantik): Semarang.

Ghufroni, Jadi Nugroho Muni. 2010. “Pengaruh relokasi pasar terhadap kondisi sosial
ekonomi pedagang (studi kasus relokasi pasar Klitikan Notoharjo Kota
Surakarta)”. Tersedia dalam http://library.um.ac.id/

Greenberg, J. S. 2002. “Comprehensive Stress Management. 8th ed”. McGraw-Hill


Companies, Inc: New York

Harrianto Irawan. 2007. “Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanaannya”. Vol.24 No.3.
Universa Medicina

Hawari, Dadang. 2001. “Manajemen Stres Cemas dan Depresi”. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta

Health and Safety Executive. 2006. “Violence at Work a Guide for Employers”. Tersedia
dalam http://www.hse.gov.uk/pubns/indg69.pdf diakses tanggal 8 januari 2013 pukul
08.55 WIB.
152

Health Safety Executive. 2011. “Stress and psychological disorders”.


http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/stress/index.htm diakses tanggal 27 juni
2012 pukul 02.14 WIB

Hoffman, Wladis dan Nye, Ivan (1984). Working Mothers. Jossey-Bass Publisher

Irawan, R. Andhi. 2010. “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan pada P.D BPR Jepara Artha”. Skripsi S1 Fakultas
Ekonomi UNDIP: Semarang

Kalimo, R., batawi, M.A.E., Cooper, C. L., dkk. 1987. Psychological Factors at Work
and Their Relation to Health. World Health Organization: Geneva

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/

Kardamo, S. (1988). Manajemen wanita bekerja yang efektif. Jakarta : Balai Pustaka.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2011. “Pedoman Pencegaan Pelecehan


Seksual di Tempat Kerja”. Jakarta

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.


http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2010-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.22 WIB

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.


http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2011-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.43 WIB

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.


http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2010-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.00 WIB

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.


http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2011-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 10.37 WIB
153

Kendall, Elizabeth; Murphy, Patricia; O’neil, veronica; Bursnall, Samantha. 2000.


“Occupational Stres: Factors that Contribute to its Occurrence and Effective
Management”. WorkCover Western Australia’s Publication: Australia. Tersedia
dalam http://www.workcover.wa.gov.au

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. 2013. “Korban Berjuang, Publik
Bergerak: Menyoal Stagnansi Sistem Perlindungan Negara terhadap Perempuan
Korban Kekerasan”. Lembar Fakta catatan tahunan Komnas Perempuan Tahun
2012. Tersedia dalam http://www.komnasperempuan.or.id/wp-
content/uploads/2013/03/Lembar-Fakta-Catahu-2012-_Launching-7-Maret-
2013_.pdf. ,diakses tanggal 10 Mei 2013 Pukul 10.20 WIB.

Koran Kota. 2012. “Terbatasnya Infrastruktur Penyebab Kemacetan”. Tersedia dalam


http://www.kemenperin.go.id/artikel/3641/Terbatasnya-Infrastruktur-Penyebab-
Kemacetan diakses pada 8 mei 2013 pukul 12.35 WIB.

Kosnin, Mohd.Azlina; Lee, Tan Sew. 2008. “Pengaruh Personality Terhadap Kepuasan
Kerja dan Stres Kerja Guru”. Jurnal Teknologi, 48(E) Halaman 33-47. Universiti
Teknologi Malaysia: Johor Baru.

Lianasari, Dwi. 2009. “Sumber Stres Karyawan Lini Depan Perbankan: Studi Kasus PT.
Bank Rakyat Indonesia (persero) TBK Cabang Jakarta-Pasar Minggu Dan
Depok”. Skripsi Universitas Indonesia: Depok.

Loh, Cynthia. “Langkah-Langkah Dasar Mengelola Hubungan Kerja dengan Atasan


Anda”. Tersedia dalam http://careers.jobstreet.co.id/panduan-karier/langkah-
langkah-dasar-mengelola-hubungan-kerja-dengan-atasan-anda diakses tanggal 8
mei 2013 pukul 07.32 WIB

Margiati, Lulus. 1999. “Stres Kerja:Latarbetakang Penyebab dan Alternatif


Pemecahannya,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th.XII, No.3, Juli 1999,
hal.71-80 dalam journal.unair.ac.id/filerPDF/08-Lulus.pdf diakses tanggal 11
September 2012 pukul 13.14 WIB.

Maurits, L.S. dan Widodo, Imam Djati. 2008. “Faktor dan Penjadualan Shift Kerja”.
Jurnal Teknoin volume 13, no.2 h.11-22. ISSN:0853-8697.
154

Mayasari, Ni Made Dwi Ariani. 2011. “Pengaruh Konflik Pekerjaan Keluarga Terhadap
Stress Kerja Perawat Wanita Rumah Sakit Balimed Denpasar Dengan Dukungan
Sosial Sebagai Variabel Moderasi”. Thesis. Universitas Udayana: Bali

Men Health Indonesia. (2013). Tersedia dalam


http://www.menshealth.co.id/kesehatan/antar.kita/bebas.stres.di.tengah.kemacetan/
004/004/80 diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 17.20 WIB.

Miller. David. 2000. “Dying to Care? Wrok, Stres and burnout in HIV/AIDS”.
Routledge. London.

Mizmir. 2011. “Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Pusat Jasa
Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia”. Skripsi
Universitas Indonesia: Depok.

Moenir, A.S. 1983. “Pendekatan Manusiawi & Organisasi Terhadap Pembinaan


Kepegawaian”.PT.Gunung Agung: Jakarta

Munandar, A.S, 2006. “Psikologi Industri dan Organisasi”. UI Press: Jakarta

National Geographic Indonesia. 2013. “Perempuan Masih Rentan Sebagai Subjek


Kekerasan”. Tersedia dalam
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/03/perempuan-masih-rentan-sebagai-
subjek-kekerasan ,diakses pada 10 Mei 2013 Pukul 10.14 WIB.

National Safety Council. 2004. “Stres Management”, Yulianti, Devi (Editor).


Manajemen Stres. EGC: Jakarta.

Noe, Raymond A. 2000. “Employee Training and Development”. International Edition.


McGraw-Hill: Singapore.

Noorika, Andda. 2012. “Kekerasan Di Tempat Kerja Menurunkan Produktifitas”.


Tersedia dalam http://www.scribd.com/doc/101432914/Kekerasan-Di-Tempat-
Kerja-Menurunkan-Produktifitas diakses pada tanggal 29 september 2012 pukul
20.32 WIB
155

Notoatmodjo, Soekidjo. 1989. “Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pelatihan”. BPKM FKM


UI: Depok.

Novendra, Very. 1994. “Gambaran Umum Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Berpengaruh
pada Pekerja di Balai Yasa Traksi Manggarai”. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia: Depok

Nugrahani, Salafi. 2008. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada
Pekerja Bagian Operasional PT.GUNZE Indonesia Tahun 2008”. Skripsi
Universitas Indonesia: Depok.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No.31 Tahun 2006. “Sistem Pelatihan Kerja
Nasional”.

Pramudya W, Felix. 2008. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja (studi kasus
pada perawat di RSKO Tahun 2008)”. Tesis. Universitas Indonesia. Depok

Pratiwi, Inge Hastinda; Laksmiwati, Hermien. 2012. “Pengaruh Dukungan Emosional,


Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumental, dan Dukungan Informative
Terhadap Stres Pada Remaja di Yayasan Panti Asuhan Putra Harapan Asrori
Malang”. Skripsi Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.

Putri, Siska Adinda Prabowo. 2011. “Hubungan Dukungan Sosial Terhadap Stres Kerja
Pada Karyawan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Semarang”. Majalah
Ilmiah INFORMATiKA Vol. 2 No.1 Januari 2011

Rahmah, Laily. 2011. “Atribusi tentang kegagalan pemberian ASI pada ibu pekerja
(sebuah studi fenomenologi)”. Proyeksi, Volume 6 (1), Halaman 62-70, April
2011. Universitas Islam Sultan Agung: Semarang.

Rahmawati, Anida. 2007. “Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Sikap


terhadap Lingkungan Kerja dengan Kebosanan Kerja”. Skripsi S1 Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah: Surakarta
156

Retnaningtyas, Dwi. 2005. “Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja
Di Bagian Linting Rokok PT Gentong Gotri Semarang”. Skripsi S1. Universitas
Indonesia: Depok

Rifka Annisa Woman Crisis Center. www.kesrepro.info/?q=node/279 diakses tanggal


27 september 2012 pukul 00.53 WIB.

Riggs, David S. “Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)”. Tersedia Dalam


http://www.mentalhealthamerica.net/go/ptsd diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul
17.07 WIB.

Rini, J.F. 2002. “Wanita Bekerja”. Jakarta dalam http://www.e-


psikologi.com/epsi/search.asp diakses pada 17 Juli 2012

Robbins, P. Stephen. 1998. “Organizational Behaviour Concepts, Controversies,


Application”. Prentice-Hall International, Inc: New Jersey

Sapta, Rendy Dwi. 2009. “Analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap sosial
ekonomi pengguna jalan dengan contingent valuation method (CVM) (Studi kasus:
Kota Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi Institut Pertanian Bogor : Bogor

Saragih Harlen. 2008. “Pengaruh Karakteristik Organisasi dan Individu terhadap Stres
Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea”. Tesis
S2 Sekolah Pascasarjana USU: Medan

Sari, F. A. Purnama. 2011. “Analisis Kebijakan Penanganan Kemacetan Lalulintas di


Jalan Teuku Umar Kawasan Jatingaleh Semarang dengan Metode Analisis
Hirarki Proses”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi UNDIP: Semarang

Seaward, Brian Luke. 1994. “Managing Stress”. Jones and Barlett Publishers: London

Soegiono. Pandyi. 2008. “Pengaruh Kepemimpinan, Tuntutan Tugas Dan Karier


Staknan Terhadap Stres Kerja, Dan Dampaknya Bagi Komitmen Organisasi Dan
Organization Citizienship Behavior Karyawan PT.Alfa Retailindo Surabaya”.
Jurnal Aplikasi Manajemen/Volume 8/ Nomor 2/ mei 2010.
157

Suranto, A. & Subandi, A. (1998). Wanita yang menentang kodrat. Jakarta : Erlangga.

Suroso, Arif Imam. Siahaan, Rotua. 2006. “Pengaruh Stres Dalam Pekerjaan Terhadap
kinerja Karyawan Studi Kasus Di Perusahaan Agribisnis PT.NIC”. Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Susilo, Tri. 2007. “Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Dan Non Fisik Terhadap
Stress Kerja Pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten Jimbaran,
Bali”. Jurnal TEKMAPRO volume 2 no.2 tahun 2007. UPN Veteran Jawa Timur:
Surabaya

Syarifuddin, Dian. 2013. “VMware New Way of Life Mengungkap Bahwa Orang
Indonesia Lebih Menyukai Menggunakan Teknologi Milik Sendiri Untuk
Bekerja”. Tersedia dalam http://www.jagatreview.com/2013/02/pr-vmware-new-
way-of-life-mengungkap-bahwa-orang-indonesia-lebih-menyukai-menggunakan-
teknologi-milik-sendiri-untuk-bekerja/ diakses tanggal 21Maret2013 Pukul 17.33
WIB.

Tunjungsari, Peni. 2011. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Pada Kantor Pusat PT.Pos Indonesia (Persero). Universitas Komputer Indonesia.
Bandung

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.

Undang-undang Republik Indonesia No.40 tahun 2008, tentang Penghapusan


Diskriminasi Ras dan Etnis.

United Nations Development Group. 2003. “INDICATORS for Monitoring the


Millennium Development Goals”. http://undp.or.id/mdg/documents/MDG
Indicators-UNDG.pdf .diakses pada 24 November 2012 pukul 11.35 WIB.

United Nations Development Group. 2003. “INDICATORS for Monitoring the


Millennium Development Goals”. Report On The Achievement Of Millennium
Development Goals In Indonesia 2011. http://undp.or.id/pubs/docs/Report on the
Achievement of the MDGs in Indonesia 2011.pdf diakses tanggal 24 november
2012 pukul 11.38 WIB
158

Vierdelina, Nadya. 2008. “Gambaran Stres Kerja dan factor-Faktor yang Berhubungan
pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat-Cililitan/Kampung
Rambutan Tahun 2008”. Skripsi. Universitas Indonesia: Depok.

Wardhani, Yurika Fauzia dan Lestari Weny. (2007). “ Gangguan Stres Pasca Trauma
pada Korban Pelecehan Seksual dan Perkosaan”. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan: Surabaya

Wijayanti. 2009. “Glass Ceiling Dalam Karir Wanita, Mampukah Wanita Mengatasi
Glass Ceiling ?”. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Dalam
http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/segmen/issue/view/55 diakses tanggal 7 Mei
2013 pukul 23.58 WIB.

Wirakristama, Richardus Chandra. 2011. “Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda


(Work Family Conflict) terhadap Kinerja Karyawan Wanita pada PT Nyonya
Meneer Semarang dengan Stres Kerja sebagai Variabel Intervening”.Skripsi
Universitas Diponegoro: Semarang.

Women Health. “Violence Against Women”. Tersedia dalam


http://www.womenshealth.gov/violence-against-women/types-of-violence/sexual-
assault-and-abuse.html diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 16.57wib. U.S.
Department of Health and Human Services (HHS).

World Health Organization. 2003. “Work Organization And Stress: Systematic Problem
Approaches For Employers, Manager, And Trade Union Representatives”.
Protecting Worker’s Health Series no.3. Author: Leka, Stavroula; Griffiths,
Amanda; Cox, Tom. Tersedia dalam
http://www.who.int/occupational_health/publications/en/oehstress.pdf diakses
tanggal 27 juni 2012 pukul 02.09 WIB.

Wulanyani, Swasti. dan Sudiajeng, Lilik. 2006. “Stres Kerja Akibat Konflik Peran Pada
Wanita Bali”. Anima, Indonesian Psycgological Journal Volume 21 No. 2
Halaman 192-195.

Yoan dan Ning. 2009. “Dunia Menolak Kekerasan Terhadap Perempuan”. Fokus edisi
20. Tersedia dalam
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158:fo
kus-edisi-20-dunia-menolak-kekerasan-terhadap-perempuan&catid=32:fokus-
suara-rahima&Itemid=47 diakses tanggal 7 mei 2013 pukul 15.30 WIB.
159

Yuda, Muchti Pratama. 2010. “Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Stres
Kerja pada Wanita Bekerja”. Skripsi S1. Unversitas Sumatera Utara

Yudhaningrum, Lupi. 2009. “Pengaruh Pelatihan Manajemen Diri Untuk Menurunkan


Tingkat Stres Kerja Karyawan Pramuniaga”. Tesis. Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta

Zaini, Fawaid. “Mutasi Pegawai sebagai Langkah Pendewasaan Tanggung Jawab”.


telenteyan.blogspot.com/2012_07_01_archive.html diakses tanggal 26 september
2012 pukul 16.02 WIB.
161
162
No. responden:

KUESIONER PENELITIAN

Assalamualaykum Wr. Wb.

Saya mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan


Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai “Faktor-
Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013”.

Di tengah-tengah kesibukan ibu/saudari saat ini, izinkanlah saya meminta waktu


ibu/saudari untuk mengisi daftar pertanyaan/angket penelitian yang bersama ini saya
lampirkan.

Saya mengharapkan kesediaan ibu/saudari untuk menjawab kuesioner ini dengan


sejujur mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk
jawaban yang telah ibu/saudari berikan, dan setiap jawaban yang ibu/saudari berikan
akan dijamin kerahasiaannya.

Wassalamualaykum Wr. Wb.


Jakarta, ………………… 2013
Tanda Tangan
Responden Peneliti

........................................................... Bayu Pradana Herlambang

163
LEMBAR KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA
WANITA BEKERJA DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013

Petunjuk Pengisian:
 Mohon terlebih dahulu mengisi tanda tangan di samping tanda tangan peneliti.
 Isilah identitas diri anda di kolom “Identitas Responden” yang sudah tersedia.
 Berilah tanda silang (X) pada angka (0) atau (1) yang ada pada kolom pertanyaan
sesuai dengan jawaban anda.
 Jika anda selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai ada yang
terlewati!

A. IDENTITAS RESPONDEN (Diisi oleh Peneliti)

A1 Nama : [ ]

A2 Umur : [ ]
Alamat Lengkap :
A3 Blok/Nomor Rumah : [ ]
Kelurahan :
A4 No. Telpon/HP: [ ]

Status Perkawinan : 0. Menikah


A5 [ ]
1. Belum Menikah
Pekerjaan:
A6 [ ]

B. FAKTOR ORGANISASIONAL
B1 Kurangnya Otonomi (Diisi oleh Peneliti)
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda bisa
membuat keputusan sendiri tentang bagaimana menjadwalkan
B1.1 [ ]
pekerjaan anda?
0. Tidak
1. Ya

164
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda bebas
menentukan urutan hal-hal yang akan dilakukan pada
B1.2 [ ]
pekerjaan?
0. Tidak
1. Ya
Apakah pekerjaan ini memungkinkan anda bisa merencanakan

B1.3 bagaimana anda melakukan pekerjaan anda? [ ]


0. Tidak
1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memberi anda kesempatan untuk
menggunakan inisiatif pribadi anda dalam melaksanakan
B1.4 pekerjaan? [ ]

0. Tidak
1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda dapat
B1.5 membuat banyak keputusan anda sendiri? [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini menyediakan anda kebebasan

B1.6
(keleluasaan) yang signifikan dalam pengambilan keputusan? [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda untuk
membuat keputusan mengenai metode apa yang akan anda
B1.7 gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan anda? [ ]

0. Tidak
1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memberi anda kesempatan yang
cukup bebas dalam menentukan bagaimana anda melakukan
B1.8 [ ]
pekerjaan?
0. Tidak
1. Ya

165
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda untuk
memutuskan sendiri bagaimana cara anda melakukan pekerjaan
B1.9 anda? [ ]
0. Tidak
1. Ya
B2 Beban Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa pekerjaan yang dibebankan kepada anda

B2.1 terlalu berat bagi anda? [ ]


0. Ya
1. Tidak
Apakah pekerjaan diluar tugas pokok yang harus anda lakukan
dalam 1 hari terlalu banyak bagi anda?
B2.2 [ ]
0. Ya
1. Tidak
Apakah pekerjaan yang anda lakukan setiap hari terasa sulit
untuk dikerjakan?
B2.3 [ ]
0. Ya
1. Tidak
Apakah dalam menyelesaikan pekerjaan anda, anda dituntut
untuk bekerja dengan cepat dan tepat?
B2.4 [ ]
0. Ya
1. Tidak
B3 Relokasi Pekerjaan (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa nyaman ketika anda pindah ke tempat
kerja yang baru dengan jenis dan/ tanggung jawab pekerjaan
yang baru maupun tetap?
B3 [ ]
0. Tidak
1. Ya
(jika tidak pernah berpindah tugas/ pindah tempat kerja tidak perlu
diisi, lanjut ke pertanyaan B 4.1)

166
B4 Pelatihan (Diisi oleh Peneliti)
Apakah dari awal anda bekerja sampai sekarang anda pernah
mendapatkan pelatihan yang bertujuan agar anda dapat
B4.1 mengerjakan pekerjaan anda? [ ]

0. Tidak (Jika tidak, silahkan langsung ke pertanyaan B5.1)


1. Ya
Apakah pelatihan yang pernah anda dapatkan membuat anda
mudah dalam mengerjakan pekerjaan anda?
B4.2 [ ]
0. Tidak
1. Ya
B5 KARIER YANG MELELAHKAN (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan kenaikan
jabatan maupun golongan ataupun promosi kerja yang ada?
0. Tidak
B5.1 [ ]
1. Ya
(jika pekerjaan anda tidak ada sistem kenaikan jabatan/
golongan karir ,pertanyaan B5.1 - B5.5 tidak perlu diisi,
langsung lanjut ke pertanyaan B.6)
Apakah di tempat kerja anda sekarang anda pernah mendapat
posisi atau jabatan lain?
B5.2 [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah anda merasa nyaman dengan posisi/jabatan pekerjaan
anda sekarang?
B5.3 [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah atasan/ majikan menempatkan anda sesuai dengan
jenjang pendidikan yang anda miliki?
B.5.4 [ ]
0. Tidak
1. Ya

167
B.6 Hubungan Dengan Atasan/Majikan (Diisi oleh Peneliti)
Bagaimana pola hubungan dan dukungan yang anda dapat dari
atasan / majikan?
0. Buruk
B.6 [ ]
1. Baik
(Jika tidak punya atasan/majikan tidak perlu diisi, silahkan
lanjut ke pertanyaan berikutnya)
B.7 Perkembangan Teknologi (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa bisa ketika dihadapkan dengan cara kerja
atau alat kerja yang baru untuk digunakan dalam pekerjaan
B.7 anda? [ ]

0. Tidak
1. Ya
B.8 Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji (Diisi oleh Peneliti)
Apakah gaji yang anda terima telah sesuai dengan tanggung
B.8 jawab yang anda laksanakan? [ ]
0. Tidak
1. Ya
C. FAKTOR INDIVIDU
C.1 Pertentangan Antara Karir Dan Tanggung Jawab Keluarga (Diisi oleh Peneliti)
Apakah keluarga anda mendukung pekerjaan anda saat ini?
C.1.1 [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah anda selalu tepat waktu masuk kerja walaupun harus
C.1.2 mengurus /membantu keluarga anda sebelum berangkat? [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah keluarga anda mengizinkan apabila anda sering bekerja
C.1.3 lembur? [ ]
0. Tidak
1. Ya

168
Apakah anda diberikan izin oleh keluarga jika anda kerja pada
C.1.4 malam hari? [ ]
0. Tidak
1. Ya
C.2 Ketidakpastian Ekonomi (Diisi oleh Peneliti)
Apakah penghasilan yang anda dapatkan selalu tetap setiap
C.2.1 bulannya? [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah anda merasa pemasukan keuangan anda dapat
C.2.2 memenuhi kebutuhan anda setiap bulannya? [ ]
0. Tidak
1. Ya
C.3 Penghargaan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa tunjangan , fasilitas, ataupun kata-kata
pujian yang diberikan orang yang mempekerjakan anda,
maupun penghargaan yang anda dapatkan dari pihak lain sudah
C.3 sepadan dengan usaha yang anda kerjakan dalam mencari [ ]

nafkah?
0. Tidak
1. Ya
C.4 Kejenuhan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa tidak suka/ bosan dalam mengerjakan
C.4 pekerjaan anda? [ ]
0. Ya
1. Tidak
C.5 Perawatan Anak Yang Tidak Adekuat (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda dapat mengasuh anak dengan baik tanpa
mengganggu pekerjaan anda?
C.5 0. Tidak [ ]
1. Ya
(jika belum memiliki anak tidak perlu diisi, silahkan lanjut ke
pertanyaan C.6)

169
C.6 Hubungan Dengan Rekan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Bagaimana pola hubungan dan dukungan yang anda dapat dari
rekan kerja yang masih ada hubungannya dengan pekerjaan
C.6 [ ]
anda?
0. Buruk
1. Baik
D. FAKTOR LINGKUNGAN
D.1 Kondisi Lingkungan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa nyaman dengan kondisi lingkungan kerja
anda?
D.1.1 [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah anda merasa nyaman dengan keramaian di tempat

D.1.2
kerja anda? [ ]
0. Tidak
1. Ya
Apakah anda nyaman dengan suhu lingkungan/sirkulasi udara

D.1.3 tempat kerja anda? [ ]


0. Tidak
1. Ya
D.2 PELECEHAN SEKSUAL (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari
rekan ataupun atasan anda?
 Main mata
0.Ya 1. Tidak
 Siulan nakal
D.2 0.Ya 1. Tidak [ ]
 Komentar yang berkonotasi seks
0.Ya 1. Tidak
 Humor porno
0.Ya 1. Tidak
 Cubitan
0.Ya 1. Tidak
 Colekan

170
0.Ya 1. Tidak
 Tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu
0.Ya 1. Tidak
 Gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual
0.Ya 1. Tidak
 Ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman
0.Ya 1. Tidak
 Ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan
0.Ya 1. Tidak
D.3 Kekerasan Di Tempat Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari
rekan atau pelanggan maupun atasan anda?
 Perilaku yang mengancam
(misal: menghancurkan properti atau melempar benda ke anda,
menggebrak meja/pintu/dinding)
0.Ya 1. Tidak
 Perkataan atau tulisan yang berisi ancaman
0.Ya 1. Tidak
D.3  Dilecehkan [ ]
(setiap perilaku yang merendahkan, mempermalukan, menghina,
ataupun mengganggu mental)
0.Ya 1. Tidak
 Di caci maki
0.Ya 1. Tidak
 Kekerasan Fisik
(misal: dipukul, disikut, didorong, atau ditendang)
0.Ya 1. Tidak
D.4 Kemacetan Saat Pergi Dan Pulang Kerja (Diisi oleh Peneliti)
Apakah kemacetan yang anda rasakan saat berangkat maupun

D.4 pulang kerja mengganggu waktu dan kenyamanan anda? [ ]


0. Ya
1. Tidak

171
Petunjuk Pengisian:
 Berilah tanda centang (  ) pada kolom indikator dengan memilih satu pilihan
yaitu jawaban Tidak Pernah, Kadang-Kadang, atau Sering.
 Jika anda selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai ada yang
terlewati.
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA
Diisi Oleh
No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Tidak Kadang- Sering
Peneliti
Perilaku selama 1 bulan terakhir Pernah (0) Kadang (1) (2)
Perubahan Fisiologis
1.
Sakit kepala atau pusing [ ]
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
2. Sakit punggung
[Bukan karena kurang minum, bukan
karena habis berolahraga atau bukan [ ]
karena habis melakukan aktifitas yang
berat]
3. Gangguan menstruasi [ ]
4. Asma atau sesak nafas
[ ]
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
5. Gangguan pencernaan pada
lambung dan usus
[ ]
(mag atau lainnya)
[Bukan karena salah makan]
6. Susah tidur (Insomnia) [ ]
7. Buang air besar lebih dari 2kali
berturut-turut [Bukan karena salah [ ]
makan]
8. Telinga berdenging
[Bukan karena bising, tapi saat tenang [ ]
dan tiba-tiba terjadi]
9. Menggertakan gigi di malam hari
[ ]
pada waktu tidur

172
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA
Diisi Oleh
No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Tidak Kadang- Sering
Peneliti
Perilaku selama 1 bulan terakhir Pernah (0) Kadang (1) (2)
10. Sakit sendi di bagian rahang [ ]

11. Gejala tekanan darah tinggi [ ]


Gejala PJK (penyakit jantung
12. [ ]
koroner)
13. Gejala herpes atau cacar air
(ada tonjolan pada kulit seperti [ ]
berisi air)
14. Migraine (sakit kepala sebelah)
[ ]
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
15. Perih /luka pada lambung
[ ]
[Bukan karena salah makan]
16. Jantung berdebar-debar
[ ]
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
17. Sering buang air kecil
[Bukan karena banyak minum ataupun [ ]
penyakit diabetes, dan bukan karena
kondisi lingkungan yang dingin]
18. Sering keluar keringat
[Bukan sedang /setelah olahraga,
bukan karena kondisi lingkungan yang [ ]
dingin dan/atau panas, serta bukan
karena habis melakukan aktifiras yang
berat]
19. Gugup
[ ]
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
20. Nafsu makan hilang [ ]
21. Badan terasa lemah
[bukan karena habis melakukan [ ]
aktifiras yang berat]
22. Letih atau lesu. [bukan karena
[ ]
habis melakukan aktifiras yang berat]

173
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA
Diisi Oleh
No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Tidak Kadang- Sering
Peneliti
Perilaku selama 1 bulan terakhir Pernah (0) Kadang (1) (2)
Perubahan psikologis
23. Mudah marah. [Saat tenang, tiba-

tiba terjadi dan bukan karena pengaruh [ ]


dari orang lain]
24. Mudah tersinggung [ ]
25. Perasaan tertekan
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan [ ]
bukan karena pengaruh dari orang lain]
26. Merasa cemas atau gelisah
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan [ ]
bukan karena pengaruh dari orang lain]
27. Mudah putus asa [ ]
28. Sikap acuh tak acuh/ cuek [ ]
29. Perasaan tegang
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan [ ]
bukan karena pengaruh dari orang lain]
Perubahan perilaku
30. Merasa malas bekerja [ ]
31. Tidak hadir kerja [ ]
32. Kurang konsentrasi [ ]
33. Cepat merasa lupa [ ]
34. Menunda-nunda pekerjaan [ ]
35. Minum kopi / merokok [ ]
Minum obat tidur atau obat
36. [ ]
penenang
Menghindar dari interaksi sosial
37. [ ]
(pergaulan)
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan!
Terima kasih.

174
LAMPIRAN 3
OUTPUT SPSS UNIVARIAT

JENIS PEKERJAAN PEKERJAAN


Frequency Percent Frequency Percent
Formal 201 81.0 PNS 49 19.8
Informal 47 19.0 Karyawan Swasta 100 40.3
Total 248 100.0 Wiraswasta 4 1.6
Guru 41 16.5
Dosen 1 0.4
Perawat 3 1.2
Bidan 3 1.2
Pedagang 29 11.7
Penjahit 2 0.8
Pegawai Salon 1 0.4
Pembantu Rumah Tangga 15 6.0
STRES KERJA Total 248 100.0
Tests of Normality Statistics
a skor_stres
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
N Valid 248
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Missing 0
skor_stres .075 248 .002 .970 248 .000
Mean 16.70
a. Lilliefors Significance Correction
Median 16.00
Mode 8a
Skor Stres Std. Deviation 9.842
Skor Frequency Percent Skor Stres
0 5 2.0 Skor Frequency Percent
1 2 0.8 16 10 4.0 Skor Stres
2 8 3.2 17 11 4.4 Skor Frequency Percent
3 5 2.0 18 11 4.4 31 3 1.2
4 4 1.6 19 7 2.8 32 3 1.2
5 7 2.8 20 8 3.2 33 3 1.2
6 7 2.8 21 7 2.8 34 2 0.8
7 8 3.2 22 10 4.0 36 1 0.4
8 15 6.0 23 5 2.0 37 3 1.2
9 6 2.4 24 10 4.0 38 1 0.4
10 6 2.4 25 12 4.8 39 1 0.4
11 9 3.6 26 6 2.4 40 1 0.4
12 15 6.0 27 5 2.0 44 1 0.4
13 5 2.0 28 4 1.6 45 1 0.4
14 8 3.2 29 1 0.4 59 1 0.4
15 6 2.4 30 4 1.6 Total 248 100.0

175
Statistics

Pertentangan_Karir Ketidakpastian Lingkungan


Skor_Stres Beban_Kerja1 Pelatihan1 Karir1
_keluarga1 _Ekonomi1 _Kerja1

N Valid 248 248 248 248 248 248 248

Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 16.70 2.73 1.30 4.90 2.80 1.29 2.64
Median 16.00 3.00 2.00 4.00 3.00 1.00 3.00
a
Mode 8 3 2 3 2 1 3
Std. Deviation 9.842 1.017 .931 2.878 .948 .672 .640

Stres_Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Stres 132 53.2 53.2 53.2

Tidak Stres 116 46.8 46.8 100.0

Total 248 100.0 100.0

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Beban_Kerja1 .268 248 .000 .869 248 .000


Pelatihan1 .402 248 .000 .631 248 .000
Karir1 .309 248 .000 .772 248 .000
Pertentangan_Karir_keluarga1 .207 248 .000 .861 248 .000
Ketidakpastian_Ekonomi1 .269 248 .000 .777 248 .000
Lingkungan_Kerja1 .434 248 .000 .604 248 .000

a. Lilliefors Significance Correction

176
Beban_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Berat 84 33.9 33.9 33.9

Ringan 164 66.1 66.1 100.0

Total 248 100.0 100.0

Relokasi_Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Pernah 73 29.4 29.4 29.4

Pernah 175 70.6 70.6 100.0

Total 248 100.0 100.0

Kondisi_Relokasi_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sesuai 63 36.0 36.0 36.0

Sesuai 112 64.0 64.0 100.0


Total 175 100.0 100.0

Pelatihan_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 92 37.1 37.1 37.1

Cukup 156 62.9 62.9 100.0

Total 248 100.0 100.0

Jenjang_Karir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Ada 78 31.5 31.5 31.5

Ada 170 68.5 68.5 100.0

Total 248 100.0 100.0

177
karir

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Tidak Meningkat 116 68.2 68.2 68.2

Meningkat 54 31.8 31.8 100.0


Total 170 100.0 100.0

Atasan_or_Majikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Ada 29 11.7 11.7 11.7

Ada 219 88.3 88.3 100.0

Total 248 100.0 100.0

Hubungan_dgn_Atasan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 8 3.7 3.7 3.7

Baik 211 96.3 96.3 100.0


Total 219 100.0 100.0

Perkembangan_Teknologi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Mampu Mengikuti 45 18.1 18.1 18.1

Mampu Mengikuti 203 81.9 81.9 100.0

Total 248 100.0 100.0

Tambah_Tanggungjawab_tanpa_tambah_Gaji
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya 80 32.3 32.3 32.3
Tidak 168 67.7 67.7 100.0
Total 248 100.0 100.0

Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Terganggu 101 40.7 40.7 40.7

Tidak Terganggu 147 59.3 59.3 100.0

Total 248 100.0 100.0

178
Ketidakpastian_ekonomi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Terganggu 145 58.5 58.5 58.5

Tidak Terganggu 103 41.5 41.5 100.0

Total 248 100.0 100.0

Penghargaan_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 75 30.2 30.2 30.2

Sepadan 173 69.8 69.8 100.0

Total 248 100.0 100.0

Kejenuhan_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 58 23.4 23.4 23.4

Tidak Ada 190 76.6 76.6 100.0

Total 248 100.0 100.0

Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak/Belum Memiliki Anak 62 25.0 25.0 25.0

Memiliki Anak 186 75.0 75.0 100.0

Total 248 100.0 100.0

Perawatan_Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Adekuat 24 12.9 12.9 12.9

Adekuat 162 87.1 87.1 100.0


Total 186 100.0 100.0

179
Hubungan_Rekan_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 8 3.2 3.2 3.2

Baik 240 96.8 96.8 100.0

Total 248 100.0 100.0

Kondisi_Lingkungan_Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 69 27.8 27.8 27.8

Baik 179 72.2 72.2 100.0

Total 248 100.0 100.0

Pelecehan_Seksual

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Pernah Mengalami 65 26.2 26.2 26.2

Tidak Ada 183 73.8 73.8 100.0

Total 248 100.0 100.0

Kekerasan_di_Tempat_Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Pernah Mengalami 32 12.9 12.9 12.9

Tidak Ada 216 87.1 87.1 100.0

Total 248 100.0 100.0

Kemacetan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Terganggu 160 64.5 64.5 64.5

Tidak Terganggu 88 35.5 35.5 100.0

Total 248 100.0 100.0

180
OUTPUT SPSS BIVARIAT LAMPIRAN 4

Beban_Kerja * Stres_Kerja
Beban_Kerja * Stres_Kerja Crosstabulation

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Beban_Kerja Berat Count 64 20 84

% within Beban_Kerja 76.2% 23.8% 100.0%

Ringan Count 68 96 164


% within Beban_Kerja 41.5% 58.5% 100.0%
Total Count 132 116 248

% within Beban_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 26.908 1 .000
b
Continuity Correction 25.531 1 .000
Likelihood Ratio 28.009 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 26.799 1 .000
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Beban_Kerja (Berat / 4.518 2.503 8.153


Ringan)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.838 1.478 2.284
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .407 .272 .609
N of Valid Cases 248

181
Kondisi_Relokasi_Kerja * Stres_Kerja

Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Kondisi_Relokasi_ Tidak Sesuai Count 36 27 63


Kerja % within Kondisi_Relokasi_Kerja 57.1% 42.9% 100.0%

Sesuai Count 60 52 112

% within Kondisi_Relokasi_Kerja 53.6% 46.4% 100.0%


Total Count 96 79 175

% within Kondisi_Relokasi_Kerja 54.9% 45.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .208 1 .649
b
Continuity Correction .088 1 .766
Likelihood Ratio .208 1 .648
Fisher's Exact Test .752 .384
Linear-by-Linear Association .206 1 .650
N of Valid Cases 175

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.44.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper

Odds Ratio for Kondisi_Relokasi_Kerja 1.156 .620 2.152


(Tidak Sesuai / Sesuai)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.067 .810 1.404
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .923 .652 1.307
N of Valid Cases 175

182
Pelatihan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Pelatihan_ Kerja Kurang Count 53 39 92

% within Pelatihan_Kerja 57.6% 42.4% 100.0%

Cukup Count 79 77 156

% within Pelatihan_ Kerja 50.6% 49.4% 100.0%


Total Count 132 116 248

% within Pelatihan_ Kerja 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.129 1 .288
b
Continuity Correction .866 1 .352
Likelihood Ratio 1.131 1 .287
Fisher's Exact Test .296 .176
Linear-by-Linear Association 1.124 1 .289
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 43.03.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pelatihan_ Kerja (Kurang / Cukup) 1.325 .788 2.226
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.138 .900 1.437
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .859 .645 1.144
N of Valid Cases 248

183
Karir * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Karir Tidak Meningkat Count 65 51 116

% within Karir 56.0% 44.0% 100.0%

Meningkat Count 22 32 54

% within Karir 40.7% 59.3% 100.0%


Total Count 87 83 170

% within Karir 51.2% 48.8% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.449 1 .063
b
Continuity Correction 2.864 1 .091
Likelihood Ratio 3.462 1 .063
Fisher's Exact Test .071 .045
Linear-by-Linear Association 3.429 1 .064
N of Valid Cases 170

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.36.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Karir (Tidak Meningkat / 1.854 .963 3.569


Meningkat)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.375 .960 1.971
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .742 .549 1.003
N of Valid Cases 170

184
Hubungan_dgn_Atasan * Stres_Kerja

Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Hubungan_dgn_Atasan Buruk Count 5 3 8

% within 62.5% 37.5% 100.0%


Hubungan_dgn_Atasan

Baik Count 112 99 211

% within 53.1% 46.9% 100.0%


Hubungan_dgn_Atasan
Total Count 117 102 219

% within 53.4% 46.6% 100.0%


Hubungan_dgn_Atasan

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .275 1 .600
b
Continuity Correction .027 1 .870
Likelihood Ratio .279 1 .598
Fisher's Exact Test .727 .439
Linear-by-Linear Association .274 1 .601
N of Valid Cases 219

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.73.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Hubungan_dgn_Atasan 1.473 .343 6.322


(Buruk / Baik)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.177 .678 2.044
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .799 .323 1.978
N of Valid Cases 219

185
Perkembangan_Teknologi * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Tota

Perkembangan_Teknologi Tidak Mampu Mengikuti Count 31 14

% within 68.9% 31.1% 100.


Perkembangan_Teknologi

Mampu Mengikuti Count 101 102

% within 49.8% 50.2% 100.


Perkembangan_Teknologi
Total Count 132 116

% within 53.2% 46.8% 100.


Perkembangan_Teknologi

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.417 1 .020
b
Continuity Correction 4.676 1 .031
Likelihood Ratio 5.556 1 .018
Fisher's Exact Test .021 .015
Linear-by-Linear Association 5.396 1 .020
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.05.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for 2.236 1.123 4.452


Perkembangan_Teknologi (Tidak
Mampu Mengikuti / Mampu Mengikuti)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.385 1.089 1.760
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .619 .393 .977
N of Valid Cases 248

186
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Tambah_Tanggungjwb Ya Count 53 27 80
_tnp_tambah_Gaji % within 66.2% 33.8% 100.0
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji %

Tidak Count 79 89 168

% within 47.0% 53.0% 100.0


Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji %
Total Count 132 116 248

% within 53.2% 46.8% 100.0


Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji %

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.046 1 .005
b
Continuity Correction 7.293 1 .007
Likelihood Ratio 8.168 1 .004
Fisher's Exact Test .006 .003
Linear-by-Linear Association 8.014 1 .005
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 37.42.
b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for 2.211 1.271 3.847


Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_
Gaji (Ya / Tidak)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.409 1.126 1.763
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .637 .454 .894
N of Valid Cases 248

187
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Tota

Pertentangan_Pekerjaan_ Terganggu Count 54 47


Keluarga % within Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga 53.5% 46.5% 100

Tidak Count 78 69
Terganggu % within Pertentangan_ Pekerjaan _Keluarga 53.1% 46.9% 100
Total Count 132 116

% within Pertentangan_ Pekerjaan _Keluarga 53.2% 46.8% 100

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .004 1 .950
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .004 1 .950
Fisher's Exact Test 1.000 .527
Linear-by-Linear Association .004 1 .950
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 47.24.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for 1.016 .612 1.689


Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga
(Mengganggu / Tidak Mengganggu)
For cohort Stres_Kerja= Stres 1.008 .795 1.277
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .991 .756 1.300
N of Valid Cases 248

188
Ketidakpastian_ekonomi * Stres_Kerja

Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Ketidakpastian_ekonomi Terganggu Count 89 56 145

% within 61.4% 38.6% 100.0%


Ketidakpastian_ekonomi

Tidak Terganggu Count 43 60 103

% within 41.7% 58.3% 100.0%


Ketidakpastian_ekonomi
Total Count 132 116 248

% within 53.2% 46.8% 100.0%


Ketidakpastian_ekonomi

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.323 1 .002
b
Continuity Correction 8.551 1 .003
Likelihood Ratio 9.362 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.285 1 .002
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48.18.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Ketidakpastian_ekonomi 2.218 1.325 3.711


(Terganggu / Tidak Terganggu)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.470 1.131 1.911
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .663 .510 .862
N of Valid Cases 248

189
Penghargaan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Penghargaan_Kerja Kurang Count 51 24 75

% within Penghargaan_Kerja 68.0% 32.0% 100.0%

Sepadan Count 81 92 173

% within Penghargaan_Kerja 46.8% 53.2% 100.0%


Total Count 132 116 248

% within Penghargaan_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.426 1 .002
b
Continuity Correction 8.595 1 .003
Likelihood Ratio 9.609 1 .002
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 9.388 1 .002
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.08.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Penghargaan_Kerja 2.414 1.365 4.267


(Kurang / Sepadan)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.452 1.163 1.814
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .602 .421 .861
N of Valid Cases 248

190
Kejenuhan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Kejenuhan_Kerja Ada Count 45 13 58

% within Kejenuhan_Kerja 77.6% 22.4% 100.0%

Tidak Ada Count 87 103 190

% within Kejenuhan_Kerja 45.8% 54.2% 100.0%


Total Count 132 116 248

% within Kejenuhan_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 18.045 1 .000
b
Continuity Correction 16.791 1 .000
Likelihood Ratio 18.998 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 17.973 1 .000
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.13.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Kejenuhan_Kerja 4.098 2.076 8.089


(Ada / Tidak Ada)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.694 1.377 2.085
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .413 .252 .679
N of Valid Cases 248

191
Perawatan_Anak * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Perawatan_Anak Tidak Adekuat Count 16 8 24

% within Perawatan_Anak 66.7% 33.3% 100.0%

Adekuat Count 80 82 162

% within Perawatan_Anak 49.4% 50.6% 100.0%


Total Count 96 90 186

% within Perawatan_Anak 51.6% 48.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.500 1 .114
b
Continuity Correction 1.856 1 .173
Likelihood Ratio 2.549 1 .110
Fisher's Exact Test .130 .086
Linear-by-Linear Association 2.487 1 .115
N of Valid Cases 186

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.61.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Perawatan_Anak 2.050 .831 5.057


(Tidak Adekuat / Adekuat)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.350 .977 1.865
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .659 .367 1.183
N of Valid Cases 186

192
Hubungan_Rekan * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Hubungan_Rekan Buruk Count 4 4 8

% within Hubungan_Rekan 50.0% 50.0% 100.0%

Baik Count 128 112 240

% within Hubungan_Rekan 53.3% 46.7% 100.0%


Total Count 132 116 248

% within Hubungan_Rekan 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .035 1 .853
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .034 1 .853
Fisher's Exact Test 1.000 .565
Linear-by-Linear Association .034 1 .853
N of Valid Cases 248

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.74.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Hubungan_Rekan .875 .214 3.580


(Buruk / Baik)
For cohort Stres_Kerja = Stres .938 .464 1.894
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres 1.071 .529 2.171
N of Valid Cases 248

193
Kondisi_Lingkungan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres To

Kondisi_Lingkungan_ Buruk Count 43 26


Kerja % within Kondisi_Lingkungan_Kerja 62.3% 37.7% 10

Baik Count 89 90

% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 49.7% 50.3% 10


Total Count 132 116

% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 53.2% 46.8% 10

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.175 1 .075
b
Continuity Correction 2.689 1 .101
Likelihood Ratio 3.204 1 .073
Fisher's Exact Test .089 .050
Linear-by-Linear Association 3.162 1 .075
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.27.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for 1.672 .947 2.952
Kondisi_Lingkungan_Kerja
(Mengganggu / Tidak mengganggu)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.253 .991 1.586
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .749 .535 1.049
N of Valid Cases 248

194
Pelecehan_Seksual * Stres_Kerja

Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Pelecehan_Seksual Pernah Mengalami Count 43 22 65

% within 66.2% 33.8% 100.0%


Pelecehan_Seksual

Tidak Pernah Count 89 94 183


Mengalami % within 48.6% 51.4% 100.0%
Pelecehan_Seksual
Total Count 132 116 248

% within 53.2% 46.8% 100.0%


Pelecehan_Seksual

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.914 1 .015
b
Continuity Correction 5.231 1 .022
Likelihood Ratio 6.012 1 .014
Fisher's Exact Test .020 .011
Linear-by-Linear Association 5.890 1 .015
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pelecehan_Seksual 2.064 1.144 3.724


(Pernah Mengalami / Tidak Ada)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.360 1.082 1.710
For cohort Stres_Kerja= Tidak Stres .659 .456 .952
N of Valid Cases 248

195
Kekerasan_di_Tempat_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Tidak
Stres Stres Total

Kekerasan_di_Tempat Pernah Mengalami Count 22 10 32


_Kerja % within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 68.8% 31.3% 100.0%

Tidak Pernah Count 110 106 216


Mengalami % within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 50.9% 49.1% 100.0%
Total Count 132 116 248

% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 3.557 1 .059
b
Continuity Correction 2.877 1 .090
Likelihood Ratio 3.653 1 .056
Fisher's Exact Test .086 .044
Linear-by-Linear Association 3.542 1 .060
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.97.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper

Odds Ratio for 2.120 .959 4.688


Kekerasan_di_Tempat_Kerja (Pernah
Mengalami / Tidak Ada)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.350 1.033 1.765
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .637 .374 1.084
N of Valid Cases 248

196
Kemacetan * Stres_Kerja
Crosstab

Stres_Kerja

Stres Tidak Stres Total

Kemacetan Terganggu Count 89 71 160

% within Kemacetan 55.6% 44.4% 100.0%

Tidak Terganggu Count 43 45 88

% within Kemacetan 48.9% 51.1% 100.0%


Total Count 132 116 248

% within Kemacetan 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.043 1 .307
b
Continuity Correction .789 1 .375
Likelihood Ratio 1.042 1 .307
Fisher's Exact Test .352 .187
Linear-by-Linear Association 1.038 1 .308
N of Valid Cases 248

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.16.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper

Odds Ratio for Kemacetan 1.312 .779 2.210


(Terganggu / Tidak Terganggu)
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.138 .882 1.468
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .868 .664 1.134
N of Valid Cases 248

197

Anda mungkin juga menyukai