Anda di halaman 1dari 180

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN KELUHAN

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER

DI CALL CENTER PT. AM

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

Farras Putri Arianti

NIM : 1112101000046

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M
i
ii
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Maret 2017
Farras Putri Arianti, NIM: 1112101000046
Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
(xx + 138 halaman, 16 tabel, 11 gambar, 4 lampiran)

ABSTRAK
Pekerja pengguna komputer sering kali mengalami kelelahan mata atau
Computer Vision Syndrom (CVS). Hal ini dialami juga oleh pekerja Call Center
PT. AM yang menggunakan komputer selama 8 jam kerja/hari. Berdasarkan hasil
studi pendahuluan, diketahui bahwa 91,89% pekerja mengalami keluhan
kelelahan mata.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan
terhadap terjadinya keluhan kelelahan mata (jarak monitor, alat pelindung mata,
istirahat mata, tingkat pencahayaan, usia, jenis kelamin, dan kelainan refraksi
mata). Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2016.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner, mistar, Lux Meter,
dan Snellen Chart. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Call Center
PT. AM tahun 2016 dengan jumlah sampel 170 pekerja yang diambil dengan
metode simple random sampling. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji
Regresi Logistik Berganda.
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 92,4% pekerja mengalami keluhan
kelelahan mata dan varibel tingkat pencahayaan serta kelainan refraksi mata
terbukti merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keluhan kelelahan
mata.
Untuk mengantisipasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya keluhan
kelelahan mata pada pekerja, perusahaan sebaiknya memperbaiki tingkat
pencahayaan bagi operator komputer sesuai standar (315-385 lux) , memasang
filter screen, mengatur posisi jarak dan waktu istirahat, serta melakukan
pemeriksaan mata pekerja secara berkala.

Kata Kunci : Keluhan kelelahan mata, tingkat pecahayaan, kelainan refraksi,


CVS
Daftar Bacaan : 87 (1961-2017)

iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, March 2017
Farras Putri Arianti, NIM: 1112101000046
Factors Related to Computer Vision Syndrom Among Computer Workers in
Call Center of PT.AM Year 2016
(xx + 138 pages, 16 tables, 11 pictures, 4 attachments)

ABSTRACT
Computer office workers often experience eyestrain or Computer Vision
Syndrom (CVS). This was also experienced by workers in Call Center of PT. AM
who use computers for 8 hours/day. Based on the preliminary study, it was known
that 91,89% workers have eyestrain.
This is a quantitative study with cross sectional design. The objective of
this study is to examine the most dominant factors related to the occurence of
eyestrain (monitor distance, eye protection equipment, eye break, lighting level,
age, gender and eye refraction disorder). This study was conducted in September-
October 2016. The data were collected with questionnaire, ruler, Lux Meter, and
Snellen Chart. The population of this study were all computer workers in Call
Center of PT. AM with 170 workers who were chosen as study samples with
simple random sampling method. Data analysis of this study used Multiple
Logistic Regression test.
The results showed that 92,4% of computer workers had eyestrain.
Lighting level and eye refraction disorder were proven as factors that were related
to eyestrain.
In order to anticipate and reduce the possibility of eyestrain occurence
among workers, it is advisable for the company to improve the lighting quality for
computer workers according to the standard (315-385 lux), install the screen filter,
adjust the monitor distance position and rest time, and also do the routine eye
check up for workers.

Keywords : eyestrain, lighting level, eye refraction disorder, CVS


Reading Lists : 87 (1961-2017)

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Farras Putri Arianti

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Juni 1995

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Kenanga V No. 11 RT 004/RW 007

Taman Lembah Hijau, Lippo Cikarang, Kelurahan

Serang. Kecamatan Cikaang Selatan, Kabupaten

Bekasi.

Telepon : 085781304195

Email : farrasputriarianti@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

 1999 – 2001 : TK Islam Al-Azhar 12 Cikarang

 2001 – 2007 : SD Islam Al-Azhar 12 Cikarang

 2007 – 2010 : SMP Islam Al-Muslim Tambun

 2010 – 2012 : SMA Negeri 1 Cikarang Utara

 2012 – sekarang :Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

vi
PENGALAMAN ORGANISASI

 Anggota Ekstrakulikuler Basket SD Islam Al Azhar 12 Cikarang 2005/2006

 Anggota Ekstrakulikuler Pramuka SD Islam Al Azhar 12 Cikarang

2005/2006

 Anggota OSIS SMP Al-Muslim Tahun 2008-2009

 Ketua Panitia Acara Leadership SMP Al-Muslim Tahun 2009

 Anggota Pengibar Bendera Tahun 2010

 Anggota Sakurakom SMAN 1 Cikarang Utara

 Anggota Saman FKIK UIN Jakarta

 Panitia Sosial Projek FKIK UIN Jakarta Tahun 2012

 Wakil Ketua Divisi HRD FSK3 2014-2015

 Vice General Manager IT FSK3 2015-sekarang

PELATIHAN

 Peserta Orientasi Pengenalan Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2012

 Peserta Seminar Profesi Epidemiologi “Ribuan Anak Terancam HIV-AIDS,

Let’s Prevent Mother to Child Transmission!” UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2013

 Peserta Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun 2012

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

 Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Climate Change and

Mosquitoes – an Inconvenient Truth” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2014

vii
 Peserta Seminar Profesi Gizi Kesehatan Masyarakat “Have Your Perfect

Weight with a Proper Diet” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

 Peserta Seminar Profesi Promosi Kesehatan “Let’s Be Smart: Sukseskah

Peringatan Pesan Bergambar pada Bungkus Rokok Diterapkan di Indonesia?”

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

 Peserta Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

“Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana Perlintasan Kereta Api Demi

Stabilitas Trasportasi Nasional” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

 Peserta Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya Menghadapi

Tantangan Kesehatan Masyarakat Indonesia post MDGs: Healthy People –

Healthy Environment” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014

 Peserta Workshop “Ergonomics in The Work Place” UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2014

 Peserta Workshop “Safety in The Process Industries” UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2014

 Peserta Seminar Nasional K3 “Daya Saing dan Kompetensi Ahli

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Indonesia untuk Menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2015

 Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Combat The Neglected

Tropical Disease Towards a Filariasis – Free County by 2020” UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015

 Peserta Pelatihan Keselamatan Konstruksi (Lifting Crane) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015

viii
 Peserta Seminar Kajian Ilmu K3 Bersama “Basic Safety Awareness &

Contractor Safety Management System” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2015

 Peserta Workshop “Risk Assessment in The Work Place” UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015

 Peserta Workshop “Management of Fire Safety” UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2015

KEPANITIAAN

 Panitia Sosial Projek “Cara Indah untuk Sehat” tahun 2012

 Panitia Penyuluhan Gerakan Kesehatan Masyarakat Mengabdi Cegah Diare

“Generasi Bersih Generasi Sehat” tahun 2015

 Panitia Festival Saman “Let’s Preserve Our National Culture with Traditional

Dance and Imporve Our Health” tahun 2015

 Panitia Beauty Class “Cantik Natural Bersama Wardah” tahun 2015

 Panitia Seminar Pengembangan Profesi K3 “Peduli Keselamatan Berkendara;

Aku dan Ojek Online Tertib Berlalu Lintas” tahun 2015

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Alhamdulillah berkat

rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016”. Salawat

serta salam tidak lupa penulis limpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta istri, sahabat, dan para pengikutnya yang telah membawa umatnya dari

dunia yang gelap ke dunia yang terang menderang dengan ilmu pengetahuan yang

diajarkannya.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Di dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta, yaitu kedua orang tua penulis, Bapak H. Ir. Ardiyan dan

Ibu Hj. Santi Damayanti, adik saya Atika Tiara Putri, dan seluruh keluarga

besar yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, karena atas do’a dan

dukungannya penulis dapat memperoleh dan menjalani pendidikan hingga ke

jenjang universitas.

x
2. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing satu yang telah

memberikan berbagai masukan serta motivasi agar penulis berusaha dengan

maksimal dalam membuat dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku pembimbing dua dan dosen

peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang senantiasa

memberikan arahan dan semangat kepada saya dan teman-teman

seperjuangan lainnya dalam menyusun dan penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan para dosen Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu yang telah diberikan.

5. Bapak Samsir dan Bapak Andi selaku perwakilan dari PT. AM yang telah

membantu penulis untuk mendapatkan data dan informasi serta studi

pendahuluan untuk skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat SMA yang sangat luar biasa, Almarhumah Auditia Rizkiah

Kamal, Rooseno Rahman Dewanto, Geyn Noveberian, Gita Ratnasari,

Ahmad Singgih Febriarto, M. Fajar Tara Putihardjo, Arghi Naufal Ramadhan,

dan teman-teman Cerdas Istimewa SMAN 1 Cikarang Utara lainnya yang

mewarnai masa-masa SMA penulis selama 2 tahun bahkan sampai saat ini.

7. Geng Telepong (Nova Elyanti, Erika Hidayanti, Paramita Maulidah, Annisa

Dwi Lestari, Arina Muthia Nursani, dan Atthina Ayu Mustika) dan Geng

Sista (Devina Koesnatasha Alvionita, Nurazizah, Sekar Wigati Suprapto, dan

Ika Nur Syafitriany), serta Destinia Putri yang selalu memberikan dukungan

dan semangat dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

xi
8. Teman-teman peminatan K3 dan Kesehatan Masyarakat 2012 UIN Jakarta

lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih

atas kebersamaan, kekeluargaan, dan kerja samanya selama ini. Semoga kita

semua menjadi orang yang sukses dikemudian hari.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, dengan do’a dan harapan bahwa

segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis. Penulis

menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar

selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

berguna dalam perkembangan ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan seluruh

pembacanya. Aamiin. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, Maret 2017

Farras Putri Arianti

xii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix

DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian...................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................... 8
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
1.5.1 Bagi Perusahaan ................................................................... 10
1.5.2 Bagi Program Studi .............................................................. 10
1.5.3 Bagi Peneliti Lain ................................................................. 10
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan Mata ............................................................................... 12
2.1.1 Patofisiologi Kelelahan Mata ............................................... 16
2.1.2 Pengukuran Kelelahan Mata ................................................. 19
2.1.3 Sifat Melihat (Visibilitas) ..................................................... 24
2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata ............................. 25

xiii
A. Faktor Perangkat Kerja .................................................... 25
B. Faktor Karakteristik Pekerjaan ........................................ 32
C. Faktor Lingkungan .......................................................... 36
D. Faktor Karakteristik Pekerja ............................................ 44
2.2 Kerangka Teori ............................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 54
3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 57
3.3 Hipotesis ......................................................................................... 61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain ............................................................................................. 62
4.2 Waktu dan Lokasi ........................................................................... 62
4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 62
4.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 65
4.5 Instrumen ........................................................................................ 67
4.6 Manajemen Data ............................................................................. 70
4.7 Analisis Data................................................................................... 72
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 75
5.2 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 ............................. 77

5.3 Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan


Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Call Center PT. AM Tahun 2016 .................................................. 79
5.4 Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Call Center PT. AM Tahun 2016 .................................................. 84
5.5 Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Call Center PT. AM Tahun 2016 .................................................. 88

xiv
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 95
6.2 Keluhan Kelelahan Mata ............................................................... 96

6.3 Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan


Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016 .................................................................................... 101

6.3.1 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan


Mata...................................................................................... 101

6.3.2 Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan


Kelelahan Mata .................................................................... 104

6.3.3 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan


Mata...................................................................................... 107

6.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan


Kelelahan Mata .................................................................... 111

6.3.5 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan


Mata...................................................................................... 114

6.3.6 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan


Kelelahan Mata .................................................................... 116

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN


7.1 Simpulan ......................................................................................... 121
7.2 Saran ............................................................................................... 123

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 126

LAMPIRAN .................................................................................................. 138

xv
DAFTAR TABEL

Tabel
2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran 22
Kelelahan Mata
2.2 Keluhan-Keluhan Kelelahan Mata Menurut Beberapa 23
Sumber
2.3 Persyaratan Pencahayaan Sesuai Peruntukan Ruangan 39
2.4 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan pada Tempat dengan 40
Komputer
2.5 Korelasi antara Usia dengan Daya Akomodasi 46
2.6 Ringkasan Berbagai Masalah Pemfokusan dan 50
Karakteristiknya
4.1 Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel 64
4.2 Daftar Kode dan Skoring Variabel 70
5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja 77
Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor- 79
Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center
PT. AM Tahun 2016
5.3 Analisis Hubungan antara Variabel Independen dengan 84
Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
5.4 Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan 89
Variabel Dependen
5.5 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda 90
antara Variabel Independen dan Variabel Dependen
5.6 Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara 90
Tingkat Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

xvi
5.7 Hasil Uji Interaksi antara Tingkat pencahayaan dan 91
Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016
5.8 Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara 92
Tingkat Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar
2.1 Alat Uji Hilang Kelipan (Flicker Fushion Eye Test) 20
2.2 Alat Uji Waktu Reaksi (Reaction Timer) 21
2.3 Kerangka Teori 53
3.1 Kerangka Konsep 56
4.1 AMPROBE LM-100 Light Meter 68
4.2 Pengukuran dengan Snellen Chart 69
5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna 78
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
6.1 Posisi Tubuh yang Tepat untuk Menggunakan Komputer 104
6.2 Kacamata Anti Radiasi dan Lapisannya 105
6.3 Perbedaan Kacamata Anti Radiasi dan Kacamata Biasa 106
6.4 Filter Screen 107

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian


Lampiran 2: Foto Lokasi Penelitian
Lampiran 3: Peta Pencahayaan
Lampiran 4: Output Hasil Statistik Data

xix
DAFTAR ISTILAH

AC Air Conditioner
AOA The American Optometric Association
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CVS Computer Vision Syndrome
Depkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia
EDC Electronic Data Capture
IESNA Illuminating Engineering Society of North Amerika
NASD National Aging Safety Database
NIOSH National for Occupational Safety and Health
OR Odds Ratio
OSHA Occupational Safety and Health Administration
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
SNI Standar Nasional Indonesia
TPA Third Party Administrator
WHO World Health Organization

xx
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan

oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi

kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Kelelahan atau

ketegangan mata adalah kondisi umum yang mengganggu, dan jarang

menimbulkan suatu kondisi yang serius. Namun, terkadang kelelahan mata

merupakan tanda bahwa kondisi mata tidak sehat dan butuh penanganan

medis. Kelelahan mata dapat timbul akibat membaca, menulis, mengemudi

dalam jangka waktu yang lama. Menggunakan dan memandang layar

komputer atau smartphone dalam jangka waktu yang lama juga dapat

menyebabkan kelelahan mata (Wachler, 2014).

Keluhan yang kerap dialami jika seseorang mengalami kelelahan mata

adalah mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang, pandangan

kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus (NIOSH, 1999).

Jika mata terlalu lelah, gejala yang ditimbulkan adalah penglihatan akan

menjadi tidak jelas atau kabur, memerah, berair, dan terasa nyeri.

Menurut Departemen Kesehatan, kelelahan mata dapat menyebabkan

iritasi, seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah. Penglihatan

rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi

serta akomodasi menurun (Depkes, 2003).

1
2

Kelelahan mata sering terjadi pada pekerja yang menggunakan komputer

dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Gangguan penglihatan yang

disebabkan karena penggunaan komputer oleh The American Optometric

Association dinamakan Computer Vision Syndrom (CVS) (AOA, 2017). CVS

merupakan suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara

lain mata tegang (mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur

saat melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat

melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif

terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah), lensa

kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, serta punggung (Sheedy dan

Shaw-McMinn, 2003). Manifestasi kelelahan mata menurut Akbar dan

Hawadi (2011) adalah mata yang nyeri dan memerah, penglihatan ganda,

sakit kepala, kurang mampu berakomodasi, dan penglihatan yang tidak tepat.

Penggunaan komputer dalam waktu lama akan berisiko mengakibatkan

astenopia atau mata lelah pada pengguna komputer (Santoso dan Widajati,

2011). Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA)

(1997), faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata adalah faktor

perangkat kerja (ukuran objek, posisi, dan tampilan layar), lingkungan kerja

(pencahayaan ruangan), desain kerja (jarak monitor, durasi kerja),

karakteristik individu (kelainan mata atau refraksi) ataupun kombinasi dari

seluruh faktor. Asosiasi Optometri Amerika (2015) menyebutkan bahwa ada

beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya kelelahan mata, yaitu

pencahayaan yang buruk, kesilauan pada layar digital, jarak melihat yang

tidak tepat, postur duduk yang buruk, masalah penglihatan, dan kombinasi
3

dari berbagai faktor. Menurut Wahyudi (2006), beberapa faktor-faktor lain

yang dapat mempengaruhi kelelahan mata pada pengguna komputer dari

berbagai sumber, antara lain dengan meningkatnya usia, maka kelelahan mata

akan mudah terjadi, pengguna dengan kelainan refraksi mata, dan lama

bekerja sehari lebih dari 4 jam dan terus menerus.

Penggunaan komputer dalam bekerja sangat membantu dan memudahkan

manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Menurut Hendra dan Octaviani

(2007), penggunaan komputer dewasa ini sudah merambah semua lapisan

masyarakat baik komputer desktop maupun laptop.

Komputer merupakan salah satu dari perkembangan teknologi.

Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami peningkatan dari waktu ke

waktu. Menurut prediksi biro penelitian Forrester Research, jumlah pengguna

komputer akan mencapai satu miliar pada akhir tahun 2008 dan diprediksi

akan mencapai angka dua miliar pada tahun 2015 (Kristo, 2007). Di

Indonesia sendiri, dalam survei yang dilakukan oleh BPS, lebih dari 75%

usaha disektor bisnis baik perkotaan maupun dipedesaan menggunakan

komputer (Harian TI, 2014).

Perkembangan teknologi yang semakin meningkat saat ini terasa sangat

kompleks dampaknya. Disatu pihak perkembangan itu memberikan manfaat

dan kemudahan-kemudahan pada tenaga manusia, tetapi di lain pihak

menimbulkan masalah-masalah yang membutuhkan perhatian khusus

(Nugroho, 2009). Salah satu masalah tersebut adalah masalah kesehatan.

NIOSH menemukan bahwa operator komputer memiliki tingkat stress yang


4

lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lain dan kelelahan mata

merupakan masalah utama bagi pengguna komputer.

American Optometric Association (AOA) (2017) menyebutkan bahwa

tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama di

depan komputer dan level ketidaknyamanan ini akan meningkat seiring

lamanya durasi penggunaan komputer. Telah diestimasikan juga di seluruh

dunia, bahwa 60 juta orang yang mengalami masalah penglihatan disebabkan

oleh penggunaan komputer (Wimalasundera, 2006).

NIOSH melaporkan bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan

komputer lebih dari tiga jam perhari akan mengalami gangguan kelelahan

mata. Beberapa penelitian di India menemukan kasus mengenai terjadinya

kelelahan mata akibat penggunaan komputer yang sering disebut Computer

Vision Syndrome (CVS). Beberapa penelitian tersebut, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Bhanderi, dkk (2008) kepada 419 pengguna komputer

menemukan 46,3% di antaranya mengalami kelelahan mata, penelitian oleh

Dhiman, dkk (2012) kepada 30 pasien menemukan 93,33% pasien mengalami

kelelahan mata, penelitian oleh Logaraj, dkk (2014) terhadap 416 pelajar

pengguna komputer menemukan prevalensi kelelahan mata sebesar 80,3%,

dan penelitian oleh Arumugam, dkk (2014) menemukan subjek yang

mengalami kelelahan mata sebanyak 69,3% dari 179 pekerja yang diteliti.

Di Indonesia, sudah banyak penelitian yang membahas mengenai

kelelahan mata akibat penggunaan komputer. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Yulyana Kusuma Dewi, Rico Januar Sitorus, dan Hamzah

Hasyim (2009), mereka meneliti seluruh operator komputer di Kantor Samsat


5

Palembang yang berjumlah 30 orang. Hasilnya terdapat 23 orang atau 73,3%

responden yang merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang

dirasakan oleh responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada

saat bekerja sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%.

Penelitian yang dilakukan oleh Nourmayanti (2010) pada 51 pekerja

pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009, bahwa 46 di antaranya

mengalami keluhan kelelahan mata, sedangkan 5 di antaranya tidak

mengalami keluhan. Dimana dapat disimpulkan bahwa 90,2% pekerja

pengguna komputer mengalami keluhan kelelahan mata, sedangkan hanya

9,8% pekerja yang tidak mengalami keluhan tersebut. Lalu, penelitian yang

dilakukan oleh Maryamah (2011) pada 106 pengguna komputer dibagian

Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011, bahwa

61 pengguna (57,5%) mengalami keluhan kelelahan mata sedangkan 45

pengguna (42,5%) tidak mengalami kelelahan mata. Keluhan yang paling

banyak dirasakan responden, yaitu mata pedih, sakit kepala, dan mata terasa

gatal. Penelitian juga dilakukan terhadap 78 orang operator komputer di PT.

Bank Kalbar Kantor Pusat pada tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa 88,5% responden mengalami keluhan kelelahan mata (Anggraini,

2013).

PT. AM merupakan TPA (Third Party Administrator) jaminan kesehatan

yang menggunakan terminal EDC untuk menangkap informasi klaim di

provider. Proses administrasi jaminan kesehatan AM didukung oleh sebuah

sistem terpadu untuk mengelola, memantau dan melakukan proses klaim


6

secara online dan realtime. Untuk melakukan tugasnya, Call Center berperan

penting di perusahaan ini. Call Center bertugas mengidentifikasi dan

mengambil semua informasi yang relevan tentang peserta dari database

perusahaan dari setiap panggilan telepon. Dalam melakukan layanan ini,

pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang

lama dan terus menerus sehingga memperbesar risiko terjadinya gangguan

kesehatan terutama kesehatan mata. Selain itu, setelah dilakukan pengukuran

pencahayaan awal di tempat kerja diketahui masih terdapat titik / meja kerja

dengan tingkat pencahayaan di bawah standar. Untuk itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM tahun 2016.

1.2.Rumusan Masalah

Komputer merupakan teknologi yang tidak bisa lepas dari kalangan

masyarakat usia produktif. Komputer dapat membantu manusia untuk

menyelesaikan pekerjaannya. Namun, di sisi lain penggunaan komputer

dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus dapat menimbulkan

efek samping. Salah satu efek samping yang ditimbulkan adalah keluhan

kelelahan mata yang sering disebut dengan Computer Vision Syndrome

(CVS). Setelah dilakukan studi pendahuluan pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM, diketahui bahwa 34 pekerja (91,89%) dari

37 pekerja yang diajukan pertanyaan mengalami keluhan kelelahan mata pada

saat bekerja menggunakan komputer. Selain itu, setelah dilakukan

pengukuran pencahayaan awal di tempat kerja diketahui tingkat pencahayaan


7

berkisar antara 90 - 360 lux, dimana masih terdapat titik / meja kerja dengan

tingkat pencahayaan di bawah standar. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

tahun 2016.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?

2. Bagaimana gambaran jenis keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?

3. Bagaimana gambaran faktor perangkat kerja (jarak monitor dan alat

pelindung mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM tahun 2016?

4. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerjaan (istirahat mata) pada

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?

5. Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan)

pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?

6. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin,

dan kelainan refraksi mata) pada pekerja pengguna komputer di Call

Center PT. AM tahun 2016?

7. Apakah faktor perangkat kerja (jarak monitor dan alat pelindung mata)

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?


8

8. Apakah faktor karakteristik pekerjaan (istirahat mata) berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call

Center PT. AM tahun 2016?

9. Apakah faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) berhubungan

dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call

Center PT. AM tahun 2016?

10. Apakah faktor karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, dan kelainan

refraksi mata) berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?

11. Apakah faktor paling dominan yang berpengaruh dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

tahun 2016?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh dengan keluhan kelelahan

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun

2016.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

2. Diketahuinya gambaran jenis keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.


9

3. Diketahuinya gambaran faktor perangkat kerja (jarak monitor dan

alat pelindung mata) pada pekerja pengguna komputer di Call

Center PT. AM tahun 2016.

4. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerjaan (istirahat

mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

tahun 2016.

5. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja (tingkat

pencahayaan) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM tahun 2016.

6. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, jenis

kelamin, dan kelainan refraksi mata) pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

7. Diketahuinya hubungan faktor perangkat kerja (jarak monitor dan

alat pelindung mata) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

8. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerjaan (istirahat

mata) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM Indonesia tahun 2016.

9. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan kerja (tingkat

pencahayaan) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

10. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, jenis

kelamin, dan kelainan refraksi mata) dengan keluhan kelelahan


10

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

tahun 2016.

11. Diketahuinya faktor paling dominan yang berpengaruh dengan

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call

Center PT. AM tahun 2016.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi

perusahaan dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama

mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dengan keluhan

kelelahan mata yang dialami pekerja sehingga perusahaan dapat

menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif bagi

para pekerja.

1.5.2. Bagi Program Studi

Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi

masyarakat kampus terutama mengenai faktor-faktor yang berpengaruh

dengan keluhan kelelahan mata.

1.5.3. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai bahan

referensi atau bahan acuan dan informasi terutama mengenai faktor-

faktor yang berpengaruh dengan kelelahan mata pada pengguna

komputer.
11

1.6. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berpengaruh dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call

Center PT. AM tahun 2016. Penelitian ini perlu dilakukan karena setiap

harinya pekerja bekerja dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu

dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pekerja memiliki risiko yang

besar terhadap terjadinya kelelahan mata. Penelitian akan dilakukan pada

bulan September sampai Oktober 2016. Sasaran penelitian ini adalah pekerja

pengguna komputer di bagian Call Center PT. AM. Penelitian ini bersifat

kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Sumber data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yang

diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, observasi, pengukuran jarak

monitor dan pencahayaan tempat kerja serta pemeriksaan kelainan refraksi

mata dengan Snellen Chart sedangkan sumber data sekunder berupa data

profil Call Center PT. AM beserta jumlah karyawan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan Mata

Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang

diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada

dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenopia, yaitu kelelahan

ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada

mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara intensif

(Hanum, 2008).

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi

penglihatan. Lelah penglihatan menggambarkan seluruh gejala-gejala yang

terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, di antaranya

adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang objek yang

sangat kecil dan pada jarak yang sangat dekat dalam jangka waktu yang

lama (Hanum, 2008).

Menurut Departemen Kesehatan, kelelahan mata dapat menyebabkan

iritasi, seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah. Penglihatan

rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi

serta akomodasi menurun (Depkes, 2003). Gejala-gejala tersebut diikuti

oleh pegal di sekitar leher, bahu, dan punggung (Sheedy dan Shaw-

McMinn, 2003).

12
13

Pada dasarnya, ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi

secara bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai aktivitas

yang memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama,

salah satunya adalah pengoprasian komputer yang dilakukan terlebih pada

kondisi yang tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam, tanpa disadari

akan memaksa kontraksi otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak luar

bola mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalam bola mata, otot-otot wajah

dan pelipis hingga mengalami kelelahan (fatique). Sakit kepala, kelelahan

pada mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar leher

dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai

dengan berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen,

merangsang saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Pardianto,

2015).

Walaupun kelelahan mata tidak menyebabkan kerusakan mata yang

permanen namun, kelelahan mata dapat mengakibatkan aktivitas seseorang

menjadi tidak produktif, kualitas kerja menurun, mudah membuat

kesalahan, timbulnya keluhan tentang mata, bahkan mudah terjadinya

kecelakaan (Akbar dan Hawadi, 2011).

Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan

komputer dalam waktu lama (Santoso dan Widajati, 2011). Banyak

membaca juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata

bukan saja timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan

oleh cahaya yang kurang atau tidak baik dalam meletakkan lampu, salah

memilih lampu, perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang


14

tidak seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan (Akbar dan Hawadi,

2011).

Gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer

oleh The American Optometric Association dinamakan Computer Vision

Syndrom (CVS). Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata

tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher

serta bahu. Gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang

buruk, tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur

duduk yang buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan

kombinasi dari berbagai faktor (AOA, 2017). Sheedy dan Shaw-McMinn

(2003) juga mengungkapkan bahwa CVS adalah suatu gejala yang dapat

menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata tegang (mata sakit atau

mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata

berubah perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan

pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata

perih, mata kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada

leher dan bahu, serta punggung.

Salah satu cara yang paling mudah untuk mengetahui gejala CVS

adalah mengamati / memperhatikan bahwa frekuensi kedipan mata

berkurang ketika menatap layar komputer dibandingkan dengan sebelum

menggunakan komputer. Apabila gejala-gejala tersebut diabaikan, bisa

mengarah kepada gangguan mata yang serius. Dr. Masayuki Tatemichi, dari

Toho University School of Medicine, Jepang, bersama timnya pernah

melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa CVS bisa menjadi


15

glaukoma (kerusakan syaraf optik mata) yang dapat berujung kepada

kebutaan (Koto, 2012).

Menurut Putra (2008), komputer dapat menyebabkan mata lelah

karena pancaran radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh layar

komputer tersebut. Selain radiasi elektromagnetik, radiasi yang dihasilkan

pada komputer dapat berupa sinar-X, sinar ultraviolet, dan gelombang

mikro. Radiasi yang dihasilkan komputer tersebut dapat menimbulkan

pengaruh jangka pendek bahkan jangka panjang bagi penggunanya.

Pengaruh jangka pendek dapat berupa mata menjadi berair dan lelah,

mempengaruhi produktivitas hormon melatonin dalam tubuh, dan astenopia

atau kelelahan mata. Pengaruh dalam jangka panjang dapat berupa katarak,

dermatitis pada muka, iritasi kulit, epilepsi dan cacat bawaan pada bayi serta

gangguan seksual, yaitu berkurangnya tingkat kesuburan baik bagi pria

maupun wanita (Suhendi, 2013).

Selain itu, penyebab CVS adalah karena ada perbedaan antara huruf

dan gambar di kertas biasa, dengan huruf dan gambar pada layar komputer.

Huruf dan gambar pada layar komputer tersusun atas titik-titik/pixels.

Sehingga, mata harus berakomodasi, dan terjadilah Eye Strain atau

ketegangan pada mata. Pencahayaan ruangan yang kurang baik dan kurang

sering berkedip dapat memperparah kondisi tersebut.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kelelahan

mata, yaitu pengaturan pencahayaan agar tidak terlalu tajam atau terlalu

lemah, melihat ke layar secara keseluruhan, jangan terpaku pada huruf atau

cursor, istirahatkan mata dengan mengedipkan mata dan melihat ke arah


16

lain, gerakkan bagian-bagian dan otot-otot tubuh setiap setengah jam,

letakkan komputer sedemikian rupa sehingga jarak mata ke layar kurang

lebih 55 cm, hindari pantulan, posisikan layar monitor komputer berada di

bawah level mata, bersihkan layar monitor untuk mengurangi muatan

elektrostatik, dan istirahat setiap dua jam, karena setiap bekerja di depan

komputer selama satu sampai dua setengah jam, mata perlu istirahat 10-20

menit (Soedarso, 2000).

2.1.1. Patofisiologis Kelelahan Mata

Kelelahan mata atau astenopia merupakan gangguan fungsi

penglihatan dengan penyebab dan gejala-gejala yang majemuk yang

melibatkan faktor fisik, fisiologis, psikologis, bahkan faktor sosial.

Astenopia adalah gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya upaya

berlebihan untuk memperoleh ketajaman binokuler yang sebaik-

baiknya dari sistem penglihatan yang berada dalam keadaan kurang

sempurna. WHO sendiri mengungkapkan bahwa astenopia merupakan

keluhan atau kelelahan visual subjektif atau keluhan-keluhan yang

dialami seseorang akibat menggunakan matanya. Istilah lain yang

dapat digunakan untuk kelelahan mata selain astenopia adalah Eye

Strain, Visual Discomfort, dan Ocular Fatigue (Bidakara Medical

Center, 2017).

Astenopia terjadi karena gangguan yang komplek dan saling

mempengaruhi pada proses sistem penglihatan seperti tidak cukupnya

cahaya yang masuk ke mata dari benda yang dilihat, pemusatan


17

cahaya pada retina mata tidak sempurna, mekanisme penggabungan

bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan yang lebih sentral (otak), dan

upaya untuk mempertahankannya tidak memadai. Kecukupan cahaya

dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu keadaan iluminasi dan obyek

yang dilihat. Kuantitas, kualitas, dan distribusi iluminasi yang

mengakibatkan cahaya terlalu terang atau redup, berfluktuasi, arah

yang miring, dan menyilaukan dapat mengurangi daya sensifitas

retina. Obyek berukuran kecil, bentuk yang tidak teratur, dan kurang

kontras atau bergerak, ternyata juga memudahkan timbulnya astenopia

(Bidakara Medical Center, 2017).

Pemfokuskan cahaya terganggu bila terjadi kelelahan otot siliaris

dan otot-otot luar bola mata (faktor intristik). Kelelahan otot siliaris

terjadi pada penggunaan kacamata yang tidak sesuai ukurannya yang

menyebabkan kelemahan akomodasi dan konvergensi. Selain itu,

gangguan oleh masalah fusi dapat terjadi bila bayangan pada kedua

mata tidak sama besar akibat perbedaan ukuran kacamata kanan dan

kiri terlalu besar (anisometropia) (Bidakara Medical Center, 2017).

Faktor intristik lainnya selain faktor okular (mata) adalah faktor

konstitusi. Keadaan tersebut adalah kelelahan umum, kurang sehat,

bekerja dibawah tekanan (under pressure), kurang tidur, pemakaian

obat-obatan, kelainan emosi dan gangguan psikogenik lainnya. Selain

orang yang berbakat neurotik, orang yang sehat pun (terorginisis baik

kepribadiannya), terutama jika mereka bergerak di bidang kehidupan

intelektual, dan selalu terus menerus meningkatkan dan memperbaiki


18

diri, dapat kehilangan sebagian energi kehidupannya yang akhirnya

dapat mengalami kondisi kelelahan (Bidakara Medical Center, 2017).

Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan

temporer tonus akulomotorius dan meningkatnya tonus parasimpatis

pada penderita astenopia. Hal tersebut menyokong adanya hubungan

antara astenopia dengan gangguan-gangguan akomodasi dan

konvergensi. Meningkatnya tonus parasimpatis terlihat dengan adanya

diameter pupil yang lebih kecil pada penderita astenopia dan lebih

lemahnya akomodasi dibandingkan dengan orang normal. Tonus

parasimpatis yang meningkat merupakan dasar beberapa keluhan pada

penderita astenopia (Bidakara Medical Center, 2017).

Penggunaan komputer sendiri menunjukkan meningkatnya

kejadian astenopia. Kelelahan mata akibat penggunaan komputer

disebut sebagai Computer Vision Syndrom yang sering disingkat CVS.

CVS sering terjadi karena mata tidak terlalu cocok untuk menatap

layar monitor. Mata tidak dapat lama berfokus pada pixel atau titik

kecil yang membentuk bayangan pada layar monitor. Seorang

pengguna komputer harus terus-menerus memfokuskan matanya

untuk menjaga agar gambar tetap tajam. Proses tersebut

mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot mata.

Apalagi setelah lama menggunakan komputer, frekuensi berkedip

berkurang dan mata menjadi kering dan perih. Akibatnya, kemampuan

untuk memfokuskan diri berkurang dan penglihatan bisa menjadi

buram serta timbul sakit kepala. Karena arah tatapan ke arah atas,
19

pengguna komputer sering terpaksa beristirahat dengan menurunkan

kepala mereka yang menyebabkan postur tubuh menjadi buruk dan

leher menjadi sakit (Affandi, 2005).

2.1.2. Pengukuran Kelelahan Mata

Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan dengan beberapa cara,

antara lain:

a. Photostress Recovery Test

Photostress Recovery Test, yaitu teknik klinis sederhana yang

dapat membedakan antara retina dan pasca retina. Tes ini bertujuan

untuk mengukur waktu yang dibutuhkan ketajaman mata untuk

kembali ke keadaan semula sebelum pemucatan. Subjek dengan

fungsi mata yang normal dan sehat harus dapat membaca di detik

ke 50-60, sedangkan subjek dengan masalah mata memiliki waktu

pemulihan yang berlangsung selama 1,5 sampai 3 menit atau lebih.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada mata

menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan

jarak 2-3 cm dari mata selama 10 detik. Stimulasi ini akan

memucatkan 24%-86% pigmen penglihatan (Patel, 2014).

b. Tes Frekuensi Subjek Kelipan Mata (Flicker Fusion Eye Test)

Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari

mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip

dengan cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji

responden melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat

(frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin


20

cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi,

melainkan sebagai cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi

ambang/batas dari kelipan itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”.

Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi

berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah

sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka

frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah

frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan

tidak lelah. Seseorang dalam keadaan tidak lelah memiliki

frekuensi ambang 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6

Hertz jika memakai cahaya siang (day light) (Tarwaka dkk, 2004).

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk

melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin

panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji

kelipan, selain untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan

keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk, 2004).

Sumber: Tarwaka, dkk (2004)


Gambar 2.1
Alat Uji Hilang Kelipan (Flicker Fusion Eye Test)
21

c. Tes Uji Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu

rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan

kegiatan. Uji waktu reaksi dapat menggunakan nyala lampu,

denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Waktu reaksi

reseptor sendiri dapat menggunakan waktu reaksi terhadap sinar.

Waktu reaksi terhadap sinar juga dapat digunakan untuk menguji

pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran sinyal hingga

terjadinya gerak oleh sistem motorik. Waktu reaksi terpendek

biasanya berkisar antara 150 – 200 milidetik. Waktu reaksi

terantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya

perangsangan, umur subjek, dan perbedaan individu lainnya. Uji

waktu reaksi terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli

suara. Hal tersebut dikarenakan stimuli suara lebih cepat diterima

oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang

telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala

lampu dan denting suara sebagai stimuli (Tarwaka dkk, 2004).

Sumber: Tarwaka, dkk (2004)


Gambar 2.2
Alat Uji Waktu Reaksi (Reaction Timer)
22

Tabel 2.1
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Mata

Metode
No Pengukuran Kelebihan Kekurangan
Kelelahan Mata
1 Photostress a. Tes dengan teknik klinis Tidak adanya teknik standar
Recovery Test sederhana (Patel, 2014). dalam melakukan tes (Sherman
b. Berguna untuk berbagai dan Henkind, 1988).
diagnosis yang berbeda-beda
(Miller, dkk, 2005).
2 Tes Frekuensi Sering digunakan untuk tujuan Tes sebagian besar dilakukan
Subjek Kelipan penelitian dan juga untuk tujuan oleh dokter mata atau orang
Mata (Flicker diagnostik dalam praktek klinik ahli (Titcombe dan Willison,
Fusion Eye Test) (Bharathi dan Reddy, 2015). 1961).
3 Tes Uji Waktu Banyak metode yang dapat Harus memiliki alat ukur
Reaksi digunakan, seperti nyala lampu, waktu reaksi, seperti nyala
denting suara, sentuhan kulit atau lampu dan denting suara
goyangan badan (Tarwaka dkk, sebagai stimuli yang
2004). dikembangkan di Indonesia
(Tarwaka dkk, 2004)

Selain menggunakan tiga tes tersebut, kelelahan mata juga dapat

didiagnosis dari keluhan berupa penglihatan kabur, penglihatan ganda,

mata terasa panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing, dan

ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Untuk gejala

objektif berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata

(NIOSH, 1999).

Setelah dilakukan berbagai pertimbangan dari beberapa metode

pengukuran kelelahan mata yang ada (tabel 2.1), metode berdasarkan

keluhan merupakan metode yang paling memungkinkan untuk

dilakukan pada penelitian ini. Berikut adalah keluhan−keluhan

kelelahan mata menurut beberapa sumber:


23

Tabel 2.2
Keluhan−Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Beberapa Sumber

Sumber
Depkes, NIOSH, Sheedy dan
Keluhan
2003 1999 Shaw-Mc Minn,
2003
Nyeri atau terasa berdenyut
di sekitar mata √
Mata tegang √ √
Pandangan kabur √ √ √
Pandangan ganda √ √
Sulit fokus √ √
Mata perih √ √
Mata merah √ √ √
Mata berair √ √
Mata gatal/kering √ √
Sakit kepala √ √ √
Lensa kontak tidak nyaman √
Sakit pada leher dan bahu √
Sakit pada punggung √
Sensitif terhadap cahaya √
Ketajaman mata merosot √
Mengantuk √

Dari sekian banyak keluhan yang disebutkan pada tabel 2.2,

keluhan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah mata tegang

(mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat

melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat

melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif

terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah),

lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, serta sakit pada

punggung. Sepuluh keluhan tersebut merupakan hal yang paling

sering dikeluhkan pada pengguna komputer dan memiliki prevalensi

tertinggi di antara yang lainnya (Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).


24

Gejala-gejala serupa juga disebutkan oleh AOA (2017). Gejala yang

paling umum terjadi terkait CVS adalah mata tegang, sakit kepala,

pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher serta bahu.

Pada dasarnya, sulit untuk menentukan apakah seseorang terkena

CVS atau tidak dari gejala-gejala yang ada. Untuk beberapa orang,

gangguan penglihatan jelas merupakan penyebabnya. Namun, untuk

orang lain, kondisi lingkungan tertentulah yang menyebabkan gejala-

gejala tersebut. Untuk menegakkan diagnosis kelelahan mata,

biasanya seseorang akan mengalami minimal dua gejala utama

gangguan penglihatan dan juga memiliki dua atau tiga masalah di

lingkungan tempat kerjanya. Diagnosis itu lah yang terbaik untuk

menyelesaikan semua kondisi penyebab dan faktor-faktor yang ada

(Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).

2.1.3. Sifat Melihat (Visibilitas)

Mata dapat melihat ketika suatu bayangan yang terkena cahaya

tertangkap mata. Pada mata normal, berkas-berkas cahaya atau

bayangan benda jatuh tepat di bintik kuning pada retina. Rangsangan

cahaya yang diterima retina akan diteruskan oleh saraf penglihatan ke

pusat penglihatan di otak untuk diterjemahkan. Akhirnya, kedua

daerah visual menerima berita dari kedua mata akan timbul lukisan

atau bentuk benda, sehingga mata dapat melihat benda tersebut

(Pearce, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi visibilitas antara lain

ukuran objek, posisi, dan tampilan layar, pencahayaan ruangan, jarak


25

objek, durasi melihat objek, kelainan mata, atau kombinasi dari seluruh

faktor (OSHA, 1997). Kemampuan seseorang dalam melihat objek

berbeda-beda. Tidak semua benda yang dapat dilihat akan dapat dilihat

dengan kejelasan yang sama. Ada yang bisa melihat dengan mudah dan

cepat, ada yang berusaha dengan keras, dan ada yang tidak melihat

sama sekali.

2.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata

A. Faktor Perangkat Kerja

1. Ukuran Objek

Ukuran objek berhubungan dengan kemampuan penglihatan.

Semakin besar ukuran suatu objek, maka semakin rendah

kemampuan mata yang diperlukan untuk melihat objek tersebut.

Semakin kecil ukuran suatu objek, maka semakin tinggi

kemampuan mata yang diperlukan agar dapat melihat dengan

jelas dan fokus objek tersebut. Hal inilah yang menyebabkan

akomodasi konvergensi bertambah, sehingga menimbulkan

kelelahan mata (Pheasant, 1991).

2. Jarak Monitor

Ketika menggunakan komputer, jarak pandangan dengan

layar monitor harus diperhatikan. Jarak pandang monitor jangan

terlalu jauh atau terlalu dekat. Jarak pandang yang salah dapat

mengakibatkan mata cepat lelah dan sakit. Jarak pandang yang

nyaman dan aman untuk mata berkisar antara 18 dan 24 inci (45

dan 60 cm). Namun, jarak ideal minimal antara mata pengguna


26

dan layar monitor adalah 20 inci atau 50 cm. Selebihnya jarak

pandang terhadap monitor komputer disesuaikan dengan

diameter dan kedalaman layar itu sendiri. Posisi monitor juga

harus diatur agar bagian tertinggi dari layar berada pada posisi

yang sejajar dengan mata (OSHA, 1997).

Ketika seseorang bekerja dengan melihat objek bercahaya di

atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus-menerus

dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan mata harus

terus berakomodasi. Mata yang terus menerus berakomodasi

akan menyebabkan kelelahan mata. Hal ini disebabkan karena

otot mata harus bekerja keras untuk melihat objek tersebut

(Hanum, 2008). Oleh karena itu, semakin jauh jarak pandang

terhadap objek maka kemungkinan terjadinya iritasi mata akan

semakin kecil.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan kepada pekerja

rental komputer di wilayah kampus UNNES ditemukan dari 22

responden yang jarak mata dengan monitor < 50 cm terdapat 21

responden (95,5%) mengalami CVS dan 1 responden (0,5%)

tidak mengalami keluhan CVS, sedangkan 14 responden yang

jarak mata dengan monitor > 50 cm terdapat 9 responden

(64,5%) mengalami keluhan CVS dan 5 responden (35,7%)

tidak mengalami keluhan CVS. Dari uji yang dilakukan,

menunjukkan adanya hubungan antara jarak mata dengan

keluhan CVS pada pekerja rental komputer di wilayah tersebut


27

dengan PValue = 0,012 (Permana, dkk, 2015). Hubungan antara

jarak monitor dan keluhan kelelahan mata juga ditemukan pada

penelitian pada pekerja pengguna komputer yang dilakukan oleh

Dinesh J. Bhanderi, dkk pada tahun 2008 (Bhanderi dkk., 2008).

Hasil yang ditemukan berbeda pada penelitian yang

dilakukan terhadap seluruh karyawan pengguna komputer PT.

Grapari Telkomsel Kota Kediri. Pada penelitian ini tidak

ditemukan hubungan antara jarak monitor dengan keluhan

kelelahan mata pada karyawan di PT tersebut dengan PValue =

0,346 (Sya’ban dan Riski, 2015).

3. Tampilan Layar

Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dikeluarkan

oleh suatu objek dan cahaya dari latar belakang objek tersebut.

Perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang tidak

seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan dapat

mengakibatkan kelelahan mata (Akbar dan Hawadi, 2011).

Menurut dr. Edi Supiandi Affandi SpM dari Bagian Iimu

Penyakit Mata FKUI, pada pengguna komputer, kelelahan mata

terjadi karena mata memusatkan pandangan pada komputer

dimana objek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak,

dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip

sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi

kering.
28

Tingkat kenyamanan setiap individu terkait ukuran teks,

warna layar, ketajaman, dan lain-lain relatif berbeda-beda

sehingga disarankan tampilan layar ini disesuaikan dengan mata

masing-masing individu. Namun, pengaturan warna terang dan

gelap pada monitor harus tepat, begitu juga dengan resolusi

monitor. Warna yang digunakan tidak terlalu terang atau terlalu

gelap. Ketika nilai kontras negatif, dimana nilai kontras negatif

dapat menyebabkan objek yang sesungguhnya “terserap” oleh

latar belakang, sehingga objek menjadi tidak tampak, hal ini

dapat menyebabkan kelelahan mata (Bidakara Medical Center,

2017).

Pada penelitian sebelumnya, ditemukan hubungan yang

signifikan antara tampilan layar berupa brightness dengan

keluhan kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan terhadap 150

operator komputer di Teerthanker Mahaveer University,

Moradabad, U.P. India dengan PValue = 0,004 (Agarwal dkk.,

2013). Hubungan antara tampilan layar (contrast dan

brightness) dengan keluhan kelelahan mata juga ditemukan pada

penelitian yang dilakukan oleh Dinesh J. Bhanderi, dkk (2008).

4. Karakteristik Monitor

Pemilihan jenis monitor berpengaruh pula terhadap kesehatan

mata. Extremely Low Frequency (ELF) dan Very Low Frequecy

(VLF) adalah dua tipe radiasi elektromagnetik yang ditimbulkan

oleh monitor. Monitor dengan jenis tertentu akan memancarkan


29

radiasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan gatal-gatal

pada mata. Bahkan beberapa hasil penelitian menyebutkan

bahwa radiasi ini meningkatkan risiko kanker dan keguguran.

Oleh karena itu, mata harus dijauhkan dari monitor setidaknya

sejauh 18 inci. Menggunakan monitor dengan radiasi yang

rendah juga dapat mengurangi risiko-risiko tersebut. Monitor

LCD merupakan salah satu janis monitor yang rendah radiasi

jika dibandingkan dengan monitor CTR (Hirsch, 2011). Monitor

LCD memiliki radiasi yang lebih rendah karena monitor LCD

tidak memiliki tabung, tidak menghasilkan elektron, dan sinar-X

(Parsons dan Oja, 2010).

Pada penelitian terdahulu terhadap 150 operator komputer di

Teerthanker Mahaveer University, Moradabad, U.P. India

diketahui bahwa karakteristik monitor berhubungan dengan

keluhan kelelahan mata atau CVS dengan PValue = 0,042

(Agarwal dkk., 2013).

5. Filter Screen

Filter screen merupakan aksesoris komputer yang digunakan

untuk mengurangi radiasi dan silau dari monitor komputer ke

mata penggunanya. Filter screen akan mengurangi jumlah

cahaya yang dipantulkan dari monitor dan tampilan visual pada

monitor akan tampak lebih lembut serta tidak cepat membuat

mata lelah (AOA, 2017).


30

Penggunaan filter screen cukup efektif dalam mengeliminasi

radiasi dan kesilauan. Namun, sebelum pembelian dan

penggunaannya, filter screen harus ditinjau terlebih dahulu.

Terdapat filter screen yang mampu mereduksi silau hingga 99%

tetapi terkadang filter ini bahkan tidak bekerja dengan baik pada

lingkungan kerja yang sangat terang. Terdapat pula filter screen

yang tidak dapat memblok cahaya yang masuk sehingga terjadi

pantulan pada layar, hal ini dapat disebabkan karena adanya

cahaya yang langsung menghadap ke arah layar. Lalu terdapat

filter screen yang dapat menarik debu, hal ini akan

menyebabkan menurunnya kemampuan screen untuk memfilter

monitor. Oleh karena itu, filter screen harus diidentifikasi

dahulu sesuai kebutuhan dan kondisi tempat kerja sehingga

efektif untuk mengurangi kesilauan dan mencegah terjadinya

keluhan kelelahan mata (Simpson, 2013).

Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa filter screen

atau antiglare screen berhubungan dengan keluhan kelelahan

mata. Penelitian ini dilakukan oleh Agarwal, dkk (2013) dengan

PValue = 0,004 dan Bhanderi, dkk (2008). Namun, penelitian lain

menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan

akomodasi yang nyata antara penggunaan filter screen dan

bukan pengguna filter screen dengan PValue = 0,8462 (Murtopo,

2005).
31

6. Alat Pelindung Mata

Selain menggunakan filter screen, kini sudah terdapat

kacamata dengan lensa khusus untuk pengguna komputer. Ahli

masalah mata, dr. Jay Schlanger mengatakan beberapa

perusahaan kini mulai membuat lensa yang bagian atasnya

dirancang untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk

membaca. Lalu terdapat kacamata anti radiasi komputer. Kaca

mata ini merupakan kacamata yang dibuat untuk melindungi

mata dari bahaya radiasi layar televisi, komputer maupun radiasi

gadget yang dapat mengganggu mata. Fungsi kacamata ini

terletak pada lensanya yang terbuat dari bahan khusus untuk

menangkal radiasi layar komputer. Seiring dengan

meningkatnya aktivitas di depan komputer membuat mata

semakin lelah dan kering, sehingga kebutuhan akan kacamata ini

semakin meningkat. Bahaya radiasi akibat terlalu larut dengan

pekerjaan di depan komputer lebih mengganggu kesehatan mata,

bahkan dampak terparahnya dapat mengakibatkan katarak

hingga kebutaan. Lapisan anti radiasi pada kacamata ini mampu

melindungi mata terhadap gelombang elektromagnetik hingga

100%. Lensa anti radiasi ini terdiri dari beberapa lapisan, yang

terdiri dari lapisan anti silau, lapisan tahan air, dan lapisan

lainnya yang dapat menghindarkan lensa dari debu dan kotoran,

serta anti fouling.


32

Pengguna lensa kontak pun kini sudah mempunyai solusi,

yaitu dengan mengganti lensa kontak generasi baru yang terbuat

dari silikon hydrogel. Silikon ini memungkinkan daya transmisi

oksigen lebih tinggi dibandingkan jenis lain sehingga dapat

mengurangi sindrom mata kering (Ningrum, 2007).

B. Faktor Karakteristik Pekerjaan

1. Durasi Penggunaan

Berdasarkan suatu survei di Amerika, didapatkan fakta

bahwa rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja

dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total

jam kerja mereka (Hasibuan, 2011). The University of North

Carolina at Asheville mengelompokan beban kerja pekerja

komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut:

a. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja

dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus menerus.

b. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja

dengan lama waktu kerja antara 2-4 jam sehari secara terus-

menerus.

c. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja

dengan lama waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara

berturut-turut.

Pekerjaan mata yang selalu berulang atau terus menerus akan

membuat mata tersebut selalu berupaya untuk memfokuskan

pandangan pada bidang layar monitor. Hal ini disebabkan


33

karena otot mata harus bekerja keras untuk melihat objek

tersebut. Oleh karena itu, durasi atau lamaya mata digunakan

untuk melihat komputer juga menjadi salah satu faktor dalam

mempercepat terjadinya gangguan atau kelelahan mata. Hal ini

berkaitan dengan sifat atau fungsi mata yang tidak dibuat untuk

melihat dari jarak dekat dengan waktu yang lama. Computer

Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian

komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam

namun, terdapat beberapa orang yang mengalami CVS beberapa

hari kemudian (Hanum, 2008).

Untuk mencegah terjadinya kelelahan mata akibat durasi

penggunaan dapat dilakukan salah satunya dengan cara

mengalihkan pandangan dengan menatap objek lain dengan

jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter agar kelenturan mata tetap

terjaga (OSHA, 1997). Memejamkan mata selama 2-3 menit

juga terbukti efektif agar otot mata tidak kelelahan (Agus,

2013).

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Santoso dan Widajati (2011), Logaraj, dkk (2014), Sya’ban dan

Riski (2015) dengan PValue = 0,000, Pangemanan, dkk (2014)

dngan PValue = 0,003, dan Permana, dkk (2015) dengan PValue =

0,005 diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata.

Namun, hubungan tidak ditemukan pada penelitian yang


34

dilakukan oleh Anggraini (2013) PValue = 0,199 dan Arumugam,

dkk (2014) dengan PValue = 0,843.

2. Istirahat Mata

Saat penglihatan jarak dekat, seperti membaca atau

menggunakan komputer dilakukan dalam jangka waktu yang

lama, otot siliaris yang merupakan salah satu otot yang berperan

dalam proses akomodasi tanpa disadari mengalami penegangan

dan kekakuan. Hal ini secara tidak langsung akan membuat mata

mudah teriritasi dan memicu rasa tidak nyaman. Oleh karena itu,

istirahat mata perlu dilakukan untuk merelaksasikan otot mata

yang tegang. Menurut NIOSH, istirahat dengan waktu yang

singkat tetapi sering, dapat menurunkan tingkat

ketidaknyamanan pekerja pengguna komputer dan

meningkatkan produktivitas kerja jika dibandingkan dengan

istirahat 15 menit pada pagi hari dan istirahat pada jam makan

siang.

OSHA (1997) menyatakan bahwa seorang pekerja dapat

meninggalkan tempat kerjanya atau melakukan istirahat

setidaknya 10 menit setiap jam setelah berada di depan

komputer secara intensif dan setidaknya 15 menit setiap 2 jam

setelah berada di depan komputer secara intermiten. Istirahat

mata ini harus dilakukan salah satunya juga dikarenakan CVS

dapat timbul saat aliran air mata ke mata berkurang yang

disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar komputer.


35

Saat seseorang menatap komputer, maka kedipan mata akan

berkurang 2/3 kali dari keadaan normal sehingga dapat

mengakibatkan mata menjadi kering, iritasi, tegang, dan lelah

(Hanum, 2008).

Istirahat mata dapat dilakukan dengan merubah fokus ke arah

yang lain sehingga memberikan kesempatan untuk otot mata

beristirahat. Pekerja cukup melihat ke arah lain atau keluar

jendela dari waktu ke waktu dan melihat objek lain setidaknya

dengan jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter (OSHA, 1997).

Memejamkan mata selama 2-3 menit juga terbukti efektif agar

otot mata tidak kelelahan (Agus, 2013).

Terdapat tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, yaitu

Anshel (2005):

1. Eye breaks, yaitu istirahat mata yang dilakukan setiap 10

sampai 20 menit setelah menggunakan komputer dengan cara

berpaling dari layar komputer dan melihat jauh (minimal 6

meter) agar otot-otot di dalam mata menjadi lebih relaks.

Diikuti dengan mengedipkan mata cepat selama beberapa

detik untuk menyegarkan mata dan menghilangkan debu-

debu di dalam mata.

2. Rest breaks, yaitu istirahat yang dilakukan setiap 30 sampai

60 menit setelah menggunakan komputer dengan cara berdiri,

bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain

menggunakan komputer. Gerakan ini memungkinkan otot-


36

otot tubuh untuk beristirahat, meningkatkan sirkulasi darah,

mengurangi akumulasi kelelahan otot statis, dan

meningkatkan kewaspadaan.

3. Exercise breaks, yaitu istirahat yang dilakukan setiap 1

sampai 2 jam pemakaian komputer dengan cara latihan cepat

peregangan otot yang dapat membantu mengurangi kelelahan

otot.

Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat tiga penelitian

yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara

istirahat mata dan keluhan kelelahan mata. Penelitian ini

dilakukan oleh Dewi, dkk (2009) dengan PValue = 0,042,

Maryamah (2011) dengan PValue = 0,047, dan Shantakumari, dkk

(2014). Namun, dua penelitian lainnya menyatakan tidak adanya

hubungan yang signifikan antara istirahat mata dan keluhan

kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan oleh Anggraini (2013)

dengan PValue = 1,000 dan Arumugam, dkk (2014) dengan PValue

= 0,314.

C. Faktor Lingkungan

1. Tingkat Pencahayaan

Dalam banyak aspek kehidupan, manusia tergantung pada

matahari sebagai sumber pencahayaan, termasuk pekerjaan yang

dilakukan di luar ruangan. Apabila kegiatan kerja dilakukan di

dalam ruangan atau pada malam hari, perlu tersedianya

penerangan yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan.


37

Berbagai studi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencahayaan

yang diperlukan untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu dengan

memperhatikan faktor kesehatan pekerja dan terlaksananya

pekerjaan dengan baik. Ruangan untuk ruang kerja dimana

tugas-tugas visual tidak sering dilakukan, tingkat pencahayaan

(iluminan) yang disarankan 100-200 lux (10-20 fc). Sementara

itu, untuk tugas-tugas yang banyak menggunakan pengamatan

mata dan dalam waktu yang cukup lama, diperlukan iluminan

sebesar 2000-5000 lux. Penerangan yang baik merupakan

persyaratan pertama bagi persepsi visual yang memuaskan

(Herjanto, 2008).

Standar dari penerangan diatur oleh Illuminating Engineering

Society of North Amerika (IESNA). Pencahayaan biasanya

diukur pada bidang horisontal pada ketinggian 30” di atas lantai.

Satuan pencahayaan adalah floot-candela atau fc (lumen per foot

persegi) atau lux (lumen per meter persegi). Foot-candle masih

digunakan di Amerika, tapi negara lain yang telah beralih ke

sistem metrik, satuan lux adalah ukuran yang tepat (Karlen dan

Benya, 2007).

IESNA mengkategorikan rekomendasi kriteria tingkat

pencahayaan berdasarkan atas kerumitan dan kesulitan kegiatan

yang terdapat dalam ruangan. Kategori tersebut adalah (Karlen

dan Benya, 2007):

Kategori A: Ruangan umum 3 fc/30 lux


38

Kategori B: Orientasi sederhana 5 fc/50 lux

Kategori C: Kegiatan sederhana 10 fc/100 lux

Kategori D: Kegiatan yang membutuhkan pencahayaan yang

sangat kontras dan ukuran runagan yang luas 30 fc/300 lux

Kategori E: Kegiatan yang membutuhkan pencahayaan yang

sangat kontras dan ukuran ruangan kecil 50 fc/500 lux

Kategori F: Kegiatan yang membutuhkan pencahayaan dengan

tingkat kekontrasan yang rendah dan ukuran ruangan yang kecil

100 fc/1000 lux

Kategori G: Kegiatan yang terjadi di ambang pintu lebih dari

100 fc/ 10000 lux.

Menurut SNI 03-2396-2001, kualitas pencahayaan yang

harus dan layak disediakan, ditentukan oleh :

a. Penggunaan ruangan, khususnya ditinjau dari segi beratnya

penglihatan oleh mata terhadap aktivitas yang harus

dilakukan di dalam ruangan tersebut.

b. Lamanya waktu aktivitas yang memerlukan daya penglihatan

yang tinggi dan sifat aktivitasnya, sifat aktivitas dapat secara

terus menerus memerlukan perhatian dan penglihatan yang

tepat, atau dapat pula secara periodik dimana mata dapat

beristirahat.

Klasifikasi kualitas pencahayaan menurut SNI 03-2396-2001

adalah sebagai berikut :


39

1) Kualitas A : kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat, terus

menerus, seperti menggambar detail, menggravir, menjahit

kain warna gelap, dan sebagainya.

2) Kualitas B : kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara

intensif terus menerus, seperti menulis, membaca, membuat

alat atau merakit komponen-komponen kecil dan sebagainya.

3) Kualitas C : kerja sedang, pekerjaaan tanpa konsentrasi yang

besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, merakit suku

cadang yang agak besar, dan sebagainya.

4) Kualitas D : kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detail-detail

yang besar harus dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu

lintas orang, dan sebagainya.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48

Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perkantoran menetapkan tingkat pencahayaan untuk

kenyamanan mata adalah 300-500 lux, pekerjaan menggambar

500 lux, meeting room 300 lux, respsionis 300 lux, koridor 100

lux, dan arsip 200 lux.

Tabel 2.3
Persyaratan Pencahayaan Sesuai Peruntukan Ruang

Peruntukan Ruang Minimal Pencahayaan (lux)


Ruang Kerja 300
Ruang Gambar 750
Resepsionis 300
Ruang Arsip 150
Ruang Rapat 300
Ruang Makan 250
Koridor/Lobi 100
Sumber: Permenkes No.48 Tahun 2016
40

Menurut SNI 03-6575-2001, tingkat pencahayaan minimum

untuk ruang komputer adalah 350 lux. Menurut Permenkes No.

70 Tahun 2016, suatu lingkungan kerja atau aktivitas kerja

dikatakan memenuhi persyaratan tingkat pencahayaan apabila

mempunyai perbedaan maksimal 10% dari nilai tingkat

pencahayaan yang dipersyaratkan. Grandjean (1988) menyusun

rekomendasi tingkat penerangan pada tempat-tempat dengan

komputer sebagai berikut:

Tabel 2.4
Rekomendasi Tingkat Pencahayaan
pada Tempat dengan Komputer

Tingkat Pencahayaan
Keadaan
(lux)
Kegiatan Komputer dengan sumber < 400
dokumen yang terbaca jelas
Kegiatan Komputer dengan sumber 400-500
dokumen yang tidak terbaca jelas
Tugas memasukan data > 500-700
Sumber: Grandjean, 1988

Standar yang mengatur kegiatan pengukuran intensitas

penerangan di tempat kerja adalah SNI 16-7062-2004. Dimana

standar ini menguraikan tentang metoda pengukuran intensitas

penerangan di tempat kerja dengan menggunakan Lux Meter.

Lux Meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

intensitas penerangan dalam satuan lux.

Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan

mata, sebab orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek

dengan tujuan memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat


41

proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan

penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003).

Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya kelelahan

mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat

menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata.

Namun kelelahan pada mata itu pun bersifat reversible. Jika

mata mengalami kelelahan, maka dengan melakukan istirahat

yang cukup/beristirahat sepulang kerja maka pagi harinya mata

akan pulih kembali (Depkes, 2008).

Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang

kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk

penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun

kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang

diterima oleh mata. Akibatnya mata harus memicing silau atau

berkontraksi secara berlebihan, karena jika pencahayaan lebih

besar atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan

cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika

menerima cahaya yang besar. Hal ini merupakan salah satu

penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).

Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan

menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama

kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat

akan mengakibatkan kelelahan mata sehingga berkurangnya

daya dan effisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di


42

daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan indra

mata, dll. Pengaruh kelelahan mata tersebut akan bermuara

kepada penurunan performansi kerja, termasuk kehilangan

produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan,

dan kecelakan kerja meningkat (Tarwaka, 2004).

Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata. Penelitian tersebut dilakukan oleh Widowati

(2009), Maryamah (2011) dengan PValue = 0,003 dan OR =

9,554, Sya’ban dan Riski (2015) dengan PValue = 0,03, serta

Permana, dkk (2015) PValue = 0,001 pada tempat, waktu, dan

subjek yang berbeda. Namun, Dewi, dkk (2009) dengan PValue =

0,108 dan Anggraini (2013) PValue = 0,595 mendapatkan tidak

adanya hubungan bermakna antara kondisi pencahayaan ruang

kerja dengan keluhan kelelahan mata atau CVS.

2. Suhu Udara

Walaupun keseimbangan suhu tubuh dapat terjaga,

kenyamanan termal lebih bersifat individual. Keadaan

lingkungan tertentu bisa dirasakan berbeda oleh individu yang

berbeda (Frick, 2007).

Kemampuan manusia beradaptasi dengan temperatur

lingkungan secara umum dilihat dari perubahan suhu tubuh.

Manusia dianggap mampu beradaptasi dengan perubahan

temperatur lingkungan bila tidak terjadi perubahan suhu tubuh


43

atau perubahan suhu tubuh yang terjadi masih pada rentang yang

aman. Sebagaimana diketahui bahwa suhu tubuh (suhu inti

tubuh) atau core body temperature harus berkisar antara 37o –

38oC. Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada

suhu tubuh normal), maka akan menyebabkan terjadinya

peningkatan suhu tubuh karena tubuh menerima panas dari

lingkungan. Begitu pula sebaliknya, yaitu bila suhu lingkungan

rendah (lebih rendah daripada suhu tubuh normal), maka panas

tubuh akan keluar melalui evaporasi dan ekspirasi sehingga

tubuh dapat mengalami kehilangan panas (Hendra, 2009).

Suhu udara yang panas akan menurunkan prestasi kerja fikir,

penurunan sangat hebat terjadi sesudah 32°C. Suhu lingkungan

yang terlalu tinggi menimbulkan beban psikis (stres) sehingga

menurunkan konsentrasi dan persepsi terhadap lingkungan dan

selanjutnya menurunkan prestasi. Suhu yang terlalu tinggi dapat

menimbulkan terjadinya risiko kecelakaan dan gangguan

kesehatan (Nourmayanti, 2010).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013), tidak

adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara kondisi

temperatur ruang kerja dengan terjadinya CVS, PValue = 0,676.


44

D. Faktor Karakteristik Pekerja

1. Usia

Kemampuan mengubah daya fokus mata disebut akomodasi.

Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan kehilangan

sebagian kemampuan akomodasinya. Presbiopia (mata tua)

terjadi apabila lensa kehilangan hampir semua kemampuan

akomodasinya (Cameron, dkk, 2006). Dimana titik kritis subjek

mengalami presbiopia, yaitu pada usia 40 tahun, subjek akan

mengalami kesulitan dengan penglihatan dekat (James, dkk,

2006).

Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat

objek dengan jelas, sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan

terhadap cahaya empat kali lebih besar (Guyton dan Hall, 2006).

Pada usia ini, seseorang akan mengalami kesulitan dalam

memfokuskan penglihatannya yang disebabkan oleh presbiopia.

Hal ini merupakan sesuatu yang normal karena disebabkan oleh

lensa di dalam mata. Menginjak usia 50 tahun, presbiopia akan

semakin terasa dampaknya. Seseorang akan membutuhkan

kacamata dengan lensa yang lebih tajam dalam frekuensi yang

sering. Seseorang juga akan membutuhkan lebih dari satu lensa,

yaitu lensa yang digunakan untuk kegiatan normal dan lensa

yang dapat digunakan saat mengoperasikan komputer agar

terasa lebih nyaman (Heiting, 2014). Pada usia 60 tahun,

kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih


45

besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun

daya akomodasi mata berkurang (Guyton dan Hall, 2006).

Usia lanjut menyebabkan kemampuan otot siliari untuk

berakomodasi menjadi berkurang. Lensa kehilangan

elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga tidak dapat

memfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat

dengan mata. Akibatnya, lensa mata tidak dapat menebal dan

menipis dengan sempurna, seperti mata normal. Oleh karena itu,

penderita mata tua tidak dapat melihat benda yang terlalu jauh

atau terlalu dekat. Benda yang terlalu dekat membentuk

bayangan di belakang retina, sedangkan benda yang terlalu jauh

membentuk bayangan di depan retina. Namun, pada beberapa

orang, penglihatan jauh tetap baik pada mata tua (Pearce, 2011).

Berbeda dengan usia tua, usia muda memiliki kebutuhan cahaya

yang lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan

kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit.

Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang

semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan

mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan

risiko kecelakaan.

Cacat mata tua dapat ditolong dengan menggunakan

kacamata berlensa cembung dan cekung sekaligus. Kacamata ini

disebut kacamata bifokal. Sisi bawah kacamata bifokal terbuat

dari lensa cembung, sedangkan sisi atasnya terbuat dari lensa


46

cekung. Lensa cembung pada sisi bawah berguna untuk melihat

benda-benda dekat. Sisi atas terbuat dari lensa cekung yang

berfungsi untuk melihat benda-benda yang jauh (Pearce, 2011).

Tabel 2.5
Korelasi antara Usia dengan Daya Akomodasi

Umur (Tahun) Titik Dekat (cm)


10 7
20 10
30 14
40 22
50 40
60 200
Sumber: Ilyas, 2008

Berdasarkan delapan penelitian terdahulu, hanya terdapat satu

penelitian yang menyatakan adanya perbedaan yang signifikan

antara responden yang menderita CVS dan tidak menderita CVS

berdasarkan usia (Rahman dan Sanip, 2011). Namun, delapan

penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2009) dengan

PValue = 0,246, Maryamah (2011) dengan PValue = 0,135, Santoso

dan Widajati (2011) dengan PValue = 0,078, Anggraini (2013)

dengan PValue = 0,720, Sya’ban dan Riski (2015) dengan PValue =

0,464, Arumugam (2014) dengan PValue = 0,665, Zainuddin dan

Isa (2014), serta Bhanderi, dkk (2008) tidak menemukan adanya

hubungan antara usia dengan kejadian keluhan kelelahan mata.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor risiko CVS, dimana CVS

lebih berisiko dan lebih sering pada perempuan. Seiring

bertambahnya usia, hormon esterogen dan antiandrogen pada


47

wanita akan meningkat. Kedua hormon tersebut akan menekan

sekresi dari air mata, sehingga lapisan air mata pada perempuan

cenderung menipis dibanding laki-laki. Penipisan lapisan air

mata ini mengakibatkan mata cenderung mengalami kelalahan

saat menggunakan komputer (Versura dan Campos, 2005).

Selain itu terdapat pula perbedaan pada fisiologis antara

perempuan dan laki-laki. Perbedaan fisiologis tersebut yang

menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap penyakit dan

memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Perempuan cenderung

lebih teliti dan telaten dalam bekerja sehingga mereka akan

benar-benar memusatkan perhatian pada pekerjaan yang

dihadapi untuk mengurangi tingkat kesalahan kerja. Tuntutan

untuk dapat memusatkan perhatian di depan komputer secara

terus-menerus menjadi sumber stressor untuk penglihatan

maupun psikologis. Penglihatan jarak dekat yang dilakukan

dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan otot siliaris

mengalami penegangan dan kekakuan. Hal ini secara tidak

langsung akan membuat mata mudah teriritasi dan memicu rasa

tidak nyaman dan akhirnya menimbulkan keluhan-keluhan

penglihatan (Kurmasela, 2012).

Menurut penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Anggraini (2013) dengan PValue = 0,049, Rahman

dan Sanip (2011) menemukan adanya hubungan yang signifikan

antara jenis kelamin dengan keluhan kelelahan mata atau CVS.


48

Lograj, dkk (2014) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa

laki-laki lebih rentan terkena CVS dengan keluhan mata merah,

mata panas, pandangan kabur, dan mata kering. Lain halnya

dengan perempuan. Perempuan lebih rentan terkena CVS

dengan keluhan sakit pada kepala, leher, dan bahu dibandingkan

laki-laki. Namun, hubungan antara jenis kelamin dan keluhan

kelelahan mata atau CVS tidak ditemukan pada penelitian yang

dilakukan oleh Kurmasela (2012), Zainuddin dan Isa (2014)

serta Bhanderi, dkk (2008).

3. Kelainan Refraksi Mata

Kelainan refraksi mata merupakan penyebab utama dari

gangguan penglihatan (Fajar, 2011). Kelainan refraksi mata

adalah akibat kerusakan pada akomodasi visual, entah sebagai

akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa (Pearce,

2011). Kelainan refraksi mata biasanya tidak bisa diketahui

dengan cepat, apalagi kalau kelainan refraksi mata hanya terjadi

pada satu mata. Mata yang digunakan akan mengikuti

perkembangan fungsi penglihatan optimal adalah mata yang

normal, sedangkan mata dengan kelainana refraksi tidak

digunakan sehingga tidak mencapai perkembangan fungsi

penglihatan yang normal dan mata akan menjadi mata malas

(amblyopia) (Setiabudi dan Hardywinoto, 2002).

Kesalahan pemfokusan (refraktif) disebut juga ametropia,

sedangkan tidak adanya kesalahan refraksi disebut emetrop.


49

Ametropia terjadi pada lebih dari separuh populasi Amerika

Serikat. Kelainan ini sering dapat dikoreksi secara tuntas dengan

kacamata atau penggunaan bedah laser untuk mengubah bentuk

kornea. Terdapat empat tipe umum ametropia, yaitu (Cameron,

dkk, 2006):

1. Miopia (rabun jauh)

Ukuran biji mata dari belakang sampai ke depan melebihi

ukuran normal, sehingga lensa memfokuskan bayangan di

depan retina (Pearce, 2011).

2. Hiperopia atau hipermetropia (rabun dekat)

Ukuran mata atau lebarnya mata dari belakang sampai ke

depan adalah pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan

bayangan di belakang retina (Pearce, 2011).

3. Astigmatisme (fokus tidak simetris)

Kesalahan refraksi yang terjadi karena berkas-berkas cahaya

jautuh pada garis-garis di atas retina, dan bukan pada titik-

titik tajam. Hal ini disebabkan oleh berubahnya bentuk

lengkungan lensa (Pearce, 2011).

4. Presbiopia (mata tua) atau kurangnya akomodasi

Istilah yang digunakan untuk melukiskan kesalahan

akomodasi yang terjadi pada orang-orang tua, atau orang-

orang yang sedang menginjak usia lanjut. Lensa kehilangan

elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga tidak dapat

memfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat


50

dengan mata. Di pihak lain, penglihatan jauh tetap baik

(Pearce, 2011).

Tabel 2.6
Ringkasan Berbagai Masalah Pemfokusan dan Karakteristiknya

Masalah Pemfokusan Nama Umum Penyebab Umum Diperbaiki dengan*


Miopia Penglihatan Bola mata panjang atau Lensa minus
dekat kornea terlalu lengkung
Hiperopia Penglihatan Bola mata pendek atau Lensa plus
jauh kelengkungan kornea kurang
Astigmatisme - Kelengkungan kornea tidak Lensa silindris atau
merata lensa kontak keras
Presbiopia Mata tua Kurangnya akomodasi Kacamata bifokal
atau trifokal
*semua kecuali presbiopia dapat dikoreksi dengan bedah laser
Sumber: Cameron, 2006

Seseorang yang memiliki tingkatan minus yang tinggi akan

mengalami mata lelah secara berkesinambungan jika tidak

segera mengistirahatkan matanya (Anugerah, 2016). Begitu pula

dengan penderita rabun dekat (hipermetropia) dan sering

dikatakan sebagai masalah pembiasan. Mata akan mudah lelah

jika mengalami rabun dekat, tertutama usai fokus melihat objek

dekat, seperti menggunakan komputer atau membaca. Kelelahan

mata lebih cepat terjadi pada penderita astigmatisme. Penderita

penyakit mata silinder atau astigmatisme yang belum diobati

akan sering mengeluh penglihatan kabur, penglihatan yang

menyempit, sakit kepala, kelelahan pada mata (astenopia) lebih

cepat terjadi, dan kabur saat melihat benda berjarak dekat

maupun jauh. Bahkan penderita kelainan mata silider yang kecil

sudah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan tersebut terutama

pada saat melakukan pekerjaan yang teliti pada jarak fiksasi.


51

Kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia,

astigmatisma, dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan

mata dan memperberat ketegangan pada mata, leher, dan bahu

karena mata terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat

subjek yang lebih jelas. Hal ini diperparah jika kelainan refraksi

mata tersebut tidak terkoreksi dengan tepat atau kacamata tidak

digunakan sebagaimana mestinya. Bila penderita menggunakan

alat koreksi penglihatan, seperti kacamata atau lensa kontak

maka mata akan menjadi lebih rileks dan fokusnya tidak terlalu

kuat sehingga otot-otot mata tidak bekerja terlalu keras terutama

ketika bekerja menggunakan komputer (Roestjawati, 2007 dan

Pardianto, 2015).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk

menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamaat saat

bekerja di depan komputer. Jika operator komputer

menggunakaan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat

terasa. Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan

memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga

bola mata menjadi cepat kering. Bola mata yang kering

menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak mata.

Bagi pengguna kacamata, gunakan kacamata khusus yang lensa

bagian atasnya dirancang untuk melihat komputer dan bagian

bawahnya untuk membaca.


52

Penelitian terdahulu menemukan bahwa responden yang

menggunakan kacamata atau lensa kontak menunjukkan risiko

mengalami pusing, pandangan buram, dan mata kering lebih

tinggi dibandingkan responden yang tidak menggunakan

kacamata atau lensa kontak, serta penelitian ini signifikan secara

statistik (Lograj, dkk, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh

Rahman dan Sanip (2011) serta Fadhillah (2013) dengan PValue =

0,030 juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara

kejadian CVS pada pengguna dan bukan pengguna kacamata/

lensa kontak.

Namun, penelitian yang dilakukan terhadap 150 pengguna

komputer di Teerthanker Mahaveer University, Moradabad,

U.P. India menjunjukkan bahwa frekuensi kejadian CVS lebih

sering terjadi pada responden yang tidak menggunakan

kacamata (Agarwal, dkk 2013). Hubungan antara kelainan

refraksi mata dan CVS juga tidak ditemukan pada penelitian

yang dilakukan oleh Kurmasela (2012).

2.2. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, Guyton dan Hall (2006), OSHA

(1997), AOA (2017), Hirsch (2011), Ningrum (2007), Hanum (2008),

Hendra (2009), dan Versura, dkk (2005) mengemukakan faktor-faktor yang

berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer.

Faktor-faktor tersebut, seperti faktor perangkat, lingkungan, karakteristik


53

kegiatan, dan karakteristik individu. Dapat digambarkan dalam kerangka

teori di bawah ini:

Perangkat Kerja:
1. Ukuran objek pada layar
2. Jarak monitor
3. Tampilan layar
4. Karakteristik monitor
5. Filter screen
6. Alat pelindung mata

Karakteristik Pekerjaan:
1. Durasi penggunaan
2. Istirahat mata

Kelelahan Mata
Lingkungan Kerja:
1. Tingkat pencahayaan
2. Suhu udara

Karakteristik Pekerja:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Kelainan refraksi mata

Gambar 2.3
Kerangka Teori
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat faktor-faktor yang

berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Kerangka konsep ini dibuat

berdasarkan kerangka teori yang menyebutkan bahwa keluhan kelelahan

mata dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor perangkat kerja,

seperti ukuran objek (Pheasant, 1991), jarak monitor (OSHA, 1997),

tampilan layar (Akbar dan Hawadi, 2011), karakteristik monitor (Hirsch,

2011), filter screen (AOA, 2017), dan alat pelindung mata (Ningrum, 2007).

Faktor karakteristik pekerjaan, seperti durasi penggunaan (Hanum, 2008)

dan istirahat mata (Anshel, 2005). Faktor lingkungan, seperti tingkat

pencahayaan (Notoatmodjo, 2003) dan suhu udara (Hendra, 2009). Faktor

karakteristik pekerja, seperti usia (Guyton dan Hall, 2006), jenis kelamin

(Versura dan Campos, 2005), dan kelainan refraksi mata (Fajar, 2011).

54
55

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak dapat

diikutsertakan, yaitu untuk variabel ukuran objek pada layar dan tampilan

monitor tidak dimasukkan karena perusahaan menggunakan software dan

pengaturan khusus yang telah disesuaikan dengan fungsi dan kenyamanan

pekerjanya. Untuk karakteristik monitor dan filter screen tidak dimasukkan

karena pekerja menggunakan karakteristik monitor yang sama dan tidak

menggunakan filter screen.

Untuk durasi kerja dan temperatur tidak dimasukkan karena semua

pekerja bekerja menggunakan komputer selama jam kerja, yaitu 8 jam/hari

dan ruangan sudah menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara

sentral sehingga temperatur di setiap ruangan relatif sama, yaitu 21ºC.

Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel

independen. Variabel independen terdiri dari perangkat kerja (jarak

monitor), karakteristik pekerjaan (frekuensi istiarahat), lingkungan kerja

(tingkat pencahayaan), dan karakteristik pekerjaan (usia, jenis kelamin, dan

kelainan refraksi mata). Hubungan antara variabel-variabel digambarkan

dalam gambar 3.1 sebagai berikut:


56

Perangkat Kerja:

Jarak monitor

Alat pelindung mata

Karakteristik Pekerjaan:

Istirahat mata

Kelelahan Mata
Lingkungan Kerja:

Tingkat pencahayaan

Karakteristik Pekerja:

Usia

Jenis kelamin

Kelainan refraksi mata

Gambar 3.1
Kerangka Konsep
57

3.2. Definisi Operasional

No Variabel Dependen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Keluhan Kelelahan Mata Keluhan gangguan kesehatan Kuesioner Memberikan 1. Ada keluhan Ordinal
mata akibat penggunaan otot kuesioner kepada (jika mengalami ≥ 2
mata secara berlebihan yang pekerja gejala)
dirasakan pekerja yang 2. Tidak ada keluhan
sebelumnya telah dilakukan (jika mengalami < 2
screening, dinyatakan sehat, dan gejala)
bebas dari gejala, dimana gejala- (Sheedy dan Shaw-
gejala keluhannya berupa: McMinn, 2003)
1. mata tegang (mata sakit atau
mata lelah),
2. sakit kepala,
3. pandangan kabur saat
melihat dekat,
4. fokus mata berubah
perlahan,
5. pandangan kabur saat
melihat jauh setelah
melakukan pekerjaan
dengan jarak dekat,
6. sensitif terhadap cahaya,
7. iritasi mata (mata perih,
mata kering, mata merah),
8. lensa kontak tidak nyaman,
9. sakit pada leher dan bahu,
10. sakit pada punggung
(Sheedy dan Shaw-McMinn,
2003)
58

No Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
2 Jarak Monitor Jarak antara mata pekerja Mistar Mengukur secara 1. Jarak tidak ideal Ordinal
dengan layar monitor pada saat langsung (Jarak monitor dengan
menggunakan komputer. menggunakan mata < 50 cm)
mistar dari mata 2. Jarak ideal
bagian tengah ke (jarak monitor dengan
layar monitor mata ≥ 50 cm)
(OSHA, 1997)
3 Alat Pelindung Mata Alat pelindung yang digunakan Kuesioner Memberikan 1. Tidak menggunakan Ordinal
pada mata saat bekerja kuesioner kepada 2. Menggunakan
menggunakan komputer baik pekerja (Ningrum, 2007)
dalam bentuk kacamata khusus
anti radiasi ataupun lensa kontak
berbahan silikon hydrogel.
4 Istirahat Mata Kegiatan mengistirahatkan mata Kuesioner Memberikan 1. Tidak cukup Ordinal
dari layar monitor setiap selang kuesioner kepada (jika berpaling dari layar
waktu tertentu. pekerja komputer dan melihat
jauh, diikuti dengan
mengedipkan mata cepat
selama beberapa detik
setiap >10-20 menit
dan/atau berdiri,
bergerak, dan melakukan
sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer
setiap >30-60 menit
dan/atau latihan cepat
peregangan otot setiap
>1-2 jam)
59

No Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
2. Cukup
(jika berpaling dari layar
komputer dan melihat
jauh, diikuti dengan
mengedipkan mata cepat
selama beberapa detik
setiap 10-20 menit
dan/atau berdiri,
bergerak, dan melakukan
sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer
setiap 30-60 menit
dan/atau latihan cepat
peregangan otot setiap 1-
2 jam)
(Anshel, 2005)
5 Tingkat Pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di Lux Meter Pengukuran 1. Tidak standar Ordinal
titik area dilakukannya langsung direct (< 315 atau > 385 lux)
pengukuran, dinyatakan dalam reading 2. Standar
lux, dan diukur sejajar meja atau instrument (315-385 lux)
tempat monitor komputer (SNI 03-6575-2001 dan
berada. Mempunyai perbedaan Permenkes No. 70 Tahun
maksimal 10% dari nilai tingkat 2016)
pencahayaan yang
dipersyaratkan (350 lux).
60

No Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
6 Usia Lama hidup pekerja dihitung Kuesioner Memberikan 1. Berisiko (≥ 45 tahun) Ordinal
sejak tahun kelahiran sampai kuesioner kepada 2. Tidak berisiko (< 45
penelitian dilakukan dengan pekerja tahun)
melakukan pembulatan ke atas (Guyton dan Hall, 2006)
apabila lebih dari enam bulan
dan pembulatan ke bawah
apabila kurang dari enam bulan.
7 Jenis Kelamin Penampakan seseorang baik Kuesioner Memberikan 1. Perempuan Ordinal
secara fisik maupun biologis kuesioner kepada 2. Laki-laki
yang teridentifikasi pada pekerja pekerja (Versura dan Campos,
dan dibawa sejak dilahirkan. 2005)
8 Kelainan Refraksi Mata Ada atau tidaknya gangguan Snellen Chart Melakukan 1. Ada kelainan Ordinal
mata yang berupa gangguan pemeriksaan mata (jika hasil
penglihatan, sehingga pada pekerja pemeriksaan Snellen
penglihatan menjadi kabur, Chart positif ada
seperti rabun jauh, rabun dekat, kelainan, yaitu tidak
silinder, dan sebagainya. 6/6, dengan/tidak
menggunakan alat
koreksi apa pun)
2. Tidak ada kelainan
(jika hasil
pemeriksaan Snellen
Chart negatif ada
kelainan, yaitu 6/6
dengan/tidak
menggunakan alat
koreksi apapun)
(Gibson, 2002)
61

3.3. Hipotesis

1. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

2. Ada hubungan antara alat pelindung mata dengan keluhan kelelahan mata

pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

3. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun

2016.

5. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

6. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

7. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun

2016.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan cross sectional karena pada penelitian ini variabel independen

dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama.

4.2. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2016

di bagian Call Center PT. AM.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja Call Center di PT. AM

tahun 2016 yang berjumlah kurang lebih 500 pekerja dan dibagi ke dalam

tiga shift. Kriteria sampel yang diambil, yaitu semua pekerja pengguna

komputer bagian Call Center yang telah dilakukan screening sebelum

melakukan pekerjaan, dinyatakan sehat, dan bebas dari gejala-gejala

keluhan kelelahan mata. Pengambilan data mengenai keluhan kelalahan

mata akan dilakukan setelah empat jam bekerja menggunakan komputer.

Untuk mengambil sampel, peneliti menggunakan rumus jumlah sampel

uji hipotesis beda dua proprosi karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu

untuk menguji hipotesis. Rumus besar sampel dan uji hipotesis beda dua

proprosi adalah sebagai berikut (Hastono dan Sabri, 2011):

62
63

̅ (𝟏 − 𝑷
[𝒁𝟏− ∝⁄𝟐 √𝟐𝑷 ̅ ) + 𝒁𝟏−𝜷 √𝑷𝟏 (𝟏 − 𝑷𝟏 ) + 𝑷𝟐 (𝟏 − 𝑷𝟐 )]𝟐
𝐒𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐧) =
(𝑷𝟏 − 𝑷𝟐 )𝟐

Keterangan:

n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan oleh peneliti

Z1− ∝⁄2 = Nilai Z dari derajat kepercayaan 95% (1,96) dengan α = 5%

𝑍1−𝛽 = Nilai Z dari kekuatan uji 90% (1,28)

𝑃1 +𝑃2
𝑃̅ = Rata-rata proporsi pada populasi 2

P1 = Proporsi pada populasi yang mengalami keluhan kelelahan mata

dengan variabel yang tidak sesuai standar

P2 = Proporsi pada populasi yang mengalami keluhan kelelahan mata

dengan variabel sesuai standar

Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan perhitungan

besar sampel pada tiap-tiap variabel yang diteliti. Perhitungan besar sampel

menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil penelitian sebelumnya. Adapun

besar sampel minimal pada tiap-tiap variabel adalah sebagai berikut:


64

Tabel 4.1
Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel
Keluhan
Penelitian
Variabel Kelelahan Mata n (n x 2)
Sebelumnya
P1 P2
Jarak Monitor (Permana, 2015) 0,643 0,955 33 66
Istirahat Mata (Maryamah, 2011) 0,824 0,528 51 102
Tingkat Pencahayaan (Maryamah, 2011) 0,634 0,154 20 40
Usia (Maryamah, 2011) 1 0,559 17 34
Jenis Kelamin (Anggraini, 2013) 1 0,696 28 56
Kelainan Refraksi Mata (Fadhillah, 2013) 0,794 0,562 84 168

Berdasarkan perhitungan hasil besar sampel pada setiap variabel,

maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 168 orang, lalu ditambah

dengan sampel cadangan sehingga total sampel menjadi 170 orang. Teknik

sampling yang digunakan adalah probability sampling, yaitu teknik

sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi

untuk dipilih menjadi anggota sampling. Metode sampling yang digunakan

adalah simple random sampling, dimana pengambilan sampel anggota

populasi dilakukan secara acak sehingga seluruh anggota populasi memiliki

peluang yang sama untuk menjadi sampel.

Pada penelitian ini, metode simple random sampling dilakukan

dengan cara mengocok nomor secara acak sebanyak sampel yang

dibutuhkan menggunakan kocokan. Kocokan dibuat dari kertas A4 yang

dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran sama besar sebanyak

jumlah populasi. Pada setiap kertas tersebut ditulis nomor. Lalu kertas yang

telah diberi nomor tersebut digulung dengan ukuran yang sama besar dan
65

dimasukkan ke dalam gelas. Gelas tersebut ditutup dengan plastik yang

telah dilubangi yang besarnya memungkinkan untuk kertas tersebut keluar

ketika dikocok. Nomor yang terpilih kemudian dicocokan dengan nomor

yang sudah ada pada daftar nama pekerja di Call Center PT. AM tahun

2016. Pekerja dengan nomor yang cocok itu lah yang akan dipilih sebagai

sampel dalam penelitian ini. Apabila pekerja yang terpilih sebagai sampel

tidak sesuai dengan kriteria yang ada, maka nomor akan dikocok dan

dicocokan kembali, begitu seterusnya hingga memenuhi batas minimal

sampel. Pekerja yang terpilih menjadi sampel pada hari tersebut, namun

tidak sesuai dengan kriteria, masih memiliki peluang untuk menjadi sampel

dihari berikutnya dan disesuaikan kembali dengan kriteria yang ada.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data

primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari pekerja

dengan menggunakan kuesioner, observasi, pengukuran, dan pemeriksaan.

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen,

catatan, dan laporan dari perusahaan yang berhubungan. Data primer yang

akan diteliti antara lain:

1. Keluhan Kelelahan Mata

Keluhan kelelahan mata diketahui dengan metode berdasarkan keluhan,

tidak menggunakan tiga metode lainnya dikarenakan beberapa alasan,

yaitu tidak adanya teknik standar dalam melakukan tes untuk metode

Photostress Recovery Test, tes harus dilakukan oleh dokter mata atau

orang ahli untuk metode Flicker Fushion Test, dan keharusan memiliki
66

alat ukur untuk metode Tes Uji Waktu Reaksi. Metode berdasarkan

keluhan ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada

responden mengenai beberapa gejala kelelahan mata. Jika responden

mengalami dua atau lebih gejala, maka responden diketahui mengalami

keluhan kelelahan mata.

2. Jarak Monitor

Jarak monitor diketahui dengan cara mengukur jarak pandang antara

mata responden dengan monitor komputer dengan menggunakan mistar

dalam satuan centimeter (cm).

3. Alat Pelindung Mata

Alat Pelindung mata diketahui dengan memberikan pertanyaan kepada

responden melalui kuesioner, apakah responden menggunakan kacamata

khusus anti radiasi atau lensa kontak berbahan silikon hydrogel saat

bekerja menggunakan komputer.

4. Istirahat Mata

Istirahat mata diketahui dengan memberikan pertanyaan kepada

responden melalui kuesioner, apakah responden mengistirahatkan

matanya selama bekerja menggunakan komputer, berapa jeda waktu

untuk mengistirahatkan mata, dan apa saja hal yang dilakukan saat

melakukan istirahat mata.

5. Tingkat Pencahayaan

Tingkat pencahayaan diukur dengan menggunakan alat ukur, yaitu Lux

Meter untuk mengetahui tingkat pencahayaan pada setiap meja kerja.


67

6. Usia

Usia responden dihitung dengan menanyakan kepada responden kapan

tanggal saat mereka dilahirkan. Perhitungan umur dilakukan sendiri oleh

peneliti dan pembulatan angkanya dihitung satu tahun apabila telah

melebihi waktu 6 bulan.

7. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat diketahui dengan observasi langsung dan pada saat

responden mengisi identitas dirinya pada lembar kuesioner.

8. Kelainan Refraksi Mata

Kelainan refraksi mata diketahui dengan cara menanyakan apakah

responden memiliki kelainan refraksi mata, seperti mata minus, plus, atau

silinder. Untuk responden yang tidak mengetahui apakah memiliki

kelainan refraksi mata atau tidak, maka akan dilakukan pemeriksaan

dengan menggunakan Snellen Chart.

4.5. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Mistar

Mistar digunakan untuk mengukur langsung jarak pandang dari mata

responden ke tengah layar monitor.

2. Lux Meter

Lux Meter digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan.

Pencahayaan yang diukur merupakan pencahayaan ruangan tempat kerja.

Lux Meter yang digunakan pada penelitian ini adalah AMPROBE LM-

100 Light Meter.


68

Sumber: Dokumen Pribadi


Gambar 4.1
AMPROBE LM-100 Light Meter

Cara pengukuran pencahayaan dengan Lux Meter adalah sebagai berikut:

 Hidupkan alat dan pastikan alat berada dalam posisi ON.

 Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan

mengarah pada sumber cahaya, yaitu diletakkan sejajar meja atau

tempat monitor komputer berada (SNI 16-7062-2004).

 Baca intensitas cahaya pada layar level meter.

 Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing titik

sampel lalu diambil rata-ratanya untuk kemudian dibandingkan

dengan standar yang berlaku.

 Pada saat pengukuran berlangsung, operator harus berhati-hati agar

tidak menimbulkan bayangan dan pantulan cahaya yang dapat

disebabkan oleh pakaian operator.

3. Snellen Chart

Snellen Chart digunakan untuk pemeriksaan mata agar diketahui apakah

terdapat kelainan refraksi mata pada pekerja. Snellen Chart adalah kartu

yang terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjang
69

sesuai ukuran Snellen dan dipakai untuk menguji ketajaman penglihatan.

Pemeriksaan dilakukan dengan meletakan Snellen Chart pada jarak enam

meter di depan pekerja. Pekerja dengan kondisi mata normal akan

mampu membaca dengan jelas baris ketujuh dari urutan baris huruf

Snellen Chart pada jarak enam meter, baris keenam pada jarak sembilan

meter, dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Mata normal

diharapkan mempunyai ketajaman penglihatan 6/6, yaitu baris Snellen

Chart yang ketujuh dapat dilihat dengan jelas pada jarak enam meter

(Gibson, 2002).

Sumber: Gibson (2002)


Gambar 4.2
Pengukuran dengan Snellen Chart

4. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata,

perangkat kerja, karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan

karakteristik pekerja dengan cara pengisian kuesioner langsung oleh para

responden, yaitu pekerja pengguna komputer.


70

4.6. Manajemen Data

Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder

akan diolah dengan proses sebagai berikut:

1. Data Coding

Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk masing-

masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data agar

memudahkan dalam proses entry. Koding pada penelitian ini sudah

dilakukan saat pembuatan dan pengisian kuesioner.

Kode pada penelitian ini antara lain:

Tabel 4.2
Daftar Kode dan Skoring Variabel

No Variabel Kode dan Skoring


1 Keluhan Kelelahan Mata 1 = Ada keluhan, jika mengalami ≥ 2 gejala
2 = Tidak ada keluhan, jika mengalami < 2 gejala
2 Jarak Monitor 1 = Jarak tidak ideal, jika jarak monitor dengan
mata < 50 cm
2 = Jarak ideal, jika jarak monitor dengan mata ≥
50 cm
3 Alat Pelindung Mata 1 = Tidak menggunakan
2 = Menggunakan
4 Istirahat Mata 1 = Tidak cukup
(jika berpaling dari layar komputer dan
melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan
mata cepat selama beberapa detik setiap >10-
20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan
melakukan sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer setiap >30-60 menit
dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap
>1-2 jam)
2 = Cukup
(jika berpaling dari layar komputer dan
melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan
mata cepat selama beberapa detik setiap 10-
20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan
melakukan sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer setiap 30-60 menit
dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap
1-2 jam)
71

No Variabel Kode dan Skoring


5 Tingkat Pencahayaan 1 = Tidak standar, jika pencahayaan < 315 atau >
385 lux
2 = Standar, jika pencahayaan 315-385 lux
6 Usia 1 = Berisiko, jika usia ≥ 45 tahun
2 = Tidak berisiko, jika usia < 45 tahun
7 Jenis Kelamin 1 = Perempuan
2 = Laki-laki
8 Kelainan Refraksi Mata 1 = Ada kelainan, jika hasil pemeriksaan Snellen
Chart positif ada kelainan, yaitu tidak 6/6
dengan/tidak menggunakan alat koreksi apa
pun.
2 = Tidak ada kelainan, jika hasil pemeriksaan
Snellen Chart negatif ada kelainan, yaitu 6/6,
dengan/tidak menggunakan alat koreksi apa
pun.

2. Data Editing

Kegiatan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses entry data

dengan cara mengecek isian kuesioner, apakah jawaban sudah lengkap,

jelas, relevan, dan konsisten.

3. Data Entry

Setelah penyuntingan data dilakukan, langkah selanjutnya adalah proses

memasukkan data ke dalam komputer dengan menggunakan perangkat

lunak (software) pada komputer agar data dapat dianalisis.

4. Data Cleaning

Kegiatan pengecekan data setelah data di entry yang bertujuan untuk

mengecek kembali apakah ada data yang belum di entry atau sudah di

entry tetapi salah. Proses cleaning terdiri dari mengetahui missing data,

variasi data, dan konsistensi data.


72

4.7. Analisis Data

a. Analisis Uniavariat

Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan

masing-masing variabel yang diteliti. Analisis yang dilakukan bertujuan

untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel,

yaitu keluhan kelelahan mata, perangkat kerja, karakteristik pekerjaan,

lingkungan kerja, dan karakteristik pekerja.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Variabel independen pada penelitian

ini terdiri dari jarak monitor, alat pelindung mata, istirahat mata, tingkat

pencahayaan, usia, jenis kelamin, dan kelainan refraksi mata, serta

variabel dependen, yaitu keluhan kelelahan mata. Analisis menggunakan

uji statistik Chi-Square (X2) dengan α = 0,05. Jika PValue ≤ 0,05 artinya

secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen, sedangkan jika PValue > 0,05 artinya tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Rumus Chi-Square yang digunakan adalah:

(O − E)2
X2 =
E

Keterangan:

X2 = Chi-Square

O = efek yang diamati

E = efek yang diharapkan


73

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan

beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen dalam

waktu bersamaan. Pada penelitian ini, analisis multivariat dilakukan

dengan menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel

dependen berupa data kategorik. Uji regresi logistik berganda yang

digunakan adalah uji logistik berganda dengan pemodelan prediksi.

Model prediksi ini merupakan proses yang bertujuan untuk memperoleh

model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap

tepat untuk memprediksi variasi yang terjadi pada variabel dependen

(Amran, 2012).

Langkah awal untuk melakukan analisis multivariat adalah dengan

melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen

dengan variabel dependen. Apabila hasil uji bivariat mempunyai nilai p <

0,25, maka variabel tersebut dapat masuk analisis multivariat. Langkah

selanjutnya adalah pembuatan model untuk menentukan variabel

independen yang paling berpengaruh dengan variabel dependen.

Pembuatan model faktor penentu ini dilakukan menggunakan analisis

regresi logistik berganda. Apabila hasil uji menunjukkan terdapat

variabel yang memiliki nilai PValue > 0,05, maka variabel tersebut harus

dikeluarkan dari pemodelan. Uji logistik berganda dilakukan secara

bertahap hingga tidak terdapat variabel yang memiliki PValue > 0,05.

Setelah itu, dilakukan uji interaksi yang bertujuan untuk mengetahui

apakah terdapat interaksi antar variabel independen. Apabila nilai PValue


74

< 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel independen tersebut,

begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir

yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila

tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah

pemodelan multivariat tanpa interaksi.


BAB V

HASIL

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PT. AM didirikan pada tahun 2002. AM melayani jutaan anggota

dengan berbagai layanan yang komprehensif yang mencakup layanan

manajemen Klaim Kesehatan, Manajemen Risiko Kesehatan (Health Risk

Management), Sistem Informasi Kesehatan dan layanan Bantuan Darurat.

Sebagai perusahaan berbasis teknologi, layanan di AM selalu didukung

dengan teknologi terkini. Infrastruktur jaringan EDC AM mencakup ribuan

penyedia layanan kesehatan di seluruh Indonesia dan negara-negara tetangga.

Klien AM terdiri dari perusahaan asuransi di Indonesia, perusahaan

dengan pengelolaan kesehatan karyawan mandiri (self-healthcare-managed),

perusahaan TPA dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sejak berdiri pada tahun 2002 hingga sekarang, layanan inti dari AM

adalah Business Process Outsourcing di industri kesehatan yang biasa disebut

Third Party Administrator (TPA) yang mengelola klaim jaminan kesehatan.

TPA adalah perusahaan atau pihak yang menyediakan layanan atas nama

perusahaan lain untuk mengelola fungsi-fungsi tertentu yang tidak menjadi

bisnis inti mereka. Di sektor Asuransi Kesehatan, TPA memberikan

pelayanan kepada pemegang polis dari Perusahaan Asuransi dengan

menyediakan layanan yang meliputi penerbitan identitas keanggotaan,

memfasilitasi pengobatan rawat jalan, memfasilitasi rawat inap dan

administrasi klaim yang disesuaikan dengan kontrak polis yang bersangkutan.

75
76

AM menggunakan terminal EDC untuk menangkap informasi klaim di

provider. Jaringan provider AM yang dimaksud adalah rumah sakit atau

klinik yang memiliki kontrak dengan AM untuk memberikan pelayanan

kesehatan cashless. Proses administrasi jaminan kesehatan AM didukung

oleh sebuah sistem terpadu untuk mengelola, memantau dan melakukan

proses klaim secara online dan realtime.

PT. AM memiliki visi menjadi penyedia layanan administrasi jaminan

kesehatan terbesar di regional. Misi yang dimiliki oleh PT. AM, yaitu menjadi

mitra jaminan kesehatan terbaik yang memberikan nilai yang maksimum

kepada para stakeholder. Obyektif PT. AM adalah Menjadi pemimpin pasar

dengan menyediakan layanan administrasi kesehatan terpadu untuk sektor

swasta dan publik.

Untuk mencapai visi, misi, dan obyektif perusahaan, Call Center

berperan penting di perusahaan ini. Call Center bertugas mengidentifikasi

dan mengambil semua informasi yang relevan tentang peserta dari database

perusahaan dari setiap panggilan telepon. Dalam melakukan layanan ini,

pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang

lama dan terus menerus, yaitu selama 8 jam kerja/hari. Setiap ruangan di Call

Center PT. AM sudah menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara

sentral sehingga temperatur di setiap ruangan relatif sama, yaitu 21ºC.


77

5.2. Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer

di Call Center PT. AM Tahun 2016

Keluhan kelelahan mata merupakan keluhan gangguan kesehatan mata

akibat penggunaan otot mata secara berlebihan yang dirasakan pekerja yang

sebelumnya telah dilakukan screening, dinyatakan sehat, dan bebas dari

gejala oleh peneliti. Seseorang dapat dikatakan mengalami keluhan kelelahan

mata apabila orang tersebut mengalami minimal 2 gejala atau lebih. Gejala-

gejala keluhan tersebut dapat berupa mata tegang (mata sakit atau mata lelah),

sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata berubah

perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan pekerjaan

dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata

kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu,

dan sakit pada punggung.

Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dilakukan

penyebaran kuesioner pada pekerja. Analisis univariat gambaran keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1
Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Jumlah
Variabel Kategori
(N) (%)
Ada Keluhan 157 92,4
Keluhan
Tidak Ada Keluhan 13 7,6
Kelelahan Mata
Total 170 100
78

Berdasarkan Tabel 5.1, didapatkan hasil bahwa sebagian besar pekerja

mengalami keluhan kelelehan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.

Dari 170 pekerja, yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebanyak

157 orang (92,4%), sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan

kelalahan mata adalah sebanyak 13 orang (7,6%).

Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada

Gambar 5.1.

Sakit pada Punggung 71,2


Sakit pada Leher dan Bahu 74,1
Kontak Lensa Tidak Nyaman 15,3
Iritasi Mata (Mata Perih, Mata Kering, Mata Merah) 45,3
Sensitif Terhadap Cahaya 41,8
Pandangan Kabur Saat Melihat Jauh 57,1
Fokus Mata Berubah Perlahan 51,2
Pandangan Kabur Saat Melihat Dekat 47,6
Sakit Kepala 64,7
Mata Tegang (Mata Sakit atau Mata Lelah) 70
0 10 20 30 40 50 60 70 80

Persentase (%)

Gambar 5.1
Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer
di Call Center PT. AM Tahun 2016
Berdasarkan Gambar 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang

paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah berupa sakit pada leher dan

bahu, yaitu sebesar 74,1%, sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang

paling sedikit dikeluhkan oleh pekerja adalah lensa kontak tidak nyaman,

yaitu sebesar 15,3%. Jenis keluhan lainnya yang paling banyak dikeluhkan

adalah sakit pada punggung sebesar 71,2% dan mata tegang (mata sakit atau

mata lelah) sebesar 70%. Dari data yang ada, diketahui bahwa keluhan bukan
79

hanya terletak pada bagian mata saja. Keluhan justru paling banyak terjadi

pada bagian leher, bahu, dan punggung. Hal ini dapat disebabkan karena

adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan berkurangnya

aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar

untuk mengirimkan sinyal rasa sakit.

5.3. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT.

AM Tahun 2016

Berdasakan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen

kuesioner dan pengukuran langsung, didapatkan bahwa gambaran faktor-

faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada

Tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2
Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Jumlah
No Varibel Kategori
(N=170) (%)
Jarak Tidak
9 5,3
Jarak Ideal (< 50 cm)
1
Monitor Jarak Ideal
161 94,7
(≥ 50 cm)
Alat Tidak
137 80,6
2 Pelindung Menggunakan
Mata Menggunakan 33 19,4
Tidak Cukup 56 32,9
3 Istirahat Mata
Cukup 114 67,1
80

Jumlah
No Varibel Kategori
(N=170) (%)
Tidak Standar
(< 315 atau 149 87,6
Tingkat
4 > 385 lux)
Pencahayaan
Standar
21 12,4
(315-385 lux)
Berisiko
0 0
(≥ 45 tahun)
5 Usia
Tidak Berisiko
170 100
(< 45 tahun)
Jenis Perempuan 150 88,2
6
Kelamin Laki-Laki 20 11,8
Kelainan Ada Kelainan 93 54,7
7 Refraksi Tidak Ada
Mata 77 45,3
Kelainan

1. Variabel Jarak Monitor

Jarak pandang mata dengan monitor yang salah dapat

mengakibatkan mata cepat lelah dan sakit. Pada penelitian ini, distribusi

frekuensi berdasarkan variabel jarak monitor diperoleh dengan

pengukuran langsung pada sampel menggunakan instrumen mistar dengan

kategori pekerja yang bekerja dengan jarak monitor tidak ideal (< 50 cm)

dan jarak monitor ideal (≥ 50 cm). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel

5.2, diketahui bahwa pekerja dengan jarak monitor yang tidak ideal (< 50

cm) adalah sebanyak 9 orang (5,3%), sedangkan pekerja dengan jarak

monitor ideal (≥ 50 cm) adalah sebanyak 161 orang (94,7%).

2. Variabel Alat Pelindung Mata

Seiring dengan meningkatnya aktivitas di depan komputer membuat

mata semakin lelah dan kering, sehingga alat pelindung mata dibutuhkan

untuk mengurangi kejadian keluhan kelelahan mata tersebut. Pada

penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel alat pelindung

mata diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dengan


81

kategori pekerja yang bekerja dengan menggunakan dan tidak

menggunakan alat pelindung mata. Alat pelindung mata yang dimaksud

dapat berupa kacamata khusus anti radiasi ataupun kontak lensa berbahan

silikon hydrogel. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui

bahwa pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung mata, yaitu

sebanyak 137 orang (80,6%), sedangkan pekerja yang menggunakan alat

pelindung mata, yaitu sebanyak 33 orang (19,4%).

3. Istirahat Mata

Istirahat mata harus dilakukan salah satunya dikarenakan keluhan

kelelahan mata dapat timbul saat aliran air mata ke mata berkurang yang

disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar komputer. Pada

penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel istirahat mata

diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dengan

kategori pekerja yang tidak cukup dan cukup mengistirahatkan matanya.

Pekerja dikatakan tidak cukup mengistirahatkan matanya jika berpaling

dari layar komputer dan melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan mata

cepat selama beberapa detik setiap >10-20 menit dan/atau berdiri,

bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain menggunakan komputer

setiap >30-60 menit dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap >1-2

jam. Lalu dikatakan cukup mengistirahatkan matanya jika berpaling dari

layar komputer dan melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan mata cepat

selama beberapa detik setiap 10-20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan

melakukan sesuatu yang lain selain menggunakan komputer setiap 30-60

menit dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap 1-2 jam. Berdasarkan
82

hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa pekerja yang tidak cukup

mengistirahatkan matanya adalah sebanyak 56 orang (32,9%), sedangkan

pekerja yang cukup mengistirahatkan matanya adalah sebanyak 114 orang

(67,1%).

4. Tingkat Pencahayaan

Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya keluhan

kelelahan mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat

menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata. Pada

penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel tingkat

pencahayaan diperoleh dengan pengukuran langsung dengan instrumen

Lux Meter pada meja kerja dengan kategori tingkat pencahayaan tidak

standar (< 315 atau > 385 lux) dan standar (315-385 lux). Berdasarkan

hasil penelitian pada Tabel 5.2 diketahui bahwa terdapat 149 meja kerja

(87,6%) dengan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar,

sedangkan hanya terdapat 21 meja kerja (12,4%) dengan tingkat

pencahayaan yang telah memenuhi standar.

5. Usia

Distribusi frekuensi berdasarkan variabel usia diperoleh dengan

menyebarkan kuesioner kepada para pekerja dengan kategori pekerja

dengan usia berisiko (≥ 45 tahun) dan pekerja dengan usia tidak berisiko

(< 45 tahun). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa

seluruh pekerja (100%) berusia di bawah 45 tahun atau masuk ke dalam

kategori usia tidak berisiko dengan rata-rata usia pekerja adalah 26,7.
83

Variabel ini bersifat homogen, sehingga tidak dilakukan analisis lebih

lanjut atau tidak dibivariatkan.

6. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko keluhan kelelahan

mata atau CVS. Kelelahan mata ini lebih berisiko dan lebih sering terjadi

pada perempuan. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan

variabel jenis kelamin diperoleh dengan penyebaran kuesioner dan

observasi langsung kepada para pekerja dengan kategori pekerja berjenis

kelamin perempuan dan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel

5.2, diketahui bahwa terdapat pekerja berjenis kelamin perempuan

sebanyak 150 orang (88,2%), sedangkan pekerja berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 20 orang (11,8%).

7. Kelainan Refraksi Mata

Kelainan refraksi mata dapat menyebabkan kelelahan mata dan

memperberat ketegangan pada mata, leher, dan bahu karena mata terus

menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas. Pada

penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel kelainan refraksi

mata diperoleh dengan pemeriksaan langsung dengan Snellen Chart

kepada para pekerja dengan kategori pekerja memiliki dan tidak memiliki

kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata merupakan ada atau

tidaknya gangguan mata yang berupa gangguan penglihatan, sehingga

penglihatan menjadi kabur, seperti miopia (rabun jauh), hipermetropia

(rabun dekat), astigmatisme, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian

pada Tabel 5.2, diketahui bahwa terdapat pekerja yang mengalami


84

kelainan refraksi mata sebanyak 93 orang (54,7%), sedangkan pekerja

yang tidak mengalami kelainan refraksi mata sebanyak 77 orang (45,3%).

5.4. Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun

2016

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (jarak

monitor, alat pelindung mata, istirahat mata, tingkat pencahayaan, usia, jenis

kelamin, dan kelainan refraksi mata) dengan variabel dependen (keluhan

kelelahan mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

Tahun 2014, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik uji Chi-

Square. Berikut hasil uji untuk masing-masing variabel.

Tabel 5.3
Analisis Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016
Keluhan Kelelahan Mata
Ada Tidak Ada Total PValue
No Variabel Hasil Ukur
Keluhan Keluhan
N % N % N %
Jarak Tidak 1
9 100 0 0 9 100
Ideal (< 50 cm)
Jarak
1 Jarak Ideal
Monitor 148 91,9 13 8,1 161 100
(≥ 50 cm)
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
Tidak 0,467
Alat 125 91,2 12 8,8 137 100
Menggunakan
2 Pelindung
Menggunakan 32 97 1 3 33 100
Mata
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
Tidak Cukup 53 94,6 3 5,4 56 100 0,549
Istirahat Cukup 104 91,2 10 8,8 114 100
3
Mata Total 157 92,4 13 7,6 170 100
85

Keluhan Kelelahan Mata


Ada Tidak Ada Total PValue
No Variabel Hasil Ukur
Keluhan Keluhan
N % N % N %
Tidak Standar 142 95,3 7 4,7 149 100 0,002
(< 315 atau
Tingkat > 385 lux)
4
Pencahayaan Standar 15 71,4 6 28,6 21 100
(315-385 lux)
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
Perempuan 140 93,3 10 6,7 150 100 0,184
5 Jenis Kelamin Laki-Laki 17 85 3 15 20 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
Ada Kelainan 91 97,8 2 2,2 93 100 0,007
Kelainan
Tidak Ada 66 85,7 11 14,3 77 100
6 Refraksi
Kelainan
Mata
Total 157 92,4 13 7,6 170 100

1. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa dari 9 pekerja yang bekerja

dengan jarak yang tidak ideal (< 50 cm) terhadap komputer, seluruhnya

mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak

ideal (≥ 50 cm) terhadap komputer juga sebagian besar mengalami keluhan

kelelahan mata, yaitu sebanyak 148 pekerja (91,9%). Berdasarkan hasil uji

statistik Chi-Square, diketahui bahwa PValue = 1 atau (p > 0,05) sehingga

pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan

antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata.


86

2. Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM

Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa pekerja yang tidak

menggunakan maupun yang menggunakan alat pelindung mata, sebagian

besar mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang tidak

menggunakan alat pelindung dan mengalami keluhan kelelahan mata

sebanyak 125 pekerja (91,2%), sedangkan pekerja yang menggunakan alat

pelindung dan mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 32 (97%).

Dari hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat

kemaknaan 5%, tidak ada hubungan signifikan antara alat pelindung mata

dengan keluhan kelelahan mata, dimana PValue = 0,467 atau (p > 0,05).

3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa baik pekerja yang tidak

cukup maupun cukup mengistirahatkan matanya, sebagian besar

mengalami keluhan kelelahan mata. Terdapat 53 pekerja (94,6%) yang

tidak cukup mengistirahatkan matanya dan mengalami keluhan kelelahan

mata. Lalu, terdapat 104 pekerja (91,2%) yang mengistirahatkan matanya

dengan cukup dan tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan

hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada α = 5%, istirahat mata

tidak memiliki hubungan yang signifikan (p > 0,05) dengan kejadian

keluhan kelelahan mata, PValue = 0,549.


87

4. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM

Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa pekerja yang bekerja

dengan tingkat pencahayaan yang tidak standar sebagian besar mengalami

keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 142 pekerja (95,3%). Bahkan

pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan standar juga seluruhnya

mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji Chi-Square,

diketahui bahwa pada α = 5%, ada hubungan yang signifikan (p > 0,05)

antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata, PValue = 0,002.

5. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa hampir seluruh pekerja

berjenis kelamin perempuan dan laki – laki mengalami keluhan kelelahan

mata. Pekerja berjenis kelamin perempuan yang mengalami keluhan

kelelahan mata, yaitu sebanyak 140 pekerja (93,3%), sedangkan terdapat

17 pekerja (85%) berjenis kelamin laki – laki yang mengalami keluhan

kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square, diketahui

bahwa pada derajat kemaknaan 5%, antara jenis kelamin dan keluhan

kelelahan mata, tidak ada hubungan yang signifikan, PValue = 0,184 (p >

0,05).
88

6. Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT.

AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebagian besar

pekerja, baik pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata maupun tidak,

keduanya mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki

kelainan refraksi mata dan mengalami keluhan kelelahan mata berjumlah

91 orang (97,8%). Sebanyak 66 pekerja (85,7%) juga mengalami keluhan

kelelahan mata meskipun tidak memiliki kelainan refraksi mata.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat

kemaknaan 5%, ada hubungan signifikan (p < 0,05) antara kelainan

refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata, PValue = 0,007.

5.5. Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun

2016

Untuk mengetahui faktor paling dominan yang berpengaruh dengan

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM Tahun 2014, dilakukan analisis multivariat dengan metode statistik uji

Regresi Logistik Berganda dengan model prediksi. Tahapan yang dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Seleksi Kandidat Model Analisis Multivariat

Seleksi kandidat model analisis multivariat dilakukan dengan cara

melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen


89

dengan variabel dependen. Apabila hasil analisis bivariat mempunyai nilai

p < 0,25, maka variabel tersebut dapat masuk analisis multivariat dan

sebaliknya. Hasil analisis bivariat antar variabel independen dan variabel

dependen adalah sebagai berikut.

Tabel 5.4
Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan
Variabel Dependen
Variabel PValue
Jenis Kelamin 0,184
Tingkat Pencahayaan 0,002
Kelainan Refraksi Mata 0,007

Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa hanya terdapat tiga variabel

yang memiliki nilai PValue < 0,25. Dengan demikian hanya ketiga variabel

tersebut yang dapat menjadi kandidat model dalam analisis multivariat.

2. Pembuatan Model Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan

Keluhan Kelelahan Mata

Pada tahap ini, dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk

mendapatkan model yang dianggap tepat untuk memprediksi variasi yang

terjadi pada faktor dependen yaitu keluhan kelelahan mata pada pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Analisis multivariat yang

dilakukan adalah uji regresi linier berganda model prediksi. Apabila hasil

uji menunjukkan terdapat variabel yang memiliki nilai PValue > 0,05, maka

variabel tersebut harus dikeluarkan dari pemodelan. Uji logistik berganda

dilakukan secara bertahap sesuai dengan nilai probabilitas variabel

tertinggi. Setelah variabel tersebut dikeluarkan, uji kembali dilakukan

hingga tidak terdapat variabel yang memiliki PValue > 0,05. Hasil

pembuatan model faktor paling dominan adalah sebagai berikut.


90

Tabel 5.5
Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda antara
Variabel Independen dan Variabel Dependen
PValue
Variabel
Model 1 Model 2
Jenis Kelamin 0,426 -
Tingkat Pencahayaan 0,001 0,001
Kelainan Refraksi Mata 0,014 0,011

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5, diketahui bahwa terdapat

dua variabel yang memiliki nilai pValue < 0,05, yaitu tingkat pencahayaan

(0,001) dan kelainan refraksi mata (0,011). Hasil ini menunjukkan bahwa

variabel-variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan terhadap

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center

PT. AM tahun 2016. Hasil pembuatan model faktor paling dominan adalah

sebagai berikut.

Tabel 5.6
Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Tingkat
Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center
PT. AM Tahun 2016
OR
Variabel B Wald Pwald
95% CI
Tingkat 8,488
2,139 10,460 0,001
Pencahayaan (2,322-31,021)
Kelainan Refraksi 7,883
2,065 6,483 0,011
Mata (1,609-38,637)
Constant -8,577 22,046 0,000 0,000

3. Uji Interaksi

Setelah diperoleh model faktor paling dominan, langkah

selanjutnya adalah memeriksa apakah terdapat interaksi antar variabel

independen dalam model dengan cara melakukan uji interaksi. Uji

interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi


91

terdapat interaksi di dalam model multivariat tersebut. Apabila nilai PValue

< 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel independen tersebut,

begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir

yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila

tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah

pemodelan multivariat tanpa interaksi.

Berdasarkan hasil uji, hanya terdapat dua variabel yang masuk ke

dalam model untuk analisis multivariat. maka kedua variabel tersebut,

yaitu tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi mata akan dilakukan uji

interaksi. Hasil uji interaksi adalah sebagai berikut.

Tabel 5.7
Hasil Uji Interaksi antara Tingkat pencahayaan dan Kelainan
Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Interaksi PValue
Kelainan Refraksi Mata*Tingkat
0,915
pencahayaan

Dari hasil uji interaksi pada Tabel 5.7, diketahui bahwa tidak terlihat

adanya interaksi antara kedua variabel tersebut (PValue > 0,05). Maka,

model akhir faktor paling dominan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer tidak disertai dengan adanya interaksi, sehingga

model yang digunakan adalah model akhir sebelum dilakukan uji interaksi,

yaitu sebagai berikut:


92

Tabel 5.8
Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Tingkat
Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center
PT. AM Tahun 2016
OR
Variabel B Wald Pwald
95% CI
Tingkat 8,488
2,139 10,460 0,001
Pencahayaan (2,322-31,021)
Kelainan Refraksi 7,883
2,065 6,483 0,011
Mata (1,609-38,637)
Constant -8,577 22,046 0,000 0,000
PValue = 0,000 Nagelkerke R Square = 0,255

Dari Tabel 5.8, diketahui bahwa tingkat pencahayaan dan kelainan

refraksi mata memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM.

Hasil ini sesuai dengan hasil analisis bivariat yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara bahwa tingkat pencahayaan dan

kelainan refraksi mata memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM.

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai koefisien B dan OR (Odds

Ratio), dimana tingkat pencahayaan memiliki nilai koefisien B (2,139) dan

OR (8,488) paling tinggi jika dibandingkan dengan kelainan refraksi mata.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan merupakan variabel

yang paling dominan berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM. Nilai OR pada tingkat

pencahayaan menunjukkan bahwa meja kerja dengan tingkat pencahayaan

yang tidak standar memiliki peluang 8,488 kali menyebabkan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM


93

dibandingkan dengan meja kerja dengan tingkat pencahayaan standar

setelah faktor kelainan refraksi mata dikontrol.

Dari hasil analisis, diketahui bahwa koefisien determinan (R square)

menunjukkan nilai 0,255, artinya bahwa model regresi yang diperoleh

dapat menjelaskan 25,5% variasi variabel dependen keluhan kelelahan

mata. Dengan demikian, tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi mata

hanya dapat menjelaskan variasi variabel keluhan kelelahan mata sebesar

22,5%, sedangkan 77,5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak

diteliti.

Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka persamaan

regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Y = a + b1X1 + b2X2

Logit keluhan kelelahan mata = -8,577 + (2,139* Tingkat Pencahayaan) +

(2,065* Kelainan Refraksi Mata)

Dari model persamaan di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai

koefisien regresi pada masing-masing variabel bernilai positif, yaitu 2,139

untuk tingkat pencahayaan dan 2,065 untuk kelainan refraksi mata. Nilai

positif ini menunjukkan bahwa adanya hubungan searah antara tingkat

pencahayaan dan kelainan refraksi mata terhadap keluhan kelelahan mata

pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM.

Hubungan yang searah antara masing-masing variabel tersebut

menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu satuan pada variabel tingkat


94

pencahayaan dan kelainan refraksi mata akan menyebabkan keluha

kelelahan mata meningkat 2,139 kali yang disebabkan oleh tingkat

pencahayaan dan 2,065 kalu yang disebabkan oleh kelainan refraksi mata.

Nilai negatif pada konstanta sebesar -8,577 menggambarkan bahwa tanpa

adanya intervensi terhadap tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi

mata, keluhan kelelahan mata akan menurun sebesar 8,577 kali.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM tahun 2016 ini, peneliti mengumpulkan data primer dengan menyebar

kuesioner kepada 170 pekerja. Peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan

kelemahan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Pengukuran keluhan kelelahan mata hanya bersifat subjektif sehingga

belum sepenuhnya memiliki tingkat validitas yang akurat.

2. Waktu istirahat mata juga bersifat subjektif karena tidak dipantau penuh

selama pekerja bekerja menggunakan komputer.

3. Jarak antara pekerja dengan monitor tidak konsisten selama durasi kerja

dan berubah sesuai kondisi pekerja. Hal ini dapat menyebabkan keluhan

kelelahan mata tetap terjadi meskipun saat pengukuran dilakukan, pekerja

sedang berada pada jarak ideal (≥ 50 cm).

4. Pengambilan sampel yang dilakukan secara manual dan tidak

menggunakan program simple random sampling memungkinkan

terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel dan menyebabkan setiap

orang tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

95
96

6.2. Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenopia, yaitu

kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan

pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara

intensif (Hanum, 2008). Menurut Ilmu Kedokteran, kelelahan mata adalah

gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang

berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman

penglihatan.

Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan

komputer dalam waktu lama (Santoso dan Widajati, 2011). Banyak membaca

juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata bukan saja

timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan oleh cahaya

yang kurang atau tidak baik dalam meletakkan lampu, salah memilih lampu,

perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang tidak seimbang, atau

warna-warna yang menyilaukan (Akbar dan Hawadi, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan di Call Center PT. AM tahun 2016

menunjukkan bahwa dari 170 pekerja yang diteliti, diketahui sebagian besar

mengalami keluhan kelelahan mata. Dari sepuluh keluhan yang disebutkan

oleh Sheedy dan Shaw-McMinn (2003), jenis keluhan kelelahan mata yang

paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah sakit pada leher dan bahu. Hasil

pada penelitian ini juga dapat menggambarkan keluhan-keluhan yang

umumnya terjadi pada penderita CVS menurut AOA (2017), dimana mata

tegang sebesar 70%, sakit kepala sebesar 64,7%, penglihatan kabur sebesar

47,6-57,1%, mata kering sebesar 45,3%, sakit leher dan bahu sebesar 74,1%.
97

Keluhan-keluhan tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang buruk,

tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur duduk yang

buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan kombinasi dari

berbagai faktor (AOA, 2017).

Namun, keluhan-keluhan yang disebutkan oleh Sheedy dan Shaw-

McMinn (2003) maupun AOA (2017) tidak dijelaskan apakah ada hubungan

atau tingkat keparahan antara keluhan yang satu dengan keluhan lainnya.

Menurut Mario (2015), ketika bekerja terlalu lama di depan komputer akan

membuat syaraf pada mata menjadi tegang sehingga bisa memicu munculnya

sakit kepala. Dari sini, dapat diketahui bahwa keluhan mata tegang lebih dulu

terjadi sebelum seseorang mengalami sakit kepala. Menurut dr. Puspita

Komala Sari dari website klikdokter, pada keluhan iritasi mata, keluhan mata

kering lah yang menyebabkan terjadinya keluhan mata merah. Hal ini

disebabkan karena ketika seseorang menatap layar komputer, kemampuan

mata untuk berkedip akan berkurang menjadi setengahnya. Mata yang jarang

mengedip menyebabkan terlalu banyak air mata yang menguap ke udara dan

membuat mata menjadi kering serta iritasi, sehingga mata terlihat merah.

Keluhan mata kering pun mendahului terjadinya keluhan pandangan kabur.

Menurut ahli penyakit mata, penglihatan mata kabur bukan kondisi medis,

melainkan gejala dari masalah yang mendasarinya, salah satunya adalah

gangguan mata kering. Keluhan penglihatan kabur pun dapat menyebabkan

gejala mata kabur lain, di antaranya sakit kepala, silau, mata lelah, mata

merah, dan lain sebagainya.


98

Pada dasarnya, ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi secara

bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai aktivitas yang

memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama, salah

satunya adalah pengoperasian komputer yang dilakukan terlebih pada kondisi

yang tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam, tanpa disadari akan

memaksa kontraksi otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak luar bola

mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalam bola mata, otot-otot wajah dan

pelipis hingga mengalami kelelahan (fatique). Sakit kepala, kelelahan pada

mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar leher dapat

terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan

berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang

saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Pardianto, 2015).

Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa kelainan refraksi dan

tingkat pencahayaan berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Hal ini

sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kelainan refraksi mata dapat

memperberat ketegangan mataa, terutama jika kelainan refraksi tersebut tidak

terkoreksi dengan tepat atau kacamata tidak digunakan sebagaimana

mestinya (Pardianto, 2015). Pada penelitian ini diketahui dari 157 pekerja

yang mengalami keluhan kelelahan mata, sebanyak 97,8% memiliki kelainan

refraksi mata. Kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia,

astigmatisma, dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan mata karena

terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas

(Roestjawati, 2007). Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan

untuk menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamaat saat bekerja di


99

depan komputer. Penggunaan lensa kontak dan kacamata menyebabkan

kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Hal tersebut juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Sanip (2011). Penelitian tersebut

juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kejadian CVS pada

pengguna dan bukan pengguna kacamata/ lensa kontak.

Selain kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan juga sangat

berpengaruh dan merupakan faktor yang paling dominan dalam terjadinya

keluhan kelelahan mata. Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan

menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja (Tarwaka,

2004). Pada penelitian ini diketahui dari 157 pekerja yang mengalami keluhan

kelelahan mata, sebanyak 95,3% meja kerja memiliki pencahayaan yang tidak

standar. Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab

orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan memperbesar

ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan

dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003).

Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan

jarak yang tidak ideal (< 50 cm), seluruhnya mengalami keluhan kelelahan

mata dan yang bekerja dengan jarak ideal (≥ 50 cm) juga sebagian besar

mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang tidak menggunakan

maupun yang menggunakan alat pelindung mata, baik pekerja yang tidak

cukup maupun cukup mengistirahatkan matanya, dan pekerja berjenis

kelamin perempuan maupun laki – laki, sebagian besar mengalami keluhan

kelelahan mata. Untuk tingkat pencahayaan, sebagian besar bekerja pada

tingkat pencahayaan yang tidak standar dan mengalami keluhan kelelahan


100

mata. Bahkan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan standar juga

seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata. Dalam penelitian ini, seluruh

responden berusia kurang dari 40 tahun dan sebagian besar mengalami

keluhan kelelahan mata.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kelelahan

mata, yaitu pengaturan pencahayaan agar tidak terlalu tajam atau terlalu

lemah, melihat ke layar secara keseluruhan, jangan terpaku pada huruf atau

cursor, istirahatkan mata dengan mengedipkan mata dan melihat ke arah lain,

gerakkan bagian-bagian dan otot-otot tubuh setiap setengah jam, letakkan

komputer sedemikian rupa sehingga jarak mata ke layar kurang lebih 55 cm,

hindari pantulan, posisikan layar monitor komputer berada di bawah level

mata, bersihkan layar monitor untuk mengurangi muatan elektrostatik, dan

istirahat setiap dua jam, karena setiap bekerja di depan komputer selama satu

sampai dua setengah jam, mata perlu istirahat 10-20 menit (Soedarso, 2000).

Pada penelitian ini, pengukuran keluhan kelelahan mata hanya

menggunakan kuesioner sehingga keluhan kelelahan mata yang terjadi

bersifat subjektif. Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan

pengukuran keluhan kelelahan mata dengan metode lain sehingga lebih

objektif, seperti Photostress Recovery Test, Flicker Fusion Eye Test, atau Tes

Uji Waktu Reaksi. Dimana setiap metode memiliki kelebihan yang berbeda.

a. Photostress Recovery Test merupakan tes dengan teknis klinis sederhana

dan berguna untuk berbagai diagnosis yang berbeda-beda.

b. Flicker Fusion Eye Test merupakan tes yang sering digunakan untuk

tujuan penelitian dan juga diagnostik dalam praktek klinik.


101

c. Tes Uji Waktu Reaksi memiliki banyak metode yang dapat digunakan,

seperti nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan,

sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

6.3. Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

6.3.1. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Ketika menggunakan komputer, jarak pandangan dengan layar

monitor harus diperhatikan. Jarak pandang monitor jangan terlalu jauh

atau terlalu dekat. Jarak pandang yang salah dapat mengakibatkan mata

cepat lelah dan sakit. Jarak pandang yang nyaman dan aman untuk mata

berkisar antara 18 dan 24 inci (45 dan 60 cm). Namun, jarak ideal

minimal antara mata pengguna dan layar monitor adalah 20 inci atau 50

cm. Selebihnya jarak pandang terhadap monitor komputer disesuaikan

dengan diameter dan kedalaman layar itu sendiri. Posisi monitor juga

harus diatur agar bagian tertinggi dari layar berada pada posisi yang

sejajar dengan mata (OSHA, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar

pekerja bekerja dengan jarak ideal (≥ 50 cm), yaitu 94,7%. Dari 161

pekerja yang bekerja dengan jarak ideal, 91,9% masih mengalami

keluhan kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor

tidak ideal (< 50 cm), yaitu sebanyak 5,3% dan seluruhnya mengalami

keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis multivariat, menunjukkan

bahwa jarak monitor tidak berpengaruh terhadap keluhan kelelahan


102

mata. Hal ini selaras dengan penelitian Sya’ban dan Riski (2015)

terhadap seluruh karyawan pengguna komputer PT. Grapari Telkomsel

Kota Kediri dimana tidak ditemukan hubungan antara jarak monitor

dengan keluhan kelelahan mata pada karyawan di PT tersebut.

Menurut Putra (2008), komputer dapat menyebabkan mata lelah

karena pancaran radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh layar

komputer tersebut. Radiasi yang dihasilkan komputer tersebut dapat

menimbulkan pengaruh jangka pendek bahkan jangka panjang bagi

penggunanya. Pengaruh jangka pendek dapat berupa mata menjadi

berair dan lelah, mempengaruhi produktivitas hormon melatonin dalam

tubuh, dan astenopia atau kelelahan mata (Suhendi, 2013). Sebuah

penelitian survei yang dilakukan oleh American Otopometric

Association (AOA) pada tahun 2004 juga menyebutkan bahwa tidak

jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama

dalam jarak dekat di depan komputer dan gelombang elektromagnetik

yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan

mengganggu kesehatan mata.

Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm tetapi tetap

mengalami keluhan kelelahan mata bisa jadi diakibatkan oleh durasi

kerja yang memang melebihi batas maksimal penggunaan komputer,

yaitu 8 jam kerja. Kelelahan mata dapat muncul segera setelah

pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam

(Hanum, 2008). Selain durasi kerja, kelainan refraksi mata yang

dimiliki pekerja juga dapat menyebabkan pekerja tetap mengalami


103

keluhan kelelahan mata. Pada penelitian ini diketahui lebih dari

setengah pekerja (54,7%) memiliki kelainan refraksi mata. Diketahui

pula pekerja dengan jarak monitor ideal (≥ 50 cm) yang memiliki

kelainan refraksi mata mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak

55,4%. Menurut Roestjawati (2007), kelainan refraksi dapat

menyebabkan kelelahan mata karena terus menerus berakomodasi

untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas. Menurut penelitian di

Amerika Serikat, walaupun penderita menggunakan alat koreksi dan

otot mata tidak bekerja terlalu keras, penggunaan alat koreksi juga dapat

menyebabkan mata lebih cepat terasa lelah. Rasa lelah jika

menggunakan alat koreksi disebabkan karena mata yang dalam keadaan

memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata

menjadi cepat kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya

gesekan antara lensa dan kelopak mata. Bisa juga disebabkan oleh

kacamata yang tidak nyaman dan penggunaan lensa yang tidak sesuai

untuk melihat komputer.

Selain itu, tingkat pencahayaan juga dapat menjadi penyebab

terjadinya hal ini. Pada penelitian ini, pekerja dengan jarak monitor

ideal (≥ 50 cm) dengan tingkat pencahayaan di bawah standar (< 315

atau > 385 lux) mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 95%.

Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab

orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan

memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata


104

lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur

(Notoatmodjo, 2003).

Oleh karena itu, pekerja harus berupaya untuk tidak bekerja

dengan jarak < 50 cm terhadap layar komputer. Selain pekerja,

perusahaan juga dapat berupaya untuk memperbaiki penerangan, dan

mengatur posisi meja kerja sedemikian rupa agar pekerja dapat bekerja

dengan jarak ideal terhadap layar monitor, yaitu ≥ 50 cm seperti yang

terlihat pada Gambar 6.1.

Sumber: AOA (2017)


Gambar 6.1
Posisi Tubuh yang Tepat untuk Menggunakan Komputer

6.3.2. Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan Kelelahan

Mata

Kini sudah terdapat kacamata dengan lensa khusus untuk

pengguna komputer. Ahli masalah mata, dr. Jay Schlanger mengatakan

beberapa perusahaan kini mulai membuat lensa yang bagian atasnya

dirancang untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk


105

membaca. Terdapat pula kacamata anti radiasi komputer. Kaca mata ini

merupakan kacamata yang dibuat untuk melindungi mata dari bahaya

radiasi layar televisi, komputer maupun radiasi gadget yang dapat

mengganggu mata. Fungsi kacamata ini terletak pada lensanya yang

terbuat dari bahan khusus untuk menangkal radiasi layar komputer.

Bahan tersebut dapat berupa senyawa logam pelapis yang dapat

menahan datangnya radiasi dari kedua sisi lensa tersebut. Kemampuan

lensa menahan radiasi berkisar antara 60% hingga 100% tergantung

dari bahan logam pelapisnya, yang mampu menahan atau menangkis

adanya gelombang elektromagnetik. Pada lensa anti radiasi, selain

adanya lapisan logam, juga ada beberapa lapisan lainnya, yaitu lapisan

anti silau, lapisan keras dan tahan air, serta ada lapisan lain yang

berfungsi dalam membantu mencegah adanya listrik statis serta anti-

fouling dalam waktu yang bersamaan. Lensa anti radiasi dalam hal ini

bertindak sebagai lapisan tambahan, yang bisa menjadi penghalang

pancaran gelombang elektromagnetik yang berasal dari alat-alat

elektronik termasuk komputer seperti pada Gambar 6.2 dan 6.3.

Sumber: www.solidrop.net
Gambar 6.2
Kacamata Anti Radiasi Komputer dan Lapisannya
106

Sumber: www.solidrop.net
Gambar 6.3
Perbedaan Kacamata Anti Radiasi dan Kacamata Biasa

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa baik pekerja yang

tidak menggunakan (80,6%) maupun yang menggunakan (19,4%) alat

pelindung mata sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.

Berdasarkan hasil analisis multivariat, diketahui bahwa alat pelindung

mata tidak berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Dalam

penelitian ini, pekerja yang sudah menggunakan alat pelindung mata

namun, tetap mengalami keluhan kelelahan mata dapat disebabkan

karena seluruh pekerja yang menggunakan alat pelindung mata

memiliki kelainan refraksi mata karena penggunaannya bersamaan

dengan alat koreksi. Meskipun kelainan refraksi mata telah terkoreksi

dan radiasi elektromagnetik telah terminimalisir, penelitian di Amerika

Serikat mengatakan bahwa penggunaan alat koreksi juga dapat

menyebabkan mata lebih cepat terasa lelah. Rasa lelah jika

menggunakan alat koreksi disebabkan karena mata yang dalam keadaan

memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata

menjadi cepat kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya

gesekan antara lensa dan kelopak mata.


107

Alat pelindung mata berupa kacamata anti radiasi komputer atau

lensa kontak berbahan silikon hydrogel tetap disarankan untuk

digunakan oleh pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata karena

penggunaannya bersamaan dengan alat koreksi. Jika dirasa lebih

efektif, perusahaan dapat memasang filter screen pada setiap komputer

seperti pada Gambar 6.4. Pemasangan filter screen bertujuan untuk

meminimaliris radiasi dan kesilauan yang ditimbulkan oleh layar

monitor sehingga dapat mengurangi dampak keluhan kelelahan mata.

Sumber: indonesian.alibaba.com
Gambar 6.4
Filter Screen

6.3.3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

Istirahat mata perlu dilakukan untuk merelaksasikan otot mata

yang tegang. Hal ini dikarenakan saat penglihatan jarak dekat, seperti

membaca atau menggunakan komputer dilakukan dalam jangka waktu

yang lama, otot siliaris yang merupakan salah satu otot yang berperan

dalam proses akomodasi tanpa disadari mengalami penegangan dan

kekakuan. Hal ini secara tidak langsung akan membuat mata mudah
108

teriritasi dan memicu rasa tidak nyaman. Penggunaan komputer dalam

waktu lama akan berisiko mengakibatkan astenopia atau mata lelah

pada pengguna komputer (Santoso dan Widajati, 2011).

American Optometric Association (AOA) (2015) menyebutkan

bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat

terlalu lama di depan komputer dan level ketidaknyamanan ini akan

meningkat seiring lamanya durasi penggunaan komputer. NIOSH

melaporkan bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan komputer lebih

dari tiga jam perhari akan mengalami gangguan kelelahan mata. Oleh

karena itu, istirahat mata harus dilakukan salah satunya dikarenakan

keluhan kelelahan mata dapat timbul saat aliran air mata ke mata

berkurang yang disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar

komputer. Saat seseorang menatap komputer, maka kedipan mata akan

berkurang 2/3 kali dari keadaan normal sehingga dapat mengakibatkan

mata menjadi kering, iritasi, tegang, dan lelah (Hanum, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar

pekerja sudah cukup mengistirahatkan matanya, yaitu 67,1%. Namun,

32,9% pekerja tidak cukup mengistirahatkan matanya dari penggunaan

komputer selama bekerja. Baik pekerja yang tidak cukup maupun

pekerja yang cukup mengistirahatkan matanya, sebagian besar

mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil analisis

multivariat, diketahui bahwa istirahat mata tidak berpengaruh terhadap

keluhan kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian yang

dilakukan oleh Anggraini (2013) dan Arumugam, dkk (2014). Hal ini
109

mungkin saja dipengaruhi oleh lingkungan tempat kerja, seperti

pencahayaan yang tidak memenuhi standar, sebanyak 94,9% pekerja

dengan dengan istirahat mata cukup dengan pencahayaan meja kerja

yang tidak standar mengalami keluhan kelelahan mata. Bisa juga

dipengaruhi oleh durasi penggunaan komputer hingga 8 jam kerja,

kelainan refraksi mata yang belum dikoreksi dengan sempurna

sehingga pekerja yang sudah cukup mengistirahatkan matanya tetap

mengalami keluhan kelelahan mata. Diketahui 48,1% pekerja dengan

istirahat mata cukup yang memiliki kelainan refraksi mata mengalami

keluhan kelelahan mata.

Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah

pekerja belum paham bagaimana istirahat mata yang baik dilakukan

disela-sela aktivitas kerjanya sehingga istirahat yang dilakukan dapat

mengurangi keluhan kelelahan mata. Bahkan terdapat beberapa pekerja

yang mengistirahatkan matanya hanya ketika jam istirahat sedang

berlangsung.

Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk

mengistirahatkan mata dari penggunaan komputer ketika bekerja.

Menurut OSHA (1997), pekerja cukup melihat ke arah lain atau keluar

jendela dari waktu ke waktu dan melihat objek lain setidaknya dengan

jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter. Menurut Agus (2013), memejamkan

mata selama 2-3 menit juga terbukti efektif agar otot mata tidak

kelelahan. Bahkan menurut Anshel (2005), terdapat tiga jenis istirahat

bagi pengguna komputer, yaitu eye breaks, rest breaks, dan exercise
110

breaks. Eye breaks adalah istirahat mata yang dilakukan setiap 10

sampai 20 menit setelah menggunakan komputer dengan cara berpaling

dari layar komputer dan melihat jauh (minimal 6 meter) dan diikuti

dengan mengedipkan mata cepat selama beberapa detik. Rest breaks

adalah istirahat yang dilakukan setiap 30 sampai 60 menit setelah

menggunakan komputer dengan cara berdiri, bergerak, dan melakukan

sesuatu yang lain selain menggunakan komputer. Exercise breaks

adalah istirahat yang dilakukan setiap 1 sampai 2 jam pemakaian

komputer dengan cara latihan cepat peregangan otot.

Tidak hanya pekerja yang bertanggung jawab untuk secara rutin

mengistirahatkan dirinya sendiri. Tetapi, perusahaan juga berperan

untuk memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada pekerja

tentang cara bekerja yang baik dan cara melakukan istiraha mata serta

tubuh yang efektif agar terhindar dari kejadian keluhan kelelahan mata.

Jika pekerja tidak memungkinkan untuk melakukan berbagai

jenis istirahat di atas, perusahaan dapat menggunakan software atau

program sebagai bantuan untuk mengingatkan waktu istirahat mata bagi

para pekerja saat bekerja menggunakan komputer. Eye Defender

merupakan program gratis yang dapat digunakan untuk memberikan

peringatan agar beristirahat sejenak. Program ini menyediakan Visual

Training sekitar satu menit agar mata bisa kembali segar. Program lain

yang dapat diunduh secara gratis adalah WorkRave. Program ini

memiliki fungsi yang sama dengan Eye Defender, namun program ini

menyediakan dua metode istirahat, yaitu micro break dan rest break.
111

6.3.4. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan

Kelelahan Mata

Dalam banyak aspek kehidupan, manusia tergantung pada

matahari sebagai sumber pencahayaan. Apabila kegiatan kerja

dilakukan di dalam ruangan atau pada malam hari, perlu tersedianya

penerangan yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan. Penerangan

yang baik merupakan persyaratan pertama bagi persepsi visual yang

memuaskan (Herjanto, 2008). Pencahayaan yang sesuai dapat

mencegah terjadinya kelelahan mata mata, sedangkan pencahayaan

yang kurang baik dapat menimbulkan kelelahan mata namun, bukan

penyakit mata. Menurut SNI 03-6575-2001, tingkat pencahayaan

minimum untuk ruang komputer adalah 350 lux.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pekerja yang

bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak standar sebagian besar

mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 142 pekerja

(95,3%). Bahkan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan

standar juga sebagian besar (71,4%) mengalami keluhan kelelahan

mata. Berdasarkan hasil analisis multivariat, pada penelitian ini,

variabel tingkat pencahayaan merupakan faktor yang diduga paling

dominan berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Berdasarkan

hasil analisis, diperoleh juga nilai OR = 8,488 (2,322-31,021), artinya

tingkat pencahayaan yang tidak standar mempunyai peluang 8,488 kali


112

menyebabkan keluhan kelelahan mata dibandingkan tingkat

pencahayaan yang sudah standar.

Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Widowati

(2009), Maryamah (2011), Sya’ban dan Riski (2015), serta Permana,

dkk (2015) pada tempat, waktu, dan subjek yang berbeda. Penelitian

tersebut mendapatkan adanya hubungan bermakna antara kondisi

pencahayaan ruang kerja dengan keluhan kelelahan mata atau CVS.

Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata,

sebab orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan

memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata

lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur

(Notoatmodjo, 2003). Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah

terjadinya kelelahan mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik

dapat menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata.

Namun kelelahan pada mata itu pun bersifat reversible. Jika mata

mengalami kelelahan, maka dengan melakukan istirahat yang

cukup/beristirahat sepulang kerja maka pagi harinya mata akan pulih

kembali (Depkes, 2008).

Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang

memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,

karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun kecil, pupil mata harus

berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya

mata harus memicing silau atau berkontraksi secara berlebihan, karena

jika pencahayaan lebih besar atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha
113

menyesuaikan cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan

mengecil jika menerima cahaya yang besar. Hal ini merupakan salah

satu penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).

Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan

gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari

penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan

kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja,

kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di

sekitar mata, kerusakan indra mata, dll. Pengaruh kelelahan mata

tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, termasuk

kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi

kesalahan, dan kecelakan kerja meningkat (Tarwaka, 2004).

Distribusi pencahayaan di ruang Call Center PT. AM masih

belum merata. Dengan ruangan yang besar dan banyak pekerja di

dalamnya, lampu yang digunakan tidak terlalu terang. Dari 170 meja

kerja, hanya terdapat 21 meja kerja yang memiliki tingkat pencahayaan

yang sudah memenuhi standar. Tingkat pencahayaan ruang kerja yang

memenuhi standar hanya terdapat pada bagian meja yang letaknya

dekat dengan lampu dan jendela yang memiliki akses pencahayaan

alami. Meja kerja lainnya tidak memiliki akses dengan pencahayaan

alami dan jauh dari lampu dengan pencahayaan yang memadai. Jadi tata

letak meja pekerja maupun lampu belum tertata rapih.

Oleh karena itu, pihak perusahaan harus berupaya untuk

memperbaiki tingkat pencahayaan hingga kisaran 315-385 lux agar


114

pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan mata. Upaya yang

dilakukan dapat berupa menaikan watt lampu yang digunakan, merawat

lampu jika padam dan kusam, menata letak meja kerja dan lampu agar

menghasilkan pencahayaan yang optimal, memanfaatkan pencahayaan

alami dan dimaksimalkan dengan pencahayaan buatan sehingga

pencahayaan di tempat kerja memenuhi standar minimal yang berlaku.

6.3.5. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan Mata

Jenis kelamin merupakan faktor risiko terjadinya keluhan

kelelahan mata, dimana keluhan kelelahan mata lebih berisiko dan lebih

sering terjadi pada perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh hormon

esterogen dan antiandrogen pada wanita yang meningkat seiring

bertambahnya usia. Kedua hormon tersebut akan menekan sekresi dari

air mata, sehingga lapisan air mata pada perempuan cenderung menipis

dibanding laki-laki. Penipisan lapisan air mata ini mengakibatkan mata

cenderung mengalami kelalahan saat menggunakan komputer (Versura

dan Campos, 2005).

Selain itu terdapat pula perbedaan fisiologis antara perempuan

dan laki-laki yang menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap

penyakit dan memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Perempuan

cenderung lebih teliti dan telaten dalam bekerja. Memusatkan perhatian

di depan komputer secara terus-menerus menjadi sumber stressor untuk

penglihatan maupun psikologis. Penglihatan jarak dekat yang dilakukan

dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan otot siliaris

mengalami penegangan dan kekakuan. Hal ini secara tidak langsung


115

akan membuat mata mudah teriritasi dan memicu rasa tidak nyaman

dan akhirnya menimbulkan keluhan-keluhan penglihatan (Kurmasela,

2012).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar

pekerja berjenis kelamin perempuan (88,2%). Namun, diketahui bahwa

hampir seluruh pekerja berjenis kelamin perempuan dan laki – laki

mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja berjenis kelamin

perempuan yang mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak

140 pekerja (93,3%,) sedangkan terdapat 17 pekerja (85%) berjenis

kelamin laki – laki yang mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil

analisis multivariat, diketahui bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh

terhadap keluhan kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian yang

dilakukan oleh Kurmasela (2012), Zainuddin dan Isa (2014) serta

Bhanderi, dkk (2008). Pekerja berjenis kelamin laki-laki sebagian besar

tetap mengalami keluhan kelelahan mata dapat disebabkan oleh durasi

penggunaan komputer yang lebih dari 4 jam, tingkat pencahayaan yang

tidak standar, istirahat mata yang tidak maksimal, dan kelainan refraksi

mata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pekerja berjenis

kelamin laki–laki dengan tingkat pencahayaan meja kerja tidak standar

yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 94,1%.

Selain itu, beban kerja yang menuntut pekerja untuk selalu

menatap layar komputer dalam jangka waktu yang lama dan terus

menerus juga dapat mempengaruhi banyaknya keluhan kelelahan mata

yang terjadi pada pekerja baik pekerja perempuan maupun laki-laki.


116

Pekerjaan di Call Center ini sangat bergantung pada komputer untuk

melakukan proses klain secara online dan realtime.

Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki keadaan pencahayaan

di ruangan terutama meja kerja, upayakan pekerja dengan kelainan

refraksi mata sudah terkoreksi dengan sempurna, dan penggunaan alat

pelindung mata. Selain itu, pekerja juga sebaiknya melakukan istirahat

mata secara rutin, minimal 10 menit setiap jam setelah berada di depan

komputer secara intensif atau setidaknya 15 menit setiap 2 jam setelah

berada di depan komputer secara intermiten (OSHA, 1997).

6.3.6. Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan

Kelelahan Mata

Kelainan refraksi merupakan penyebab utama dari gangguan

penglihatan (Fajar, 2011). Kelainan refraksi adalah akibat kerusakan

pada akomodasi visual, entah sebagai akibat perubahan biji mata,

maupun kelainan pada lensa (Pearce, 1979). Kesalahan pemfokusan

(refraktif) disebut juga ametropia, sedangkan tidak adanya kesalahan

refraksi disebut emetrop. Ametropia dapat berupa miopia,

hipermetropia, astigmatisma, maupun presbiopia (Cameron, dkk,

2006).

Hasil penelitian dengan menggunakan Snellen Chart,

menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang memiliki kelainan

refraksi mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis yang

dilakukan, menunjukkan bahwa dari 54,7% yang mengalami kelainan

refraksi mata, hanya 2,2% pekerja yang tidak mengalami keluhan


117

kelelahan mata. Berdasarkan hasil analisis multivariat, pada penelitian

ini, kelainan refraksi mata diketahui memiliki nilai OR = 7,883 (1,609-

38,637), artinya pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata

mempunyai peluang 7,883 kali untuk mengalami kejadian keluhan

kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki

kelainan refraksi mata.

Hasil dari penelitian ini selaras dengan teori yang menyebutkan

bahwa kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia, astigmatisma,

dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan mata karena terus

menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas

(Roestjawati, 2007). Penelitian ini juga selaras dengan penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Lograj, dkk (2014) serta

Rahman dan Sanip (2011) yang menunjukkan adanya perbedaan

signifikan antara keluhan kelelahan pada pada pengguna dan bukan

pengguna kacamata / lensa kontak.

Terdapat beberapa pekerja yang belum pernah memeriksakan

matanya, dan tidak tahu jika dirinya memiliki kelainan refraksi mata

sehingga pekerja tersebut visus matanya tidak terkoreksi. Padahal

apabila penderita menggunakan alat koreksi penglihatan, seperti

kacamata atau lensa kontak maka mata akan menjadi lebih rileks dan

fokusnya tidak terlalu kuat sehingga otot-otot mata tidak bekerja terlalu

keras terutama ketika bekerja menggunakan komputer (Roestjawati,

2007).
118

Berdasarkan hasil analisis kuesioner, pada penelitian ini diketahui

dari 93 pekerja yang mengalami kelainan refraksi, 85 pekerja

diantaranya sudah mengoreksi kelainan refraksi yang dimilikinya

dengan menggunakan kacamata. Sebanyak 57 pekerja menggunakan

kacamata minus, 3 pekerja menggunakan kacamata plus, 4 pekerja

menggunakan kacamata silinder, dan 21 pekerja menggunakan

kacamata minus dan silinder. Seperti yang sudah diketahui, kacamata

minus diperuntukkan bagi penderita miopia (rabun jauh), kacamata plus

diperuntukkan bagi penderita hipermetropia (rabun dekat), dan

kacamata silinder diperuntukkan bagi penderita astigmatisme. Dari 57

pekerja penderita miopia (rabun jauh), sebagian besar mengalami

keluhan kelelahan mata, sedangkan pekerja penderita hipermetropia

(rabun dekat) dan astigmatisme seluruhnya mengalami keluhan

kelelahan mata.

Hal ini berkaitan dengan teori yang mengatakan bahwa seseorang

yang memiliki tingkatan minus yang tinggi akan mengalami mata lelah

secara berkesinambungan jika tidak segera mengistirahatkan matanya

(Anugerah, 2016). Hal tersebut dikarenakan mata harus terus menerus

berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang semula

terletak di belakang retina agar terletak pas di retina. Keadaan tersebut

disebut juga astenopia akomodatif. Akomodasi terus-menerus dapat

menyebabkan esotropia (Hawarij dan Afifah, 2017).

Begitu pula dengan penderita rabun dekat (hipermetropia) dan

sering dikatakan sebagai masalah pembiasan. Mata akan mudah lelah


119

jika mengalami rabun dekat, tertutama usai fokus melihat objek dekat,

seperti menggunakan komputer atau membaca. Namun, kelelahan mata

lebih cepat terjadi pada penderita astigmatisme. Penderita penyakit

mata silinder atau astigmatisme yang belum diobati akan sering

mengeluh penglihatan kabur, penglihatan yang menyempit, sakit

kepala, kelelahan pada mata (astenopia) lebih cepat terjadi, dan kabur

saat melihat benda berjarak dekat maupun jauh. Bahkan penderita

kelainan mata silider yang kecil sudah dapat mengakibatkan keluhan-

keluhan tersebut terutama pada saat melakukan pekerjaan yang teliti

pada jarak fiksasi.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk

menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamata saat bekerja di

depan komputer. Namun, jika harus menggunakannya sebagai alat

koreksi mata, penggunaan kacamata lebih direkomendasikan

dibandingkan penggunaan lensa kontak. Jika operator komputer

menggunakaan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat terasa.

Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan memfokuskan

layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata menjadi cepat

kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya gesekan antara

lensa dan kelopak mata. Namun, kini sudah terdapat lensa kontak

generasi baru yang terbuat dari silikon hydrogel. Silikon ini

memungkinkan daya transmisi oksigen lebih tinggi dibandingkan jenis

lain sehingga dapat mengurangi sindrom mata kering (Ningrum, 2007).

Bagi pengguna kacamata, gunakan kacamata khusus yang lensa bagian


120

atasnya dirancang untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk

membaca serta dilengkapi dengan anti radiasi sehingga lebih nyaman

dan mengurangi terjadinya keluhan kelelahan mata.

Selain itu, perusahaan juga dapat melakukan pengaturan waktu

istirahat bagi pekerja dan pemeriksaan mata pekerja secara berkala.

Pengaturan waktu istirahat diperuntukkan bagi seluruh pekerja

terutama bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sehingga

terhindar dari keluhan kelelahan mata dan bertambahnya tingkat

keparahan kelainan refraksi mata yang diderita. Pemeriksaan mata

pekerja secara berkala juga akan sangat berguna bagi penderita kelainan

refraksi mata atau penyakit mata sehingga dapat segera diatasi dan

terhindar dari keparahan. Setelah diketahuinya kondisi mata pekerja,

perusahaan menindaklanjuti dengan cara memfasilitasi pekerja untuk

menangani masalah mata tersebut khususnya masalah mata yang

berhubungan atau bahkan yang diakibatkan oleh pekerjaan yang

dilakukan. Dengan adanya pengaturan waktu istirahat, pemeriksaan

mata, dan tindak lanjut, diharapkan terjadinya keluhan kelelahan mata

akan berkurang.
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

1. Sebanyak 92,4% pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM

tahun 2016 mengalami keluhan kelelahan mata.

2. Jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016 adalah

sakit pada leher dan bahu, yaitu sebesar 74,1%.

3. Gambaran faktor perangkat kerja pada pekerja pengguna komputer di

Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:

a. Sebagian besar pekerja (94,7%) menggunakan komputer dengan jarak

yang ideal (≥ 50 cm).

b. 80,6% pekerja tidak menggunakan alat pelindung mata saat

melakukan pekerjaannya dengan komputer.

4. Gambaran faktor karakteristik pekerjaan pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu sebagian besar pekerja

sudah cukup mengistirahatkan matanya, yaitu sebanyak 67,1%.

5. Gambaran faktor lingkungan kerja pada pekerja pengguna komputer di

Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu 87,6% meja kerja tidak memiliki

tingkat pencahayaan yang standar (<315 atau >385 lux).

6. Gambaran faktor karakteristik pekerjaan pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:

a. Seluruh pekerja pengguna komputer masuk ke dalam kelompok usia

tidak berisiko, yaitu < 45 tahun.

121
122

b. Sebagian besar pekerja pengguna komputer, yaitu 88,2% berjenis

kelamin perempuan.

c. Sebanyak 54,7% pekerja memiliki kelainan refraksi mata.

7. Hubungan faktor perangkat kerja pada pekerja pengguna komputer di

Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:

a. Tidak ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun

2016.

b. Tidak ada hubungan antara alat pelindung mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM tahun 2016.

8. Tidak ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata

pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.

9. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun

2016. Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya kelelahan

mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat menimbulkan

kelelahan mata.

10. Hubungan faktor karakteristik pekerjaan pada pekerja pengguna

komputer di Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:

a. Tidak ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.


123

b. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan kelelahan

mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun

2016.

c. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM tahun 2016. Pekerja dengan kelainan refraksi mata akan lebih

cepat mengalami keluhan kelelahan mata karena mata terus menerus

berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas.

11. Faktor yang paling dominan berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata

pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016

adalah tingkat pencahayaan.

7.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran

yang ditunjukkan kepada pihak perusahaan dan pekerja untuk mengurangi

terjadinya keluhan kelelahan mata akibat penggunaan komputer di tempat

kerja. Terdapat pula saran untuk peneliti selanjutnya yang bertujuan untuk

memperbaiki dan menyempurnakan penelitian ini. Saran yang dimaksud

adalah sebagai berikut.

Bagi Perusahaan

1. Memperbaiki tingkat pencahayaan yang masih di bawah standar agar

pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan mata. Upaya yang dilakukan

dapat berupa:

a. Menaikan watt dan merawat lampu jika padam dan kusam hingga

mencapai standar minimal yang telah ditetapkan, yaitu 350 lux.


124

b. Menata letak meja kerja dan lampu agar menghasilkan pencahayaan

yang optimal.

c. Memanfaatkan pencahayaan alami dan dimaksimalkan dengan

pencahayaan buatan.

2. Memasang filter screen pada setiap komputer untuk meminimalisir

radiasi dan kesilauan yang ditimbulkan oleh layar monitor sehingga dapat

mengurangi dampak keluhan kelelahan mata.

3. Mengatur posisi meja kerja sedemikian rupa agar pekerja dapat bekerja

dengan jarak ideal terhadap layar monitor, yaitu ≥ 50 cm.

4. Melakukan pengaturan waktu istirahat bagi pekerja atau menggunakan

program sebagai bantuan untuk mengingatkan waktu istirahat mata bagi

para pekerja saat menggunakan komputer sehingga pekerja terhindar dari

terjadinya keluhan kelelahan mata dan bertambahnya tingkat kelainan

refraksi mata yang diderita.

5. Memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada para pekerja tentang

cara bekerja yang baik dan cara melakukan istirahat mata serta tubuh yang

efektif tertutama saat bekerja menggunakan komputer.

6. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala terhadap pekerja agar dapat

mengetahui kesehatan mata terutama kelainan refraksi mata dan

memberikan fasilitas bagi pekerja untuk menanggulangi masalah mata

yang diderita sehingga jika terjadi kelainan dapat segera diatasi dan

terhindar dari keparahan.


125

Bagi Pekerja

1. Menambahkan lapisan anti radiasi komputer pada kacamata yang

digunakan terutama bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata

agar mata terlindung dari radiasi dan kesilauan yang ditimbulkan oleh

layar monitor sehingga dapat mengurangi dampak keluhan kelelahan

mata.

2. Tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm karena jarak yang dekat

antara monitor dan mata dapat mempercepat terjadinya keluhan

kelelahan mata.

3. Mengistirahatkan mata dan tubuh secara teratur sehingga keluhan

kelelahan mata dapat terminimalisir.

4. Tidak menggunakan lensa kontak bagi pekerja yang memiliki kelainan

refraksi mata karena lensa kontak dapat menyebabkan mata cepat kering

dan memperbesar risiko terjadinya keluhan kelelahan mata.

Bagi Peneliti Lain

1. Melakukan pengukuran keluhan kelelahan mata dengan metode lain

sehingga lebih objektif, seperti Photostress Recovery Test, Flicker Fusion

Eye Test, Tes Uji Waktu Reaksi atau pemeriksaan mata oleh ahlinya.

2. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan program komputer

untuk simpel random sampling.


DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Edi S. 2005. Sindrom penglihatan Komputer (Computer Vision

Syndrome). Majalah Kedokteran Indonesia, 55(3), 297-300.

Agarwal, Smita, dkk. 2013. Evaluation of the Factors which Contribute to the

Ocular Complaints in Computer Users. Journal of Clinical and Diagnostic

Research : JCDR, 7(2), 331-335.

Agus. 2013. Cara Relaksasi Sejenak di Depan Komputer. Tersedia di

http://www.agusrianto.info/2013/08/cara-relaksasi-sejenak-di-depan-

komputer.html diakses pada 5 Mei 2016.

Akbar, Reni dan Hawadi. 2011. Akselerasi (A-Z Informasi Program Percepatan

Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.

American Optometric Association (AOA). 2017. Computer Vision Syndrome.

Tersedia di http://www.aoa.org/patients-and-public/caring-for-your-

vision/protecting-your-vision/computer-vision-syndrome?sso=y diakses pada

28 Februari 2017.

Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.

Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Anggraini, Yeni. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya

Keluhan Computer Vision Syndrome (CVS) pada Operator Komputer Pt. Bank

Kalbar Kantor Pusat Tahun 2012. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas

Tanjungpura, 3(1).

126
127

Anshel, Jeffrey. 2005. Visual Ergonomic Handbook. Boca Raton: CRC Press.

Taylor & Francis Group.

Anugerah, Henny. 2016. 8 Bahaya Mata Minus Tinggi Pria dan Wanita. Tersedia

di http://halosehat.com/penyakit/mata-minus/bahaya-mata-minus-tinggi

diakses pada 16 Januari 2017.

Arumugam, Seshadhri, dkk. 2014. Prevalence of Computer Vision Syndrome

among Information Technology Professionals Working in Chennai. World

Journal of Medical Sciences, 11(3), 312-314.

Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 03-

2396-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada

Bangunan Gedung. Jakarta: Dewan Standarisasi Indonesia.

Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 03-

6575-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada

Bangunan Gedung. Jakarta: Dewan Standarisasi Indonesia.

Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 16-

7062-2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Jakarta:

Dewan Standarisasi Indonesia.

Bhanderi, Dinesh, dkk. 2008. A Community-Based Study of Asthenopia in

Computer Operators. Indian Journal of Ophthalmology, 56(1), 51-55.

Bharathi dan Reddy K, Pothi. 2015. Measuring Critical Flicker Fusion Frequency

in Human Eye by Utilizing Sound Card of the Computer as DAC. International


128

Journal for Research in Applied Science & Engineering Technology

(IJRASET), 3(1), 48-50.

Bidakara Medical Center (BiMC). 2017. Kesehatan MATA. Tersedia di

http://bidakaramedical.co.id/berita/?u=berita&q=23&page=kesehatan-

mata.html diakses pada 29 Maret 2017.

Cameron, John R., dkk. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Edisi 2. Alih bahasa, Brahm

U. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman

Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta:

Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pencahayaan Salah Perburuk Penglihatan.

Jakarta: Departemen Kesehatan.

Dewi, Yulyana Kusuma, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kelelahan Mata pada Operator Komputer di Kantor Samsat Palembang Tahun

2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.

Dhiman, Kartar Singh, dkk. 2012. Clinical Efficacy of Ayurvedic Management in

Computer Vision Syndrome: A Pilot Study. AYU (An International Quarterly

Journal of Research in Ayurveda), 33(3), 391-395.

Fadhillah, Selisca Luthfiana. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT.

Bank X, Jakarta Tahun 2013. Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.


129

Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Fajar, Jum’atil. 2011. Informasi Kapuas (Jilid 5): 1 Juli 2011 - 1 Oktober 2011.

Fizari, Steofandi, dkk. 2010. Media Komputer Variasi LCD.

Frick, Heinz. 2007. Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational

Ergonomics 4th Edition. London: Taylor and Francis.

Guyton, Arthur C dan Hall, John E.. 2006. Medical Physiology. Eleventh Edition.

Pennsylvania: Elsevier Saunders.

Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Pengguna Screen pada Monitor Komputer

untuk Menguragi Kelelahan Mata Pekrja Cell Center di PT Indosat NSR.

Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Harian TI. 2014. Survei BPS: Jumlah Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orang. Tersedia di http://harianti.com/survei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-tembus-71-juta-orang/ diakses pada

24 Mei 2016.

Hasibuan, Nova Dwi Putri. 2011. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal pada

Pegawai yang Menggunakan Personal Computer di PLN (Persero)Wilayah


130

Sumatera Utara Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Hastono, Sutanto Priyo dan Sabri, Luknis. 2011. Statistik Kesehatan. Depok:

RajaGrafindo Persada.

Hawarij, Salik dan Afifah, Hasna. 2017. Refraksi Cahaya pada Mata. Tersedia di

https://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokteran-

dasar/refraksi-cahaya-pada-mata/ diakses pada 20 Maret 2017.

Heiting, Gary. 2014. How Your Vision Changes as You Age. Tersedia di

http://www.allaboutvision.com/over60/vision-changes.htm diakses pada 5 Mei

2016.

Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja.

Disampaikan pada Semiloka Keterampilan Pengukuran Bahaya Fisik dan

Kimia di Tempat Kerja. Ruang Promosi Doktor. Gedung G Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Hendra dan Octaviani, Devie Fitri. 2007. Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan

Laptop pada Mahasiswa FKM UI. Departemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi Edisi Ketiga. Jakarta: Grasindo.

Hirsch, Robert. 2011. Exploring Color Photography Fifth Edition: From Film to

Pixels. Oxford: Focal Press.

Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
131

Indayudha, Fery. 2008. Jagp Merakit dan Memperbaiki Komputer. Yogyakarta:

Mediakom.

James, Bruce, dkk. 2006. Lecture Notes: Oftamologi. Edisi Kesembilan. Alih

Bahasa: Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: EMS (Erlangga Medical Series).

Karlen, Mark dan Benya, James. 2007. Dasar-Dasar Desain Pencahayaan. Alih

Bahasa: Diana Rumagit. Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Kerja Perkantoran dan Industri.

Koto, Rahmad Agus. 2012. Waspadai Computer Vision Syndrome (CVS). Tersedia

di http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/09/20/waspadai-computer-

vision-syndrome-cvs-494843.html diakses pada 5 Mei 2016.

Kristo, Fino Yurio. 2007. Tahun 2015, Jumlah Komputer Dunia Capai 2 Miliar.

Tersedia di http://inet.detik.com/read/2007/06/12/121942/792580/317/tahun-

2015-jumlah-komputer-dunia-capai-2-miliar diakses pada 24 Mei 2016.

Kurmasela, Grace P, dkk. 2013. Hubungan Waktu Penggunaan Laptop dengan

Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi. Jurnal e-Biomedik, 1(1).

Logaraj, M., dkk. 2014. Computer Vision Syndrome and Associated Factors among

Medical and Engineering Students in Chennai. Annals of Medical and Health

Sciences Research, 4(2), 179-185.


132

MADCOM. 2010. Panduan Lengkap Microsoft Windows. Yogyakarta: Penerbit

ANDI.

Mario, Rossy. 2015. Sering Sakit Kepala? Bisa Jadi Karena Mata Terlalu Lelah.

Tersedia di http://mencegahpenyakit.com/sering-sakit-kepala-bisa-jadi-

karena-mata-terlalu-lelah/ diakses pada 30 Maret 2017.

Maryamah, Siti. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung

Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun 2011.

Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Program Studi Kesehatan

Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif

Hidayatullah. Jakarta.

Miller, Neil R., dkk. 2005. Walsh and Hoyt’s Clinical Neuro-Ophthalmology, 6th

Edition. Philadelphia dan Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Murtopo, Ichwan. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer Terhadap Kemampuan

Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas

Muhamadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, 6(2), 153-

163.

NIOSH. 1999. NIOSH Publications on Video Display Terminals – Third Edition.

Ohio: U.S. Department of Health and Human Services.

Ningrum, Dewi Widya. 2007. Lindungi Mata dari Radiasi Komputer!. Tersedia di

http://inet.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/03/tgl/15/time

/151850/idnews/754764/idkanal/398 diakses pada 10 Agustus 2016.


133

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar

Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.

Nourmayanti, Dian. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coporate Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Program Studi

Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN

Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Nugroho, Hengki Ditya Eko. 2009. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap

Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja di Laboratorium PT. Polypet

Karyapersada Cilegon. Program Diploma IV Kesehatan Kerja. Fakultas

Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U.S. Department of

Labor.

Pangemanan, Jurisna Maria, dkk. 2014. Hubungan Lamanya Waktu

Penggunaantablet Computerdengan Keluhan Penglihatanpada Anak Sekolah

di SMP Kr. Eben Heazer 2 Manado. e-CliniC, 2(2).

Pardianto, Gede. 2015. Sakit Kepala, Mata pegal, Tidak Nyaman, Pedih, dan Berair

oleh Dr. Gede Pardianto, SpM. Tersedia di

http://www.kompasiana.com/smec-group/sakit-kepala-mata-pegal-tidak-

nyaman-pedih-dan-berair-oleh-dr-gede-pardianto-

spm_5529e96ef17e61c839d62444 diakses pada 13 Desember 2016.


134

Parsons, June Jamrich dan Oja, Dan. 2010. Computer Concepts. Illustrated

Introductory. Seventh Edition, Enhanced. Boston: Course Technology.

Patel, Dhaval. 2014. I Notes (Ophthalmology PG Exam Notes) 1st Edition. India:

AIIMS.

Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang

Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 tentang

Standar dan Syarat Kesehatan Lingkungan Kerja.

Permana, Melati Aisyah, dkk. 2015. Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan

Computer Vision Syndrome (CVS) pada Pekerja Rental Komputer di Wilayah

UNNES. Unnes Journal of Public Health, 4(3).

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomic, Work, and Health. USA: Aspen Publisher

Inc.

Putra, Rahmat. 2008. Jago Komputer dalam Sehari. Jakarta: Tangga Pustaka.

Rahman, Zairina A, dan Sanip, S. 2011. Computer User: Demographic and

Computer Related Factors That Predispose User To Get Computer Vision

Syndrome. International Journal of Business, Humanities and Technology,

1(2), 84-91.
135

Roestijawati, Nendyah. 2007. Syndrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display

Terminal (VTD). Cermin Kedokteran, No. 154.

Santoso, Fery Firman dan Widajati, Noeroel. 2011. Hubungan Pencahayaan dan

Karakteristik Pekerja dengan Keluhan Subyektif Kelelahan Mata pada

Operator Komputer Tele Account Management Di PT. Telkom Regional 2

Surabaya.

Setiabudi, Tony, dan Hardywinoto. 2002. Anak Unggul Berotak Prima. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Shantakumari, N., dkk. 2014. Computer Use and Vision-Related Problems Among

University Students In Ajman, United Arab Emirate. Annals of Medical and

Health Sciences Research, 4(2), 258-263.

Sheedy, James E., dan Shaw-McMinn, Peter G. 2003. Chapter 1 - Computer Vision

Syndrome. In Shaw-McMinn, J. E. S. G. (Ed.), Diagnosing and Treating

Computer-Related Vision Problems (pp. 1-5). Burlington: Butterworth-

Heinemann.

Sherman, Mark D. dan Henkind, Paul. 1988. Photostress Recovery in Chronic Open

Angle Glaucoma. British Journal of Ophthalmology, 72, 641-645.

Simpson, Richard C. 2013. Computer Access for People with Disabilities: A Human

Factors Approach. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group.

Soedarso. 2000. Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif). Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.


136

Suhendi, Fitriyana. 2013. Mewaspadai Pengaruh Negatif Radiasi

Komputer/Laptop Terjadap Mata dan Tubuh Anda. Tersedia di

http://www.safetysign.co.id/news/106/Mewaspadai-Pengaruh-Negatif-

Radiasi-Komputer-Laptop-terhadap-Mata-dan-Tubuh-Anda diakses pada 14

Agustus 2016.

Sya’ban, Abdul Rahim, dan Riski, I. Rai. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan

Dengan Gejala Kelelahan Mata (Asstenopia) pada Karyawan Pengguna

Komputer PT. Grapari Telkomsel Kota Kendari. Prosiding Sembistek 2014,

754-768.

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan

Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS.

Titicombe, A. F. dan Willson, R. G. 1961. Flicker Fusion in Multiple Sclerosis. J.

Neurol Neurosurg Psychiatry, 24, 260-265.

Versura, Piera dan Campos, EC. 2005. Menopause and Dry Eye. A Possible

Relationship. Gynecol Endocrinol, 20(5), 289-298.

Wachler, Brian S. Boxer. 2014. Eye Fatigue: Causes, Symptoms, and Treatment.

Tersedia di http://www.webmd.com/eye-health/eye-fatigue-causes-symptoms-

treatment diakses pada 5 Mei 2016.

Wahyudi, Desi. 2006. Studi tentang Penerangan dan Keluhan Kelelahan Mata

pada Pengguna Komputer Di Bagian Akuntansi Umum Biro Akuntansi PT.

Petro Kimia Gresik, Jawa Timur. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Airlangga.
137

Widowati, Evi. 2009. Pengaruh Intensitas Pencahayaan Lokal. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, KEMAS 5 (1), 64-69.

Wimalasundera, Saman. 2006. Computer Vision Syndrome. Galle Medical Journal,

11 (1), 25-29.

Zainuddin, Huda dan Isa, Muhammad. 2014. Effect of Human and Technology

Interaction: Computer Vision Syndrome among Administrative Staff in a

Public University. International Journal of Business, Humanities and

Technology, 4 (3), 39-44.


LAMPIRAN

138
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN KELUHAN

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER

DI CALL CENTER PT. AM

TAHUN 2016

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam rangka menyelesaikan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang


Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016”, maka peneliti memohon
kesediaan pekerja untuk menjawab pertanyaan/kuesioner yang telah disediakan
oleh peneliti.

Demi kelancaran pengisian kuesioner, maka peneliti akan menjamin


kerahasiaan setiap data yang pekerja isikan pada kuesioner ini. Apabila ada hal-
hal yang tidak berkenan, maka responden berhak mengajukan pengunduran diri
dari kegiatan penelitian ini.

Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada pekerja


atas kerja samanya. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Tangerang Selatan, September 2016


Responden, Peneliti,

( ........................................) (Farras Putri Arianti)


KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN KELUHAN

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER

DI CALL CENTER PT. AM

TAHUN 2016

Petunjuk Pengisian:

 Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada
jawaban yang anda pilih
 Isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi anda saat ini

Identitas Responden

No. Responden : (diisi oleh peneliti)

Nama :

Jenis Kelamin :L/P

TTL/Usia :

No. Handphone :

A. Kelainan Refraksi Mata dan Alat Pelindung Mata


Kapan terakhir kali anda memeriksakan mata anda?

.................. hari lalu / minggu lalu / bulan lalu / tahun lalu*

*coret yang tidak perlu

A1 Apakah anda menggunakan kacamata?


(1) Ya A1 ( )
(2) Tidak (lanjut ke A3)
A2 Jenis kacamata apa yang anda gunakan?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
Kacamata minus 1 2 A2a ( )

Kacamata plus 1 2 A2b ( )


Kacamata silinder 1 2 A2c ( )

Lensa kontak 1 2 A2d ( )

Tidak ada 1 2 A2e ( )

A3 Apakah anda menggunakan kacamata saat menggunakan


komputer? A3 ( )
(1) Ya
(2) Tidak
A4 Apakah lensa kacamata anda menggunakan lensa anti radiasi?
A4 ( )
(1) Tidak
(2) Ya
A5 Apakah anda menggunakan lensa kontak saat menggunakan
komputer? A5 ( )
(1) Ya
(2) Tidak (lanjut ke B1)
A6 Jenis lensa kontak apa yang anda gunakan?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak

Minus 1 2 A6a ( )

Plus 1 2 A6b ( )

Silinder 1 2 A6c ( )

Normal 1 2 A6d ( )

A7 Apakah lensa kontak anda terbuat dari bahan silikon


hydrogel?
A7 ( )
(1) Tidak
(2) Ya

B. Istirahat Mata
Apakah selama bekerja menggunakan komputer anda
melakukan kegiatan di bawah ini?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
B1 Ya Tidak

Mengistirahatkan mata 1 2 B1a ( )


Mengistirahatkan tubuh 1 2 B1b ( )

Melakukan peregangan tubuh 1 2 B1c ( )

B2 Berapa jeda waktu untuk mengistirahatkan mata anda setelah


bekerja menggunakan komputer?
B2 ( )
(1) 1-2 jam sekali
(2) 30-60 menit sekali
(3) 10-20 menit sekali
B3 Apa yang anda lakukan ketika mengistirahatkan mata anda?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

Ya Tidak

Berpaling dari layar komputer 1 2 B3a ( )

Melihat jauh 1 2 B3b ( )

Mengedipkan mata cepat beberapa detik 1 2 B3c ( )

Lainnya ........ B3d ( )

B4 Berapa jeda waktu untuk mengistirahatkan tubuh anda


setelah bekerja menggunakan komputer?
B4 ( )
(1) 3-4 jam sekali
(2) 1-2 jam sekali
(3) 30-60 menit sekali
B5 Apa yang anda lakukan ketika mengistirahatkan tubuh anda?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

Ya Tidak

Berdiri 1 2 B5a ( )

Bergerak 1 2 B5b ( )

Melakukan sesuatu yang lain selain


1 2 B5c ( )
menggunakan komputer

Lainnya ........ B5d ( )


B6 Berapa jeda waktu untuk meregangkan tubuh anda setelah
bekerja menggunakan komputer?
B6 ( )
(1) 5-6 jam sekali
(2) 3-4 jam sekali
(3) 1-2 jam sekali

C. Keluhan Kelelahan Mata


C1 Apakah anda mengalami gangguan atau gejala seperti di
bawah ini (setelah menggunakan komputer)?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak

mata tegang (mata sakit atau mata lelah) 1 2 C2a ( )

sakit kepala 1 2 C2b ( )

pandangan kabur saat melihat dekat 1 2 C2c ( )

fokus mata berubah perlahan 1 2 C2d ( )

pandangan kabur saat melihat jauh setelah


1 2 C2e ( )
melakukan pekerjaan dengan jarak dekat

sensitif terhadap cahaya 1 2 C2f ( )

iritasi mata (mata perih, mata kering, mata


1 2 C2g ( )
merah)

lensa kontak tidak nyaman 1 2 C2h ( )

sakit pada leher dan bahu 1 2 C2i ( )

sakit pada punggung 1 2 C2j ( )


D. Hasil Pengukuran

D1. Lux Meter : .........., .........., ......... = .......... (diisi peneliti)

1. Tidak standar

2. Standar

D2. Jarak Monitor : .......... cm (diisi peneliti)

1. Jarak tidak ideal

2. Jarak ideal

D3. Pengukuran Refraksi Mata (diisi oleh peneliti)

1. Ada kelainan

2. Tidak ada kelainan

 TERIMA KASIH 

SELAMAT BEKERJA KEMBALI


Lampiran 2: Foto Lokasi Penelitian

Sumber : http://www.andya-projects.com/andya-project/business/
Lampiran 3: Peta Pencahayaan

Keterangan
= Meja Kerja = Lampu = Jendela
Lampiran 4: Output Hasil Statistik Data

A. Analisis Univariat

1. Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan Mata

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada Keluhan 157 92.4 92.4 92.4

Tidak Ada Keluhan 13 7.6 7.6 100.0

Total 170 100.0 100.0

2. Jarak Monitor

Jarak Monitor

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Jarak Tidak Ideal 9 5.3 5.3 5.3

Jarak Ideal 161 94.7 94.7 100.0

Total 170 100.0 100.0

3. Alat Pelindung Mata

Alat Pelindung Mata

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Menggunakan 137 80.6 80.6 80.6

Menggunakan 33 19.4 19.4 100.0

Total 170 100.0 100.0


4. Istirahat Mata

Istirahat Mata

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Cukup 56 32.9 32.9 32.9

Cukup 114 67.1 67.1 100.0

Total 170 100.0 100.0

5. Tingkat Pencahayaan

Tingkat Pencahayaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak standar 149 87.6 87.6 87.6

Standar 21 12.4 21.4 100.0

Total 170 100.0 100.0

6. Usia

Usia Berisiko

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Berisiko 170 100.0 100.0 100.0

7. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 150 88.2 88.2 88.2

Laki-Laki 20 11.8 11.8 100.0

Total 170 100.0 100.0


8. Kelainan Refraksi Mata

Kelainan Refraksi Mata

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada Kelainan 93 54.7 54.7 54.7

Tidak ada kelainan 77 45.3 45.3 100.0

Total 170 100.0 100.0

B. Analisis Bivariat

1. Jarak Monitor dan Keluhan Kelelahan Mata

Jarak Monitor * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation

Kelelahan Mata

Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Total

Jarak Monitor Jarak Tidak Ideal 9 0 9

100.0% .0% 100.0%

Jarak Ideal 148 13 161

91.9% 8.1% 100.0%

Total 157 13 170

92.4% 7.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .787a 1 .375

Continuity Correctionb .059 1 .808

Likelihood Ratio 1.473 1 .225

Fisher's Exact Test 1.000 .480

Linear-by-Linear Association .782 1 .376

N of Valid Casesb 170

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,69.

b. Computed only for a 2x2 table


2. Alat Pelindung Mata dan Keluhan Kelelahan Mata

Alat Pelindung Mata * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation

Kelelahan Mata

Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Total

Alat Pelindung Mata Tidak Menggunakan 125 12 137

91.2% 8.8% 100.0%

Menggunakan 32 1 33

97.0% 3.0% 100.0%

Total 157 13 170

92.4% 7.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.236a 1 .266

Continuity Correctionb .558 1 .455

Likelihood Ratio 1.501 1 .221

Fisher's Exact Test .467 .238

Linear-by-Linear Association 1.229 1 .268

N of Valid Casesb 170

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,52.

b. Computed only for a 2x2 table


3. Istirahat Mata dan Keluhan Kelelahan Mata

Istirahat Mata * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation

Kelelahan Mata

Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Total

Istirahat Mata Tidak Cukup 53 3 56

94.6% 5.4% 100.0%

Cukup 104 10 114

91.2% 8.8% 100.0%

Total 157 13 170

92.4% 7.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .620a 1 .431

Continuity Correctionb .231 1 .631

Likelihood Ratio .657 1 .418

Fisher's Exact Test .549 .325

Linear-by-Linear Association .616 1 .432

N of Valid Casesb 170

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,28.

b. Computed only for a 2x2 table


4. Tingkat Pencahayaan dan Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan Mata

Tidak Ada
Ada Keluhan Keluhan Total

Tingkat Tidak Standar 142 7 149


Pencahayaan
95.3% 4.7% 100.0%

Standar 15 6 21

71.4% 28.6% 100.0%

Total 157 13 170

92.4% 7.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 14.854a 1 .000

Continuity Correctionb 11.666 1 .001

Likelihood Ratio 10.216 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 14.767 1 .000

N of Valid Casesb 170

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,61.

b. Computed only for a 2x2 table


5. Jenis Kelamin dan Keluhan Kelelahan Mata

Jenis Kelamin * Kelelahan Mata Crosstabulation

Kelelahan Mata

Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Total

Jenis Kelamin Perempuan 140 10 150

93.3% 6.7% 100.0%

Laki-Laki 17 3 20

85.0% 15.0% 100.0%

Total 157 13 170

92.4% 7.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.735a 1 .188

Continuity Correctionb .756 1 .385

Likelihood Ratio 1.434 1 .231

Fisher's Exact Test .184 .184

Linear-by-Linear Association 1.725 1 .189

N of Valid Casesb 170

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,53.

b. Computed only for a 2x2 table


6. Kelainan Refraksi Mata dan Keluhan Kelelahan Mata

Kelainan Refraksi Mata * Kelelahan Mata Crosstabulation

Kelelahan Mata

Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Total

Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan 91 2 93

97.8% 2.2% 100.0%

Tidak ada kelainan 66 11 77

85.7% 14.3% 100.0%

Total 157 13 170

92.4% 7.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8.784a 1 .003

Continuity Correctionb 7.149 1 .007

Likelihood Ratio 9.349 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .003

Linear-by-Linear Association 8.732 1 .003

N of Valid Casesb 170

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,89.

b. Computed only for a 2x2 table


C. Analisis Multivariat

MODEL 1

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.716 3 .000

Block 19.716 3 .000

Model 19.716 3 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square

1 72.105a .110 .262

a. Estimation terminated at iteration number 7 because


parameter estimates changed by less than ,001.

Variables in the Equation

95,0% C.I.for
EXP(B)
Exp(B
B S.E. Wald df Sig. ) Lower Upper

Step 1a TingkatPencahayaan 2.146 .665 10.403 1 .001 8.551 2.321 31.505

KelainanRefraksiMata 2.011 .816 6.077 1 .014 7.469 1.510 36.945

JenisKelamin .625 .784 .635 1 .426 1.868 .402 8.683

Constant -9.227 2.037 20.524 1 .000 .000

a. Variable(s) entered on step 1: TingkatPencahayaan ,


KelainanRefraksiMata, JenisKelamin.
MODEL 2

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.121 2 .000

Block 19.121 2 .000

Model 19.121 2 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square

1 72.700a .106 .255

a. Estimation terminated at iteration number 7 because


parameter estimates changed by less than ,001.

Variables in the Equation

95,0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step 1a TingkatPencahayaan 2.139 .661 10.460 1 .001 8.488 2.322 31.021

KelainanRefraksiMata 2.065 .811 6.483 1 .011 7.883 1.609 38.637

Constant -8.577 1.827 22.046 1 .000 .000

a. Variable(s) entered on step 1: TingkatPencahayaan ,


KelainanRefraksiMata.
MODEL INTERAKSI

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step .003 1 .956

Block .003 1 .956

Model 19.124 3 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square

1 72.697a .106 .255

a. Estimation terminated at iteration number 7 because


parameter estimates changed by less than ,001.

Variables in the Equation

95,0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step 1a TingkatPencahayaan 2.299 3.007 .584 1 .445 9.961 .027 3.615E3

KelainanRefraksiMata 2.193 2.502 .769 1 .381 8.965 .067 1.209E3

KelainanRefraksiMata by
-.089 1.635 .003 1 .956 .915 .037 22.542
TingkatPencahayaan

Constant -8.810 4.663 3.570 1 .059 .000

a. Variable(s) entered on step 1 KelainanRefraksiMata *


TingkatPencahayaan
MODEL AKHIR

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19.121 2 .000

Block 19.121 2 .000

Model 19.121 2 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square

1 72.700a .106 .255

a. Estimation terminated at iteration number 7 because


parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Predicted

Kelelahan Mata

Ada Tidak Ada Percentage


Observed Keluhan Keluhan Correct

Step 1 Kelelahan Mata Ada Keluhan 157 0 100.0

Tidak Ada Keluhan 13 0 .0

Overall Percentage 92.4

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

95,0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step 1a TingkatPencahayaan 2.139 .661 10.460 1 .001 8.488 2.322 31.021

KelainanRefraksiMata 2.065 .811 6.483 1 .011 7.883 1.609 38.637

Constant -8.577 1.827 22.046 1 .000 .000

a. Variable(s) entered on step 1 TingkatPencahayaan ,


KelainanRefraksiMata.

Anda mungkin juga menyukai