Anda di halaman 1dari 245

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI BAGIAN OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA

TELKOM BSD (BUMI SERPONG DAMAI) TANGERANG TAHUN 2011

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh: SITI MARYAMAH NIM: 106101003356

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2011

Siti Maryamah

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, Juni 2011 Siti Maryamah, NIM: 106101003356 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Tahun 2011 (xx + 96 halaman, 12 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 2 lampiran) ABSTRAK Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata yang berdampak pada kelelahan mata.Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata seperti faktor usia, kelainan refraksi, istirahat mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor maupun durasi penggunaan komputer. Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah 142 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 106 orang. Data penelitian ini didapat dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, usia, istirahat mata, kelainan refraksi dan durasi penggunaan komputer. Sedangkan tingkat pencahayaan dan jarak monitor diukur secara langsung dengan menggunakan lux meter dan penggaris. Hasil uji statistik chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata yaitu pada taraf signifikan () = 0,05 dan p sebesar 0,047 (p<0,05), OR=4,17. Pada tingkat pencahayaan hasil uji statistik chi square dengan taraf signifikan () = 0,05 dan p sebesar 0,003 (p<0,05) , OR=9,544. Ini berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Berdasarkan penelitian ini disarankan kepada perusahaan untuk memasang anti glare pada monitor, meningkatkan kualitas pencahayaan, melakukan perawatan lampu dan melakukan pemeriksaan mata secara berkala. Bagi pekerja upayakan selalu melakukan istirahat mata dan hindari penggunaan kontak lensa pada saat bekerja. Bagi peneliti lain disarankan dapat melakukan pengukuran keluhan kelelahan mata dengan metode lain seperti tes Photostress recovery, tes Flicker Fusion Eyes dan tes waktu reaksi.
Daftar Bacaan : 35 (1988-2010)
ii

JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, Juli 2011 Siti Maryamah, NIM : 106101003356 Factors Assosiated with Eyestrain Complains in Computer User at Outbound Call Graha Telkom Building Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang of Year 2011 (xx + 97 Pages, 12 Tables, 1 Pictures, 1 Grafics, 5 Attachments) ABSTRACT Generally, millions job is done with eyes when used the computer. So, there is some worker who has eyestrain as the effect for work with computer and the electromagnetic wave which is generated by the monitor can causes the radiation and can interferes the health of our eyes which is impact to eyestrain. Therefore, it needs to know the factors which are related with eye complaints such as age factor, refractive disorder, rest the eyes, lighting levels, distance of monitor and duration of the computer use. This research is quantities with cross sectional method. The population in this research is all the employee from Outbound Call section in Graha Telkom BSD Tangerang which the amount is 142 employees. The sample in this research is 106 employees. Reasearchs data obteined by using a questionnaire to determine eyestrain complain, age, rest the eyes, refractive disorder and duration of the computer use. Meanwhile, lighting level and the distance of monitor measured directly by using luxmeter and ruler. The result of chi square statistic test shows there is significant relation between the rest of eye with eyestrain complaint which is in significant degree () = 0,05 and p for 0,047 (p<0,05), OR=4,17. In lightning levels, chi square statistic test result with significant degree () = 0,05 and p for 0,003 (p<0,05) , OR=9,544. This has significant relation between lighting levels with eyestrain complain. Based on this research, the writer suggests to the company to instaling be oppose glare, increase the lightning quality, does the lamp treatment and does the eyes check periodically. For the employees, they always should rest their eyes and ovoiding use lens contact when they work. For the other researcher, the writer suggests they can does measure eyestrain complaints with another method like as Photostress Recovery test, Flicker Fusion Eyes test and reaction time test. Reading list: 36 (1988-2010)
iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI BAGIAN OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA TELKOM BUMI SERPONG DAMAI (BSD) TANGERANG TAHUN 2011

Telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 23 Juni 2011

Yuli Amran SKM, MKM Pembimbing I

Ela Laelasari SKM, MKM Pembimbing II

iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 23 Juni 2011

Penguji I

Yuli Amran SKM, MKM

Penguji II

dr. Yuli Prapanca Satar MARS

Penguji III

dr. Ria Diandini

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Jenis kelamin

: Siti Maryamah : Perempuan

Tempat, Tanggal lahir : Karawang, 5 Desember 1988 Golongan Darah Agama Kewarganegaraan Alamat :O : Islam : Indonesia : Jln. By Pass Jomin No.1 RT 07/02, Kp. Rawasari, Ds. Jomin Timur, Kec. Kota Baru, Cikampek 41373 No. Telepon E-mail : 0856-1028052, 021-38343 : vero_mariam@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1994-2000 : SDN Jomin Timur 1 Cikampek 2. Tahun 2000-2003 : SMPN 1 Cikampek 3. Tahun 2003-2006 : SMAN 1 Cikampek 4. Tahun 2006-2011 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrohim,,, Puji syukur kehadirat Allah Swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan pada kita semua. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Tahun 2011 bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr MK. Tadjudin selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Yuli Prapanca Satar selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat. 3. Ibu Yuli Amran SKM, MKM dan Ibu Ela Laelasari SKM, MKM selaku dosen pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran-saran kepada penulis. 4. Untuk staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas kemudahan dan bantuannya untuk cepat menyelasaikan skripsi ini. 5. Pimpinan dan Staf Karyawan Graha Telkom BSD Tangerang, Pak Makmur, Pak Pinto, Bu Leni, Pak Le, terimakasih atas bantuan dan informasinya. Serta segenap karyawan yang telah banyak membantu untuk memberikan informasi dan data dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii

6. Untuk keluarga, Ayahanda, Ibunda serta adik-adik tersayang, terimakasih atas perhatian segala doa dan cinta serta kesabarannya yang tidak terbatas yang senantiasa memberikan semangat dan harapan tanpa jemu serta dukungan moril dan materiil, segala jasa pengorbanan senantiasa terpahat diingatan. 7. Tak lupa pula teman-teman khususnya Kesmas06 dan teman-teman kozn yang selalu berteriak kencang memberikan lecutan semangat dan doa, sadarlah kawan kalian bentuk pasti dari makna sahabat sejati. 8. Untuk semua pihak yang telah membantu, terimakasih. Penulis pribadi tidak dapat membalas kecuali dengan ucapan Jazakumullah Khaira al-Jaza, semoga Allah SWT yang membalasnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 10 Juni 2011

Penulis

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA ................................................... ABSTRAK ......................................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. LEMBAR PENGESAHAN .. DAFTAR RIWAYAT HIDUP . KATA PENGANTAR ...................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR BAGAN ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN . BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................... 1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................

i iii iv v Vi vii ix xv xvi xvii xviii xix 1 1 7 8 9 9 10 11

ix

1.5.1 Bagi Perusahaan........................................................................ 1.5.2 Bagi Program Studi ............................................................... 1.5.3 Bagi Peneliti ............................................................................ 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Kelelahan .......................................................................................... 2.2 Mata .................................................................................................. 2.2.1 Fisiologi Mata ......................................................................... 2.2.2 Proses Kerja Mata ................................................................... 2.2.3 Kelainan Refraksi Mata .......................................................... 2.3 Kelelahan Mata ................................................................................. 2.3.1 Definisi .................................................................................... 2.3.2 Gejala-Gejala Kelelahan Mata ................................................ 2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata ................................................... 2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata ... 2.4.1 Pencahayaan . 1) Sumber Pencahayaan . 2) Sistem Pencahayaan ... 3) Pengukuran Pencahayaan ... 4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan 5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan . 2.4.2 Suhu dan Kelembaban .

11 11 12 12 13 13 13 13 18 19 21 21 22 24 27 27 28 29 30 30 32 34

2.4.3 Usia .. 2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer . 2.4.5 Istirahat Mata ... 2.5 Komputer .......................................................................................... 2.5.1 Bagian-Bagian Komputer ....................................................... 2.5.2 Jarak Monitor komputer .......................................................... 2.6 Kerangka Teori ................................................................................ BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS .................................................................................... 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 3.3 Hipotesis ........................................................................................... BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 4.4 Instrumen Penelitian ........................................................................ 4.5 Metode Pengumpulan Data 4.6 Pengolahan Data ............................................................................... 4.7 Analisis Data .................................................................................... BAB V HASIL .................................................................................................. 5.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................................

35 37 38 40 40 41 42

44 44 46 48 49 49 49 49 51 52 54 56 58 58

xi

5.1.1 Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. ........... 5.1.2 Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. .................. 5.1.3 Outbond Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang .............................................................................. 5.2 Analisis Univariat ............................................................................... 5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ................................................ 5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ................................................ 5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ............................................................................ a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi) ... b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) .............. c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) ......................................................................... 5.3 Analisis Bivariat ................................................................................. 5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung

58 60

60 62

62

63

65 65 67

68 69

xii

Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ......................... 70 5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011............. 5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011............................................................................. 5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ............................................................................ 5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011............. 5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011........................................................... 75 BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 6.2 Keluhan Kelelahan Mata .............................................................. 77 77 77 74 73 72 71

xiii

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata ............. 80 6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata .............................................................................................. 82 6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata .............................................................................................. 83 6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata ............................................................................. 85 6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata .............................................................................................. 86 6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata .............................................................. BAB VII PENUTUP ......................................................................................... 7.1 Simpulan ....................................................................................... 7.2 Saran ............................................................................................. 88 90 90 92

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94 LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 2.1 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan pada Tempat Kerja dengan Komputer .............................................. Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi ................ Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ......................... Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.. Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ............................................... Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011........................................ Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................

Halaman

33 37

2.2 5.1

63

5.2

65

5.3

67

5.4

68

5.5

70

5.6

71

5.7

72

xv

5.8

Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................

73

5.9

Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011........................................ Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..

74

5.10

75

xvi

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan 2.1 3.1 Kerangka Teori ......................................................... Kerangka Konsep ......................................................

Halaman 43 45

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar 2.1 Anatomi Mata .........................................................

Halaman 14

xviii

DAFTAR GRAFIK

Nomor Grafik 5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ....................

Halaman

64

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran 1 2 Kuesioner Penelitian ............................................... Output Hasil Analisis Univariat dan Bivariat .........

Halaman

xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di tempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari lingkungan kerja, kondisi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja), juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya (Kurniawidjaja, 2008). Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapatkan perlindungan, yang meliputi perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia seutuhnya (Haniatun, 2005). Manusia sebagai sumber daya utama dalam dunia usaha memiliki peranan penting. Administrasi berkaitan erat dengan peran manusia sebagai sumber daya utama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Administrasi adalah ilmu atau seni yang mempelajari kerja sama sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam melaksanakan pekerjaan administrasi tidak sama dengan melaksanakan fungsi tata usaha. Melaksanakan pekerjaan administrasi sama dengan melaksanakan semua fungsi administrasi yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan. (Muninjaya, 2004). Salah satu pekerjaan di bagian Administrasi ialah bagian Outbound Call yang disibukkan dengan proses input data. Dalam proses input data banyak dilakukan kegiatan mengetik menggunakan komputer untuk memudahkan melakukan pekerjaan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pemakaian komputer biasanya menghabiskan waktu berjam-jam, terutama bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai alat bantu kerja utama. Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Kemajuan dunia komputer berdampak positif bagi manusia. Tetapi kadang dampak negatif penggunaan komputer sering tidak diperhatikan oleh pekerja. Salah satu hal yang paling mudah diamati adalah dampak komputer bagi kesehatan individu pemakainya. Secara luas, memang dikenal beberapa gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pemakaian komputer, antara lain Repetitive Stress/Strain Injury (RSI), Computer Vision Sindrome (CVS), dan Medan Elektromagnetik. Computer Vision Sindrome (CVS) sendiri merupakan kelelahan mata yang dapat mengakibatkan sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, dan berbagai masalah penglihatan lainnya (Yanuar, 2009).

CVS tentunya dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi pekerja. (Adriono, 2009). American Optometric Association dan Federal Occupational Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan. Menurut Pascarelli (2004), dikatakan bahwa 60 juta orang menderita masalah mata dan yang jumlahnya meningkat 1 juta per tahun. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga sebagian CVS terjadi karena gambar di layar komputer terus-menerus kembali diproyeksikan pada frekuensi cepat (refresh rate). Dalam dunia nyata, mata selalu digunakan untuk melihat semua bentuk tiga dimensi. Dalam sistem komputer yang menggunakan layar dua dimensi, mata kita dipaksa untuk dapat mengerti bahwa objek pada layar tampilan yang sesungguhnya berupa objek dua dimensi harus dipahami sebagai objek tiga dimensi dengan teknik-teknik tertentu (Santoso, 2009). Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama di depan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala

dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009). Selain itu, menurut Soewarno (1992) dalam (Ariyanti, 2006) menyebutkan bahwa penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata (Astenopia) dan sebaliknya, penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah terjadinya kelelahan mata. Menurut Budiono (2008) pengguna komputer yang mengoperasikan komputer dengan pencahayaan kurang dari 300 lux, berisiko sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding penguna komputer dengan pencahayaan lebih atau sama dengan 300 lux. Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi dapat menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1991).

Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Optometri Amerika pada tahun 2004 menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya kelelahan mata, yaitu jenis atau karakteristik monitor komputer, serta adanya kelainan refraksi atau pembiasan pada pengguna. Kemudahan seseorang untuk dapat melihat suatu objek kerja di lingkungan kerja, menurut Pheasant (1991) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pencahayaan (illumination levels), ukuran objek kerja, bentuk objek kerja, kekontrasan, lama waktu untuk melihat objek kerja, dan jarak melihat objek kerja. Menurut Santoso (2009) faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor

pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Guyton (1991) menyebutkan bahwa usia pekerja juga mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata. Usia juga berpengaruh sebagaimana disebutkan oleh Sumamur (1996) bahwa ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia terutama pada tenaga kerja yang berusia lebih dari 40 tahun. Dalam penelitian Dewi, dkk (2009) menunjukkan bahwa 73,3% dari 30 responden merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja

sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer dengan kelelahan mata pada operator komputer pelayanan pajak di Kantor Samsat Palembang tahun 2009.

Gedung Graha Telkom merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi yang berada di bawah naungan PT. Telkom. Dalam melaksanakan kegiatan perusahaan, bagian Outbound Call sangat disibukkan dengan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Bagian Outbound Call melakukan pengelolaan Customer Relation Management (CRM) melalui aktivitas outbound contact center dengan memanfaatkan teknologi komunikasi terkini melalui telepon, sms, email, website, dan chatting yang terkomputerisasi. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dari 30 responden, 72,5 % responden atau 24 orang merasakan adanya keluhan pada saat bekerja menggunakan komputer. Keluhan akibat kelelahan mata yang paling banyak dirasakan ialah sakit kepala sebanyak 50%, penglihatan kabur sebanyak 40%, mata terasa gatal sebanyak 40%, dan mata terasa pedih sebanyak 37%. Hasil studi pendahuluan menunjukkan lebih dari sebagian responden mengeluhkan adanya gejala kelelahan mata. Berdasarkan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata ditandai dengan mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang, pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Adanya gejala kelelahan mata dapat mengganggu kesehatan mata terutama pada pekerja kantor yang banyak melakukan aktifitas di depan komputer. Bagian Outbound call merupakan bagian yang banyak melakukan aktivitas pekerjaan dengan menggunakan komputer terutama untuk melakukan panggilan kepada pelanggan

menggunakan database yang tersedia di komputer dan melakukan input data pelanggan. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah Teknologi komputer merupakan teknologi tinggi yang belakangan ini berkembang sangat pesat di tengah pesatnya teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatatkan risiko kesehatan kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata diantaranya adalah kelelahan mata. Penggunaan teknologi dan telekomunikasi sangat berkaitan erat. Gedung Graha Telkom yang bergerak dalam bidang telekomunikasi melakukan kegiatan perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagian Outbound Call merupakan bagian yang melakukan input data dengan banyak melakukan kegiatan pekerjaan menggunakan komputer. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang, sebanyak 72,5 % dari 30 responden merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan komputer. Keluhan yang dirasakan diantaranya ialah sakit kepala, penglihatan kabur, mata terasa gatal, dan responden merasakan pedih pada mata.

Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif seperti kelelahan mata. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan komputer yang menyebabkan kelelahan mata, penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 3. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 4. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi

penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 5. Apakah faktor usia pekerja berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

6. Apakah faktor istirahat mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 7. Apakah faktor kelainan refraksi mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 8. Apakah faktor tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 9. Apakah faktor jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 10. Apakah faktor durasi penggunaan komputer berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun 2011.

10

1.4.2

Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 2. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 3. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 4. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 6. Diketahuinya hubungan antara faktor istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 7. Diketahuinya hubungan antara faktor kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

11

8. Diketahuinya hubungan antara faktor tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 9. Diketahuinya hubungan antara faktor jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 10. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan Memberikan informasi bagi perusahaan dalam bidang prespektif kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai keluhan kelelahan mata serta dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi pekerja. 1.5.2 Bagi Program Studi Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi civitas akademik terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. 1.5.3 Bagi Peneliti

12

Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Sampel pada penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Untuk mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dilakukan uji statistik

berdasarkan sumber data yang diperoleh yakni berupa data primer dan sekunder.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Definisi kelelahan menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Pada setiap individu, istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada otot atau tremor yang terjadi pada otot.

2.2 Mata 2.2.1 Fisiologi Mata Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam goncangan. Diameter bola mata manusia 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan
13

14

otomatis

yang

mempertahankan

tekanan

internalnya

untuk

mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).

Sumber: http:www.biotechfordummies.com Gambar 2.1 Anatomi Mata

Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya: a. Kelopak mata Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006). b. Retina Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan

15

berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi untuk melihat pada malam hari, Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006) c. Lensa Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada binting kuning retina. Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006).

16

d. Kornea Kornea memiliki ketebalan 0,5 mm. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya. Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan

permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada benda sekitar (indeks bias relatif). Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006). e. Iris Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006). f. Pupil Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses

17

penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi kelelahan saraf atau deplesi (Hiru, 2004). g. Alat-alat penggerak bola mata Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam macam otot penggerak bola mata, yaitu: 1. musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke arah medial 2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata menjadi axis (abduksi) 3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas 4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah 5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam (endorotasi) 6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah nasal atas dan menyebabkan (Ganong, 2001). mata berputar keluar (eksirotasi)

18

2.2.2 Proses Kerja Mata Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik yang peka terhadap sinar pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Haeny, 2009). Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aqueus humor ke arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak, bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit bukaan pupil akan membesar. Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata. Oleh lensa, cahaya difokuskan ke baian retina melalui vitreous humour. Cahaya ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam hari. Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana terang. Misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003) dalam (Haeny, 2009).

19

2.2.3 Kelainan Refraksi Mata Menurut Ilyas (2008), hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. (Ilyas, 1988). Kelainan refraksi mata terjadi karena bayangan yang dibiaskan tidak tepat di macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan ini disebut pula ametropia (Haeny, 2009). Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006). Hasil penelitian (Hana, 2008) dari 98 responden, 46 diantaranya mempunyai gangguan penglihatan dan 52 pekerja tidak mempunyai gangguan penglihatan serta 82% diantaranya mengalami gejala kelelahan mata. Pekerja dengan gangguan mata terpaksa harus menggunakan kacamata untuk memperjelas penglihatannya.

20

Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu: 1) Miopia (rabun dekat) Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan retina. 2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh) Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada titik di belakang retina. 3) Astigmatisme Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda. 4) Presbiopia (penglihatan tua) Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa perih. Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjang sesuai ukuran snallen dan dipakai untuk menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan

21

kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter, dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.

2.3 Kelelahan Mata 2.3.1 Definisi Menurut Sumamur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan

kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991) dalam (Haeny (2009)). Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan

22

mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejalagejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat. Menurut Ilyas (2008) terdapat tiga jenis Astenophia yaitu Astenophia Acomodatif, Astenophia Muscullar, dan Astenophia

Neurastenik. Astenophia yang terjadi pada pekerja di bagian administrasi tergolong ke dalam Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan otot siliaris akibat daya akomodasi.

2.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama. Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya: 1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata). 2. Penglihatan ganda (double vision).

23

3. Sakit sekitar mata. 4. Daya akomodasi menurun. 5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan kecepatan persepsi. Sedangkan menurut (Pheasant, 1991) gejala-gejala kelelahan mata diantaranya: 1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata. 2. Pandangan kabur, pandangan ganda dan susah dalam memfokuskan penglihatan. 3. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata berair yang merupakan ciri khas terjadinya peradangan pada mata. 4. Sakit kepala, kadang-kadang disertai dengan pusing dan mual serta terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi. Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks dan latar belakang, kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering. Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisilogis (akibat proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai

24

dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang berkonsentrasi. Mata menjadi merah dan berair, disebabkan karena pada saat menggunakan komputer mata diproyeksikan terus menerus dengan melihat layar monitor sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang (Amrizal, 2010).

2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan antara lain: a. Photostress Recovery Test Kelelahan mata dapat diukur dengan menggunakan Photostress Recovery Test yaitu suatu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Pengukuran yang dilakukan didasarkan pada reaksi fotokimia yang terjadi pada retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen ephithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen penglihatan. Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen penglihatan (Marsida, 1999) dalam (Hanun, 2008).

25

b. Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test) Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan itulah disebut frekuensi kelipan mulus. Jika seseorang dalam keadaan tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Sedangkan, jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985) dalam (Tarwaka dkk, 2004). Tes frekuensi subjektif kelipan mata juga dapat dipakai untuk mengukur kelelahan kerja. Selain itu, uji kelipan mata ini untuk

menunjukkan keadaaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk, 2004).

26

c. Tes Uji Waktu Reaksi Selang waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan timbulnya jawaban disebut waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi untuk refleks regang misalnya refleks ketok lutut adalah 19-24 ms. Sedangkan waktu reaksi terhadap sinar adalah waktu reaksi reseptor penglihatan, pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik. Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator berupa LED (Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah berwarna (biru, hujau, kuning dan merah). Pengukuran dengan menggunakan lampu indikator empat warna ini dimaksudkan untuk mengamati hubungan antara waktu reaksi terhadap warna sumber cahaya, sebab menurut teori Young-Helmholt terdapat tiga jenis sel kerucut dalam retina yang masing-masing peka terhadap warna tertentu (Ganong, 2001). Selain itu, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH, 1999) dalam (Budi, 2008).

27

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata 2.4.1 Pencahayaan Sumamur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu, penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006). Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan

28

pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

1) Sumber Pencahayaan Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006). 1. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat memberikan intensitas cahaya yang tetap. 2. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan berikut: a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan. buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai

29

b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap

menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.

2) Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja. Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009). Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006).

30

3) Pengukuran Pencahayaan Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan dinyatakan dalam satuan lux (Sumamur, 1996). Penilaian pencahayaan, menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini. Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada penerangan lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin diketahui intensitasnya (Santoso, 2004).

4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan Menurut Sumamur (1996), faktor yang menentukan

pencahayaan diantaranya: a. Luminansi Luminansi (luminance) adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan obyek. Besaran ini mempunyai satuan lilin/meter persegi. Semakin besar luminansi suatu obyek, rincian obyek yang dapat dilihat oleh mata akan semakin bertambah. Diameter bola mata akan semakin mengecil sehingga akan meningkatkan kedalaman fokusnya.

31

b. Kontras Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dipancarkan oleh suatu obyek dan cahaya dari latar belakang obyek tersebut. Kontras didefinisikan sebagai selisih antara luminansi objek dengan latar belakangnya dibagi dengan luminansi latar belakang. Nilai kontras positif akan diperoleh jika cahaya yang dipancarkan oleh sebuah obyek lebih besar disbanding dengan yang dipancarkan oleh latar belakangnya. Nilai kontras negatif dapat menyebabkan obyek yang sesungguhnya terserap oleh latar belakang, sehingga menjadi tidak Nampak. Jadi, obyek dapat mempunyai kontras positif atau negatif tergantung dari luminansi obyek itu terhadap luminansi latar belakangnya. c. Kecerahan Kecerahan (brightness) adalah tanggapan subyektif pada cahaya. Tidak ada arti khusus dari tingkat kecerahan seperti pada luminansi dan kontras, tetepi luminansi yang tinggi berimplikasi pada kecerahan yang tinggi pula. d. Kesilauan Kesilauan dapat terjadi apabila perbedaan luminansi melebihi perbandingan 40:1, namun pada umumnya terjadi karena keterbatasan kemampuan mata dalam melihat. Permukaan permukaan tempat kerja perlu dijaga dari kesilauan yang mungkin dapat mengganggu pekerja.

32

e. Arah Pencahayaan Dalam mengatur pencahayaan secara baik, sumber-sumber cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna. Cahaya-cahaya dari berbagai arah dapat meniadakan adanya gangguan yang terjadi oleh bayangan.

5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan Menurut Santoso (2004) Nilai Ambang Batas (NAB) digunakan sebagai rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya pencegahan pada dampak kesehatan. NAB pencahayaan ditetapkan menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta

penerangan dalam tempat kerja (pasal 14) sebagai berikut: 1. Pencahayaan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam lingkungan perusahaan, paling sedikit 20 lux. 2. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kasar, paling sedikit 50 lux. 3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara sepintas lalu, paling sedikit 100 lux. 4. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit 200 lux. 5. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan secara teliti barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit 300 lux.

33

6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang yang halus dengan kontras yang sedang dan waktu yang lama, paling sedikit 500-1000 lux. 7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux. Selain itu, sumber cahaya yang dipergunakan harus

menghasilkan kadar pencahayaan yang tetap dan menyebar serata mungkin serta tidak boleh berkedip-kedip. Grandjean (1988) menyusun rekomendasi tingkat penerangan pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux seperti berikut: Tabel 2.1 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja dengan Komputer Keadaan Pekerja Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang terbaca jelas Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak terbaca jelas Tugas memasukan data Sumber: (Grandjean, 1988) Tingkat Pencahayaan (lux) < 400

400-500

> 500-700

34

2.4.2

Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009). Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan prosentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan 100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika suhu terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul. (Shoftwati, 2009) Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004). Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 240C 260C bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu

35

rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan. (Sumamur, 1996) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-280C, sedang untuk kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya

diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 280C perlu dipasang Air Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya. Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001).

2.4.3

Usia Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang.

36

Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina (Guyton, 1991). Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang (Sumamur, 1996). Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang. Kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan titik dekat atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut.

37

Tabel 2.2 Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi Umur (Tahun) 10 20 30 40 50 60 Sumber: (Ilyas, 2008) 2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam. Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005). Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006). Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan Titik Dekat (cm) 7 10 14 22 40 200

38

komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk itu, diperlukan waktu istirahat dan asupan makanan untuk kembali meninggikan kadar bahan bakar di dalam tubuh (Yanuar, 2009).

2.4.5

Istirahat mata Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya: 1. Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan mengedipkan mata secara relaks. 2. Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbedabeda. 3. Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang.

39

Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang (Santoso, 2009). Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997). Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009). Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.

40

2.5 Komputer 2.5.1 Bagian-bagian komputer Komputer terdiri atas 2 bagian besar yaitu perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Selain itu, komputer terdiri dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT). CPU disebut juga sebagai prosesor yakni unit yang mengolah data. VDT adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara elektronik. VDT merupakan bagian layar monitor yang paling berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap kesehatan mata. Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi sebagai televisi. Terdapat VDT jenis lain yang menggunakan plasma dan Elektro Luminance Display (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD) yang saat ini banyak dipergunakan. VDT dan CRT terdiri atas katoda yang berfungsi sebagai sumber elektron untuk mengatur intensitas sinar elektron, dan satu seri anoda yang terdiri atas dua atau tiga anoda, yang berfungsi untuk mempercepat, memfokuskan dan mengatur sinar elektron. Iluminasi

yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4,396 lumen/m2 (Fauzia, 2004). Bagian-bagian yang penting dalam perangkat komputer ialah keyboard dan mouse. Keyboard adalah Alat input yang digunakan untuk

41

mengetik informasi ke dalam komputer dan menjalankan berbagai intruksi atau perintah ke dalam komputer. Keyboard merupakan sebuah papan yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbolsimbol khusus lainnya pada komputer. Mouse atau tetikus merupakan salah satu peranti interaktif yang paling banyak digunakan. Mouse berfungsi untuk menempatkan kursor pada posisi tertentu di layar komputer serta mengaktifkan menu pilihan pada suatu program aplikasi deangan cara mengklik tombol mouse. (Santoso, 2009). 2.5.2 Jarak Monitor Komputer Kelelahan mata dapat terjadi apabila mata difokuskan pada objek yang berjarak dekat dalam waktu yang lama karena otot-otot mata harus bekerja lebih keras untuk melihat objek yang berjarak sangat dekat, terutama jika disertai dengan pencahayaan yang menyilaukan. Jika seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007). Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm. Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis

42

antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).

2.6 Kerangka Teori Beberapa penelitian mengenai keluhan kelelahan mata pada pekerja yang menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009), faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan intensitas

penerangan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004) dan jarak melihat monitor (Pheasant 1991) juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006) menambahkan faktor durasi kerja, beban kerja dan posisi pandang. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

43

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Manusia: Usia Kelainan refraksi Istirahat mata Faktor Lingkungan: Intensitas penerangan Suhu Kelembaban Faktor Pekerjaan: Jarak monitor Durasi kerja Beban kerja Posisi pandang

Keluhan Kelelahan Mata

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini bersumber pada beberapa kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban, dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant 1991). Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006)). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara sentral dengan suhu 21C-23C sehingga suhu dan kelembaban di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja dan posisi pandang juga tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel

terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel independent terdiri atas faktor pekerja (usia, istirahat mata, dan kelainan refraksi mata), faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan), dan faktor pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer). Hubungan antara 44

45

variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada Bagan 3.1 berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor Pekerja - Usia - Istirahat mata - Kelainan refraksi mata

Faktor Lingkungan Kerja - Tingkat pencahayaan Keluhan Kelelahan Mata

Faktor Pekerjaan - Jarak monitor - Durasi penggunaan komputer

46 48

3.2 Definisi Operasional No. Variabel Dependent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Kelelahan mata Keluhan gangguan kesehatan Membagikan mata yang dirasakan pekerja. kuesioner Gejala keluhan kelelahan mata pada pekerja diantaranya: - Mata tegang - Penglihatan kabur - Penglihatan rangkap/ganda - Mata merah - Mata perih - Mata berair - Mata gatal/kering - Sakit kepala (NIOSH, 1999) dalam (Haeny, 2009) Definisi Cara Ukur Kuesioner 1. Ya (jika mengalami satu atau lebih gejala kelelahan mata) 2. Tidak (jika tidak mengalami satupun gejala kelelahan mata) Ordinal

No.

Variabel Independent

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

1.

Usia

Jumlah tahun yang dihitung mulai Membagikan karyawan lahir sampai dengan kuesioner dilakukannya penelitian. pada pekerja

Kuesioner

1. > 40 tahun 2. 40 tahun (Sumamur 1996)

Ordinal

47 45

No.

Variabel Independent

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

2.

Istirahat mata

Kegiatan mengistirahatkan mata Membagikan dari layar monitor setiap satu jam kuesioner sekali dan bersifat akumulatif. pada pekerja

Kuesioner

3.

Kelainan refraksi mata

Ada tidaknya gangguan mata Membagikan berupa gangguan penglihatan kuesioner seperti rabun jauh, rabun dekat, pada pekerja dan sebagainya. Jumlah cahaya yang diterima di area titik dilakukannya pengukuran yaitu di tempat didirikannya meja dan komputer, dinyatakan dalam lux.

Kuesioner

1. Tidak 2. Ya (Josefina,1999 dalam Nourmayanti 2009) 1. Ada kelainan 2. Tidak ada kelainan

Ordinal

Ordinal

4.

Tingkat pencahayaan

Mengukur Lux meter langsung dengan direct reading instrument Penggaris/me teran Kuesioner

1. < 300 Lux 2. 300 Lux

Ordinal

5.

Jarak monitor

Jarak yang diukur antara mata Mengukur pekerja dengan layar monitor. Waktu yang digunakan pekerja Wawancara selama bekerja dengan komputer.

1. < 50 cm 2. 50 cm 1. > 4 jam 2. 4 jam

Ordinal

6.

Durasi penggunaan komputer

Ordinal

48 3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 2. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 3. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 5. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 6. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan desain studi cross sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data serta pengukuran variabel independen dan variabel dependen diambil pada waktu yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juni 2011 di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga (Sabri dan Sutanto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah 142 orang. Seluruh karyawan menggunakan komputer selama bekerja. Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai dan karakteristiknya diselidiki atau diukur (Sabri dan Sutanto, 2006). Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi tersebut yaitu karyawan Graha Telkom yang bekerja di bagian Outbound Call dan berada di dalam ruangan pada saat dilakukan pengukuran serta dalam keadaan sehat 49

50

(tidak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit yang menimbulkan gejala keluhan kelelahan mata). Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena beberapa sebab antara lain respoonden menolak ikut penelitian dan responden tidak hadir pada saat penelitian. Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis. Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm adalah 81,8% (P1) dan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor 50 cm adalah 92,5% (P2) (Nourmayanti, 2009). Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti sebesar 95% dengan menggunakan derajat kemaknaan 5% dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar sampel dan uji hipotesis beda dua proporsi adalah sebagai berikut:

= {Z1-/2 2 P(1 P) + Z1-P1(1 P1) + P2(1 P2)}2 (P1 P2)2

Keterangan : n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

Z1-/2 = Derajat kemaknaan 5% (two tail) = 1,96 Z1- P = Kekuatan uji 90% = (P1 + P2) / 2 = (0,87)

51

P1 = proporsi pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm adalah 0,818 P2 = proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor 50 cm adalah 0,925 Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan yaitu sebesar : n = { [1,96 x 2 x 0,87 (1-0,87] + [1,28 x 0,818 (1-0,818) + 0,925 (1-0,925)] }2 (0,8180,925) 2 n = 48 Besar sampel adalah 48 orang pada masing-masing kelompok, sehingga total sampel adalah 96 orang (2x 48orang). Untuk menghindari missing maka ditambahkan 10 orang sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.

4.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: 1. Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, faktor pekerja dan faktor pekerjaan dengan cara menyebarkan kuesioner dan melakukan pengisian kuesioner oleh pekerja. 2. Lux meter Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan dan menggunakan satuan lux.

52

3. Mistar Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari tengah layar monitor sampai ke mata pekerja.

4.5 Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder 1. Data Primer Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Hana (2008). Pertanyaan dalam kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu: a. Keluhan Kelelahan Mata Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata. Jika responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka responden tersebut memiliki salah satu gejala keluhan kelelahan mata. Selain itu dilakukan pula pemeriksaan gejala keluhan kelelahan mata berupa mata merah dan berair.

53

b. Usia Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan penghitungan menjadi satu tahun. c. Istirahat Mata Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan komputer. d. Kelainan Refraksi Mata Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pekerja. e. Durasi Penggunaan Komputer Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun membaca didepan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner. Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain: f. Tingkat Pencahayaan Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah : Pastikan alat dalam kondisi ON

54

Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah pada sumber cahaya.

Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan dibandingkan dengan standard yang ada untuk perkantoran yakni minimal 100 lux dan untuk kegiatan yang membutuhkan ketelitian minimal 300 lux. Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak

menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator. g. Jarak Monitor Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor. 2. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari penulusuran dokumen-dokumen terkait dengan perusahaan seperti gambaran umum perusahaan, data jumlah karyawan, laporan-laporan serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian.

4.6 Pengolahan Data 1. Coding Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam

55

pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data. Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai berikut: a. Keluhan Kelelahan Mata: 1 = Mengeluh, 2 = Tidak mengeluh b. Usia: 1 = > 40 tahun, 2 = 40 tahun c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya e. Tingkat Pencahayaan: 1 = < 300 lux, 2 = 300 lux f. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = 50 cm g. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = 4 jam 2. Editing Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap jawaban meliputi variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata dan hasil variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan dan jarak monitor.

56

3.

Entry Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.

4. Cleaning Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.

4.7 Analisa Data Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel dependen keluhan kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue 0,05

57

artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Rumus umum uji statistik : X2 = {(O-E)2/E} Df = (b-1).(k-1) P = < 0,05 Keterangan: X2 = Chi- Square O = nilai onservasi E = nilai ekspektasi (nilai harapan) B = jumlah baris k = jumlah kolom

BAB V HASIL

5.1. Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1. Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) adalah perusahaan penyelenggara jasa layanan dan jaringan paling lengkap terbesar di Indonesia. TELKOM menyediakan layanan Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed wireline) dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon seluler, data dan internet, jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung maupun melalui anak perusahaan. PT Infomedia Nusantara merupakan salah satu anak perusahaan pada Telkom Grup yang mengkhususkan diri di bidang media penerbitan dan iklan sebagai jembatan komunikasi antar pelaku bisnis dan juga saluran informasi bagi pelanggan telepon Telkom. Saham perusahaan 51% dimiliki langsung oleh Telkom dan 49% sisanya dimiliki oleh anak perusahaan Telkom yang lain. PT.Telkom Juga mempunyai anak perusahaan seperti, Multimedia Nusantara, Telkomsel, Telkomvision/Indonusa, Infomedia, Graha Sarana Duta (GSD) atau Graha Telkom, Patrakom, Bangtelindo, dan PT Finnet Indonesia. Dalam meningkatkan usahanya serta memberikan proteksi yang sesuai dengan keinginan masyarakat, PT.Telkom telah membuka kantor-kantor Cabang dan Perwakilan yang terdapat di berbagai regional yang terdiri dari 7 DIVRE (Divisi Regional) yaitu Divre 1 Sumatera, Divre 2 Jakarta, Divre 3 Jawa Barat,

58

59

Divre 4 Jawa Tengah & DI.Yogyakarta, Divre 5 Jawa Timur, Divre 6 Kalimantan, dan Divre 7 Kawasan Timur Indonesia. Graha Sarana Duta atau gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang merupakan cabang telkom grup yang memberikan jasa pelayanan maupun jaringan di regional Banten dan DKI Jakarta. Beberapa layanan telekomunikasi Telkom diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Telepon tetap (PSTN), layanan telepon tetap yang hingga kini masih menjadi monopoli TELKOM di Indonesia. 2. Telkom Flexi, layanan telepon fixed wireless CDMA. 3. TELKOMNet Instan, layanan akses internet dial up. 4. TELKOMNet Astinet, layanan akses internet berlangganan dengan fokus perusahaan. 5. Speedy, layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band) menggunakan teknologi ADSL. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk juga memiliki komitmen-komitmen dalam meningkatkan mitra kerja usaha, diantaranya: 1. Memberikan produk dan layanan yang terbaik dan berkualitas dengan menjadi penghubung antar pelanggan dan dunia melalui jasa layanan terdepan dalam hal informasi dan komunikasi bagi pelanggan. 2. Memberikan kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan memiliki masa depan yang lebih baik bagi pekerja. 3. Menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan nilai bagi pemegang saham.

60

4. Menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral bagi masyarakat.

5.1.2. Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki visi menjadikan perusahaan sebagai pemimpin di kawasan regional dalam industri informasi terpadu dan media digital. Sedangkan misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu menjadi panutan dalam industri bisnis informasi, media dan konten dengan menciptakan nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan.

5.1.3. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang Outbound Call mengkhususkan diri dalam membuat panggilan telepon atas nama klien, organisasi, atau bisnis kepada pelanggan beragam atau pelanggan potensial. Tujuan utama dari Outbound Call adalah membuat penjualan, mengumpulkan atau berbagi beberapa data yang mencakup survei, telemarketing, atau verifikasi lainnya. Para eksekutif outbound call center dapat menghubungi pelanggan yang sudah ada untuk mempromosikan skema tertentu. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang terbagi dalam tiga divisi yaitu divisi E-Service, Carring, dan Fixed Businies Improvment Program (FBIP). Ketiga divisi tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya, memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:

61

a) E-Service 1. Memberikan informasi tagihan Fixed Telepon, Flexi Classy, dan Speedy lengkap dengan komponen tagihan seperti abonemen, lokal, SLJJ, seluler, dan pajak. 2. Memberikan pelayanan berupa fitur-fitur identitas penelpon, nada tunggu/sela dan telkom memo. 3. Memberikan layanan intagjastel berupa layanan pengiriman informasi tagihan melalui pos langsung ke alamat sesuai permohonan pelanggan. 4. Melakukan konfirmasi atas klaim jastel (jasa telepon) pelanggan apabila terjadi ketidaksesuaian antara pemakaian dengan tagihan yang dikeluhkan pelanggan. b) Carring
1.

Berinteraksi melalui telepon dengan pelanggan untuk menawarkan jasa atau barang.

2.

Menyampaikan skip penjualan yang telah disiapkan untuk membujuk pelanggan potensial atau klien sehingga membeli produk atau jasa tersebut.

3.

Menjelaskan produk dan jasa, menanggapi pertanyaan, dan memperoleh informasi pelanggan.

4. 5.

Mendapatkan pelanggan dan melakukan tindak lanjut pada kontak pertama. Mengembangkan kampanye bertarget penjualan yang meningkatkan penjualan kepada organisasi dari pelanggan koorporat.

62

c) FBIP (Fixed Bussiness Improvement Program) 1. Memberikan solusi keberatan pelanggan atas abonemen, sehingga diganti dengan quota, dan dengan program ini pula pelanggan akan lebih nyaman dalam menggunakan teleponnya karena lebih terkontrol. 2. Memasukkan data dan memelihara database pelanggan yang sudah ada atau pelanggan potensial. 3. Memelihara catatan komunikasi telepon, interaksi, rekening, pesanan, dan pembayaran.

5.2. Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Hasil pengukuran keluhan kelelahan mata diperkuat dengan pengukuran secara objektif dengan melakukan observasi atau pengamatan dalam melihat gejala kelelahan mata pada responden. Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.

63

Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori Mengeluh Keluhan Kelelahan Mata Total 106 100 Tidak Mengeluh Jumlah 61 45 Persentase (%) 57,5 42,5

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mengeluh kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi. Keluhan yang paling banyak dirasakan responden yaitu mata pedih, sakit kepala, dan mata terasa gatal. Dari 106 responden, yang mengalami keluhan kelelahan mata yaitu sebanyak 57,5%. Sedangkan responden yang tidak mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 42,5%.

5.2.2

Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 5.1 berikut:

64

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

85.2
67.2 42.6 21.3 45.9 23 25

78.7

persentase (%)

Jenis Keluhan Kelelahan Mata

Grafik 5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh responden adalah mata pedih sebanyak 85,2% responden. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh responden adalah mata merah sebanyak 23%. Sebagian besar pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa mata perih. Hal ini mungkin disebabkan layar monitor yang digunakan pekerja tidak menggunakan anti glare dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya yang banyak dikeluhkan yaitu sakit kepala (78,7%) dan mata terasa gatal (67,2%).

65

5.2.3

Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata) Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut : Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori > 40 1. Usia 40 Tidak 2. Istirahat Mata Ya Ada Kelainan 3. Kelainan Refraksi Mata Tidak ada Kelainan 67 63,2 89 39 84 36,8 Jumlah (N=106) 4 102 17 Persentase (%) 3,8 96,2 16

66

1. Variabel Usia Distribusi responden berdasarkan variabel usia diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Variabel usia dikategorikan menjadi usia > 40 tahun dan 40 tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 40 tahun yaitu sebanyak 96,2% responden (102 orang) dan hanya 3,8% (4 orang) responden yang berusia > 40 tahun. 2. Variabel Istirahat Mata Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Dalam penelitian ini, responden dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 16% responden (17 orang). Sedangkan responden yang melakukan istirahat mata sebanyak 84% responden (89 orang). 3. Variabel Kelainan Refraksi Mata Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Responden digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan refraksi sebanyak 36.8% responden (39 orang). Sedangkan responden

67

yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 63,2% responden (67 orang).

b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi tingkat pencahayaan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori < 300 lux 1. Tingkat Pencahayaan 300 lux Total Jumlah (N) 93 13 106 Persentase (%) 87,7 12,3 100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa meja responden yang memiliki tingkat pencahayaan < 300 lux sebanyak 87% (93 orang). Sedangkan meja responden yang memilki tingkat pencahayaan 300 lux sebanyak 12,3% (3 orang). Sebagian besar meja responden berada pada tingkat pencahayaan yang kurang. Hal ini dikarenakan tata letak lampu yang tidak merata dengan meja responden. Selain itu kondisi tempat kerja terutama tirai jendela yang tertutup dan

68

keadaan lampu yang padam (rusak) sehingga pada saat pengukuran sebagian besar tingkat pencahayaan <300 lux.

c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi jarak monitor dan durasi penggunaan komputer dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori < 50 cm 1. Jarak Monitor Durasi 2. Penggunaan Komputer 4 jam 43 40,6 50 cm > 4 jam Jumlah (N=106) 29 77 63 Persentase (%) 27,4 72,6 59,4

1. Variabel Jarak Monitor Distribusi responden berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan 50 cm. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa

69

sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor 50 cm yaitu sebanyak 72,6 % (77 orang) dan 27,4% (29 orang) bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. 2. Variabel Durasi Penggunaan Komputer Distribusi responden berdasarkan durasi penggunaan komputer diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa responden yang bekerja menggunakan komputer > 4 jam yaitu sebanyak 59,4 % (63 orang). Sedangkan responden yang bekerja menggunakan komputer 4 jam yaitu sebanyak 40,6% (43 orang). Sebagian besar responden menggunakan komputer > 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner bahwa pada saat istirahat kantor masih banyak pekerja yang menggunakan waktu istirahat untuk melakukan aktivitas lain dengan komputer.

5.3. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik

menggunakan uji Chi Square. Berikut hasil untuk masing-masing variabel.

70

5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % 4 100 0 0 57 55,9 45 44,1 61 57,5 45 425
OR (95% CI)

Total

Pvalue

Usia

> 40 tahun 40 tahun Total

N 4 102 106

% 100 100 100

0,135

Berdasarkan tabel 5.5

bahwa responden yang berusia > 40 tahun

seluruhnya mengeluhkan adanya kelelahan mata. Sedangkan responden yang berusia 40 tahun sebanyak 93,4% (57 responden) mengeluhkan kelelahan mata dan 100% (45 responden) tidak mengeluh. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,135 sehingga (p > 0,05). Jadi, antara usia dengan keluhan kelelahan mata tidak memiliki hubungan yang bermakna.

71

5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % 14 82,4 3 17,6 47 52,8 42 47,2 61 57,5 45 42,5
OR

Total

Pvalue (95% CI)

Istirahat Mata Tidak Ya Total

N 17 89 106

% 100 100 100

0,047

4,170(1,1215,526)

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 17 responden yang tidak melakukan istirahat mata, sebagian besar responden mengeluh kelelahan mata. Responden yang melakukan istirahat mata juga mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,047 atau (p < 0,05) sehingga ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan antar dua variabel didapatkan OR= 4,170 (95% CI ; 1,120 15,526). Artinya pekerja yang tidak melakukan istirahat mata memiliki peluang 4,17 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.

72

5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % 23 59 16 41 38 56,7 29 43,3 61 57,5 45 42,5
OR

Total

Pvalue (95% CI)

Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan Total

N 39 67 106

% 100 100 100

0,982

1,097 (0,493-2,443)

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 59% dan responden yang tidak memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 56,7% mengeluh kelelahan mata. Dari hasil uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5 % didapatkan Pvalue = 0,982 atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakana antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 1,097 (95% CI ; 0,493 -2,443), artinya pekerja yang memiliki kelainan refraksi memiliki peluang 1,097 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi mata.

73

5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Total Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % N % 59 63,4 34 36,6 93 100 2 15,4 11 84,6 13 100 61 57,5 45 42,5 106 100
OR

Pvalue (95% CI)

Tingkat Pencahayaan < 300 lux 300 lux Total

0,003

9,544 (1,99645,629)

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan responden yng mengeluh kelelahan mata sebanyak 63,4%. Hanya 15,4 % Responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan 300 lux dan juga mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,003. Artinya pada = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR = 9,544 (95% CI 1,996 45,629). Artinya responden yang bekerja pada tingkat pencahayaan < 300 lux memiliki peluang 9,544 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan 300 lux.

74

5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Total Pvalue Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % N % 21 72,4 8 27,6 29 100 0,078 40 51,9 37 48,1 77 100 61 57,5 45 42,5 106 100
OR (95% CI)

Jarak Monitor < 50 cm 50 cm Total

2,428 (0,959-6,148)

Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm maupun 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengeluh sebanyak 72,4%. Sedangkan responden yang bekerja dengan jarak monitor 50 cm dan mengeluh sebanyak 51,9%. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa Pvalue = 0,078 atau (p > 0,05) sehingga pada = 5% dapat disimpulkan bahwa antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan tidak memiliki hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 2,428 (95% CI 0,959 6,148). Artinya, responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm memiliki peluang 2,428 kali mengalami keluhan kelelahan

75

mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan jarak monitor 50 cm.

5.3.6

Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Durasi Penggunaan Komputer > 4 jam 4 jam Total

OR Keluhan Kelelahan (95% CI) Mata Total Pvalue Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % N % 38 60,3 25 39,7 63 100 0,618 1.322 (0,604-2,893) 23 53,5 20 46,5 43 100 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan

tabel

5.10,

diketahui

bahwa

baik

pekerja

yang

menggunakan komputer > 4 jam maupun 4 jam sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Hasi uji statistik diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5%, durasi penggunaan komputer tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,618 atau (p > 0,05). Berdasarkan perhitingan risk estimate didapatkan OR = 1,322 (95% CI ; 0,604 - 2,893). Artinya responden yang bekerja dengan komputer > 4 jam memiliki peluang

76

1,322 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan komputer 4 jam.

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data primer penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 terdapat banyak kendala sehingga memiliki kelemahan dan keterbatasan penelitian yaitu pengukuran kelelahan mata dilakukan secara subjektif. Seharusnya dilakukan pula pengukuran secara objektif yang meliputi pengukuran kelelahan mata dengan melihat indikasi mata merah, tegang, berair, dan kering. Akan tetapi pada prakteknya pengukuran secara objektif hanya sebatas pengukuran fisik mata berupa indikasi mata merah dan berair saja. Sehingga pengukuran yang dilakukan masih belum sempurna.

6.2 Keluhan Kelelahan Mata Kelelahan mata atau astenopia timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang biasa dilakukan pada pekerjaan yang memerlukan pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras (Sumamur, 1996). Menurut Pheasant (1991) kelelahan mata memiliki pengertian ketegangan pada mata dan

disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang

77

78

memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil serta kurangnya kerlipan. Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan cahaya yang kurang (Amrizal, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 106 responden yang di teliti, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Jenis keluhan yang paling banyak yaitu mata terasa pedih sebanyak 85,2%. Hal ini dapat dilihat dari istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden. Dari 61 responden yang mengeluh kelelahan mata, sebanyak 82,4% responden tidak melakukan istirahat mata. Responden atau pekerja yang terlalu lama melihat dalam jarak dekat perlu melakukan istirahat mata dengan mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009). Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit sehingga menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong

79

rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Menurut wasisto (2005), durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Durasi penggunaan komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam akan menyebabkan mata seseorang menjadi cepat kering sehingga menimbulkan kelelahan mata. Dalam hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang bekerja > 4 jam dan mengalami keluhan yaitu sebanyak 60,3%. Penggunaan komputer dalam jangka waktu yang lama dan dengan jarak yang dekat akan membuat mata menjadi cepat lelah karena mata terus menerus berakomodasi. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm atau 50 cm juga mengalami keluhan

kelelahan mata. Tetapi sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor yang 50 cm. Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa perih (Ilyas, 2008). Dalam penelitian ini, sebagian besar responden berusia kurang dari 40 tahun. Semakin bertambahnya usia maka tajam penglihatan semakin berkurang. Untuk memeriksa tajam penglihatan diperlukan pemeriksaan jika terjadi kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan satu per satu. Responden yang memiliki kelainan refraksi maupun tidak memiliki kelainan refraksi sama sebagian besar juga mengalami keluhan kelelahan mata.

80

Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan keluhan kelelahan mata. sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayan yang < 300 lux. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p = 0,01) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, Pencahayaan yang intensitasnya kuat dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu diperlukan pencahayaan yang cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya.

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Guyton (1991) manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas pada usia 20 tahun. Sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang daya akomodasi akan semakin menurun. Daya akomodasi mata merupakan

kemampuan lensa untuk menebal dan menipis dan pada usia tua seseorang cenderung mengalami keluhan kelelahan mata karena sulitnya kemampuan lensa untuk menebal dan menipis. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar berusia 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia

81

>40 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,135, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Baik pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang 40 tahun sama-sama mengeluh kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang dan istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden. Sejalan dengan pendapat Sumamur (1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Selain itu, penulis berasumsi bahwa faktor beban kerja yang menekankan pekerja memproyeksikan mata pada saat bekerja juga mempengaruhi banyaknya keluhan yang terjadi pada pekerja. Baik pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang berusia 40 mendapat beban pekerjaan yang sama. Ilyas (2008) juga menambahkan bahwa setelah membaca, seseorang yang berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan berupa mata lelah, berair, bahkan sering terasa perih. Karena pekerjaan di bagian Outbound Call ini banyak dilakukan dengan membaca dan memerlukan tingkat ketelitian ekstra, banyak pekerja yang jarang melakukan istirahat mata sehingga menambah jumlah keluhan kelelahan mata yang terjadi. Padahal, menurut Zendi (2009) istirahat mata selama beberapa saat dapat menurunkan otot-otot mata yang tegang pada saat bekerja sehingga cairan mata dapat disekresikan dan mata menjadi basah.

82

6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004). Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan istirahat mata. Responden yang tidak melakukan istirahat mata dan mengeluh kelelahan mata sebanyak 82,4%. Dari hasil analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,047. Hal ini menunjukkan bahwa istirahat mata berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Pekerja yang jarang mengistirahatkan matanya pada saat bekerja cenderung mengalami keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mempengaruhi istirahat mata yaitu pekerja terlalu sibuk dengan deadline pekerjaan sehingga istirahat mata yang dilakukan tidak teratur. Adapun pekerja yang melakukan istirahat mata tetapi mengalami keluhan kelelahan mata mungkin saja diakibatkan pekerja belum memahami durasi ataupun metode istirahat yang efektif dilakukan disaat bekerja dengan komputer. Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan

83

sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang. Untuk itu upaya mengistirahatkan mata sangat perlu dilakukan mengingat kegiatan yang dilakukan di bagian Outbound Call ini banyak menggunakan komputer dan mata pekerja banyak difokuskan pada layar monitor. Karena jadwal pekerjaan yang sibuk, pekerja hanya perlu mengupayakan melakukan istirahat mata sejenak dengan melihat

pemandangan yang kontrasnya dapat menyejukkan mata atau dengan sering mengedipkan mata secara rutin.

6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Ilyas (1988) kelainan refraksi atau ametropia adalah kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006). Dari hasil penelitian diketahui pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar tidak memiliki kelainan refraksi. Dari 36,8% responden yang memiliki kelainan refraksi mata dan 63,2% yang tidak memiliki kelainan refraksi mata, sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata tidak terdapat hubungan yang signifikan yaitu Pvalue = 0,982. Hal ini mungkin disebabkan responden sudah mengoreksi keadaan mata mereka dengan baik sehingga

84

faktor kelainan refraksi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya sehingga sudah melakukan koreksi yang tepat untuk keadaan matanya. Namun, ada sebagian responden yang tidak melakukan koreksi mata karena beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak terkoreksi visus matanya. Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC mata akan menjadi cepat kering. Pada responden yang memiliki kelainan refraksi sebagian besar jarang yang menggunakan kontak lensa dan ketika melakukan wawancara banyak responden yang mengetahui bahwa penggunaan lensa kontak dalam ruangan berAC dapat membuat mata menjadi kering. Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Responden yang memiliki kelainan refraksi akan

mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,2007).

85

6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya astenopia (kelelahan mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisiensi membaca. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja (Aryanti, 2006). Menurut Santoso (2004), pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Untuk itu perlu diberikan pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi yaitu paling sedikit 300 lux. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengeluh kelelahan mata. terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,003. Hal ini sejalan dengan penelitian Aryanti (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas cahaya dengan keluhan kelelahan mata yaitu p = 0,011. Distribusi pencahayaan di ruang bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang belum merata. Ada sebagian lampu dalam kondisi padam dan belum ada perbaikan. Selain itu tata letak meja responden maupun lampu yang belum tertata rapi sehingga ada sebagian responden yang jauh

86

dari pencahayaan yang memadai. Untuk responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan > 300 lux, sebagian besar dekat dengan lampu dan jendela yang merupakan pencahayaan alami. Untuk itu perlu diupayakan penataan lampu yang sesuai dengan kebutuhan responden dan melakukan pengecekan dan perawatan lampu secara berkala. Selain itu, diusahakan agar jendela atau tirai dibuka selama bekerja guna mengotimalkan pencahayaan alami sinar matahari.

6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Hanun (2008), monitor yang terlalu dekat dapat

mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) menyebutkan bahwa pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inci atau sekitar 50-100 cm. Pekerja yang dalam jangka waktu cukup lama ketika bekerja dengan jarak monitor yang dekat akan menyebabkan mata menjadi cepat lelah karena mata dipaksa berakomodasi pada jarak dekat. Berdasarkan Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm sebanyak 27,4% dan yang mengeluh sebanyak 72,4%. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata yaitu Pvalue = 0,093. Hal

87

ini mungkin disebabkan kondisi tempat kerja yang sudah ergonomis. Meja kerja sebagian besar didesain dengan menempatkan monitor pada jarak yang lebih dari 50 cm. Selain itu, pada saat pengukuran jarak monitor pekerja berada dalam kondisi kerja yang statis sehingga pada saat pengukuran jarak tidak optimal. Responden yang bekerja dengan jarak monitor 50 cm tetapi tetap mengalami keluhan mungkin diakibatkan tingkat pencahayaan yang kurang diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya. Sumamur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sehingga walaupun jarak yang digunakan pekerja sudah sesuai tetapi jika pencahayaan yang didapat tidak optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata. Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama dalam jarak dekat didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Dalam penelitian ini pekerja yang bekerja dengan jarak < 50 cm maupun yang 50 cm sama-sama mengeluhkan kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan faktor Visual Display Terminal (VDT) yang digunakan pekerja seperti kontras yang terlalu silau atau kurang sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata. seperti yang dikemukakan oleh

88

Fauzia (2004) bahwa VDT merupakan bagian layar monitor yang paling berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap kesehatan mata.

6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun (Yanuar, 2009). Menurut Aryanti (2006), durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Rata-rata seseorang yang bekerja 8 jam/hari atau setelah bekerja selama 4 jam diupayakan melakukan istirahat untuk merelaksasikan anggota tubuh. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Bagi pengguna komputer jika mata diproyeksikan secara terus menerus akan menyebabkan mata cepat lelah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden bekerja dengan komputer > 4 jam sebanyak 59,4%. Dari 60,3% responden yang bekerja >4jam dan 53,5% bekerja 4jam juga mengeluh kelelahan mata. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

89

antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar responden bekerja dengan komputer dengan pencahayaan yang < 300 lux sehingga walaupun pekerja menggunakan komputer yang > 4 jam maupun 4jam jika pencahayaan tidak memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Selain itu, penulis berasusmsi bahwa ketika bekerja mungkin saja responden jarang

mengedipkan mata atau melakukan istirahat mata. Menurut Murtopo dan Sarimurni (2005), pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata. Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja kantor yang terlalu lama bekerja di depan komputer mengalami kelelahan mata dan gelombang elektronik yang dihasilkan dari layar monitor menyebabkan radiasi dan dapat mengganggu kesehatan mata. Responden yang walaupun menggunakan komputer < 4 jam tetapi tetap saja mengalami keluhan mungkin saja disebabkan karena radiasi yang dipancarkan dari layar monitor yang tanpa pelindung. Pada pekerja di bagian Outbound Call keadaan layar

monitor tidak menggunakan kaca anti glare sehingga radiasi berdampak langsung pada mata yang bisa menimbulkan kelelahan mata.

BAB VII PENUTUP

7.1 Simpulan 1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011, sebanyak 57,5% responden mengeluh kelelahan mata dan 42,5% tidak mengalami keluhan kelelahan mata. 2. Gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011yaitu: a. 96,2% responden yang bekerja di bagian Outbound Call berusia 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia > 40 tahun. b. Pada saat bekerja dengan komputer Sebanyak 84% responden melakukan istirahat mata dan 16% tidak melakukan istirahat mata. c. Sebanyak 63,2% responden memiliki kelainan refraksi mata dan 36,8% tidak memiliki kelainan refraksi mata. 3. Gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 bahwa sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux.

90

91

4. Gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 yaitu: a. Sebanyak 72,6% responden bekerja menggunakan komputer dengan jarak monitor 50 cm dan hanya 27,4% yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. b. Sebanyak 59,4% responden dalam bekerja menggunakan komputer >4 jam dan 40,6% bekerja < 4 jam. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 6. Ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 8. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

92

10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011.

7.2 Saran Bagi Perusahaan 1. Untuk mengurangi dampak kelelahan mata dan meminimalisir radiasi perlu dipasang kaca anti glare pada layar monitor. Hal ini berguna pula untuk mengurangi tingkat kesilauan dari layar monitor. 2. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan memandang benda-benda tersebut. 3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui kelainan refraksi mata sehingga dapat mencegah penyakit akibat kerja terutama karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pula penyuluhan bagi pekerja mengenai ergonomi atau posisi kerja yang baik selama menggunakan komputer. 4. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di tempat kerja perlu diupayakan memberikan penerangan yang memadai sesuai dengan standar yaitu sebesar 300 lux, mengoptimalkan cahaya alami (cahaya dari sinar matahari), dan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam.

93

Selain itu perlu diperhatikan pula tata letak penempatan lampu agar tingkat pencahayaan yang diterima pekerja merata.

Bagi Pekerja 1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dan

mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. 2. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebaiknya hindari penggunaan lensa kontak karena kan menyebabkan mata cepat kering sehingga berisiko untuk terjadi kelelahan mata.

Bagi Peneliti Lain 1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran kelelahan mata dengan metode lain seperti Photostess Recovery Test, tes frekuensi subjektif kerlipan mata atau tes uji waktu reaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Agta, zendi. 2010. Menjaga kesehatan mata saat di depan komputer. Dari : http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010. Amrizal. 2010. Penyakit Akibat dari Sering Menggunakan Komputer. Dari : http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm. Diunggah pada tanggal 25 November 2010. Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan Kelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama Karya Wilayah IV Semarang. Skripsi. Dari: http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada tanggal 20 September 2010. Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra. Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto. Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang Tahun 2009. Skripsi. Dari : http://uppm.fkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010. Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang Menggunakan Komputer di RS X. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.. Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran EGC --------------. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC. Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational Ergonomics, 4th Edition London: Taylor & Francis. Guyton, CA. 1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. Haeny,. Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata pada. Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diunggah pada tanggal 23 September 2009.
92

93

Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan Komputer di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant, Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta. Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun 2008. Tesis. Dari:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../d oc.pdf. Diunggah pada tanggal 23 November 2009. Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. --------------. 1988. Penyakit Mata (Ringkasan dan Istilah). Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI. 2002. Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran. Muninjaya, AA. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163. Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminal a Dozen Things You Should Know about Eyestrain. Dari : http://www.osha.gov. Diunggah pada tanggal 20 September 2010. Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarellis Complete Guide to Repetitive Strain Injury (RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher Inc. P.K., Sumamur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung.

94

--------------------. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko gunung Agung. Prayitno, Budi. 2008. Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008 (Studi pada Rental Komputer, Warung Internet, dan game On-Line). Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta. Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kerja Vol. 34 No. 1/154 edisi Januari Febuari 2007. Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Haryono . 2009. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka. Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer. Edisi 2. Yogyakarta: ANDI. Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. SNI 16-7062-2004. Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta. Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010. Dari :

Yanuar, Dwi. 2010. Komputer dan Dampaknya bagi Kesehatan. Dari : http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

LAMPIRAN 2

A. Hasil Analisis Univariat Keluhan Kelelahan Mata


Frequency Valid Mengeluh Tidak mengeluh Total 61 45 106 Percent 57.5 42.5 100.0 Valid Percent 57.5 42.5 100.0 Cumulative Percent 57.5 100.0

Usia
Frequency Valid >40 tahun 40 tahun Total 4 102 106 Percent 3.8 96.2 100.0 Valid Percent Cumulative Percent 3.8 96.2 100.0 3.8 100.0

Istirahat Mata
Frequency Valid Tidak Ya Total 17 89 106 Percent 16.0 84.0 100.0 Valid Percent Cumulative Percent 16.0 84.0 100.0 16.0 100.0

Kelainan Refraksi Mata


Frequency Valid ada kelainan tidak ada kelainan Total 39 67 106 Percent 36.8 63.2 100.0 Valid Percent Cumulative Percent 36.8 63.2 100.0 36.8 100.0

Tingkat Pencahayaan
Frequency Valid 300 lux >300 lux Total 93 13 106 Percent 87.7 12.3 100.0 Valid Percent 87.7 12.3 100.0 Cumulative Percent 87.7 100.0

LAMPIRAN 2

Durasi Penggunaan Komputer


Frequency Valid > 4 jam <= 4 jam Total 63 43 106 Percent 59.4 40.6 100.0 Valid Percent 59.4 40.6 100.0 Cumulative Percent 59.4 100.0

Jarak Monitor
Frequency Valid <50 centimeter >=50 centimeter Total 29 77 106 Percent 27.4 72.6 100.0 Valid Percent 27.4 72.6 100.0 Cumulative Percent 27.4 100.0

LAMPIRAN 2

B. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh usia >40 tahun Count % within usia % within keluhan kelelahan mata 40 tahun Count % within usia % within keluhan kelelahan mata Total Count % within usia % within keluhan kelelahan mata 4 100.0% 6.6% 57 55.9% 93.4% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 0 .0% .0% 45 44.1% 100.0% 45 42.5% 100.0% Total 4 100.0% 3.8% 102 100.0% 96.2% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .080 .217 .033

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

3.067

1.527 4.536

.135 3.038 106 1 .081

.105

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh N of Valid Cases 1.789 106 Lower 1.506 Upper 2.126

2. Hubungan Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

LAMPIRAN 2

Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh istirahat mata Tidak Count % within istirahat mata % within keluhan kelelahan mata Ya Count % within istirahat mata % within keluhan kelelahan mata Total Count % within istirahat mata % within keluhan kelelahan mata 14 82.4% 23.0% 47 52.8% 77.0% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 3 17.6% 6.7% 42 47.2% 93.3% 45 42.5% 100.0% Total 17 100.0% 16.0% 89 100.0% 84.0% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .024 .047 .018

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

5.100

3.962 5.580

.031 5.052 106 1 .025

.020

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,22. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for istirahat mata (Tidak / Ya) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 4.170 1.559 .374 106 Lower 1.120 1.161 .131 Upper 15.526 2.094 1.069

LAMPIRAN 2

3. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh kelainan refraksi ada kelainan Count % within kelainan refraksi % within keluhan kelelahan mata tidak ada kelainan Count % within kelainan refraksi % within keluhan kelelahan mata Total Count % within kelainan refraksi % within keluhan kelelahan mata 23 59.0% 37.7% 38 56.7% 62.3% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 16 41.0% 35.6% 29 43.3% 64.4% 45 42.5% 100.0% Total 39 100.0% 36.8% 67 100.0% 63.2% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .821 .982 .820

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

.051

.001 .052

.842 .051 106 1 .821

.492

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,56. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for kelainan refraksi (ada kelainan / tidak ada kelainan) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 1.097 1.040 .948 106 Lower .493 .744 .595 Upper 2.443 1.454 1.510

LAMPIRAN 2

4. Hubungan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstabulation keluhan kelelahan mata Mengeluh tingkat pencahayaan <300 lux Count % within tingkat pencahayaan % within keluhan kelelahan mata >=300 lux Count % within tingkat pencahayaan % within keluhan kelelahan mata Total Count % within tingkat pencahayaan % within keluhan kelelahan mata Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

Tidak mengeluh 34 36.6% 75.6% 11 84.6% 24.4% 45 42.5% 100.0%

Total 93 100.0% 87.7% 13 100.0% 12.3% 106 100.0% 100.0%

59 63.4% 96.7% 2 15.4% 3.3% 61 57.5% 100.0%

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .001 .003 .001

Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (1-sided)

10.782

8.904 11.239

.002 10.680 106 1 .001

.001

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for tingkat pencahayaan (<300 lux / >= 300 lux) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 9.544 4.124 .432 106 Lower 1.996 1.142 .303 Upper 45.629 14.893 .616

LAMPIRAN 2

5. Hubungan Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh jarak monitor <50 centimeter Count % within jarak monitor % within keluhan kelelahan mata >=50 centimeter Count % within jarak monitor % within keluhan kelelahan mata Total Count % within jarak monitor % within keluhan kelelahan mata 21 72.4% 34.4% 40 51.9% 65.6% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 8 27.6% 17.8% 37 48.1% 82.2% 45 42.5% 100.0% Total 29 100.0% 27.4% 77 100.0% 72.6% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2sided) 1 1 1 .057 .093 .053

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

3.612

2.823 3.733

.078 3.578 106 1 .059

.045

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,31. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for jarak monitor (<50 centimeter / >=50 centimeter) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 2.428 1.394 .574 106 Lower .959 1.022 .305 Upper 6.148 1.902 1.082

LAMPIRAN 2

6. Hubungan Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh durasi penggunaan komputer > 4 jam Count % within durasi penggunaan komputer % within keluhan kelelahan mata <= 4 jam Count % within durasi penggunaan komputer % within keluhan kelelahan mata Total Count % within durasi penggunaan komputer % within keluhan kelelahan mata Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

Tidak mengeluh 25 39.7% 55.6% 20 46.5% 44.4% 45 42.5% 100.0%

Total 63 100.0% 59.4% 43 100.0% 40.6% 106 100.0% 100.0%

38 60.3% 62.3% 23 53.5% 37.7% 61 57.5% 100.0%

df
a

Asymp. Sig. (2sided) 1 1 1 .485 .618 .485

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

.488

.248 .487

.550 .483 106 1 .487

.309

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,25. b. Computed only for a 2x2 table

LAMPIRAN 2

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for durasi penggunaan komputer (> 4 jam / <= 4 jam) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 1.322 1.128 .853 106 Lower .604 .800 .548 Upper 2.893 1.589 1.327

LEMBAR OBSERVASI

NO

JARAK

KONDISI MATA Merah Berair

PENCAHAYAAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1

32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
2

67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

LAMPIRAN 1

Kuesioner Penelitian Keluhan Kelelahan Mata di Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang Tahun 2011

Assalamualaikum Wr.Wb/ selamat pagi/ siang/ sore Teriring salam dan doa semoga Bapak/Ibu selalu diberikan kesuksesan dalam menunaikan tugas keseharian. Saya : Nama : Siti Maryamah NIM : 106101003356

Mahasiswi yang sedang melaksanakan tugas akhir perkuliahan Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.

Petunjuk Pengisian: 1. Berilah tanda ceklist () pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap jawaban yang Anda isikan. 2. Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah (________) yang tersedia.

LAMPIRAN 1

No. Responden

LEMBAR KUESIONER

A. Karakteristik Responden A1. Nama A2. No. Handphone A3. Tanggal Lahir : : :

A4. Apakah anda menggunakan kacamata?

Ya Tidak
A5. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?

Ya Tidak
(Jika Tidak, lanjut ke pertanyaan A7) A6. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?

Kacamata minus/plus (coret yang tidak perlu) Kacamata bifokus Kontak lensa Tidak ada
A7. Apakah Anda sering mengistirahatkan mata Anda ketika bekerja dengan komputer?

Ya Tidak
A8. Seberapa sering Anda mengistirahatkan mata Anda?

Sangat sering (> 3 kali dalam satu jam)

LAMPIRAN 1

Sering (1-2 kali dalam satu jam) Tidak sama sekali


B. Karakteristik Pekerjaan B1. Apa pekerjaan Anda? B2. Berapa lama rata-rata anda bekerja (x) dalam ruang kantor dalam 1 hari? ________________ jam

B3. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor? ________________ .jam

B4. Apakah anda juga sering menggunakan komputer diwaktu istirahat kantor? ________________ jam B4. Berapa lama Anda bekerja/bermain menggunakan komputer diluar jam kantor (setelah pulang kantor/libur) dalam sehari? ___________________ jam

C. Karakteristik Lingkungan Kerja C1. Apakah dengan pencahayaan ruang kerja Anda sekarang sudah cukup nyaman bagi anda untuk menyelesaikan pekerjaan Anda?

Ya Tidak
C2. Bagaimana keadaan kualitas pencahayaan di tempat kerja Anda?

Terlalu terang Cukup terang Kurang terang

LAMPIRAN 1

D. Keluhan Kelelahan Mata D1. Apakah Anda mengalami gangguan atau gejala seperti di bawah ini (setelah menggunakan komputer)? Keluhan Mata terasa tegang Penglihatan kabur Penglihatan rangkap/ganda Mata merah Mata terasa pedih Mata berair Mata terasa gatal Sakit kepala Ya Tidak

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di tempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari lingkungan kerja, kondisi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja), juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya (Kurniawidjaja, 2008). Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapatkan perlindungan, yang meliputi perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia seutuhnya (Haniatun, 2005). Manusia sebagai sumber daya utama dalam dunia usaha memiliki peranan penting. Administrasi berkaitan erat dengan peran manusia sebagai sumber daya utama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Administrasi adalah ilmu atau seni yang mempelajari kerja sama sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam melaksanakan pekerjaan administrasi tidak sama dengan melaksanakan fungsi tata usaha. Melaksanakan pekerjaan administrasi sama dengan melaksanakan semua fungsi administrasi yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan. (Muninjaya, 2004). Salah satu pekerjaan di bagian Administrasi ialah bagian Outbound Call yang disibukkan dengan proses input data. Dalam proses input data banyak dilakukan kegiatan mengetik menggunakan komputer untuk memudahkan melakukan pekerjaan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pemakaian komputer biasanya menghabiskan waktu berjam-jam, terutama bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai alat bantu kerja utama. Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Kemajuan dunia komputer berdampak positif bagi manusia. Tetapi kadang dampak negatif penggunaan komputer sering tidak diperhatikan oleh pekerja. Salah satu hal yang paling mudah diamati adalah dampak komputer bagi kesehatan individu pemakainya. Secara luas, memang dikenal beberapa gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pemakaian komputer, antara lain Repetitive Stress/Strain Injury (RSI), Computer Vision Sindrome (CVS), dan Medan Elektromagnetik. Computer Vision Sindrome (CVS) sendiri merupakan kelelahan mata yang dapat mengakibatkan sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, dan berbagai masalah penglihatan lainnya (Yanuar, 2009).

CVS tentunya dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi pekerja. (Adriono, 2009). American Optometric Association dan Federal Occupational Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan. Menurut Pascarelli (2004), dikatakan bahwa 60 juta orang menderita masalah mata dan yang jumlahnya meningkat 1 juta per tahun. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga sebagian CVS terjadi karena gambar di layar komputer terus-menerus kembali diproyeksikan pada frekuensi cepat (refresh rate). Dalam dunia nyata, mata selalu digunakan untuk melihat semua bentuk tiga dimensi. Dalam sistem komputer yang menggunakan layar dua dimensi, mata kita dipaksa untuk dapat mengerti bahwa objek pada layar tampilan yang sesungguhnya berupa objek dua dimensi harus dipahami sebagai objek tiga dimensi dengan teknik-teknik tertentu (Santoso, 2009). Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama di depan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala

dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009). Selain itu, menurut Soewarno (1992) dalam (Ariyanti, 2006) menyebutkan bahwa penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata (Astenopia) dan sebaliknya, penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah terjadinya kelelahan mata. Menurut Budiono (2008) pengguna komputer yang mengoperasikan komputer dengan pencahayaan kurang dari 300 lux, berisiko sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding penguna komputer dengan pencahayaan lebih atau sama dengan 300 lux. Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi dapat menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1991).

Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Optometri Amerika pada tahun 2004 menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya kelelahan mata, yaitu jenis atau karakteristik monitor komputer, serta adanya kelainan refraksi atau pembiasan pada pengguna. Kemudahan seseorang untuk dapat melihat suatu objek kerja di lingkungan kerja, menurut Pheasant (1991) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pencahayaan (illumination levels), ukuran objek kerja, bentuk objek kerja, kekontrasan, lama waktu untuk melihat objek kerja, dan jarak melihat objek kerja. Menurut Santoso (2009) faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor

pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Guyton (1991) menyebutkan bahwa usia pekerja juga mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata. Usia juga berpengaruh sebagaimana disebutkan oleh Sumamur (1996) bahwa ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia terutama pada tenaga kerja yang berusia lebih dari 40 tahun. Dalam penelitian Dewi, dkk (2009) menunjukkan bahwa 73,3% dari 30 responden merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja

sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer dengan kelelahan mata pada operator komputer pelayanan pajak di Kantor Samsat Palembang tahun 2009.

Gedung Graha Telkom merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi yang berada di bawah naungan PT. Telkom. Dalam melaksanakan kegiatan perusahaan, bagian Outbound Call sangat disibukkan dengan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Bagian Outbound Call melakukan pengelolaan Customer Relation Management (CRM) melalui aktivitas outbound contact center dengan memanfaatkan teknologi komunikasi terkini melalui telepon, sms, email, website, dan chatting yang terkomputerisasi. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dari 30 responden, 72,5 % responden atau 24 orang merasakan adanya keluhan pada saat bekerja menggunakan komputer. Keluhan akibat kelelahan mata yang paling banyak dirasakan ialah sakit kepala sebanyak 50%, penglihatan kabur sebanyak 40%, mata terasa gatal sebanyak 40%, dan mata terasa pedih sebanyak 37%. Hasil studi pendahuluan menunjukkan lebih dari sebagian responden mengeluhkan adanya gejala kelelahan mata. Berdasarkan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata ditandai dengan mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang, pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Adanya gejala kelelahan mata dapat mengganggu kesehatan mata terutama pada pekerja kantor yang banyak melakukan aktifitas di depan komputer. Bagian Outbound call merupakan bagian yang banyak melakukan aktivitas pekerjaan dengan menggunakan komputer terutama untuk melakukan panggilan kepada pelanggan

menggunakan database yang tersedia di komputer dan melakukan input data pelanggan. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah Teknologi komputer merupakan teknologi tinggi yang belakangan ini berkembang sangat pesat di tengah pesatnya teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatatkan risiko kesehatan kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata diantaranya adalah kelelahan mata. Penggunaan teknologi dan telekomunikasi sangat berkaitan erat. Gedung Graha Telkom yang bergerak dalam bidang telekomunikasi melakukan kegiatan perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagian Outbound Call merupakan bagian yang melakukan input data dengan banyak melakukan kegiatan pekerjaan menggunakan komputer. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang, sebanyak 72,5 % dari 30 responden merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan komputer. Keluhan yang dirasakan diantaranya ialah sakit kepala, penglihatan kabur, mata terasa gatal, dan responden merasakan pedih pada mata.

Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif seperti kelelahan mata. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan komputer yang menyebabkan kelelahan mata, penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 3. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 4. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi

penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 5. Apakah faktor usia pekerja berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

6. Apakah faktor istirahat mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 7. Apakah faktor kelainan refraksi mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 8. Apakah faktor tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 9. Apakah faktor jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011? 10. Apakah faktor durasi penggunaan komputer berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun 2011.

10

1.4.2

Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 2. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 3. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 4. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 6. Diketahuinya hubungan antara faktor istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 7. Diketahuinya hubungan antara faktor kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

11

8. Diketahuinya hubungan antara faktor tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 9. Diketahuinya hubungan antara faktor jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 10. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan Memberikan informasi bagi perusahaan dalam bidang prespektif kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai keluhan kelelahan mata serta dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi pekerja. 1.5.2 Bagi Program Studi Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi civitas akademik terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. 1.5.3 Bagi Peneliti

12

Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Sampel pada penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Untuk mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dilakukan uji statistik

berdasarkan sumber data yang diperoleh yakni berupa data primer dan sekunder.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Definisi kelelahan menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Pada setiap individu, istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada otot atau tremor yang terjadi pada otot.

2.2 Mata 2.2.1 Fisiologi Mata Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam goncangan. Diameter bola mata manusia 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan
13

14

otomatis

yang

mempertahankan

tekanan

internalnya

untuk

mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).

Sumber: http:www.biotechfordummies.com Gambar 2.1 Anatomi Mata

Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya: a. Kelopak mata Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006). b. Retina Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan

15

berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi untuk melihat pada malam hari, Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006) c. Lensa Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada binting kuning retina. Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006).

16

d. Kornea Kornea memiliki ketebalan 0,5 mm. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya. Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan

permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada benda sekitar (indeks bias relatif). Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006). e. Iris Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006). f. Pupil Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses

17

penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi kelelahan saraf atau deplesi (Hiru, 2004). g. Alat-alat penggerak bola mata Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam macam otot penggerak bola mata, yaitu: 1. musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke arah medial 2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata menjadi axis (abduksi) 3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas 4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah 5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam (endorotasi) 6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah nasal atas dan menyebabkan (Ganong, 2001). mata berputar keluar (eksirotasi)

18

2.2.2 Proses Kerja Mata Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik yang peka terhadap sinar pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Haeny, 2009). Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aqueus humor ke arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak, bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit bukaan pupil akan membesar. Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata. Oleh lensa, cahaya difokuskan ke baian retina melalui vitreous humour. Cahaya ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam hari. Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana terang. Misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003) dalam (Haeny, 2009).

19

2.2.3 Kelainan Refraksi Mata Menurut Ilyas (2008), hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. (Ilyas, 1988). Kelainan refraksi mata terjadi karena bayangan yang dibiaskan tidak tepat di macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan ini disebut pula ametropia (Haeny, 2009). Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006). Hasil penelitian (Hana, 2008) dari 98 responden, 46 diantaranya mempunyai gangguan penglihatan dan 52 pekerja tidak mempunyai gangguan penglihatan serta 82% diantaranya mengalami gejala kelelahan mata. Pekerja dengan gangguan mata terpaksa harus menggunakan kacamata untuk memperjelas penglihatannya.

20

Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu: 1) Miopia (rabun dekat) Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan retina. 2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh) Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada titik di belakang retina. 3) Astigmatisme Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda. 4) Presbiopia (penglihatan tua) Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa perih. Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjang sesuai ukuran snallen dan dipakai untuk menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan

21

kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter, dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.

2.3 Kelelahan Mata 2.3.1 Definisi Menurut Sumamur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan

kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991) dalam (Haeny (2009)). Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan

22

mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejalagejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat. Menurut Ilyas (2008) terdapat tiga jenis Astenophia yaitu Astenophia Acomodatif, Astenophia Muscullar, dan Astenophia

Neurastenik. Astenophia yang terjadi pada pekerja di bagian administrasi tergolong ke dalam Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan otot siliaris akibat daya akomodasi.

2.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama. Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya: 1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata). 2. Penglihatan ganda (double vision).

23

3. Sakit sekitar mata. 4. Daya akomodasi menurun. 5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan kecepatan persepsi. Sedangkan menurut (Pheasant, 1991) gejala-gejala kelelahan mata diantaranya: 1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata. 2. Pandangan kabur, pandangan ganda dan susah dalam memfokuskan penglihatan. 3. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata berair yang merupakan ciri khas terjadinya peradangan pada mata. 4. Sakit kepala, kadang-kadang disertai dengan pusing dan mual serta terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi. Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks dan latar belakang, kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering. Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisilogis (akibat proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai

24

dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang berkonsentrasi. Mata menjadi merah dan berair, disebabkan karena pada saat menggunakan komputer mata diproyeksikan terus menerus dengan melihat layar monitor sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang (Amrizal, 2010).

2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan antara lain: a. Photostress Recovery Test Kelelahan mata dapat diukur dengan menggunakan Photostress Recovery Test yaitu suatu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Pengukuran yang dilakukan didasarkan pada reaksi fotokimia yang terjadi pada retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen ephithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen penglihatan. Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen penglihatan (Marsida, 1999) dalam (Hanun, 2008).

25

b. Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test) Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan itulah disebut frekuensi kelipan mulus. Jika seseorang dalam keadaan tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Sedangkan, jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985) dalam (Tarwaka dkk, 2004). Tes frekuensi subjektif kelipan mata juga dapat dipakai untuk mengukur kelelahan kerja. Selain itu, uji kelipan mata ini untuk

menunjukkan keadaaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk, 2004).

26

c. Tes Uji Waktu Reaksi Selang waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan timbulnya jawaban disebut waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi untuk refleks regang misalnya refleks ketok lutut adalah 19-24 ms. Sedangkan waktu reaksi terhadap sinar adalah waktu reaksi reseptor penglihatan, pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik. Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator berupa LED (Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah berwarna (biru, hujau, kuning dan merah). Pengukuran dengan menggunakan lampu indikator empat warna ini dimaksudkan untuk mengamati hubungan antara waktu reaksi terhadap warna sumber cahaya, sebab menurut teori Young-Helmholt terdapat tiga jenis sel kerucut dalam retina yang masing-masing peka terhadap warna tertentu (Ganong, 2001). Selain itu, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH, 1999) dalam (Budi, 2008).

27

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata 2.4.1 Pencahayaan Sumamur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu, penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006). Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan

28

pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

1) Sumber Pencahayaan Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006). 1. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat memberikan intensitas cahaya yang tetap. 2. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan berikut: a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan. buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai

29

b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap

menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.

2) Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja. Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009). Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006).

30

3) Pengukuran Pencahayaan Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan dinyatakan dalam satuan lux (Sumamur, 1996). Penilaian pencahayaan, menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini. Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada penerangan lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin diketahui intensitasnya (Santoso, 2004).

4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan Menurut Sumamur (1996), faktor yang menentukan

pencahayaan diantaranya: a. Luminansi Luminansi (luminance) adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan obyek. Besaran ini mempunyai satuan lilin/meter persegi. Semakin besar luminansi suatu obyek, rincian obyek yang dapat dilihat oleh mata akan semakin bertambah. Diameter bola mata akan semakin mengecil sehingga akan meningkatkan kedalaman fokusnya.

31

b. Kontras Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dipancarkan oleh suatu obyek dan cahaya dari latar belakang obyek tersebut. Kontras didefinisikan sebagai selisih antara luminansi objek dengan latar belakangnya dibagi dengan luminansi latar belakang. Nilai kontras positif akan diperoleh jika cahaya yang dipancarkan oleh sebuah obyek lebih besar disbanding dengan yang dipancarkan oleh latar belakangnya. Nilai kontras negatif dapat menyebabkan obyek yang sesungguhnya terserap oleh latar belakang, sehingga menjadi tidak Nampak. Jadi, obyek dapat mempunyai kontras positif atau negatif tergantung dari luminansi obyek itu terhadap luminansi latar belakangnya. c. Kecerahan Kecerahan (brightness) adalah tanggapan subyektif pada cahaya. Tidak ada arti khusus dari tingkat kecerahan seperti pada luminansi dan kontras, tetepi luminansi yang tinggi berimplikasi pada kecerahan yang tinggi pula. d. Kesilauan Kesilauan dapat terjadi apabila perbedaan luminansi melebihi perbandingan 40:1, namun pada umumnya terjadi karena keterbatasan kemampuan mata dalam melihat. Permukaan permukaan tempat kerja perlu dijaga dari kesilauan yang mungkin dapat mengganggu pekerja.

32

e. Arah Pencahayaan Dalam mengatur pencahayaan secara baik, sumber-sumber cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna. Cahaya-cahaya dari berbagai arah dapat meniadakan adanya gangguan yang terjadi oleh bayangan.

5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan Menurut Santoso (2004) Nilai Ambang Batas (NAB) digunakan sebagai rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya pencegahan pada dampak kesehatan. NAB pencahayaan ditetapkan menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta

penerangan dalam tempat kerja (pasal 14) sebagai berikut: 1. Pencahayaan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam lingkungan perusahaan, paling sedikit 20 lux. 2. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kasar, paling sedikit 50 lux. 3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara sepintas lalu, paling sedikit 100 lux. 4. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit 200 lux. 5. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan secara teliti barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit 300 lux.

33

6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang yang halus dengan kontras yang sedang dan waktu yang lama, paling sedikit 500-1000 lux. 7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux. Selain itu, sumber cahaya yang dipergunakan harus

menghasilkan kadar pencahayaan yang tetap dan menyebar serata mungkin serta tidak boleh berkedip-kedip. Grandjean (1988) menyusun rekomendasi tingkat penerangan pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux seperti berikut: Tabel 2.1 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja dengan Komputer Keadaan Pekerja Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang terbaca jelas Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak terbaca jelas Tugas memasukan data Sumber: (Grandjean, 1988) Tingkat Pencahayaan (lux) < 400

400-500

> 500-700

34

2.4.2

Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009). Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan prosentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan 100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika suhu terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul. (Shoftwati, 2009) Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004). Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 240C 260C bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu

35

rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan. (Sumamur, 1996) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-280C, sedang untuk kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya

diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 280C perlu dipasang Air Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya. Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001).

2.4.3

Usia Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang.

36

Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina (Guyton, 1991). Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang (Sumamur, 1996). Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang. Kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan titik dekat atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut.

37

Tabel 2.2 Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi Umur (Tahun) 10 20 30 40 50 60 Sumber: (Ilyas, 2008) 2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam. Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005). Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006). Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan Titik Dekat (cm) 7 10 14 22 40 200

38

komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk itu, diperlukan waktu istirahat dan asupan makanan untuk kembali meninggikan kadar bahan bakar di dalam tubuh (Yanuar, 2009).

2.4.5

Istirahat mata Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya: 1. Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan mengedipkan mata secara relaks. 2. Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbedabeda. 3. Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang.

39

Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang (Santoso, 2009). Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997). Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009). Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.

40

2.5 Komputer 2.5.1 Bagian-bagian komputer Komputer terdiri atas 2 bagian besar yaitu perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Selain itu, komputer terdiri dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT). CPU disebut juga sebagai prosesor yakni unit yang mengolah data. VDT adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara elektronik. VDT merupakan bagian layar monitor yang paling berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap kesehatan mata. Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi sebagai televisi. Terdapat VDT jenis lain yang menggunakan plasma dan Elektro Luminance Display (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD) yang saat ini banyak dipergunakan. VDT dan CRT terdiri atas katoda yang berfungsi sebagai sumber elektron untuk mengatur intensitas sinar elektron, dan satu seri anoda yang terdiri atas dua atau tiga anoda, yang berfungsi untuk mempercepat, memfokuskan dan mengatur sinar elektron. Iluminasi

yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4,396 lumen/m2 (Fauzia, 2004). Bagian-bagian yang penting dalam perangkat komputer ialah keyboard dan mouse. Keyboard adalah Alat input yang digunakan untuk

41

mengetik informasi ke dalam komputer dan menjalankan berbagai intruksi atau perintah ke dalam komputer. Keyboard merupakan sebuah papan yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbolsimbol khusus lainnya pada komputer. Mouse atau tetikus merupakan salah satu peranti interaktif yang paling banyak digunakan. Mouse berfungsi untuk menempatkan kursor pada posisi tertentu di layar komputer serta mengaktifkan menu pilihan pada suatu program aplikasi deangan cara mengklik tombol mouse. (Santoso, 2009). 2.5.2 Jarak Monitor Komputer Kelelahan mata dapat terjadi apabila mata difokuskan pada objek yang berjarak dekat dalam waktu yang lama karena otot-otot mata harus bekerja lebih keras untuk melihat objek yang berjarak sangat dekat, terutama jika disertai dengan pencahayaan yang menyilaukan. Jika seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007). Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm. Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis

42

antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).

2.6 Kerangka Teori Beberapa penelitian mengenai keluhan kelelahan mata pada pekerja yang menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009), faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan intensitas

penerangan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004) dan jarak melihat monitor (Pheasant 1991) juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006) menambahkan faktor durasi kerja, beban kerja dan posisi pandang. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

43

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Manusia: Usia Kelainan refraksi Istirahat mata Faktor Lingkungan: Intensitas penerangan Suhu Kelembaban Faktor Pekerjaan: Jarak monitor Durasi kerja Beban kerja Posisi pandang

Keluhan Kelelahan Mata

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini bersumber pada beberapa kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban, dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant 1991). Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006)). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara sentral dengan suhu 21C-23C sehingga suhu dan kelembaban di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja dan posisi pandang juga tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel

terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel independent terdiri atas faktor pekerja (usia, istirahat mata, dan kelainan refraksi mata), faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan), dan faktor pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer). Hubungan antara 44

45

variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada Bagan 3.1 berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor Pekerja - Usia - Istirahat mata - Kelainan refraksi mata

Faktor Lingkungan Kerja - Tingkat pencahayaan Keluhan Kelelahan Mata

Faktor Pekerjaan - Jarak monitor - Durasi penggunaan komputer

46 48

3.2 Definisi Operasional No. Variabel Dependent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Kelelahan mata Keluhan gangguan kesehatan Membagikan mata yang dirasakan pekerja. kuesioner Gejala keluhan kelelahan mata pada pekerja diantaranya: - Mata tegang - Penglihatan kabur - Penglihatan rangkap/ganda - Mata merah - Mata perih - Mata berair - Mata gatal/kering - Sakit kepala (NIOSH, 1999) dalam (Haeny, 2009) Definisi Cara Ukur Kuesioner 1. Ya (jika mengalami satu atau lebih gejala kelelahan mata) 2. Tidak (jika tidak mengalami satupun gejala kelelahan mata) Ordinal

No.

Variabel Independent

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

1.

Usia

Jumlah tahun yang dihitung mulai Membagikan karyawan lahir sampai dengan kuesioner dilakukannya penelitian. pada pekerja

Kuesioner

1. > 40 tahun 2. 40 tahun (Sumamur 1996)

Ordinal

47 45

No.

Variabel Independent

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

2.

Istirahat mata

Kegiatan mengistirahatkan mata Membagikan dari layar monitor setiap satu jam kuesioner sekali dan bersifat akumulatif. pada pekerja

Kuesioner

3.

Kelainan refraksi mata

Ada tidaknya gangguan mata Membagikan berupa gangguan penglihatan kuesioner seperti rabun jauh, rabun dekat, pada pekerja dan sebagainya. Jumlah cahaya yang diterima di area titik dilakukannya pengukuran yaitu di tempat didirikannya meja dan komputer, dinyatakan dalam lux.

Kuesioner

1. Tidak 2. Ya (Josefina,1999 dalam Nourmayanti 2009) 1. Ada kelainan 2. Tidak ada kelainan

Ordinal

Ordinal

4.

Tingkat pencahayaan

Mengukur Lux meter langsung dengan direct reading instrument Penggaris/me teran Kuesioner

1. < 300 Lux 2. 300 Lux

Ordinal

5.

Jarak monitor

Jarak yang diukur antara mata Mengukur pekerja dengan layar monitor. Waktu yang digunakan pekerja Wawancara selama bekerja dengan komputer.

1. < 50 cm 2. 50 cm 1. > 4 jam 2. 4 jam

Ordinal

6.

Durasi penggunaan komputer

Ordinal

48 3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 2. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 3. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 5. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 6. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan desain studi cross sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data serta pengukuran variabel independen dan variabel dependen diambil pada waktu yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juni 2011 di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga (Sabri dan Sutanto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah 142 orang. Seluruh karyawan menggunakan komputer selama bekerja. Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai dan karakteristiknya diselidiki atau diukur (Sabri dan Sutanto, 2006). Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi tersebut yaitu karyawan Graha Telkom yang bekerja di bagian Outbound Call dan berada di dalam ruangan pada saat dilakukan pengukuran serta dalam keadaan sehat 49

50

(tidak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit yang menimbulkan gejala keluhan kelelahan mata). Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena beberapa sebab antara lain respoonden menolak ikut penelitian dan responden tidak hadir pada saat penelitian. Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis. Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm adalah 81,8% (P1) dan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor 50 cm adalah 92,5% (P2) (Nourmayanti, 2009). Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti sebesar 95% dengan menggunakan derajat kemaknaan 5% dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar sampel dan uji hipotesis beda dua proporsi adalah sebagai berikut:

= {Z1-/2 2 P(1 P) + Z1-P1(1 P1) + P2(1 P2)}2 (P1 P2)2

Keterangan : n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

Z1-/2 = Derajat kemaknaan 5% (two tail) = 1,96 Z1- P = Kekuatan uji 90% = (P1 + P2) / 2 = (0,87)

51

P1 = proporsi pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm adalah 0,818 P2 = proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor 50 cm adalah 0,925 Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan yaitu sebesar : n = { [1,96 x 2 x 0,87 (1-0,87] + [1,28 x 0,818 (1-0,818) + 0,925 (1-0,925)] }2 (0,8180,925) 2 n = 48 Besar sampel adalah 48 orang pada masing-masing kelompok, sehingga total sampel adalah 96 orang (2x 48orang). Untuk menghindari missing maka ditambahkan 10 orang sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.

4.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: 1. Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, faktor pekerja dan faktor pekerjaan dengan cara menyebarkan kuesioner dan melakukan pengisian kuesioner oleh pekerja. 2. Lux meter Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan dan menggunakan satuan lux.

52

3. Mistar Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari tengah layar monitor sampai ke mata pekerja.

4.5 Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder 1. Data Primer Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Hana (2008). Pertanyaan dalam kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu: a. Keluhan Kelelahan Mata Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata. Jika responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka responden tersebut memiliki salah satu gejala keluhan kelelahan mata. Selain itu dilakukan pula pemeriksaan gejala keluhan kelelahan mata berupa mata merah dan berair.

53

b. Usia Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan penghitungan menjadi satu tahun. c. Istirahat Mata Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan komputer. d. Kelainan Refraksi Mata Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pekerja. e. Durasi Penggunaan Komputer Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun membaca didepan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner. Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain: f. Tingkat Pencahayaan Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah : Pastikan alat dalam kondisi ON

54

Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah pada sumber cahaya.

Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan dibandingkan dengan standard yang ada untuk perkantoran yakni minimal 100 lux dan untuk kegiatan yang membutuhkan ketelitian minimal 300 lux. Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak

menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator. g. Jarak Monitor Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor. 2. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari penulusuran dokumen-dokumen terkait dengan perusahaan seperti gambaran umum perusahaan, data jumlah karyawan, laporan-laporan serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian.

4.6 Pengolahan Data 1. Coding Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam

55

pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data. Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai berikut: a. Keluhan Kelelahan Mata: 1 = Mengeluh, 2 = Tidak mengeluh b. Usia: 1 = > 40 tahun, 2 = 40 tahun c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya e. Tingkat Pencahayaan: 1 = < 300 lux, 2 = 300 lux f. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = 50 cm g. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = 4 jam 2. Editing Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap jawaban meliputi variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata dan hasil variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan dan jarak monitor.

56

3.

Entry Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.

4. Cleaning Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.

4.7 Analisa Data Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel dependen keluhan kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue 0,05

57

artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Rumus umum uji statistik : X2 = {(O-E)2/E} Df = (b-1).(k-1) P = < 0,05 Keterangan: X2 = Chi- Square O = nilai onservasi E = nilai ekspektasi (nilai harapan) B = jumlah baris k = jumlah kolom

BAB V HASIL

5.1. Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1. Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) adalah perusahaan penyelenggara jasa layanan dan jaringan paling lengkap terbesar di Indonesia. TELKOM menyediakan layanan Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed wireline) dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon seluler, data dan internet, jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung maupun melalui anak perusahaan. PT Infomedia Nusantara merupakan salah satu anak perusahaan pada Telkom Grup yang mengkhususkan diri di bidang media penerbitan dan iklan sebagai jembatan komunikasi antar pelaku bisnis dan juga saluran informasi bagi pelanggan telepon Telkom. Saham perusahaan 51% dimiliki langsung oleh Telkom dan 49% sisanya dimiliki oleh anak perusahaan Telkom yang lain. PT.Telkom Juga mempunyai anak perusahaan seperti, Multimedia Nusantara, Telkomsel, Telkomvision/Indonusa, Infomedia, Graha Sarana Duta (GSD) atau Graha Telkom, Patrakom, Bangtelindo, dan PT Finnet Indonesia. Dalam meningkatkan usahanya serta memberikan proteksi yang sesuai dengan keinginan masyarakat, PT.Telkom telah membuka kantor-kantor Cabang dan Perwakilan yang terdapat di berbagai regional yang terdiri dari 7 DIVRE (Divisi Regional) yaitu Divre 1 Sumatera, Divre 2 Jakarta, Divre 3 Jawa Barat,

58

59

Divre 4 Jawa Tengah & DI.Yogyakarta, Divre 5 Jawa Timur, Divre 6 Kalimantan, dan Divre 7 Kawasan Timur Indonesia. Graha Sarana Duta atau gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang merupakan cabang telkom grup yang memberikan jasa pelayanan maupun jaringan di regional Banten dan DKI Jakarta. Beberapa layanan telekomunikasi Telkom diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Telepon tetap (PSTN), layanan telepon tetap yang hingga kini masih menjadi monopoli TELKOM di Indonesia. 2. Telkom Flexi, layanan telepon fixed wireless CDMA. 3. TELKOMNet Instan, layanan akses internet dial up. 4. TELKOMNet Astinet, layanan akses internet berlangganan dengan fokus perusahaan. 5. Speedy, layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band) menggunakan teknologi ADSL. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk juga memiliki komitmen-komitmen dalam meningkatkan mitra kerja usaha, diantaranya: 1. Memberikan produk dan layanan yang terbaik dan berkualitas dengan menjadi penghubung antar pelanggan dan dunia melalui jasa layanan terdepan dalam hal informasi dan komunikasi bagi pelanggan. 2. Memberikan kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan memiliki masa depan yang lebih baik bagi pekerja. 3. Menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan nilai bagi pemegang saham.

60

4. Menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral bagi masyarakat.

5.1.2. Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki visi menjadikan perusahaan sebagai pemimpin di kawasan regional dalam industri informasi terpadu dan media digital. Sedangkan misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu menjadi panutan dalam industri bisnis informasi, media dan konten dengan menciptakan nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan.

5.1.3. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang Outbound Call mengkhususkan diri dalam membuat panggilan telepon atas nama klien, organisasi, atau bisnis kepada pelanggan beragam atau pelanggan potensial. Tujuan utama dari Outbound Call adalah membuat penjualan, mengumpulkan atau berbagi beberapa data yang mencakup survei, telemarketing, atau verifikasi lainnya. Para eksekutif outbound call center dapat menghubungi pelanggan yang sudah ada untuk mempromosikan skema tertentu. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang terbagi dalam tiga divisi yaitu divisi E-Service, Carring, dan Fixed Businies Improvment Program (FBIP). Ketiga divisi tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya, memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:

61

a) E-Service 1. Memberikan informasi tagihan Fixed Telepon, Flexi Classy, dan Speedy lengkap dengan komponen tagihan seperti abonemen, lokal, SLJJ, seluler, dan pajak. 2. Memberikan pelayanan berupa fitur-fitur identitas penelpon, nada tunggu/sela dan telkom memo. 3. Memberikan layanan intagjastel berupa layanan pengiriman informasi tagihan melalui pos langsung ke alamat sesuai permohonan pelanggan. 4. Melakukan konfirmasi atas klaim jastel (jasa telepon) pelanggan apabila terjadi ketidaksesuaian antara pemakaian dengan tagihan yang dikeluhkan pelanggan. b) Carring
1.

Berinteraksi melalui telepon dengan pelanggan untuk menawarkan jasa atau barang.

2.

Menyampaikan skip penjualan yang telah disiapkan untuk membujuk pelanggan potensial atau klien sehingga membeli produk atau jasa tersebut.

3.

Menjelaskan produk dan jasa, menanggapi pertanyaan, dan memperoleh informasi pelanggan.

4. 5.

Mendapatkan pelanggan dan melakukan tindak lanjut pada kontak pertama. Mengembangkan kampanye bertarget penjualan yang meningkatkan penjualan kepada organisasi dari pelanggan koorporat.

62

c) FBIP (Fixed Bussiness Improvement Program) 1. Memberikan solusi keberatan pelanggan atas abonemen, sehingga diganti dengan quota, dan dengan program ini pula pelanggan akan lebih nyaman dalam menggunakan teleponnya karena lebih terkontrol. 2. Memasukkan data dan memelihara database pelanggan yang sudah ada atau pelanggan potensial. 3. Memelihara catatan komunikasi telepon, interaksi, rekening, pesanan, dan pembayaran.

5.2. Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Hasil pengukuran keluhan kelelahan mata diperkuat dengan pengukuran secara objektif dengan melakukan observasi atau pengamatan dalam melihat gejala kelelahan mata pada responden. Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.

63

Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori Mengeluh Keluhan Kelelahan Mata Total 106 100 Tidak Mengeluh Jumlah 61 45 Persentase (%) 57,5 42,5

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mengeluh kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi. Keluhan yang paling banyak dirasakan responden yaitu mata pedih, sakit kepala, dan mata terasa gatal. Dari 106 responden, yang mengalami keluhan kelelahan mata yaitu sebanyak 57,5%. Sedangkan responden yang tidak mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 42,5%.

5.2.2

Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 5.1 berikut:

64

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

85.2
67.2 42.6 21.3 45.9 23 25

78.7

persentase (%)

Jenis Keluhan Kelelahan Mata

Grafik 5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh responden adalah mata pedih sebanyak 85,2% responden. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh responden adalah mata merah sebanyak 23%. Sebagian besar pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa mata perih. Hal ini mungkin disebabkan layar monitor yang digunakan pekerja tidak menggunakan anti glare dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya yang banyak dikeluhkan yaitu sakit kepala (78,7%) dan mata terasa gatal (67,2%).

65

5.2.3

Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata) Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut : Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori > 40 1. Usia 40 Tidak 2. Istirahat Mata Ya Ada Kelainan 3. Kelainan Refraksi Mata Tidak ada Kelainan 67 63,2 89 39 84 36,8 Jumlah (N=106) 4 102 17 Persentase (%) 3,8 96,2 16

66

1. Variabel Usia Distribusi responden berdasarkan variabel usia diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Variabel usia dikategorikan menjadi usia > 40 tahun dan 40 tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 40 tahun yaitu sebanyak 96,2% responden (102 orang) dan hanya 3,8% (4 orang) responden yang berusia > 40 tahun. 2. Variabel Istirahat Mata Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Dalam penelitian ini, responden dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 16% responden (17 orang). Sedangkan responden yang melakukan istirahat mata sebanyak 84% responden (89 orang). 3. Variabel Kelainan Refraksi Mata Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Responden digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan refraksi sebanyak 36.8% responden (39 orang). Sedangkan responden

67

yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 63,2% responden (67 orang).

b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi tingkat pencahayaan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori < 300 lux 1. Tingkat Pencahayaan 300 lux Total Jumlah (N) 93 13 106 Persentase (%) 87,7 12,3 100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa meja responden yang memiliki tingkat pencahayaan < 300 lux sebanyak 87% (93 orang). Sedangkan meja responden yang memilki tingkat pencahayaan 300 lux sebanyak 12,3% (3 orang). Sebagian besar meja responden berada pada tingkat pencahayaan yang kurang. Hal ini dikarenakan tata letak lampu yang tidak merata dengan meja responden. Selain itu kondisi tempat kerja terutama tirai jendela yang tertutup dan

68

keadaan lampu yang padam (rusak) sehingga pada saat pengukuran sebagian besar tingkat pencahayaan <300 lux.

c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi jarak monitor dan durasi penggunaan komputer dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 No. Variabel Kategori < 50 cm 1. Jarak Monitor Durasi 2. Penggunaan Komputer 4 jam 43 40,6 50 cm > 4 jam Jumlah (N=106) 29 77 63 Persentase (%) 27,4 72,6 59,4

1. Variabel Jarak Monitor Distribusi responden berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan 50 cm. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa

69

sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor 50 cm yaitu sebanyak 72,6 % (77 orang) dan 27,4% (29 orang) bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. 2. Variabel Durasi Penggunaan Komputer Distribusi responden berdasarkan durasi penggunaan komputer diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa responden yang bekerja menggunakan komputer > 4 jam yaitu sebanyak 59,4 % (63 orang). Sedangkan responden yang bekerja menggunakan komputer 4 jam yaitu sebanyak 40,6% (43 orang). Sebagian besar responden menggunakan komputer > 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner bahwa pada saat istirahat kantor masih banyak pekerja yang menggunakan waktu istirahat untuk melakukan aktivitas lain dengan komputer.

5.3. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik

menggunakan uji Chi Square. Berikut hasil untuk masing-masing variabel.

70

5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % 4 100 0 0 57 55,9 45 44,1 61 57,5 45 425
OR (95% CI)

Total

Pvalue

Usia

> 40 tahun 40 tahun Total

N 4 102 106

% 100 100 100

0,135

Berdasarkan tabel 5.5

bahwa responden yang berusia > 40 tahun

seluruhnya mengeluhkan adanya kelelahan mata. Sedangkan responden yang berusia 40 tahun sebanyak 93,4% (57 responden) mengeluhkan kelelahan mata dan 100% (45 responden) tidak mengeluh. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,135 sehingga (p > 0,05). Jadi, antara usia dengan keluhan kelelahan mata tidak memiliki hubungan yang bermakna.

71

5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % 14 82,4 3 17,6 47 52,8 42 47,2 61 57,5 45 42,5
OR

Total

Pvalue (95% CI)

Istirahat Mata Tidak Ya Total

N 17 89 106

% 100 100 100

0,047

4,170(1,1215,526)

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 17 responden yang tidak melakukan istirahat mata, sebagian besar responden mengeluh kelelahan mata. Responden yang melakukan istirahat mata juga mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,047 atau (p < 0,05) sehingga ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan antar dua variabel didapatkan OR= 4,170 (95% CI ; 1,120 15,526). Artinya pekerja yang tidak melakukan istirahat mata memiliki peluang 4,17 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.

72

5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % 23 59 16 41 38 56,7 29 43,3 61 57,5 45 42,5
OR

Total

Pvalue (95% CI)

Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan Total

N 39 67 106

% 100 100 100

0,982

1,097 (0,493-2,443)

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 59% dan responden yang tidak memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 56,7% mengeluh kelelahan mata. Dari hasil uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5 % didapatkan Pvalue = 0,982 atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakana antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 1,097 (95% CI ; 0,493 -2,443), artinya pekerja yang memiliki kelainan refraksi memiliki peluang 1,097 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi mata.

73

5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Total Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % N % 59 63,4 34 36,6 93 100 2 15,4 11 84,6 13 100 61 57,5 45 42,5 106 100
OR

Pvalue (95% CI)

Tingkat Pencahayaan < 300 lux 300 lux Total

0,003

9,544 (1,99645,629)

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan responden yng mengeluh kelelahan mata sebanyak 63,4%. Hanya 15,4 % Responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan 300 lux dan juga mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,003. Artinya pada = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR = 9,544 (95% CI 1,996 45,629). Artinya responden yang bekerja pada tingkat pencahayaan < 300 lux memiliki peluang 9,544 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan 300 lux.

74

5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Keluhan Kelelahan Mata Total Pvalue Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % N % 21 72,4 8 27,6 29 100 0,078 40 51,9 37 48,1 77 100 61 57,5 45 42,5 106 100
OR (95% CI)

Jarak Monitor < 50 cm 50 cm Total

2,428 (0,959-6,148)

Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm maupun 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengeluh sebanyak 72,4%. Sedangkan responden yang bekerja dengan jarak monitor 50 cm dan mengeluh sebanyak 51,9%. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa Pvalue = 0,078 atau (p > 0,05) sehingga pada = 5% dapat disimpulkan bahwa antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan tidak memiliki hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 2,428 (95% CI 0,959 6,148). Artinya, responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm memiliki peluang 2,428 kali mengalami keluhan kelelahan

75

mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan jarak monitor 50 cm.

5.3.6

Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011

Durasi Penggunaan Komputer > 4 jam 4 jam Total

OR Keluhan Kelelahan (95% CI) Mata Total Pvalue Mengeluh Tidak Mengeluh N % N % N % 38 60,3 25 39,7 63 100 0,618 1.322 (0,604-2,893) 23 53,5 20 46,5 43 100 61 57,5 45 42,5 106 100

Berdasarkan

tabel

5.10,

diketahui

bahwa

baik

pekerja

yang

menggunakan komputer > 4 jam maupun 4 jam sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Hasi uji statistik diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5%, durasi penggunaan komputer tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,618 atau (p > 0,05). Berdasarkan perhitingan risk estimate didapatkan OR = 1,322 (95% CI ; 0,604 - 2,893). Artinya responden yang bekerja dengan komputer > 4 jam memiliki peluang

76

1,322 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan komputer 4 jam.

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data primer penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 terdapat banyak kendala sehingga memiliki kelemahan dan keterbatasan penelitian yaitu pengukuran kelelahan mata dilakukan secara subjektif. Seharusnya dilakukan pula pengukuran secara objektif yang meliputi pengukuran kelelahan mata dengan melihat indikasi mata merah, tegang, berair, dan kering. Akan tetapi pada prakteknya pengukuran secara objektif hanya sebatas pengukuran fisik mata berupa indikasi mata merah dan berair saja. Sehingga pengukuran yang dilakukan masih belum sempurna.

6.2 Keluhan Kelelahan Mata Kelelahan mata atau astenopia timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang biasa dilakukan pada pekerjaan yang memerlukan pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras (Sumamur, 1996). Menurut Pheasant (1991) kelelahan mata memiliki pengertian ketegangan pada mata dan

disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang

77

78

memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil serta kurangnya kerlipan. Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan cahaya yang kurang (Amrizal, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 106 responden yang di teliti, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Jenis keluhan yang paling banyak yaitu mata terasa pedih sebanyak 85,2%. Hal ini dapat dilihat dari istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden. Dari 61 responden yang mengeluh kelelahan mata, sebanyak 82,4% responden tidak melakukan istirahat mata. Responden atau pekerja yang terlalu lama melihat dalam jarak dekat perlu melakukan istirahat mata dengan mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009). Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit sehingga menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong

79

rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Menurut wasisto (2005), durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Durasi penggunaan komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam akan menyebabkan mata seseorang menjadi cepat kering sehingga menimbulkan kelelahan mata. Dalam hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang bekerja > 4 jam dan mengalami keluhan yaitu sebanyak 60,3%. Penggunaan komputer dalam jangka waktu yang lama dan dengan jarak yang dekat akan membuat mata menjadi cepat lelah karena mata terus menerus berakomodasi. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm atau 50 cm juga mengalami keluhan

kelelahan mata. Tetapi sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor yang 50 cm. Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa perih (Ilyas, 2008). Dalam penelitian ini, sebagian besar responden berusia kurang dari 40 tahun. Semakin bertambahnya usia maka tajam penglihatan semakin berkurang. Untuk memeriksa tajam penglihatan diperlukan pemeriksaan jika terjadi kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan satu per satu. Responden yang memiliki kelainan refraksi maupun tidak memiliki kelainan refraksi sama sebagian besar juga mengalami keluhan kelelahan mata.

80

Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan keluhan kelelahan mata. sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayan yang < 300 lux. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p = 0,01) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, Pencahayaan yang intensitasnya kuat dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu diperlukan pencahayaan yang cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya.

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Guyton (1991) manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas pada usia 20 tahun. Sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang daya akomodasi akan semakin menurun. Daya akomodasi mata merupakan

kemampuan lensa untuk menebal dan menipis dan pada usia tua seseorang cenderung mengalami keluhan kelelahan mata karena sulitnya kemampuan lensa untuk menebal dan menipis. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar berusia 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia

81

>40 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,135, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Baik pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang 40 tahun sama-sama mengeluh kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang dan istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden. Sejalan dengan pendapat Sumamur (1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Selain itu, penulis berasumsi bahwa faktor beban kerja yang menekankan pekerja memproyeksikan mata pada saat bekerja juga mempengaruhi banyaknya keluhan yang terjadi pada pekerja. Baik pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang berusia 40 mendapat beban pekerjaan yang sama. Ilyas (2008) juga menambahkan bahwa setelah membaca, seseorang yang berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan berupa mata lelah, berair, bahkan sering terasa perih. Karena pekerjaan di bagian Outbound Call ini banyak dilakukan dengan membaca dan memerlukan tingkat ketelitian ekstra, banyak pekerja yang jarang melakukan istirahat mata sehingga menambah jumlah keluhan kelelahan mata yang terjadi. Padahal, menurut Zendi (2009) istirahat mata selama beberapa saat dapat menurunkan otot-otot mata yang tegang pada saat bekerja sehingga cairan mata dapat disekresikan dan mata menjadi basah.

82

6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004). Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan istirahat mata. Responden yang tidak melakukan istirahat mata dan mengeluh kelelahan mata sebanyak 82,4%. Dari hasil analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,047. Hal ini menunjukkan bahwa istirahat mata berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Pekerja yang jarang mengistirahatkan matanya pada saat bekerja cenderung mengalami keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mempengaruhi istirahat mata yaitu pekerja terlalu sibuk dengan deadline pekerjaan sehingga istirahat mata yang dilakukan tidak teratur. Adapun pekerja yang melakukan istirahat mata tetapi mengalami keluhan kelelahan mata mungkin saja diakibatkan pekerja belum memahami durasi ataupun metode istirahat yang efektif dilakukan disaat bekerja dengan komputer. Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan

83

sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang. Untuk itu upaya mengistirahatkan mata sangat perlu dilakukan mengingat kegiatan yang dilakukan di bagian Outbound Call ini banyak menggunakan komputer dan mata pekerja banyak difokuskan pada layar monitor. Karena jadwal pekerjaan yang sibuk, pekerja hanya perlu mengupayakan melakukan istirahat mata sejenak dengan melihat

pemandangan yang kontrasnya dapat menyejukkan mata atau dengan sering mengedipkan mata secara rutin.

6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Ilyas (1988) kelainan refraksi atau ametropia adalah kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006). Dari hasil penelitian diketahui pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar tidak memiliki kelainan refraksi. Dari 36,8% responden yang memiliki kelainan refraksi mata dan 63,2% yang tidak memiliki kelainan refraksi mata, sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata tidak terdapat hubungan yang signifikan yaitu Pvalue = 0,982. Hal ini mungkin disebabkan responden sudah mengoreksi keadaan mata mereka dengan baik sehingga

84

faktor kelainan refraksi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya sehingga sudah melakukan koreksi yang tepat untuk keadaan matanya. Namun, ada sebagian responden yang tidak melakukan koreksi mata karena beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak terkoreksi visus matanya. Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC mata akan menjadi cepat kering. Pada responden yang memiliki kelainan refraksi sebagian besar jarang yang menggunakan kontak lensa dan ketika melakukan wawancara banyak responden yang mengetahui bahwa penggunaan lensa kontak dalam ruangan berAC dapat membuat mata menjadi kering. Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Responden yang memiliki kelainan refraksi akan

mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,2007).

85

6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya astenopia (kelelahan mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisiensi membaca. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja (Aryanti, 2006). Menurut Santoso (2004), pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Untuk itu perlu diberikan pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi yaitu paling sedikit 300 lux. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengeluh kelelahan mata. terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,003. Hal ini sejalan dengan penelitian Aryanti (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas cahaya dengan keluhan kelelahan mata yaitu p = 0,011. Distribusi pencahayaan di ruang bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang belum merata. Ada sebagian lampu dalam kondisi padam dan belum ada perbaikan. Selain itu tata letak meja responden maupun lampu yang belum tertata rapi sehingga ada sebagian responden yang jauh

86

dari pencahayaan yang memadai. Untuk responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan > 300 lux, sebagian besar dekat dengan lampu dan jendela yang merupakan pencahayaan alami. Untuk itu perlu diupayakan penataan lampu yang sesuai dengan kebutuhan responden dan melakukan pengecekan dan perawatan lampu secara berkala. Selain itu, diusahakan agar jendela atau tirai dibuka selama bekerja guna mengotimalkan pencahayaan alami sinar matahari.

6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Hanun (2008), monitor yang terlalu dekat dapat

mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) menyebutkan bahwa pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inci atau sekitar 50-100 cm. Pekerja yang dalam jangka waktu cukup lama ketika bekerja dengan jarak monitor yang dekat akan menyebabkan mata menjadi cepat lelah karena mata dipaksa berakomodasi pada jarak dekat. Berdasarkan Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm sebanyak 27,4% dan yang mengeluh sebanyak 72,4%. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata yaitu Pvalue = 0,093. Hal

87

ini mungkin disebabkan kondisi tempat kerja yang sudah ergonomis. Meja kerja sebagian besar didesain dengan menempatkan monitor pada jarak yang lebih dari 50 cm. Selain itu, pada saat pengukuran jarak monitor pekerja berada dalam kondisi kerja yang statis sehingga pada saat pengukuran jarak tidak optimal. Responden yang bekerja dengan jarak monitor 50 cm tetapi tetap mengalami keluhan mungkin diakibatkan tingkat pencahayaan yang kurang diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya. Sumamur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sehingga walaupun jarak yang digunakan pekerja sudah sesuai tetapi jika pencahayaan yang didapat tidak optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata. Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama dalam jarak dekat didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Dalam penelitian ini pekerja yang bekerja dengan jarak < 50 cm maupun yang 50 cm sama-sama mengeluhkan kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan faktor Visual Display Terminal (VDT) yang digunakan pekerja seperti kontras yang terlalu silau atau kurang sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata. seperti yang dikemukakan oleh

88

Fauzia (2004) bahwa VDT merupakan bagian layar monitor yang paling berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap kesehatan mata.

6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun (Yanuar, 2009). Menurut Aryanti (2006), durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Rata-rata seseorang yang bekerja 8 jam/hari atau setelah bekerja selama 4 jam diupayakan melakukan istirahat untuk merelaksasikan anggota tubuh. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Bagi pengguna komputer jika mata diproyeksikan secara terus menerus akan menyebabkan mata cepat lelah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden bekerja dengan komputer > 4 jam sebanyak 59,4%. Dari 60,3% responden yang bekerja >4jam dan 53,5% bekerja 4jam juga mengeluh kelelahan mata. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

89

antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar responden bekerja dengan komputer dengan pencahayaan yang < 300 lux sehingga walaupun pekerja menggunakan komputer yang > 4 jam maupun 4jam jika pencahayaan tidak memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Selain itu, penulis berasusmsi bahwa ketika bekerja mungkin saja responden jarang

mengedipkan mata atau melakukan istirahat mata. Menurut Murtopo dan Sarimurni (2005), pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata. Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja kantor yang terlalu lama bekerja di depan komputer mengalami kelelahan mata dan gelombang elektronik yang dihasilkan dari layar monitor menyebabkan radiasi dan dapat mengganggu kesehatan mata. Responden yang walaupun menggunakan komputer < 4 jam tetapi tetap saja mengalami keluhan mungkin saja disebabkan karena radiasi yang dipancarkan dari layar monitor yang tanpa pelindung. Pada pekerja di bagian Outbound Call keadaan layar

monitor tidak menggunakan kaca anti glare sehingga radiasi berdampak langsung pada mata yang bisa menimbulkan kelelahan mata.

BAB VII PENUTUP

7.1 Simpulan 1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011, sebanyak 57,5% responden mengeluh kelelahan mata dan 42,5% tidak mengalami keluhan kelelahan mata. 2. Gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011yaitu: a. 96,2% responden yang bekerja di bagian Outbound Call berusia 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia > 40 tahun. b. Pada saat bekerja dengan komputer Sebanyak 84% responden melakukan istirahat mata dan 16% tidak melakukan istirahat mata. c. Sebanyak 63,2% responden memiliki kelainan refraksi mata dan 36,8% tidak memiliki kelainan refraksi mata. 3. Gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 bahwa sebagian besar responden bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux.

90

91

4. Gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 yaitu: a. Sebanyak 72,6% responden bekerja menggunakan komputer dengan jarak monitor 50 cm dan hanya 27,4% yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. b. Sebanyak 59,4% responden dalam bekerja menggunakan komputer >4 jam dan 40,6% bekerja < 4 jam. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 6. Ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 8. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011. 9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.

92

10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011.

7.2 Saran Bagi Perusahaan 1. Untuk mengurangi dampak kelelahan mata dan meminimalisir radiasi perlu dipasang kaca anti glare pada layar monitor. Hal ini berguna pula untuk mengurangi tingkat kesilauan dari layar monitor. 2. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan memandang benda-benda tersebut. 3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui kelainan refraksi mata sehingga dapat mencegah penyakit akibat kerja terutama karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pula penyuluhan bagi pekerja mengenai ergonomi atau posisi kerja yang baik selama menggunakan komputer. 4. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di tempat kerja perlu diupayakan memberikan penerangan yang memadai sesuai dengan standar yaitu sebesar 300 lux, mengoptimalkan cahaya alami (cahaya dari sinar matahari), dan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam.

93

Selain itu perlu diperhatikan pula tata letak penempatan lampu agar tingkat pencahayaan yang diterima pekerja merata.

Bagi Pekerja 1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dan

mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. 2. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebaiknya hindari penggunaan lensa kontak karena kan menyebabkan mata cepat kering sehingga berisiko untuk terjadi kelelahan mata.

Bagi Peneliti Lain 1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran kelelahan mata dengan metode lain seperti Photostess Recovery Test, tes frekuensi subjektif kerlipan mata atau tes uji waktu reaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Agta, zendi. 2010. Menjaga kesehatan mata saat di depan komputer. Dari : http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010. Amrizal. 2010. Penyakit Akibat dari Sering Menggunakan Komputer. Dari : http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm. Diunggah pada tanggal 25 November 2010. Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan Kelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama Karya Wilayah IV Semarang. Skripsi. Dari: http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada tanggal 20 September 2010. Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra. Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto. Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang Tahun 2009. Skripsi. Dari : http://uppm.fkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010. Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang Menggunakan Komputer di RS X. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.. Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran EGC --------------. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC. Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational Ergonomics, 4th Edition London: Taylor & Francis. Guyton, CA. 1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. Haeny,. Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata pada. Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diunggah pada tanggal 23 September 2009.
92

93

Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan Komputer di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant, Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta. Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun 2008. Tesis. Dari:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../d oc.pdf. Diunggah pada tanggal 23 November 2009. Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. --------------. 1988. Penyakit Mata (Ringkasan dan Istilah). Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI. 2002. Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran. Muninjaya, AA. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163. Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminal a Dozen Things You Should Know about Eyestrain. Dari : http://www.osha.gov. Diunggah pada tanggal 20 September 2010. Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarellis Complete Guide to Repetitive Strain Injury (RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher Inc. P.K., Sumamur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung.

94

--------------------. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko gunung Agung. Prayitno, Budi. 2008. Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008 (Studi pada Rental Komputer, Warung Internet, dan game On-Line). Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta. Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kerja Vol. 34 No. 1/154 edisi Januari Febuari 2007. Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Haryono . 2009. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka. Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer. Edisi 2. Yogyakarta: ANDI. Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. SNI 16-7062-2004. Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta. Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010. Dari :

Yanuar, Dwi. 2010. Komputer dan Dampaknya bagi Kesehatan. Dari : http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.

LAMPIRAN 2

A. Hasil Analisis Univariat Keluhan Kelelahan Mata


Frequency Valid Mengeluh Tidak mengeluh Total 61 45 106 Percent 57.5 42.5 100.0 Valid Percent 57.5 42.5 100.0 Cumulative Percent 57.5 100.0

Usia
Frequency Valid >40 tahun 40 tahun Total 4 102 106 Percent 3.8 96.2 100.0 Valid Percent Cumulative Percent 3.8 96.2 100.0 3.8 100.0

Istirahat Mata
Frequency Valid Tidak Ya Total 17 89 106 Percent 16.0 84.0 100.0 Valid Percent Cumulative Percent 16.0 84.0 100.0 16.0 100.0

Kelainan Refraksi Mata


Frequency Valid ada kelainan tidak ada kelainan Total 39 67 106 Percent 36.8 63.2 100.0 Valid Percent Cumulative Percent 36.8 63.2 100.0 36.8 100.0

Tingkat Pencahayaan
Frequency Valid 300 lux >300 lux Total 93 13 106 Percent 87.7 12.3 100.0 Valid Percent 87.7 12.3 100.0 Cumulative Percent 87.7 100.0

LAMPIRAN 2

Durasi Penggunaan Komputer


Frequency Valid > 4 jam <= 4 jam Total 63 43 106 Percent 59.4 40.6 100.0 Valid Percent 59.4 40.6 100.0 Cumulative Percent 59.4 100.0

Jarak Monitor
Frequency Valid <50 centimeter >=50 centimeter Total 29 77 106 Percent 27.4 72.6 100.0 Valid Percent 27.4 72.6 100.0 Cumulative Percent 27.4 100.0

LAMPIRAN 2

B. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh usia >40 tahun Count % within usia % within keluhan kelelahan mata 40 tahun Count % within usia % within keluhan kelelahan mata Total Count % within usia % within keluhan kelelahan mata 4 100.0% 6.6% 57 55.9% 93.4% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 0 .0% .0% 45 44.1% 100.0% 45 42.5% 100.0% Total 4 100.0% 3.8% 102 100.0% 96.2% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .080 .217 .033

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

3.067

1.527 4.536

.135 3.038 106 1 .081

.105

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh N of Valid Cases 1.789 106 Lower 1.506 Upper 2.126

2. Hubungan Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

LAMPIRAN 2

Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh istirahat mata Tidak Count % within istirahat mata % within keluhan kelelahan mata Ya Count % within istirahat mata % within keluhan kelelahan mata Total Count % within istirahat mata % within keluhan kelelahan mata 14 82.4% 23.0% 47 52.8% 77.0% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 3 17.6% 6.7% 42 47.2% 93.3% 45 42.5% 100.0% Total 17 100.0% 16.0% 89 100.0% 84.0% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .024 .047 .018

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

5.100

3.962 5.580

.031 5.052 106 1 .025

.020

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,22. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for istirahat mata (Tidak / Ya) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 4.170 1.559 .374 106 Lower 1.120 1.161 .131 Upper 15.526 2.094 1.069

LAMPIRAN 2

3. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh kelainan refraksi ada kelainan Count % within kelainan refraksi % within keluhan kelelahan mata tidak ada kelainan Count % within kelainan refraksi % within keluhan kelelahan mata Total Count % within kelainan refraksi % within keluhan kelelahan mata 23 59.0% 37.7% 38 56.7% 62.3% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 16 41.0% 35.6% 29 43.3% 64.4% 45 42.5% 100.0% Total 39 100.0% 36.8% 67 100.0% 63.2% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .821 .982 .820

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

.051

.001 .052

.842 .051 106 1 .821

.492

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,56. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for kelainan refraksi (ada kelainan / tidak ada kelainan) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 1.097 1.040 .948 106 Lower .493 .744 .595 Upper 2.443 1.454 1.510

LAMPIRAN 2

4. Hubungan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstabulation keluhan kelelahan mata Mengeluh tingkat pencahayaan <300 lux Count % within tingkat pencahayaan % within keluhan kelelahan mata >=300 lux Count % within tingkat pencahayaan % within keluhan kelelahan mata Total Count % within tingkat pencahayaan % within keluhan kelelahan mata Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

Tidak mengeluh 34 36.6% 75.6% 11 84.6% 24.4% 45 42.5% 100.0%

Total 93 100.0% 87.7% 13 100.0% 12.3% 106 100.0% 100.0%

59 63.4% 96.7% 2 15.4% 3.3% 61 57.5% 100.0%

df
a

Asymp. Sig. (2-sided) 1 1 1 .001 .003 .001

Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (1-sided)

10.782

8.904 11.239

.002 10.680 106 1 .001

.001

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for tingkat pencahayaan (<300 lux / >= 300 lux) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 9.544 4.124 .432 106 Lower 1.996 1.142 .303 Upper 45.629 14.893 .616

LAMPIRAN 2

5. Hubungan Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh jarak monitor <50 centimeter Count % within jarak monitor % within keluhan kelelahan mata >=50 centimeter Count % within jarak monitor % within keluhan kelelahan mata Total Count % within jarak monitor % within keluhan kelelahan mata 21 72.4% 34.4% 40 51.9% 65.6% 61 57.5% 100.0% Tidak mengeluh 8 27.6% 17.8% 37 48.1% 82.2% 45 42.5% 100.0% Total 29 100.0% 27.4% 77 100.0% 72.6% 106 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

df
a

Asymp. Sig. (2sided) 1 1 1 .057 .093 .053

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

3.612

2.823 3.733

.078 3.578 106 1 .059

.045

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,31. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for jarak monitor (<50 centimeter / >=50 centimeter) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 2.428 1.394 .574 106 Lower .959 1.022 .305 Upper 6.148 1.902 1.082

LAMPIRAN 2

6. Hubungan Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata


Crosstab keluhan kelelahan mata Mengeluh durasi penggunaan komputer > 4 jam Count % within durasi penggunaan komputer % within keluhan kelelahan mata <= 4 jam Count % within durasi penggunaan komputer % within keluhan kelelahan mata Total Count % within durasi penggunaan komputer % within keluhan kelelahan mata Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b b

Tidak mengeluh 25 39.7% 55.6% 20 46.5% 44.4% 45 42.5% 100.0%

Total 63 100.0% 59.4% 43 100.0% 40.6% 106 100.0% 100.0%

38 60.3% 62.3% 23 53.5% 37.7% 61 57.5% 100.0%

df
a

Asymp. Sig. (2sided) 1 1 1 .485 .618 .485

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

.488

.248 .487

.550 .483 106 1 .487

.309

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,25. b. Computed only for a 2x2 table

LAMPIRAN 2

Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for durasi penggunaan komputer (> 4 jam / <= 4 jam) For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh N of Valid Cases 1.322 1.128 .853 106 Lower .604 .800 .548 Upper 2.893 1.589 1.327

LEMBAR OBSERVASI

NO

JARAK

KONDISI MATA Merah Berair

PENCAHAYAAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1

32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
2

67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

LAMPIRAN 1

Kuesioner Penelitian Keluhan Kelelahan Mata di Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang Tahun 2011

Assalamualaikum Wr.Wb/ selamat pagi/ siang/ sore Teriring salam dan doa semoga Bapak/Ibu selalu diberikan kesuksesan dalam menunaikan tugas keseharian. Saya : Nama : Siti Maryamah NIM : 106101003356

Mahasiswi yang sedang melaksanakan tugas akhir perkuliahan Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.

Petunjuk Pengisian: 1. Berilah tanda ceklist () pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap jawaban yang Anda isikan. 2. Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah (________) yang tersedia.

LAMPIRAN 1

No. Responden

LEMBAR KUESIONER

A. Karakteristik Responden A1. Nama A2. No. Handphone A3. Tanggal Lahir : : :

A4. Apakah anda menggunakan kacamata?

Ya Tidak
A5. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?

Ya Tidak
(Jika Tidak, lanjut ke pertanyaan A7) A6. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?

Kacamata minus/plus (coret yang tidak perlu) Kacamata bifokus Kontak lensa Tidak ada
A7. Apakah Anda sering mengistirahatkan mata Anda ketika bekerja dengan komputer?

Ya Tidak
A8. Seberapa sering Anda mengistirahatkan mata Anda?

Sangat sering (> 3 kali dalam satu jam)

LAMPIRAN 1

Sering (1-2 kali dalam satu jam) Tidak sama sekali


B. Karakteristik Pekerjaan B1. Apa pekerjaan Anda? B2. Berapa lama rata-rata anda bekerja (x) dalam ruang kantor dalam 1 hari? ________________ jam

B3. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor? ________________ .jam

B4. Apakah anda juga sering menggunakan komputer diwaktu istirahat kantor? ________________ jam B4. Berapa lama Anda bekerja/bermain menggunakan komputer diluar jam kantor (setelah pulang kantor/libur) dalam sehari? ___________________ jam

C. Karakteristik Lingkungan Kerja C1. Apakah dengan pencahayaan ruang kerja Anda sekarang sudah cukup nyaman bagi anda untuk menyelesaikan pekerjaan Anda?

Ya Tidak
C2. Bagaimana keadaan kualitas pencahayaan di tempat kerja Anda?

Terlalu terang Cukup terang Kurang terang

LAMPIRAN 1

D. Keluhan Kelelahan Mata D1. Apakah Anda mengalami gangguan atau gejala seperti di bawah ini (setelah menggunakan komputer)? Keluhan Mata terasa tegang Penglihatan kabur Penglihatan rangkap/ganda Mata merah Mata terasa pedih Mata berair Mata terasa gatal Sakit kepala Ya Tidak

Anda mungkin juga menyukai