di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
SKRIPSI
Disusun Oleh:
NIM. 1112101000064
JAKARTA
i
ii
iv
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Maret 2017
ABSTRAK
vi
udara yang baik, melakukan pemeriksaan dan pembersihan blower atau komponen
lainnya secara berkala, memberlakukan job rotation pada seluruh lapisan petugas tanpa
terkecuali untuk meminimalisir paparan PM10, serta menerapkan batas maksimum jam
kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kata Kunci : ISPA, PM10, karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, lama
parkir basement.
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
ABSTRACT
Its suggested for the company to turning whole Fresh Air Ducting system on
each floor of the basement parking in crowded situations of vehicles in order to
viii
get the good air circulation, conduct inspection and cleaning of the blower or
other components on a regular basis, imposed job rotation at all levels of workers
without exception to minimize exposure to PM10, apply a maximum limit of
working hour according local regulations.
ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Agama : Islam
12620
Email : cyolandamutiara@gmail.com
Telepon : 0896-8230-1152
Pendidikan Formal
x
Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Pengalaman Organisasi
Hidayatullah Jakarta.
xi
: Anggota Pengurus Environmental Health Student
Pengalaman Kerja
Tuberkulosis Paru
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah s.w.t. yang atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan
Subjektif Gangguan Pernapasan Akut Pada Petugas di Area Basement Parkir Mal
Blok M dan Poins Square Tahun 2016”. Pada penulisan skripsi ini, penulis
merasa masih banyak kekurangan baik teknis maupun materi mengingat akan
kemampuan penulis yang belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi penulis demi kesempurnaan
proposal skripsi ini.
Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini, khususnya kepada :
1. Orang tua saya Bapak Gokhing Tua Marisi Napitupulu dan Ibu R. Utami
yang selalu mendoakan dan mendukung baik segi mori; maupun materil
dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Kakek tercinta Almarhum R. Sapari Kartaatmadja yang selalu mendidik saya
dari waktu kecil hingga dewasa dengan penuh kasih sayang dan support yang
luar biasa.
3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Prof. Dr. H. Arif Sumantri,
SKM, M.Kes
4. Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D
5. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes., Ph.D selaku dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing II yang juga
telah memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
xiii
7. Dosen penguji yaitu Ibu Yuli Amran, S.KM, M.KM, Bapak dr. Yuli
Prapancha Satar, MARS, Ph.D, dan Ibu Khadijah Azhar, M.KM yang telah
memberikan arahan dan masukan agar skripsi ini berjalan dengan baik.
8. Muhammad Luqman yang telah banyak membantu, memotivasi dan
mensupport seluruh tahapan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Kak Nur Najmi Laila selaku laboran laboratorium HOC FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia mengawasi dan memberi arahan
selama proses turun lapangan berlangsung.
10. Bapak Agus Priyanto (HRD dan GA Manager) Mal Blok M dan Ibu Yayah
Nurmala (HRD) Poins Square yang telah memberikan izin untuk
dilakukannya penelitian ini serta selalu membantu dalam proses perizinan
pengambilan data.
11. Bapak Cecep Supriyatna, bapak Sorba Simbolon, bapak Tony, bapak
Makmun yang telah membantu dalam proses perizinan pengambilan data
pada petugas keamanan dan petugas parkir di Mal Blok M dan Poins Square.
12. Rekan-rekan petugas keamanan dan security parking Mal Blok M dan Poins
Square yang telah membantu dan bersedia untuk dijadikan sampel pada
penelitian ini.
13. Ika Nursyafitriany, Rr. Putri Annisya, Ofin Andina Putri, Yufa Zuriya, rekan
bimbingan Ibu Dewi dan Ibu Ela yang selalu mensupport, membantu proses
turlap dan bersedia berdiskusi terkait skripsi ini.
14. Sahabat se-perkuliahan “itik-itik” (Andini Septiani, Ika Nursyafitriany,
Nurazizah, Vira Rahmayanti, Tyas Widya Utami) yang selalu mendukung
agar skripsi ini cepat rampung.
15. Sahabat SMA “Nine” (Afifah, Annisol, Ayunda, Fadiah, Norin, Ratna, Reffi,
Tyas) yang selalu memberikan support dan motivasi agar bisa lulus segera di
tahun 2017 ini.
16. Sahabat masa kecil Icha dan Reni yang biarpun jarang bertemu namun selalu
mensupport dan memotivasi agar skripsi ini cepat selesai.
17. Rekan Kesling 2012 dan Kesmas 2012 yang saling memberikan semangat
dan arahan dalam diskusi- diskusi singkat selama penyusunan skripsi ini.
xiv
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran serta
pencerahan khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, aamiin.
xv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
xvi
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................ 11
BAB II ................................................................................................................... 13
BAB IV ................................................................................................................. 55
xvii
4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................................... 61
BAB V................................................................................................................... 78
xviii
dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada Petugas di
area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 ..... 100
6.2 Distribusi Frekuensi Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut Pada Petugas di
Area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square ........................................... 104
6.3 Hubungan Konsentrasi PM10 dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ................. 110
6.4 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ......... 119
6.6 Hubungan Status Merokok dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ................. 124
6.7 Hubungan Lama Paparan dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut
pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square ................. 126
6.8 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
Petugas di area basment parkir Mal Blok M dan Poins Square ............................ 128
7.3.2 Saran Bagi Petugas Parkir Maupun Petugas Kemanan ...................................... 133
xix
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 135
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 5.4 Distribusi Lama Merokok dan Rata-rata Jumlah Rokok Yang
Dihisap Per hari oleh Petugas..................................................... 92
xxi
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square.........................
xxii
DAFTAR GRAFIK
xxiii
DAFTAR DIAGRAM
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Layout denah lokasi A1 (area pengukuran P1) & A2 (area
pengukuran P2) (Mal Blok M)................................................. 56
Gambar 4.2 Layout denah lokasi B1 (area pengukuran P3) & B2 (area
pengukuran P4) (Mal Blok M)................................................. 57
xxv
DAFTAR BAGAN
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
5000...........................................................................................155
xxvii
DAFTAR ISTILAH
xxviii
xxix
BAB I
PENDAHULUAN
morbiditas dan mortalitas penyakit menular dimana tercatat sebanyak 156 juta
kasus baru per tahunnya dan 96,7% kasus tersebut terjadi di negara berkembang
dimana DKI Jakarta termasuk dalam sepuluh besar provinsi dengan prevalensi
bahwa ISPA masih menjadi salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Pada tahun 2015 persentase
yakni sebesar 33,39% yang mana keluhan seperti batuk (49,92%) dan pilek
berlangsung dalam waktu yang singkat, bila tidak segera ditangani penyakit ini
akan mengarah kepada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) (Blackler, Jones,
& Mooney, 2007). Pada lingkup pekerja, World Health Organization (WHO)
mencatat diantara Penyakit Akibat Kerja (PAK), PPOK seperti silikosis dan
Organization (ILO) juga mendeteksi bahwa setiap tahunnya terdapat 40.000 kasus
1
baru pneumokoniosis yang disebabkan oleh paparan debu di tempat kerja terjadi
Salah satu faktor risiko terjadinya ISPA ialah pencemaran udara (Kemenkes,
dilakukan oleh Hermawan, Hananto & Lasut (2016), menemukan korelasi yang
sangat kuat (0,779) antara kenaikan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)
pencemaran udara di dalam ruang (indoor air pollution). Pencemaran udara dalam
udara di luar ruang (Effendi & Makhfudli, 2009). WHO dalam Huboyo,
pencemaran udara luar ruang. Terdapat ± 3 juta kematian akibat polusi udara
setiap tahunnya, dimana 2,8 juta diantaranya akibat pencemaran udara dalam
Pusat niaga/ perbelanjaan / mal merupakan salah satu tempat yang berisiko
umum lainnya seperti terminal. Menurut Arief Rahardjo, Head of Research and
2
Advisory Cushman and Wakefield dalam Syailendra (2013), pertumbuhan mal di
Jakarta mencapai 3,9% tiap tahunnya. Hingga tahun 2013 kawasan Jakarta Selatan
sekitar 854.700 m2. Selain itu, wilayah Jakarta Selatan terbukti memiliki jumlah
pusat perbelanjaan atau mal yang paling banyak dibandingkan wilayah lainnya di
Provinsi DKI Jakarta yakni sebanyak 28 buah (28,6%). Dari jumlah tersebut,
terdapat ± 19 mal yang memiliki parkir basement. Poins Square dan Mal Blok M
merupakan kedua mal di wilayah Jakarta Selatan yang memiliki parkir basement
dan termasuk dalam 5 (lima) besar mal dengan jumlah kendaraan masuk tertinggi
di wilayah Jakarta Selatan. Kedua mal tersebut memiliki karakteristik yang sama
yakni sama-sama berlokasi di dekat terminal dan berlokasi didekat proyek MRT
yang sedang berlangsung pada tahun 2016 sehingga lalu lintas di kedua lokasi
tersebut cenderung padat dan konsentrasi pencemar akan semakin tinggi. Dilihat
dari kondisi tersebut maka diasumsikan bahwa kedua mal tersebut dapat memiliki
potensi cemaran debu lebih besar dibandingkan mal lainnya di wilayah Jakarta
Selatan.
kendaraan yang masuk dan keluar dari mal tersebut juga turut dapat mengalami
risiko terjadinya indoor air pollution pada area basement parkir mal.
3
Sayangnya, penggunaan basement (lantai bawah tanah) sebagai area parkir
Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti (2010) yang menemukan
bahwa beban cemaran di parkir basement salah satu mal di Jakarta telah
melampaui baku mutu. Penelitian serupa dilakukan oleh Huboyo, Istirokhatun, &
Sutrisno (2016) di salah satu mal di kota Semarang yang menyatakan bahwa
upperground (lantai atas) dan parameter yang melebihi baku mutu ialah debu.
Dalam SNI 03-6572-2001 disebutkan bahwa ruang parkir bawah tanah (basement)
yang terdiri dari lebih dari satu lantai, gas buang mobil pada setiap lantai tidak
air pollution yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada pekerja.
Terlebih apabila petugas tersebut bertugas pada parkir basement dimana ventilasi
udara sangat minim ditemukan sehingga zat polutan akan terakumulasi pada area
tersebut dan dapat dengan mudah terhirup yang kemudian mengiritasi saluran
parkir basement mal di wilayah Jakarta Selatan pada bulan Juni-Juli 2016,
didapatkan bahwa terdapat 18 (90%) orang petugas parkir yang memiliki keluhan
suara serak yang disertai atau tanpa disertai demam (20%), batuk (39%), pilek
(17%), dan keluarnya cairan dari telinga tanpa disertai rasa sakit (24%).
4
Debu partikulat dengan ukuran aerodinamik ≤ 10 mikron (PM10) merupakan
salah satu faktor pencetus terjadinya ISPA (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana,
2010). PM10 merupakan jenis partikulat yang dapat membahayakan dan paling
RI dalam Pudjiastuti, 2003). Pemakaian BBM dan BBG oleh kendaraan bermotor
Agency (EPA) menyebutkan bahwa paparan PM10 dapat menimbulkan efek pada
sistem pernafasan, kerusakan jaringan paru, iritasi mata, kanker, hingga kematian
kenaikan per 10µg/m3 PM10 atau sekitar 2,3-3 juta per tahun. Di dunia, polusi
kanker bronkus, kanker trakea serta kanker paru (5%) dan kematian anak akibat
mengalami kematian dini dan sekitar 6,4 juta orang kehilangan harapan hidup
menyebutkan bahwa PM10 dapat meningkatkan risiko pekerja untuk terkena ISPA
(Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010; Yamani, 2013; Basti, 2014). Orangtua,
anak-anak, orang dengan penyakit paru kronis / PPOK seperti asma, emfisema
dan bronkhitis kronis sangat sensitif terhadap efek PM10 (EPA, 1995).
Jakarta memiliki tingkat pencemaran udara dengan parameter PM10 paling tinggi.
5
Diantara lima kotamadya di Jakarta, Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan
pencemaran PM10 yang masuk kedalam kategori tidak sehat (149). Tingginya
kendaraan bermotor di DKI Jakarta yang berjumlah hingga 81,24%, diatas rata-
Di samping cemaran debu partikulat PM10, beberapa faktor risiko lain seperti
penelitian yang dilakukan oleh Noer dan Martiana (2013) menyebutkan bahwa
usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA (p=0,017). Selain itu,
jenis kelamin juga termasuk dalam faktor risiko terjadinya ISPA seperti penelitian
yang dilakukan oleh Nelson dan William (2007) yang menyebutkan bahwa anak
dengan jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena ISPA mengingat kebutuhan
yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA ialah masa kerja (Noer & Martiana,
2013; Yusnabeti, Wulandari, & Luciana, 2010), lama paparan terhadap polutan
kebiasaan merokok (Suryo, 2010) dan penggunaan APD seperti masker (Fitriyani,
6
1.2 Rumusan Masalah
tahun ke tahun. Sementara itu, DKI Jakarta termasuk dalam 10 besar provinsi
dengan prevalensi ISPA tertinggi dalam skala nasional. Petugas basement parkir
mal merupakan kelompok orang yang berisiko terhadap terjadinya ISPA pada
basement parkir mal yang sangat tertutup sehingga polutan akan terakumulasi
pada lokasi tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 20
sampel petugas basement parkir mal di wilayah Jakarta Selatan terdapat 18 (90%)
Cemaran debu partikulat PM10 merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
ISPA. Berdasarkan data ISPU harian yang diambil pada bulan September dan
Oktober didapatkan bahwa cemaran PM10 tertinggi ialah berada pada wilayah
DKI Jakarta khususnya Jakarta Selatan. Di DKI Jakarta sendiri terdapat ± 19 buah
mal yang memiliki basement parkir. Bila dilihat dari jumlah kendaraan masuk per
hari, mal Blok M dan Poins Square merupakan kedua mal yang termasuk dalam 5
besar mal dengan jumlah kendaraan masuk tertinggi di wilayah Jakarta Selatan.
tersebut diantaranya usia, lama paparan, masa kerja, kebiasaan merokok dan
7
karakteristik pekerja terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016?
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016?
gangguan pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016?
8
1.4 Tujuan
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
9
petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
tepat.
cemaran debu PM10 bagi kesehatan dan faktor risiko yang mempengaruhi
udara.
10
1.5.4 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(ISPA) ringan pada petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
parkir basement mal Blok M dan Poins Square pada bulan Desember tahun
2016.
Populasi pada penelitian ini ialah seluruh petugas parkir dan petugas
keamanan yang bekerja di area parkir basement mal di dua mal di wilayah
Jakarta Selatan yaitu Poins Square dan mal Blok M yang berjumlah 89 orang.
Besar sampel pada penelitian ini ialah sebanyak 60 responden dengan 8 titik
11
sectional analitik. Data yang digunakan merupakan data primer hasil
akut dan variabel karakteristik individu seperti lama paparan, masa kerja, usia,
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tidak dapat ditentukan oleh tenaga medis seperti perawat ataupun lainnya
(Muttaqin, 2008). Maka dari itu, data subyektif merupakan data yang
(dalam hal ini penderita/pasien). Maka dari itu, keluhan subyektif dapat
dari dan menuju permukaan paru. Melalui definisi tersebut, maka keluhan
13
pernapasan yang meliputi hidung hingga ke alveoli tanpa adanya
batuk, batuk berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri
dada.
a. Batuk
pernapasan lainnya.
Batuk bermula ketika suatu zat asing mencapai salah satu reseptor
14
sehingga udara terperangkap dalam paru-paru. Otot perut dan dada
tubuh. Epiglotis dan pita suara akan terbuka dan udara yang
2010).
b. Sesak napas
15
(biasa disebabkan karena adanya penyakit paru), otot pernapasan
c. Nyeri dada
pada pleura. Nyeri yang dirasakan seperti teriris benda tajam yang
d. Nyeri Tenggorokan
e. Pilek
tubuh akibat adanya zat asing yang masuk pada saluran pernapasan
tersebut. Setelah 2-3 hari, lendir yang keluar berubah warna menjadi
16
2.1.2 Sistem Pernapasan
atmosfer dan alveolus. Maka dari itu, sistem pernapasan ialah sekumpulan
alveolus dengan tujuan memenuhi kebutuhan sel-sel tubuh akan oksigen dan
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel
troposfir bumi akan mudah terhirup terutama oleh manusia. Apabila terhirup,
kardiovaskuler, kulit, mata, dan selaput lendir. Pada sistem pernapasan, zat
17
a. Hidung
pernapasan, dan jalan keluar karbon dioksida serta uap air sisa
terlebih dulu oleh rambut hidung dengan tujuan agar debu dan partikel
rongga hidung agar suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Proses terakhir
b. Silia / Cilia
bergerak lebih dari 1.000 kali per menit, sementara untuk silia yang
18
menit. Paertikel yang terperangkap dalam lapisan mukus dikeluarkan
c. Faring
Faring berfungsi sebagai jalan bagi udara dan makanan, serta terdapat
d. Laring
menuju kerongkongan.
seperti asap rokok dan udara dingin dapat mengganggu kerja silia
19
dimana cabang pertama menuju paru-paru kiri, dan cabang lainnya
elastis serta terdiri dari satu lapis sel yang diliputi pembuluh darah
uap air dari darah berdifusi ke udara (Wasis & Irianto, 2008). Karena
dilindungi oleh mukus dan silia. Sistem pertahanan pada alveoli ialah
g. Paru-paru / pulmo
20
Tabel 2.1. Struktur dan Fungsi Sistem Pernapasan
Alveoli
Vena pulmonaris
Atrium kiri
Serratus anterior
21
Pektoralis minor
Skalenes
Otot ekspirasi
Abdominalis
Interkostalis interna
Serratus posterior
anterior
saat inspirasi otot-otot dada dan diafragma saling berkontraksi dan rongga
kembali normal. Disitulah udara keluar dari paru-paru dan dinamakan fase
tubuh akan mengambil oksigen pada darah, dan darah akan menerima karbon
22
dioksida (CO2). Sebelum oksigen menuju jaringan, oksigen akan didifusikan
tekanan. Karbon dioksida yang dikeluarkan berasal dari kapiler yang ada di
alveolus, dimana gas CO2 akan menembus mebran alveolus dan akhirnya
oksigen masuk ke dalam tubuh per menit dan karbon dioksida dieksresikan
sebanyak 250 mL dalam satu kali pernapasan (Karmana & Fitriana, 2007).
salah satu bagian / lebih dari saluran napas mulai hidung sampai ke alveoli
tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi merupakan
merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
pernapasan ini dikatakan akut apabila timbul satu atau beberapa gejala yang
dapat berlangsung hingga 14 hari (Depkes, 2006). ISPA akibat polusi ialah
ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap
23
kebakaran hutan damn lain-lain (Kemenkes, Pedoman Pengendalian Infeksi
(2009) ialah dikelompokan kedalam tiga kategori yakni ISPA ringan , ISPA
a. ISPA ringan: meliputi satu atau beberapa gejala seperti batuk (tanpa
pernapasan cepat < 40 kali / menit), pilek / keluarnya lendir dari rongga
hidung, serak (suara parau) yang disertai atau tanpa disertai demam (suhu
tubuh > 37oC), keluarnya cairan dari telinga tanpa rasa sakit.
b. ISPA sedang: gejala yang timbul meliputi satu atau beberapa gejala ringan
disertai gejala tambahan seperti suhu tubuh ≥ 39oc, pernapasan > 50 kali /
menit pada bayi usia ≤ 1 tahun, dan 40 kali / menit pada balita (usia 1-5
c. ISPA berat: gejala yang timbul meliputi gejala-gejala pada ISPA ringan
dan sedang ditambah dengan gejala tambahan seperti ada penarikan dada
ke dalam saat napas, kesadaran mulai menurun, nadi cepat ( ≥ 160 / menit)
serta sulit teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru
24
a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA): infeksi yang menyerang
hidung hingga ke bagian faring. Seperti pilek, otitis media, dan faringitis,
rhinitis.
mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai ke alveoli. Infeksi tersebut
Gejala ISPA biasanya muncul kurang lebih 3 (tiga) hari setelah seseorang
terkena infeksi dan kemudian mereda setelah 7 – 12 hari atau hingga 14 hari.
Diagnosis ISPA ditegakkan oleh dokter dengan tahapan sebagai berikut (Krishna,
2013):
daerah sinus atau bila dicurigai ISPA tersebut tidak sembuh dan berlanjut
menginfeksi paru.
Menurut Depkes RI (2005) penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri,
25
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
untuk virus, terdiri dari: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
Sementara itu, penyebab ISPA lainnya adalah asap pembakaran bahan bakar.
yang sangat halus yang mudah masuk dan terhirup oleh manusia dan akhirnya
ISPA yang disebabkan oleh alergi dan virus biasanya menimbulkan gejala
rhinitis dengan gejala pada hidung seperti hidung berair, hidung tersumbat,
dengan gejala sakit tenggorokan tanpa gejala pilek dan bersin. Dan ISPA yang
Sinusitis ialah peradangan pada sinus paralis dengan gejala hidung tersumbat,
ingus berbau, dan sakit di daerah sinus yang terserang (Surdijani, Sumala, &
Sugiarti, 2008).
Beberapa jenis bakteri, virus dan ricketsia penyebab ISPA dapat masuk ke
tubuh manusia melalui inhalasi baik melalui droplet ataupun melalui partikulat
inhalable seperti PM10. Mikroorganisme penyebab ISPA dapat melekat pada debu
26
ataupun pakaian sehingga media yang telah terinfeksi tersebut dapat
menghantarkan infeksi (Mandal, Wilkins, Dunbar, & White, 2008). Ketika debu
reaksi alergi pada salauran napas. Pada saluran napas bagian atas seperti rongga
hidung dan trakhea, debu ataupun partikulat lainnya akan dihadang oleh sistem
banyak ataupun memapar secara terus-menerus, maka sistem pertahanan ini akan
epitel mukosa sehingga fungsi sel dan gerak silia akan terganggu (Sari, 2013).
Iritasi yang terjadi pada saluran napas bagian atas seperti rongga hidung, laring,
faring dapat menyebabkan bersin, batuk, faringitis, laringitis. Bila sel-sel epitel
mukosa terganggu maka akan menimbulkan sekresi lendir yang berlebih. Sekresi
infeksi primer yang diakibatkan oleh virus namun juga menimbulkan infeksi
sekunder dari bakteri (Rahajoe et al dalam Fitriyani, 2011). Respon tubuh akibat
terganggunya fungsi mukosiliar ini ialah bersin, batuk, pilek, hingga demam.
saluran napas bagian atas maka dapat dengan mudah menginfeksi saluran napas
hingga ke saluran napas bagian bawah seperti bronkhus dan bronkhiolus akan
27
menyebabkan sesak napas bagi penderita. Iritasi tersebut juga menimbulkan reaksi
imulogi dan membangun jaringan parut sehingga saluran napas menjadi lebih
Pada alveoli, sistem pertahanan yang dimiliki ialah makrofag. Bila terjadi
partikulat yang sangat halus berhasil lolos hingga ke alveoli maka reaksi yang
serupa juga akan terjadi. Sekret yang menumpuk pada kantung pertukaran udara
tersebut akan sangat mengganggu proses bernapas sehingga timbul rasa sesak.
Namun partikel tersebut juga dapat dicerna kembali ke bronkiolus akibat respon
sel imun protektif yang selanjutnya didorong ke saluran napas bagian atas
(Khairunnisa, 2014).
lebih kecil namun angka mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan karena
Indonesia hingga tahun 2013 ialah sebesar 25%. Kematian balita tahun 2005
pernapasan akut seperti batuk dan pilek menjadi keluhan utama. Didukung dengan
data dari Depkes RI (2013) yang menyebutkan bahwa ISPA merupakan salah satu
28
penyebab kunjungan utama pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit
(15%-30%).
Selain virus, bakteri, ricketsia dan jamur, faktori yang dapat memicu
bahwa beberapa faktor risiko ISPA yang dapat menyebabkan ISPA diantaranya
ialah asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana
transportasi dan industri, kebakaran hutan, dan lain sebgainya. Menurut Hafsari,
Ramadhian, & Saftarina (2015), faktor risiko utama terjadinya ISPA ialah
karena adanya polusi, kondisi lingkungan yang buruk misalnya polutan udara,
karakteristik individu yang menjadi faktor risiko ISPA diantaranya ialah usia,
jenis kelamin, perilaku merokok, masa kerja, lama pajanan dan penggunaan
masker yang berfungsi sebagai alat pelindung diri dari debu (Hafsari,
A. Polusi Udara
kejadian penyakit ISPA (Fitria dkk , 2008; Mundilarto & Istiyono, 2007).
29
Beberapa penelitian terdahulu terlah membuktikan adanya hubungan yang
Lindawaty, 2010).
10 / PM10 merupakan padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap ataupun
debu dan uap yang dapat tinggal di udara dalam waktu yang lama dan berukuran
pertikulat yang ada dalam udara sangat tergantung pada ukuran aerodinamika
partikulat tersebut. Partikulat yang berukuran > 10 mikron akan tersaring oleh
silia pada hidung, trakhea dan bronkus. Sementara, partikulat dengan ukuran lebih
kecil (< 0,1 mikron) akan mudah masuk ke alveoli namun mudah keluar kembali.
Jadi, partikulat yang dapat tinggal di dalam paru-paru memiliki diameter antara 2-
dengan diameter < 10µm memiliki proporsi lebih besar untuk mencapai alveoli
hingga sekitar 2 mm (Shofwati & Satar, 2009). Menurut Gertrudis (2010) PM10
merupakan iritan dan partikulat dengan risiko kesehatan terbesar diantara ukuran
30
2013). Efek pajanan singkat / akut terhadap partikel ini diantaranya ialah dapat
Menurut EPA (1995), orang dengan penyakit paru kronis / PPOK seperti
asma, emfisema dan bronkhitis kronis sangat sensitif terhadap efek PM10. Penyakit
lumen saluran pernapasan bagian bawah. Pada asma, obstruksi saluran pernapasan
dapat disebabkan karena alergi yang dapat menimbulkan spasme / kejang otot
itu, asma jugap dapat disebabkan karena adanya penyumbatan pada saluran
pernapasan karena adanya mukus berlebih dan sangat kental. Peradangan atau
edema pada saluran pernapasan juga dapat menyebabkan asma karena peradangan
bawah yang biasanya diakibatkan karena adanya pajanan berulang akibat asap
rokok, polusi udara, ataupun alergen. Iritasi kronik tersebut menyebabkan adanya
penebalan pada dinding saluran napas bagian dalam yang mengakibatkan saluran
pernapasan menyempit. Selain itu, bronkhitis kronik juga ditandai dengan adanya
produksi mukus yang berlebih dan kental pada bronkus. Akibat adanya iritasi
kronik, maka mukus siliaris menjadi lumpuh dan mukuspun tidak sepenuhnya
31
dapat dikeluarkan dari bronkus. Akibat selanjutnya ialah infeksi bakteri yang
Emfisema merupakan suatu kondisi gangguan yang tak dapat diubah pada
dan menjaga saluran pernapasan agar tetap terbuka sehingga jalan udara masuk
akan dikeluarkan maka bronkioli akan mengerut. Emfisema dapat timbul akibat
pajanan berlebih akibat asap rokok atau iritan kimia lainnya (Anies, 2006).
b. Sumber PM10
bermotor, hasil pembakaraan bahan bakar, dan proses industri (Lindawaty, 2010).
Serupa dengan yang disebutkan dalam US.EPA (2016) bahwa sumber langsung
yang berasal dari emisi diantaranya ialah lokasi konstruksi, jalanan beraspal,
lapangan, cerobong asap ataupun asap dari kebakaran. Sedangkan sumber alamiah
Lebih lanjut EPA menyebutkan bahwa sumber PM10 paling banyak berasal dari
dan lain-lain (11%) (Wright & Nebel, 2002). Harrison (1999) dalam bukunya
32
PM10 yang paling umum dan berkontribusi paling banyak terhadap timbulnya
PM10 di udara.
pembakaran batu bara, minyak, bensin, solar dan kayu bakar, dan hasil
proses industri pada suhi tinggi (misal: peleburan logam atau proses
debu yang terpajan, dosis pajanan debu dikelompokkan menjadi beberapa bagian
yaitu debu total (total dust), debu terhirup (respirable dust), serta debu dosis
kumulatif (cumulative dust). Respirable dust merupakan jenis debu yang sangat
33
Ketika manusia bernapas, PM10 di udara akan terbawa sampai masuk ke
akan berkumpul. Dengan ukuran yang sangat kecil maka partkel tersebut dapat
pada saluran pernapasan bagian atas seperti hidung dan tenggorokan. Sedangkan
seperti trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel dengan ukuran 1-3 mikron
0,5-1 mikron hingga di permukaan alveoli dan dapat menyebabkan firbrosis paru.
Dan partikel dengan ukuran lebih kecil yaitu 0,1-0,5 mikron dapat melayang di
membawanya masuk terserap disaluran pencernaan. Partikel yang lebih halus lagi
sistem sirkulasi maka dari itu paparan partikulat matter ini juga dapat
pertahanan tubuh yang ada ialah sel-sel fagosit / makrofag yang dapat memakan
Sementara itu partikel yang jauh lebih halus lagi akan keluar dari saluran
34
Standar PM10 dalam udara ambien berdasarkan NAAQS / National Ambient Air
diizinkan pada tempat kerja / Permissible Exposure Limit (PEL) ialah sebesar
Menteri Negara Lingkungan Hidup / Permenlh No. 12 tahun 2010 untuk Baku
Mutu Udara Ambien / BMUA Nasional ialah sebesar 150 µg / Nm3 (0,15 mg /
Jakarta No. 54 tahun 2008 dan Permenkes No.48 tahun 2016 untuk parameter
debu respirable PM10 pada lingkungan kerja perkantoran ialah sebesar 150µg/m3
(0,15mg/m3).
satunya kualitas udara. Kualitas udara yang kotor akibat adanya pencemaran
sangat erat hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA (Fitria dkk , 2008;
Mundilarto & Istiyono, 2007). Salah satu polutan yang paling sering
35
antara konsentrasi PM10 terhadap timbulnya penyakit ISPA (Yusnabeti,
Wulandari, & Luciana, 2010; Yamani, 2013; Basti, 2014; Lindawaty, 2010).
berada di udara atmosfer yang kemudian dengan mudah dapat dihirup oleh
tidak ada, maka dari itu zat-zat asing termasuk polutan PM10 dengan mudah
mengiritasi alveolus. Sistem pertahanan yang ada pada alveolus ialah sel-sel
makrofag.
sesak napas dan pilek. Iritasi yang terjadi juga dapat menyebabkan sakit
pada tenggorokan yang juga ditandai dengan batuk dan gejala ISPA lainnya.
36
Iritasi juga dapat menyebabkan adanya penebalan pada organ targe dan hal
tersebut juga dapat membuat penderita mengalami sesak napas dan semakin
lainnya.
37
Bagan 2.1 Jalur Migrasi ISPA
Proses Industri
Mata
Kendaraan Bermotor (bensin,
Sistem Kardiovaskuler
solar)
5-30 µm
Kebakaran Hutan Saluran ISPA
Pernapasan
3-5 µm (Infeksi Saluran
Antropogenik Pernapasan Akut)
Hidung &
PM10 Udara
Tenggorokan
Alami
1-3 µm Trakhea, bronkhus,
Karakteristik
bronkhiolus
Individu
Kebakaran Hutan
Agen biologis: bakteri,
virus, ricketsia, jamur Alveolus
Aktivitas gunung berapi
Usia
Iklim Kerja
Masa Kerja
Perilaku
Suhu Udara
Lama Paparan
1. Kebiasaan
Merokok Kelembaban
2. Penggunaan
Keterangan: masker Kecepatan Angin
Tidak Diteliti
Variabel Berpengaruh
38
B. Karakteristik Pekerja
a. Usia
4 tahun (balita). Pada kelompok pekerja, penelitian yang dilakukan oleh Noer
& Martiana (2013) telah menyebutkan usia merupakan salah satu faktor yang
dengan usia ≥ 40 tahun memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA. Hal
usia seseorang, fungsi organ tubuh akan semakin menurun. Sejalan dengan
semakin tua maka kapasitas vital parunya akan semakin menurun karena
2011).
b. Jenis Kelamin
Kesehatan RI, disebutkan bahwa faktor risiko ISPA terjadi pada anak yang
39
berjenis kelamin laki-laki (Khairunnisa, 2014). Hal yang serupa
disebutkan oleh Nelson & William (2007) dimana disebutkan bahwa risiko
laki juga memiliki lebih banyak aktivitas diluar rumah lebih banyak
c. Masa Kerja
Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak dia terpapar oleh
Luciana (2010), pekerja yang bekerja ≥ 10 tahun lebih berisiko terkena ISPA
dibandingkan dengan pekerja yang bekerja < 10 tahun. Hal tersebut sejalan
d. Lama Paparan
40
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrianto (2015);
e. Kebiasaan Merokok
2004).
debu / PM10. APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh, tetapi akan
41
dapat mengurangi atau memperlambat tingkat pajanan yang terjadi (Odjak
untuk paparan partikulat PM10 (CDC, 2016). Kelas filter ini memiliki
dan 95% dapat menyaring partikulat hingga ukuran 0,3 mikron (NIOSH,
1996).
sebagai masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen
lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau
42
udara dapat mengakibatkan gangguan bagi kesehatan sistem pernapasan, dan
komponen lain ke udara ruang oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas udara ruangan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Mengacu
pada Pergub DKI Jakarta No. 54 tahun 2008 yang dimaksud dengan ruangan yan
parkir basement termasuk dalam kategori ruangan kawasan umum yang dikatakan
Kesehatan lingkungan dan perspektif Islam, 2010). Emisi dapat bersumber dari
hasil proses alam maupun hasil kegiatan manusia (emisi antropogenik). Contoh
emisi yang bersumber dari kegiatan manusia ialah emisi hasil pembakaran bahan
bakar fosil seperti bensin. Umumnya jenis emisi ini seringkali ditemukan pada
43
(CO), Nitrogen oksida (NOx), Sulfur oksida (SOx), hidrokarbon, serta debu atau
Manurut Sumantri (2015), pencemara udara terbagi atas dua jenis, pencemaran
Matter / PM.
dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim kerja. Beberapa diantaranya yaitu suhu
udara, kelembaban, arah dan kecepatan angin, topografi dan geografi (Wardhana,
1999).
1. Suhu udara
Suhu udara merupakan tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda
hubungan yang signifikan antara kejadian ISPA dengan suhu ruang kerja
44
(p= 0,191). Semakin tinggi suhu udara maka udara akan semakin renggang
suhu rendah / dingin maka kondisi udara akan semakin padat dan
pada suhu udara yang tinggi juga dapat menyebabkan bahan pencemar
Kesehatan No. 829 tahun 1999, suhu udara nyaman berkisar antara 18-
dikatakan bahwa batas aman suhu pada ruang perkantoran ialah berkisar
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara ialah jumlah kandungan uap air yang ada di dalam
tinggi kadar uap air di udara akan bereaksi dengan polutan di udara. Uap
air pada udara akan mengikat polutan di udara seperti debu dan kemudian
tarik bumi (Depkes RI, 1990). Disebutkan dalam Kepmenkes no. 1077
45
tahun 2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah dimana
kelembaban yang nyaman untuk ruang kerja seperti lobi ataupun koridor
bahwa untuk daerah tropis, kelembaban udara relatif yang dianjurkan ialah
3. Kecepatan Angin
Selain itu, kecepatan angin yang rendah dalam arti udara tidak bergerak
udara dingin tidak dapat bergerak keatas dan bercampur dengan udara
46
aliran udara pada bangunan dibawah tanah disarankan agar tidak lebih
kecil dari 0,15 - 0,20 m/s (Reverente, Weetman, & Wongphanick, 1993).
Beberapa faktor risiko terjadinya ISPA diantaranya ialah usia, jenis kelamin,
lama paparan, masa kerja, penggunaan APD seperti masker serta kebiasaan
orang tersebut ikut serta dalam penelitian ini. Usia merupakan salah satu faktor
risiko ISPA karena semakin bertambah usia seseorang maka fungsi organ-
organ tubuh semakin menurun, imunitas juga akan semakin melemah. Maka
dari itu orang dengan usia lanjut semakin rentan terhadap pencemaran dan
penyakit infeksius seperti ISPA (Noer & Martiana, 2013; Daroham &
kelompok usia muda seperti balita juga sangat rentan terhadap ISPA. hal
tersebut dikarenakan sistem pembentukan imun dan organ tubuh masih belum
diperoleh bahwa anak berjenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor
risiko ISPA (Khairunnisa, 2014). Hal yang serupa juga disampaikan oleh
Lama paparan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi
47
Undang RI No. 132 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bekerja selama 7
jam/hari dan 40 jam / minggu untuk 6 hari dalam seminggu sedangkan bekerja
selama 8 jam / hari dan 40 jam / minggu untuk 5 hari dalam seminggu.
Masa kerja merupakan lama kerja seseorang dalam satuan tahun. Semakin
lama seseorang bekerja maka semakin banyak pula paparan polutan yang ia
dapat pada tempat kerjanya. Bekerja selama ≥ 10 tahun lebih berisiko terkena
melindungi pekerja dari paparan debu partikulat dan bau. Beberapa penelitian
iritasi yang persisten pada saluran napas akibat asap rokok sehingga lebih
ISPA dapat disebabkan oleh lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan ricketsia.
Sementara itu penyebab ISPA lainnya ialah akibat asap kendaraan bermotor,
Wulandari, & Luciana, 2010; Yamani, 2013). Seluruh agen penyebab ISPA
48
tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim kerja seperti suhu, kelembaban,
Karakteristik Individu
Pekerja:
- Usia
- Jenis Kelamin
- Lama Paparan
- Masa Kerja
- Penggunaan APD
(masker) Infeksi Saluran
Agen Infeksius
- Kebiasaan Merokok Pernapasan Akut
(ISPA)
Bakteri Virus Ricketsia
Polutan
PM10 SO2
Iklim Kerja:
- Suhu
- Kelembaban
- Kecapatan Angin
49
BAB III
pada petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square sebagai
variabel dependen.
Konsentrasi PM10
50
3.3 Definisi Operasional
Variabel Dependen
Variabel Independent
2. Konsentrasi PM10 Jumlah banyaknya debu PM10 yang terkandung Pengukuran Haz-Dust
di udara lingkungan kerja basement parkir langsung; Metode EPAM mg/m3 Rasio
dalam satuan mg/m3 gravimetri 5000
3. Karakteristik Pekerja
51
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
- Jenis Kelamin Tanda fisik yang teridentifikasi pada responden Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki Nominal
dan dibawa sejak dilahirkan 2. Perempuan
- Lama paparan Lamanya waktu responden terpapar ditempat Wawancara Kuesioner 1. > 40 jam/minggu Ordinal
kerja basement selama seminggu dengan satuan (TMS)
jam/minggu
(Permenaker No. 13
tahun 2011)
2. ≤ 40 jam/minggu
(MS)
- Masa Kerja Lamanya waktu responden bekerja di area kerja Wawancara Kuesioner 1. > 10 tahun Ordinal
basement saat ini, terhitung sejak pertama kali
bekerja sampai penelitian dilakukan dalam 2. ≤ 10 tahun
satuan tahun.
52
3. Tidak Pernah
- Status Kategori merokok responden setiap harinya Wawancara Kuesioner 1. Masih Perokok Ordinal
Merokok baik saat bekerja maupun tidak bekerja yang 2. Mantan Perokok
mengacu pada New
3. Bukan Perokok
Zealand Ministry of Health, 2015.
53
3.4 Hipotesis Penelitian
gangguan pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok M
di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
54
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
terhirup dan karakteritistik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja, lama
parkir dan keamanan yang bertugas di area parkir basement Mal Blok M dan
Desain studi cross sectional ialah desain studi yang bertujuan untuk
suatu pajanan dengan efek yang diukur dalam waktu yang bersamaan
mal di wilayah Jakarta Selatan yaitu Poins Square dan Mal Blok M. Berikut
55
e. Basement B1 (Poins Square) (Area kerja security)
56
a) Layout denah lokasi A1 (area pengukuran P1) & A2 (area pengukuran P2) (Mal Blok M)
57
b) Layout denah lokasi B1 (area pengukuran P3) & B2 (area pengukuran P4) (Mal Blok M)
Gambar 4.2 Layout denah lokasi B1 (area pengukuran P3) & B2 (area pengukuran P4) (Mal Blok M)
58
c) Basement B1 (Poins Square)
59
d) Basement B2 (Poins Square)
60
4.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Alur Penentuan populasi dan pengambilan sampel dapat dilihat pada bagan
dibawah ini:
Total Populasi
N = 89
Eligible population
N = 72
Sampel minimum
n = 60
Analisis Univariat
n = 60
Analisis Bivariat
n = 60
ciri yang dipelajari (Nugroho, 2007). Populasi pada penelitian ini ialah
petugas parkir dan petugas keamanan yang bekerja di area basement parkir
Poins Square dan Mal Blok M tahun 2016 dengan jumlah populasi sebanyak
89 orang. Adapun populasi yang akan termasuk dalam penelitian ini harus
61
memiliki persamaan kriteria. Kriteria tersebut diantaranya ialah sebagai
berikut:
1. Kriteria inklusi:
Square
2. Kriteria eksklusi:
asma.
62
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Populasi Pada Masing-Masing Lokasi Penelitian
Basement A1 17
Basement A2 11
1. Mal Blok M
Basement B1 6
Basement B2 6
Basement B1 (area 2
kerja security)
Basement B1 (area 17
kerja petugas parkir)
2. Poins Square
Basement B2 (area 11
kerja petugas parkir)
Basement B2 (area 2
kerja security)
Total 72 orang
b. Sampel
Keterangan:
n : jumlah sampel
63
α : derajat kemaknaan yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini,
1,96.
P1 : Proporsi responden dengan masa kerja > 10 tahun yang terkena ISPA
{1,96√[2(0,4355)(1−0,4355)]0,84√[0,621(1−0,621)+0,25(1−0,25)]}2
n=
(0,621−0,25)2
n= 27
dua proporsi didapatkan bahwa besar sampel minimum yang dibutuhkan ialah
responden drop out maka ditambahkan jumlah sampel sebanyak 10% dan
Oleh karena terdapat jumlah petugas pada masing-masing area kerja yang
random sampling dalam pengambilan sampel. Setiap area kerja akan diambil
64
terhadap minimal sampel pada penelitian ini, proporsi tersebut dapat dilihat
Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan ialah data primer.
65
paparan, masa kerja, status merokok, kebiasaan menggunakan masker)
dan variabel keluhan subjektif gangguan pernapasan akut. Selain itu, data
konsentrasi PM10.
sebagai berikut:
diberi kode 2, dan untuk jawaban bernilai negatif diberi kode 1. Pada
66
2. Karakteristik Pekerja
jawaban menggunakan skala guttman yaitu pada item A7, C5, C8,
diberi kode 1, dan jawaban laki-laki diberi kode 2. Selain itu, pada
pada item pertanyaan A3, C1, C2, C3, C4, C6, C7, C9, C10, C11,
dan C13. Pada item pertanyaan C12, responden diberi kode 1 jika
sebagai berikut:
67
d. Basement B2 (Mal Blok M): (P4)
(P6)
(P7)
hal ini yang dimaksud kawasan kehidupan makhluk hidup ialah kawasan
yang sering ditempati oleh populasi atau disebut dengan area kerja. Lama
Hazard-Dust EPAM 5000 dimana cara kerja alat ini ialah sebagai
berikut:
68
2. Melakukan tes laju alir udara dengan cara memasang alat laju alir
pilih Continue. Selanjutnya dilihat angka di alat tes laju alir udara
tersebut, jika bola kecil menunjukkan angkan 4 Lpm maka laju alir
- Tekan Enter
select - 10µm
69
- Tekan enter, kemudian catat hasil nilai minimum, maksimum,
selama 1 jam
derajat celcius.
penyangga
70
- Tekan tombol HOLS untuk melihat hasil pengukuran,
responden.
berikut:
IB = jumlah rata-rata rokok yang dihisap (batang) x lama merokok (tahun)
karakteristik hampir sama dengan subjek penelitian yang dituju yakni petugas
basement parkir mal. Adapun sampel pada uji validitas dan reliabilitas dalam
71
penelitian ini ialah petugas basement parkir mal di Pondok Indah Mal 2.
Karakteristik mal tersebut serupa dengan lokasi penelitian bila ditinjau dari
pengunjung/hari
parkir basement
per-basement
Pondok Indah Mal 2, Jakarta Selatan. Adapun uji validitas yang digunakan
pada kuesioner penelitian ini ialah uji validitas isi (test content) yang
digunakan pada variabel berskala guttman seperti pada variabel keluhan ISPA
(B1-B5), dan karakteristik pekerja (A7, C5, C8, dan C12). Validitas isi / Test
72
waktu yang tepat dengan estimasi durasi menjawab yang telah ditetapkan
oleh peneliti. Hasil uji validitas ini didapatkan bahwa terdapat beberapa item
pertanyaan yang tidak valid seperti pada item pertanyaan B1 dan B5. Pada
Untuk uji reliabilitas dengan variabel berskala guttman pada penelitian ini
dilakukan dengan uji Kuder Richardson formula 20 dan atau uji Cronbach
hitung 0,637> 0,444 (r tabel) dan nilai rKR 20 sebesar 0,6366. Berdasarkan
0-1, suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel jika koefisien korelasinya >
pengolahan data secara statistik yang terdiri dari beberapa tahapan yang
lapangan.
73
c. Entry : Setelah data sudah dinyatakan lengkap dan layak untuk diolah,
dimasukkan dalam software disertai kode yang telah dibuat sesuai dengan
kategorinya masing-masing.
sebelumnya telah di coding dimana skor 1 untuk kategori indeks dan skor 0
didapatkan skor total dari kelima item tersebut maka dapat dibuat cut of
pernapasan akut.
b) Karakteristik Pekerja
- Jenis Kelamin:
Perempuan
Laki-laki
74
0. Tidak, jika jawaban pada item pertanyaan C5 adalah 2. Tidak
- Riwayat merokok:
Kadang-kadang
e. Cleaning : kegiatan ini merupakan tahap akhir dari manajemen data. Pada
tahap ini, data yang telah diolah dalam software komputer diperiksa kembali
untuk memastikan tidak ada data yang salah atau missed sehingga data
tersebut siap untuk di analisis. Cara yang dilakukan ialah dengan melihat
ulang.
a. Analisis Univariat
75
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut, konsentrasi PM10, serta variabel
masa kerja, penggunaan APD masker, serta kebiasaan merokok, serta faktor
b. Analisis Bivariat
Dengan derajat kepercayaan (CI) 95%, jika nilai P value ≤ 0,05 maka
variabel numerik dan kategorik pada penelitian dilakukan uji normalitas data
76
sehingga analisis yang digunakan ialah Mann Whitney U Test. Variabel
numerik yang dilakukan uji ini ialah keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut dengan konsentrasi debu PM10 terhirup dan keluhan subjektif gangguan
menggunakan nilai Odds Ratio (OR). OR dengan nilai > 1 memiliki arti
risiko.
77
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada 2 (dua) buah mal yang berlokasi di Jakarta
Selatan yakni Mal Blok M dan Poins Square. Kedua mal ini memiliki kesamaan
lokasi dekat terminal, busway, dan konstrusi Mass Rpid Transit / MRT.
Selatan yang berlokasi di Jl. Hasanudin, Melawai Jakarta Selatan. Mal ini berada
di sentra bisnis Jakarta Selatan dengan luas lahan 3,5 Ha yang memiliki konsep
mal yang menyatu dengan taman kota dan terminal bus. Mal ini berada dibawah
terminal bus dan terdiri atas dua lapis bangunan di bawah permukaan tanah
dengan luas 29746 m2 dimana area yang dipergunakan untuk area pertokokan
78
Gambar 5.1 Letak Lokasi Mal Blok M (Jl. Hasanudin, Melawai, Jakarta
Selatan)
Fasilitas pada mal ini meliputi lobby terminal, area parkir gedung (basement
dan outdoor) emplasement, plaza dan taman. Area atas mal ini merupakan
kegiatan terminal transit bus kota yang dikenal dengan terminal bus Blok M
dengan 6 (enam) jalur bus yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga bus-bus
yang masuk diatur dengan menggunakan sistem traffic Frist in First Out.
Terminal bus Blok M merupakan tujuan awal dan akhir dari route busway koridor
I (Blok M – Kota) dan terdapat fasilitas bus Damri Blok M – Bandara Soekarno
Hatta. Selain itu, mal ini juga terletak pada salah satu lokasi konstruksi stasiun
kurang dari 150.000 penumpang perhari yang menggunakan fasilitas bus tersebut
dan sebagian besar penumpang (± 30.000 orang / hari) mengunjungi mal ini setiap
harinya.
79
Dikarenakan lokasi mal ini berada di bawah terminal bus Blok M, maka
seluruh kegiatan berada di dalam basement. Gedung plaza yang terdapat di dalam
basement digunakan untuk tempat perbelanjaan dengan fasilitas indoor dan full
AC. Sementara itu, pada area parkir basement juga terdapat area kantor yang juga
tertutup dan full AC sehingga paparan dari asap kendaraan bermotor pada area
parkir basement dapat diminimalisir. Area parkir basement pada lokasi ini terdiri
dari 4 lantai yakni parkir basement A1, A2, A3 dan A4. Sedangkan kelompok
yang sangat berisiko terhadap paparan asap kendaraan bermotor pada area
tersebut ialah petugas keamanan dan petugas parkir yang bertugas di area tersebut.
Poins Square Shopping Mall and Apartment merupakan salah satu pusat
perbelanjaan di wilayah Jakarta Selatan. Mal ini berlokasi di Jl. R.A. Kartini No.
1, Lebak Bulus, Cilandak, RT.9/RW.7, Lb. Bulus, Cilandak, Kota Jakarta Selatan.
Mal yang berdiri pada lahan seluas 2,5 Ha telah dibangun di kawasan yang sangat
strategis. Gedung yang memiliki 15 lantai apartemen ini memiliki jam operasional
selama 24 jam.
80
Gambar 5.2 Letak Lokasi Poins Square Shopping Mall & Apartment (Jl. RA
Poins Square berada pada lokasi konstruksi Mass Rapid Transit / MRT
(Lebak Bulus) yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan. Selain itu, mal ini
juga berdekatan dengan terminal Lebak Bulus dan halte busway Lebak Bulus. Mal
Jumlah lantai pada parkir basement di lokasi ini ialah sebanyak 3 (tiga) lantai
yang terdiri dari B1, B2 dan B3. Kapasitas parkir pada area ini ialah 1000-2000
dibuka untuk umum melainkan hanya untuk parkir mobil karyawan, maka tidak
ada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area tersebut sehingga
Meskipun terdapat office pada area basement B3, namun area tersebut
merupakan tepat indoor dengan fasilitas full AC sehingga paparan polutan pada
81
parkir basement kepada petugas kantor dapat diminimalisir. Sementara itu petugas
yang bekerja full time pada area mobilisasi kendaraan parkir di basement ialah
petugas parkir dan keamanan sehingga sangat berisiko terpapar asap kendaraan
bermotor.
subjektif gangguan pernapasan akut apabila petugas tersebut memiliki satu atau
beberapa gejala ISPA ringan yang telah dirasakan dalam kurun waktu satu
dirasakan ≤ 14 hari.
100
90
80 70
70 59.5
60
50 40.5
40
30
20
10
Mal Blok M Poins Square Total Keluhan
Ada Keluhan
82
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui bahwa sebagian besar petugas parkir
100
90 81.8
80
70 63.16
60
50
36.84
40
30
18.2
20
10
Petugas Parkir Petugas Keamanan
83
di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square memiliki keluhan
ditimbulkan ialah terbagi menjadi tiga kategori diantaranya ialah ISPA ringan,
ISPA sedang, dan ISPA berat. Dalam penelitian ini seorang petugas dikatakan
ISPA ringan, diantaranya ialah batuk, pilek (terdapat lendir pada rongga
hidung), serak (suara parau) disertai atau tanpa disertai demam, keluarnya
cairan dari telinga tanpa rasa sakit. Distribusi gejala-gejala tersebut pada
petugas parkir maupun keamanan di area basement parkir Mal Blok M dan
84
Grafik 5.3 Distribusi Petugas dengan Keluhan Subjektif Gangguan
Pernapasan Akut Berdasarkan Gejala Penyerta di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=42)
100
90
80
66.7
70 59.5 61.9
60
50
40
30 21.4
20
10
Batuk (tanpa napas Pilek / hidung Suara serak Keluarnya cairan
cepat) tersumbat disertai atau tanpa dari telinga tanpa
disertai demam rasa sakit
hampir merata. Namun dapat dilihat keluhan yang paling banyak dirasakan
oleh petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
mal Blok M dan Poins Square ialah keluhan pilek / hidung tersumbat yakni
85
5.2.2 Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ISPA Ringan
diantaranya ialah usia, jenis kelamin, lama paparan, masa kerja, perilaku
2016
Hasil pengukuran konsentrasi PM10 pada area basement parkir mal Blok
86
Tabel 5.1 Distribusi Konsentrasi PM10 di seluruh Area Parkir
Konsentrasi
0,092 0,073 0,055-0,157 0,082-0,101 60
PM10
bahwa data variabel usia petugas tidak terdistribusi normal (< 0,05).
kerja parkir basement mal Blok M dan Poins Square memiliki rata-rata
sebesar 0,092 mg/m3 dan nilai tengah sebesar 0,073 mg/m3 dengan tingkat
minimum yang didapat ialah sebesar 0,055 mg/m3 dan maksimum 0,157
mg/m3.
87
Tabel 5.2 Distribusi Konsentrasi PM10 di masing-masing Area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Basement)
P6 Parkir Basement B1 Poins Square (Loket 0,055
0,002-0,519
Keluar / Area Kerja Petuga Parkir)
P7 Parkir Basement B2 Poins Square (Area 0,115
0,011-1,220
Kerja Petugas Parkir)
P8 Parkir Basement B2 Poins Square (Area 0,118
0,002-0,161
Kerja Petugas Keamanan)
0,157 mg/m3, area B1 0,078 mg/m3, dan area B2 sebesar 0,119 mg/m3.
(loket keluar basement) sebesar 0,055 mg/m3, area B2 (lokasi jaga petugas
88
parkir) sebesar 0,115 mg/m3, dan area B2 (lokasi jaga petugas keamanan)
terdapat tiga lima titik yang berada di atas nilai media yakni pada are P2,
diukur dalam satuan tahun. Hasil pengukuran usia responden dapat dilihat
B 60
Usia 33,28 29 20-56 30,46-36,10
didapatkan nilai p value sebesar 0,000, yang artinya bahwa data variabel
usia petugas tidak terdistribusi normal (< 0,05). Pada tabel 5.3, diketahui
bahwa usia seluruh petugas parkir dan keamanan pada area basement
parkir Mal Blok M dan Poins Square memiliki rata-rata 33 tahun dan nilai
89
tengah 29 tahun dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang
Distribusi frekuensi jenis kelamin pada petugas dapat dilihat pada grafik
area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
100
86.7
90
80
70
60
50
40
30
20 13.3
10
Perempuan Laki-laki
mal Blok M dan Poins Square berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak
90
4. Distribusi Frekuensi Penggunaan Masker pada Petugas di area
5.5.
100
90
80
70
56.7
60
50 43.3
40
30
20
10
Tidak Menggunakan Menggunakan
masker pada saat bertugas yakni sebanyak 34 orang (56,7%) petugas dari
91
Berikut distribusi jenis masker yang biasa digunakan oleh petugas di
38%
62%
medis.
92
Perokok, 3. Bukan Perokok. Distribusi frekuensi status merokok pada
Mal Blok M dan Poins Square ialah 43,3% orang merupakan bukan
rata jumlah batang rokok yang dihisap per harinya sebagai berikut:
93
1. Lama 34
11,41 8,50 2-30 8,42-14,40
Merokok
2. jumlah batang 34
9,85 11,00 2-20 7,88-11,82
rokok perhari
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa lama merokok petugas
parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir mal Blok
M dan Poins Square memiliki nilai tengah sebesar 8,5 tahun dengan
area basement parkir mal Blok M dan Poins Square ialah 10 batang
batang rokok yang dihisap per hari oleh petugas paling sedikit ialah 2
94
Diagram 5.2 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Derajat Merokok
Brinkman Index (BI) di area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Tahun 2016 (n=34)
29%
Perokok Ringan (1-199)
maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir mal Blok M dan
mantan perokok.
Kerja No. 01 tahun 1997, variabel lama paparan pada penelitian ini
Distribusi frekuensi lama paparan responden dapat dilihat pada grafik 5.8.
95
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Petugas berdasarkan Lama Paparan di area
Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016 (n=60)
100
83.3
80
60
40
16.7
20
0
> 40jam/minggu ≤ 40 jam / minggu
Untuk variabel lama paparan, dapat dilihat pada grafik 5.7 diatas,
di area basement parkir mal Blok M dan Poins Square memiliki lama kerja
nilai p 0,000 sehingga disimpulkan bahwa data masa kerja petugas tidak
nilai median digunakan sebagai cut of point pada variabel ini dimana
diketahui bahwa nilai median pada variabel ini ialah 10 tahun. Sehingga
96
tahun. Distribusi frekuensi masa kerja pada responden dapat dilihat pada
grafik 5.8.
100
80
61.7
60
38.3
40
20
0
> 10 tahun ≤ 10 tahun
Proporsi responden berdasarkan masa kerja
parkir maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir mal Blok
M dan Poins Square saat ini telah bekerja selama ≤ 10 tahun yaitu
Pada penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara variabel jenis kelamin,
penggunaan masker, kebiasaan merokok, lama paparan, dan masa kerja terhadap
Sementara untuk mengetahui hubungan antara variabel usia dan konsentrasi PM10
terhadap keluhan subjektif gangguan pernapasan akut digunakan analisis uji non-
97
parametrik Mann-Whitney dikarenakan data kedua variabel independent tersebut
pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square dapat dilihat pada tabel 5.12
dibawah ini.
Keluhan subjektif
Frekuensi Mean
No. Variabel gangguan pernapasan P Value
(n) Rank
akut
Pada tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata konsentrasi PM10 pada petugas
dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut lebih besar dari pada
Selain itu, berdasarkan hasil uji statistik non parametrik Mann Whitney
didapatkan p value sebesar 0,026 (< 0,05) yang artinya pada α 5% ada
yang memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut dengan yang tidak.
98
5.3.2 Hubungan antara Usia Petugas dengan Keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M
dan Poins Square
Hubungan antara usia petugas dengan keluhan subjektif gangguan
pernapasan akut pada petugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Keluhan subjektif
Frekuensi Mean
No. Variabel gangguan P Value
(n) Rank
pernapasan akut
Pada tabel 5.6 diketahui bahwa rata-rata usia pada petugas parkir maupun
keamanan dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut lebih besar dari
pada petugas parkir maupun keamanan yang tidak memiliki keluhan subjektif
Whitney didapatkan p value sebesar 0,034 (< 0,05) sehingga dapat disimpulkan
99
5.3.3 Hubungan antara Variabel Independen Jenis Kelamin, Penggunaan
APD (Masker), Status Merokok, Lama Paparan, dan Masa Kerja
dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada Petugas di
area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Hubungan antara jenis kelamin, penggunaan APD (masker), kebiasaan
akut pada petugas di area basement parkir mal Blok M dan Poins Square
Keluhan subjektif
gangguan
pernapasan akut Total OR P
No. Variabel Kategori
(95% CI) Value
Ya Tidak
n % n % n %
Penggunaan Tidak
27 84,4 5 15,6 32 100 4,680
1. APD Menggunakan 0,021
(masker) (1,397-15,68)
Menggunakan 15 53,6 13 46,4 28 100
Mantan
Status 12 66,7 6 33,3 18 100
2. Perokok - 0,572
Merokok
Bukan
20 76,9 6 23,1 26 100
Perokok
>NAB (40
Lama 38 76 12 24 50 100 4,750
3. jam/minggu) 0,052
Paparan (1,146-19,69)
≤ NAB (40 4 40 6 60 10 100
100
jam / minggu)
Hasil analisis statistik yang disajikan dalam tabel 5.7 menunjukkan bahwa
value 0,021 (< 0,05), artinya pada α 5% terdapat hubungan yang bermakna
pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016. Hasil analisis keeratan hubungan
antara kedua variabel tersebut menunjukkan nilai OR 4,680 (95% CI; 1,397-
15,68) yang artinya petugas yang tidak terbiasa menggunakan masker saat
bekerja memiliki risiko 4,680 kali lebih besar terkena ISPA ringan
bekerja.
Kemudian pada tabel 5.7, diketahui bahwa pada 42 orang petugas dengan
statistik chi square didapatkan p value sebesar 0,572 (> 0,05) yang artinya
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status perokok dengan keluhan
101
subjektif gangguan pernapasan akut pada petugas parkir maupun keamanan
yang bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun
2016.
(76%) petugas bekerja lebih dari 40 jam / minggu dan hanya 4 orang (40%)
petugas yang bekerja ≤ 40 jam / minggu. Hasil uji statistik chi square
menunjukkan p value 0,052 (> 0,05) yang artinya pada α 5% tidak terdapat
bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
(91,3%) petugas yang telah bekerja >10 tahun sementara terdapat 21 orang
(56,8%) petugas yang bekerja ≤ 10 tahun. Hasil uji statistik chi square
bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016.
OR 8,000 (95% CI; 1,632-39,21) yang artinya petugas dengan masa kerja > 10
tahun memiliki risiko 8 kali lebih besar terkena ISPA ringan dibandingkan
102
BAB VI
PEMBAHASAN
tingkat suhu dan kelembaban pada area tersebut. Sementara, suhu dan
seluruh titik pada jam-jam dengan jumlah kendaraan masuk yang padat.
2. Pada variabel status merokok tidak ditanyakan terkait jenis rokok apa yang
103
6.2 Distribusi Frekuensi Keluhan subjektif gangguan pernapasan akut Pada
hidung hingga ke alveoli serta organ adneksanya dan dapat berlangsung hingga
14 hari. ISPA dapat disebabkan oleh paparan bakteri, virus, ricketsia hingga
jamur. Selain itu, faktor lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, dan
ISPA. Meskipun periode lamanya penyakit ini terbilang cepat, namun apabila
ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Gejala yang dapat timbul ketika
terkena ISPA ringan diantaranya ialah batuk (tanpa pernapasan cepat < 40
kali/menit), pilek (keluarnya cairan dari rongga hidung), serak (suara parau)
yang disertai atau tanpa disertai demam (suhu tubuh > 37oC), serta keluarnya
cairan dari telinga tanpa rasa sakit (Ditjen P2MPL, 2009). Hasil penelitian
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square tahun 2016 memiliki keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut sesuai dengan gejala yang disebutkan oleh
104
memang dapat ditemukan pada petugas yang bekerja di area parkir basement
mal.
Sebagaimana bila ditinjau dari segi fungsi dan kondisi area basement
parkir sendiri merupakan area dengan kondisi terisolasi dan merupakan tempat
sana.
keamanan di area basement parkir mal merupakan petugas yang rentan terkena
yang telah melebihi 50% dari total petugas. Meskipun proporsi keluhan
subjektif gangguan pernapasan akut pada kedua mal hampir merata, namun
diketahui bahwa proporsi petugas di mal Blok M yang terkena ISPA ringan
disebabkan karena lebih tingginya rata-rata konsentrasi PM10 pada mal Blok
tersebut dikarenakan terdapat beberapa sistem Exhaust Air Ducting (EAD) dan
Fresh Air Ducting (FAD) di area parkir basement mal Blok M yang dinyalakan
secara bergantian guna mengehemat listrik, sehingga sirkulasi udara dalam area
105
Kemudian bila dilihat dari segi profesi petugas, didapatkan bahwa
petugas parkir sebanyak 63,16%. Meski selisih persentase tidak terlalu besar,
tahun. Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Guyton & Hall (2008) yang
buruk dengan keadaan lingkungan yang berdebu dan faktor lainnya seperti
kebiasaan merokok dan lainnya. Didukung dengan teori yang dijelaskan oleh
kematangan pertumbuhan pada sekitar usia 20-25 tahun dan setelah itu akan
batuk baik berdahak ataupun kering yang dirasakan tanpa pernapasan cepat.
Batuk merupakan suatu refleks protektif yang timbul akibat adanya iritasi
akibat adanya reaksi terhadap alergen atau virus yang masuk ke dalam
fungsi sel dan gerak silia akan terganggu (Sari, 2013). Batuk kering biasanya
106
timbul akibat adanya zat iritan yang masuk sehingga tidak menimbulkan
adanya sekret, ataupun muncul pada saat fase terakhir dari pilek yang
gangguan pernapasan akut terbanyak pada petugas ialah keluhan pilek / hidung
oleh udara yang dihirup seseorang ialah rongga hidung. Di dalam rongga
hidung, udara yang masuk akan mengalami tigas proses yakni filtrasi /
saluran napas yang dapat mengeluarkan mukus. Jika konsentrasi debu PM10
yang masuk atau terhirup dalam jumlah yang banyak dan secara terus-menerus,
maka sistem pertahanan pertama mukosiliar ini akan terganggu sehingga akan
selanjutnya dapat mengiritasi sel-sel epitel mukosa sehingga fungsi sel dan
keluar dari rongga hidung berupa lendir (mukus) dengan tujuan untuk
107
mengeluarkan zat asing tersebut (Pujiarto, 2014). Zat-zat yang sifatnya alergen
seperti debu, serbuk sari, bulu binatang peliharaan dapat memicu timbulnya
pilek atau disebut rhinitis alergi. Sedangkan pilek yang disebabkan oleh infeksi
virus biasa disebut selesma (common cold) dan influeza. Keduanya termasuk
dalam rhinitis virus namun memiliki jenis virus yang berbeda. Selesma biasa
mengeluhkan timbulnya suara serak / parau yang disertai atau tanpa disertai
demam. Suara serak dapat timbul akibat adanya iritasi atau peradangan pada
tanpa rasa sakit. Keluarnya cairan dari telinga diakibatkan adanya sekret
cairan dalam rongga telinga tengah akibat refluks tersebut. Biasanya hal
tersebut diakibatkan karena flu / pilek dengan durasi yang lama atau adanya
2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil telaah daftar hadir petugas,
petugas yang izin untuk tidak masuk karena sakit. Sejauh ini, penanganan
keluhan ISPA pada petugas bersifat kuratif. Dalam Permenaker no. 48 tahun
108
2016 dijelaskan bahwa penanganan penyakit di suatu perusahaan paling sedikit
diperoleh informasi bahwa pertolongan pertama pada penyakit (dalam hal ini
penggunaan kotak P3K) berada pada masing-masing unit kerja salah satunya
pada kantor pos keamanan. Sehingga apabila ada petugas yang mengalami
sakit ringan seperti diare, flu dan batuk dapat mengambil persediaan obat
dalam kotak P3K. Selanjutnya diatur dalam hasil Konvensi ILO No. 120
dimana disebutkan bahwa setiap badan, lembaga atau kantor jasa, atau
bagiannya yang tunduk pada konvensi No. 120 harus memelihara persediaan
obat atau pos P3K. Selain itu, seluruh petugas juga telah memiliki jaminan
kesehatan berupa kartu BPJS sehingga bila mereka merasa ada keluhan
terhadap kesehatan mereka maka kartu BPJS dapat dengan mudah mereka
gunakan.
pengendalian faktor risiko dan penemuan dini kasus penyakit serta penilaian
kerja petugas pada basement parkir di kedua mal yang dijadikan lokasi
untuk udara keluar dan fresh air ducting untuk udara masuk. Selain itu, upaya
109
administratif yaitu job rotation, namun upaya ini hanya dilakukan pada
beberapa petugas saja seperti kepala siaga ataupun kepala regu. Sehingga
petugas. Sementara itu upaya yang terakhir yaitu penggunaan alat pelindung
diri belum dapat difasilitasi oleh perusahaan. Oleh karena itu diharapkan
Sementara itu upaya lainnya seperti penemuan dini kasus penyakit dan
penilaian status kesehatan belum dapat dilakukan oleh perusahaan. Salah satu
pernah dilakukan namun tidak secara berkala dan sudah dilakukan dalam
penyakit yang lebih serius seperti PPOK atau penurunan fungsi paru,
berkala dalam waktu minimal 1 tahun sekali kepada seluruh petugas mengingat
pernapasan akut.
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA (Fitria dkk , 2008; Mundilarto &
110
Istiyono, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan, Hananto & Lasut
(2016), menemukan korelasi yang sangat kuat (0,779) antara kenaikan Indeks
Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata konsentrasi PM10 di area kerja
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square sebesar 0,092 mg/m3 dan memiliki
nilai tengah sebesar 0,073 mg/m3. Konsentrasi terkecil pada area kerja tersebut
sebesar 0,055 mg/m3 sementara konsentrasi terbesar ialah 0,157 mg/m3. Jika
parameter PM10 sendiri masih terbilang aman karena batas yang ditentukan pada
udara ambien sebesar 0,150 mg/m3. Sementara hanya terdapat satu titik area kerja
antara konsentrasi PM10 dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
responden. Hal tersebut dapat disebabkan karena standar baku mutu yang
digunakan merupakan standar baku mutu udara ambien yang artinya belum
spesifik menuju standar kualitas udara di area kerja basement. Mengingat kondisi
area basement yang sangat tertutup, terlebih hasil pengukuran suhu pada area
basement parkir menunjukkan angka yang telah melampaui standar sehingga akan
berpengaruh terhadap konsentrasi PM10 di area ini. Hasil peneltian ini sesuai
dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko
terjadinya ISPA ialah polutan di udara (Fitria dkk , 2008; Mundilarto & Istiyono,
2007) yang khususnya ialah konsentrasi PM10 (Yusnabeti, Wulandari, & Luciana,
111
Berdasarkan ukuran aerodinamiknya, PM10 merupakan partikulat pencemar
yang mudah tersuspensi dalam waktu yang cukup lama di udara sehingga
terhirup, partikulat akan mengiritasi sel epitel mukosiliar pada rongga hidung
yang dapat disebut rhinitis allergy. Ketika partikulat masuk ke organ lebih dalam
maka akan menimbulkan iritasi pada organ pernapasan lainnya dan menimbulkan
112
Masuk Basement)
Ambang Batas yang telah ditetapkan terdapat pada titik pengukuran P2. Setelah
dilakukan analisis lebih lanjut didapatkan bahwa pada area tersebut memiliki
derajat suhu udara area kerja paling tinggi (38,46oC) dibandingkan area kerja
lainnya. Meskipun memang seluruh area kerja jika dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan melalui Permenkes No. 48 tahun 2016 (21-26oC) dan SNI
area parkir basement dikarenakan sistem EAD dan FAD yang tidak stabil. Pada
saat dilakukan pengukuran di area dengan suhu dan konsentrasi tinggi seperti titik
P2, sistem Exhaust Air Ducting / EAD menyala namun untuk sistem Fresh Air
Ducting / FAD tidak menyala. Sehingga sirkulasi udara dari luar tidak dapat
113
masuk ke area ini, maka suhu menjadi lebih tinggi dan mengakibatkan partikulat
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Mikrajuddin,
Saktiyono, & Lutfi (2007) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu udara
maka gerakan partikel suatu zat akan semakin aktif. Partikel dalam wujud padat
seperti debu PM10 memiliki gerakan partikel yang terbatas hanya pada gerakan
ditempatnya (bergetar). Ketika suhu dinaikkan pada suhu tinggi maka gerakan
partikelnya akan semakin lincah sehingga akan lebih banyak tersuspensi di udara.
tinggi. Apabila suhu udara terus dinaikkan maka pada suhu tertentu gaya tarik
antar partikel tidak dapat menahan partikel untuk tetap pada posisinya yang
area akan menjadi rendah. Diasumsikan bahwa partikulat dapat berpindah posisi
pada suhu panas jika dipengaruhi oleh kecepatan angin seperti pada udara
ambien. Namun hasil pengukuran kecepatan angin pada area kerja ini
menunjukkan nilai sebesar 0,0 m/s. Sehingga dalam penelitiannya ini, kecepatan
Selain itu, konsentrasi PM10 pada penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh
menunjukkan bahwa area dengan konsentrasi PM10 tinggi (> 0,073 mg/m3
(median)) seperti pada titik P2, P4, P7, dan P8 memiliki kelembaban lebih rendah
dibandingkan pada area lainnya dan jika dibandingkan dengan standar SNI 03-
114
6572-2001 keempat area pengukuran tersebut memang masih terbilang aman,
Hasil pengukuran tersebut sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Depkes RI
(1990) bahwa pada kelembaban udara yang tinggi kadar uap air di udara akan
bereaksi dengan polutan di udara. Uap air pada udara akan mengikat polutan di
udara seperti debu dan kemudian akan menangkap kembali partikel polutan
yang berukuran lebih besar dan menjadi lebih mudah mengendap ke permukaan
bumi oleh gaya tarik bumi. Apabila partikel mengendap pada permukaan bumi
maka konsentrasi yang tertangkap pada udara suspensi akan semakin kecil.
Selain pengaruh suhu dan kelembaban area kerja, kepadatan jumlah kendaraan
dkk (2016) menemukan adanya peningkatan konsentrasi debu yang linier dengan
konsentrasi rendah (P! Dan P3) jauh lebih sedikit dibandingkan pada area
konsentrasi tinggi (P2 dan P4). Hal tersebut dikarenakan lahan parkir pada area P3
dibatasi oleh area office sehingga sebagian area parkir di lantai tersebut dilarang
untuk digunakan. Sementara itu, area parkir P1 merupakan titik yang paling
115
dahulu dilakukan pengukuran di Mal Blok M, dimana mobilisasi kendaraan belum
Sedangkan hal yang berbeda terjadi di lokasi pengukuran Poins Square dimana
kepadatan kendaraan pada seluruh area parkir basement pada saat dilakukan
Dalam upaya pengendalian faktor risiko gangguan kesehatan yang dapat terjadi
pada petugas parkir maupun keamanan yang bekerja di area basement, kedua mal
Fresh Air Ducting (FAD) yang telah terpasang di setiap lantai basement parkir.
Fungsi dari EAD itu sendiri ialah untuk membuang udara dari dalam lahan parkir
udara dari luar untuk masuk ke dalam area basement parkir agar terjadi pertukaran
udara. Meskipun instalasi ducting ini telah berjalan, namun berdasarkan informasi
diketahui bahwa terdapat beberapa lantai area parkir basement pada satu mal yang
kondisi EAD dan FAD nya tidak digunakan secara berkala guna menghemat
aliran listrik sehingga sirkulasi udara pada area basement menjadi kurang.
Kemudian jika dilihat hasil pengukuran suhu didapatkan hasil yang telah
Saktiyono, & Lutfi (2007) suhu udara yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi
polutan pada udara tersuspensi. Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian untuk
116
menekan tingginya suhu pada area kerja basement parkir salah satunya melalui
penggunaan sistem ventilasi mekanik seperti Fresh Air Ducting dan Exhaust Air
Ducting secara aktif. Hasil Konvensi ILO No. 120 pasal 8 mengatur bahwa semua
ventilasi yang cukup dan sesuai, bersifat alami ataupun buatan atau kedua-duanya
Lebih lanjut diatur dalam SNI 03-6572-2001 bahwa sistem ventilasi mekanik
harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni. Selain berfungsi untuk
membuang udara kotor dari area basement parkir keluar, ventilasi mekanik juga
berfungsi untuk menstabilkan sirkulasi udara agar udara lebih sejuk dan nyaman.
Sebagaimana hal yang diatur dalam hasil Konvensi ILO No. 120 pasal 10 dimana
disebutkan bahwa suhu yang nyaman dan tetap harus dipertahankan dalam
diperlukan kecepatan angin sebesar 0,35 m/s agar lingkungan menjadi lebih sejuk
dan nyaman. Artinya, untuk menekan suhu yang tinggi pada area kerja, maka
diperlukan kecepatan angin minimal 0,35 m/s pada area tersebut salah satunya
dengan memanfaatkan sistem ventilasi mekanik Fresh Air Ducting / FAD yang
telah terpasang dan digunakan secara aktif selama jam operasional basement
tersebut. Kemudian untuk nilai pertukaran udara / jam atau Air Change Ratio
(ACH) yang dianjurkan pada tempat parkir berdasarkan SNI tersebut ialah sebesar
6 ACH.
117
Selain itu, mengingat pola rotasi kerja pada petugas yang tidak fleksibel
dimana hanya beberapa petugas saja yang mendapatkan rotasi kerja dari basement
ke area lain, maka diharapkan perusahaan dapat memberlakukan job rotation pada
seluruh petugas sehingga paparan PM10 dengan jumlah besar pada area basement
parkir dapat diminimalisir. Penyediaan masker untuk petugas juga perlu dilakukan
untuk meminimalisisr paparan debu PM10 tersebut. Dalam hal ini masker dengan
NIOSH untuk paparan partikulat debu PM10 (CDC, 2016). N95 merupakan kelas
perlindungan terhadap paparan partikulat non-oil (N: Not resistant to oil) yang
95% dapat menyaring partikulat hingga ukuran 0,3 mikron (NIOSH, 1996).
Namun mengingat kondisi lahan parkir basement yang sangat tertutup (indoor)
dan dengan suhu di atas standar yang ditentukan, maka dikhawatiran pekerja akan
(2014) dan Ministry of Health Singapore ( 2016) bahwa masker N95 sebaiknya
digunakan hanya di luar ruangan dengan kadar oksigen minimal 19% (Setiadi,
2015). Sehingga pada kasus ini, disarankan untuk menggunakan surgical mask,
yang meskipun tidak 95% dapat menyaring partikulat ukuran ≤10 mikron namun
parkir ialah dengan meletakkan tanaman penjerap debu. Menurut hasil peneltian
Suchesdian (2013), selain bernilai estetika, tanaman hias jenis Heliconia, Pandan
118
Kuning, Rowelia Tegak, Sanseviera trifasciata / lidah mertua dan Kaca Piring
juga mampu menjerap debu yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Heliconia
mampu menjerap debu sebanyak 53,73 mg/hari dan merupakan tanaman dengan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
Selain itu juga dapat mempengaruhi kondisi fungsi organ paru yang ditunjukkan
maupun keamanan yang bekerja di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
Square ialah 33 tahun dengan nilai tengah yaitu 29 tahun. Hasil penelitian juga
gangguan pernapasan akut ialah 34 tahun sedangkan rata-rata usia pada petugas
dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut ( p value 0,034 < 0,05). Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noer & Martiana
119
(2013) (p= 0,017) dan Daroham & Mutiatikum (2009) (p = 0,000). Fitriyani
(2011) menyebutkan bahwa seorang pekerja yang semakin tua maka kapasitas
vital parunya akan semakin menurun karena adanya kemunduran fungsi organ,
sehingga lebih rentan terhadap paparan polutan yang berakibat pada timbulnya
gangguan pernapasan.
seseorang maka kerentanan terhadap efek paparan akan semakin meningkat. Hal
Pada penelitian ini, didapatkan bahwa 44,4% petugas yang berusia diatas 29 tahun
dengan usia kurang dari 29 tahun dan yang masih merokok hanya sebesar 12%.
usia diatas 29 tahun yang merupakan perokok sedang sebanyak 40%, sementara
kelompok pekerja dengan usia dibawah 29 tahun yang merupakan perokok sedang
hanya sebesar 14%. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gold et al
merokok dengan rendahnya level FEV1/FVC dan FEF 25-75%. Hal ini
membuktikan bahwa dengan usia yang semakin tua, diperparah dengan kondisi
Selain itu, pada dasarnya pengaruh usia terhadap gangguan pernapasan juga
dipengaruhi oleh imunitas atau daya tahan tubuh seseorang. Menurut Mukono
120
(2003) pada usia 18-21 tahun pertumbuhan paru dan imunitas seseorang sedang
mencapai tingkat yang sangat baik, sehingga risiko untuk terkena gangguan
dengan teori yang dijelaskan oleh Nelson & William (2007) yang mengungkapkan
bahwa risiko ISPA lebih tinggi dan rentan terjadi pada kelompok umur kurang
dari 1 tahun dan kelompok umur lebih dari 24 tahun. Pada usia kurang dari 1
pada usia lebih dari 24 tahun aktivitas individu umumunya sering dilakukan di
luar rumah sehingga risiko terpapar udara yang mengandung agen infeksius lebih
tinggi.
pekerja terdapat beberapa cara untuk mengontrol bahaya tersebut yaitu dengan
(APD) (OSHA, 2003). APD merupakan suatu alat yang memiliki kemampuan
untuk melindungi seseorang dengan mengsiolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi hazard (Permenakertrans No. 8 tahun 2010). APD memang tidaklah dapat
memperlambat tingkat pajanan yang terjadi (Odjak Turnip dalam Fitriyani, 2011).
Masker merupakan salah satu jenis APD yang fungsinya ialah untuk
121
menunjukkan bahwa pada α 5% terdapat hubungan yang bermakna antara
pada petugas parkir maupun keamanan di area basement parkir mal Blok M dan
Poins Square. Lebih lanjut penelitian ini menemukan bahwa petugas yang tidak
masker. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2011) yang
menyatakan bahwa pekerja yang terpapar debu partikulat dan tidak terbiasa
petugas merasa sedikit tidak nyaman ketika berhadapan dengan pengunjung mal
saat mereka sedang mengenakan masker. Menurut Pey dalam Sudiman (2005)
perilaku penggunaan APD seperti masker sangat dipengaruhi oleh sikap dari
bahwa hingga saat ini belum ada kajian atau edukasi kepada petugas terkait
pentingnya penggunaan masker dengan risiko kerja pada lahan basement parkir.
Sedangakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 48 tahun 2016 diatur bahwa
122
perusahaan dapat memberikan kajian informasi dan edukasi (KIE) terkait
pentingnya penggunaan masker saat bekerja pada area berdebu dan dampak
Jika dilihat distribusi jenis masker yang biasa digunakan oleh petugas,
diketahui bahwa 38,24% petugas menggunakan jenis masker kain dan 61,76%
masker pada petugas. Hal tersebut dikarenakan masker yang digunakan oleh
kesadaran petugas untuk membeli sendiri. Persentase jenis masker medis lebih
banyak digunakan dikalangan petugas dikarenakan dari segi harga, masker medis
lebih murah untuk didapatkan dalam jumlah satuan, meskipun masker kain
terkesan lebih praktis dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama
menimbulkan rasa pengap dan tidak nyaman terlebih jika digunakan pada suhu
yang panas.
Sementara itu, perlu diperhatikan bahwa alat pelindung diri seperti masker
harus sesuai dan adekuat untuk bahaya tertentu, resisten terhadap kontaminan
udara, dibersihkan dengan baik serta sesuai untuk pekerja yang memakainya
masker yang seharusnya digunakan ialah masker N95 karena masker ini 95%
mampu menyaring hingga ukuran partikel terkecil (0,3 mikron) (CDC, 2016).
Namun, mengingat kondisi parkir basement yang sangat tertutup dan hanya
123
mengandalkan sistem FAD untuk udara masuk terlebih dengan suhu lingkungan
di atas standar yang telah ditentukan, maka penggunaan masker jenis N95 tidak
pakai kepada petugas yang bekerja di area ini dengan tujuan untuk menghindari
adanya pemakaian berulang pada petugas seperti pada penggunaan masker kain
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
status konsumsi rokok setiap harinya oleh petugas baik saat bekerja maupun tidak
bekerja. Kategori status merokok pada penelitian ini mengacu pada standar yang
status merokok kedalam 3 kategori yakni bukan perokok, mantan perokok, dan
masih perokok.
maupun keamanan di area parkir basement mal Blok M dan Poins Square masih
merokok, sementara 43,3% lainnya yaitu kelompok bukan perokok. Hasil analisis
antara status merokok dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada
petugas parkir ataupun petugas keamanan yang bertugas di parkir basement mal
124
Blok M dan Poins Square (p value 0,572 > 0,05). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutra (2009) dan Khairunnisa (2014) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian ISPA pada pekerja. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Fitriyani (2011), Yusnabeti dkk (2010) dan (Naini, 2009).
keluhan subjektif gangguan pernapasan akut pada penelitian ini dapat dikarenakan
proporsi petugas yang hingga saat ini masih merokok hanya 26,7% dibandingkan
dengan yang bukan perokok sebesar 46,3%. Bila dilihat dari distribusi derajat
merupakan kelompok perokok ringan sementara untuk status perokok berat tidak
bahwa perokok berat mempunyai risiko 8 kali lebih besar untuk terkena PPOK
seseorang untuk terkena gangguan pernapasan lainnya karena fungsi paru sudah
menurun.
pada orang dengan derajat merokok berat lebih kecil dibandingkan nilai APE pada
orang dengan derajat merokok ringan (Santosa, Purwito, & Widjaja, 2004). Hal
tersebut dikarenakan pada perokok berat sudah banyak fungsi organ paru yang
terganggu yang dipengaruhi oleh lama waktu merokok dan jumlah batang rokok
per hari yang dikonsumsi, sehingga jalur napas mengalami penyempitan akibat
iritasi terus menerus pada saluran napas. Semakin kecil APE berarti saluran napas
125
menjadi lebih sempit dan kemampuan organ pernapasan untuk menjalankan
fungsinya semakin berkurang. Dengan demikian polutan atau agen infeksius yang
seperti batuk atau bersin. Ketika polutann dan infeksius semakin banyak ter-
rentensi di saluran pernapasan maka timbul lah gangguan pernapasan lainnya dan
pernapasan akut pada Petugas di area basement parkir Mal Blok M dan
Poins Square
yaitu berapa lama masing-masing individu terpajan oleh zat tertentu (Kurniasari,
basement parkir Mal Blok M dan Poins Square (p value = 0,052). Hasil tersebut
Pada penelitian ini, terdapat 50 orang (83,3%) patugas yang bekerja > 40 jam
/ minggu dimana 52% dari total tersebut bekerja pada area kerja dengan
polutan pada area kerja dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan, terlebih
jika orang tersebut terpapar dengan konsentrasi polutan yang tinggi setiap harinya.
126
Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Kusnoputranto (2000) bahwa dosis
suatu zat toksik akan meningkat dengan besarnya konsentrasi, lama, dan
bahwa timbulnya gangguan pernapasan akut pada pekerja selain dipengaruhi oleh
tingkat konsentrasi yang diterima per harinya selama jam kerja, namun juga
memiliki keluhan subjektif gangguan pernapasan akut namun dengan lama kerja
yang artinya petugas yang bekerja > 40 jam / minggu memiliki peluang terkena
ISPA ringan sebanyak 4,75 kali lipat dibandingkan petugas yang bekerja ≤ 40 jam
/ minggu.
Dalam kasus ini diketahui bahwa meskipun seluruh pekerja telah bekerja
dalam waktu 8 jam / hari, namun jika dilihat dalam waktu jam per-minggu
diharapkan perusahaan dapat menerapkan jam kerja yang sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997 dimana
127
6.8 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada Petugas di area basment parkir Mal Blok M dan Poins Square
Dalam penelitian ini, masa kerja merupakan lama petugas bekerja di area
kerja basement saat ini terhitung sejak saat pertama kali ia bekerja sampai saat
penelitian dilakukan. Masa kerja merupakan salah satu faktor yang diduga dapat
yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan subjektif gangguan pernapasan
akut pada petugas parkir maupun keamanan yang bertugas di area basement parkir
mal Blok M dan Poins Square (p value < 0,05). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusnabeti, Wulandari, & Luciana (2010)
kelompok pekerja yang telah bekerja > 10 tahun pada area dengan paparan debu
partikulat yang tinggi lebih berisiko terkena ISPA dibandingkan dengan pekerja
Semakin lama petugas bekerja di suatu area kerja berdebu maka akan
semakin sering terpajan dan semakin banyak yang terhirup dari lingkungan kerja
pernapasan akut mayoritas (91,3%) petugas yang bekerja > 10 tahun memiliki
128
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa 52,17% petugas yang masa
kerjanya > 10 tahun bekerja pada area kerja dengan konsentrasi PM10 ≥
paparan yang lebih besar pada kondisi yang lebih rentan. Jika dilihat dari hasil uji
keeratan hubungan didapatkan bahwa petugas dengan masa kerja > 10 tahun
memiliki risiko 8 kali lebih besar dibandingkan petugas yang bekerja kurang dari
10 tahun. Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Price & Wilson
(1995) bahwa pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu
tinggi dalam waktu yang lama memiliki risiko tinggi terkena obstruksi sehingga
fungsi paru semakin menurun dan menjadi rentan terkena penyakit saluran napas
lainnya.
129
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
sebagai berikut:
parkir mal Blok M dan Poins Square dan memiliki keluhan subjektif
2. Konsentrasi PM10 pada area basement parkir mal Blok M dan Poins Square
keamanan yang bertugas di area basement parkir Mal Blok M dan Poins
masker, 43,3% bukan perokok, 83,3% bekerja selama > 40 jam / minggu,
61,7% memiliki masa kerja ≤ 10 tahun, dan rata-rata usia 33 tahun dengan
130
5. Ada perbedaan yang signifikan antara usia petugas dengan keluhan subjektif
7. Ada perbedaan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan subjektif
9. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dan status
petugas yang bekerja di area parkir basement mal Blok M dan Poins Square
7.2 Saran
1. Pengendalian Teknis
131
suhu dan kelembaban tiap area basement parkir stabil dan
diminimalisir.
2. Pengendalian Administratif
diminimalisir.
minggu.
132
Menkes RI dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 48
133
2. Selalu menggunakan masker terlebih pada area dengan risiko
134
Daftar Pustaka
Emporis Poin City of Indonesia. 2000. Dipetik 2016, dari Skyscraper City:
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1790639
Emporis Poin CIty of Indonesia. 2000. Dipetik 2016, dari Skyscraper City:
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1790639
Abidin, F., Suwondo, A., & Suroto. 2015. Hubungan Paparan Debu Asbes
Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pembuat Asbes Di Area
Finishing Line Pt. X Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 3,
No.1, 364-374.
Adriskanda, Yunus, B., & Setiawan, F. 1997. Perbandingan nilai kapasitas difusi
paru antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Jurnal Respirologi
Indonesia, 17, 76-83.
Anies. 2006. Waspada ancaman penyakit tidak menular, solusi pencegahan dari
aspek perilaku dan lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Atmaja, A. S., & Ardyanto, D. 2007. Identifikasi kadar debu di lingkungan kerja
dan keluhan subyektif pernafasan tenaga kerja bagian finish mill. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, vol. 3, No.2, 161-172.
Basti, A. M. 2014. Kadar debu total dan gejala ISPA ringan pada pekerja
departemen pemintalan di Industri tekstil PT. Unitex, Tbk Bogor tahun
2014.
135
Blackler, L., Jones, C., & Mooney, C. 2007. Managing Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. England: John Wiley & Sons Ltd.
Badan Pusat Statistik (BPS) RI. 2015. Persentase Penduduk yang Mempunyai
Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi, 2000-
2015. Dipetik Juli 2016, dari Badan Pusat Statistik:
http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/921
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), C. f. 2016. The National
Personal Protective Technologi Laboratory (NPPTL). Dipetik March
2017, dari Centers for Disease Control and Prevention CDC:
https://www.cdc.gov/niosh/npptl/topics/respirators/disp_part/respsource3h
ealthcare.html
Damri, Ilza, M., & Afandi, D. 2016. Analisis paparan CO dan SO2 pada petugas
parkir di basement mall ska di kota pekan baru. Dinamika Lingkungan
Indonesia, vol. 3, no. 1, 48-56.
Darmojo, B. R. 2011. Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) ed.4.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Daroham, N. E., & Mutiatikum. 2009. Penyakit ISP hasil Riskesdas di Indonesia.
Buletin Penelitian Kesehatan Supplement, 50-55.
136
Depkes RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2003. Modul pelatihan bagi fasilitator kesehatan kerja. Jakarta:
Depkes.
Depkes RI. 2004. Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta: Pusat Promkes Depkes RI.
Depkes RI. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Dian, M. 2015. Hubungan Kualitas Udara Pencemar Dengan Jumlah Kasus Ispa
Di Kota Pekanbaru Tahun 2012-2014. Diploma Thesis OPT Perpustakaan
Unand.
Effendi, F., & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
EPA, U. 1995. Particulate Matter (PM-10). Dipetik 2016, dari U.S Environmental
Protection Agency; AIRT Trends 1995 Summary:
https://www3.epa.gov/airtrends/aqtrnd95/pm10.html
137
Febrianto, A. A. 2015. Hubungan antara paparan debu asap las (welding fume)
dan gas karbon monoksida (CO) dengan gangguan faal paru pada pekerja
bengkel las (Studi di kelurahan Ngagel Kecamatan Wonokromo Kota
Surabaya). Skripsi.
Fitria, L., Wulandari, R. A., Hermawati, E., & Susanna, D. 2008. Kualitas Udara
Dalam Ruang Perpustakaan Universitas x Ditinjau dari kualitas biologi,
fisik dan kimiawi. Makara Kesehatan Vol 12, No. 2.
Fitriyani. 2011. Pajanan PM10 terhadap kejadian gejala ispa pada pekerja
pergudangan semen di kotamadya Palembang. Tesis Universitas Indonesia
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Gertrudis, T. 2010. Hubungan antara kadar partikulat PM10 udara dalam rumah
tinggal dengan kejadian ispa disekitar pabrik semen PT Indocement
Citeurep. Tesis FKM UI.
Gold, D., Wang, X., & Wypij, D. 2005. Effect of cigarette smoking on lung
function in adolescent boys and girls. NEJM No. 13, 1-4.
Guyton, A., & Hall, J. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11. Jakarta:
EGC.
Hafsari, D., Ramadhian, R., & Saftarina, F. 2015. Debu batu bara dan kejadian
infeksi saluran pernafasan akut pada pekerja pertambangan batu bara.
Majority, vol. 4, no. 9.
Hapsari, E. 2013. Kuping memerah dan Hangat Panas, mengapa ya? Dipetik
January 18, 2017, dari Republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/konsultasi/dokter-kita/13/03/15/mjoslg-
kuping-memerah-dan-hangat-panas-mengapa-ya
138
Hermawan, A., Hananto, M., & Lasut, D. 2016. Peningkatan Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU) dan kejadian gangguan saluran pernapasan di
kota Pekanbaru. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.15 No.2, 76-86.
Huboyo, H. S., Istirokhatun, T., & Sutrisno, E. 2016. Kualitas Udara Dalam
Ruang di Daerah Parkir Basement dan Parkir Upperground (Studi Kasus di
Supermarket Semarang). Jurnal Presipitasi vol 13 no.1.
Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru & Saluran Napas: Cara mudah mengetahui,
mencegah, dan mengobatinya. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer.
139
Karmana, O., & Fitriana, R. 2007. Cerdas belajar Viologi untuk kelas XI Sekolah
menengah atas / madrasah aliyah program Ilmu Pengetahuan Alam jilid
2. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Mandal, B., Wilkins, A. G., Dunbar, E. M., & White, R. T. 2008. Lecture Notes:
Penyakit Infeksi Ed. 6. Jakarta: Erlangga.
Mikrajuddin, Saktiyono, & Lutfi. 2007. IPA Terpadu SMP dan MTs untuk kelas
VIII semester 1 2A. Jakarta: Erlangga.
140
MRC, M. R. 1965. Definition and classification of chronic bronchitis for clinical
and epidemiological purposes. Lancet 1, 775-779.
Mundilarto, & Istiyono, E. 2007. Seri IPA Fisika 3 SMP Kelas IX. Jakarta:
Quadra.
Naini, I. 2009. Pajanan debu kapuk (PM10) dengan kejadian ISPA pada pekerja
industri kapuk. SKripsi FKM UI.
NIOSH (The National Institute for Occupational Safety and Health). 1996.
NIOSH Guide to the Selection and Use of Particulate Respirators. Dipetik
March 2017, dari Centers for Disease Control and Prevention:
https://www.cdc.gov/niosh/docs/96-101/
Noer, R. H., & Martiana, T. 2013. Hubungan karakteristik dan perilaku pekerja
dengan gejala ISPA di pabrik asam fosfat dept. produksi III PT.
Petrokimia Gresik. The Indonesian Journal uf Occupational Safety and
Health Vol.2, No. 2, 130-136.
Nukman, A., Rahman, A., Warouw, S., Setiadi, M. I., & Akib, C. R. 2005.
Analisis Manajemen Risiko Kesehatan Pencemaran Udara: Studi Kasus di
Sembilan Kota Besar Padat Transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.4,
270-289.
141
Nurgahaeni, F. S. 2004. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik di Udara
Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Penggilingan Padi
di Kabupaten Demak. Tesis Universitas Diponegoro.
Nurussakinah. 2013. Faktor risiko lingkungan fisik kerja terhadap kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada pekerja bagian material, cutting,
dan sewing industri Garmen PT. X tahun 2013. Skripsi Universitas
Indonesia.
Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2S, NO2, dan debu pada peternakan ayam broiler
dengan kondisi lingkungan yang berbeda di kabupaten Bogor Jawa Barat.
Reverente, B., Weetman, D., & Wongphanick, M. 1993. Indoor air quality in
asia. Switzerland: Indoor Air International.
142
Roy M. Harrison. 1999. Understanding our environment, an introduction to
environmental, chemistry and pollution 3rd edition. Birmingham: The
Royal Society of Chemistry.
Rudianto. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ispa pada balita di
5 posyandu desa taman sari kecamatan pangkalan karawang tahun 2013.
Santosa, S., Purwito, J., & Widjaja, J. T. 2004. Perbandingan nilai arus puncak
eskpirasi antara perokok dan bukan perokok. Jurnal Kedokteran
Maranatha Vol.3, No.2, 59-70.
Sari, N. 2013. Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) ditinjau dari
pajanan PM10 dan karakteristik individu di lingkungan terminal kampung
rambutan Jakarta Timur tahun 2013. Skripsi Universitas Indonesia
Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Setiadi. 2015. Fakta-fakta yang wajib anda ketahui dari masker N95. Dipetik
March 2017, dari Biosfer.info Membumi Merakyat:
http://www.biosfer.info/2015/10/fakta-fakta-yang-wajib-anda-ketahui.html
Setiawaty, N. H., Hiola, R. P., & Prasetya, E. 2014. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di kawasan industri di
kelurahan mandidir unet kecamatan mandidir kota bitung sulawesi utara.
Shofwati, I., & Satar, Y. P. 2009. Hygiene Industri. Jakarta: Lembaga Penelitian,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sihombing, D. T., Lubis, H. S., & Mahyuni, E. L. 2013. Hubungan kadar debu
dengan fungsi paru pada pekerja proses press packing di usaha
penampungan butut kelurahan tanjung mulia hilir medan tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara.
143
Silitonga, E. 2010. Pencemaran Udara. Dipetik 2016, dari Digital Library USU:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16641/3/Chapter%20II.pd
f
Stella Tinia Hasianna. 2011. Perawatan Respirasi oleh Caia Francis. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Suma'mur. 1995. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Suma'mur. 1996. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
144
Sumantri, A. 2015. Kesehatan Lingkungan edisi revisi. Prenada Media.
Surdijani, D., Sumala, & Sugiarti, A. 2008. Kumpulan soal: Be SMART Ilmu
Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Sutra, D. E. 2009. Hubungan antara pemajanan pm10 dengan gejala ispa pada
pekerja tambang Cipatat kab.bandung barat tahun 2009. Skripsi FKM UI.
Syailendra. 2013. Data Pertumbuhan Mal di Kawasan Jakarta. Dipetik 2016, dari
Tempo.co: https://m.tempo.co/read/news/2013/09/18/083514312/data-
pertumbuhan-mal-di-kawasan-jakarta
Veronika, E., Santi, D. N., & Ashar, T. 2014. Analisis kadar PM10 dan CO serta
keluhan gangguan saluran pernafasan akut pada petugas dinas
perhubungan terminal amplas medan tahun 2014. Lingkungan dan
Kesehatan Kerja vol.3, No. 3.
Washington State Department of Health. 2014. Wildfire Smoke and Face Masks.
Diambil kembali dari www.doh.wa.gov/Portals/1/Documents/Pubs/334-
353.pd
145
Wardhana, W. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.
Wasis, & Irianto, S. Y. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Jilid 2 untuk SMP dan MTS
Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
World Health Organization (WHO). 2007. Addresing sex and gender in epidemic-
prone infection diseases. Dipetik January 2017, dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/SexGenderInfectDis.pdf
Wijaya, A. 2008. Biologi VIII untuk sekolah menengah pertama dan MTs Kelas
VIII. Jakarta: Grasindo.
Yulaekah, S. 2007. Paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja
industri batu kapur (studi di desa Mrisi kecamatan Tanggungharjo
kabupaten grobogan). Tesis.
Yusnabeti, Wulandari, R. A., & Luciana, R. 2010. PM10 dan infeksi saluran
pernapasan akut pada pekerja industri mebel. Makara Kesehatan vol 14,
No. 1, 25-30.
146
LAMPIRAN
147
Hari/Tanggal:_____________
Pewawancara:____________
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Ringan Pada Petugas di area Basement
Parkir Mal Blok M dan Poins Square Tahun 2016
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya Yolanda Mutiara Christina, Mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai
hubungan konsentrasi PM10 dan karakteristik pekerja terhadap keluhan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan pada petugas parkir / keamanan basement
mal Blok M dan Poins Square. Pengumpulan data ini digunakan sebagai salah
satu bahan dalam penyusunan skripsi peneliti.
Saya berharap saudara/i bersedia menjadi responden penelitian ini dengan
menjawab pertanyaan yang akan saya ajukan pada kuesioner ini dengan sejujur-
jujurnya. Informasi yang anda berikan akan saya jaga kerahasiaannya. Jika
anda bersedia dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah
disediakan.
Data Responden
1. Nomor Responden :____________________________
1. Nama Responden :____________________________
2. Tempat Bekerja :____________________________
Dengan ini bersedia menjadi responden pada studi pendahuluan penelitian ini.
Jakarta, 2016
Responden
148
Pewawancara:
Hari/Tanggal:
KUESIONER PENELITIAN
A1 Nomor Responden: ( )
A2 Nama :_________________________ ( )
Umur :
A3 ( )
___/____/_______ (dd/mm/yyyy)
Alamat :__________________________
A4 ( )
__________________________________________
Apakah anda memiliki keluhan gangguan pernafasan seperti dibawah ini dalam 1 bulan
terakhir? (Lingkari jawaban yang sesuai)
149
b. Tidak
a. Ya
B4 Keluarnya cairan dari telinga tanpa rasa sakit ( )
b. Tidak
a. > 2 minggu ( )
b. ≤ 2 minggu
C1 Berapa lama jam kerja anda di wilayah basement parkir dalam satu
( )
hari?........jam/hari
C5 a. Ya ( )
C8 a. Ya
150
C10 Berapa umur anda ketika berhenti / tidak merokok sama
( )
sekali?.....tahun
Pada saat status anda masih perokok, berapa rata-rata jumlah batang
C11
rokok yang anda hisap perhari?......batang
a. Selalu
( )
b. Kadang-kadang
C13 Masker jenis apa yang biasa anda gunakan untuk melindungi paparan
debu?
a. Masker kain ( )
b. Masker medis (warna hijau)
c. Lainnya, sebutkan..............
D2 Suhu =.............oC
D3 Kelembaban =............%
---Selesai---
151
INFORMASI TAMBAHAN
1. Bronkhitis Kronik merupakan salah salah satu penyakit yang bila diabaikan
dapat mengarah pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Gejala yang
teramati meliputi batuk, dada terasa sesak dan retensi cairan dan hipersekresi
mukus yang hebat pada sebagian besar hari selama tiga bulan berturut-turut
yang dicirikan oleh obstruksi / terbatasnya aliran udara (penurunan FEV1 dan
rasio FEV1/FVC) yang tidak berubah secara bermakna setelah beberapa bulan
(BTS, 1997). Gejala yang umum ditemukan ialah peningkatan laju pernapasan,
setelah dilakukannya uji fungsi paru dengan menggunakan spirometri dan laju
aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow, PEF) (Stella Tinia Hasianna,
2011). Hasil kunci yang didapat dari spirometri yang dapat mendukung
diagnosis PPOK adalah: 1) FEV1 kurang dari 80% nilai prediksi dan 2) rasio
(Stella Tinia Hasianna, 2011). Gejala yang dirasakan meliputi napas pendek,
152
4. Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
berupa serangan sesak, mengi, dan batuk berulang (Junaidi, Penyakit Paru &
153
Hasil Uji Validitas Kuesioner: - D = durasi pengerjaan sesuai estimasi – P = petugas memahami pertanyaan
Petugas
Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D P
Karakteristik
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pekerja A7
Keluhan B1 √ √ √ X √ √ X X √ X √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ X √
Keluhan B2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B3 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keluhan B5 √ √ √ √ X √ X √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Karakteristik
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pekerja C5
Karakteristik
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pekerja C8
Karakteristik
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pekerja C12
154
a) Pengukuran konsentrasi PM10
155
c) Pengukuran di area kerja petugas parkir (loket
parkir) Poins Square
156
OUTPUT HASIL ANALISIS DATA
b. Analisis Univariat
158
3. Distribusi Profesi Pekerja di area Basement Parkir
Profesi responden pada tempat kerja basement parkir * Keluhan ISPA Ringan
Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA
Ringan
Tidak Ada Ada Total
Profesi responden pada Petugas Parkir 14 24 38
tempat kerja basement Satpam
parkir 4 18 22
Total 18 42 60
159
Statistics
Usia reponden terhitung sejak
tanggal dilahirkan hingga pada 5. Variabel Usia Responden
saat diwawancarai
N Valid 60
Missing 0
Mean 33.28
Median 29.00
Mode 21 Tests of Normality
Minimum 20 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Maximum 56 Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Usia reponden terhitung
sejak tanggal dilahirkan
.203 60 .000 .885 60 .000
hingga pada saat
diwawancarai
a. Lilliefors Significance Correction
Ranks
Keluhan
ISPA
Ringan N Mean Rank Sum of Ranks
Usia reponden terhitung Tidak Ada 18 23.22 418.00
sejak tanggal dilahirkan Ada 42 33.62 1412.00
hingga pada saat
Total 60
diwawancarai
Test Statisticsa
Usia
reponden
terhitung
sejak tanggal
dilahirkan
hingga pada
saat
diwawancarai
Mann-Whitney U 247.000
160
Wilcoxon W 418.000
Z -2.117
Asymp. Sig. (2-
.034
tailed)
a. Grouping Variable: Keluhan
ISPA Ringan
161
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .110a 1 .740
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .113 1 .737
Fisher's Exact Test 1.000 .550
Linear-by-Linear
.108 1 .742
Association
N of Valid Casesb 60
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
162
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.143a 1 .023
Continuity Correctionb 3.571 1 .059
Likelihood Ratio 4.735 1 .030
Fisher's Exact Test .052 .033
Linear-by-Linear
5.057 1 .025
Association
N of Valid Casesb 60
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori
lama kerja (Kurang dari
sama dengan 40 jam / 4.750 1.146 19.689
minggu / Lebih dari 40
jam / minggu)
For cohort Keluhan
ISPA Ringan = Tidak 2.500 1.233 5.068
Ada
For cohort Keluhan
.526 .242 1.142
ISPA Ringan = Ada
N of Valid Cases 60
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
163
Lama kerja responden di
bagian basement parkir
terhitung saat ia mulai
bekerja di lokasi tersebut .204 60 .000 .902 60 .000
sampai pada saat
responden diwawancarai
dalam satuan tahun
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
Lama kerja responden Mean 12.38 1.187
di bagian basement 95% Confidence Lower Bound 10.01
parkir terhitung saat ia Interval for Mean Upper Bound 14.76
mulai bekerja di lokasi
tersebut sampai pada 5% Trimmed Mean 12.00
saat responden Median 10.00
diwawancarai dalam
Variance 84.478
satuan tahun
Std. Deviation 9.191
Minimum 1
Maximum 33
Range 32
Interquartile Range 14
Skewness .672 .309
Kurtosis -.789 .608
kategori masa kerja
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <= 10 tahun 37 61.7 61.7 61.7
> 10 tahun 23 38.3 38.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
164
kategori masa kerja * Keluhan ISPA Ringan
Crosstabulation
Count
Keluhan ISPA
Ringan
Tidak Ada Ada Total
kategori masa <= 10 tahun 16 21 37
kerja > 10 tahun 2 21 23
Total 18 42 60
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.061a 1 .005
Continuity Correctionb 6.500 1 .011
Likelihood Ratio 9.098 1 .003
Fisher's Exact Test .008 .004
Linear-by-Linear
7.927 1 .005
Association
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kategori
masa kerja (<= 10 tahun / > 8.000 1.632 39.212
10 tahun)
For cohort Keluhan ISPA
4.973 1.258 19.664
Ringan = Tidak Ada
For cohort Keluhan ISPA
.622 .457 .846
Ringan = Ada
N of Valid Cases 60
165
9. Variabel Penggunaan Masker Responden
Chi-Square Tests
Kebiasaan responden menggunakan maskerAsymp.
di areaSig. Exact
kerja Sig. (2- Exact Sig. (1-
basement
Value ISPA
setiap harinya * Keluhan dfRingan(2-sided) sided)
Crosstabulation sided)
PearsonCount
Chi-Square 6.747a 1 .009
b
Continuity Correction 5.360 1Keluhan ISPA
.021 Ringan
Likelihood Ratio 6.893 1Tidak Ada.009 Ada Total
Fisher's Exact
Kebiasaan Test
responden Ya (kadang- .012.010
13 15 28
Linear-by-Linear
menggunakan masker di kadang)
6.635 1 .010
areaAssociation
kerja basement Tidak
setiap harinya 5 27 32
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) Total 18 5. The minimum
have expected count less than 42 60
expected count is 8,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Jenis masker yang biasa dilakukan oleh responden pada area kerja
basement
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
166
Valid Tidak
26 43.3 43.3 43.3
memakai
Masker kain 13 21.7 21.7 65.0
Masker medis 21 35.0 35.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
167
10. Variabel Kebiasaan Merokok Responden
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Lama responden
.212 34 .000 .861 34 .000
merokok
Jumlah batang rokok
yang dihisap responden .148 34 .056 .919 34 .015
perharinya
a. Lilliefors Significance Correction
Kat_IB
Frequen Percen Valid Cumulativ
cy t Percent e Percent
Vali Perokok ringan
24 70.6 70.6 70.6
d (1-199)
Perokok sedang
10 29.4 29.4 100.0
(200-599)
Total 34 100.0 100.0
168
Kebiasaan responden merokok dalam minimal 6 bulan terakhir * Keluhan ISPA
Ringan Crosstabulation
Keluhan ISPA
Ringan
Tidak Ada Ada Total
Kebiasaan responden Bukan Count 6 20 26
merokok dalam Perokok Expected
minimal 6 bulan 7.8 18.2 26.0
Count
terakhir
Bekas Perokok Count 6 12 18
Expected
5.4 12.6 18.0
Count
Masih Count 6 10 16
Merokok Expected
4.8 11.2 16.0
Count
Total Count 18 42 60
Expected
18.0 42.0 60.0
Count
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.117a 2 .572
Likelihood Ratio 1.129 2 .569
Linear-by-Linear
1.045 1 .307
Association
N of Valid Cases 60
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4,80.
169
Descriptives
Statistic Std. Error
Jumlah konsentrasi Mean .09165 .004710
PM10 di udara tempat 95% Confidence Lower Bound .08222
responden bekerja Interval for Mean Upper Bound .10108
dalam satuan mg/m3
5% Trimmed Mean .09006
Median .07300
Variance .001
Std. Deviation .036485
Minimum .055
Maximum .157
Range .102
Interquartile Range .052
Skewness .650 .309
Kurtosis -1.012 .608
Usia reponden terhitung Mean 33.28 1.410
sejak tanggal dilahirkan 95% Confidence Lower Bound 30.46
hingga pada saat Interval for Mean Upper Bound 36.10
diwawancarai
5% Trimmed Mean 32.87
Median 29.00
Variance 119.291
Std. Deviation 10.922
Minimum 20
Maximum 56
Range 36
Interquartile Range 22
Skewness .486 .309
Kurtosis -1.255 .608
170
11. Variabel Konsentrasi PM10
Descriptives
Statistic Std. Error
Jumlah konsentrasi Mean .09165 .004710
PM10 di udara tempat 95% Confidence Lower Bound .08222
responden bekerja Interval for Mean Upper Bound .10108
dalam satuan mg/m3
5% Trimmed Mean .09006
Median .07300
Variance .001
Std. Deviation .036485
Minimum .055
Maximum .157
Range .102
Interquartile Range .052
Skewness .650 .309
Kurtosis -1.012 .608
Usia reponden terhitung Mean 33.28 1.410
sejak tanggal dilahirkan 95% Confidence Lower Bound 30.46
hingga pada saat Interval for Mean Upper Bound 36.10
diwawancarai
5% Trimmed Mean 32.87
Median 29.00
Variance 119.291
Std. Deviation 10.922
Minimum 20
Maximum 56
Range 36
Interquartile Range 22
Skewness .486 .309
Kurtosis -1.255 .608
171
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah konsentrasi
PM10 di udara tempat
.242 60 .000 .819 60 .000
responden bekerja
dalam satuan mg/m3
a. Lilliefors Significance Correction
Ranks
Keluhan
ISPA
Ringan N Mean Rank Sum of Ranks
Jumlah konsentrasi Tidak Ada 18 22.94 413.00
PM10 di udara tempat Ada 42 33.74 1417.00
responden bekerja
Total 60
dalam satuan mg/m3
172
Crosstab antar variabel
Jenis kelamin responden * Lokasi responden bekerja pada titik pengukuran ke berapa Crosstabulation
Count
Lokasi responden bekerja pada titik pengukuran ke berapa T
o
t
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 a
l
Perempuan 0 1 1 1 1 4 0 0 8
Jenis kelamin
responden 5
Laki-laki 14 8 4 4 1 10 9 2
2
6
Total 14 9 5 5 2 14 9 2
0
kategori usia berdasarkan nilai median * Profesi responden pada tempat kerja
basement parkir Crosstabulation
Count
Profesi responden pada
tempat kerja basement parkir
Petugas
Parkir Satpam Total
kategori usia usia kurang dari sama
27 6 33
berdasarkan nilai dengan 29 tahun
median usia lebih dari 29 tahun 2 25 27
Total 29 31 60
173
Lokasi responden bekerja * kategori masa kerja Crosstabulation
Count
kategori masa kerja
<= 10 tahun > 10 tahun Total
Lokasi responden bekerja P1 7 7 14
pada titik pengukuran ke P2 5 4 9
berapa
P3 3 2 5
P4 3 2 5
P5 2 0 2
P6 10 4 14
P7 5 4 9
P8 2 0 2
Total 37 23 60
174