Anda di halaman 1dari 116

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN FABRIKASI


PT. CATERPILLAR INDONESIA
TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH:

MUHAMAD TAUFIK ZULFIQOR

NIM: 106101003341

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M

1
2

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN


MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN FABRIKASI
PT. CATERPILLAR INDONESIA
TAHUN 2010

SKIRPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:
MUHAMAD TAUFIK ZULFIQOR
NIM: 106101003341

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
3

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan pertolongan kepada para
hambanya. Dan dengan memohon kepada Alloh SWT semoga memberikan tambahan
rahmat dan Islam kepada orang yang termulya dari kesekian hambanya, yaitu makhluq-
Nya yang paling mulia, Muhammad Saw.
Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di
PT. Caterpillar Indonesia selama 1 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan
yang tidak dapat tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini,
mudah-mudahan Alloh SWT selalu melimpahkan pertolongan dan ridla-Nya sehingga
dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara
khususnya.
Sebagai akhir kata, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur memberikan
ucapan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:
1. Keluargaku tercinta, Bapak dan Mama yang selalu memberikan nasihat dan
semangat agar selalu menjadi orang yang mengamalkan ilmunya. Serta
Kakakku Yuli, yang telah berkenan meminjamkan laptopnya untuk
menyelesaikan skripisi ini.
2. Guruku, KH. Drs. Misbahul Anam, At Tijanny yang merupakan sumber
inspirasi dan telah banyak memberikan nasihat hingga saat ini.
3. Prof. Dr (Hc). dr. MK. Tadjudin, SP.And selaku Dekan, yang telah banyak
memfasilitasi selama kegiatan menuntu ilmu.
4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat yang telah membuka jalan pengetahuan Kesehatan Masyarakat
yang luas.
5. Bunda Iting Shofwati ST, M.KKK selaku pembimbing yang secara tulus dan
penuh kesabaran menyalakan pelita di gelapnya dunia.
6. Bunda Minsarnawati, SKM, MKM yang telah memberikan coretan ilmu dan
kasih sayang selama penyusun skripsi ini.
7. Bunda Catur Rosidati, SKM, MKM, selalu menyediakan waktunya untuk
sharing selama penulisan skripsi ini.
8. dr. Ali Nurrahman, M.KKK selaku penguji yang telah memberikan banyak
saran terhadap skipsi ini.
4

9. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu administrasi.


10. Ibu Tari selaku General Manager PT. Caterpillar Indonesia yang secara terbuka
menerima penulis untuk melakukan kegiatan penelitian skripsi.
11. Bapak Yogi Daryoto, ST yang telah banyak membantu penlitian dan
memotivasi penulis untuk terus belajar.
12. Bapak Moch. Iswantara, Bapak Rudi dan Bapak Budi yang selalu membimbing
di lapangan dan memberikan masukan-masukan bermanfaat serta motivasi
dalam memaknai hidup ini.
13. Kawan-kawan di Istana Kertamukti; Kang Surma Adnan, Mas Fajar Iqbal, Mas
Ahmad Dharif, Mas Purwanto, Aa Iwang, Bang Masda Hilmi, Kakak Rizwan
dan Kakak Bagol.
14. Segenap Insan Pergerakan dan Sahabat-sahabat PMII Komisariat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas semangatmu dan selalu
„Yakin Usaha Sampai‟.
15. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 3G FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita.
16. Khushushon ilaa Jam’iyyat el quusn, Blows Band Marawis and The Crazy
Wheels of zero sixs (Aditya Pratama & Prayudi, Ahmad Fauzi, Defriyan, Dian
Rawar, Dauly, Halsariki, Lutfi Fauji, Nouval, Ali Imron, Zaenal Arifin, Yunus,
Musthafa Iban, Said Muchsin, Trimunggara).
Selalu bergerak dalam kreatifitas..!
17. Dan Łẳkh, makasih yaa,,,

Ucapan terimakasih ini tidak diberikan kepada penghambat kreatifitas dan


kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan kemurnian dan ketulusan hati untuk
berkarya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memperluas wisata ilmu, khusunya
di dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta, 20 Desember 2010

Penulis
5

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2010

Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341


Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculosceletal Disorders pada
Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
viii + 114 Halaman, 22 Tabel, 10 Gambar, 2 Skema, 1 Grafik, Lampiran
ABSTRAK
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai
sangat sakit. Hasil studi pendahuluan diperoleh 80% pekerja (10 welder) merasakan
keluhan MSDs, 40% pekerja mengeluh pada bagian pinggang, 20% pada lengan kanan,
betis kanan dan leher bawah, 20% keluhan pada lengan kanan dan pinggang saja.
Penelitian ini dilakukan di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada Juni-
Desember 2010. Sampel penelitian sebanyak 75 orang menggunakan desain cross
sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan Kruskall Wallis.
Variabel yang diteliti adalah risiko pekerjaan, usia, masa kerja, indeks masa tubuh,
kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani.
Hasil penelitian didapatkan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang
(77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). Hasil uji statistik
menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko pekerjaan (p value
= 0,000), masa kerja (p value = 0,002), kebiasaan merokok (p value = 0,044) dan
kesegaran jasmani (p value = 0,000). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah usia
(p value = 0,116) dan indeks masa tubuh (p value = 0,941).
Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot
tubuh, melakukan senam pagi setiap hari dan menggunakan back support untuk
meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk
menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang menetap, melakukan
pengawasan terhadap kegiatan senam pagi dan melakukan program quit smoking untuk
mengendalikan kebiasaan merokok pekerja.

Daftar Bacaan : 48 (1987 - 2009)

Kata Kunci : Keluhan MSDs, Welder, Risiko pekerjaan, Kebiasaan merokok,


kesegaran jasmani, Masa kerja
6

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK

Thesis, December 2010

Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341


Factors Associated to Welders of Musculosceletal Disorders Complaints in
Fabrication Division at PT. Caterpillar Indonesia Year 2010
viii + 114 Pages, 22 Tables, 10 Pictures, 2 Skemes, 1 Grafic, 6 Attachments
ABSTRACT
Musculoskeletal disorders (MSDs) is a pain on the parts of muscle sceletal
when that pain starting from a very mild complaint until the very sick. Preliminary
study had been showed that 80% of workers (10 welders) symptoms of MSDs, 40% of
workers felt on waist, 20% felt on right arm, right leg and under neck, 20% of pain felt
on right arm and waist.
This researched was conducted in the Fabrication of PT. Caterpillar Indonesia
on June until December 2010 with 75 samples and using a cross sectional study design.
The statistical test had been used chi square and Kruskall Wallis. Variables studied an
occupational risk, age, periode of employment, body mass index, smoking habits and
physical fitness.
The results showed a mild level of MSDs complaints were 58 peoples (77.3%)
and complaints of heavy MSDS number of 7 persons (9.3%). Statistical analysis
showed an association between MSDs complaints with occupational risk (p value =
0.000), periode of employment (p value = 0.002), smoking habits (p value = 0.044) and
physical fitness (p value = 0.000). While that is not related to age (p value = 0.116) and
body mass index (p value = 0.941).
To reduce the MSDs complaints suggested to take a rest while begin to feel
stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day and use a back
support and company can do the job rotation to avoid stress on the muscles of the body
due to permanent jobs, would be monitoring stretching activities and conducting a quit
smoking program.

Reading list : 48 (1987 - 2009)

Keywords : MSDs complaints, welder, Occupational risk, Periode of employment,


Smoking habits, Physical fitness
7

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian

otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan

sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam

jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada

sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).

Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak

degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer dan pembuluh

darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah punggung, leher, bahu, lengan

bawah dan tangan (extrimitas bagian atas), meskipun bagian extrimitas bawah

perlu juga mendapatkan perhatian lebih. Kejadian MSDs terdapat pada banyak

negara, yang berdampak pada pengeluaran biaya pengobatan dan juga penurunan

kualitas hidup. Pada banyak negara, kejadian tersebut banyak terkait oleh

penyakit akibat kerja. Di Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, Swedia dan

Inggris, MSDs telah banyak menyebabkan tingginya tingkat ketidak-hadiran

bekerja. MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko tinggi

juga terjadi pada sektor fasilitas perawat, transportasi udara, pertambangan,

proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor pembuatan/manufaktur

seperti alat berat, kendaraan, perabot, alat rumah tangga, elektronik, tekstil,

pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al. 2005).


8

Dalam Media Relations Officer ILO Jakarta, 2007 menyebutkan :

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO (Organisasi Perburuhan


Internasional), sekitar 2,2 juta jiwa per tahun di seluruh belahan dunia
kehilangan nyawa akibat kecelakaan ataupun penyakit yang terkait dengan
pekerjaan atau rata-rata setiap hari 6.000 orang meninggal, setara dengan satu
orang setiap 15 detik. Akibat pekerjaan juga setiap tahun sebanyak 270 juta
jiwa lainnya menderita luka parah dan 160 juta lainnya mengalami penyakit
jangka panjang atau pendek.

Pada faktanya, Europan communities (2008) telah memperkirakan sekitar

40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan,

atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang telah menderita MSDs setiap

tahun. Berdasarkan hasil survey sebelumnya oleh lembaga de santé publique de

Montréal pada tahun 2005 didapatkan data bahwa cidera musculoskeletal

disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada

perusahaan manufacture (Installation, maintenance, and repair occupations) dan

sektor pelayanan jasa, mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator

ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005).

Lain halnya dengan European Foundation for the Improvement of Living

and Working yang melakukan survei pada 235 juta pekerja di 31 negara Eropa

pada tahun 2007, memperoleh 25% mengalami nyeri punggung dan 23% nya

nyeri otot, hal tersebut karena diakibatkan menderita MSDs. Di Negara Amerika

Serikat sendiri yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah

mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi

penyebab utama penyakit akibat kerja dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap

tahun dengan total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar

sampai $43 milliar (National Academy of Sciences dalam Humantech, 2003).


9

Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah

kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita

pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami

pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota

di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%),

gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%)

(Depkes RI, 2005).

Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi

ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja

melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam Mega

Octarisya, 2009).

Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs

pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk

(jongkok, berlutut dan over head), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan

bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko

yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap

kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan

otot skeletal. Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri, berdasarkan penelitian

dari Guo et al. (dalam Bridger, 1995) dikatakan bahwa pada umur 35 tahun,

merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung, hal

tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses degenerasi

dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas otot dan


10

sendi. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi risiko terjadinya

penurunan elastisitas tulang.

Dalam mengatasi masalah elastisitas persendian, Humantech (2003)

menjelaskan bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan senam ataupun

olahraga secara rutin akan menyebabkan otot menjadi tidak fleksibel/kehilangan

elastisitasnya sehingga berakibat keluhan MSDs. Sedangkan peningkatan keluhan

MSDs itu sendiri juga dipengaruhi oleh umur dan masa kerja, Ohlsson et al.

(1989) melaporkan bahwa derajat keluhan MSDs meningkat secara signifikan

seiring dengan bertambahnya masa kerja.

Berdasarkan hasil penelitian Juniani dkk, diketahui bahwa ketika

melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja yang sering merasakan

kaku pada bahu pada sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau

nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan

pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung.

Hasil penelitian Ansyari (2007) pada pekerja pembungkus dodol,

menyimpulkan bahwa: 1) Dari fasilitas kerja yang tidak ergonomis tersebut

banyak ditemui keluhan pada pekerja setelah selesai bekerja yaitu 100% pekerja

merasakan keluhan sangat sakit pada bahu, leher, punggung, pinggang, bokong,

lutut, betis, kaki, dan lengan. 100% tidak merasakan sakit pada siku dan lengan.

2) Setelah dilakukan fasilitas terjadi penurunan keluhan 70% pekerja merasakan

keluhan agak sakit dan 30% nya merasakan sakit pada leher, bahu, lengan,

punggung, pinggang, bokong, 80% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan

20% sakit pada lengan, pergelangan tangan, paha, pantat, lutut, betis dan kaki. 3)
11

Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri

pekerja terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15% -22%.

Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan

pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA

antara 8–10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera.

Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu

masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah

pada bagian pantat/bokong. Varibel yang secara signifikan berhubungan dengan

keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan, umur, dan lama kerja.

PT. Caterpillar Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

manufaktur pembuatan alat berat dengan terdiri dari proses fabrikasi dan

perakitan/assembling. Perakitan terdiri dari proses penyatuan komponen-

komponen yang dibuat di PT. Caterpillar ataupun barang import. Sedangkan

bagian Fabrikasi merupakan proses awal pembuatan komponen untuk unit

hydraulic excavator (HEX), Track Type Tracktor (TTT) serta Work Tool (WTD).

Komponen yang dibuat untuk unit jenis HEX adalah swing frame, base frame,

boom, stick dan link as. Untuk unit jenis TTT yang dikerjakan di fabrikasi antara

lain C-frame, blade, canopy sedangkan Work tool mengerjakan blade untuk jenis

D10 dan D11, bucket tipe 992 serta tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan

yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan

kehutanan seperti grapples dan log forks. Bahan untuk pembuatan komponen

tersebut berasal dari besi dengan kualitas tinggi, kemudian besi-besi tersebut

dibentuk menjadi komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Teknik


12

pengelasan yang ada terbagi menjadi dua jenis yaitu tack weld (pengelasan titik)

dan full weld (pengelasan panjang) dengan posisi pengelasan yang berbeda-beda,

sehingga hal tersebut menyumbangkan beberapa variasi bahaya termasuk risiko

MSDs. Adapun jumlah pekerja di Fabrikasi yang melakukan proses pengelasan

adalah sejumlah 75 orang.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2010 terhadap

10 pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan

kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan

MSDs setelah bekerja. Sebanyak dua orang (20%) merasakan keluhan pada

bagian pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri serta leher bawah, sebanyak

satu orang (10%) merasakan keluhan nyeri dan pegal-pegal pada pinggang,

lengan kanan, betis kanan dan kiri, sejumlah satu orang (10%) merasakan keluhan

pada pinggang dan lengan kanan, serta sebanyak empat orang (40%) merasakan

keluhan hanya pada pinggang saja.

Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor

yang terkait dengan keluhan MSDs di PT. Caterpillar Indonesia, maka peniliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

tahun 2010”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2010

terhadap 10 pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, seluruhnya


13

merasakan adanya gejala MSDs seperti nyeri ataupun pegal-pegal setelah bekerja.

Gangguan MSDs pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan performance

kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, penurunan

kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga, dan meningkatkan risiko

terjadinya kecelakaan. Juga belum pernah ada penelitian terkait dengan faktor-

faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpilllar

Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja,

kebiasaan merokok, indeks masa tubuh dan kesegaran jasmani dengan keluhan

MSDs di PT. Caterpilllar Indonesia.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia

tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun

2010?

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan

merokok, masa kerja, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun

2010?

4. Apakah ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada

welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

5. Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di di

PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?


14

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder

di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada

welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada

welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

9. Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada

welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja bagian Fabrikasi di PT.

Caterpillar Indonesia tahun 2010

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia

tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa

tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar

Indonesia tahun 2010.


15

4. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs

pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

5. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada

welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

6. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada

welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

7. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan

MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun

2010.

8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan

MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun

2010.

9. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan

MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun

2010.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Perusahaan

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi

perusahaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan MSDs

pada pekerja di PT. Caterpillar Indonesia sehingga program-program

K3 perusahaan terkait ergonomi dapat lebih dioptimalkan untuk

mencapai keberhasilan.
16

2. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan/koreksi/update terhadap

potensi MSDs yang ada di lingkungan kerja.

1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

1. Diperoleh ilmu/metode baru dalam pengukuran risiko ergonomi pada

pekerjaan.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan gambaran agar keilmuan K3 yang

akan diajarkan di kampus nantinya dapat lebih mendekati kondisi di

lingkungan kerja.

3. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat

dengan institusi lain.

1.5.3. Bagi Peneliti

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan

meneliti terkait ergonomi.

2. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi

yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang

sesungguhnya.

3. Meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam proses

identifikasi bahaya ergonomi di lingkungan kerja.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa Program studi Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin

mengetahui gambaran keluhan MSDs dan faktor-faktor yang berhubungan berupa


17

faktor pekejaan dan faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa tubuh,

kebiasaan merokok, kesegaran jasmani). Penelitian dilakukan pada bulan Juni-

Desember 2010 di PT. Caterpillar Indonesia bagian Fabrikasi, JL. Raya

Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820. Penelitian ini menggunakan desain

cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja las/welder di

bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 75

responden. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan

data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan MSDs

dengan nordic body map dan pengukuran risiko pada faktor pekerjaan dengan

menggunakan lembar quick expossure check (QEC) serta data karakteristik

pekerja dengan menggunakan kuesioner, timbangan berat badan dan microtoa.

Data-data tersebut dianalisis secara univariat untuk memperoleh frekuensi jumlah

dan persentase, sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel dependen

dengan independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi

square dan uji Kruskall wallis.


18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Musculoskelatal Disorders (MSDs)

MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti

otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa

sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel,

panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan

muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh

seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit.

Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang

lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan

tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut keluhan

musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem Musculoskeletal

(Humantech, 2003).

MSDs dapat dilihat dengan menganalogikan pada sebuah ember. Trauma

kecil yang diterima dari pekerjaan oleh tubuh “Trauma Bucket”. Kebetulan, tubuh

dapat menyembuhkan MSDs dengan sendirinya akan tetapi dibutuhkan waktu

tertentu, sehingga kemampuan tubuh untuk menyembuhkan sendiri diibaratkan

seperti “Valve Healing”. Akan tetapi jika terlalu banyak dan sering trauma yang

didapatkan oleh tubuh manusia dengan kemampuannya yang terbatas, justru akan

memicu MSDs. Adapun gambar tersebut dapat dilihat berikut ini :


19

Gambar 2.1.
The Trauma Bucket Theory

Sumber : Applied Ergonomics Training Manual , Humantech 2003

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang

berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi

pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. [2005], Cummulative Trauma

Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri muskuloskeletal yang

tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam) minggu dengan tingkat

keluhan „mild’, „moderate’ and „severe discomfort’. Standar ergonomi OSHA

mengatakan bahwa “work-related muskuloskeletal disorder” termasuk CTD

disebabkan atau diperberat oleh faktor risiko yang ada di tempat kerja, termasuk

tanda atau gejala yang menetap setidaknya selama 7 hari, atau secara klinis

didiagnosis work-related muskuloskeletal disorder.

2.1.1. Jenis-Jenis MSDs

Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:
20

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot

menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera

hilang apabila pembebanan di hentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,

walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada

otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot

yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu panjang

dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot

kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20%

dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%

maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang

dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot

menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya

terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri

otot (Suma‟mur,1996).

Adapun tiga jenis utama dari MDS tipe extrimitas atas adalah :

1. Tendon disorders (Tendinitis, Tenosynovitis, DeQuervain‟s disease,

Ganglion Cyst, Epicondylitis)

2. Nerve disorders & Neuro vascular disorders (carpal tunnel syndrome,

cubital tunnel syndrome, thoracic outlet syndrome, H-A Vibration)

3. Back disorders
21

2.1.2. Gejala MSDs

Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa

dirasakan oleh seseorang adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku.

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.

3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri

disertai bengkak.

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan

serta kehilangan kepekaan.

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa

panas.

Untuk memperoleh gambaran gejala MSDs dapat menggunakan

Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak

nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan

menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis

keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat

sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang

tinggi (Kuorinka et al, 1997).

Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner

checklist ergonomi. Berntuk lain dari checklist ergonomi adalah checklist

International Labour Organizatation (ILO). Namun kuesioner Nordic Body


22

Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui

ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering

digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini

menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian

utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian

bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki

(Kroemer, 2001). Adapun gambarnya sebagai berikut:

Gambar 2.2.
Nordic Body Map

Sumber : Ketut Tirtayasa, et al. 2003.


23

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan MSDs

Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit

untuk dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu

yang selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan

MSDs. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga

kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant,

1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor psikososial (Susan

Stock, et al, 2005).

1. Faktor Pekerjaan

a. Postur Kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang

menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya.

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi

pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada

umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan

pekerja (Grandjen, 1993).

Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008),

diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan kelapa

sawit ke dalam truk sebesar 8-10/high risk, dan 83,7% dari 117

pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah.

Adapun postur-postur janggal adalah sebagai berikut :


24

Gambar 2.3.
Postur Tubuh Janggal

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

b. Frekuensi

Frekuensi yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan

ketegangan otot tendon. Ketegangan otot tendon dapat dipulihkan

apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan

otot. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila gerakan tersebut

dilakukan dengan postur janggal dan beban yang berat. Berdasarkan

studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal

Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa,

melaporkan 62% telah terpapar MSDs pada tangan akibat adanya

gerak repetitive/berulang dan 46% dilaporkan akibat posisi tubuh

yang melelahkan selama bekerja.


25

Gambar 2.4.
Posisi tubuh yang akan diukur

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

c. Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi

didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi

sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari.

Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut

dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey Methode dalam

Humantech, 2003).

Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009), diketahui bahwa

59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh


26

aktifitas mengangkat/manual handling dengan total waktu kerja

selama 6 jam setiap hari.

d. Beban

Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan

adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009)

mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-

laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15

kg.

Berdasarkan studi oleh European Campaign On

Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa

negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah

mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat

dari container setiap harinya.

e. Alat Perangkai/Genggaman

Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang

alat ataupun menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak

akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, apabila hal ini

sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap.

Berdasarkan hasil studi Susan et al. (2004), permasalahan ergonomi

pada operator mesin dan assembler adalah ketika tangan digunakan

untuk menghidupkan mesin (seperti mendorong tombol dan menekan


27

panel), menggenggam besi untuk membuka kotak, memegang benda

atau pun alat kerja dengan ujung jari (Susan, 2005).

2. Faktor Lingkungan

a. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan

kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan

peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan

akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (NIOSH, 1997). Hal yang

sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang berlebihan

menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal;

menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki.

Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh.

b. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan

kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya

menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya

kekuatan otot (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian John (2007), sebuah rentang

suhu nyaman pada umumnya adalah 68-74 derajat Fahrenheit dan

dipengaruhi juga oleh beban kerja fisik dengan kelembaban antara 20

sampai 60 persen.
28

c. Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat

obyek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan.

Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat

lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka mata

lebar-lebar. Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700 lux,

pekerjaan di kantor 400-600 lux, pekerjaan yang memerlukan

ketelitian 800-1200 lux dan pekerjaan di gudang 80-170 lux (NIOSH,

1997).

Berdasarkan hasil penelitian Spinger (2007), diperoleh bahwa

mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan

produktifitas sebanyak 7%, sehingga ketika seseorang bekerja di

depan komputer dapat bertahan hingga 8 – 12 jam.

3. Faktor Pekerja

a. Usia

Menurut Oborne [1995] keluhan otot skeletal biasanya

dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan

pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan

meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan menurut

Bridger [2003], sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi

degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang

berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa

kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,


29

pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas

pada tulang dan otot menjadi berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O'Sullivan (2009)

yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis

pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara 18-66

tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher

lebih banyak dialami pada pekerja yang muda daripada pekerja yang

tua.

Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian Mathiowetz et al.

(1985) dalam NIOSH (1997), diperoleh tidak ada hubungan antara

munculnya keluhan MSDs dengan usia pekerja, hal tersebut

dibuktikan bahwa pada tangan pekerja yang sudah tua tidak

mengalami penurunan kekuatan ototnya. Torell er al. [1988]

menemukan bahwa tidak ada hubungan antara keluhan MSDs dengan

usia, akan tetapi mereka hubungan yang sangat kuat antara beban

kerja (dengan kategori rendah, sedang, berat) dengan gejala atau

diagnosis MSDs.

b. Jenis Kelamin

Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis

kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari

kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita

dibandingkan pria (Oborne, 1995).


30

Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan

bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya

keluhan MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja

wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat.

c. Waktu Kerja

Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran

kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai

suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan

tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga

ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu

pada tingkat prestasi tertentu.

Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada supir

bis yang dilakukan oleh Karuniasih [2009], diketahui bahwa supir

yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-

pegal pada punggung dan leher.

d. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun

masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh

para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan

meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan

otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan

merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari.

Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko


31

LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok

akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya

untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut

dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga,

maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah

rendah (Jeanie Croasmun. 2003). Sedangkan menurut Bustan (2000),

kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan

merokok berat (> 20 batang/hari), sedang (10-20 batang/hari), ringan

(< 10 batang/hari) dan tidak merokok.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic

Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok dan non

perokok dengan rentang umur antara 16 s.d 64 tahun, dilaporkan

bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan

MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa

sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan

kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena

osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta

menghambat degenerasi tulang.

e. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang

yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk

beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya

memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering
32

mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan

mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan

meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan

bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani (Mitchell,

2008).

Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996)

yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua),

didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya

tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128 %

kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap

hari selama 12 pekan (Evans, 1996).

Gambar 2.5.
Senam 4-Before
33

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan (2005)
Sejalan dengan penelitian di atas, Moore (1998) telah

melakukan penelitian terhadap 60 pekerja di perusahaan manufaktur

dengan mengadakan senam selama 5-8 menit setiap harinya dalam

dua bulan. Senam tersebut meliputi gerakan pada leher, bahu, tangan,

pinggang, punggung dan kaki. Maka diperoleh hasil yang signifikan

yaitu pekerja merasakan peningkatan fleksibilitas otot dan

pengurangan rasa sakit pada otot.

f. Kekuatan Fisik

Seperti yang dilaporkan oleh NIOSH (2007) bahwa keluhan

punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan

otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya.

Dalam studinya, Chaffin (1991) mengemukakan bahwa

pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat

lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang

memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan

kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih

diperdebatkan.

g. Masa Kerja

Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya

peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu

dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat


34

peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja

seseorang semakin lama.

Berdasarkan penilitian yang dilakukan Octarisya (2009),

didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang berumur lebih dari 15

tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan

dan kiri, leher dan punggung bawah.

h. Indeks Masa Tubuh

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi

status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat

badan2/tinggi badan), adapun menurut WHO (2005) dikategorikan

menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-

30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin

gemuk seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami

MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan

akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan

mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus

menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang

belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan

Horn SE. 1998).

Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi

kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya BMI. Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko

utama untuk penyakit kronis seperti musculoskeletal disorders


35

terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara (1987), yang dikutip

NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh

terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita

dan pria, tapi pada berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis

kelamin pria. Selain itu IMT tidak berhubungan terhadap MSD

karena pengukuran menggunakan Nordic hanya terkait pada tubuh

bagian atas dan MSDs extrimtas atas. Sedangkan berdasarkan hasil

penelitian Karuniasih (2009) terhadap 52 orang supir bus travel,

90,4% keluhan MSDs dialami oleh supir yang memiliki indeks masa

tubuh > 25 telah mengalami.

4. Faktor Psikososial

Aspek sosial yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap

peningkatan insiden MSDs. Dapat juga disebabkan karena beban

pekerjaan yang berlebihan (over stress) ataupun beban kerja yang

terlampau ringan (under stress). Contohnya pekerjaan yang sangat

sedikit aktifitas fisiknya dan hanya menghabiskan waktu dengan banyak

duduk, dapat meningkatkan prevalensi MSDs.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Agency for

Safety and Health at Work (2003), adapun jenis pemicu dari faktor

psikososial lainnya adalah permintaan pekerajaan yang berlebih, tugas

yang kompleks, tekanan waktu, kontrol kerja yang rendah, kurang

motivasi dan lingkungan sosial yang buruk. Gabungan psikososial


36

tersebut dapat memiliki efek yang lebih serius jika dibandingkan dengan

pajanan tunggal saja.

Sedangkan fakta mengenai dampak kecemasan akan adanya re-

organisasi/pergantian struktural kepengurusan memiliki risiko dua kali

lipat untuk menyebabkan munculnya MSDs. Berdasarkan hasil survey,

hal tersebut biasanya sering dialami oleh laki-laki yang telah

berumur/tua (Michael, 2001).

2.1.4. Pengendalian MSDs

Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al,

1997):

1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya

menggunakan pengendalian teknik.

2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering

disebut pengendalian administratif.

3. Menggunakan alat pelindung diri.

Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan,

maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah :

1. Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.

2. Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan,

karena dapat meningkatkan risiko cidera.

3. Jangan ragu meminta tolong pada orang.

4. Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.


37

5. Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan

melanjutkan.

6. Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.

2.1.5. Metode Penilaian Risiko MSDs

1. RULA (Rapid Upper Limb Assessment )

a. Definisi

RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan

gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan

anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan

untuk menyelidiki risiko kelainan yang akan dialami oleh seorang

pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan

anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini menggunakan

diagram postur tubuh dan tiga tabel penilaian untuk memberikan

evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja.

Faktor-faktor risiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang

telah dideskripsikan oleh McPhee‟ dalam Santon (2005) sebagai

faktor beban eksternal (external load faktors) yang meliputi :

1) Jumlah gerakan

2) Kerja otot statis

3) Gaya

4) Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan dan perabotan

5) Waktu kerja tanpa istirahat


38

b. Pengukuran

1) Tahap 1

Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat

untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang

membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup

A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan

tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki.

Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh

terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh

kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi

postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam

penilaian.

2) Tahap 2

Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan B

yang dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem

muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian

tubuh. Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup A yang

meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan

putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor

untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut

dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.


39

Gambar 2.6.
Proses Penilaian Rula

Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al, 2005

3) Tahap 3

Berdasarkan grand score dari gambar di atas, tindakan yang akan

dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut :

Tabel 2.1.
Grand Score RULA
Level Skor Action Level
Postur dapat diterima selama tidak dijaga atau
Low 1–2
berulang untuk waktu yang lama.
Penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin
Medium 3–4
saja perubahan diperlukan.

High 5–6 Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera.

Very Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan


>7
High sesegera mungkin (mendesak).
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al,
2005

2. REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Reba adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan

Lynn McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur

tubuh pekerja. Selain itu metode REBA memperhitungkan beban yang

ditangani dalam suatu sistem kerja, coupling dan aktivitas yang


40

dilakukan. Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk mengetahui

nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik,

hanya berupa range sudut. Pada akhirnya nilai akhir dari REBA

memberikan indikasi level resiko dari suatu pekerjaan dan tindakan yang

harus dilakukan/diambil (Neville Stanton, 2004).

Terdapat empat tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu:

Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan

menggunakan video atau foto.

a. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh

seperti :

1) badan (trunk)

2) leher (neck)

3) kaki (leg)

4) lengan bagian atas (upper arm)

5) lengan bagian bawah (lower arm)

6) pergelangan tangan (hand wrist)

b. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja.

c. Menentukan nilai Reba untuk postur yang relevan dan menghitung

skor akhir dari kegiatan tersebut.

3. Quick Expssure Checklist (QEC)

a. Definisi

Quick expossure check (QEC) merupakan metode untuk

mengukur risiko terkait penyakit akibat musculoskeletal disorder


41

(MSDs) (Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC sangatlah mudah

diterapkan, berfungsi untuk mengevaluasi tempat kerja dan desain

peralatan kerja serta memudahkan untuk mendesain ulang tempat

kerja. QEC membantu mencegah banyak MSDs yang ada di tempat

kerja. QEC mengukur 4 (empat) bagian tubuh yang paling berisiko

terhadap MSDs. Metode ini telah dikembangkan oleh praktisi/ahli di

bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada beberapa perusahaan

untuk :

1) Mengidentifikasi faktor risko untuk pekerjaan terkait cidera

bagian belakang.

2) Mengevaluasi level risiko untuk bagian tubuh yang berbeda.

3) Mengukur perbedaan risiko MSDs pada sebelum dan sesudah

pekerjaan.

4) Mengembangkan tempat kerja menjadi sarana dalam mengurang

risiko MSDs dan mengurangi biaya yang dikeluarkan akibat

MSDs.

5) Menigkatkan kesadaran tingkat manajer, teknisi, desainer,

kesehatan dan pelaksana keselamatan terhadap faktor risiko

ergonomi di tempat kerja.

6) Membandingkan tingkat paparan yang diterima oleh dua pekerja

atau lebih dengan pekerjaan yang sama, atau perbandingan risiko

dengna pekerjaan lainnya.


42

Keunggulan yang paling utama dalam menggunakan QEC

adalah :

1) Mudah untuk diterapkan.

2) Membantu untuk melakukan perubahan ergonomi.

3) Selaras dengan metode pengukuran lainnya.

4) Melindungi bahaya fisik akibat MSDs

5) Tidak perlu waktu lama untuk mempelajarinya.

6) Mempertimbangkan kombinasi bahaya yang ada di tempat kerja.

Adapun kekurangan dari metode ini adalah :

a) Metode ini hanya terfokus pada faktor fisik tempat kerja saja.

b) Skor/nilai paparan yang disarankan butuh validitas kembali.

c) Perlu pengembangan lebih lanjut untuk memberikan pengukuran

yang tepat.

b. Pengukuran

1) Punggung

Mengukur postur punggung (fleksi, ekstensi, deviasi, radial,

memutar) dengan posisi normal ≤ 200 yang ditulis dengan A1,

sedangkan bahaya sedang dengan gerakan fleksi atau putaran

atau bengkok 200-600 (A2) dan bahaya kategori berat dengan

sudut ≥ 600 (A3). Serta dengan mempertimbangkan jenis

pekerjaan kategori statis ataupun manual handling.

2) Bahu dan Lengan


43

Mengukur postur bahu dan lengan (fleksi, ekstensi, deviasi,

radial, memutar) khsusnya pada saat pekerjaan mengangkat

ataupun mengambil barang. Posisi bahaya adalah saat lengan

berada di atas kepala (C3) ataupun melakukan pekerjaan dimana

benda berada pada posisi di bawah pinggang (C1) dan C2 Pada

ketinggian dada.

3) Pergelangan Tangan

Postur ini diukur selama pekerjaan dengan posisi

pergelangan tangan tidak sesuai. (E1 Posisi netral lurus dengan

lengan, E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 450, F1 ≤10

kali/menit, F2 11 - 20 kali/menit, F3 ≥ 20 kali/menit)

4) Leher

Posisi leher didefinisikan berbahaya jika terdapat gerakan

fleksi, ekstensi, deviasi dan radial lebih dari 200serta gerakan

memutar.

5) Berat beban

Berat beban yang dibawa pada saat melakukan pekerjaan

dengan kategori beban rendah ≤ 5 kg (H1), beban sedang 5-10

kg (H2), beban berat 11-20 kg (H3) dan H4, sangat berat (≥ 20

kg). Untuk kategori berat benda yang digunakan/dibawa dengan

menggunakan satu tangan adalah ringan K1 dengan berat benda

≤ 1 kg, K2 sedang 1-4 kg & K3 dengan berat ≥ 4 kg.


44

6) Waktu kerja

Ketegori penilaian waktu kerja berdasarkan lama yang

dibutuhkan dalam sehari oleh sesorang untuk menyelesaikan

pekerjaannya dengan kategori penilaian J1 untuk pekerjaan

dilakukan ≤ 2 jam, 2-4 jam J2dan J3 ≥ 4 jam

c. Penghitungan

Contoh perhitungan/penilaian MSDs untuk faktor pekerjaan

diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.2.
Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung

Sumber : University of Surrey, Buckle 2005


Untuk menetukan besar risiko dari faktor pekerjaan dengan

berpedoman pada tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung

yang menghasilkan nilai kombinasi postur kerja (A1-A3) dan berat

(H1-H4).

Jika diperoleh nilai pada A2 dan H2 maka akan didapat nilai 6,

kemudian nilai tersebut ditulis pada yang kolom kosong yang

tersedia di bagian pojok kanan bawah. Begitu juga dengan tabel

berikutnya dihitung dengan cara yang sama.


45

Setelah itu, nilai yang terdapat pada kotak bertuliskan ”score 1”

hingga “score 6” dijumlahkan sehingga diperoleh total skor risiko

paparan MSDs pada salah satu bagian tubuh yang nantinya

dibandingkan dengan nilai standar yang ada. Prosedur yang sama

dapat dilakukan kembali pada perhitungan risiko MSDs bagian

tubuh lainnya seperti bahu, pergelangan tangan, leher.

Untuk mengetahui level risiko/paparan dari hasil perhitungan di

atas, dapat mengacu pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3.
Kategori Nilai Paparan Pada Bagian Tubuh
Tingkat Paparan
Skor
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Punggung (static) 8-15 16-22 23-29 29-40
Punggun (Gerak) 10-20 21-30 31-40 41-56
Bahu/lengan 10-20 21-30 31-40 41-56
Pergelangan tangan 10-20 21-30 31-40 41-56
Leher 4-6 8-10 12-14 16-18
Sumber : University of Surrey, Buckle 2005
Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor pada setiap

bagian tubuh, lalu dibagi dengan angka 176 (total skor/176).

Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan


176
Adapun hasil perhitungan tersebut dikategorikan berdasarkan
tabel berikut berikut :
46

Tabel 2.4.
Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
QEC Ekuivalen
Tingkatan Tindakan
skor skor RULA
Low ≤ 40 % 1-2 Dapat diterima
Medium 41 – 50 % 3–4 Perlu investigasi lebih lanjut
Investigasi lebih lanjut dan
High 51 – 70 % 5–6
perubahan segera
Very Invesetigasi dan perubahan
> 70 % 7+ seketika
High
Sumber : QEC work related, Buckle and Li, 2005
2.2. Kerangka Teori

Berbagai faktor risiko ergonomi dapat menyebabkan terjadinya MSDs

yaitu, faktor pekerjaan, faktor lingkungan dan faktor manusia atau pekerja. Faktor

pekerjaan antara lain gerakan berulang, postur, beban, durasi, frekuensi, sikap

paksa tubuh, statis, manual handling beban berat serta postur dan peralatan kerja

yang tidak sesuai (Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997;

NIOSH, 1997; Susan Stock et.al, 2005). Selanjutnya faktor lingkungan antara lain

getaran mekanis mikroklimat. Sedangkan faktor manusia atau pekerja antara lain

umur, waktu kerja, jenis kelamin, ukuran tubuh atau antropometri dan kesehatan

atau kesegaran jasmani serta masa seseorang bekerja (Pheasant, 1995; Oborne,

1995). Faktor organisasi lainnya yang paling berpengaruh sebagai penyebab

terjadinya MSDs adalah jadwal kerja/shift kerja, langkah kerja, lingkungan kerja

dan psikososial (Susan Stock et.al, 2005). Adapun skema yang didapat sebagai

berikut :
47

Skema 2.1.
Kerangka Teori Keluhan MSDs

Faktor Pekerjaan
(Postur Kerja, Force/beban,
Frekuensi, Durasi. Alat perangkai
/genggaman)

Faktor lingkungan
1. Getaran
2. Mikromiklat
3. Pencahayaan
KELUHAN MSDs
Faktor Pekerja
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Waktu kerja
4. Kebiasaan merokok
5. Kesegaran jasmani
6. Indeks Masa Tubuh
7. Masa kerja
8. Kekuatan fisik

Faktor Psikososial
1. Kepuasan kerja
2. Organisasi kerja
3. Stress mental
Sumber : Kuorinka et al, 1995; NIOSH, 1997; Pheasant, 1995; Oborne, 1995;
Cohen et. Al, 1997; Susan Stock et.al, 2005.
48

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat untuk menjelaskan kaitan antara keluhan MSDs

dengan faktor pekerjaan dan faktor pekerja berupa umur, kebiasaan merokok,

indeks masa tubuh, kesegaran jasmani, masa kerja. Untuk faktor jenis kelamin

tidak diteliti karena seluruh pekerja di bagian Fabrikasi berjenis kelamin laki-laki,

sedangkan faktor waktu kerja tidak diteliti karena waktu kerja yang diterapkan

kepada seluruh pekerja Fabrikasi adalah sama, yaitu 8 (delapan) jam kerja setiap

hari. Faktor lingkungan seperti getaran, mikromiklat dan pencahayaan tidak diteliti

karena keterbatasan alat ukur dan memerlukan ahli atau yang telah tersertifikasi

untuk mengukurnya.

Untuk faktor psikososial seperti kepuasan kerja, stress mental dan

organisasi kerja tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus terhadap

pengukuran karakteristik fisik pekerjaan pada bagian fabrikasi di PT. Caterpillar

Indonesia. Sedangkan pengaruh faktor stress terhadap keluhan MSDs, belum

didapatkan penelitian dan fakta-fakta yang jelas serta belum ada alat ukur/uji yang

akurat, untuk saat ini alat ukur tersebut masih dalam tahapan pengujian dan

pengembangan alat ukur (NIOSH 2002). Adapun skema kerangka konsep dapat

digambarkan sebagai berikut :


49

Skema 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian

Risiko Pekerjaan

Usia

Masa Kerja

Keluhan MSDs

Indeks Masa Tubuh

Kebiasaan Merokok

Kesegaran Jasmani
50

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1.
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Keluhan Gejala yang ada pada salah satu bagian Mengisi Nordic Body 1. Keluhan berat; jika memiliki satu Ordinal
MSDs tubuh atau lebih yang dirasakan oleh lembar Map gejala atau lebih yang menetap
responden berupa pegal pada otot, Nordic Body selama > 3 hari dalam waktu 7
kaku, nyeri, kesemutan, rasa terbakar Map (tujuh) hari terakhir.
dan bengkak pada persendian. 2. Keluhan ringan; jika memiliki satu
gejala atau lebih yang menetap
selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh)
hari terakhir.
3. Tidak ada keluhan
(Katharine et al. 2005)
2. Risiko Tingkat risiko/paparan dari aktifitas Observasi, Lembar QEC, 1. Risiko Sedang; jika diperoleh nilai Ordinal
Pekerjaan pekerjaan dengan mengukur postur Wawancara Kuesioner, total QEC 40% - 50%
leher, bahu, siku, tangan dan Kamera, 2. Risiko rendah; jika diperoleh nilai
pergelangan tangan, serta punggung Busur, tabel total QEC ≤ 40%
dengan mengacu pada skor Quick skor Buckle and Li, 2005
Expossure Check
51

3. Usia Terhitung lama hidup pekerja saat Wawancara Kuesioner Tahun Ratio
tahun kelahiran hingga penelitian
dilakukan.
4. Masa Kerja Lamanya bekerja sebagai juru Wawancara Kuesioner Tahun Ratio
las/welder.

5. Indeks Kondisi status gizi pekerja saat Pengukuran Timbangan 1. Obesitas; jika IMT > 30 Ordinal
Masa dilakukan penelitian. Dihitung dengan langsung badan dan 2. Overweight ; jika IMT 25-30
Tubuh rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi microtoa 3. Normal ; jika IMT 18,5-25
badan) (WHO 200). 4. Underweight ; jika IMT < 18,5
(WHO, 2003)
6. Kebiasaan Banyaknya jumlah rokok yang Wawancara Kuesioner 1. Berat jika > 20 batang/hari Ordinal
Merokok dikonsumsi oleh pekerja setiap hari. 2. Sedang jika 10-20 batang/hari
3. Ringan < 10 batang per hari
4. Tidak merokok jika berhenti > 1 tahun
(Bustan, 2000)
7. Kesegaran Kegiatan melakukan senam Wawancara Kuesioner 1. Kurang; jika melakukan senam Ordinal
Jasmani pagi/olahraga dalam seminggu. dan observasi pagi/olahraga < 5 x/minggu
2. Cukup; jika melakukan senam
(Humantech, 2003)
pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu
52

3.3. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT.

Caterpillar Indonesia tahun 2010.

3. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

4. Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

6. Ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.


53

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross

sectional study (potong lintang) dimana variabel independen dan dependen diamati pada

waktu (periode) yang sama.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober tahun 2010 di PT. Caterpillar

Indonesia yang beralamat di Jl. Raya Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar

Indonesia sejumlah 115 orang. Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan rumus uji beda dua proporsi berikut ini:

n = [ Z1-/2  2 P (1-P) + Z1-  P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2


(P1-P2)2
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
P1 : Proporsi usia pekerja > 35 tahun terhadap keluhan MSDs (28%)
P2 : Proporsi usia pekerja ≤ 35 tahun terhadap keluhan MSDs (50%)
Z21-/2 : Derajat kemaknaan  pada uji dua sisi (two tail),  = 5%
Z1- : Kekuatan uji 90%

Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar :


54

n = [ 1.96  2 x 0.39 (1-0.39) + 1.28  0.28 (1-0.28) + 0.50 (1-0.50) ]2


(0.28-0.50)2

n = 102

Hasil perhitungan statistik di atas, maka sampel yang dibutuhkan sebanyak 102

sampel. Sampel diambil adalah orang yang melakukan pengelasan di bagian Fabrikasi.

Berdasarkan data perusahaan di bagian Fabrikasi, proses pengelasan dikerjakan oleh 75

orang, oleh karena itu sampel yang digunakan adalah seluruh pekerja (total population)

pengelasan.

4.4. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Pengumpulan data primer diperoleh langsung pada pekerja bagian Fabrikasi PT.

Caterpillar Indonesia dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, nordic body map,

lembar QEC, timbangan berat badan (Laica 36020 Italy), microtoa dan kamera digital serta

penggaris busur. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dengan menggunakan profil

perusahaan, dokumen jumlah pekerja dan standard work system (SWS) bagian fabrikasi

serta data pendukung lainnya. Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel

beserta instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

4.4.1. Variabel Keluhan MSDs (Musculoscelatal disorders)

Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung melalui

instrumen kesioner dan menggunakan nordic body map untuk mengetahui dimana

letak keluhan yang dirasakan ketika ataupun setelah bekerja (lampiran 1). Responden

yang mengisi kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada atau tidaknya

gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuisioner Nordic Body Map ini
55

diberikan kepada seluruh sampel yang terdapat pada stasiun kerja. Selanjutnya

keluhan pada Nordic body map dikelompokkan menjadi dua kategori :

1. Keluhan berat apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang menetap

selama > 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.

2. Keluhan ringan apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang menetap

selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.

3. Tidak ada keluhan apabila responden tidak merasakan keluhan dalam waktu 7

(tujuh) hari terakhir.

4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan

Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko MSDs

pada bagian tubuh tertentu (punggung, leher, bahu/lengan, pergelangan tangan)

dengan mempertimbangkan faktor durasi, beban serta frekuensi pekerjaan pada

penggunaan instrumen quick expossure check. Adapun tahapannya adalah sebagai

berikut :

1. Persiapan pengukuran

a. Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobservasi serta mendiskusikan

bersama supervisior atau manajer perusahaan.

b. Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas/task, kemudian akan

diukur besar risikonya.

c. Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama peneliti, waktu

dan tanggal penilaian pengukuran.

2. Pelaksanaan pengukuran

a. Pada lembar observer’s assessment, risiko MSDs pada pekerjaan diukur dan

di-ceklist pada kotak pertanyaan A-G mengenai postur dan gerakan tubuh.
56

Pada saat mengukur risiko pekerjaan, observer harus melihat pada posisi yang

paling jelas.

b. Sedangkan untuk worker’s assessment, pekerja diberikan pertanyaan

mengenai beban dan durasi pekerjaanya dalam sehari. Adapun penilaian risiko

pada pekerjaan berdasarkan postur tubuh dapat dilihat pada tabel 4.1.

c. Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital dan busur

guna memperoleh besar sudut postur tubuh.

d. Untuk mengetahui berat barang dan berat alat yang digunakan oleh pekerja

dapat digunakan timbangan berat.

Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh

Contoh Gerakan Keterangan

 A1 Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 200)

A2 Fleksi atau putaran atau bengkok ( 200-60 0


)
(Lanjutan)
A3 Fleksi atau putaran atau bengkok (> 600)

Untuk posisi duduk atau berdiri pada pekerjaan.

Apakah pekerjaan tersebut dalam keadaan statis?

 B1 Tidak
 B2 Ya

Posisi tangan saat bekerja:

 C1 Pada atau dibawah pinggang

 C2 Pada ketinggian dada

 C3 Pada atau lebih di atas bahu


57

Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh

Contoh Gerakan Keterangan

Frekuensi Gerak Bahu / lengan


 D1 Jarang (bergerak sebentar-sebentar)
 D2 Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti)
 D3 Sangat Sering (hampir tidak berhenti)

 E1 Posisi netral lurus dengan lengan (< 150)

 E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 150

Apakah ada gerak berulang


 F1 ≤10 kali / menit
 F2 11 - 20 kali / menit
 F3 ≥ 20 kali / menit

Apakah ada gerak leher flkesi, ekstensi ≥ 200 atau berputar?


 G1 Tidak
(Lanjutan)
 G2 Ya, jarang
 G3 Ya, sering
Berapa berat beban yang dibawa anda (pekerja)?
 H1 Low (≤ 5 kg)
 H2 Moderate (6 - 10 kg)
 H3 Berat (11 – 20 kg)
 H4 Sangat Berat (≥ 21 kg)

Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam sehari oleh


seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya? (DURASI)
 J1 ≤ 2 jam
 J2 2 - 4 jam
 J3 ≥ 4 jam
58

Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh

Contoh Gerakan Keterangan


Berapa berat benda yang dipegang dengan menggunakan
satu tangan?
 K1 Low (< 1 kg)
 K2 Medium (2 - 4 kg)
 K3 High (> 4 kg)
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

3. Perhitungan dan Analisis hasil pengukuran

a. Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukkan ke kolom-kolom

pada lembar ke dua sesuai dengan kode pertanyaan (A1-L2). Maka didapatkan

skor risiko pada setiap bagian tubuh. Adapun salah satu contoh perhitungan

skor risiko bagian tubuh dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2.
Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC
Tabel disamping menunjukkan kombinasi antara
penilaian postur (A1-H3) dan beban (H1-H4). Tentukan
nilai yang sesuai pada kolom yang ada, contoh
kombinasi antara A2 dan H2 maka ditemukan kolom
dengan nilai 6. Masukkan nilai tersebut pada kolom
“score 1” di pojok bawah kanan.

Sumber : Neville Santon 2005

b. Lakukan kembali prosedur perhitungan di atas pada setiap bagian tubuh.

c. Dari perhitungan skor risiko berdasarkan bagian tubuh, kemudian

dijumlahkan seluruhnya (total skor) dan dibagi dengan angka 176 (total
59

skor/176), adapun formulasi perhitungan total skor dapat dilihat sebagai

berikut :

Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan


176

d. Hasil perhitungan total skor kemudian disesuaikan dengan kriteria quick

exposure check pada tabel 4.3.

Tabel 4.3.
Kategori Tingkat Paparan & Tindakan

Tingkatan QEC skor Tindakan

Low ≤ 40 % Dapat diterima


Medium 41 – 50 % Perlu investigasi lebih lanjut

High 51 – 70 % Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera


Very High > 70 % Investigasi dan perubahan seketika
Sumber : QEC work related, Buckle and Li, 2005

e. Kemudian dari hasil tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu risiko

sedang dan risiko rendah :

3. Risiko sedang; jika diperoleh nilai total QEC 40% - 50%

4. Risiko rendah; jika diperoleh nilai total QEC ≤ 40%

4.4.3. Variabel Usia

Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir pekerja.

4.4.4. Variabel Kesegaran Jasmani

Data kesegaran jasmani diperoleh dengan mengobservasi dan menanyakan

langsung mengenai keikutsertaan pekerja dalam mengikuti kegiatan senam pagi

ataupun olahraga yang dilakukan diluar perusahaan serta melakukan konfirmasi data

yang diperoleh kepada supervisior ataupun leader di masing-masing bagian. Adapun

pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:


60

1. Kurang; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga < 5 x/minggu.

2. Cukup; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga ≥ 5 x/minggu.

4.4.5. Variabel Kebiasaan Merokok

Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan langsung

kepada pekerja dengan instrumen berupa kusioner. Adapun pengelompokkan data

yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Berat jika > 20 batang/hari

2. Sedang jika 10-20 batang/hari

3. Ringan < 10 batang per hari

4. Tidak merokok

4.4.6. Variabel Masa Kerja

Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa lama telah

melakukan bekerja sebagai welder baik itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun

perusahaan tempat sebelumnya bekerja.

4.4.7. Variabel Indeks Masa Tubuh

Data mengenai berat badan diperoleh dengan mungukur berat badan

menggunakan timbangan berat badan jenis Laica 36020 Italy. Sedangkan data tinggi

badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan microtoa. Adapun

data yang diperoleh adalah dikelompokkan sebagai berikut:

1. Obesitas; jika IMT > 30

2. Overweight ; jika IMT 25-30

3. Normal ; jika IMT 18,5-25

4. Underweiht ; jika IMT < 18,5

4.5. Pengolahan Data


61

Seluruh data yang telah dikumpulkan baik primer maupun sekunder akan diolah

melalui tahap-tahap sebagai berikut :

4.5.1. Menyunting data (Editing)

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar

kuesioner dan lembar penilaian risiko MSDs QEC serta gambar aktivitas pekerjaan

yang dilakukan pekerja. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan

4.5.2. Mengkode data (Coding)

Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban responden,

dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data

selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik responden diberi kode A1 – A3.

2. Variabel masa kerja diberi kode B1 – B4.

3. Variabel kebiasaan merokok diberi kode C1 – C7.

4. Variabel kesegaran jasmani diberi kode D1 – D7.

5. Variabel keluhan MSDs diberi kode E1 – E5.

4.5.3. Memasukkan data (Entry)

Memasukkan data dalam program atau fasilitas analisis data berdasarkan

klasifikasi.

4.5.4. Membersihkan data (Cleaning)

Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan tidak ada

yang salah dan menghindari kesalahan dalam menganalisis (error). Sedangkan pada

lembar QEC perlu dipastikan kembali penempatan skor pada kolom yang telah

disediakan.
62

4.6. Analisis Data

4.6.1. Analisis Univariat

Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase

masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi. Variabel tersebut

meliputi variabel risiko MSDs pada faktor pekerjaan, usia pekerja, indeks masa

tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan masa kerja yang mempengaruhi

keluhan MSDs serta gambaran tingkat risiko MSDs pada pekerja.

4.6.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan dependen menggunakan uji Chi square pada variabel indeks masa

tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani. Sedangkan uji Kruskall wallis

dengan derajat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan (α) 5% digunkanan pada

variabel usia kerja dan masa kerja yang memiliki data numerik serta tidak

berdistribusi normal.

Jika P value ≤ nilai α (0,05) maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value > nilai α (0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel.

Rumus Uji Chi square Rumus Uji Kruskal wallis

Keterangan: Keterangan:
X2 : Chi square N = jumlah sampel
O : Nilai observasi Tg = jumlah peringkat pada kelompok g
E : Nilai ekspektasi ng = jumlah sampel pada kelompok g
63
64

BAB V

HASIL

5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

5.1.1. Sejarah dan Lokasi PT. Caterpillar Indonesia

PT. Caterpillar Indonesia merupakan suatu perusahaan pembuatan alat berat

ternama yang berasal dari Amerika. PT. Caterpillar Indonesia bertugas membuat

sebagian alat berat tersebut di Indonesia. Sedangkan hasil produksinya dipasarkan

oleh Trakindo. PT. Catepillar Indonesia didirikan pertama kali pada tahun 1982

dengan nama PT. Natra Raya hingga kemudian pada saat Maret 2010 berganti nama

menjadi PT. Caterpillar Indonesia. Perusahaan ini memiliki luas area sebesar 10

hektar tanah dimana sekitar 15.000 m2 merupakan lahan untuk kegiatan

manufacturing yang berlokasi di Jl. Narogong Raya Km 19 Cileungsi Bogor 16820.

PT. Caterpillar Indonesia memiliki pekerja sekitar 300 orang. Dimana pekerjanya

merupakan pekerja yang handal dan memiliki loyalitas tinggi. Saat ini system CPS

(Caterpillar Production System) diberlakukan untuk lebih meningkatkan kualitas

produk.

5.1.2. Visi dan Misi PT. Caterpillar Indonesia

1. Visi

“Pekerja dan proses kami bisa membuat produk utama Caterpillar

menjadi pesaing handal di pasaran ASEAN. Kami menjadi penyelia yang

dipilih oleh masyarakat daerah Asia Pasifik untuk produk work tools dan OHT

truck bodies.”

2. Misi
65

Untuk menyediakan produk utama dan work tools Caterpillar yang

fleksibel, responsif dan biaya manufacturing yang efektif dengan semangat

untuk melakukan continuous improvement. Maka Caterpillar memiliki misi

sebagai berikut :

a. Kami memberikan nilai-nilai Caterpillar dan menunjukkannya pada

kegiatan sehari-hari.

b. Kami akan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan bebas kecelakaan

untuk seluruh karyawan.

c. Kami memperbesar posisi kami sebagai perusahaan manufacture tingkat

ASEAN.

d. Dengan bekerjasama dengan kelompok produk work tool, kami menemukan

bisnis model dan proses optimum untuk merespon kebutuhan yang unik

pada bisinis work tool.

e. Kami membangun kemampuan dan proses kelas dunia melalui penggunaan

dari Caterpillar Production System.

f. Kami sangat terkait dengan komunitas lokal.

5.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Caterpillar Indonesia


Keselamatan di PT. Caterpillar Indonesia sangat mendapat perhatian khusus

karena sifatnya yang penting. Slogan “Employee Safety First” merupakan salah satu

bukti bahwa PT. Caterpillar Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan

karyawannya. “Kerjasama, komunikasi yang terbuka dan keterlibatan karyawan

sangat penting untuk menciptakan suatu tempat kerja yang aman” merupakan

penjelasan dari slogan tersebut. PT. Caterpillar Indonesia menginginkan seluruh

karyawannya selamat tiba di rumah, setiap orang dan setiap hari. Untuk lebih

meningkatkan keselamatan karyawan, PT. Caterpillar Indonesia memberlakukan


66

Safety Walk setiap hari senin di awal bulan, safety and council meeting setiap hari

selasa di tiap minggunya, juga melakukan Safety Sign Off, FMEA Risk Assesment

dan SWS Audit.

PT. Caterpillar Indonesia berhasi melakukan 294 hari kerja Zero Recordble

Accident mulai tanggal 22 Juni 2006 sampai 26 Agustus 2008, sehingga pada

perayaan 2 tahunnya pada tahun 2008 PT. Caterpillar Indonesia mulai

memperhatikan masalah ergonomi yang tentunya jika tidak di perhatikan akan

menyebabkan masalah kesehatan bagi karyawan di kemudian hari.

1. Visi Keselamatan

“Visi keselamatan Caterpillar adalah dikenal sebagai pemimpin dalam

industrinya dengan menciptakan dan memelihara tempat kerja yang bebas

kecelakaan. Kami percaya bahwa kecelakaan dan cidera dapat dihindari,

karenanya kami dari hal ini adalah nol. keselamatan karyawan merupakan hal

utama dalam segala hal yang kami lakukan dan kami percaya dengan terus

meningkatkan praktek, proses dan kinerja keselamatan akan mendukung

keunggulan usaha, dimana seluruh karyawan Caterpillar dikenal seluruh

dunia.”

2. Kebijakan Mutu

“PT. Caterpillar Indonesia membuat dan mengirimkan produk Caterpillar

dengan kualitas unggul pada pelanggan melalui keterlibatan semua karyawan,

penerapan Caterpillar Production System dan peningkatan mutu yang

berkesinambungan pada setiap aspek bisnis kami. Kami akan bekerja dengan

seluruh mitra kerja Value Stream untuk memacu perbaikan ini secara

berkesinambungan.”
67

5.1.4. Gambaran Bagian Produksi PT. Caterpillar Indonesia


HEX merupakan akronim dari Hydraulic Excavator, sedangkan TTT adalah

Track-Type Tractor dan WTD adalah Work Tool Demand. Sehingga produksi

utama PT. Caterpillar Indonesia saat ini adalah HEX, TTT dan WTD.

1. Fabrikasi
Pertama kali PT. Caterpillar Indonesia melakukan kegiatan operasi

adalah untuk mengerjakan OTO (One Time Order) work tool yang dipesan

hanya satu kali dengan spesefikasi khusus. Semua kegiatan fabrikasi kelas A

untuk Excavator dilakukan di PT. Caterpillar Indonesia. Sedangkan Track-Type

Tractor yang dikerjakan di fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia antara lain : C-

frame, blade, canopy. Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya di fabrikasi,

maka PT. Caterpillar Indonesia membutuhkan orang-orang yang biasa

melakukan kegiatan las dengan berkualitas dan memiliki pengalaman.

2. Assembly, Test dan Paint


Mesin dirakit berasal dari material yang didapat dari Caterpilllar pusat,

fabrikasi yang diproduksi di PT. Caterpillar Indonesia dan material yang dibeli

dari supplier lokal. Sehingga membutuhkan investasi modal yang sangat rendah.

Dibutuhkan orang-orang yang teliti mengerjakan bidang ini, karena kesalahan

dalam melakukan assembly bisa mengakibatkan ketidakpuasan konsumen.

3. Work Tool
PT. Caterpillar Indonesia memproduksi berbagai macam work tool

dalam skala besar. Work tool mengerjakan blade untuk D10 dan D11, bucket

tipe 992 dan tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang diminta. Selain itu,

work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan kehutanan seperti

grapples dan log forks.

5.2. Analisis Univariat


68

5.2.1. Gambaran Keluhan MSDs pada Responden di Bagian Fabrikasi PT.


Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs di Bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Keluhan Jumlah %

Keluhan Berat 7 9,3


Keluhan Ringan 58 77,3
Tidak ada keluhan 10 13,4
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 75 responden,

diketahui bahwa tidak semua responden mengalami keluhan MSDs. Sebanyak 10

responden (13,4%) sama sekali tidak mengalami keluhan dan sebesar 65 responden

merasakan keluhan MSDs yang merasakan keluhan, diantaranya 7 responden

mengalami keluhan MSDs berat dan 58 responden mengalami keluhan MSDs

ringan.

Indikator keluhan MSDs pada penelitian ini berdasarkan pada 27 titik tubuh.

Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan bagian tubuh yang merasakan

keluhan MSDs dapat dilihat pada grafik berikut berikut.

Grafik 5.1.
Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada Responden di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
69

Sumber : Data Primer


Berdasarkan data di atas, diperoleh paling banyak keluhan yang dirasakan

adalah pada bagian pinggang yaitu sejumlah 45 responden, betis kanan dan kiri,

serta sebanyak 30 responden yang merasakan keluhan bagian leher. Sedangkan

bagian tubuh yang paling sedikit dirasakan keluhan adalah pada paha kiri yaitu

sejumlah dua orang.

5.2.2. Gambaran Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia


Tahun 2010

Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari pengukuran

bagian tubuh leher, punggung, bahu dan pergelangan tangan dengan

mempertimbangkan durasi, frekuensi dan beban pekerjaan. Adapun hasil yang

diperoleh mengenai faktor pekerjaan pada responden di bagian Fabrikasi dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
70

Tingkat Risiko Pekejaan Jumlah %


Sedang 39 52
Rendah 36 48
Total 75 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa paling banyak pekerjaan

dengan tingkat risiko sedang yang dialami oleh 39 pekerja (52%) sedangkan tingkat

risiko rendah dialami oleh 36 orang pekerja (48%).

5.2.3. Gambaran Usia dan Masa Kerja pada Responden di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Hasil penelitian mengenai usia dan masa kerja responden pada bagian

Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia dan Masa Kerja di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
NO Variabel Mean SD Min – Max
1 Usia Pekerja 30,71 (tahun) 6,281 21 – 43
2 Masa Kerja 84,13 (Bulan) 75,642 8 – 240

Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden di bagian

Fabrikasi adalah 31 tahun, untuk usia responden paling muda adalah 21 tahun,

sedangkan usia responden paling tua adalah 43 tahun.

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki

masa kerja terendah adalah selama 8 bulan, responden yang memiliki masa kerja

terlama adalah 20 tahun dan rata-rata masa kerja responden adalah 84,13 bulan (7

tahun).
71

5.2.4. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Responden di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia 2010
Hasil penelitian mengenai indeks masa tubuh pada responden di bagian

Fabrikasi PT. Caterpilar Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Indeks Masa Tubuh Jumlah %


Obesitas (IMT >30) 13 17.3
Over weight (IMT 25-29,9) 11 14.7
Normal (IMT 18-24,9) 32 42.7
Under weight (IMT < 18) 19 25.3
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden memiliki obesitas sejumlah

13 pekerja (17,3%), over weight sebanyak 11 pekerja (14,7%), under weight

sejumlah 19 pekerja (25,3%) dan pekerja yang memiliki IMT normal sebesar 32

pekerja (42,7%).

5.2.5. Gambaran Kebiasaan Merokok pada Responden di Bagian Fabrikasi PT.


Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui

berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan pengkategorian

merokok dan tidak merokok. Adapun distribusi kebiasaan merokok pada responden

di bagan Fabrikasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Kebiasaan Merokok Jumlah %
72

Berat 1 1.3
Sedang 8 10,7
Ringan 30 40
Tidak merokok 36 48
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden paling banyak

tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sejumlah 36 orang (48%), responden

paling banyak memiliki kebiasaan merokok ringan yaitu sebesar 30 orang,

sedangkan responden yang memiliki kebiasaan merokok berat hanya terdapat 1

orang (1,3%).

5.2.6. Gambaran Kesegaran Jasmani pada Responden di Bagian Fabrikasi PT.


Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Hasil penelitian mengenai gambaran pekerja berdasarkan kesegaran jasmani

pada responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010

dapat dilihat pada berikut.

Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Kesegaran Jasmani N %
Kurang 48 64
Cukup 27 36
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 48 pekerja (64%)

memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sedangkan responden yang memiliki

kesegaran jasmani yang baik adalah sebanyak 27 pekerja (36%).

5.3. Analisis Bivariat


73

5.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Welder di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Analisis Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

berdasarkan hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5.7.

Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Pada

Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010

Keluhan MSDs
Risiko Total
Berat Ringan Tidak ada P value
Pekerjaan
n % n % n % n %

Sedang 7 17,9 31 79,5 1 2,6 39 100


0,000
Rendah 0 0 27 75 9 25 36 100

Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 39 responden yang memiliki

risiko pekerjaan yang sedang, responden paling banyak mengalami tingkat keluhan

MSDs ringan yaitu sebesar 31 pekerja (79,5%). Sedangkan dari 36 responden

dengan risiko pekerjaan yang rendah, paling banyak memiliki keluhan MSDs

ringan yaitu sejumlah 27 pekerja (75%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh

p value sebesar 0,000 (p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder yang dialami

oleh responden.
74

5.3.2. Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Analisis responden berdasarkan hubungan antara usia pekerja dengan

keluhan MSDs diperoleh menggunakan uji non parametrik yaitu uji kruskall-wallis.

Hal tersebut tersebut dikarenakan data variabel usia merupakan data yang

berdistribusi tidak normal. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.8.
Analisis Hubungan Antara Usia Dengan Keluhan MSDs Pada Responden
di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010

Keluhan MSDs N Mean P value


Berat 7 35.57
Ringan 58 30.55 0,116
Tidak ada keluhan 10 28.20
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kruskall-wallis

diperoleh p value 0,116 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada

hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010.

5.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan keluhan

MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.9.
Analisis Hubungan antara Masa Pekerja dengan Keluhan MSDs Pada
Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
75

Tingkat keluhan n Mean P value


Berat 7 170.29
Ringan 58 82.02 0,002
Tidak ada keluhan 10 36.10

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil uji Kruskall-wallis diperoleh p value sebesar 0,002 (P

value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara masa kerja

dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar

Indonesia tahun 2010.

5.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada Welder di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai hubungan antara indeks masa tubuh dengan

keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.10.
Analisis Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs
Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Keluhan MSDs
Total P
Variabel Berat Ringan Tidak ada
value
n % n % n % n %
Obesitas 2 15,4 9 69,2 2 15,4 13 100
Over weight 1 9,1 8 72,7 2 18,2 11 100
0,941
Normal 3 9,4 26 81,2 3 9,4 32 100
Under weight 1 5,3 15 78,9 3 15,8 19 100
Sumber : Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 13 responden yang memiliki

yang obesitas, paling banyak responden mengalami keluhan MSDs ringan yaitu

sebesar 9 (69,2%) dari 13 pekerja. Responden yang under weight, paling banyak

mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 15 (78,9%) dari 19 pekerja.


76

Sedangkan responden yang memiliki IMT normal, paling banyak mengalami

keluhan MSDs ringan.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,941 (p value >

0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh

dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder pada bagian Fabrikasi di PT.

Caterpillar Indonesia.

5.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada Welder di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan

keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.11.
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs
pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Keluhan MSDs
Total
Variabel Berat Ringan Tidak Ada P value
n % n % n % n %
Berat 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0
Sedang 4 50,0 4 50,0 0 0,0 8 100,0
0,044
Ringan 1 3.3 24 80,0 5 16,7 30 100,0
Tidak merokok 2 5,6 29 80,6 5 12,8 36 100,0
Sumber : Data Primer

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang

memiliki kebiasaan merokok ringan, paling banyak responden memiliki keluhan

MSDs ringan yaitu sejumlah 24 pekerja (80%). Sedangkan pada responden yang

tidak merokok, paling banyak memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 29

pekerja (80,6%).
77

Dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,044 (p value > 0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan

keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar

Indonesia pada tahun 2010.

5.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs pada Welder di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Tabel 5.12.
Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs
pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Keluhan MSDs
Total
Variabel Berat Ringan Tidak ada P value
n % n % N % n %
Kurang 6 12,5 41 85,4 1 2,1 48 100
0, 000
Cukup 1 3,7 17 63,0 9 33,3 27 100

Sumber : Data Primer

Dilihat dari tabel di atas dapat diperoleh bahwa dari 48 responden yang

memiliki kesegaran jasmani yang kurang, responden yang paling banyak adalah

memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sebesar 41 pekerja (85,4%). Sedangkan

responden yang memiliki kesegaran jasmani yang cukup, paling banyak

mengalamai keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 17 pekerja (63,0%) dari 27

pekerja.

Berdasarkan dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,001 (p value

< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan olahraga

dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar

Indonesia pada tahun 2010.


78

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

a. Data keluhan MSDs hanya berdasarkan keluhan responden yang dapat bersifat

subjektif, karena tidak didukung oleh data medis yang dapat memastikan bahwa

responden benar menderita MSDs.

b. Pengukuran dengan metode QEC (quick exposure check) hanya mengukur risiko

pekerjaan pada tubuh bagian atas saja, sehingga jika ada keluhan yang dirasakan pada

tubuh bagian bawah maka tidak dapat diketahui besar risiko dan pengaruhnya dengan

faktor pekerjaan.

6.2. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs

6.2.1. Keluhan Musculosceletal Disorders

Keluhan MSDs pada pekerja dalam penelitian ini ditinjau dari tingkat

keluhannya dan bagian tubuh yang dirasakan keluhan. Menurut Humantech (2003),

keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan

oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit.

Hal tersebut dapat terjadi jika otot menerima beban statis secara berulang dan dalam

waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,

ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut

musculosceletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculosceletal.

Dari hasil pengukuran keluhan MSDs berdasarkan tingkat keluhan maka

diperoleh paling banyak (77,3%) pekerja yang mengalami keluhan MSDs ringan,
79

sedangkan pekerja dengan keluhan MSDs berat sebanyak 9,4% dan pekerja yang

tidak mengalami keluhan MSDs sebanyak 13,3%. Sedangkan pengelompokkan

keluhan MSDs berdasarkan bagian tubuh diperoleh bahwa 60% pekerja merasakan

keluhan pada bagian pinggang, pekerja merasakan keluhan pada leher sebanyak 57%

dan merasakan sakit pada bagian bahu kanan serta kiri sejumlah 48%.

Hasil penelitian diatas sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Juniani

(2007) pada welder yang melakukan pengelasan bahwa keluhan MSDs seperti kaku

sering dirasakan pada bagian bahu sebanyak 66%, pekerja merasa sakit atau nyeri

pada leher sebanyak 69% dan merasakan nyeri pada bagian pinggang sebanyak

77%.

Menurut NIOSH (1997), MSDs pada leher dan bahu terjadi karena pekerja

melakukan gerakan berulang „repetitive work’, posisi leher dan bahu dalam keadaan

menahan beban berat serta posisi yang ekstrim ketika bekerja. Sedangkan keluhan

MSDs yang terjadi pada pinggang „low back pain‟ dapat muncul akibat postur kerja

yang buruk seperti membungkuk dan gerakan mengangkat berulang sehingga

memaksa kerja otot/sendi tulang belakang dan akhirnya terjadi pembengkakan pada

sendi. Menurut James (2007), ketika ruas-ruas tulang menekuk ke depan maka otot

akan bekerja dengan keras untuk menopang tulang/rangka bagian atas sampai

kepala, sehingga otat akan melentur. sehingga semakin sering dan semakin lama

digunakan dengan berlebihan, maka hal demikian akan menyebabkan hilangnya

kelenturan pada otot tersebut.

Gambar 6.1.
Postur Kerja yang Tidak Ergonomis
80

A B
a. Contoh postur kerja yang tidak ergonomis, b. postur kerja tidak
ergonomis
Sumber :a. James T. Alberts (2007) b. dokumentasi Peneliti
Berdasarkan hasil temuan di tempat penelitian, diketahui bahwa munculnya

keluhan MSDs dikarenakan terdapat beberapa workshop yang tidak memiliki alat

bantu kerja berupa meja kerja. Meja kerja yang biasa digunakan untuk memudahkan

dalam melakukan pengelasan dan dirancang sedemikian rupa dengan

mempertimbangkan aspek ergonomis. Penggunaan alat tersebut diharapkan dapat

meningkatkan produkstivitas dan juga pekerja dapat melakukan pengelasan tanpa

berada pada posisi yang tidak ergonomis sehingga dapat menghindari ergonomi

berupa musculosceletal disorders. Akibatnya jika ada pekerja yang bekerja tanpa

workshop maka mereka akan melakukan pengelasan secara bebas dan tanpa disadari

telah bekerja dengan posisi yang tidak standard dan berisiko.

Beberapa pekerja juga menuturkan bahwa keluhan yang dirasa besar

kemungkinan disebabkan oleh posisi yang statis dan tidak standar (seperti jongkok,

membungkuk dan overhead) saat melakukan pengelasan, terutama ketika melakukan


81

pengelasan panjang/full weld. Hal tersebut sesuai sebagaimana yang diungkapkan

dalam James (2007), posisi statis ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang

biasanya sesuai dengan sikap tubuh dan tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja

otot statik dalam jangka lama karena akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga

kerja untuk berhenti. Selain itu disebabkan juga oleh postur yang tidak sesuai seperti

mengelas dalam posisi jongkok, membungkuk dan pengelasan over head serta

adanya aktifitas manual handling saat memindahkan bahan baku seperti besi baja ke

meja kerja.

Hal yang sama dilaporkan oleh Europan communities (2008) bahwa sekitar

40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan,

atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang di Eropa telah menderita MSDs setiap

tahunnya dan juga cidera musculoskeletal disorders (MSDs) menyebabkan

kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada perusahaan manufacture

(Installation, maintenance, and repair occupations) dan sektor pelayanan jasa,

terutama mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator ataupun pekerja

kasar (dalam Susan Stock et al, 2005).

Adapun gambar dari meja kerja adalah sebagai berikut :

Gambar 6.2.
Meja Kerja yang Digunakan di PT.Caterpillar Indonesia Tahun 2010
82

Sumber : Dokumentasi Peneliti

6.2.2. Risiko Pekerjaan

Risiko pekerjaan diukur dengan menggunakan metode quick exposure check

ketika melakukan pengelasan pada tubuh bagian atas. Menurut Buckle (2005),

pengukuran dilakukan pada bagian tubuh atas seperti leher, punggung, lengan dan

bahu serta dengan mempertimbangkan berat beban yang diangkat, durasi, frekuensi

dan postur.

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh 52% pekerjaan memiliki risiko

sedang, sedangkan 48% lainnya memiliki risiko pekerjaan ringan. Namun tinggi

rendahnya tingkat risiko pekerjaan yang ada dipengaruhi oleh banyaknya jumlah

permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja untuk bekerja lebih ekstra

untuk memenuhi target bulanan. Oleh karena itu, semakin tinggi dari pekerjaan maka

semakin besar pula peluan seseorang untuk mengalami keluhan MSDs. Berdasarkan

studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun

2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs
83

pada tangan akibat adanya gerak repetitive/berulang dan 46% dilaporkan akibat

posisi tubuh yang melelahkan selama bekerja.

6.2.3. Usia Pekerja

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan

MSDs. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 31

tahun, usia pekerja paling tua adalah 43 tahun dan usia pekerja paling muda adalah 21

tahun. Melihat teori yang diungkapkan dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot

skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan

pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring

dengan bertambahnya umur. Lain halnya menurut Bridger (2003), sejalan dengan

meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi

di saat seseorang berusai 30 tahun. Oleh karena itu pekerja yang ada di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mempunyai potensi untuk mengalami keluhan

MSDs.

6.2.4. Masa Kerja

Masa kerja diukur dengan menjumlahkan total keseluruhan masa kerja baik

itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun perusahaan sebelumnya bekerja. Menurut

Ohlssson et al (1989), semakin lama masa kerja seseorang dapat menyebabkan

terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik maupun secara

psikis. Hal ini dikarenakan tingkat endurance otot yang sering digunakan untuk

bekerja akan menurun seiring lamanya seseorang bekerja. Berdasarkan tabel hasil

5.4, dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja adalah 84 bulan atau setara dengan 7

tahun. Masa kerja terlama adalah 20 tahun.

6.2.5. Indeks Masa Tubuh


84

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi

pekerja. Menurut Horn et al (1998), seseorang dengan kelebihan berat badan akan

berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot

punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan menyebabkan

penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan kelelahan dan

nyeri otot. Berdasarkan hasil, diperoleh pekerja yang memiliki indeks masa tubuh

obesitas sejumlah 13 pekerja (17,3%) dan pekerja dengan indeks masa tubuh normal

sebanyak 32 pekerja (42,7%).

6.2.6. Kebiasaan Merokok

Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui

berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan pengkategorian

merokok dan tidak merokok. Pekerja yang termasuk tidak merokok jika tidak pernah

ataupun sudah berhenti merokok lebih dari satu tahun. Berdasarkan hasil analisis

univariat dapat diketahui bahwa responden yang merokok adalah sejumlah 39 pekerja

(52%) dan responden yang tidak merokok sejumlah 36 pekerja (48%). Menurut

Croasmun (2003), kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru,

sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang

tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka

akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.

6.2.7. Kesegaran Jasmani

Kesegeran jasmani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

munculnya keluhan MSDs. Menurut Mitchell (2008), tingkat kesegaran tubuh yang

rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan
85

meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan bertambahnya aktivitas

fisik tanpa kesegaran jasmani. Berdasarkan hasil uji univariat dapat dilihat bahwa

64% pekerja memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sedangkan 36% lainnya

memiliki kesegaran jasmani yang cukup.

6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs

6.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs

Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, Cileungsi 2010 diperoleh bahwa dari 39 pekerja

dengan risiko pekerjaan sedang dan mengalami keluhan MSDs ringan adalah sebesar

31 orang (79,5%), sedangkan dari 36 pekerja dengan risiko pekerjaan rendah dan

mengalami keluhan MSDs ringan adalah sejumlah 27 orang (75%).

Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.9) diperoleh p value 0,000 (< 0,05)

hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan

MSDs. Dari 75 welder, 85,2% welder yang bekerja di bagian Fabrikasi PT.

Caterpillar Indonesia mengalami keluhan MSDs. Hasil tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Raharjo (2008) bahwa 83,7% pekerja

merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor risiko

pekerjaan (REBA) 8-10/high risk.

Menurut Grandjen (1993), keluhan MSDs terjadi karena sikap kerja tidak

alamiah yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya.

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi

keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena

ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja. Berdasarkan hasil


86

pemantauan di lapangan diperoleh bahwa masih ada beberapa welder yang bekerja

dengan postur janggal yang berisiko untuk menyebabkan MSDs seperti kemiringan

punggung ataupun leher yang melebihi 200, jongkok, membungkuk dan posisi

pengelasan di atas kepala/overhead (Neville Santon 2005).

Menurut supervisior di bagian Fabrikasi WTD, keadaan di atas terjadi karena

beberapa workshop belum memiliki meja kerja sehingga pekerja harus melakukan

pengelasan secara bebas dan tidak dapat dipungkiri jika mereka bekerja dengan

posisi-posisi yang berisiko untuk menimbulkan keluhan MSDs. Selain postur kerja

yang tidak alamiah, keluhan MSDs akan meningkat bila dalam pekerjaan melakukan

gerakan berulang dengan beban yang berat. Menurut Buckle (2005), beban yang

diperbolehkan untuk diangkat secara manual dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu

ringan (≤ 5 kg), sedang (6 - 10 kg), berat (11 – 20 kg) dan sangat berat (≥ 21 kg).

Sedangkan berat alat kerja yang digunakan dengan satu tangan dikategorikan menjadi

3 yaitu, low (< 1 kg), medium (2 - 4 kg) dan high (> 4 kg), sehingga dapat

disimpulkan semakin berat alat yang digunakan dengan intensitas yang tinggi (sering)

maka akan semakin meningkatkan risiko untuk mengalami MSDs. Hasil survei oleh

European Campaign On Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di

beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami

MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap hari.

Berdasarkan standar QEC, berat alat kerja yang digunakan termasuk kategori

high, hal tersebut dapat dilihat dari alat kerja seperti gerinda yang memiliki berat

sampai 4,5 kg dan alat pengencang baut yang memiliki berat mencapai 15 kg.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari supervisior di bagian Fabrikasi,

perusahaan menginstruksikan kepada pekerja yang akan mengangkat benda dengan


87

berat minimal 15 kg agar menggunakan crane yang telah disediakan. Penggunaan

alat pengencang baut yang beratnya melebihi standar terpaksa digunakan karena alat

yang lebih ringan yang biasa digunakan sedang mengalami kerusakan.

Gambar 6.3.
Penggunaan alat kerja yang beratnya mencapai 15 kg

Sumber: Dokumentasi Peneliti


Seluruh pekerjaan yang ada di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia telah

memiliki standard work sheet (SWS) guna memudahkan pekerja dalam pencapaian

target produksi. SWS tersebut mengatur setiap detail pekerjaan yang akan dikerjakan,

sehingga setiap pekerja dituntut harus dapat melakukan pekerjaannya sesuai target

serta dengan mempertimbangkan keselamatan pekerja. Namun melihat beratnya

pekerjaan yang dilakukan di bagian Fabrikasi, risiko untuk terkena MSDs tetap tidak

dapat dihilangkan hingga 0%, Hal tersebut dapat dikarenakan tidak ada pekerjaan

yang tidak memiliki risiko, apalagi jenis pekerjaan yang ada adalah pembuatan

komponen dasar alat berat yang mayoritas berbahan dasar dari baja sehingga

diperlukan tenaga yang ekstra & ketahanan fisik yang baik dalam mengerjakannya.

Oleh karena itu, melihat besarnya dampak yang muncul maka perusahaan

dapat menerapkan sistem job rotation dan perusahaan menghimbau kembali kepada
88

pekerja untuk menggunakan back support guna meminimalisir keluhan MSDs, serta

perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan senam pagi secara rutin.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan dalam Parkes et al. (2005)

bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang

digunakan untuk peregangan otot. Selain himbauan untuk beristirahat, perusahaan

juga menyediakan back support yang berfungsi menyokong pinggang dan punggung

guna menghindari risiko ketika dalam posisi membungkuk. Akan tetapi banyak

pekerja yang tidak memakainya karena merasa kurang nyaman dan ruang geraknya

terbatas ketika bekerja. Adapun jenis back support yang biasa digunakan adalah

sebagai berikut :

Gambar 6.4.
Back Support

Sumber : www.ergoweb.com
6.3.2. Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs

Menurut Bridger (1995), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi

degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi degenerasi berupa kerusakan
89

jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal

tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang sehingga

semakin tua seseorang maka semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami

penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs.

Hasil analisis hubungan antara faktor usia dengan keluhan MSDs di bagian

Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang

memiliki keluhan MSDs berat (9,4%) berusia rata-rata 36 tahun, sedangkan mereka

yang memiliki keluhan MSDs ringan (77,3%) berusia rata-rata 31 tahun. Lain halnya

dengan kelompok pekerja dengan kategori tidak ada keluhan MSDs (13,3%)

memiliki rata-rata usia 28 tahun. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa

keluhan MSDs akan meningkat secara linear sesuai dengan bertambahnya usia.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang terdapat dalam Oborne

(1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu

24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun serta tingkat

keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan teori yang

disebutkan oleh Bridger (2003) bahwa sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi

degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30

tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,

penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal

tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.

Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.10) diperoleh p value 0,116 (>0,05) hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan

MSDs. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena pekerja yang memiliki usia

dibawah umur rata-rata untuk terkena keluhan MSDs (31 tahun), lebih banyak yang
90

bekerja dengan risiko pekerjaan ringan daripada risiko pekerjaan sedang dan juga

lebih banyak yang memiliki masa kerja dibawah rata-rata (7 tahun) untuk

mengalamai keluhan MSDs. Selain itu, banyak terdapat pekerja yang berumur

dibawah usia rata-rata terjadinya keluhan MSDs (31 tahun) dan mengalami keluhan

MSDs. Sebaliknya, terdapat pekerja yang berumur diatas usia rata-rata terjadinya

keluhan MSDs (31 tahun) akan tetapi tidak mengalami keluhan MSDs berat.

6.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs

Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan

lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam

suatu profesi tertentu. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat

mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama

untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.

Berdasarkan hasil analisis antara faktor masa kerja dengan keluhan MSDs di

bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia menunjukkan bahwa kelompok pekerja

yang memiliki keluhan MSDs berat sebanyak 9,4% memiliki masa kerja rata-rata

170,3 bulan (14 tahun), sedangkan kelompok dengan keluhan MSDs ringan sebanyak

77,3% memiliki masa kerja rata-rata 82 bulan (7 tahun). Lain halnya dengan

kelompok pekerja dengan kategori tidak ada keluhan MSDs (13,3%) memilki rata-

rata masa kerja 36 bulan (3 tahun). Hasil penelitian tersebut menunjukkan keluhan

MSDs berbanding lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hasil di atas sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Ohlssson et al (1989) bahwa keluhan MSDs

akan semakin bertambah ketika masa kerja seseorang bertambah juga kejenuhan baik

secara fisik maupun secara psikis.


91

Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.11) diperoleh p value 0,002 (< 0,05) hal

ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan

MSDs yang dialami mereka. Hasil yang sama didapatkan dari penelitian yang

dilakukan oleh Octarisya (2009) bahwa 66,7% pekerja yang memiliki masa kerja >

15 tahun telah mengalami MSDs lebih berat dibandingkan dengan mereka dengan

masa kerja < 15 tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat peningkatan

keluhan MSDs semakin meningkat ketika masa kerja seseorang semakin lama, karena

semakin lama seseorang bekerja tentunya akan menerima risiko yang lebih besar jika

dibandingkan dengan pekerja yang baru.

Hal ini dapat dimungkinkan perusahaan menerapkan program K3 terkait

ergonomi baru pada pertengahan tahun 2008 (safety ergonomic), sehingga pekerja itu

cukup lama tidak mendapatkan program ergonomi dari awal bekerja. Untuk

memperkecil risiko keluhan MSDs pada pekerja, perusahaan dapat melakukan job

rotation guna menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang monoton.

6.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs

Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang maka bertambah

besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini disebabkan karena seseorang yang

mengalami kelebihan berat badan akan berusaha menyangga berat badan dari depan

dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus,

akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang dapat

mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p value sebesar 0,941 (> 0,05)

sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan

keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT.Caterpillar Indonesia pada tahun
92

2010. Hasil uji diperoleh bahwa sebagian besar pekerja memiliki IMT normal dan

mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 26 pekerja.

Hasil penelitan di atas tidak sama dengan hasil penelitian Karuniasih (2009)

yang meneliti 52 orang supir bus travel, yaitu sejumlah 90,4% keluhan MSDs dialami

oleh supir bus yang memiliki indeks masa tubuh berlebih (overweight) ataupun

obesitas.

Secara teori, IMT merupakan faktor yang berhubungan dengan munculnya

keluhan MSDs, namun pada hasil penelitian kali ini diperoleh hasil yang berbeda.

Ketidaksesuaian tersebut dapat dimungkinkan pekerja yang diteliti memiliki rata-rata

IMT normal yaitu sebesar 23,08 kg2/m (IMT < 25). Kemungkinan lainnya adalah

pekerja memiliki masa kerja di bawah rata-rata untuk mengalami keluhan MSDs (7

tahun). Selain itu, responden yang mengalami obesitas tidak merasakan keluhan

dapat disebabkan karena mereka melakukan olahraga di luar jam kerja seperti di

akhir pekan. Hal ini didukung pula dari uji crosstab antara variabel IMT dengan

kesegaran jasmani, dimana pekerja yang mengalami obesitas dan memiliki kesegaran

jasmani cukup, jumlahnya lebih banyak daripada pekerja yang memiliki kesegaran

jasmani kurang.

6.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs

Kebiasaan merokok terkait erat antara meningkatnya keluhan otot dengan

lama dan tingkat kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan

kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk meng-konsumsi oksigen akan

menurun. Selain itu, masuknya karbon monoksida dari rokok ke dalam aliran darah

akan mengikat sel darah pembawa oksigen lebih kuat sehingga transportasi oksigen
93

terganggu. Hal ini membuat pasokan oksigen ke otot berkurang yang mengakibatkan

penumpukan asam laktat yang mengakibatkan nyeri pada otot (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,044 (< 0,05), hal

ini menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan munculnya

keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar

Indonesia. Melihat data di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami

keluhan MSDs berat dan memiliki kebiasaan merokok ringan adalah sejumlah 1

orang (3,3%), sedangkan pekerja yang memiliki kebiasaan merokok sedang lebih

banyak mengalami keluhan MSDs berat yaitu sebesar 4 orang (50%).

Menurut The Surgeon General’s Advisory Group on Smoking and Health

dalam Bustan (2008), menyebutkan bahwa kausa haruslah ditemukan lebih sering

pada penderita dibanding dengan dengan yang tidak menderita, orang-orang yang

terpapar harus lebih banyak ditemukan daripada yang tidak terpapar dan insiden

penyakit meningkat sesuai peningkatan lama dan tingginya dosis keterpaparan.

Berdasarkan hasil survey oleh Annuals of Rheumatic Diseases dalam

Croasmun (2003), diperoleh hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan

MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk

merasakan MSDs. Meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot

yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama

dan tingkat kebiasaan merokok. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan merokok akan

menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi

oksigen akan me-nurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang

menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen

dalam darah rendah dan akhirnya efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau
94

sebagai permulaan rasa sakit (osteoporosis, undegenerasi tulang) akibat dari

penyerapan kalsium yang terganggu.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, perusahaan memberlakukan kebijakan

mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan. Sangsi bagi mereka yang

melanggar larangan merokok tersebut berupa Putus Hubungan Kerja (PHK).

Larangan merokok tersebut ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan

oleh rokok tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti

jantung dan gangguan paru-paru, sehingga bagi pekerja yang perokok akhirnya lebih

memilih untuk merokok di luar area perusahaan. Hasil temuan lainnya, terdapat

beberapa pekerja yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik. Padahal

tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik sangatlah berisiko baik

itu dari sisi keselamatan kerja maupun karir pekerjaannya di perusahaan. Melihat

fakta tersebut, sehingga kemungkinan besar pekerja untuk memiliki risiko keluhan

MSDs yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok semakin besar.

Selain itu, dimungkinkan bagi mereka yang tidak merokok bukan berarti akan

terhindar untuk mengalami keluhan MSDs. Hal ini dapat disebabkan mereka telah

terpapar asap rokok dari rekan kerja atau lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena

itu, bagi pekerja yang merokok sebaiknya diberikan informasi mengenai besarnya

dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok. Dan demi menjaga kesehatan

para pekerjanya yang merupakan salah satu aset utama, maka perusahaan seharusnya

dapat menyelenggarakan pelatihan quit smoking ataupun pelatihan lainnya yang

bertujuan untuk mengurangi kebiasaan merokok sehingga dapat meningkatkan

derajat kesehatan dan produktivitas pekerjanya.

6.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs


95

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam

aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan berolahraga.

Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan

tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran

tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot (Mitchell,

2008).

Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 (< 0,05) hal

ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan

MSDs yang dialami oleh welder pada bagian Fabrikasi di PT.Caterpillar Indonesia.

Dari hasil penelitan di atas didapatkan bahwa paling banyak pekerja adalah yang

kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41

orang (54,7%). Sedangkan pekerja paling sedikit adalah yang kurang melakukan

olahraga tapi tidak memiliki keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%).

Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Evans (1996) terhadap 10 pekerja bahwa olahraga telah terbukti

efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya

kenaikan 128 % kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap

hari selama 12 pekan. Sebaliknya menurut WHO, kurangnya aktifitas fisik dapat

menyebabkan menurunnya kesehatan tubuh yang selanjutnya dapat mempertinggi

frekuensi sakit dan akhirnya memperpendek umur. Hal tersebut berdasarkan hasil

survey di Amerika bahwa tercatat 250,000 jiwa melayang setiap tahun hanya karena

gaya hidup pasif. berdasarkan penelitian epidemiologi olahraga yang dilakukan oleh

Monica Optional Study of Activity (MOSPA) menunjukkan bahwa seseorang yang


96

kurang melakukan aktifitas fisik/olahraga akan meningkatkan risiko untuk

mengalami hipertensi, stroke, kanker, diabetes dan osteoporosis.

Melihat hasil penelitian di PT. Caterpillar Indonesia di atas bahwa masih

banyak pekerja yang tidak melakukan senam pagi dengan ritun di perusahaan atau

bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan senam. Hal tersebut dikarenakan

kurangnya pengawasan, selain itu pekerja belum memiliki kesadaran bahwa senam

pagi yang diadakan perusahaan dapat meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan

memperkecil risiko munculnya keluhan MSDs.

Pada umumnya keluhan MSDs dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas

kesehariannya tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan jarang

berolahraga. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko

terjadinya keluhan otot. Olahraga secara rutin dapat meningkatkan alirahan darah ke

otot, tendons dan ligament sehingga dapat membantu meningkatkan nutrisi pada sel.

Adapun gambar dari kegiatan senam pagi yang dilakukan di PT.Caterpillar Indonesia

dapat dilihat pada gambar 6.4.

Berolahraga dapat meningkatkan temperatur, meningkatkan metabolisme dan

tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama kelamaan otot tubuh akan menjadi

kuat dan menambah daya tahan serta menghindari kelelahan otot. Olahraga juga

dapat memberikan struktur tulang yang kuat dan stabil serta mencegah terjadinya

cidera. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang UU.23/1992 tentang kesehatan

pasal 46 bahwa dengan olahraga atau latihan jasmani yang benar akan dicapai tingkat

kesegaran jasmani yang baik dan merupakan modal penting dalam peningkatan

prestasi.
97

Gambar 6.5.
Kegiatan senam pagi di PT.Catepillar Indonesia pada tahun 2010

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Melihat pentingnya dampak yang diakibatkan dari kurang olahraga, maka

perusahaan sebaiknya tidak hanya mewajibkan pekerjanya untuk melakukan senam

akan melainkan melakukan pengawasan dan memberikan sanksi jika ada pekerja

yang tidak melaksanakannya. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan

hadiah/penghargaan kepada pekerja yang rutin melakukan senam atau dapat juga

diadakan perlombaan senam. Hal demikian semata-mata dilakukan untuk memotivasi

pekerja agar melakukan senam pagi dan juga sebagai bentuk kepedulian perusahaan

terhadap pekerjanya yang merupakan aset utama serta merupakan upaya

meningkatkan produktivitas pekerja.


98

DAFTAR PUSTAKA

Ansyari, Muhammad. 2007. Pengaruh Penerapan Ergonomi pada Fasilitas Kerja Terhadap
Produktivitas Pekerja Pembungkus Dodol Di Desa Paya Perupuk Kecamatan Tanjung
Pura. USU : Medan.

Apriandriani, Rida. 2007. Gambaran Faktor Risiko Pada Sewing, Press Stunt Plug Operator dan
Packing di PT Panarub Industri-Tangerang (S4913). FKM UI : Depok.

Bridger,R.S. 1995. Introduction to Ergonomics CCOHS. Work related Musculoskeletal


Disorders (WMSDs) Diakses dari :
http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html#top

Buckle, Peter. 2005. Ergonomics and musculoskeletal disorders: overview. Occupational


Medicine. Oxford University Press.

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta

Chaffin et.al. 1991. Second Edition. Occupational Biomechanics. John Wiley & Sons.Inc : New
York.

Cohen, Alexander L. et, al. 1997. Element of Ergonomics Program. A primer Based On
Workplace Evaluations Of Musculoskeletal Disorders. Departement Of Health and
Human Services NIOSH :USA.

Collins, John & Leonard O'Sullivan. 2009 Psychosocial risk exposures and musculoskeletal
disorders across working-age males and females. Ergonomics Research Group,
University of Limerick : Ireland.

Croasmun, Jeanie. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Annals of Rheumatic
Diseases : Reuters. Diakses dari : http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670.

Departemen Kesehatan. 2005. Profil Masalah Kesehatan thaun 2005. Jakarta.

European Agency for Safety and Health at Work. 2003. Expert forecast on emerging physical
risks related to occupational safety and health. Bilbao.

European Agency for Safety and Health at Work. 2005. Priorities for occupational safety and
health research in the EU-25. Official Publications of the European Communities :
Luxembourg.
99

European Campaign On Musculoskeletal Disorders. 2008. Work-related musculoskeletal


disorders: prevention report. Office for Official Publications of the European
Communities : Luxemburg.

Evans, W. 1996. Reversing Sarcopenia: How Weight Training Can Build Strength and Vitality.
Geriatrics. Diakses dari :
http://www.ergoweb.com/forum/index.cfm?page=topic&topicID=5022.

Geoffrey David, et al. 2005. Further Development of The Usability and Validity of The Quick
Exposure Check (QEC). University of Surrey : Guildford.

Grandjean, E. 1993. 4th Edition. Fitting The Task to The Man. Taylor & Francis, Inc : London.

Hendra & Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. FKM UI : Depok.

Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc : Berkeley Australia.

John. 2007. Application of Ergonomic at Workplace. Diakses dari :


http://www.safetyinfo.com/guests/Ergonomic%20and%20MSD%20Fact%20Sheet.html.

Julling, Angela. 2004. Facts About Smoking. Last Packet- The Effect of Smoking on Repetitive
Strain Injuries. Guest Author - Marji Hajic.

Karuniasih. 2009. Tinjauan faktor risiko dan keluhan subjektif terhadap timbulnya
muskuloskeletal disorders pada pengemudi travel X Trans tujuan Jakarta-Bandung tahun
2009. Diakses dari :
http://www.digilib.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=125749&lokasi=lokal.

Ketut Tirtayasa, et al. 2003. Jurnal Human Ergo. The change of working posture in manggur
decreases cardiovascular load and musculoskeletal complaints among balinese gamelan
craftsmen. Udayana University : Udayana.

Kuorinka, et al. 1987. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of musculoskeletal
symptoms.

Kroemer, K.H.E and E. Grandjean. 1998. Fitting The Task to The Human. 2nd edition. Taylor &
Francis : London.

Kroemer Karl, et al. 2001. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficience. 2nd ed. Prentice
Hall of International Series : New Jersey.

Linga, Gita F. 2007. Media Relations Officer ILO. Jakarta.


100

Michael, R. 2001. Physical, Psychosocial and Work Organization Factors on Injury/illness


Absences. Diakses dari : http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=340.

Mitchell, Tamara. 2008. The Great Stretching Debate. Sally Longyear (ed). __

Nataya Charoonsri, dkk. 2008. Identifikasi Risiko Ergonomi Pada Stasiun Perakitan Daun Sirip
Diffuser di PT X. Trisakti University : Jakarta.

Neville Santon, et al. 2004. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. CRC press :
New York.

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1997. Musculoskeletal
Disorders (MSDs) and Workplace Factors – A Critical Review of Epidemiologic
Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity and
Low Back. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH).

National Institute for Occupational Safety and Health. 2007. Ergonomic Guidelines for Manual
Material Handling. 4676 Columbia Parkway Cincinnati.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Komsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2. Guna Widya :
Surabaya.

Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work. Human Factor in Design and Development. 3rd
edition. John Wiley and Sons ltd : Chicester.

Ohlsson K, et al. 1989. Self- reported symptoms in the neck and upper limbs of female assembly
workers. Scand J Work Environ Health.

Oktarisya, Mega. 2009. Tinjauan Faktor Risiko MSDs pada Pekerja Departemen Perasional,
PT. Repex, HLPA Station 2009. FKM UI : Depok.

Orawan Kaewboonchoo, et al. 1998. The Standardized Nordic Questionnaire Applied to Workers
Exposed to Hand-Arm Vibration. Wakayama Medical University and Gifu University :
Jepang.

Parkes, Katharine R. et al. 2005. Musculo-skeletal disorders, mental health and the work
environment. Department of Experimental Psychology, University of Oxford.

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers, Insc :
Maryland, Gaithersburg.

_______________. 1999. Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work.


Taylor & Francis : London.
101

Romadhona, Andri. 2009. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Aktivitas Mengangkat dan
Mendorong Pasien Pada Perawat IGD RSUD dr. Adjidarmo. FKIK UIN : 2009.

Suheni, Yuliana. 2007. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun Ke Atas Di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu. Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat , Universitas Negeri Semarang : Semarang.

Springer, T.J. 2007. Promotion and Control of Risk Ergonomics. St. Charles. Diakses dari :
http://ergorehabblog.blogspot.com/2007/11/ergonomics-illumination-risks-and.html.

Suma‟mur, P.K. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja. Cetakan 13. Haji Masagung:
Jakarta.

Susan Stock et.al. 2005. Work-related Musculoskeletal Disorders, Guide and Tools for Modified
Work. National Library of Quebec : Montréal.

Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and rehabilitation. St. louis,
Mosby.

Tarwaka, Bakri,SHA. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan
Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta
102
103

Nomor Responden : _____________


LAMPIRAN 2
A. KARAKTERISTIK PEKERJA (DIISI OLEH PENELITI)

1. Nama responden…………………………………………..

Umur responden……………………Tahun (tanggal lahir)


2.
[ ][ ]A1

3. Divisi Pekerjaan ……………………………………………….

4. Berat Badan………………..kg (DIUKUR OLEH PENELITI)


[ ][ ] A2

5. Tinggi Badan ……………...cm (DIUKUR OLEH PENELITI)


[ ][ ][ ] A3

B. MASA KERJA (DIISI OLEH PENELITI)

Kapan anda mulai bekerja di PT. Caterpillar Indonesia?


1.
_______________ (tahun) [ ][ ][ ][ ] B1
Sudah berapa lama anda menjadi juru las di Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia?
2.
______________ bulan [ ][ ][ ] B2

Apakah sebelumnya anda pernah bekerja menjadi juru las di perusahaan lain?
3.
a . Ya, pernah b. Tidak pernah [ ][ ] B3
Sudah berapa lama anda bekerja menjadi juru las pada perusahaan sebelumnya?
4.
________ bulan [ ][ ][ ] B4

C. KEBIASAAN MEROKOK (DIISI OLEH PENELITI)

Apakah anda perokok?


1.
a. Ya b. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 4) [ ][ ] C1
Sudah berapa lama anda merokok?
2.
________ tahun [ ][ ] C2
Berapa batang rokok yang anda habiskan setiap hari?
3.
________ batang [ ][ ] C3
Apakah anda pernah merokok?
4.
a. Ya b. Tidak [ ] C4
Kapan terakhir kali anda merokok?
6.
______________ (bulan yang lalu) [ ][ ][ ] C5
Saat itu, sudah berapa lama anda merokok?
7.
______________ bulan [ ][ ][ ] C6
Berapa batang rokok yang biasa anda habiskan setiap hari pada saat itu?
8.
__________ batang [ ][ ] C7
104

D. KEBIASAAN OLAHRAGA (DIISI OLEH PENELITI)

Pada jam berapa anda sampai di PT. Caterpillar Indonesia?


1.
__________ WIB [ ][ ]. [ ][ ] D1
Apakah anda selalu melakukan olahraga di rumah/tempat tinggal (di luar
2. perusahaan)?
a. Ya b. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 4) [ ] D2
Berapa kali anda berolahraga dalam seminggu?
3.
__________ kali [ ] [ ] D3
Apakah anda melakukan pereganan otot/senam sebelum bekerja?
4.
a. Ya b. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 6) [ ] D4

Apakah anda melakukannya setiap hari sebelum bekerja?


5.
a. Ya b. Tidak [ ] D5

Apakah anda mengikuti senam pagi sebelum bekerja di perusahaan?


6.
a. Ya b. Tidak, karena _________________ [ ] D6
Dalam seminggu, berapa kali anda melakukan senam pagi yang diadakan oleh
7. perusahaan?
__________ kali [ ] [ ] D7

E. KELUHAN MSDS (DIISI OLEH PENELITI)

Apakah selama 7 hari terakhir anda pernah mengalami masalah (pegal, kesemutan, [ ] E1
nyeri, mati rasa, kaku, kramp, gatal, sakit, tidak nyaman) pada bagian anggota
1.
badan?
a. Ya b. Tidak (SELESAI)
(JAWABAN DIISI
2. Sebutkan bagian apa saja! (LIHAT LAMPIRAN 3)
PADA LAMPIRAN 2)

Pernahkan anda pada 7 hari terakhir tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa
3. Anda lakukan akibat masalah tersebut?
a. Ya b. Tidak [ ] E3

Apa yang anda lakukan untuk menghilangkan masalah tersebut? (jawaban boleh
lebih dari satu)
4. a. Dipijat d. Minum suplemen [ ], [ ], [ ], [ ],

b. Istirahat e. Perikas ke dokter & Minum obat [ ], [ ], [ ], [ ],

c. Senam/peregangan f. Lainnya __________________ E4

Berapa total waktu anda mengalami keluhan dalam satu tahun/12 bulan terakhir?
5.
_______ hari [ ][ ][ ] E5
105
Lampiran 3 HANYA DIISI OLEH PENILITI

Keluhan yang Tingkat Waktu


No Lokasi Rasa Sakit Frekuensi
dirasa Keluhan Timbulnya
0. Leher atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
1. Leher bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
2. Bahu kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
3. Bahu kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
4. Lengan kiri atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
5. Punggung atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
6. Lengan kanan atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
7. Punggung bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
8. Pinggang 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
9. Bokong 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
10. Siku kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
11. Siku kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
12. Lengan kiri bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
13. Lengan kanan bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
14. Pergelangan tangan kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
15. Pergelangan tangan kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
16. Tangan kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
17. Tangan kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
18. Paha kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
19. Paha kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
20. Lutut kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
21. Lutut kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
22. Betis kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
23. Betis kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
24. Pergelangan kaki kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
25. Pergelangan kaki kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
26. Telapak kaki kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
27. Telapak kaki kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
Keterangan:
1. Keluhan : 1.Sakit/nyeri, 2. Panas, 3. Kramp, 4. Mati rasa, 5. Bengkak, 6. Kaku/Kesemutan, 7. Pegal (JAWABAN BOLEH > 1)
2. Tingkat keluhan : 1. Sedikit sakit 2. Sakit 3. Sangat sakit
3. Waktu timbulnya : 1. Saat Bekerja 2. Setelah Bekerja 3. Malam Hari/Saat Istirahat
4. Frekuensi munculnya : 1. Setiap Hari (beberapa kali) 2. Setiap Hari (satu kali) 3. 3-4 kali/minggu 4. 1-2 kali/minggu
106

Lampiran 4
SEBUTKAN NOMOR PADA BAGIAN TUBUH YANG ANDA RASAKAN KELUHAN !
107

Lampiran 5

SKOR PENGUKURAN PEKERJAAN


Silahkan beri tanda pada kotak yang telah disediakan!

PUNGGUNG E: Apakah pekerjaan dengan


A: Ketika melakukan pekerjaan, posisi punggung (pilih posisi yang paling tidak standar)
adalah
 E1 Posisi netral lurus dengan lengan)
0 0
 A1 Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 20 )  E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 15
0 0
 A2 Fleksi atau putaran atau bengkok ( 20 -60 )
0
 A3 Fleksi atau putaran atau bengkok (> 60 )
F: Apakah ada gerak berulang

B: Pilih SALAH SATU dua pilihan pekerjaan dibawah  F1 ≤10 kali / menit
ini:  F2 11 - 20 tkali / menit
 F3 ≥ 20 kali / menit
ER
Untuk posisi duduk atau berdiri pada pekerjaan.
Apakah pekerjaan tersebut dalam keadaan statis? LEHER
0
G: Apakah ada gerak leher flkesi, ekstensi ≥ 20 atau
 B1 Tidak
berputar?
 B2 Ya
 G1 Tidak
 G2 Ya, jarang
ATAU  G3 Ya, sering

Untuk pekerjaan mengangkat, dorong/tarik dan PEKERJA


membawa.
(c/o. Memindahkan benda). Apakah ada pergerakan dari H: berapa berat beban yang dibawa?
punggung?  H1 Low (≤ 5 kg)
 B3 Jarang (kurang dari 6 kali per menit)  H2 Moderate (6 - 10 kg)
 B4 Sering (8- 12 kali per minute)  H3 Berat (11 – 20 kg)
 B5 Sangat sering (≥ 12 kali per minute)  H4 Sangat Berat (≥ 21 kg)

BAHU / LENGAN J: Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam sehari


oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya?
C: Ketika bekerja, bagaimana posisi tangan
 J1 ≤ 2 jam
(pilih posisi yang paling tidak standar)  J2 2 - 4 jam
 J3 ≥ 4 jam
 C1 Pada atau dibawah pinggang
 C2 Pada ketinggian dada
 C3 Pada atau lebih di atas bahu
K: Berapa berat benda yang dipegang dengan
menggunakan satu tangan?
D: Bahu / lengan  K1 Low (< 1 kg)
 K2 Medium (2 - 4 kg)
 D1 Jarang (bergerak sebentar-sebentar)  K3 High (> 4 kg)
 D2 Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti)
 D3 Sangat Sering (hampir tidak berhenti)
L: Is the visual demand of this task
 L1 Low (almost no need to view fine details)?
 *L2 High (need to view some fine details)?
* If High, please give details in the box below

PERGELANGAN TANGAN / TANGAN


Back

46
47
LAMPIRAN 6
ANALISIS UNIVARIAT
Statistics

Keluha Risiko Rokok 4 Kebiasaan Usia Masa


IMT
n MSDs Pekerjaan variabel Olahraga Pekerja kerja
N Valid
75 75 75 75 75 75 75

Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.04 1.48 3.35 1.36 1.93 30.71 84.13
Median 2.00 1.00 3.00 1.00 2.00 29.00 42.00
Std. Deviation .478 .503 .726 .483 1.131 6.281 75.642
Variance .228 .253 .527 .234 1.279 39.453 5721.739

Keluhan MSDs

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berat 7 9.3 9.3 9.3
ringan 58 77.3 77.3 86.7
Tidak ada Keluhan 10 13.3 13.3 100.0
Total 75 100.0 100.0

Usia Pekerja

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21 1 1.3 1.3 1.3
22 3 4.0 4.0 5.3
23 1 1.3 1.3 6.7
24 8 10.7 10.7 17.3
25 7 9.3 9.3 26.7
26 3 4.0 4.0 30.7
27 7 9.3 9.3 40.0
28 4 5.3 5.3 45.3
29 4 5.3 5.3 50.7
30 8 10.7 10.7 61.3
31 1 1.3 1.3 62.7
32 2 2.7 2.7 65.3
33 4 5.3 5.3 70.7
35 2 2.7 2.7 73.3
36 1 1.3 1.3 74.7
37 1 1.3 1.3 76.0
38 3 4.0 4.0 80.0
39 4 5.3 5.3 85.3
40 5 6.7 6.7 92.0
41 3 4.0 4.0 96.0
42 1 1.3 1.3 97.3
43 2 2.7 2.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
48

Masa Kerja

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 8 1 1.3 1.3 1.3
9 1 1.3 1.3 2.7
12 2 2.7 2.7 5.3
13 1 1.3 1.3 6.7
15 1 1.3 1.3 8.0
18 5 6.7 6.7 14.7
19 1 1.3 1.3 16.0
20 1 1.3 1.3 17.3
24 11 14.7 14.7 32.0
30 3 4.0 4.0 36.0
36 7 9.3 9.3 45.3
39 1 1.3 1.3 46.7
42 3 4.0 4.0 50.7
48 2 2.7 2.7 53.3
60 2 2.7 2.7 56.0
72 6 8.0 8.0 64.0
84 1 1.3 1.3 65.3
85 1 1.3 1.3 66.7
96 2 2.7 2.7 69.3
98 2 2.7 2.7 72.0
104 1 1.3 1.3 73.3
156 1 1.3 1.3 74.7
192 10 13.3 13.3 88.0
204 5 6.7 6.7 94.7
216 1 1.3 1.3 96.0
240 3 4.0 4.0 100.0
Total 75 100.0 100.0

Risiko Pekerjaan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sedang 39 52.0 52.0 52.0
rendah 36 48.0 48.0 100.0
Total 75 100.0 100.0

Kebiasaan Olahraga

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 48 64.0 64.0 64.0
Cukup 27 36.0 36.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
49

Indeks Masa Tubuh

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Obesit as 13 17.3 17.3 17.3
Ov erweight 11 14.7 14.7 32.0
underweight 19 25.3 25.3 57.3
normal 32 42.7 42.7 100.0
Total 75 100.0 100.0

Kebiasaan Merokok

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berat 1 1.3 1.3 1.3
sedang 8 10.7 10.7 12.0
ringan 30 40.0 40.0 52.0
tidak merokok 36 48.0 48.0 100.0
Total 75 100.0 100.0

ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan Antara Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan MSDs
Crosstab

Keluhan MSDs
Tidak ada
Berat ringan Keluhan Total
Risiko Pekerjaan sedang Count 7 31 1 39
Expected Count 3.6 30.2 5.2 39.0
% wit hin Risiko
17.9% 79.5% 2.6% 100.0%
Pekerjaan
rendah Count 0 27 9 36
Expected Count 3.4 27.8 4.8 36.0
% wit hin Risiko
.0% 75.0% 25.0% 100.0%
Pekerjaan
Total Count 7 58 10 75
Expected Count 7.0 58.0 10.0 75.0
% wit hin Risiko
9.3% 77.3% 13.3% 100.0%
Pekerjaan

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig.


Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 13.578a 2 .001
Likelihood Ratio 17.221 2 .000
Linear-by -Linear
13.384 1 .000
Association
N of Valid Cases 75
a. 3 cells (50.0%) hav e expected count less t han 5. The
minimum expected count is 3.36.
50

2. Uji Normalitas Dan Homogenitas Sebagai Syarat Uji Anova Pada Variabel Usia
Pekerja Dan Masa Kerja

Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
Besar risiko MSDs St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Usia Responden Berat .243 7 .200* .906 7 .370
ringan .154 58 .001 .910 58 .000
Tidak ada Keluhan .182 10 .200* .924 10 .392
MASA kerja Berat .324 7 .025 .833 7 .085
ringan .227 58 .000 .790 58 .000
Tidak ada Keluhan .301 10 .011 .785 10 .010
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

Test of Homogeneity of Variances

Lev ene
St at ist ic df 1 df 2 Sig.
Usia Responden 5.196 2 72 .008
MASA kerja 4.965 2 72 .010

3. Hubungan Antara Usia Pekerja Dengan Keluhan MSDs

Descriptive Stati stics

N Mean Std. Dev iat ion Minimum Maximum


Usia Responden 75 30.71 6.281 21 43
Keluhan MSDs 75 2.04 .478 1 3

Ranks

Keluhan MSDs N Mean Rank


Usia Responden Berat 7 53.57
ringan 58 37.03
Tidak ada Keluhan 10 32.70
Total 75
51

Test Statisticsa,b

Usia
Responden
Chi-Square 4.300
df 2
Asy mp. Sig. .116
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Keluhan MSDs

4. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Keluhan MSDs

Descriptive Statistics

N Mean St d. Dev iation Minimum Maximum


MASA kerja 75 84.13 75.642 8 240
Keluhan MSDs 75 2.04 .478 1 3

Ranks

Keluhan MSDs N Mean Rank


MASA kerja Berat 7 60.71
ringan 58 37.93
Tidak ada Keluhan 10 22.50
Total 75

Test Statisticsa,b

MASA kerja
Chi-Square 12.759
df 2
Asy mp. Sig. .002
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Keluhan MSDs
52

5. Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh Dengan Keluhan MSDs

Crosstab

Keluhan MSDs
Tidak ada
Berat ringan Keluhan Total
IMT 4 Obesitas Count 2 9 2 13
v ar Expected Count 1.2 10.1 1.7 13.0
% wit hin I MT 4 v ar 15.4% 69.2% 15.4% 100.0%
Ov erweight Count 1 8 2 11
Expected Count 1.0 8.5 1.5 11.0
% wit hin I MT 4 v ar 9.1% 72.7% 18.2% 100.0%
underweight Count 1 15 3 19
Expected Count 1.8 14.7 2.5 19.0
% wit hin I MT 4 v ar 5.3% 78.9% 15.8% 100.0%
normal Count 3 26 3 32
Expected Count 3.0 24.7 4.3 32.0
% wit hin I MT 4 v ar 9.4% 81.3% 9.4% 100.0%
Total Count 7 58 10 75
Expected Count 7.0 58.0 10.0 75.0
% wit hin I MT 4 v ar 9.3% 77.3% 13.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig.


Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.755a 6 .941
Likelihood Ratio 1.756 6 .941
Linear-by -Linear
.030 1 .863
Association
N of Valid Cases 75
a. 8 cells (66.7%) hav e expect ed count less t han 5. The
minimum expected count is 1.03.
53

6. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Keluhan MSDs

Crosstab

Keluhan MSDs
Tidak ada
Berat ringan Keluhan Total
Rokok 4 Berat Count 0 1 0 1
v ariabel Expected Count .1 .8 .1 1.0
% wit hin Rokok 4 v ariabel .0% 100.0% .0% 100.0%
sedang Count 4 4 0 8
Expected Count .7 6.2 1.1 8.0
% wit hin Rokok 4 v ariabel 50.0% 50.0% .0% 100.0%
ringan Count 1 24 5 30
Expected Count 2.8 23.2 4.0 30.0
% wit hin Rokok 4 v ariabel 3.3% 80.0% 16.7% 100.0%
tidak merokok Count 2 29 5 36
Expected Count 3.4 27.8 4.8 36.0
% wit hin Rokok 4 v ariabel 5.6% 80.6% 13.9% 100.0%
Total Count 7 58 10 75
Expected Count 7.0 58.0 10.0 75.0
% wit hin Rokok 4 v ariabel 9.3% 77.3% 13.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig.


Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 18.350a 6 .005
Likelihood Ratio 12.953 6 .044
Linear-by -Linear
3.994 1 .046
Association
N of Valid Cases 75
a. 9 cells (75.0%) hav e expect ed count less t han 5. The
minimum expected count is .09.
54

7. Hubungan Antara Kesegaran Jasmani Dengan Keluhan MSDs

Crosstab

Keluhan MSDs
Tidak ada
Berat ringan Keluhan Total
Kebiasaan Kurang Count 6 41 1 48
Olahraga Expected Count 4.5 37.1 6.4 48.0
% wit hin Kebiasaan
12.5% 85.4% 2.1% 100.0%
Olahraga
Cukup Count 1 17 9 27
Expected Count 2.5 20.9 3.6 27.0
% wit hin Kebiasaan
3.7% 63.0% 33.3% 100.0%
Olahraga
Total Count 7 58 10 75
Expected Count 7.0 58.0 10.0 75.0
% wit hin Kebiasaan
9.3% 77.3% 13.3% 100.0%
Olahraga

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig.


Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 15.215a 2 .000
Likelihood Ratio 15.600 2 .000
Linear-by -Linear
12.149 1 .000
Association
N of Valid Cases 75
a. 3 cells (50.0%) hav e expected count less t han 5. The
minimum expected count is 2.52.

Anda mungkin juga menyukai