Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang
teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan
pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh
berbagai kelompok professional, terdidik dan terlatih yang menggunakan
prasarana dan sarana fisik, perbekalan farmasi dan alat kesehatan.
Rumah sakit memiliki karakteristik tersendiri dalam melaksanakan
fungsinya, salah satunya rumah sakit merupakan sebuah institusi besar
yang sarat dengan peralatan berteknologi canggih yang dioperasionalkan
oleh sekumpulan orang dengan keahlian dan bakat sesuai yang
diperlukan.
Dewasa ini sampah merupakan masalah yang cukup serius,
terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk
menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun
memusnahkannya.
Rumah Sakit menghasilkan sampah dalam jumlah yang besar,
beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di
negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah
sakit perhari. Pembuangan sampah yang berjumlah cukup besar ini paling
baik jika dilakukan dengan memilah-milah sampah kedalam kategori
untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah
yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah
sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi.
Pengelolaan sampah rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan dapat menimbulkan berbagai penyakit diantaranya Infeksi
nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di dalam
rumah sakit atau infeksi oleh miroorganisme yang diperoleh selama
dirawat di rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial merupakan hal yang

PPI RS AND PWT 1


paling sulit dihadapi klinisi dalam menangani penderita-penderita gawat.
Kejadian infeksi nosokomial menjangkau paling sedikit sekitar 9% (variasi
3-21%) dari lebih 1,4 juta pasien rawat inap rumah sakit di seluruh dunia.
Di negara maju, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah
satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit. Mengingat besarnya masalah
infeksi nosokomial serta kerugian yang diakibatkannya, diperlukan upaya
pengendalian yang dapat menurunkan risiko infeksi nosokomial (Sari
Triyas Arsita, 2008).
Sekitar 75 %-90% sampah merupakan sampah yang
tidak  mengandung resiko atau sampah umum kebanyakan berasal dari
aktivitas administratif. Sisanya 10%-25% merupakan sampah yang
dipandang berbahaya dan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap
kesehatan masyarakat maupun kesehatan lingkungan. Berdasarkan hasil
kajian sanitasi rumah sakit di Indonesia pada tahun 2003 yang dilakukan
oleh Ditjen PPM dan PL yang bekerja sama dengan WHO, timbunan
sampah kegiatan rumah sakit sekitar 0,14% kg/tempat tidur/hari, dengan
kategori 3% sampah kimia dan kurang dari 1 % berupa tabung dan
termometer pecah (Modul Pelatihan dan Pengelolaan RS dan Puskesmas
2009).
Faktor kesehatan lingkungan diperkirakan juga memiliki andil
yang signifikan dalam timbulnya kejadian infeksi silang (nosokomial).
Personil atau petugas yang menangani sampah ada kemungkinan tertular
penyakit melalui sampah rumah sakit karena kurangnya higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan (Depkes RI, 2002).
Pada umumnya ditampung dalam tempat sampah yang terdapat di
setiap unit fungsional rumah sakit kemudian dikumpulkan dan disatukan
oleh petugas pengelola sampah dan dibuang ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) untuk selanjutnya diangkut dan dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
Pengangkutan yang tidak rutin dilakukan setiap hari
mengakibatkan sering terjadi peningkatan volume sampah sehingga terjadi

PPI RS AND PWT 2


penimbunan sampah yang banyak. Pihak pengelola rumah sakit terkadang
memutuskan untuk membakar sampah untuk mengurangi volume sampah
yang tertimbun. Namun hal ini tentunya sangat berdampak terhadap
masyarakat di lingkungan rumah sakit. Seharusnya sampah sebelum
dibuang atau diangkut untuk dikelola selanjutnya, tidak boleh ada
penimbunan sampah (Depkes RI, 2002).

B. Pengertian
1. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan dan
ruang melalui desinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.
2. Desinfeksi adalah upaya mengurangi / menghilangkan jumlah
mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora)
dengan cara fisik dan kimia
3. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme
dengan cara fisik dan kimiawi.
4. Reduce adalah mengurangi atau menghilangkan limbah sebelum
terjadinya limbah atau mengurangi limbah pada sumbernya.
5. Reuse merupakan penggunaan kembali barang atau limbah untuk
digunakan kembali untuk kepentingan yang sama tanpa mengalami
proses pengolahan atau perubahan bentuk.
6. Recyle merupakan upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses
daur ulang melalui perubahan fisik, atau kimia baik untuk
mengahasilkan produk yang sama maupun produk yang berlainan
dengan maksud kegunaan yang lebih.

C. Tujuan pemakaian ulang peralatan


Agar setiap petugas kesehatan RS Ananda Purwokerto, memahami
pengertian dari pemakaian ulang peralatan dan mampu membedakan
peralatan yang dapat di pakai kembali dan yang hanya bisa di pakai

PPI RS AND PWT 3


sekali. Serta mampu melakukannya sesuai prosedur dalam buku panduan
ini.

PPI RS AND PWT 4


BAB II
RUANG LINGKUP
Semua petugas kesehatan RS Ananda Purwokerto.

PPI RS AND PWT 5


BAB III
TATALAKSANA

Untuk setiap peralatan atau material yang bisa di gunakan kembali, harus
melalui proses desinfeksi dan sterilisasi.

A. Pengertian
1. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan,
dan ruang melalui disinfeksi, dan sterilisasi dengan cara fisik dan
kimiawi
2. Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi atau menghilangkan
jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak
termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi.
3. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua
mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.

B. Persyaratan
1. Desinfeksi harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan.
2. Penggunaan desinfeksi harus mengikuti petunjuk pabrik
3. Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien
secara fisik dengan pemanasan pada suhu ±121˚C selama 30
menit atau pada suhu 134˚C selama 13 menit dan harus mengacu
pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan
4. Sterilisasi harus menggunakan desinfektan yang ramah
lingkungan
5. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan
menguasai prosedur sterilisasi yang aman
6. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi
harus bebas dari mikroorganisme hidup.

PPI RS AND PWT 6


C. Tatalaksana
1. Kamar operasi yang telah dipakai harus dilakukan desinfeksi dan
sterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya
2. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus
melalui persiapan, meliputi :
a. Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai : penataan –
pengemasan – pelabelan – sterilisasi
b. Persiapan sterilisasi dan instrumen bahan lama : desinfeksi –
pencucian (dekontaminasi) – pengeringan – penataan –
pelabelan – sterilisasi
3. Indikasi kuat untuk tindakan desinfeksi / sterilisasi
a. Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang
dimasukan ke dalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau
melalui saluran darah harus selalu dalam keadaan steril
sebelum digunakan.
b. Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan
tubuh, darah, atau sekresi, harus selalu dalam keadaan bersih
sebelum digunakan
4. Semua benda atau alat yang akan disterilkan / didesinfeksi harus
terlebih dahulu dibersihkan secara seksama untuk menghilangkan
semua bahan organik (darah, dan jaringan tubuh) dan sisa bahan
lainnya.
5. Setiap peralatan yang berubah fisiknya karena dibersihkan,
disterilkan atau didesinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh
karena itu hindari proses ulang yang dapat mengakibatkan
keadaan toksin atau mengganggu keramanan dan efaktivitas kerja.
6. Penyimpanan peralatan yang telah disterilkan harus di tempatkan
pada tempat (lemari) khusus setelah disterilkan
7. Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus
memperhatikan petunjuk dari pabrik dan harus kalibrasi minimal
1 tahun.

PPI RS AND PWT 7


Identifikasi peralatan dan bahan / material yang bisa di reuse di
RS Ananda Purwokerto.

Daftar peralatan dan bahan / Single – use / reuse


material
Selang Naso Gastric Tube Single – use
(NGT)
Kateter Singel – use
Cekungan muntah Reuse
Pispot Reuse
Linen Reuse
Set heacting Reuse
Selang oksigen Reuse
Tabung reaksi Reuse
Object gelas Reuse
Peralatan makan Reuse
Gelas kaca Reuse
Jarum suntik Single– use
Pisau bedah Reuse
Kontainer Reuse
Tensi meter Reuse
Stetoskop Reuse
Termometer Reuse
Endotrakeal tube Reuse
Ambubag Reuse
Sungkup Reuse

PPI RS AND PWT 8


BAB IV
DOKUMENTASI

Pengendalian HAIs merupakan suatu upaya yang penting dalam


meningkatkan mutu pelayanan RS Ananda Purwokerto. Hal ini hanya
dapat dicapai dengan keterlibatan secara aktif semua personil rumah
sakit, mulai dari petugas kebersihan sampai dengan dokter dan mulai
dari pekerja sampai dengan jajaran direksi. Kegiatannya dilakukan
secara baik dan benar di semua sarana rumah sakit, peralatan medis,
ruang perawatan dan prosedur serta lingkungan.
Dokumen yang disiapkan yaitu buku Panduan Pemakaian Ulang /
reuse peralatan. Demikian buku panduan ini sehingga dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
undang – undang kesehatan yang berlaku.

PENUTUP

PPI RS AND PWT 9


Dengan ditetapkannya Panduan pemakaian ulang / reuse peralatan dan
material maka diharapkan setiap petugas kesehatan RS Ananda Purwokerto,
mampu membedakan peralatan kesehatan yang dapat digunakan kembali dan yang
hanya bisa digunakan sekali saja.

BAB I

PPI RS AND PWT 10


DEFINISI

A. PENGERTIAN
 peralatan kesehatan single use reuse adalah peralatan kesehatan
sekali pakai, yang dengan pengelolaan dimungkinkan bisa direuse
(dipakai ulang) dalam keadaan khusus.
 Peralatan kesehatan dengan kode “single use” hanya boleh dipakai
untuk 1 (satu) pasien saja berlaku 1 (satu ) pasien 1 (satu)
alat.
 Peralatan kesehatan dengan kode “single use” dan berlogo 2 tidak
diperbolehkan untuk dipakai bergantian antara satu pasien dengan
pasien lain berlaku 1 (satu) pasien 1 (satu) alat.
 Peralatan medis yang berlogo “2”, artinya tidak boleh dipakai lagi,
baik oleh pasien yang sama atau pasien yang lain sekali pakai
langsung buang.
 Peralatan medis “reusable” adalah perangkat dimana penyedia
layanan kesehatan dapat menggunakan kembali alat tersebut untuk
mendiagnosa dan mengobati pasien multiple.
 Dekontaminasi adalah suatu proses untuk menghilangkan /
memusnahkan mikroorganisme dan kotoran yang melekat pada
peralatan medis bekas pakai, sehingga aman untuk dipakai lagi.
 Pembersihan adalah suatu proses untuk menghilangkan kotoran
yang melekat pada peralatan medis bekas pakai dengan
menggunakan detergen enzimatik, air mengalir dan sikat sehingga
kotoran / bahan organic hilang dari permukaan.
 Desinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan /
memusnahkan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, fungsi, dan
spora), kecuali endospora pada peralatan medis bekas pakai dengan
menggunakan cairan desinfektan (kimia) atau panas (thermal).
 Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan /
memusnahkan semua bentuk mikroorganisme termasuk endospora

PPI RS AND PWT 11


pada peralatan medis bekas pakai yang dapat dilakukan dengan
proses fisika dan kimiawi dengan menggunakan alat (sterilisator).

B. TUJUAN
1. Melakukan pengolahan memadai perangkat medis dapat digunakan
kembali sangat penting untuk melindungi keselamatan.
2. Mengurangi resiko paparan/infeksi sebelum alat dipakai lagi.
3. Mengurangi biaya perawatan.

PPI RS AND PWT 12


BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pengelolaan peralatan kesehatan “single use” dan “re-use”


meliputi :
1. Instalsi CSSD;
2. Instalasi Bedah Sentral (IBS);
3. Rawat Inap;
4. Kamar Bersalin;
5. Instalasi Laboratorium (mikrobiologi);
6. Instalasi Radiologi;
7. Tim PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

PPI RS AND PWT 13


BAB III
TATA LAKSANA

A. KLASIFIKASI PERALATAN MEDIS MENURUT DR. EARL


SPAULDING
1. Peralatan Semi Kritis;
Peralatan yang masuk/kontak dengan membrane mukosa tubuh.
Pengelolaan peralatan kelompok ini dengan menggunakan Desinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT).
Contoh : Endotrakheal Tube, Endoskopi.
2. Peralatan Non Kritis;
Peralatan medis yang kontak dengan tubuh pasien. Pengelolaan
peralatan ini dengan menggunakan desinfeksi tingkat rendah (DTR)
Contoh : Tensimeter, Stetotoskop, Apron.
3. Peralatan Kritis.

PPI RS AND PWT 14


Peralatan medis yang masuk ke dalam jaringan tubuh steril atau
pembuluh darah. Pengelolaan ini dengan cara sterilisasi.
Contoh : Instrumen Bedah.

B. PENETAPAN PERALATAN MEDIS SINGLE USE BISA UNTUK


RE-USE
1. Peralatan dan bahan material yang tidak pernah bisa untuk re-use;
2. Jumlah maksimum re-use, khususnya untuk setiap peralatan dan
bahan/material yang di re-use;
3. Tipe pemakaian dan keretakan, antara lain yang mengindikasikan
bahwa peralatan tidak bisa di re-use;
4. Proses pembersihan untuk setiap peralatan yang dimulai segera
sesudah digunakan dan diikuti dengan prosedur yang jelas;
5. Proses untuk pengumpulan, analisis, dan penggunaan dari data PPI
yang terkait dengan peralatan dan material yang di re-use.

C. RISIKO PELAKSANAAN SINGLE USE / RE-USE PERALATAN


MEDIS
1. Adanya peningkatan risiko infeksi;
2. Adanya perubahan performa peralatan tersebut (mungkin tidak adekuat
atau tidak memuaskan setelah diproses ulang).

D. TATA LAKSANA PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS SINGLE


USE / RE-USE
1. Menentukan jenis desinfektan yang digunakan untuk membersihkan;
2. Cara pembersihan alat medis;
3. Cara desinfeksi alat medis;
4. Cara pengeringan alat medis;
5. Cara penyimpanan alat medis setelah bersih;
6. Monitoring dan eveluasi alat berdasarkan pengamatan secara fisik
setelah digunakan;

PPI RS AND PWT 15


7. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan angka kuman dari peralatan
medis setalah sampai bats waktu penggunaan peralatan yang
ditentukan setiap 3 (tiga) bulan sekali.

E. ALASAN DILAKUKAN RE-USE UNTUK PERALATAN YANG


SINGLE USE.
1. Harga peralatan mahal;
2. Peralatan sulit dicari.

F. PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan 2 cara :
1. Berdasarkan pengamatan fisik/kondisi alat;
− Monitoring langsung dilakukan setelah alat tersebut digunakan
oleh petugas IBS, ICU.
− Yang perlu diamati antara lain, warna bentuk, dan konsistensi
dari alat tersebut.
− Apabila ada perubahan, baik warna, bentuk, dan atau
konsistensi/kekerasan, maka alat tidak direkomendasikan untuk
digunakan kembali meskipun belum mencapai batas waktu
yang telah ditentukan.

2. Pemeriksaan angka kuman pada alat;


− Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui kualitas dari
dekontaminasi, pembersihan, pengeringan, penyimpanan,
sterilisasi, dan distribusi;
− Pemeriksaan dilakukan pada alat setelah mencapai batas waktu
yang telah ditentukan;
− Apabila berdasarkan hasil angka kuman menunjukkan kurang
baik, maka batas waktu penggunaan akan dikurangi dan dikasi

PPI RS AND PWT 16


lagi terkait cara melakukan dekontaminasi, pembersihan,
pengeringan, penyimpanan, sterilisasi, dan distribusi;
− Pelaksanaan uji angka kuman dilakukan bekerjasama dengan
Laboratorium Mikrobiologi Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta setiap 3 bulan;
− Hasil kultur disampaikan kepada unit terkait dengan
pengelolaan lebih lanjut.

G. PENGELOLAAN ALAT DI INDTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)


1. Peralatan single use / re-use yang digunakan diruang IBS, setelah
selesai tindakan pembiusan, maka petugas IBS melakukan
pemeriksaan terhadap alat tersebut, apakah masih layak pakai atau
tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan;
Bila kondisi rusak, retak, balon tidak mengembang, atau sudah
berubah warna, maka alat tidak direkomendasikan untuk digunakan
lagi.
Bila alat tersebut digunakan oleh pasien yang infeksius, maka alat
harus langsung dibuang, tanpa menghiraukan batas waktu yeng
ditentukan.
2. Tiap-tiap alat sudah ditentukan batas waktu pemakaian. Untuk
memudahkan cara monitor penggunaanya, maka petugas Anestesi
membuat sendiri daftar monitoring dan evaluasi dalam bentuk
checklist setap kali selesai menggunakan suatu peralatan, untuk
mengetahui adanya perubahan performa dari suatu peralatan, mungkin
tidak adekuat atau tidak memuaskan apabila dilakukan pemrosesan
ulang.
3. Tiap-tiap alat dilakukan monitoring dengan cara membubuhkan angka,
dengan tujuan untuk mengetahui “sudah berapa kali” pemakaian suatu
alat.

PPI RS AND PWT 17


4. Setelah digunakan, alat direndam dengan menggunakan cairan
desinfektan selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air yang
mengalir dan dikeringkan, kemudian disimpan ditempat yang bersih.
5. Untuk peralatan yang sudah mencapai batas waktu pemakaian, alat
harus dibuang.
6. Setiap 3 bulan sekali dilakukan pemeriksaan angka kuman untuk alat-
alat yang sudah sampai batas waktu atau untuk alat-alat yang belum
habis batas waktunya (sampai sampel), dengan tujuan untuk
mengetahui kuallitas dari pembersihan dan penyimpanan.

H. JENIS PERALATAN MEDIS SINGLE USE / RE-USE ADALAH :


1.

Jenis Alat Asal Batas Keterangan


No.
Ruang Waktu
Penggunaan
1. Electrosurgical IBS 10x Re-use
fingerswitch menggunakan
pencil autoclave

2. Laparaskop IBS Sesuai Di re-use karena


penggunaan harganya mahal

3. CPAP PICU 3x Dilakukan DTT

5. Breathing Sirkuit ICU Sesuai Dilakukan DTT


Ventilator penggunaan

2.
Daftar peralatan dan bahan / material Single – use / reuse
Selang Naso Gastric Tube (NGT) Single – use
Kateter Singel – use
Cekungan muntah Reuse
Pispot Reuse
Linen Reuse
Set heacting Reuse

PPI RS AND PWT 18


Selang oksigen Reuse
Tabung reaksi Reuse
Object gelas Reuse
Peralatan makan Reuse
Gelas kaca Reuse
Jarum suntik Single– use
Pisau bedah Reuse
Kontainer Reuse
Tensi meter Reuse
Stetoskop Reuse
Termometer Reuse
Endotrakeal tube Reuse
Ambubag Reuse
Sungkup Reuse

PPI RS AND PWT 19


BAB IV
DOKUMENTASI

Pengendalian HAIs merupakan suatu upaya yang penting dalam


meningkatkan mutu pelayana RS Ananda Purwokerto. Hal ini hanya
dapat dicapai dengan keterlibatan secara aktif semua personil rumah
sakit, mulai dari petugas kebersihan sampai dengan dokter dan mulai
dari pekerja sampai dengan jajaran direksi. Kegiatannya dilakukan
secara baik dan benar di semua sarana rumah sakit, peralatan medis,
ruang perawatan dan prosedur serta lingkungan.
Dokumen yang disiapkan yaitu buku Panduan Pemakaian Ulang /
reuse peralatan. Demikian buku panduan ini sehingga dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
undang – undang kesehatan yang berlaku.

PPI RS AND PWT 20


PENUTUP

Dengan ditetapkannya Panduan pemakaian ulang / reuse peralatan


dan material maka diharapkan setiap petugas kesehatan RS Ananda
Purwokerto, mampu membedakan peralatan kesehatan yang dapat
digunakan kembali dan yang hanya bisa digunakan sekali saja.

PPI RS AND PWT 21


LAMPIRAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENGAWASAN


ALAT KESEHATAN SINGLE USE RE-USE

TERLAMPIR

PPI RS AND PWT 22

Anda mungkin juga menyukai