PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sarana pelayanan kesehatan merupakan bagian tak terpisahkan dari
program kesehatan secara menyuluruh dalam mewujudkan kondisi masyarakat
yang sehat dan sejahtera. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diberbagai
wilayah selalu ada kegiatan pembangunan dan pengembangan sarana
pelayanan kesehatan. Dewasa ini diperkirakan ada sekitar 1200 rumah sakit
dan ribuan puskesmas di seluruh wilayah Indonesia, belum termasuk sarana
kesehatan lainnya yang lebih sederhana dan berada dekat atau bahkan
ditengah-tengah masyarakat.
Disadari dengan adanya sarana pelayanan kesehatan akan memberikan
kontribusi yang positif bagi masyarakat di sekitarnya dalam memperoleh
layanan kesehatan yang cepat dan terjangkau. Disamping itu adanya sarana
pelayanan kesehatan juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk
memperoleh pendapatn disuatu daerah. Namun demikian tak dipungkiri,
adanya sarana layanan kesehatan juga dapat menimbulkan dampak negatif
bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, terutama bila limbah sarana layanan
tersebut tidak dikelola dengan benar.
Berdasarkan kajian yang ada menunjukan bahwa timbulan limbah dari
kegiatan Rumah Sakit mencapai sekitar 0,14 kg/bad/hari (WHO dan P2MPL
tahun 2002), sedangkan limbah dari Puskemas sebesar 7,50 gr/pasien/hari
( PATH, thn 2004) yang didominasi limbah immunisasi (65%). Limbah sarana
kesehatan tidak semuanya tergolong berbahaya, hanya sekitar 20% saja yang
tergolong B3, sedangkan sekitar 80% limbah non B3. Namun demikian,
potensi limbah B3 akan menjadi besar bila pengelolaan limbah tidak benar,
dimana ada kemungkinan tercampurnya limbah-limbah tersebut.
Pengelolaan limbah yang tidak benar akan sangat membahayakan bagi
petugas sarana kesehatan tersebut, dan juga bagi petugas yang menangani
limbah (petugas kebersihan). Dari hasil yang ada menunjukan bahwa dari 20
dari 1000 petugas kesehatan berisiko terkena infeksi akibat limbah tajam, dan
180 dari 1000 petugas kebersihan berisiko terkena infkesi akibat pengelolaan
1
limbah yang tidak benar. Berdasarkan data dari Perancis, pada tahun 1992 ada
8 kasus HIV diderita petugas yang infeksi karena tertusuk benda tajam,
sedasngkan di AS pada tahun 1996 terjadi 51 kasus.
Pengelolaan limbah medis belum menjadi perhatian yang seksama bagi
para Manager sarana layanan kesehatan. Ini terbukti bahwa dari berbagai studi
di Indonesia baru sekitar 34-59% sarana layanan kesehatan yang
menggunakan incinerator. Hal ini dimungkinkan karena teknologi incinerator
cukup complicated disamping harga yang relatif mahal dan perlu perawatan
yang kontinyu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Sampah atau Limbah Medis?
2. Apa Peraturan Perundang-undangan sampah medis?
3. Bagaimana Karakteristik Limbah Rumah Sakit?
4. Apa Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan
Kesehatan?
5. Bagaimana Pengelolaan Limbah Rumah Sakit?
6. Bagaimana Penaggulangan Sampah Medis?
7. Bagaimana Pemanfaatan Limbah Rumah Sakit?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan yang dapat dicapai yaitu
untuk mengetahui:
1. Pengertian Sampah atau Limbah Medis
2. Peraturan Perundang-undangan sampah medis
3. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
4. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
5. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
6. Penaggulangan Sampah Medis
7. Pemanfaatan Limbah Rumah Sakit
2
BAB II
PEMBAHASAN
Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun
dan radoiaktivitas. Menurut Depkes RI (1997) keterpaparan air limbah dapat
dibedakan sebagai berikut:
3
pencemaran air. Pemeriksaan air secara kimiawi digunakan test BOD,
COD, TSS dan pH. Jika sekitar 5 (lima) hari limbah kimiawi menjadi
karbon dioksida, secara konvensional bahan organik mengalami
dekomposisi yang menstabilisasi polutan organik dalam lingkungan
alamiahnya. Biological Oxygen Demmand adalah ukuran penggunaan
oksigen oleh mikroorganisme.
2. Keterpaparan Fisik: keterpaparan fisik air dapat dilihat dari bau, warna
dari air limbah keabu-abuan dan mengandung kerosin.
3. Keterpaparan Biologi: limbah berbahaya secara biologis jika terdapatnya
mikroorganisme patogen yang endemik yang memberi dampak pada
kesehatan masyarakat.
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis
padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :
1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman
yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik hitam.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari :
a. Limbah infeksius dan limbah patologi, penyimpanannya pada tempat
sampah berplastik kuning.
b. Limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada tempat
sampah berplastik coklat.
c. Limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan
kemoterapi. Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik ungu.
d. Limbah medis padat tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet
dan alat medis lainnya. Penyimpanannya pada safety box/container.
4
B. Peraturan Perundang-undangan
1. Keputusan menteri kesehatan Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit: Bahwa Rumah Sakit
sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun
orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan;
5
Semua penduduk harus mendaur ulang atau membuang limbah
yang dihasilkan di dalam area lahan milik mereka.
6
Pada asal 88 : Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah
B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan
hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
7
9. Permen LH No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah bahan Berbahaya dan Beracun serta
Pemulihan Akibat Pencemaran Bahan Berbahaya dan Beracun oleh
Pemerintah Daerah.
10. Kepka. Bapedal No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara &
Persyaratan Teknis Penyimpanan & Pengumpulan Limbah B3.
11. Kepka. Bapedal No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen limbah
B3.
12. Kepka. Bapedal No. 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan teknis
pengolahan limbah B3.
13. Kepka. Bapedal No. 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara
Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan
Lokasi Penimbunan Limbah B3.
14. Kepka. Bapedal No. 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label
Limbah B3.
15. Kepka. Bapedal No. 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana
Pengawasan Pengelolaan Limbah B3.
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 Tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif.
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah.
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.
19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbahn Bahan Berbahaya Dan Beracun.
8
C. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah
yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.
Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa
jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara
umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.
Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau
pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya
atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk
limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di
dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2. Limbah infeksius
9
3. Limbah jaringan tubuh
4. Limbah sitotoksik
5. Limbah farmasi
6. Limbah kimia
7. Limbah radioaktif
10
8. Limbah Plastik
11
D. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan
12
E. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
1. Limbah padat
Golongan A :
Golongan B :
Golongan C :
Golongan D :
Golongan E :
13
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan
pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah
pendahuluan.
a. Pemisahan
Golongan A
14
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya
ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat
kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Golongan B
b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai
dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa
ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau
ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
15
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan
intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya
digunakan kereta dorong.
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk
pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah
kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan
tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
16
2. Limbah Cair
5) Inlet
17
mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah
jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan
pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam
oksidasi ini terdiri dari :
18
2) Septic Tank (inhaff tank)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga
tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur,
maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan
dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
19
dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas
dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan
pembuangan.
2. Penampungan
3. Pengangkutan
20
4. Pengolahan dan Pembuangan
Incinerasi
Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh
bersuhu 121 C)°
Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan
kimia sebagai desinfektan)
Inaktivasi suhu tinggi
Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
Microwave treatment
Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran
sampah)
Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume
yang terbentuk.
5. Incinerator
21
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume
sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3
(toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang
dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim,
dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt
dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat
menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution
control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).
Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan
ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan
melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang
sesuai.
22
lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).Usaha peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan
penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-
cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara
lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
23
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan
teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah
berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah
(waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan
pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source
reduction) (Hananto, 1999).
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat
atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan
lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
24
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan
yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang
cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit
baru atau penggantian sebagian unitnya.
a. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah
tersebut.
c. Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk
membersihkan sisa-sisa sampah. Hindari percikannya.
25
b. Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan
tidak korosif (plastic atau metal yang berlapis seng) dengan tutup yang
rapat.
26
Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain
untuk merapatkan tutup tersebut.
e. Jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat
dengan kuat.
f. Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya.
Jarum dan benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan
dengan membakarnya dan kemudian hari dapat menyebabkan luka dan
mengakibatkan infeksi yang serius. Pembakaran atau membakarnya
dalam suatu wadah, dapat mengurangi kemungkinan, sampah tersebut
dikorek-korek dalam tempat sampah.
g. Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut
kemudian dekontaminasi dan cuci tangan.
a. Cuci wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas
dengan benar-benar bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.
27
ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan
untuk dapat dimanfaatkan ataupun untuk di-reuse. Beberapa limbah kimia
yang dapat dimanfaatkan kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti
fixer dan developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan
yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan
limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena
umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem
open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak
dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di
sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki
manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit
bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar
orang sakit.
Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap
penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada
transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan
pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured
landfill, dan open dumping.
Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk
mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah
bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang
mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus
berhati-hati dalam membuang limbah medis.
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk
mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang
ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan
Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua,
28
karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu
kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga,
pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko
terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang
bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit
membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke
lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi
menurun dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan
masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib
melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan
melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.
Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya
pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah
setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi
ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah
dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem
itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga
meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan
Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No
HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus
dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan
merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali.
Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan
masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah
medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di
Indonesia.
B. Saran
Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung
bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai “Environtment of Care” dalam
kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia
29
WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber
penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas
dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.
Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk
membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit
harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi,
monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan
dari waktu ke waktu.
30