A. Latar Belakang
Masalah Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri,
kegiatan rumah sakit berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan
berbagai aktifitas orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan sejumlah
besar limbah (Depkes RI, 2006). World Health Organization (WHO, 2010)
melaporkan limbah yang dihasilkan layanan kesehatan (rumah sakit) hampir 80%
berupa limbah umum dan 20% berupa limbah bahan berbahaya yang mungkin
menular, beracun atau radioaktif. Sebesar 15% dari limbah yang dihasilkan layanan
kesehatan merupakan limbah infeksius atau limbah jaringan tubuh, limbah benda
tajam sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan
radioaktif sebesar 1%. Negara maju menghasilkan 0,5 kg limbah berbahaya per
tempat tidur rumah sakit per hari. Limbah rumah sakit yang tergolong berbahaya
salah satunya adalah limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Lingkungan rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang
sehat sehingga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Untuk menghindari
resiko dan gangguan kesehatan maka perlu penyelenggaraan kesehatan lingkungan
rumah sakit, salah satunya dengan melaksanakan pengelolaan limbah sesuai
persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan untuk melindungi pasien, keluarga
pasien dan seluruh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan rumah sakit (Depkes RI,
2006). Namun pada pelaksanaannya pengelolaan sampah medis pada perawat masih
menjadi persoalan tersendiri, hal ini berhubungan pengetahuan dan sikap perawat
tentang pengelolaan sampah, dan berpengaruh pada perilaku perawat dalam
pengelolaan sampah medis. Tempat sampah medis yang telah disediakan sesuai
dengan jenis sampah yang ada belum selalu digunakan sebagai mana mestinya. Hasil
penelitian Kusnaryanti (2007) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan, sikap perawat, ketersediaan fasilitas dengan praktek perawat dalam
pengelolaan sampah medis. Menurut Notoadmojo (2010) faktor perilaku sesesorang
dipengaruhi oleh faktor prediposisi seperti tingkat pengatahuan 3 serta faktor
pemungkin seperti tersedianya fasilitas, termasuk fasilitas sampah medis di rumah
sakit.
B. Tujuan
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi resiko dalam proses pengolahan
sampah rumah sakit yang baik dan benar sesuai dengan peraturan pemerintah
yang ada.
Untuk mengehindari resiko terjadinya pencemaran lingkungan akibat salahnya
penangan limbah rumah sakit, dan juga menghidari resiko terjadinya
kecelakaan kerja akibat limbah rumah sakit.
C. Manfaat
Manfaat yang dapat di ambil dalam hal ini yaitu, kita dapat menambah wawasan serta
pengetahuan menyangkut dengan identifikasi factor resiko pengolahan sampah rumah
sakit yang ada, serta dapat menerapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Sampah
Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia.Pada
prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Tim Penulis PS,
2008). Sedangkan menurut Kuncoro Sejati tahun 2009, Sampah ialah suatu bahan yang
terbuang atau di buang; merupakan hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah
tidak digunakan lagi karena sudah diambil unsur atau fungsi utamanya (Sejati, K., 2009).
c. Sampah Medis
Yang dimaksud sampah ini adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan medis
baik untuk diagnosa maupun terapi kepada pasien. Sampah medis ini dapat
dikelompokkan:
1. Kelompok A : Perban bekas, sisa lap/tissue, dan jaringan tubuh lainnya yang
terkontaminasi serta sisa binatang percobaan.
2. Kelompok B : Spoit bekas, jarum suntik bekas, pecahan kaca dan lain-lain.
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah sejak
ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir (Sejati, K., 2009). Pengelolaan sampah dapat
diartikan sebagai suatu proses bagaimana sampah yang dihasilkan, ditampung, dikumpulkan,
diangkut sampai dengan pembuangan pemusnahan akhir dengan menggunakan cara yang
benar memperhatikan aspek kesehatan.
Tempat sampah yang disediakan untuk pembuangan sampah non medis harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bahannya tidak mudah terbakar
2. Kedap air terutama untuk menampung sampah basah
3. Mempunyai tutup, mudah dibersihkan, dan diangkat sampahya/dikosongkan
dan mudan dibersihkan.
b. Tempat penampungan sampah medis
Untuk sampah medis dapat dilakukan dengan cara :
1. Perban bekas pakai, sisa lap, potongan tubuh dan benda-benda lain yang terkontaminasi
harus dibersihkan dan disimpan pada tempat atau wadah bagian dalamnya dilapisi dengan
kantong plastik beserta isinya harus diikat dan dikumpulkan pada tempat pengumpulan
sampah medis.
2. Semua bekas bagian tubuah manusia (potongan anggota tubuh) harus diletakkan pada
kantong, bahan buangan atau atau wadah dibuang/dimusnahkan pada incenerator dalam
proses pengangkutan harus dipisahkan dengan jenis bahan yang lain.
Limbah rumah sakit merupakan semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk cair, padat, maupun gas yang berbahaya karena dapat bersifat
racun dan juga radioaktif. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
memperkirakan tumpukan limbah medis di rumah sakit seluruh Indonesia mencapai
8.000 ton. Hal itu dinilai karena pengolahan limbah medis yang belum memenuhi
syarat.
Pengelolaan limbah yang tidak sesuai, sangat membahayakan bagi pasien, keluarga
pasien, staf rumah sakit dan masyarakat sekitar. Potensi penyebaran berbagai penyakit
semisal HIV, Hepatitis B, dan penyakit menular lainnya akan meningkat. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya solusi bersama dari semua pihak. Salah
satu solusi permasalahan jangka pendek yang telah dilakukan adalah melibatkan
industri semen yang memiliki pembakaran tinggi dalam produksinya untuk
dimanfaatkan sebagai pembakar limbah B3 rumah sakit. Kementrian lingkungan
hidup telah menunjuk PT Indocement, PT Holcim, PT Semen Padang dan PT
Cemindo untuk membantu pemusnahan limbah medis rumah sakit di Indonesia.
Pengelolaan limbah medis sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Pada Pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan.
Akan tetapi jika tidak mampu mengelola limbah B3, dapat diserahkan kepada pihak
ketiga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah.
Landasan Manajemen Risiko
Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah
sakit harus melakukan reduksi sampah dimulai dari sumber, harus mengelola dan
mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan
pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan sampah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan
harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling
sedikit 10 orang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik
sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis
(medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke
tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang
di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan
menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis.
Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat,
atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah
medis, dan pengantar orang sakit.
Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah
adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan,
pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini
bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.
Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi
keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko
infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur
limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah
medis.
B. Saran
Semoga pelayanan pengolahan sampah rumah sakit, baik itu sampah medis atau pun
non medis boleh di olah dengan baik sesuai prosedur yang ada guna menghindari
resiko yang timbul akibat salahnya penanganan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/291961215/PENGERTIAN-SAMPAH-MEDIS
http://eprints.ums.ac.id/46127/4/3.%20Bab%20I.pdf
http://publichealth08.blogspot.com/2013/03/pengelolaan-sampah-rumah-sakit.html#
https://ansharcaniago.wordpress.com/2013/02/24/pengelolaan-sampahlimbah-rumah-
sakit-dan-permasalahannya/
https://manajemenrumahsakit.net/2018/06/permasalahan-limbah-rumah-sakit-di-
indonesia/
http://ilmukesehatanmasyarakat17.blogspot.com/2017/08/dasar-k3-manajemen-risiko-
pada-petugas.html