Anda di halaman 1dari 9

APENDICITIS

A. Pengertian
 Apendisitis adalah peradangan akut pada apendiks vermiformis berupa tabung
sempit yang memanjang dari bagian inferior sekum (Black & Hawks, 2009).
 Apendisitis ialah kondisi paling sering dijumpai dari peradangan akut di kuadran
kanan bawah rongga perut, juga suatu keadaan darurat bedah yang paling umum.
Pasien dengan apendisitis membutuhkan rujukan segera dan pengobatan yang
cepat (Swearingen & Wright, 2018). (Hartoyo, Hidayat, Musiana, & Handayani,
2023)
 Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ tersebut yang disebabkan oleh agen infeksi (Price & Wilson, 2006).
 Apendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Wijaya & Putri, 2013).
(Safitri, Meliyani, Afdhal, Irwandi, & Parmin, 2023)

B. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering kali muncul dengan gejala khusus berdasarkan
peradangan tiba-tiba pada seberkas cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut
adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya selinflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. (Safitri, Meliyani, Afdhal, Irwandi, &
Parmin, 2023)

C. Etiologi
Radang usus buntu atau appendiksitis dapat disebabkan karena adanya
sumbatan pada lumen usus buntu atau penyebab lain Tumor usus buntu seperti tumor
karsinoid, adenokarsinoma usus buntu, parasit usus, dan jaringan limfatik hipertrofi
semuanya diketahui sebagai penyebab obstruksi usus buntu dan radang usus buntu.
Ketika lumen usus buntu tersumbat, bakteri menumpuk di usus buntu dan
menyebabkan peradangan akut dengan perforasi dan pembentukan abses. Kasus yang
dapat menyebabkan kematian dari appendiksitis adalah terjadinya sepsis dan
peritonitis akibat usus buntu yang pecah. Hal ini lebih terkait dengan meluasnya
peritonitis dan terbatasnya ketersediaan antibiotik. Usus buntu terdapat bakteri aerob
dan anaerob, termasuk Escherichia coli dan Bacteroides spp Parasit, seperti
Enterobius vermicularis, juga berpotensi menyebabkan obstruksi lumen apendiks dan
menyebabkan appendicitis. (Suryani & dkk, 2023)

D. Patofisologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebutakan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks
lebihpanjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah. (Safitri, Meliyani, Afdhal, Irwandi, & Parmin, 2023)
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan
seringkali muntah.
2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilikus dan spina anterior
dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian
bawah otot rektus kanan.
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasme otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi
distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Baughman, 2020)

Nyeri kuadran kanan bawah, nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney, kekakuan
perut, dan nyeri periumbilikalis yang menjalar ke kuadran kanan bawah adalah tanda-
tanda khas untuk menentukan diagnosis apendisitis akut pada orang dewasa. Bising
usus tidak ada atau menurun, tanda psoas positif, tanda obturator positif (Snyder,
2018).
Serabut saraf aferen visceral di T8 hingga T10 distimulasi, menyebabkan nyeri
terpusat yang samar-samar. Ketika usus buntu menjadi lebih meradang dan
peritoneum parietal di dekatnya teriritasi, nyeri menjadi lebih terlokalisasi di kuadran
kanan bawah. Nyeri mungkin disertai atau tidak disertai gejala berikut : Anoreksia,
Mual/muntah, Demam (40% pasien), Diare (Jones, 2023). Jika pada pemeriksaan
ditemukan adanya appendiks yang melingkar di belakang sekum maka nyeri tekan
dapat dirasakan didaerah lumbal, bila ujungnya pada pelvis maka tanda-tanda tersebut
hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan rektal. (Suryani & dkk, 2023)

Gambaran klinis:
1. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah.
2. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan.
3. Pireksia ringan.
4. Pasien menjadi merah, takikardia, lidah terlapisi, halitosis.
5. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik McBurney.
6. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal.
7. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.
8. Massa apendiks jika pasien datang terlambat. (Grace, 2018)

F. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi usus buntu, yang beresiko
terjadi peritonitis, pembentukan abses (pengumpulan bahan purulen), atau
pylephlebitis portal, yaitu trombosis septik vena portal yang disebabkan oleh emboli
vegetatif yang timbul dari usus septik. Pada umumnya, perforasi biasa timbul sejak 24
jam dari munculnya nyeri. Adapun Gejalanya seperti, demam 37,7°C (100°F) atau
lebih, tampak toksik perut, dan nyeri atau nyeri tekan perut yang berlanjut, mual dan
muntah, dan peningkatan denyut nadi dan pernapasan. Komplikasi yang lain
meliputisyok septik, dan ileus paralitik. (Suryani & dkk, 2023)

Komplikasi lain yang terjadi diantaranya:


1. Periapendikuler infiltrate
Proses peradangan pada jaringan sekitar appendiks yang disebabkan
mikroperforasi keluar lumen appendiks. Pada kondisi ini terjadi perlekatan
appendiks dengan jaringan sekitar sehingga dapat terbentuk massa. Sehingga
dapat dilakukan tindakan menghilangkan massa perlengketan secara konservatif,
dan dilanjutkan dengan dilakukannya appendiktomi.

2. Perporasi Appendiks
Berawal dari pecahnya appendiks yang berisi nanah sehingga bakteri
menyebar ke rongga perutPerforasi dapat diketahui dengan gejala demam >38°C
dan adanya nyeri tekan pada seluruh lapang perut yang timbul lebih dari 36 jam
sejam gejala muncul.
3. Periapendikuler abses
Spendiks mengalami peradangan hingga keluar nanah, saat dilakukan palpasi
teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau di daerah pelvis.

4. Appendisitis Perforata/peritonitis
Terjadinya perforasi dari appendiks hingga timbulnya peradangan pada
peritoneum. Komplikasi ini tergolong komplikasi yang berbahaya yang dapat
terjadi akut maupun kronis. (Hartoyo, Hidayat, Musiana, & Handayani, 2023)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada apendisitis dapat berupa pengujian laboratorium
dan pencitraan. Tes laboratorium berupa jumlah leukosit total, persentase neutrophil,
konsentrasi protein C-reaktif berguna untuk menentukan langkah diagnostik pada
pasien dengan dugaan apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis akut dapat
ditemukan peningkatan jumlah sel darah putih/ white blood cell (WBC),
ditemukannya keton pada urin, peningkatan protein CRP. Hitungan WBC 10.000
sel/mm3 sangat dapat diprediksi pada pasien dengan apendisitis akut. Namun,
kadarnya akan meningkat pada pasien dengan apendisitis yang rumit. Oleh karena itu,
jumlah sel darah putih yang sama dan atau di atas 17.000 sel/mm^3 dikaitkan dengan
komplikasi apendisitis akut, termasuk apendisitis perforasi dan gangrene (Withers et
al., 2019)
Pencitraan berupa CT scan perut memiliki akurasi lebih dari 95% untuk
diagnosis apendisitis dan digunakan dengan frekuensi yang meningkat. Kriteria CT
untuk apendisitis termasuk apendiks yang membesar (diameter lebih dari 6 mm),
penebalan dinding apendiks (lebih dari 2 mm), untaian lemak peri-apendiks,
peningkatan dinding apendiks, adanya appendicolith (sekitar 25% pasien).
Ultrasonografi kurang sensitif dan spesifik dibandingkan CT tetapi mungkin
berguna untuk menghindari radiasi pengion pada anak-anak dan wanita hamil. MRI
mungkin juga berguna untuk pasien hamil dengan suspek apendisitis dan
ultrasonografi yang tidak pasti. Secara klasik cara terbaik untuk mendiagnosis
apendisitis akut adalah dengan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik terperinci.
(Djafar & dkk, 2023)

Pemeriksaan penunjang :
1. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu leukositosis)
dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu.
2. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk
menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium).
3. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum
dilakukan apendisektomi pada wanita muda.
4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau di mana penyebab
lain masih mungkin. (Grace, 2018)
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan farmakologis
a. Pemberian cairan kristaloid 100-500 ml/jam melalui IV tergantung pada
keadaan pasien. Larutan isotonik seperti larutan garam normal atau larutan
Ringer laktat untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit karena demam
dan muntah; penggantian berlanjut sampai keluaran urin 1 ml/kg berat badan
dan elektrolit diganti.
b. Berikan antibiotik (pilihan yang mungkin: metronidazol, gentamisin,
cefotetan, cefoxitin, piperacillin, tazobactam sodium).
c. Mengontrol infeksi lokal dan sistemik dan mengurangi kejadian infeksi luka
pascaoperasi.
d. Obat Lain: Analgesik (Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa
pemberian analgesik opioid pada pasien dengan nyeri perut akut yang tidak
dapat dibedakan adalah aman). (Hartoyo, Hidayat, Musiana, & Handayani,
2023)

I. Asuhan Keperawatan
1. Kasus
Perempuan usia 17 tahun dirawat di RS dengan keluhan nyeri pada perut
kanan bawah, demam sudah 3 hari yang lalu, mual, ingin muntah dan kehilangan
nafsu makan, nyeri perut yang bermula di sekitar pusar lalu berpindah disisi kanan
perut bagian bawah dan terasa semakin sakit saat batuk, berjalan, atau bergerak,
diare dan kembung. Hasil pemeriksaan fisik: Pasien tampak lemah dan menahan
sakit, Mc-Burney pain (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+). Hasil pemeriksaan
laboratorium: nilai T3 = 250 µg/dL, T4 = 18 µg/dL dan pasien diagnosis medik
hipertiroidisme. Pasien menerima informasi dari perawat A yang tidak begitu
detail bahwa akan segera sembuh tanpa perlu operasi, namun perawat B
mengatakan perlu dilakukan tindakan operasi untuk mencegah perforasi, sehingga
kedua informasi yang berbeda ini membuat keluarga pasien menjadi sangat cemas
dengan kondisi pasien.

2. Pengkajian
a. Identitas
 Nama : T
 Umur : 17 Tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat: Desa Durian Runtuh
 Tanggal masuk: 22 Januari 2024

b. Riwayat Kesehatan
Pada saat pengkajian pasien mengalami nyeri pada perut kanan bawah,
demam sudah 3 hari yang lalu, mual disertai ingin muntah, kehilangan nafsu
makan, nyeri perut yang bermula di sekitar pusar lalu berpindah disisi kanan
perut bagian bawah dan terasa semakin sakit saat batuk, berjalan, atau
bergerak, diare dan kembung.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada

d. Pemeriksaan Fisik
 Pasien tampak lemah dan menahan sakit
 Mc-Burney pain (+)
 Blumberg sign (+)
 Psoas sign (+).

e. Pemeriksaan laboratorium
 Nilai T3 = 250 µg/dL
 Nilai T4 = 18 µg/dL
 Pasien diagnosis medik hipertiroidisme

3. Analisa Data
No Data Etiologi Diagnosa
1. DS : Agens cedera Nyeri akut
 “Dirawat di RS dengan fisiologis (D.0077)
keluhan nyeri pada perut
kanan bawah.”
 “Nyeri perut yang
bermula di sekitar pusar
lalu berpindah disisi
kanan perut bagian
bawah dan terasa
semakin sakit saat batuk,
berjalan, atau bergerak,
diare dan kembung.”

DO :
 Pasien tampak lemah
dan menahan sakit
 Mc-Burney pain (+)
 Blumberg sign (+)
 Psoas sign (+)

2. DS : Inflamasi Diare (D.0013)


 “Mengalami diare” gastrointestinal

DO :
 Pasien tampak lemah
3. DS : Proses infeksi Hipertermia
 “Demam sudah 3 hari” (D.0130)

DO :
 Nilai T3 = 250 µg/dL
 Nilai T4 = 18 µg/dL
 Pasien diagnosis medik
hipertiroidisme

4. Diagnosa
1) Nyeri akut b.d Agens cedera fisiologis d.d mengeluh nyeri
2) Diare b.d Inflamasi gastrointestinal d.d nyeri abdomen
3) Hipertermia b.d Proses infeksi d.d hipertiroid
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. &. (2020). Keperawatan Medikal Bedah, Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: Penertbit Buku Kedokteran EGC.
Djafar, I., & dkk. (2023). Bunga Rampai Patofisiologi Digestive. Cilacap: PT.Media Pustaka
Indo.
Grace, P. &. (2018). At a Glance, Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Hartoyo, M., Hidayat, A., Musiana, & Handayani, R. (2023). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah S1 Keperawatan Jilid II. Jakarta: Mahakarya Citra Utama.
Safitri, S., Meliyani, R., Afdhal, F., Irwandi, & Parmin, S. (2023). Bahan Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Dewasa. Indramayu: CV.Adanu Abimata.
Suryani, & dkk. (2023). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan dan
Endokrin). Jambi: PT.Sonpedia Publishing Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai