Anda di halaman 1dari 21

1

LAPORAN PENDAHULUAN
APENDIKTOMI DI RUANG JASMINE
RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIKARANG

Disusun Oleh:
Muhammad Habil Ismail
011520014

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU VOKASI
UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2022
2
BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan akut pada apendiks periformis


sehubungan dengan obstruksi lumen dan infeksi bakteri. Biasanya
menimbulkan keluhan nyeri abdomen, dimulai dari difus dan
periumbilikal setelah itu pindah ke fosa iliaka kanan. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur, baik laki-laki ataupun perempuan. Tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010 dan Gleadle, 2005).

Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu


atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu merupakan sekum, Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang pada umumnya sangat
berbahaya. (Sjamsuhdayat,R 2010). Apendisitis adalah merupakan salah
satu penyakit saluran pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang
paling sering memberikan keluhan abdomen yang akut. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera untuk
menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner &
Suddarth, 2013).

2. Penyebab

Menurut Andra & Yessie ( 2013) penyebab apendisitis antara lain:


a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)
c. Pemberian barium
d. Berbagai macam penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
3
3. Tanda dan gejala
Menurut Andra dan Yessie (2013) tanda terjadinya apendisitis
antara lain:
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc. Burney: nyeri tekan, nyeri lepas,
defans muskuler.
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah
ditekan (Roving Sign)
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas
(Blumberg)
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
f. Nafsu makan menurun
g. Demam
4. Patofisiologi

Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi apendiksitis fokal yang ditandai nyeri
epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan
bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri
di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
4
dengan gangrene, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendukularis, peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang.
Adanya hiperplasia, folikel limpoid, benda asing yang masuk pada
apendiks, erosi mukosa apendiks, tumor apendiks. Tnja yang
terperangkap atau tertimbun pada apendiks (fekalit) dan juga struktur
dapat menyebabkan obstruksi pada apendiks sehiingga terjadi apendisiti.
Pada apendsitis kemudian dilakukan apendiktomi untuk menghilangkan
obstruksi, karena tindakan apendiktomi dapat menyebabkan trauma
jaringan. Trauma jaringan menimbulkan adanya nyeri sehingga penderita
takut untuk bergerak dan menimbulkan kecemasan (Mansjoer, 2003).
5. Komplikasi
Komplikasi utama dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
mengarahpada peritonitis atau pembentukan abses (tertampungnya materi
purulen). Jika terjadi perforasi maka akan terjadi kenaikan suhu dan
frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa,
serta bertambahnya angka leukositosis. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya syok septik, tromboflebitis supuratif, atau flebitis portal
(Brunner & Sudarth, 2013; Mansjoer,2003;Sjamsuhidajat,2010)
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan untuk mengetahui apendisitis menurut Dermawan &
Rahayuningsih (2010) :
a. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-
reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap
ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam
setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat
5
b. melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas
dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
c. Computed Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan
USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan
dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96- 97%.
6

7. Penatalaksanaan medis
Kontrol nyeri sangat penting pada pasien post operasi, nyeri yang
dibebaskan dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan
dalam, dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat. Pengkajian nyeri dan
kesesuaian analgesik harus digunakan untuk memastikan bahwa nyeri
pasien post operasi dapat dibebaskan (Smeltzer&Bare, 2013).
Tujuan keseluruhan dalam pengelolaan nyeri adalah mengurangi
nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil.
Dampak nyeri post operasi akan meningkatkan stress. Dalam pengelolaan
nyeri biasanya digunakan dua manajemen, yaitu manajemen farmakologi
dan nonfarmakologi (Tamsuri, 2007).
1. Agen Farmakologis
Manajemen farmakologi atau dengan obat-obatan
adalah bentuk pengendalian yang sering digunakan. Obat-obatan
diantaranya yaitu analgesik, macam anagesik dibagi menjadi dua
yaitu analgesik ringan yang diantaranya adalah aspirin atau
salisilat, parasetamol dan NSAID, sedangkan analgesik kuat antara
lain adalah morfin, petidin, metadon (Tamsuri, 2007).
Pengelolaan nyeri dengan obat-obatan analgesik sangat
mudadiberikan, namun banyak yang tidak puas dengan pemberian
jangka panjang untuk nyeri. Situasi ini mendorong berkembangnya
metode nonfarmakologik untuk mengatasi nyeri. Sedangkan
pengelolaan secara nonfarmakologik yaitu berupa teknik distraksi
antara lain distraksi visual distraksi pernafasan, distraksi
intelektual dan imajinasi terbimbing. Sedangkan teknik relaksasi
antara lain nafas dalam, meditasi, pijatan, musik dan aroma terapi
dan teknik stimulasi kulit yang digunakan adalah kompres dingin
atau kompres hangat (Tamsuri, 2007).
2. Agen Non-Farmakologis
Adapun pengelolaan intensitas nyeri pasien post operasi apendisitis
meliputi latihan nafas dalam, pemberian analgesik dan lingkungan
7
yang nyaman (Tamsuri, 2007). Penatalaksanan nyeri secara
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa
teknik diantaranya adalah :
8

a) Distraksi,
Distraksi adalah metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien lupa
terhadap nyeri yang dialami klien, misalnya pada klien post
apendiktomi mungkin tidak merasakan nyeri saat perawat
mengajaknya bercerita tentang hobbinya. Teknik Relaksasi,
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam
menurunkan nyeri post operasi.
b) Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen
dengan frekuansi lambat, berirama. Klien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang
konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama

setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus). Relaksasi yaitu


pengaturan posisi yang tepat, pikiran, beristirahat dan lingkungan
yang tenang. Relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri
dengan merilakskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.
Tekhnik relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar
mencapai hasil yang optimal. Tindakan relaksasi dapat dipandang
sebagai upaya pembebasan mental dan fisik dari tekanan dan
stress. Dengan relaksasi, klien dapat mengubah persepsi terhadap
nyeri (Tamsuri, 200
9

BAB II

KONSEP TEORI KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembu
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva
anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya
sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak
ada ronchi, whezing, stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi dan pendarahan.
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang serta
tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan
penyakit.
10

7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.


8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola
eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
2) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
3) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir,
mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
4) Pola Tidur dan Istirahat.
5) Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
11
6) Pemeriksaan diagnostic.

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non


spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
d) Pemeriksaan Laboratorium.
(1) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
(2) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
12

B. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang
dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologi (inflamasi appendicitis).(D.0077)
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik(Prosedur oprasi). (D.0077)
c) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).
(D.0130)
d) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan
cairan secara aktif (muntah). (D.0034)
e) Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)
f) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g) Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
13
C. Intervensi

NO Diagnos Tujuan dan kriteria Intervens


a hasil i
1. Nyeri akut berhubungan Setelah Manajemen nyeri (I.08238).
dengan agen pencedera
Observasi :
fisiologi dilakukan tindakan
1.1 Identifikasi lokasi ,
keperawatan
karakteristik,
(inflamasi appendicitis). diharapkan tingkat
durasi, frekuensi, kulaitas
(D.0077) nyeri (L.08066)
nyeri, skala nyeri,
dapat
intensitas nyeri
menurun dengan
1.2 Identifikasi respon nyeri
Kriteria Hasil :
non verbal.
1. Keluhan
1.3 Identivikasi factor yang
nyeri menurun.
memperberat
2. Meringis menurun
dan memperingan nyeri.
3. Sikap protektif
Terapeutik :
menurun.
1.4 Berikan
4. Gelisah menurun.
teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri.
1.5 Fasilitasi istirahat dan tidur.

1.6 Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri.
Edukasi :

1.7 Jelaskan strategi


meredakan nyeri
1.8 Ajarkan teknik non
farmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri .
Kolaborasi :
1.9 Kolaborasi
pemberian analgetik jika
perlu
14
2. Hipertermia berhubungan Setelah Manajemen hipertermia
dengan proses penyakit dilakukan (I.15506). Observasi :
(Infeksi pada appendicitis). tindakan 2.1 Identifikasi
(D.0130) penyebab hipertermia.
keperawatan 2.2 Monitor suhu tubuh.
diharapkan
2.3 Monitor haluaran
termoregulasi
urine. Terapeutik :
(L.14134) membaik
2.4 Sediakan lingkungan
dengan
yang dingin.
Kriteria Hasil :
2.5 Longgarkan atau
1. Menggigil
lepaskan pakaian.
menurun.
2.6 Berikan cairan
2. Takikardi menurun. oral Edukasi :
2.7 Anjurkan tirah
3. Suhu
baring Kolaborasi :
tubuh membaik.
2.8 Kolaborasi pemberian
4. Suhu kulit
cairan dan elektrolit
membaik.
intravena, jika
perlu.
3. Risiko Setelah Manajemen

Hipovolemia berhubungan dilakukan tindakan hypovolemia (I.03116).


keperawatan Status Observasi :
dengan cairan (L.0328)
3.1 Periksa tanda dan
kehilangan cairan secara membaik
gejala hipovolemia.
aktif (muntah). (D.0034) dengan
3.2 Monitor intake dan output
Kriteria Hasil :
cairan.
1 Kekuatan
Terapeutik :
nadi meningkat.
3.3 Berikan asupan cairan
2 Membrane
oral Edukasi :
mukosa lembap.
3.4 Anjurkan
3 Frekuensi
memperbanyak asupan
nadi membaik.
cairan oral.
4 Tekanan
3.5 Anjurkan
darah membaik.
menghindari perubahan
5 Turgor kulit
posisi mendadak.
membaik.
Kolaborasi :
15

3.6 Kolaborasi peberian cairan


IV.
4. Ansietas berhubungan Setelah Reduksi ansietas
dengan kurang terpapar (I.09314). Observasi :
informasi (D.0080) dilakukan tindakan 4.1 Identivikasi saat tingkat
keperawatan tingkat ansietas berubah.
ansietas 4.2 Monitor tanda tanda ansietas
(L.01006) menurun verbal non verbal.
dengan Kriteria Hasil 4.3 Temani klien untuk
: mengurangi kecemasan jika
1. Verbalisasi perlu.
kebingunga 4.4 Dengarkan dengan penuh
n menurun. perhatian.
2. Verbalisasi 4.5 Gunakan pendekatan yang
khawatir akibat tenang dan meyakinkan.
menurun. 4.6 Jelaskan prosedur, termasuk
3. Prilaku sensasi yang mungkin
gelisah menurun. dialami.
4. Prilaku 4.7 Anjurkan keluarga untuk
tegang menurun. tetap bersama klien, jika
perlu.
4.8 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
4.9 Latih teknik relaksasi.

4.10 Kolaborasi pemberian


obat antiansietas jika perlu.
16

NO Diagnos Tujuan dan kriteria Intervens


a hasil i
1. Nyeri akut berhubungan Setelah Manajemen nyeri
dengan agen pencedera (I.08238) Observasi :
fisik(Prosedur dilakukan tindakan 1.1 Identifikasi lokasi ,
keperawatan tingkat
karakteristik, durasi,
oprasi). nyeri (L.08066)
(D.0077)
17

menurun dengan frekuensi, kulaitas nyeri,


Kriteria Hasil : intensitas nyeri, skala
1. Keluhan nyeri.
nyeri menurun. 1.2 Identifikasi respon nyeri
2. Meringis non verbal.
menurun. 1.3 Identivikasi factor yang
memperberat
3. Sikap
dan memperingan nyeri.
protektif
Terapeutik :
menurun.
4. Gelisah menurun. 1.4 Berikan teknik non
farmakologis
5. Frekuensi
untuk mengurangi rasa
nadi membaik.
nyeri.
1.5 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
1.6 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :

1.7 Jelaskan penyebab,


periode, dan pemicu nyeri.
1.8 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
1.9 Ajarkan teknik non
farmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri.
1.10 Kolaborasi
pemberian

analgetik bila perlu.


2. Risiko hipovolemia Setelah Manajemen
ditandai dengan efek 18
agen farmakologis dilakukan tindakan hypovolemia (I.03116)
(D.0034) keperawatan Status Observasi :
cairan (L.0328)
2.1 Periksa tanda dan
membaik
gejala hipovolemia.
dengan
2.2 Monitor intake dan output
Kriteria Hasil :
cairan.
6 Kekuatan
Terapeutik :
nadi meningkat.
2.3 Berikan asupan cairan
7 Membrane
oral Edukasi :
mukosa lembap.
2.4 Anjurkan
8 Frekuensi
memperbanyak asupan
nadi membaik.
cairan oral.
9 Tekanan
2.5 Anjurkan
darah membaik.
menghindari perubahan
10 Turgor
posisi mendadak.
kulit membaik.
Kolaborasi :

2.6 Kolaborasi peberian cairan


IV.
3. Risiko Infeksi ditandai Setelah Pencegahan infeksi
dengan efek prosedur (I.14539) Observasi :
infasive (D.0142). dilakukan tindakan 2.1 Monitor tanda dan gejala
keperawatan tingkat infeksi local dan sistemik.
infeksi (L.14137) 2.2 Batasi jumlah pengunjung
dengan Kriteria Hasil :
2.3 Berikan perawatan kulit
2. Kebersihan tangan
pada area edema.
meningkat.
2.4 Cuci tangan seblum dan
3. Kebersihan badan
sesudah kontak dengan
meningkat.
klien dan lingkungan klien.
4. Demam,
2.5 Pertahankan teknik aseptic
kemerahan, nyeri,
pada klien beresiko tinggi.
bengkak menurun.
Edukasi :
5. Kadar sel darah
2.6 Jelaskan tanda dan gejala
putih meningkat.
infeksi.
2.7 Ajarkan cara mencuci
tangan

dengan benar.
19

2.8 Ajarkan etika batuk.

2.9 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi.
2.10 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan.
Kolaborasi :
2.11 Kolaborasi
pemberian imunisasi
jika perlu.
20
Daftar pustaka

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar- Ruzz
Media.

Asmad (2012). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: PT. RINEKA
CIPTA.

Bulechek, Gloria,Butcher,Howard,Dochterman,Joanne&Wagner, Cheryl. (2013).

Nursing Interventions classification (NIC). Oxford: Elsevier Global Right

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC.

David, A. (2009). Pustaka Kesehatan Populer Saluran Pencernaan (Vol. 4). Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer.

Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem


Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing. Doengoes, M. E. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Herdman,Heather & Kamitsuru,Shigemi. (2015). Nanda internasional Inc. Nursing


Diagnosis:Definition&Classifications2015-2017.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran : EGC..

Keliat, B. A. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-1017.


Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aescula


21

Anda mungkin juga menyukai