Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Apendisitis


1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. (Nurarif & Kusuma, 2015).
Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks yang terinflamasi dapat
dilakukan pada pasien dengan menggunakan pendekatan endoskopi
(Saferi & Mariza, 2013).
2. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
a. Apendisitis akut, dibagi atas apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul struktur lokal dan
apendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis dibagi atas apendisitis kronis fokalis atau
parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
(Suratun & Lusianah, 2010).

3. Etiologi
Penyebab apendisitis antara lain ulserasi pada mukosa, obstruksi pada
colon oleh fecalit, pemberian barium, berbagai macam penyakit
cacing, tumor dan striktur karena fibrosis pada dinding usus. (Saferi &
Mariza, 2013).

4
5

4. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus
atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual,
bahkan terkadang muntah. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. (Nurarif & Kusuma, 2015).

5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan karena penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur
karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak mucus yang
terbendung, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen,
tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis
bakteri dan ulserasi mukusa pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah,
keadaan ini disebut dengan apendisitis sukuratif akut. Aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
6

Tindakan operasi dilakukan untuk pengangkatan apendiks yang


meradang. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau
spinal dengan insisi abdomen bawah. Luka insisi pembedahan ini dapat
merusak jaringan. Ujung syaraf yang terputus akan terjadi pelepasan
prostaglandin sehingga stimulus dihantarkan oleh spinal cord ke cortex
cerebri dan nyeri dipersepsikan (Saferi & Mariza, 2013).
7

6. Pathways

Apendisitis

Operasi

Luka
Lukainsisi
insisi

Kerusakan jaringan Pintu masuk


Resiko Infeksi
kuman
Ujung saraf
terputus

Pelepasan prostaglandin Kerusakan Integritas Jaringan

Stimulasi dihantarkan

Spinal cord

Aktivitas Hambatan
Cortex cerebri Nyeri Takut Mobilitas
bergerak menurun
Fisik

(Nurarif & Kusuma, 2015)


8

7. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukan apendiktomi adalah
a. Infeksi luka operasi
b. Abses intra abdomen
c. Obstruksi usus halus
d. Invaginasi pasca operasi
(Pratignyo, 2011).
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Saferi & Mariza (2013) antara lain
yaitu :
a. Laboratorium
Ditemukan leukosit 10.000 s/d 18.000/ mm³, kadang-kadang dengan
pergeseran ke kiri leukosit lebih dari 18.000/mm³ disertai keluhan
atau gejala apendisitis lebih dari empat jam mencurigakan perforasi
sehingga diduga bahwa tingginya leukosit sebanding dengan
hebatnya peradangan.
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi akan sangat berguna pada kasus apendisitis.
Pada 55% kasus apendisitis stadium awal akan ditemukan gambar
foto polos abdomen yang abnormal, gambaran yang lebih spesifik
adanya masa jaringan lunak di perut kanan bawah dan mengandung
gelembung-gelembung udara. Selain itu gambaran radiologis yang
ditemukan adanya fekalit, pemeriksaan barium enema dapat juga
dipakai pada kasus-kasus tertentu cara ini sangat bermanfaat dalam
menentukan lokasi sakum.
c. Pemeriksaan penunjang lainnya
1) Pemeriksaan colok dubur (menyebabkan nyeri di daerah infeksi,
bisa dicapai dengan jari telunjuk).
2) Uji psoas dan uji obtutator.
9

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis Saferi & Mariza (2013)
a. Operasi
1) Apendiktomi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi efektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
b. Pasca Operasi
1) Dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan, baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama
itu pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30
menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar.
Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
10

B. Konsep Dasar Nyeri


1. Pengertian
Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan bagi individu yang mengalaminya. Pengalaman sensoris
dan emosional tersebut diakibatkan dari kerusakan jaringan aktual atau
potensial (Sudoyo, 2014).
Nyeri merupakan sensasi yang sangat personal yang tidak dapat dibagi
dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi pikiran seseorang,
mengarahkan semua aktivitas, dan mengubah kehidupan seseorang.
Namun nyeri adalah konsep yang sulit untuk dikomunikasikan oleh
seorang pasien. Seorang perawat tidak dapat merasakan ataupun
melihat nyeri yang dialami pasien (Kozier, 2010).
Nyeri akut menimbulkan respon pada pasien seperti pasien tampak
gelisah dan cemas, pasien melaporkan rasa nyeri. Pasien menunjukan
perilaku yang mengidentifikasi nyeri yaitu meringis, menangis,
menggosok daerah nyeri dan memegang area nyeri (Kozier, 2010).
2. Sifat Nyeri
a. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri ringan sampai berat. Nyeri yang timbul
mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung
singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal
dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri ringan sampai berat. Nyeri dapat
berlangsung terus menerus. Nyeri akibat kausa keganasan, non
keganasan, atau intermiten, seperti pada nyeri kepala migrain
rekunen. Nyeri yang menetap selama 6 bulan atau lebih. Respon
sistem saraf parasimpatik berupa tanda-tanda vital normal, kulit
kering, hangat, pupil normal atau dilatasi terus berlanjut seletah
penyembuhan. Pasien tampak depresi dan menarik diri, pasien sering
11

kali tidak menyebutkan rasa nyeri kecuali ditanya. Perilaku nyeri


sering kali tidak muncul (Kozier, 2010).
3. Faktor yang mempengaruhi nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Mubarak & Chayatin (2008)
yaitu :
a. Etnik dan nilai budaya
b. Tahap perkembangan
c. Lingkungan dan individu pendukung
d. Pengalaman nyeri sebelumnya
e. Ansietas dan stres
4. Cara mengukur intensitas nyeri
Hayward mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan
skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0
(untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainya nilai 10 (untuk kondisi
nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu
bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri
yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai dapat dicatat pada sebuah grafik
yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif dan
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi,
jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas
nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa
kategori.
12

Tabel 2.1
Skala Nyeri Menurut Hayward
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol
dengan aktivitas yang biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

a. McGill (McGill scale) mengukur intensitas nyeri dengan


menggunakan lima angka , yaitu 0: tidak nyeri, 1: nyeri ringan, 2:
nyeri sedang, 3: nyeri berat, 4: nyeri sangat berat, dan 5: nyeri hebat.
Selain kedua skala diatas ada skala wajah, yakni Wong-Baker FACE
Rating Scale yang ditunjukan untuk pasien yang tidak mampu
menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk
anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan
lansia yang mengalami kognisi dan komunikasi (Mubarak &
Chayatin, 2008).

Gambar 2.1 Wong-Baker FACE Rating Scale


13

C. Pengelolaan Nyeri Pasca Apendiktomi


Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks yang terinflamasi
dapat dilakukan pada pasien dengan menggunakan pendekatan endoskopi
(Saferi & Mariza, 2013).
Menurut Koezier (2010) nyeri merupakan suatu masalah yang perlu
di tangani segera. Nyeri merupakan salah satu masalah yang memiliki
prioritas utama. Nyeri menandakan bahaya fisiologis dan psikologis bagi
kesehatan dan pemulihan. Menurut Sudoyo (2014) terdapat beberapa hal
penting yang menjadi dasar kajian awal terhadap rasa nyeri yang
dikeluhkan seorang pasien, yaitu :
a. Lokasi nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Kualitas nyeri
d. Waktu kejadian nyeri, variasi durasi dan ritme
e. Cara pasien mengungkapkan nyeri
f. Faktor pemberat dan yang meringankan nyeri
g. Pengaruh nyeri
Pengelolaan nyeri yang dapat dilakukan perawat kepada pasien
dengan cara pengaturan posisi fisiologis pasien, mengkaji kemampuan
kontrol nyeri pada pasien, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam pada
saat nyeri muncul, mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri, dan
meningkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri yang muncul akibat
adanya luka pasca operasi. Perawat juga bertugas memanajemen
lingkungan agar tetap tenang dengan membatasi jumlah pengunjung.
Selain itu perawat melakukan tindakan kolaborasi dengan dokter mengenai
pemberian obat analgesik untuk membantu meredakan nyeri secara
farmakologi (Arif Muttaqin, 2009).
14

D. Asuhan Keperawatan Nyeri Pasca Apendiktomi


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara
komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial maupun
spiritual pasien (Asmadi, 2013).
Pengkajian nyeri komprehensif penting untuk upaya
penatalaksanaan nyeri yang efektif. Nyeri merupakan pengalaman yang
subyektif dan dirasakan secara berbeda pada masing – masing individu,
maka perawat perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri,
seperti faktor fisiologis, psikologi, perilaku, emosional, dan
sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni
(a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data - data dari pasien dan (b)
observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien.
Penanganan manajemen nyeri pada pasien pasca apendiktomi
sangatlah penting karena berpengaruh mempengaruhi kenyamanan
pasien. Adapun pengkajian awal secara komprehensif menurut
Mubarak & Chayatin (2008), yaitu :
P : Proving atau pemicu
Q : Quality atau kualitas
R : Region atau daerah
S : Saverity atau keganasan
T : Time atau waktu
Menurut Saferi & Mariza (2013) pengkajian yang dilakukan
pada pasien dengan apendiktomi adalah :
a. Riwayat
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan
apendiktomi meliputi umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan
riwayat medik lainnya, riwayat diit terutama makanan yang berserat.
Hal - hal yang termasuk dalam riwayat yaitu :
15

1) Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri post apendiktomi, nyeri pada
daerah operasi. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus menerus,
dapat hilang timbul atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Selain mengeluh nyeri pada daerah epigastrium, keluhan yang
menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah.
3) Riwayat kesehatan masa lalu, biasanya berhubungan dengan
masalah kesehatan pasien sekarang, bisa juga penyakit ini sudah
pernah dialami oleh pasien sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga, bisa dalam anggota keluarga ada
yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien, bisa
juga tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti yang
dialami pasien sebelumnya.
5) Data pemeriksaan diagnostik
a) Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecalit
pada katup.
b) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan post
apendiktomi adalah nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan.
3. Perencanaan
Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan. Definisi nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa awitan yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau prediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan.
16

Batasan karakteristik :
a. Perubahan tekanan darah
b. Perubahan frekuensi pernafasan
c. Mengekspresikan perilaku (misalnya gelisah, merengek, menangis)
d. Sikap melindungi area nyeri
e. Indikasi nyeri yang dapat diamati
f. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
g. Melaporkan nyeri secara verbal
Tujuan :
a. Nyeri teratasi
Nursing Outcome Classification (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan :
a. Tingkatan nyeri berkurang
b. Tingkatan kenyamanan pasien meningkat
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri (skala 1 - 3)
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Nursing Intervention Classification (NIC)
Manajemen nyeri :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan
terjadinya abses / peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik.
b. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi (berikan aktivitas hiburan)
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan
dapat meningkatkan koping.
c. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
17

Rasional : merelaksasi dengan menarik napas menahannya beberapa


saat kemudian menghembuskan lewat mulut.
d. Tingkatkan istirahat dan posisi semi fowler
Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen
bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
e. Anjurkan pasien melakukan napas dalam
Rasional : napas dalam menjadikan otot-otot relaksasi sehingga
dapat mengurangi nyeri.
f. Kolaborasi dengan dokter, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Rasional : analgetik digunakan untuk menghilangkan nyeri.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

4. Implementasi
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) implementasi adalah
pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian
kegiatan sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hal yang
optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik
secara umum maupun secara khusus pada klien post apendiktomi. Pada
pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen
interdependen dan dependen.

5. Evaluasi
Evaluasi dari tindakan keperawatan nyeri pada pasien post apendiktomi
adalah pasien mampu mengontrol nyeri. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri (skala 1 - 3) mampu
mengenali nyeri dan menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
(Nurarif & Kusuma, 2015).

Anda mungkin juga menyukai