Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

Disusun oleh :
Dwi Kumala Sari
232021010063
21B

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2021/2022
Laporan Pendahuluan Diare

1. Pengertian
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
“diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran
tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,
2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat
kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari
seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan
diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai contohdiare akut dan kronis
(Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan
tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila
tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam
PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam
sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3
tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4
kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi
menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang,
sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan
dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau
200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer
lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan
darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat.
Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun,
yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja.

2. Penyebab
Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a) virus merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa
jenis virus penyebab diare akut :
o Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati
pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada
hewan.
o Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne
atauwater borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to
person.
o Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa

o Adenovirus (type 40, 41)

o Small bowel structured virus

o Cytomegalovirus

b) Bakteri :
 Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor Kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat
pada enterosit pada usus halus dan Enterotoksin (heat labile (HL) dan heat
stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang
menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush
border atau menginvasi mukosa.
 Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan
kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan
absorbsi dan aktifitas disakaridase.
 Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa
usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin
memegang peranan.
 Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip
denganShigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan
multiplikasi didalam sel epitel kolon.
 Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin
(VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema
dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi
hemolytic-uremic syndrome.
 Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel
kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella
jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth
lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin
serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin)
yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan
watery diarrhea
 Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui
kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi)
atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti
daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui
kontak langsungperson to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare
melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang
dihasilkan, yaitu cytotoxindan heat-labile enterotoxin. Perubahan
histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
 Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri Ini akan menularkan kolera. Penularan melalui
person to personjarang terjadi.
 V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini
sangat mirip dengan heat-labile Toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir
adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri,
sepertiaccessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens Toxin
(ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
 Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan
mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea

c) Protozoa :
 Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis
masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan
metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi
host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status
imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa
asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di
daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari
setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan
faty stools,nyeri perut dan gembung.
 Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan
bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90%
infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan
persisten sampai disentri yang fulminant.
 Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15%
dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan
asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa
diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya Self-limited.
Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada
penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan
diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
 Microsporidium spp
 Isospora belli
 Cyclospora cayatanensis

d) Helminths :
 Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
 Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai
organ termasuk Intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan
perdarahan usus..
 Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama
jejunu, menyebabkan Inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen.
 Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

e) Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan
sebagai berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999;
Yatsuyanagi, 2002)
1. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium Perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter,
Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
 Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium
Coli, Crypto Sparidium)
 Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis
Huminis)
 Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens

2. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.


3. Alergi: alergi makanan
4. Keracunan :
 Keracunan bahan-bahan kimia
 Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
 Jazad renik, Algae
 Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll


6. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan
cemas

3. Manifestasi Klinis
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering

4. Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup
sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna.
Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,
aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999
citSinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke
gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. Sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung,
empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus,
dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa
kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.

5. Pathway
6. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun Program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik
bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
o Keadaan Umum : baik
o Mata : Normal
o Rasa haus : Normal, minum biasa
o Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :

o Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret


o Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
o Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak
mencret

b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang


Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
o Keadaan Umum : Gelisah, rewel
o Mata : Cekung
o Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
o Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb
dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare
tanpa dehidrasi.

c. Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
o Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
o Mata : Cekung
o Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
o Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke


Puskesmas untuk di infus.

2. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
o Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
o Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet zinc:

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan :


4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
o Diare lebih sering
o Muntah berulang
o Sangat haus
o Makan/minum sedikit
o Timbul demam
o Tinja berdarah
o Tidak membaik dalam 3 hari.

7. Pengkajian Fokus
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya
.
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, Frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
Kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)

g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, Akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.

8. Diagnosa Keperawatan
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional
( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi,
malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan
dalam mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang
menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen

9. Perencanaan Keperawatan (Prioritas Diagnosa


Keperawatan, Tujuan dan Kriteria Hasil, Rencana
Tindakan disertai rasional sesuai teori)

10. Referensi

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku


Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta:

MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak:
Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai