Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1. Gastroentritis
Gastroentritis atau penyakit diare adalah penyakit yang terjadi
akibat adanya peradangan pada saluran pencernaan yang disebkan oleh
infeksi (Cakrawardi et. Al,2009).Penyakit ini ditandai dengan gejalanya
terutama diare, muntah atau keduanya dan dapat juga disertai dengan
demam, nyeri abdomen, dan anoreksia (Elliott J. E.,2007). Secara global,
setiap tahun diperkirakan 2 juta kasus gastroentritis yang terjadi di
kalangan anak berumur kurang dari 5 tahun. Walaupun penyakit ini
seharusnya dapat diturunkan dengan pencegahan, namun penyakit ini
tetap menyerang anak terutamanya yang berumur kurang dari 2 tahun.
Penyakit ini terutama disebabkan oleh makanan dan minuman yang
terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk (Howidi et. al,2012)
2. Kolitis
Penyakit kolitis ulseratif (KU) merupakan penyakit inflamasi kronik
pada kolon (usus besar) terutama mengenai bagian mukosa kolon.
Penyakit ini termasuk salah satu inflammatory bowel diseases (IBD) yang
hingga saat ini beleum diketahui penyebabnya secara jelas. Faktor
genetik dan faktor lingkungan sebagai pemicunya, haal ini terbukti dari
10-20% penderita pasti memiliki anggota keluarga yang terkena penyakit
yang sama. Kolitis termasuk penyakit autoimun yang berkaitan dengan
repon inflamasi dari bakteri pada kolon (Ardizzone,2003).
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan gastroentritis?
b) Apa yang dimaksud dengan kolitis?
c) Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan

pada

pasien

gastroentritis?
d) Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Kolitis?
1.3 Tujuan Masalah
a) Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Gastroeneteritis.
b) Untuk mengetahui pengertian dari peyakit Kolitis.
c) Untuk mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien
gastroenteritis.

d) Untuk mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien


Kolitis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gastroentritis
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan

konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula


bercampur lendir dan darah/lendir saja. (Sudaryat Suraatmaja.2005)
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih BAB
dengan perubahan bentuknya yang encer atau cair. (Suriadi, 2001)
Dari bebepara pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk
feses encer dengan frekukensi lebih banyak dari biasanya.
2.1.2 Etiologi
Penyebab diare dibagi dalam beberapa factor yaitu:
a) Infeksi
Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama pada anak yang disebabkan infeksi bakteri (E.
Colli,

Salmonella,Shigella,

Vibrio

dll)

parasit

(protozoa:E.

hystolitica , G. lamblia; cacing:Askaris, trikurus; Jamur :kandida )


melalui fecal oral : makanan , minuman,yang tercemar tinja atau

kontak langsung dengan tinja penderita


Infeksi parenteral yaitu infeksi dari bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan seperti otitis media akut, tonsilofaringitis, infeksi
parasit : cacing,protozoa, jamur.keadaan ini terjadi pada bayi dan

anak umur dibawah 2 tahun.


b) Malabsorsi
Mal absorpsi kalbohidrat, disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa). Pada bayi dan anak-anak yang terpenting dan
tersering adalah intoleransi laktosa.
Mal absorpsi lemak
Mal absorpsi protein
c) Makanan
Makanan basi, baeracun, alergi terhadap makanan
d) Psikologik
Rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang telah besar.
2.1.3 Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1) Berdasarkan lama waktu :
a) Akut : berlangsung < 5 hari
b) Persisten : berlangsung 15-30 hari
c) Kronik : berlangsung > 30 hari
2) Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a) Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer

b) Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit


3) Berdasarkan derajatnya
a) Diare tanpa dihindrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c) Diare dengan dehidrasi berat
4) Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a) Infektif
b) Non infeksif
5) Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a) Organik
b) Fungsional
2.1.4 Manifestasi Klinis
a) Diare.
b) Muntah.
c) Demam.
d) Nyeri Abdomen
e) Membran mukosa mulut dan bibir kering
f) Fontanel Cekung
g) Kehilangan berat badan
h) Tidak nafsu makan
i) Lemah
2.1.5 Patofisiologi
Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare berakibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Penyebab utama gastroenteritis akut
adalah virus (roba virus, adeno virus enterik, norwalk virus serta
parasit (blardia lambia) patogen ini menimbulkan penyakit dengan
menginfeksi sel-sel). Organisme ini menghasilkan enterotoksin atau
kritotoksin yang merusak sel atau melekat pada dinding usus pada
gastroenteritis akut. Usus halus adalah organ yang palilng banyak
terkena.
Gastroenteritis akut ditularkan melalui rute rektal, oral dari orang
ke orang. Beberapa fasilitas perawatan harian yang meningkatkan
resiko gastroenteritas dapat pula merupakan media penularan.
Transpor aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit ka
dalam usus halus. Sel intestinal mengalami iritasi dan meningkatkan
sekresi cairan dan elektrolit, mikroorganisme yang masuk akan
merusak sel mukosa intestinal sehingga akan menurunkan area
permukaan intestinal.
Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorpsi
cairan dan elektrolit. Peradangan dapat mengurangi kemampuan
intestinal mengabsorpsi cairan dan elektrolit hal ini terjadi pada
sindrom mal absorpsi yang meningkatkan motilitas usus intestinal.

Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal


merupakan gangguan dari absorbsi dan sekresi cairan dan elektroli
yang berlebihan. Cairan potasium dan dicarbonat berpindah dari
rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi,
kekurangan elektrolit dapat terjadi asidosis metebolik. (Suriadi,2004:
Infeksi
83)
Makanan
Malabsorbsi
Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa
usus sehingga terjadi produk sekretonik termasuk mukus. Iritasi

Toksin tidak dapat


mikroba
diabsorbsi
juga mempengaruhi
lapisan otot
sehingga
Kuman
terjadi
yg peningkatan
masuk berkembang dlm u
Tekanan Osmotik
meningkat
motiltas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang, karena
waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di colon
berkurang.
Isi rongga usus meningkat

Hiperperistaltik
2.1.6

Toksin dlm dinding usus

Pathway

Kemampuan absorbsi menurun

Hipersekresi air & elektrolit meningka

GASTROENTERITIS

BAB sering dg konsistensi encer

Kulit disekitar anus lecet & iritasi


Cairan yg keluar banyak

Kemerahan & Gatal

Dehidrasi

Inflamasi saluran pencernaan

Agen Pirogenic

Suhu tubuh meningkat

Mual & Muntah

Anoreksia

Resiko Kerusakan Integritas


Kukit
Kekurangan
Volume CairanKetidakseimbangan Nutrisi Kurang dari K
Hiperthermia
5

2.1.7

Komplikasi
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipovolemik
c) Kejang
d) Bakterimia
e) Mal nutrisi
f) Hipoglikemia
g) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

2.1.8

Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Feses
Makroskopis dan mikroskopis.
pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.


Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit
Kultur fese (jika anak dirawat di rumah sakit, pus dalam feses

atau diare yang berkepanjangan), untuk menentukan patogen


Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mukus atau pus

pada feses
2) Pemeriksaan Darah
pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium,
Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan

keseimbangan asama basa.


Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
Darah samar feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih sering

pada gastroenteritis yang berasal dari bakteri)


Hitung darah lengkap dengan diferensial
3) Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan

kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.


Aspirasi duodenum (jika diduga G.lamblia)
4) Uji antigen immunoassay enzim, untuk memastikan adanya
rotavirus
5) Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi;
organisme Shigella keluar melalui urine)
2.1.9

Penatalaksanaan
1) Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB
kurang dari 7 kg jenis makanan :
a) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tak jenuh).
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim).
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan.
3) Obat-obatan
a) Obat anti sekresi : dosis 25 mg /tahun dengan dosis minimum 30
mg. Klorpromazin dosis 0,5 1 mg /kg bb /hari.
b) Obat spasmolitik.
c) Antibiotik (Ngastiyah, 1997).

2.1.10 Konsep Dasar Keperawatan


1) Pengkajian
a) Identitas klien
b) Riwayat keperawatan
Awal serangan : adanya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh

meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.


Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan
turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering,

frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.


c) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
d) Riwayat psikososial keluarga
e) Pola Kesehatan
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih

dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.


Pola Nutrisi : diawali dengan muntah, mual, anoreksia,
menyebutkan penurunan berat pada pasien.

f)

Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya

distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.


Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah

dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,
kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi

cepat dan lemah, pernafasan agak cepat.


g) Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir,
mulut

dan

bibir

kering,

berat

badan

menurun,

anus

kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen
Palpasi : turgor kulit kurang elastis
Auskultasi : terdengarnya bising usus
Pemeriksaan tumbuh kembang
Pemeriksaan penunjang
2) Diagnosa Keperawatan
a) Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
b) Risiko kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
penurunan intake makanan
d) Cemas b/d perubahan status kesehatan

3) Intervensi
DX. Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24
jam terjadi peningkatan
keseimbangan cairan
Kriteria Hasil
: Mempertahankan urine output sesuai dengan
umur
Tanda tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi
Turgor kulit baik
Intervensi
1. Observasi intake dan output cairan
R/ mengetahui adanya dehidrasi pada klien
2. Monitor tanda-tanda vital
R/ mengetahui perkembangan klien lebih lanjut
8

3. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi


R/ mengetahui keadaan dan penanganan lebih lanjut
4. Motivasi keluarga untuk membantu pasien minum
R/ memenuhi kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh
5. Kolaborasi pemberian cairan IV dan anti diare
R/ menggantikan cairan yang terbuang
DX. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
penurunan intake makanan
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24
jam tidak terjadi
kekurangan nutrisi
Kriteria Hasil
: berat badan ideal sesuai dengan usia
tidak ada penurunan berat badan yang berarti
Intervensi
1. Kaji keadaan umum klien
R/ mengetahui keadaan umum klien
2. Monitor adanya mual dan muntah
R/ mual muntah sebagai penyebab nutrisi yang kurang
3. Monitor berat badan klien setiap hari
R/ memantau peningkatan kebutuhan nutisi dalam tubuh
4. Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien
5. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit
R/ diit yang tepat dapat mempercepat penyembuhan klien

2.2 KOLITIS
2.2.1 PENGERTIAN
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi
cytokine

yang

mengganggu

ikatan

antar

sel

epitel

sehingga

menstimulasi sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi


mucus dan mengganggu motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan
kemampuan kolon untuk mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et
al, 1997).
Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi
akut atau kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan
makanan. Kolitis dapat juga disebabkan gangguan aliran darah ke
daerah kolon yang dikenal dengan kolitis iskemik. Adanya penyakit
autoimun dapat menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit
Cohrn. Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa
lapisan dinding kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen.
Selain itu, kolitis dapat disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan

barium enema yang merusak lapisan mukosa kolon, dikenal dengan


kolitis kemikal.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari teori
Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.
a) Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar
dibanding laki-laki. Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun.
Genetik/ familial: Riwayat keluarga dengan kolitis
b) Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas
yang kurang baik. Nutrisi yang buruk
c) Faktor Perilaku: Kegemukan (obesitas). Merokok. Stress / emosi.
Pemakaian laksatif yang berlebihan. Kebiasaan makan makanan
tinggi serat, tinggi gula, alkohol, kafein, kacang, popcorn,
makanan

pedas.

Kurang

kesadaran

untuk

berobat

dini.

Keterlambatan dalam mencari pengobatan. Tidak melakukan


pemeriksaan rutin kesehatan.
d) Faktor Pelayanan Kesehatan: Minimnya pengetahuan petugas
kesehatan. Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai.
Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Kekeliruan dalam
diagnosis dan terapi.

Tidak adanya program yang adekuat

dalam proses skrining awal penyakit.

2.2.2

ETIOLOGI

Kolitis bisa menjalar ke belakang sehingga menyebabkan proktitis.


Penyebab dari kolitis ada beberapa macam antara lain ( Tilley et al,
1997) :
1) Infeksi : Trichuris vulpis, Ancylostoma sp, Entamoeba histolytica,
BaSlantidium coli, Giardia spp, Trichomonas spp, Salmonella spp,
Clostridium

spp,

Campylobacter

Escherichia

coli,

Prototheca,

spp,

Yersinia

Histoplasma

enterolitica,

capsulatum,

dan

Phycomycosis.
2) Faktor familial/genetik
3) Trauma : benda asing, material yang bersifat abrasif.
4) Alergi : protein dari pakan atau bisa juga protein bakteri.

10

5) Polyps rektokolon
6) Intususepsi ileokolon
7) Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic, granulopmatous,
histiocytic
8) Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
9) Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome)

2.2.3

KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis
amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.
2) Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohns
kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik
(simple colitis). Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang
sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitis
amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli
patogen yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare
kronik di Indonesia.

2.2.4

PATOFISIOLOGI

Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat,


demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama
serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah
serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang
air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah
dan berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin
normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air
besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan
sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bias ringan atau malah tidak
muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita
buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum
yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada

11

malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung
nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir
seluruhnya berisi darah dan nanah.
Faktor Genetik & Saluran Cerna
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya
berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari
lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai orang
kaukasia, termasuk
keturunan
Yahudi.
Puncak
Reaksi
Inflamasi
di lapisan
& insidens
dinding adalah
usus pada usia 30-50
tahun. Kolitis ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik
dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15% pasien mengalami
karsinoma kolon.
Kolitis
ulseratif

mempengaruhi
mukosa
superfisisal
kolon
dan
Pembengkakan
dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan
deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai
Ulserasi
akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi
diikuti lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat
mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek dan menebal
akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak.
Lesi pada Mukosa Usus

Infeksi Kuman

Mengeluarkan Toksin
Pembentukan Abses

Abses Pecah

Permeabilitas Usus meningkat


Peningkatan Motititas

Iritasi pada Mukosa


Sekresi Air & Elektrolit
Kemampuan Absorpsi menurun
Nyeri

Diare
Gangguan Metabolisme Air & Elektrolit d

Kehilangan
2.2.5
PATHWAY
Ketidakseimbangan
Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan
Tubuh Cairan & Elektrolit
Isi Rongga Usus menurun

12
Volume Cairan Kurang dari Kebutuhan

Dehidrasi
2.2.6

MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang


air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah
sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:
1.
Anemia
2.
Fatigue/ Kelelahan
3.
Berat badan menurun
4.
Hilangnya nafsu makan
5.
Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6.
Lesi kulit (eritoma nodosum)
7.
Lesi mata (uveitis)
8.
Nyeri sendi
9.
Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
10. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
11. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
12. Perdarahan rektum (anus).
13. Rasa tidak enak di bagian perut.
14. Mendadak perut terasa mulas.

13

15. Kram perut.


16. Sakit pada persendian.
17. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
18. Anoreksia
19. Dorongan untuk defekasi
20. Hipokalsemia
Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis ulseratif
memiliki gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare, mual, dan
kram perut yang parah. Kolitis ulseratif juga dapat menyebabkan masalah seperti
radang sendi, radang mata, penyakit hati, dan osteoporosis. Tidak diketahui
mengapa masalah ini terjadi di luar usus. Para ilmuwan berpikir komplikasi ini
mungkin akibat dari peradangan yang dipicu oleh sistem kekebalan tubuh.
Beberapa masalah ini hilang ketika kolitis diperlakukan.
Presentasi klinis dari kolitis ulserativa tergantung pada sejauh mana proses
penyakit. Pasien biasanya hadir dengan diare bercampur darah dan lendir, dari
onset gradual. Penyakit ini biasanya disertai dengan berbagai derajat nyeri perut,
dari ketidaknyamanan ringan untuk sangat menyakitkan kram.
Kolitis ulseratif berhubungan dengan proses peradangan umum yang
mempengaruhi banyak bagian tubuh. Kadang-kadang terkait ekstra-gejala usus
adalah tanda-tanda awal penyakit, seperti sakit, rematik lutut pada seorang
remaja. Kehadiran penyakit ini tidak dapat dikonfirmasi, namun, sampai awal
manifestasi usus.

2.2.7

KOMPLIKASI
a) Perdarahan parah
b) Terjadi lubang di usus (peforasi usus)
c) Dehidrasi berat
d) Penyakit pada hati (jarang)
e) Batu ginjal
f) Osteoporosis
g) Radang kulit, sendi dan mata
h) Peningkatan risiko kanker usus besar
i) Pembengkakan usus dengan cepat (megakolon toksik)

2.2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Gambaran radiologi
a) Foto polos abdomen
Untuk melihat organ dalam abdomen
Mampu
memperjelas
abnormalitas

(massa,

tumor,

obstruksi/striktura)
Umumnya dilakukan pertama kali ketika mendiagnosis masalah

GI tract.
Tidak memerlukan persiapan khusus

14

Pasien memakai gaun, melepas perhiasan & ikat pingang yang

mungkin mempengaruhi hasil


b) Barium enema
Barium enema atau lower GI series merupakan pemeriksaan X-ray
pada colon.
c) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) adalah suatu pemeriksaan diagnostik non
invasif dengan menggunakan gelombang frekuensi tinggi kedalam
abdomen. Gelombang-gelombang ini dipantulkan kembali dari
permukaan

struktur

organ

sehingga

komputer

dapat

menginterprertasikan densitas jaringan berdasarkan gelombanggelombang tersebut.


d) CT-scan dan MRI
2. Pemeriksaan Endoskopi
Endoskopi temuan di kolitis ulseratif meliputi:
a) Hilangnya penampilan vaskular kolon
b) Eritema (atau kemerahan dari mukosa) dan kerapuhan dari
mukosa
c) Ulserasi yang dangkal, yang mungkin anak sungai, dan
d) Pseudopolyps.
2.2.9

1. Contoh

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

feses

(pemeriksaan

digunakan

dalam diagnosa

awal

dan

selama penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme


usus khususnya entomoeba histolytica.
2. Protosigmoidoskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi
(akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya
dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 35 % bagian ini.
3. Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma.
Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang
disebut abses lapisan bawah.
4.Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan,
meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat
kondisi eksasorbasi.
5.Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding, menunjukkan
obstruksi usus.
6.Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah.

Masa protromlain:

memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan
oleh kekurangan vitamin K.

15

7. ESR: meningkat karena beratnya penyakit Trombosis: dapat terjadi karena


proses penyakit inflamasi.
8. Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.

2.2.10 PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan Medis
a) Terapi Obat obatan
Terapi
obat-obatan.

Obat-obatan

sedatif

dan

antidiare/antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltik sampai


minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. Terapi ini
dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan kosistensi feses pasien
mendekati normal.
Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau sulfisoxazol
(gantrisin) biasanya efektif untuk menangani inflamasi ringan dan
sedang. Antibiotik digunakan untuk infeksi sekunder, terutama untuk
komplikasi purulen seperti abses, perforasi, dan peritonitis. Azulfidin
membantu dalam mencegah kekambuhan. (Brunner & Suddarth, 2002,
hal 1107-1108).
b) Pembedahan
Pembedahan umunya digunakan untuk mengatasi kolitis ulseratif
bila penatalaksaan medikal gagal dan kondisi sulit diatasi, intervensi
bedah biasanya diindikasi untuk kolitis ulseratif. Pembedahan dapat
diindikasikan pada kedua kondisi untuk komplikasi seperti perforasi,
hemoragi, obstruksi megakolon, abses, fistula, dan kondisi sulit
sembuh.(Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007, hal 323-324)
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Masukan diet dan cairan
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori, dan
terapi suplemem vitamin dan pengganti besi diberikan untuk
memenuhui kebutuhan nutrisi. Ketidak- seimbangan cairan dan
elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi
dengan terapi intravena sesuai dengan kebutuhan. Adanya makanan
yang mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapat menimbulkan
diare pada individu intoleran terhadap lactose.Selain itu makanan
dingin dan merokok juga dapat dihindari, karena keduanya dapat
meningkatkan morbilitas usus. Nutrisi parenteral total dapat diberikan.
(Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106-1107).

16

b) Psikoterapi
Ditunjukkan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres
pada pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan upaya
untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung karena
kondisi mereka. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108).

2.2.11 KONSEP ASKEP


1) Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, psikal assessment.
Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
a) Identitas klien.
b) Riwayat keperawatan.

Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh


meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.

Keluhan utama : Feces semakin cair,muntah,bila kehilangan


banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor
kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi
BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

c) Riwayat kesehatan masa lalu. : Riwayat penyakit yang diderita, riwayat


pemberian imunisasi.
d) Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur

17

dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan


bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
e) Kebutuhan dasar.

Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari, BAK sedikit atau jarang.

Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan


penurunan berat badan pasien.

Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi


abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan


adanya nyeri akibat distensi abdomen.

f)

Pemerikasaan fisik.

Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadran composmentis sampai koma,
suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.

Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan
bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.

Pemeriksaan penunjang.

18

Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk


mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2) Diagnosa Keperawatan.
a) Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
b) Gangguan

kebutuhan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan mual dan muntah.


c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
3) Intervensi
a) Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24

jam Devisit cairan dan elektrolit teratasi


Kriteria hasil :
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
Mukosa mulut.
Bibir lembab.
Cairan seimbang.
Intervensi

Observasi tanda-tanda vital.


Observasi tanda-tanda dehidrasi.
Ukur infut dan output cairan ( balanc ccairan ).

19

Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang


banyak kurang lebih 2000 2500 cc per hari.

Kolaborasi

dengan

dokter

dalam

pemberian

therafi

cairan

pemeriksaan lab elektrolit.


Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
b) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24

jam Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi


Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat
Diet habis 1 porsi yang disediakan
Mual dan muntah tidak ada.
Intervensi

Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.


Timbang berat badan klien.
Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.

Lakukan

pemerikasaan

fisik

abdomen

palpasi,perkusi,dan

auskultasi ).
Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

20

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24

jam Nyeri dapat teratasi.


Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang.
Ekspresi wajah tenang.
Intervensi

Observasi tanda-tanda vital.


Kaji tingkat rasa nyeri.
Atur posisi yang nyaman bagi klien.
Beri kompres hangat pada daerah abdomen.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai
indikasi.

21

BAB III
PENUTUP
1.

Kesimpulan
Gastroentritis merupakan suatu

peradangan yang terjadi pada

lambung, usus besar, dan usus halus disebabkan oleh infeksi


makanan yang mengandung bakteri atau virus yang memberikan
gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dengan konsistensi encer
dan kadang-kadang disertai dengan muntah-muntah. Dari biasanya
yang disebabkan oleh bakteri,virus Norwalk dan parasit yang patogen.
Dan ditandai oleh infiltrasi mukosa usus halus oleh eosinofil, dengan
edema tetapi tanpa vaskulitis dan oleh eosinofilia darah tepi.
2. Saran
Untuk Perawat
Sebaiknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus lebih
memperhatikan faktor penyebab maupun faktor pencetus dari penyakit
yang diderita anak dan memberikan pendidikan kesehatan pada orang
tua klien dan klien agar masalah yang menyebabkan klien dirawat dapat
diatasi sehingga tidak terjadi perawatan yang berulang

22

DAFTAR PUSTAKA

Betz,

Cecily

Lynn.

Keperawatan

Pediatri.

Jakarta:

EGC,

2009.

Doengoes, E Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta;


EGC.
Ngastiyah,

2005.

Perawatan

Anak

Sakit.

Jakarta;

EGC.

Nursalam Dr. et. Al. 2005 Asuhann Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi I Jakarta :
Salemba Medika.
Smeltzer C Suzanne, Brenda G Bare, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta; EGC.
Sudoyo, W. Aru, dkk., Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 Edisi IV, Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta; EGC

23

Anda mungkin juga menyukai