DISUSUN OLEH :
MIFTAHUL JANNAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi
urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh
ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies
yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh
melalui uretra.
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea),
garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah
atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika
molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui
molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan
berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh.
Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang
dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes adalah suatu penyakit
yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung
gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan
dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini
berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing
yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal
dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan
hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu
merupakan zat yang steril .Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak
menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi
akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat.
2
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi
volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran
urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas,
urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan eliminasi uine?
2. Apa saja etiologi dari eliminasi urine?
3. Apa saja manifestasi klinis dari eliminasi urine?
4. Apa saja faktor –faktor yang mempengaruhi eliminasi urine?
5. Bagaimana patofisiologi dari eliminasi urine?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dengan gangguan eliminasi urine?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan eliminasi uine
2. Untuk mengetahui Apa saja etiologi dari eliminasi urine
3. Untuk mengetahui Apa saja manifestasi klinis dari eliminasi urine
4. Untuk mengetahui untuk mengetahui Apa saja faktor –faktor yang mempengaruhi
eliminasi urine
5. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi dari eliminasi urine
6. Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan dengan gangguan eliminasi urine
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Eliminasi adalah proses pembungan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). (Mubarak, 2015).
4
2.3 Klasifikasi Eliminasi Urine
a. Konsep dasar
BAK / MIKSI adalah suatu proses pengosongan kandung kencing.
Gangguan pemenuhankebutuhaneliminasiBAKadalah Suatu keadaan dimana
terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan eliminasi
BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal. Eliminasi urine
normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung
pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan
uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter
mengalirkan urine kebladder. Dalam bladder ditampung sampai mencapai batas
tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
b. Refleks Miksi
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sakral 2 (S-2) dan sakral 3 (S-3).
Saraf sensorik dari kandung kemih dikirimkan ke medula spinalis bagian sakral
2 sampai dengan sakral 4 kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan
saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal kepada otot kandung kemih
(destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna
relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah kontrol kesadaran akan berperan.
Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot abdominal
berkontraksi bersama meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih
dari 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine residu.
c. Pola eliminasi urine normal
Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari sekitar
5 kali.
d. Karakteristik urine normal
Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen
urochrome. Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan,
keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi lebih pekat dan kecoklatan,
penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat besi maka
urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman.
5
2.4 Faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urine
6
Intravenus pyelogram di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur
untuk mengurangi output urine. Cystocospy dapat menimbulkan edema lokal pada
uretra, spasme pada spinter bladder sehingga dapat menimbulkan urine.
2.5 Gejala klinis
Tanda dan gejala gangguan eliminasi urin menurut SDKI (2016):
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif : Disuria/anuria, distensi kandung kemih
b. Gejala dan tanda minor
Subjektif : Dribbling
Objektif : Inkontinensia berlebih, residu urin 150 ml atau lebih
2.6 Patofisiologis
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada
pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.
Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya
fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek
traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera
medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf
termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan
cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal
merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah
tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen
medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan
refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi
berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi
refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal
senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda
gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi
ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
7
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot
detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak.
Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral
spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
2.7 Masalah Pada Pola Berkemih
1. Perubahan eliminasi urine
Meskipun produksi urine normal,ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
memengaruhi eliminasi urine. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola
eliminasi urine akibat kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi,
enuresis, frekuensi, urgensi, dan disuria.
a. Inkontinensia urine.
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan berkemih tidak
mampu dikontrol oleh sfingter eksternal. Sifatmya bisa menyeluruh
(inkontinensia parsial).
Ada dua jenis inkontinensia, yakni inkontinensia stres dan inkontinensia
urgensi.
a) Inkontinensia stres. Inkontinensia stres terjadi saat tekanan
intraabdomen meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih.
Kondisi ini biasanya terjadi ketika seseorang batuk atau tertawa.
Penyebabnya antara lain peningkatan tekanan intraabdomen, perubahan
degeneratif terkait usia, dan lain – lain.
8
b) Inkontinensia urgensi. Inkontinensia urgensi terjadi saat klien
mengalami pengeluaran urine involunter karena desakan yang kuat dan
tiba – tiba untuk berkemih. Penyebabnya antara lain infeksi saluran
kemih bagian bawah, spasme kandung kemih, overdistensi, penurunan
kapasitas kandung kemih, peningkatan konsumsi kafein atau alkohol,
serta peningkatkan konsentrasi urine (Taylor,1989).
b. Retensi urine.
Retensi urine adalah kondisi tertahannya urine di kandung kemih
akibat terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga kandung
kemih menjadi regang. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh obstuksi
(Misal : hipertrofi prostat), pembedahan, otot sfingter yang kuat, peningkatan
tekanan uretra akibat otot detrusor yang lemah.
c. Enuresis (mengompol).
Enuresis adalah peristiwa berkemih yang tidak disadari pada anak yang
usianya melampaui batas usia normal kontrol kandung kemih seharusnya
tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi pada anak – anak di malam hari
(enuresis nokturnal ). Faktor penyebabnya antara lain kapasitas kandung
kemih yang kurang dari normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan
yang banyak mengandung garam dan mineral, takut keluar malam, dan
gangguan pola miksi.
d. Sering berkemih (frekuensi).
Sering berkemih (frekuensi) adalaah meningkatnya frekuensi
berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini biasanya
terjadi pada wanita hamil (tekanan rahim pada kandung kemih), kondisi stres,
dan infeksi saluran kemih.
e. Urgensi.
Urgensi adalah perasaan yang sangat kuat untuk berkemih. Ini biasa
terjadi pada anak – anak karena kemampuan kontrol sfingter mereka yang
lemah. Gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis dan
iritasi uretra.
f. Disuria.
Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya
terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma kandung
kemih.
9
2.8 Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1. Warna (jernih kekuningan)
2. Kejernihan (jernih)
3. Bau (beraroma)
4. pH (4,6-8,0)
5. Berat jenis (1,010-1,030)
6. Glukosa (kondisi normal tidak ada)
7. Keton (kondisi normal tidak ada). (Potter & Perry, 2005)
8. Kultur urine (N: kuman patogen negatif). (Tarwoto & Martonah, 2010).
2.9 Penatalaksanaan Medis
Kebutuhan eliminasi urine :
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara pengambilan urine antara lain: pengambilan urine biasa, pengambilan
urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
1) Pengambilan urine biasa
2) Pengambilan urine steril
3) Pengambilan urine selama 24 jam
b. Menggunakan Urinal Untuk Berkemih
c. Melakukan Kateterisasi
d. Memasang Kondom Kateter
c. Pembedahan ( A. Aziz Alimul Hidayat, 2004)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian keperawatan
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
pasien biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien
biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas pada uretra sewatu kencing
10
dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapublik.
Dan biasany jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya
sakit kepala, demam, malaise ,mual, muntah, menggigil, rasa tidak enak
klien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien
biasanya berupa sakit dan rasa rasa panas di uretra sewaktu kencing
dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapublik.
Dan biasany jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya
saluran kemih dan memberi petunjuk berapa lama infeksi sudah di alami
klien. Biasanya klien dengan ISK pada waktu dahulu pernah mengalami
atau batu saluran kemih , atau memiliki riwayat penyakit DM. Dan
11
1) Apakah pasien pernah menjalani tindakan bedah yang dapat
mengganggu pola berkemihnya?
2) Apakah pasien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi sistem
urogenetalnya?
2. Pola nutrisi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola nutrisi kaji
pasien mengenai:
1. Pola makan
a. Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
b. Apakah klien bergantung pada obat-obatan yang dapat
mempengaruhi pola berkemihnya?
2. Pola minum
a. Berapakah frekuensi minum pasien selama sakit?
b. Apakah minuman yang biasa dikonsumsi pasien?
c. Adakah pantangan minuman selama pasien sakit? Jika ada, apa
pengaruhnya bagi kesehatan pasien?
3. Pola eliminasi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola eliminasi
kaji pasien mengenai:
1) Pola berkemih
a. Berapakah frekuensi urine pasien dalam sekali berkemih?
Kemudian berapakah frekuensi urin dalam 24 jam?
b. Kapan saja pasien berkemih dalam 24 jam?
c. Bagaimana keluarnya urin saat berkemih? Apakah lancar atau
tersedat-sedat?
d. Bagaimana warna urin saat pasien berkemih? Apakah keruh
atau kuning bening?
4. Aktivitas dan Latihan
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola aktivitas
dan latihan kaji pasien mengenai:
1) Aktivitas sehari-hari
a. Apakah kegiatan yang paling sering lakukan dalam
kesehariannya? Jika pasien sudah bekerja, jenis pekerjaan
12
apakah itu? Apakah pasien bekerja didalam atau diluar
ruangan?
2) Olah raga
a. Apakah pasien biasa melakukan kegiatan olah raga? Jika iya,
jenis olah raga apa yang dilakukan pasien?
5. Tidur dan Istirahat
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji
pasien mengenai:
1) Pola tidur
Bagaimanakah pola tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan pukul berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa
pasien tidur saat malam hari? Apakah pasien terbangun di malam
hari karena keinginan berkemih?
2) Frekuensi tidur
Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan berapa lama pasien tidur malam?
3) Intensitas tidur
a. Apakah pasien mengalami pola tidur NREM (Non-Rapid Eye
Movement)? Ataukah pasien mengalami pola tidur REM
(Rapid Eye Movement)?
6. Sensori, Presepsi dan Kognitif
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, pola ini akan mengkaji
pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami nyeri saat berkemih? Jika iya, apakah
nyeri yang dirasakan pasien mempengaruhi pola berkemih?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
P (provoking atau pemacu) :factor yang memperparah atau
meringankan nyeri
Q (quality atau kualitas) :kualitas nyeri (misalnya,
tumpul, tajam, merobek)
R (region atau daerah) :daerah penjalaran nyeri
S (severity atau keganasan) : intensitasnya
T (time atau waktu) :serangan, lamanya, frekuensi,
dan sebab
13
7. Konsep diri
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, dalam pola ini kaji
pasien mengenai:
1) Body image/gambaran diri
2) Role/peran
3) Identity/identitas diri
4) Self esteem/harga diri
5) Self ideals/ideal diri (tidak menjadi focus pengkajian)
8. Seksual dan Repruduksi
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian
9. Pola Peran Hubungan
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pola peran hubungan
pasien mengenai:
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain?
10. Manajemen Koping Setress
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji
pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami stress yang berkepanjangan atau
singkat?
2) Tetapkan stress apa yang dialami pasien serta bagaimana pasien
menerimanya?
3) Koping apa yang pasien gunakan dalam menghadapi stress?
4) Bagaimana respon pasien terhadap stress? Positif atau negatif?
11. Nilai Dan Keyakinan
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pola ini
menggambarkan bagaimana keyakinan serta spiritual klien terhadap
penyakitnya
14
3.2 Analisa Data
DO:
1. Distensi kantung
kemih
2. Berkemih tidak
tuntas
3. Volume residu urin
meningkat
DO: -
15
1. Termoregulasi tidak efektif b/d iritasi kandung kemih
2. Inkontinensia urin berlanjut b/d neuropatik arkus refleks
4.5 Intervensi
Terapeutik
4. Catat waktu-
waktu haluaran
berkemih
5. Batasi asupan
cairan jika perlu
6. Ambil sampel
urine tengah
Edukasi
16
11. Ajarkan terapi
modalitas
penguatan otot-
otot
panggul/berkemih
12. Ajarkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
13. Ajarkan
mengurangi
minum menjelang
tidur
kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uteri
2. Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
keperawatan selama ....x 24 jam penyebap
diharapkan kontinensia urine membaik inkontinensia urin
dengan kriteria hasil 2. Identifikasi
1. Nokturia menurun perasaan dan
2. Residu volume urin setelah persepsi pasien
berkemih menurun terhadap
3. Distensi kandung kemih inkontinensia urin
menurun yang dialaminya
3. Monitor keefektifan
obat
4. Monitor kenbiasaan
BAK
Terapeutik
1. Bersihkan genital
dan kulit secara
rutin
2. Berikan pujian atas
keberhasilan
mencegah
inkontinensia
3. Buat jadwal untuk
mengkonsumsi
obat-obat
Edukasi
1. Jelaskan definisi
inkontinensia
penyebap
inkontinensia urin
17
2. Jelaskan program
penanganan
inkontinensia urin
3. Jelaskan jenis
pakaian dan
lingkungan yang
mendukung proses
berkemih
4. Anjurkan
memebatasi
konsumsi cairan 2-3
jam menjelang tidur
5. Anjurkan
menghindari kopi,
minuman,bersoda
teh dan coklat
6. Anjurkan konsumsi
buah dan sayur
untuk menghindari
konstipasi
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli
inkontinensia jika
perlu
4.6 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon,1994, dalam Potter & Perry,1997).
4.7 Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan .(Ali, 2009)
18
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (Kebutuhan
Buang Air Kecil/BAK) dan eliminasi feses (Kebutuhan Buang Air Besar/BAB).
Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra.
Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih
merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk
berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi
4.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan feses dalam
kehidupan kita sehari-hari. Serta selalalu menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya
urine dan feses.
19
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Mubarak, W.I. Indrawati, Lilis Susanto, J. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
20
21