PEMBAHASAN
2
mengenai keseluruhan. Perbedaan yang tidak sedikit tentang hadis yang mereka
riwayatkan masih dapat didamaikan. Tapi jika perbedaan terlampau jauh dan tidak
sesuai dengan hadis yang mereka riwayatkan, maka kecermatanya masih
diragukan.
Allah akan menghargai orang yang bersikap cermat dalam periwayatan
hadis, merekalah orang yang pandai dan bijaksana, mereka hanya mau mengutip
hadis shahih saja. Hadis shahih diketahui bukan hanya dari riwayatnya saja tapi
juga melalui pemahaman dan penghafal dan banyak mendengar.
4. Adil
Perawi yang adil ialah yang bersikap konsisten dan berkomitmen tinggi
pada urusan agama, yang bebas dari setiap kefasikan dan dari hal-hal yang merusak
kepribadian, Al-khatib al-Baghdadi memberikan definisi adil sebagai
berikut: ”yang tahu melaksanakan kewajibannya dan segala yang diperintahkan
kepadanya- dapat menjaga diri dari larangan-larangan, menjauhi dari kejahatan,
mengutamakan kebenaran dan kewajiban dalam segala tindakan dan pergaulannya,
serta menjaga perkataan yang bisa merugikan agama dan merusak kepribadian.
Barang siapa dapat menjaga dan mempertahankan sifat-sifat tersebut maka ia dapat
disebut bersikap adil bagi agamanya dan hadisnya diakui kejujurannya”.
Para ulama membedakan adilnya seorang rawi dan bersihnya seorang saksi.
Jika masalah kebersihan, baru dapat diterima dengan penyaksian dua saksi. Saksi
ini baik laki laki maupun saksi perempuan, orang merdeka atau berstatus budak,
dengan persyaratan dapat adil terhadap dirinya sendiri.
3
C. Periwayatan Hadits Secara Lafadz Dan Ma’na
- Periwayatan Hadits Secara Lafadz
Tercatat dalam sejarah, bahwa para sahabat nabi adalah orang yang sangat
berhati-hati dan ketat dalam periwayatan hadis. Mereka tidak mau meriwayatkan
sebuah hadis hingga yakin betul teks serat huruf demi huruf yang akan
disampaikan itu sama dengan yang mereka terima dari Nabi Muhammad SAW.
Sebagian sahabat ada yang jika ditanya tentang sebuah hadis merasa lebih
senang jika sahabat lain yang menjawabnya. Hal demikian agar ia terhindar dari
kesalahan periwayatan. Menurut mereka, apabila hadis yang diriwayatkan itu tidak
sesuai dengan redaksi yang diterima, mereka telah melakukan perbuatan
dosa, seolah-olah telah melakukan pendustaan terhadap nabi Muhammad SAW.
Kekhawatiran tersebut karena didorong oleh rasa keimanan mereka yang kuat
kepada Nabi Muhammad SAW[10].
4
Periwayatan hadis dengan makna tidak diperbolehkan kecuali jika perawi
lupa akan lafaz tapi ingat akan makna, maka ia boleh meriwayatkan hadis dengan
makna[12].
Sedangkan periwayatan hadis dengan makna menurut Luis Ma’luf adalah
proses penyampaian hadis-hadis Rasulullah SAW dengan mengemukakan makna
atau maksud yang dikandung oleh lafaz karena kata makna mengandung arti
maksud dari sesuatu[13].
Menukil atau meriwayatkan hadis secara makna ini hanya diperbolehkan
ketika hadis-hadis belum terkodifikasi. Adapun hadis-hadis yang sudah terhimpun
dan dibukukan dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan
merubahnya dengan lafaz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.
Dengan kata lain bahwa perbedaan sehubungan dengan periwayatan hadis
dengan makna itu hanya terjadi pada masa periwayatan dan sebelum masa
pembukuan hadis. Setelah hadis dibukukan dalam berbagai kitab, maka perbedaan
pendapat itu telah hilang dan periwayatan hadis harus mengikuti lafaz yang tertulis
dalam kitab-kitab itu, karena tidak perlu lagi menerima hadis dengan makna[14].