Anda di halaman 1dari 9

PERTEMUA IV

MENGENAL KEPERCAYAAN DAN AGAMA YANG ADA DI INDONESIA

A. KEPERCAYAAN MASYARAKAT INDONESIA


Kepercayaan masyarakat di Indonesia tidak terlepas dari kepercayaan asli masyarakat nenek
moyang yang bergeser menjadi ragam keagamaan di Indonesia. Pada umumnya kepercayaan asli
masyarakat Indonesia merupakan bentuk kerohanian khas mistis dan metafisik yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kepercayaan asli sering disebut dengan istilah religi. Kepercayaan
manusia tidak terbatas pada dirinya sendiri saja, tetapi akan terpangaruh pada benda-benda dan
tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitarnya. kepercayaan adalah sikap menganggap sesuatu sebagai
benar adanya. Dengan demikian, suatu kepercayaan merupakan ungkapan batin manusia akan
adanya sesuatu yang rohaniah. Dalam konteks ini, kepercayaan merupakan suatu pengakuan batin
mengenai adanya sesuatu, baik itu zat maupun roh, yang melampaui manusia sebagai seorang
pribadi. Keyakinan tersebut menimbulkan kesadaran manusia terhadap adanya makhluk halus atau
roh yang berbau mistik dan metafisik, yang dipercaya dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan.
Jika diperhatikan, lukisan-lukisan yang terdapat di berbagai lapisan daerah dan di gua-gua
yang ada di Indonesia tidak hanya mempunyai nilai estetika, tetapi juga mengandung makna etika
magis. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah
memiliki arti kekuatan atau perlindungan dari roh-roh yang erat sekali dengan mistis dan metafisik.
Kepercayaan dimaksudkan adalah keyakinan yang dianut umat sebelum datang agama-
agama yang sudah ada dan populer didunia ini. Namun demikian bukan tidak ada keyakinan dari
berbagai macam bawaan masing-masing daerah dan suku tersebut masih dipegang oleh sebagian
kecil masyarakat. Walaupun peradaban (civilization) dan budaya kehidupan sekarang sudah sangat
maju, modern yang memasuki gelobalisasi yang melenial dan agama-agama sudah jelas
identitasnya, namun kepercayaan sebagai peninggalan masyarakat primitif masih sangat banyak.
Pada prinsipnya ada tiga pola yaitu : pertama Animsime, kedua Dinamisme dan yang ketiga Aliran
Kebatinan.

1. ANIMISME
Animisme berasal dari kata anima, dari bahasa Latin ‘Animus’ dan bahasa Yunani
‘Avepos’, dalam bahasa Sansekerta disebut ‘Prana’, dalam bahasa Ibrani disebut ‘Ruah’ yang artinya
‘napas’ atau jiwa. Ia adalah ajaran atau doktrin tentang realitas jiwa.
Menurut Taylor, Animisme adalah perlambangan dari suatu jiwa atau roh pada beberapa
mahluk hidup dan objek bernyawa lainnya. Segala sesuatu hidup karena nyawa, roh atau jiwa, baik
aktif maupun tidak aktif. Masyarakat Kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya
menampilkan niai-nilai sosial politik dan ketuhanan, dalam bentuk kerajaan mengadakan kenduri
serta sedekah kepada para berahmana.
Kehidupan dan mahluk halus dapat dipisahkan dari tubuh dan jasad. Hidup itu sendiri dapat
pergi meninggalkan jasad seperti halnya pada waktu manusia pingsan, tidak sadar atau mati. Juga
mahluk halus tadi dapat menampakkan diri kepada manusia dari jarak jauh.
Para ahli filsafat di zaman itu memadukan antara hidup dan mahluk halus tsb, sampai pada
suatu konsep yang sangat terkenal yang dapat dideskripsikan sebagai suatu jiwa atau roh yang
merupakan mahluk seperti hantu atau setan yang sewaktu-waktu muncul dgn tiba-tiba pada orang
tertentu. Taylor menambahkan bahwa menurut mereka mahluk halus tadi dapat me-masuki tubuh
manusia, menguasainya dan dapat pula merasuk kedalam tu-buh binatang-binatang seperti burung,
reptil dan juga dapat berada pada tumbuhan dan lainnya.
Kepercayaan pada roh biasanya termasuk rasa kebutuhan akan suatu bentuk komunikasi
dengan roh, baik dalam bentuk pemujaan kepada roh individual dan kelompok untuk menyangkal
kejahatan, musibah dan menjamin keselamatan
Pada umumnya keyakinan masyarakat primitif mempercayai dua bentuk konsep tentang
jiwa-jiwa dan roh-roh yang sangat mempangaruhi kehidupan manusia, yaitu: Adanya jiwa pada
segala mahluk yang terus menerus berada pada mahluk tersebut walaupun tubuhnya telah mati.
Didalam alam ini diyakini banyak sekali roh-roh yang berpangkat dari yang rendah sampai
yang tinggi yang memiliki kehendak-kehendak yang dapat mempangaruhi kehidupan manusia itu
sendiri. Seperti dalam animisme terdapat suatu susunan keagamaan dengan suatu rangkaian upacara-
upacara dan bentuk-bentuk sesembahan yang melukiskan adanya mahluk halus, roh dan jiwa yang
mempunyai keinginan dan kehendak. Juga terdapat adanya daya kekuatan yang bekerja dalam
manusia karena keinginan dan kehendak tadi, juga terdapat kepercayaan bahwa mahluk halus tsb ada
disekitar manusia baik dihutan, dipepohonan, digunung dan lainnya dan kadang-kadang bersikap
baik terhadap manusia dan sebaliknya, sehingga manusia dikuasai rasa takut. Roh tadi bersifat super
manusiawi yang sangat menentukan kehidupan manusia.
Dari penjelasan diatas, kepercayaan masyarakat primitif, khususnya Animisme telah
memahami adanya roh halus/jiwa dalam diri mereka, walaupun manusia itu sudah mati roh/ jiwa
tersebut tetap ada pada tubuh mereka. Kepercayaan pada roh biasanya termasuk rasa kebutuhan akan
suatu bentuk komunikasi dengan roh, baik dalam bentuk pemujaan kepada roh individual dan
kelompok untuk menyangkal kejahatan, musibah dan menjamin keselamatan.
Mereka juga meyakini bahwa roh leluhurnya dapat melindungi dan menye-lamatkan
kehidupan generasi sesudahnya dari berbagai ancaman dan musi-bah yang mereka hadapi. Disisi lain
mereka juga meyakini bahwa di alam sekitarnya sangat banyak roh halus yang kadang bersifat baik
maupun tidak.
Dalam konsep pemikiran masyarakat primitif belum sampai kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, kalaupun ada pengakuan tentang Tuhan, hanya
terbatas pada kepercayaan dan keyakinan terhadap roh-roh halus yang meraka anggap sebagai Dewa.
Mereka meyakini bahwa yang melahirkan mereka adalah para leluhurnya, ma-ka penghormatan serta
pemujaan terutama ditujukan kepada leluhurnya dengan berbagai upacara dan persembahan tertentu
secara sakral. Demi-kian juga mereka memberikan penghormatan pada tempat tertentu yang di-
anggap dihuni oleh roh-roh halus tsb untuk dapat melindungi dan mense-jahterakan mereka.
Kepercayaan Animisme timbul berdasarkan penalaran manusia atas segala fenomena alam
dan experience (pengalaman) hidupnya, sehingga belum dapat disebutkan sebagai agama. Hanya
merupakan hasil budi daya mereka sehingga masuk unsur kebudayaan.
Secara definisi : Animisme adalah kepercayaan masyarakat primitif atas keyakinannya
bahwa setiap mahluk hidup memiliki jiwa dan roh yang selalu menetap pada jasadnya, dan bahwa
disekitarnya terdapat mahluk halus yang dapat mempangaruhi dan mengganggu manusia. Dialam
animisme terdapat masyrakat yang memiliki kepercayaan dengan yang disebut totem dan tabu.
Animisme pada masyarakat yang memiliki kepercayaan terhadap otem dan tabu ini
meyakini adanya hubungan kekerabatan atau pertalian kekeluargaan terhadap hewan-hewan tertentu,
dian-taranya ada yang menganggap bahwa nenek moyang mereka berasal dari binatang, sehingga
ada hubungan roh mereka dengan roh dan jiwa binatang tertentu seperti, singa, harimau, elang,
beruang dll. Mereka juga percaya bahwa roh binatang tersebut dapat menolong, melindungi ataupun
menyelamatkan mereka dari bahaya tertentu. Keyakinan demikian pada masyarakat Animisme
disebut Totemisme. Istilah Totem berasal dari suku Indian Ajibwa Utara “Ototemen”.
Istilah “Tabu” adalah berupa pantangan ataupun larangan sebagai pedoman pada
masyarakat primitif agar selalu selamat, terhindar dari bahaya agar kehidupan mereka selalu
sejahtera. Apabila Tabu tersebut dilanggar akan dapat menimbulkan bencana bagi mereka.
Di Indonesia sendiri masih ada terdapat penganut animisme hingga saat ini. Pada
kepercayaan animisme menganggap bahwa “enek moyang yang telah mati hanya badannya yang
hilang, adapun roh atau semangatnya masih tetap ada di sekeliling kita dan tempat tinggalnya yang
tertinggi dan mulia ialah kahyangan”. Hyang (Puyang) artinya adalah roh atau nenek moyang Sistem
kepercayaan animisme di Indonesia pada umumnya banyak di jumpai di provinsi Kalimantan Barat,
tepatnya tempat suku Dayak berada. Suku Dayak adalah salah satu suku yang masih memegang erat
dengan roh-roh nenek moyang yang ada. Prinsip kepercayaan animisme sendiri mempercayai bahwa
setiap benda di bumi ini, pohon, goa, batu besar, dan benda lainnya itu memiliki nyawa dan hidup
(abstrak) yang metafisik, namun mereka mempercayai kehidupan mereka tidak mengganggu
manusia, justru membantu manusia dari roh jahat.
Kepercayaan animism juga mempercayai bahwa roh orang yang telah meninggal bisa
merasuki hewan hidup dan pohon. Jika orang yang mati tersebut memiliki dendam kepada seseorang
maka, roh orang tersebut akan merasuki hewan, guna untuk membalas dendam kepada orang-orang
yang menyakiti hatinya selama masa hidupnya.

1.1. Ritual Animisme


Negara Indonesia sangat terkenal dengan berbagai macam upacara ritual, entah upacara
keagamaan, upacara kebudayaan, dan banyak jenis lainnya. Salah satu ritual adalah ritual melakukan
persembahan dan berdoa di tempat yang di anggap keramat (Ini merupakan kepercayaan dan
kebudayaan animisme di mana mereka menganggap tempat tersebut merupakan tempat yang roh
yang dapat menjawab keinginan mereka), selain itu adanya upacara yang sering di lakukan untuk
memandikan dan memberi bunga, keris, tombak, dan kirap pusaka lainnya.
Terlepas dari percaya atau tidaknya akan ritual ini, tetap saja masih melakukannya. Benda
yang di anggap suci dan memiliki kekuatan gaib. (Ini adalah ciri kedua dari animisme, menyembah
dan mempercayai pada benda-benda pusaka.

2. DINAMISME
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dinamos’ (dynamic) yang diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia sebagai kekuatan, kekuasaan atau khasiat dan dapat juga diartikan dengan
daya. Di Yunani terdapat kepercayaan bahwa arwah leluhur tinggal di makam dan memiliki
kekuasaan atas baik dan buruk, sakit dan mati. Karena itu genos dalam masyarakat yunani sering
memiliki suatu status kepahlawanan yang di muliakan dan di sembah. Di mesir mempunyai
kepercayaan yang sama dengan di yunani.
Dalam ensiklopedi umum disebutkan bahwa Dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan
primitif pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu ke Indonesia (termasuk Polinesia dan
Melanesia), yang menyatakan bahwa dasar-nya adalah percaya adanya kekuatan yang maha ada
(kekuatan bathin) yang berada dimana-mana. Kekuatan bathin ini biasanya disebut Mana (dalam
bahasa Indonesia disebut Tuah).
Dinamisme disebut juga Preanimisme, yang mengajarkan bahwa setiap benda mempunyai
Mana. Lebih lanjut dikatakan bahwa Dinamisme adalah sebagai kepercayaan kepada suatu daya
kekuatan atau kekuasaan yang dianggap halus, maupun yang berjasad yang dimiliki benda, binatang
dan manusia.
Dari uraian diatas diketahui bahwa Dinamisme terbatas pada suatu keyakinan masyarakat
primitif terhadap adanya daya, kekuatan, kekuasaan yang bebas yang dapat dimiliki oleh manusia,
hewan, tumbuhan dan benda-benda alam lainnya. Kekuatan tersebut dapat bersifat positif maupun
negatif yang berpangaruh pada kehidupan manusia maupun masyarakat tertentu.
Bila dikaitkan dengan faham Animisme, maka Dinamisme adalah suatu keyakinan
praanimisme yang berkaitan dengan jiwa atau roh yang memiliki energi metafisika yang sakti
(memiliki daya, kekuatan, kekuasaan yang super natural).
Dengan keyakinan ini maka penganut Animisme dan Dinamisme mengadakan upacara-
upacara berupa persembahan ataupun ritual tertentu yang bersifat sakral. Kepercayaan dan keyakinan
tersebut pada perkembangannya kemudian menyembah bermacam Dewa sebagai Tuhan mereka.
R.H. Corrington dalam bukunya The Melanesians (1981) mengatakan bahwa Mana adalah
sebagai kekuatan supernatural atau supernatural power. Supernatural adalah suatu alam ghaib yang
suci tempat berada kekuatan-kekuatan yang telah dikenal manusia didalam alam sekitarnya dan yang
dihadapi oleh manusia dengan suatu rasa keagamaan. Juga dikatakan, bahwa Mana adalah suatu
kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatan yang sama sekali berbeda dengan kekuatan fisik,
sesuatu kekuatan yang menonjol, menyimpang dari biasa, luar biasa.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah mempunyai kepercayaan asli yaitu Dinamisme
“mereka percaya bahwa segala sesuatu ada rohnya atau semangatnya”. Sedangkan Animisme “nenek
moyang yang telah mati hanya badannya yang hilang, adapun roh atau semangatnya masih tetap ada
di sekeliling kita dan tempat tinggalnya yang tertinggi dan mulia ialah kahyangan”. Hyang (Puyang)
artinya adalah roh atau nenek moyang.
Mana dalam kepercayaan Dinamisme pada teknis serta pengembangannya dikenal beberapa
istilah seperti Fetish, Mag/Magis, dukun, syaman dan lain-lain.
Pemahaman serba roh dalam penjelasan yang berkaitan dengan Animisme dan Dinamisme
tidak dapat disamakan dengan istilah Roh yang khusus pada manusia menurut ajaran Agama
Samawi. Dalam Alquran dijelaskan bahwa roh yang diberikan Tuhan khusus kepada mahluk
manusia (Adam anak cucu keturunannya). Jadi tidak sama dengan nyawa binatang, atau mahluk
halus lainnya.
Prof. Kamil Kartapraja berpendapat bahwa selain kepada roh-roh yang telah meninggal
dunia, kebanyakan rakyat Indonesia percaya pula kepada dewa-dewa dan mahluk halus yang bukan
berasal dari manusia. Dewa-dewa dan mahluk halus itu yang dianggap menyebabkan terjadinya
bencana alam dan kecelakaan-kecelakaan, seperti tanah longsor atau gempa bumi, gunung meletus
dan sebagainya. Dewa-dewa dan mahluk halus itu sesekali menyu-sahkan manusia pada
kehidupannya sehari-hari. Bila demikian manusia menyerahkan urusan dewa-dewa dan mahluk halus
tersebut kepada dukun-dukun, yang kemudian terus berkembang dan mereka bersikap sedemikian
rupa dengan penuh rahasia.
Penyembah berhala di Indonesia mengenal dewa tertinggi yang sering dise-but dengan
menggunakan nama asing, seperti nama Batara Guru terdapat dalam bentuk yang berlainan pada
orang Batak, Bugis dan Filipina, sebutan Malaka pada orang Dayak dan Latahala di Buru yang
didalam bahasa Arab adalah Allah ta’ala.
Kepercayaan dewa tertinggi ini berasal dari bahasa Indonesia yang disebut Hyiang yang
memiliki kekuatan cipta dan pemeliharaan ciptaannya yang maksudnya adalah bahwa ia akan
menghukum orang yang menentang per-buatannya. Dalam konteks ini, kepercayaan merupakan
suatu pengakuan batin mengenai adanya sesuatu, baik itu zat maupun roh, yang melampaui manusia
sebagai seorang pribadi.
Penciptaan manusia kebanyakan berupa dongeng-dongeng tidak langsung dari padaNya,
seperti manusia keluar dari bambu dan rotan atau diturunkan dari langit.
Selain melalui dukun, para dewa menghubungi manusia melalui utusannya berupa binatang-
binatang atau burung-burung untuk memperingatkan ma-nusia atau memberikan pertolongan.
Ada golongan dewa yang tinggal diantara langit dan bumi namanya Sang-hyang. Semua
dewa tinggal diatas bumi, dilangit, di gunung-gunung yang tinggi. Penghormatan istimewa juga
diberikan kepada dewa-dewa digunung maupun dilautan, yang kepada mereka diberikan korban
manusia.
Diantara para dewa ada yang hingga sekarang dihormati ialah dewi (dewa perempuan) yang
menjaga lautan selatan pulau jawa, yang namanya Nyai Ratu Loro Kidul. Meskipun penduduk pantai
selatan sudah menganut agama Islam, namun Nyai Ratu Loro Kidul masih sangat ditakuti oleh
rakyat setempat, banyak orang mempunyai keyakinan bahwa Nyai Ratu Loro Kidul kaya raya dan
suka memberi kepada manusia, bila sesudah ia mati mau jadi pengikutnya.
Mahluk-mahluk halus yang derajatnya lebih rendah, tinggal dipohon-pohon atau tempat
yang lain. Mereka sering mengganggu manusia sehingga men-jadi sakit. Itulah sebabnya orang
memuliakan pohon-pohon besar. Kepercayaan-kepercayaan, yang terdiri dari syahadat-syahadat dan
mitos-mitos dan pengalaman-pengalaman yang terdiri dari upacara-upacara keagamaan dan
peribadatan, membantu untuk mencapai tujuannya. Kepercayaan keagamaan tidak hanya mengakui
keberadaan benda-benda dan makhluk-makhluk sakral tetapi seringkali memperkuat dan
mengokohkan keyakinan terhadapnya dan juga kepercayaan agama tidak hanya melukiskan dan
menjelaskan makhluk-makhluk sakral dan alam ghaib,Tuhan dan para malaikat, surga dan neraka
tetapi yang lebiih penting dari semuanya itu adalah bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
memberitahukan bagaimana alam ghaib ini dapat dihubungkan dengan dunia manusia yang nyata.
Aliran kepercayaan tersebut sebagai produk budaya manusia dalam peraadaban pada tingkat
masyarakat primitif, namun hingga sekarang masih banyak dianut suku-suku terasing dibelahan
dunia. Hingga sekarang umat beragama belum secara potimal memberikan perhatian terhadap
kemakmuran suku-suku terasing ini kecuali Katolik.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kepercayaan serta keyakinan ma-syarakat primitif,
khususnya Dinamisme dan Animisme di Indonesia meningkat kepada keyakinan adanya mahluk
halus lain serta dewa-dewa yang bukan berasal dari roh-roh nenek moyang mereka yang sudah
meninggal. Dan mereka juga meyakini bahwa mahluk lain tersebut dapat menolong tetapi juga dapat
mencelakakan melalui kejadian alam seperti banjir, tanah longsor, letusan gunung dll, bahkan sampai
kepada kematian. Oleh karenanya masyarakat primitif membuat persembahan-persembahan serta
ritual-ritual melalui dukun-dukun.
Munculnya istilah sembahyang berasal dari Sembah Hyang, Menyembah Dewa tertinggi
namun sudah menjadi istilah bagi masyarakat Indonesia, sehingga terbawa pada masyarakat
beragama dalam melaksanakan menyembah Tuhannya.

2.1. Ritual Dinamisme


Ritual dinamisme sekilas tampak sama dan serupa dengan animisme, mereka memuja pada
benda dan tempat, namun prinsip utama yang mereka sembah jauh berbeda, Animisme percaya
hewan dan benda memiliki nyawa, dinamisme percaya nenek moyang atau leluhur yang tinggal pada
suatu tempat. Pandangan sosiologi agama yang tidak percaya kepada adanya yang gaib menafsirkan
yang gaib itu dengan simbol pemersatu yang diciptakan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Durkheim mengatakan bahwa simbol itu mirip dengan kepercayaan suku Aborogin kepada gambar
hewan totem. Hewan totem dipercayai sebagai hewan atau tumbuh-tumbuhan yang menjadi nenek
moyang mereka. Sehingga kepercayaan mereka tetap bertahan.
Ritual dinamisme selalu mengadakan upacara keagamaan seperti dalam kejadian-kejadian
penting, contohnya; ada kelahiran bayi pada satu keluarga, maka seluruhnya akan mengadakan
upacara keagamaan, kedua ada kematian, pada kematian ini juga di adakan upacara keagamaan.
Yang ke tiga, mereka akan mengadakan upacara saat adanya panen hasil pertanian.
Pada masa panen pertanian tersebut merupakan hal yang sangat sakral sebab mereka masih
belum memiliki wawasan yang besar mengenai bercocok tanam, sangat berbeda dengan pemahaman
orang yang pemahaman agamanya sudah baik dan benar. Apalagi dengan orang zaman super modern
yang melenial dalam bercocok tanam kini memiliki faktor pendukung seperti teknologi yang canggih
yang kini terus berkembang.

3. Aliran Kebatinan
Prof. Kamil Kartapraja (petugas pencatatan Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Departemen
Dalam Negeri 1949-1961 dan Guru Besar pada IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Syarif Hidayatullah)
adalah bahwa Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia ialah kepercayaan rakyat Indonesia
yang tidak termasuk kedalam salah satu agama rakyat Indonesia. Agama yang diakui oleh
pemerintah ada 6 (enam) yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Fu-Tse atau kong
hu cu. Pengakuan itu bukan merupakan surat keputusan, tetapi suatu kenyatan di Departemen agama
RI ada petugas khusus yang melayani agama-agama tersebut.
Aliran Kepercayaan dapat digolongkan dua golongan besar :
a. Golongan kepercayaan yang animistis tradisional, tidak terdapat filosofinya dan tidak
ada mistiknya. Contohnya : Kaharingan adalah kepercayaan suku Dayak di Kalimantan,
Pelbegu dan Permalin adalah kepercayaan rakyat Tapanuli dan sebagainya.
b. Golongan kepercayaan rakyat yang ada filosofinya disertai ajaran mistik yang memuat
ajaran-ajaran bagaimana caranya manusia dapat bersatu dengan Tuhan atau sedikitnya
dapat sedekat mungkin. Ajarannya selalu membicarakan yang ada sangkut pautnya
dengan bathin atau hal-hal yang ghaib. Oleh karenanya golongan kepercayaan ini
disebut golongan Kebathinan. Contoh aliran kebatinan adalah Pangestu, Sapta Darma
dan lain-lain.
Dari uraian diatas terlihat perbedaan antara kepercayaan masyarakat primi-tif seperti
Dinamisme dan Animisme dengan aliran kebathinan. Bahkan aliran kebathinan banyak diikuti oleh
para intelektual. Sampai saat ini masih banyak orang yang memiliki kepercayaankepercayaan
tertentu terhadap benda-benda mati. Benda-benda mati tersebut seperti pohon beringin besar, batu,
keris, peninggalan nenek moyang, tempat pemakaman dan lain sebagainya. Mereka mempunyai
ritual serta adat istiadat yang berbeda pula dalam memperlakukan benda-benda tersebut disetiap
daerah. Adapun ritus tertentu tersebut dilakukan sesuai dengan adat yang telah dijalankan oleh nenek
moyang sebelumnya atau bersifat turun-temurun. Sehingga kepercayaan mereka tetap bertahan dari
generasi ke generasi. Manusia atau benda yang dimitoskan itu kemudian hidup dalam sejarahsejarah
lisan berbentuk cerita-cerita atau kisah yang meskipun tidak didukung oleh pembuktian kritis.
Mistifikasi pun terjadi jika manusia atau benda memiliki kekuatan yang diyakini sebagai kekuatan
lebih dibanding manusia atau benda lainnya. Misteri tersebut, misalnya terdapat pada sosok manusia
yang memiliki kelebihan di bidang tertentu yang sifatnya supranatural. Religi yang diyakini
masyarakat dapat menjadi bagian dari suatu sistem nilai yang ada di dalam kebudayaan masyarakat
bersangkutan. Sistem nilai ini kemudian menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi
tindakantindakan para anggota masyarakat. Secara fungsional, religi menjadi pengatur untuk menata
kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan semesta, alam sekitarnya, maupun kepada
Yang Maha Esa.
Tujuan utama dari Aliran Kebathinan adalah pendekatan bathiniahnya yang ingin beserta
dengan Tuhan. Secara sadar mereka memahami alam ghaib serta adanya Tuhan Yang Maha
Pencipta.
Hanya didalam upacara-upacara ritualnya tidak berdasarkan kaidah dan akidah agama yang
ada, oleh karenanya kepercayaan tersebut disebut Aliran Kebathinan.
Aliran ini tidak dapat disamakan dengan ajaran Kerohanian dalam Islam seperti
Thariqatullah dalam Tasauf/Sufi atau ajaran kerohanian dalam agama Nasrani. Pemahaman serta
ritualnya berdasarkan wahyu/firman Tuhan Yang Maha Esa.
Kesimpulannya, aliran Kebathinan adalah kepercayaan yang berdasarkan olah bathin untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan berlandaskan faham filosofis yang dianutnya, bukan berdasarkan
firman dan wahyu dalam kitab suci, walaupun diantara aliran Kebathinan ini ada juga yang
mencampur ba-urkan dengan aqidah agama tertentu, namun keutamaan konsepnya adalah
pendekatan bathiniah dengan Tuhan secara mistik. Khusus masalah ini dapat dikembangkan uraian
pada konsep Tasauf Islam.

Anda mungkin juga menyukai