Animisme adalah kepercayaan manusia purba terhadap roh nenek moyang yang telah
mati (meninggal dunia). Berdasarkan keyakinan ini, roh yang sudah meninggal akan
terus mengawasi serta melindungi manusia tersebut. Namun juga sebaliknya, roh
tersebut juga bisa menghukum anggota masyarakat yang melanggar ketentuan yang
sudah ditetapkan pada adat masyarakat.
Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin doa atau pemujaan terhadap arwah nenek
moyang adalah orang yang paling tua (sesepuh) yang ada di masyarkaat sebagai ketua
adat. Ketua adat sudah menguasai dan mengetahui adat nenek moyang mereka lebih
dari masyarakat yang lain yang nantinya akan menjadi pemimpin setiap pemujaan
masyarakat terhadap roh nenek moyang.
E.B. Tylor dalam bukunya “The Primitive Culture”, kata Animisme berasal dari kata
anima yang artinya jiwa atau nyawa. Masyarakat penganut kepercayaan animisme
percaya segala sesuatu memiliki jiwa atau “soul”, termasuk binatang, tumbuhan,
karang, gunung, sungai, bintang dan lain sebagainya. Setiap segala sesuatu yang
dianggap mempunyai jiwa ini dipercayai memiliki kekuatan, spiritual yang dapat
melindungi atau bahkan mencelakakan mereka termasuk juga roh-roh nenek moyang.
Pada kepercayaan atau agama primitif ini cenderung memuja atau takut dan percaya
kepada sesuatu yang menguasai wilayah yang ditempati. Pandangan suku-suku primitif
tentang jiwa muncul dari anggapannya tentang mimpi. Di dalam mimpi orang-orang
primitif melihat dirinya sendiri berjalan keluar dari dirinya. Seperti itulah orang mati,
jiwanya pada hakekatnya tidak hancur bersama jasadnya namun berpindah atau
menempati tempat tertentu yang dianggap angker atau mengerikan. Dapat juga berada
pada seseorang (reinkarnasi), pohon besar, batu, dan gunung tergantung apa yang
dimaui. Roh orang yang meninggal tidaklah begitu saja putus hubungannya dengan
sanak keluarganya, melainkan secara terus-menerus menginginkan berdampingan
dengan manusia. Bahkan manusia dihinggapi sehingga orang tersebut mengikuti
kehendak roh tersebut, contoh: kesurupan (Ghazali,2000).
Awal munculnya kepercayaan yang bersifat animisme ini didasari oleh berbagai
pengalaman dan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, pada daerah di sekitar
tempat tinggalnya terdapat sebuah batu besar. Masyarakatyang melewati batu besar itu
baik siang maupun malam mendengarkeganjilan-keganjilan seperti suara minta tolong,
memanggil-manggil namanya, dan lain sebagainya. Tetapi begitu dilihat, mereka tidak
menemukan adanya orang yang dimaksudkan. Peristiwa ini kemudian terus
berkembang, hingga masyarakat menjadi percaya bahwa batu yang dimaksudkan itu
mempunyai roh atau jiwa.
Selain benda-benda tersebut di atas, terdapat banyak hal yang dipercaya oleh
masyarakat yang dipandang memiliki roh atau jiwa, antara lain bangunan gedung
tua, bangunan candi, pohon besar dan lain sebagainya.
Hal ini mengakibatkan manusia merasa sebagai makhluk hidup kecil yang sangat
bergantung kepada benda-benda tertentu yang dianggap bertuah. Dinamisme dalam
praktik dapat ditemui melalui jampi-jampi jika dibutuhkan kekuatan gaib. Contoh: pada
kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan terhadap benda-benda tertentu
seperti keris atau pada masyarakat yang lain yang mempercayai senjata-senjata tajam
yang kuno.
Selain itu terdapat pula benda pusaka seperti keris atau tombak yang dipandang
memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan, apabila keris itu ditancapkan
dengan ujungnya menghadap ke atas akan dapat menurunkan hujan. Kepercayaan
seperti ini mengalami perkembangan, dan bahkan hingga sekarang ini masih tetap
dipercaya oleh sebagian masyarakat.
Begitu pula pada masyarakat Sulawesi Selatan yang mempercayai cincin yang dapat
membuat pemiliknya kebal. Di Kraton Yogyakarta benda- benda tersebut dinamakan
“kyai”, seperti keris, kereta, gong, dan alat- alat kerawitan. Perlakuan terhadap benda-
benda itu dilakukan waktu- waktu tertentu atau secara berkala dengan jalan dibersihkan
dan dimandikan seperti keris-keris pusaka pada waktu jum’at kliwon. Pada hari itu
senjata-senjata tersebut dimandikan/disucikan dengan air kembang dan jeruk.
3. Totemisme
Hewan-hewan tersebut tidak boleh diburu ataupun dibunuh karena dianggap suci bagi
mereka. Apabila ada yang berani melanggar maka hukuman dan kutukan yang akan
diterima oleh seseorang itu.
Pada aliran kepercayaan ini mempunyai sifat yang sama dengan animisme namun
mempunyai perbedaan adanya kepercayaan terhadap roh halus yang terdapat pada
binatang. Dalam hal ini binatang dielu-elukan sebagai wujud makhluk halus yang
memiliki daya sakti seperti kerbau, sapi, kambing, ular, dan sebagainya. Keyakinan
seperti ini mudah ditemukan, misalnya: seorang sopir takut menabrak kucing sebab
akan membawa bahaya bagi pengendara dan penumpangnya.
5. Monotheisme
Monotheisme adalah kepercayaan yang hanya menyembah atau percaya kepada satu
dewa saja. Biasanya ini terkait dengan totemisme karena dewa yang disembah
umumnya dipersonifikasi melalui berbagai bentuk totem baik itu binatang maupun
tumbuhan. Saat ini masyarakat modern juga terkadang masih mengenal adanya dewa-
dewa yang diyakini bertahta di kahyangan dan mengendalikan kehidupan di bumi. Dewi
Quan-im adalah salah satu contoh personifikasi keyakinan agama Budha yang percaya
bahwa dia mengatur kendali hidup manusia di dunia. Keyakinan akan monotheisme
yang mengakui adanya satu dewa yang tunggal banyak ditemukan dalam mitologi
Yunani.
http://ensiklopediasli.blogspot.co.id/2016/07/4-jenis-kepercayaan-manusia-purba-di-
indonesia.html
https://maalkhairaat.wordpress.com/2010/04/10/sistem-kepercayaan-masyarakat-
zaman-pra-sejarah/
http://www.artikelsiana.com/2014/09/Sistem-Kepercayaan-Manusia-Purba-
Indonesia.html